• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMIAH FAKTOR BERHUBUNGAN DENGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL ILMIAH FAKTOR BERHUBUNGAN DENGAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL ILMIAH

FAKTOR BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA

SMA NEGERI 3 CILEGON-BANTEN

TAHUN 2013

DISUSUN OLEH :

TRIES AGUSTINI

10.09.000.108

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN

(2)

Tries Agustini

1

,

Finka Reztya

2

1

Program DIV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

2

Dosen Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

1

trisagustini@rocketmail.com, 2finka.reztya@ui.ac.id

ABSTRAK

Perilaku seksual dipahami sebagai bentuk perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan remaja untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3 Cilegon-Banten tahun 2013. Penelitian ini dengan pendekatan kuantitatif menggunakan metode cross sectional. Sampel yang diambil sebanyak 133 siswa kelas XII di SMA Negeri 3 Cilegon yang memenuhi kriteria inklusi, non inklusi dan eksklusi. Cara pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Dengan analisa data univariat dan data bivariat. Penelitian ini dilakukan pada di minggu pertama pada bulan Desember 2013 menggunakan kuisioner dengan pertanyaan tertutup. Data diolah dan dianalisis dengan pendekatan statistik menggunakan SPSS 18.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pengetahuan p= 0.700 (p>0.05), sikap p=0.005 (p<0.05), lingkungan p= 0.355 (p>0.05), dan nilai sumber informasi p= 0.011 (p<0.05 disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap dan sumber informasi terhadap perilaku seksual remaja dan tidak ada hubungan antara pengetahuan dan lingkungan terhadap perilaku seksual remaja. Saran dalam penelitian ini yaitu diharapkan untuk referensi bagi siswa tentang dampak seks pranikah, dengan mencari sumber informasi yang baik dan akurat. Bagi orang tua/ wali diharapkan dapat membantu dalam memberikan pengetahuan tentang seksual pranikah pada anak remajanya sejak usia dini.

Kata kunci : Perilaku, Seksual, Pranikah, Remaja

ABSTRACT

Sexual behavior is understood as a form of behavior that appear due to sexual drive or teen activities to get the pleasure of sexual organs through a variety of behaviors. But the compensation of this sense of encouragement towards the opposite sex, teens have less good self control and first distributed through improper promote special safety lanes. This research aims to know the factors that affect adolescent sexual behavior in SMA Negeri 3-Cilegon of Banten by 2013. This research with quantitative methods approach of cross sectional. Samples taken as much as 133 class XII students in SMA Negeri 3 Cilegon which meet the criteria of inclusion, the non inclusion and exclusion. Way of sampling technique with total sampling. With data analysis univariate data and bivariat. This research was conducted in the first week in December 2013 using a questionnaire with closed questions. Data is processed and analyzed with the SPSS statistical approach using 18.0. The results showed that the value of knowledge p = 0.700 (p > 0.05), attitude p = 0,005 (p < 0.05), environment p = 0.355 (p > 0.05), and the value of information resources p = 0,011 (p < 0.05) so that it can be concluded that there is a relationship between attitudes and information sources on teen sexual behavior and there is no relationship between knowledge and environment against teenage sexual behavior. As for the suggestions in this study which is expected to be a reference for students about the impact of premarital sex, by finding a good source of information and accurate as well as a good friend can choose to avoid premarital sex behaviors to be affected. For parents/carers are expected to assist in providing knowledge of premarital sexual at older teenage years since an early age.

(3)

Pendahuluan

Menurut World Health Organization

(WHO), remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan, yang dari segi kematangan biologis, seksual sedang berangsur-angsur memperlihatkan karakteristik seks sekunder sampai mencapai kematangan seks, dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat anak-anak menjadi dewasa. Dari segi sosial ekonomi remaja adalah individu yang beralih dari ketergantungan, menjadi relatif bebas.1

Masa remaja menjadi masa transisi dimana individu merupakan makhluk aseksual menjadi seksual. Kematangan hormonal serta menguatnya karakteristik seksual primer dan sekunder diikuti pula perkembangan emosionalnya. Selama masa peralihan ini diikuti perkembangan secara biologis dari masa anak-anak menuju dewasa dini. Pada masa transisi seperti ini menjadi rawan terhadap meningkatnya aktifitas seksual aktif maupun pasif. Pada masa ini impuls-impuls dorongan seksual (sexdrive) mengalami peningkatan dan pada saat tersebut rasa ketertarikan remaja untuk merasakan kenikmatan seksual meningkat. Perilaku seksual sendiri dipahami sebagai bentuk perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Namun pemahaman pengertian mengenai perilaku seksual yang selama ini yang berkembang di masyarakat hanya berkutat seputar penetrasi dan ejakulasi.2

Perilaku seksual sendiri dipahami sebagai bentuk perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Namun pemahaman pengertian mengenai perilaku seksual yang selama ini yang berkembang di masyarakat hanya berkutat seputar penetrasi dan ejakulasi. Dalam kondisi tertentu remaja cenderung memiliki dorongan seks yang kuat. Namun kompensasi dari dorongan rasa ini terhadap lawan jenis, remaja kurang memiliki kontrol diri yang baik dan terlebih disalurkan memalui kanalisasi yang tidak tepat. Perilaku semacam ini rawan terhadap timbulnya masalah-masalah baru bagi remaja. Banyak ditemukan remaja melakukan penyaluran dorongan yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi norma masyarakat setempat ataupun diwujudkan melalui ekspresi seksual yang kurang sehat. Dorongan ini rawan

terhadap munculnya pelecehan seksual. Perilaku seks yang kurang sehat itu jarang disadari remaja dan selanjutnya menimbulkan kerugian terhadap remaja itu sendiri.2

Menurut survey terbaru tahun 2010 terhadap pengguna internet, 40 persen remaja di seluruh dunia belum pernah berhubungan seks. Survei yang melibatkan 1.210 remaja pria dan 1.100 remaja wanita di seluruh dunia ini mengungkap, 40 persen atau hampir setengah remaja berusia 18-24 tahun masih perawan atau belum berhubungan seks. Menurut hasil survey yang dilakukan Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak tahun 2008 di 33 provinsi di Indonesia, 62,7 % siswi remaja yang tercatat sebagai pelajar SMP dan SMA di Indonesia sudah tidak perawan lagi. Hal ini merupakan gambaran dari banyaknya remaja yang melakukan free sex sebelum menikah yang merupakan salah satu faktor penyebaran HIV/AIDS, PMS dan masalah kesehatan reproduksi serius lainnya.3

Menurut Dr. Tb. Rachmat Sentika, SpA, MARS dalam acara konferensi pers Gerakan Nasional Kesehatan Ibu dan Anak menuju Pencapaian MDGs 2015, di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (23/6/2010), Dr Rachmat menuturkan berdasarkan survei terhadap kesehatan reproduksi remaja yang dilakukan pada tahun 2007 remaja usia 15-19 tahun baik putra maupun putri tidak sedikit yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Data terhadap 10.833 remaja laki-laki berusia 15-19 tahun didapatkan sekitar 72 % sudah berpacaran, sekitar 92 % sudah pernah berciuman, sekitar 62 % sudah pernah meraba-meraba pasangan, sekitar 10.2 % sudah pernah melakukan hubungan seksual. Sedangkan hasil survey dari 9.344 remaja putri yang berusia 15-19 tahun didapatkan data sekitar 77 % sudah berpacaran, sekitar 92 % sudah pernah berciuman, sekitar 62 % sudah pernah meraba-meraba pasangan, sekitar 6.3 % sudah pernah melakukan hubungan seksual.4

Sikap remaja terhadap seks bebas sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan, hal itu dibuktikan oleh berbagai hasil survei dan penelitian mengenai sikap seks bebas kalangan remaja, termasuk di lingkungan kampus, yang menunjukkan bahwa angka relatif sikap setuju terhadap perilaku seks bebas antara 10% -32%.5

(4)

Banten. Di antara jumlah tersebut, sebanyak 934 kasus AIDS dan 614 kasus HIV diderita oleh perempuan yang juga merupakan salah satunya merupakan remaja yang tidak perawan

lagi”.6

Hasil studi pendahuluan penulis pada tahun 2012 dengan judul Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 3 Cilegon-Banten meng-gambarkan bahwa sekitar 57 % remaja memiliki resiko rendah terhadap perilaku seksualnya yaitu pernah berpacaran dan bergandengan tangan dengan lawan jenis dan 25% remaja memiliki resiko tinggi terhadap perilaku seksualnya yaitu pernah berpacaran, bergandengan tangan, berciuman hingga melakukan hubungan seksual. diketahui bahwa sebagian besar dari 167 responden mempunyai tingkat pengetahuan kurang yaitu sebanyak 82 responden (49,1%), siswa yang terpapar media informasi yaitu sebanyak 107 orang (64.1%) dari media elektronik maupun dari media cetak. Dari hasil penelitian tahun 2012 lalu dapat disimpulkan masih banyaknya siswa dan siswi SMA Negeri Cilegon memiliki resiko tinggi terhadap perilaku seksual dan tingkat pengetahuan yang rendah serta masih banyaknya remaja yang mendapat sumber informasi tentang seks dari media elektronik maupun dari media cetak.7

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah Berdasarkan teori Lawrence Green dalam buku Notoadmodjo maka yang mempengaruhi perilaku dibagi menjadi 3 yaitu faktor – faktor predisposisi (Disposing factors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mem-predisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain keyakinan, kepercayaan, tradisi, pengetahuan, sikapdan nilai (norma). Faktor – faktor Pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana, sumber informasi dan lingkungan sekitar remaja. Faktor – faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau meperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukanya. Faktor yang mendorong adalah tokoh masyarakat dan tokoh agama.8

Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja

pranikah di SMA Negeri 3 Kelas XII Cilegon-Banten tahun 2013.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan secara cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa-siswi di SMA Negeri 3 Cilegon-Banten kelas XII yang berpacaran, sebanyak 200 orang. Sampel atau populasi studi merupakan hasil pemilihan subyek dari populasi untuk memperoleh karakteristik populasi. Dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling

yaitu pengambilan sampel secara random dimana setiap subjek dalam populasi mendapat peluang yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Sampel dalam penelitian ini dengan cara menghitung rumus sampel dengan hasil sampel berjumlah 133 orang.9

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti10. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa siswi di SMA Negeri 3 Cilegon, kelas XII dan juga berpacaran yang bersedia menjadi responden tahun 2013.

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/ mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena sebab-sebab tertentu10.

Kriteria Ekslusi dalam penelitian ini adalah siswa siswi di SMA Negeri 3 Cilegon, kelas XII dan juga berpacaran tahun 2013 yang menolak untuk dijadikan sampel pada penelitian ini atau yang berhalangan hadir pada saat penelitian seperti sakit atau pergi.

Analisis data diolah menggunakan software

SPSS for Windows Versi 18. Yang hasilnya meliputi: Univariat pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral, atau grafik.

(5)

gambaran distribusi dari tiap variabel yang diteliti, data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi dan prosentase. Hasil penelitian diperoleh dengan menghitung prosentase (%) jawaban yang benar untuk setiap pertanyaan. Setiap pertanyaan yang dijawab benar diisi nilai 1 (satu) jika salah diberi nilai 0 (nol), selanjutnya dimasukkan dalam rumus untuk memperoleh prosentase.

Bivariat analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variable, baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji chi square10. Dalam penelitian ini mengunakan uji kai kuadrat karena data yang digunakan dalam bentuk data kategorik. Dalam penelitian kesehatan sering kali peneliti perlu melakukan analisi hubungan variabel kategorik dengan variabel kategorik. Analisis ini bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel, dalam hal ini uji yang cocok digunakan adalah uji kai kuadrat (Chi Square). Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran Risiko Realatif (RR) dan Odss Ratio (OR). Risiko relatif membandingkan risiko pada kelompok ter-ekspose dengan kelompok tidak terekspose. Sedangkan Odss Rasio membandingkan Odss pada kelompok ter-ekspose dengan Odss kelompok tidak ter-ekspose. Ukuran RR pada umumnya digunakan pada desain Kohort, sedangkan ukuran OR biasanya digunakan pada desain kasus kontrol atau potong lintang (Cross sectional), dan dalam penelitian ini peneliti menggunakan nilai OR bila terdapat tabel 2x2. Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p >0,05 yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak.10

Penyajian Data dalam penelitian ini yaitu Naratif (Tekstular) penyajian data dengan narasi (kalimat) atau memberikan keterangan secara tulisan. Pengumpulan data dalam bentuk tertulis mulai dari pengambilan sampel, pelaksanan pengumpulan data dan sampai hasil analisis yang berupa informasi dari

pe-ngumpulan data tersebut. Tabel penyajian data secara tabular yaitu memberikan keterangan berbentuk angka. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah master table dan table distribusi frekuensi. Dimana data disusun dalam baris dan kolom dengan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran. Grafik selain dapat disajikan ke dalam bentuk tabel sebagaimana dikemukakan di atas, data-data angka juga dapat disajikan ke dalam bentuk grafik, atau lengkapnya grafik frekuensi. Pembuatan grafik frekuensi pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari pembuatan tabel distribusi frekuensi karena pembuatan grafik itu haruslah didasarkan pada tabel distribusi frekuensi.10

Hasil

Sumber: Data SPSS Frekuensi Tahun 2013

(6)

pergaulan yaitu 58 responden (43,6 %), dari 51 responden (38,3%) mendapatkan dukungan dari lingkungan keluarga sedangkan dari 24 responden (18,0 %) mendapat dukungan dari lingkungan sekolah. Yang mendapatkan

sumber informasi dari teman sebaya yaitu 51 responden (38,3 %), dari media elektronik yaitu 45 responden (33,8%) sedangkan dari 37 responden (27,8 %) mendapat sumber informasi dari media cetak.

Tabel 2 Analisa Bivariat

Perilaku

Buruk Baik Total

Variabel OR P value f % f % f %

Pengetahuan

Rendah 9 6,8 7 5,3 16 12,0

Sedang 19 14,3 24 18,0 43 32,3 - 0,700 Tinggi 34 25,5 40 30,1 74 55,6

Sikap

Negatif 34 25,6 22 16,5 56 42,1 2,705 0,005 Positif 28 21,1 49 36,8 77 57,9 (1,331-5,497) Lingkungan

Ling. Keluarga 26 19,5 25 18,8 51 38,3

Ling. Pergaulan 23 17,3 35 26,3 58 43,6 - 0,355 Ling. Sekolah 13 9,8 11 8,3 24 18,0

Sumber Informasi

Media Cetak 10 7,5 27 20,3 37 27,8

Media Elektronik 27 20,3 18 13,5 45 33,8 - 0,011 Teman Sebaya 25 18,8 26 19,5 51 38,3

Sumber: Data SPSS Crosstab Tahun 2013

Berdasarkan hasil analisa tabel 2 diatas, bahwa hubungan antara pengetahuan remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan rendah dan perilaku buruk adalah sebanyak 9 responden (6,8%), responden yang memiliki pengetahuan tinggi dan perilaku buruk adalah sebanyak 34 responden (25,5%). Responden yang memiliki pengetahuan rendah dan perilaku baik adalah sebanyak 7 responden (5,3%) dan responden yang memiliki pengetahuan tinggi dan perilaku baik adalah sebanyak 40 responden (30,1%). Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,700 dalam hal ini nilai p > 0.05 berarti Ho di terima dan pernyataan Ha di tolak maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksual remaja.

Hubungan antara sikap remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap negatif dan perilaku buruk adalah sebanyak 34 responden (25,6%), responden yang memiliki sikap positif dan perilaku buruk adalah sebanyak 28 responden (21,1%). Responden yang memiliki sikap negatif dan perilaku baik adalah sebanyak 22 responden (16,5%) dan responden

yang memiliki sikap positif dan perilaku baik adalah sebanyak 49 responden (36,8%). Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,005 dalam hal ini nilai p < 0.05 berarti Ho di tolak dan pernyataan Ha di terima maka dapat di-simpulkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku seksual remaja. Analisa keeratan hubungan dua variabel didapatkan OR = 2,705 (95% CI: 1,331-5,497) berarti responden dengan perilaku negatif mempunyai peluang terhadap perilaku seksual remaja 2,705 kali dibanding responden dengan perilaku positif.

(7)

yang memiliki dukungan di lingkungan sekolah dan perilaku baik adalah sebanyak 11 responden (8,3%). Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,355 dalam hal ini nilai p > 0.05 berarti Ho di terima dan pernyataan Ha di tolak maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lingkungan dengan perilaku seksual remaja.

Hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa responden yang mendapat informasi melalui media cetak dan perilaku buruk adalah sebanyak 10 responden (7,5%), responden yang mendapat informasi melalui media elektronik dan perilaku buruk adalah sebanyak 27 responden (20,3%) dan responden yang mendapat informasi melalui teman sebaya dan perilaku buruk adalah sebanyak 25 responden (18,8%). Sedangkan responden yang mendapat informasi melalui media cetak dan perilaku baik adalah sebanyak 27 responden (20,3%), responden yang mendapat informasi melalui media elektronik dan perilaku baik adalah sebanyak 18 responden (13,5%) dan responden yang mendapat informasi melalui teman sebaya dan perilaku buruk adalah sebanyak 26 responden (19,5%). Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,011 dalam hal ini nilai p < 0.05 berarti Ho di tolak dan pernyataan Ha di terima maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seksual remaja.

Diskusi

Gambaran perilaku seksual pada siswa siswi kelas 3 SMA Negeri 3 Cilegon Banten tahun 2013 di ketahui bahwa yang terbanyak terdapat pada responden yang memiliki perilaku baik yaitu 71 responden (53,4%) sedangkan responden yang memiliki perilaku buruk sebanyak 62 responden (46,6%).

Perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama.11

Menurut Mu’tadin perilaku seksual

ptranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan resmi menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Proporsi responden beresiko perilaku seksual pranikah yaitu berciuman bibir 53%, meraba-raba dada 18,4%, kegiatan

meraba-raba kelamin 7,7%, menggesek-gesek kelamin 5,7%, hubungan seksual 6,5%. Dan perilaku seksual yang tidak beresiko yaitu berpacaran sebesar 94,3%, kegiatan berpegangan tangan 90,8%, berangkulan 80,1%, berpelukan 69,3% dan berciuman pipi 73,9%. Hasil penelitian ini dibuktikan oleh penelitian Ariyanto mengungkapkan bahwa 41,3% melakukan ciuman bibir dengan pasangannya, 16,7% melakukan ciuman pipi, 1,4% tidak melakukan perilaku seksual dalam berpacaran. Berciuman bibir merupakan perilaku seksual yang paling banyak dilakukan oleh partisipan.12

Penelitian lain yang mendukung diung-kapkan oleh Darmasih bahwa bentuk perilaku seksual pranikah remaja SMA di Surakarta adalah melakukan berciuman bibir 81,6%, masturbasi sebanyak 20,2%. Perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Surakarta menunjukkan sebagian besar perilaku seks pranikah remaja dalam kategorik baik sebanyak 43,9%, kategorik sedang sebanyak 40,4% dan kategorik buruk sebanyak 15,8%. Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap perilaku seksual pranikah pada mahasiswa semester V STIKes X Jakarta Timur tahun 2010 diperoleh bahwa 55,2% responden beresiko melakukan perilaku seksual pranikah. Pada penelitian Sukartini tahun 2011 terhadap murid SMK Kesehatan di Kabupaten Bogor diketahui bahwa 60,7% responden berperilaku seksual beresiko berat seperti melakukan mencium bibir, mencium leher, meraba daerah erogen, bersentuhan alat kelamin dan melakukan hubungan seks. Sedangkan 39,3% berperilaku seksual dalam kategori ringan seperti mengobrol, menonton film berdua, jalan berdua, berpegangan tangan, mencium pipi dan berpelukan. Menurut Damayanti dari beberapa perilaku seksual tersebut yang termasuk perilaku seksual beresiko berat adalah mulai berciuman bibir, meraba alat kelamin pasangan, mengesek-gesek kelamin sampai dengan hubungan seks.13

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggia Fraselia Putri14 yaitu frekuensi yang terbanyak terdapat pada responden yang memiliki baik yaitu 96 responden (84,2%) sedangkan responden yang memiliki perilaku buruk sebanyak 18 responden (15,8%).

(8)

dilakukan remaja yang berhubungan dengan dorongan seksual yang datang dari dalam atau dari luar dirinya. Dan Quadrel et. Al dalam buku Notoadmodjo juga mengatakan bahwa persepsi bahwa dirinya memiliki resiko yang lebih rendah atau tidak beresiko sama sekali yang berhubungan dengan perilaku seksual, semakin mendorong remaja memenuhi dorongan seksualnnya pada saat sebelum menikah. Persepsi seperti ini disebut youth vulnerability.8

Tapi berlawanan dengan penelitian dari Amaliyasari dan Puspitasari bahwa remaja yang berperilaku seksual pranikah sekarang ini jumlahnya semakin meningkat, responden yang pernah melakukan masturbasi sebanyak 8,6%, berpegangan tangan sebanyak 31,8%, bermimpi tentang seks sebanyak 28,5% yang masih tergolong wajar, sedangkan perilaku seksual pranikah yang tidak wajar terdiri dari berkata jorok sebanyak 25,8%, melihat dengan sengaja sesuatu yang berbau seks sebanyak 10,6%, sengaja berfantasi seksual sebanyak 17,9%, pernah berciuman sebanyak 11,9%, pernah berpelukan sebanyak 7,3%, pernah memegang bagian sensitif orang lain sebanyak 8,6%, dan menggesekkan alat kelamin ke tubuh orang lain sebanyak 1,3%. Kegiatan petting, berhubungan seks, anal seks, dan oral seks, tidak satupun responden yang pernah melakukannya. Hasil penelitian Nursal juga menyatakan bahwa ada sebanyak 58 orang (16,6%) murid di SMU Negeri di Padang berperilaku seksual beresiko, diantaranya 15 orang (4,3%) telah melakukan hubungan seksual. Agama, budaya dan normatif walaupun proporsinya kecil menunjukkan telah terjadi penyimpangan perilaku seksual pada remaja karena telah melakukan hubungan seksual yang boleh dilakukan orang yang sudah menikah. Kemungkinan adanya

underestimate yang disebabkan remaja takut ataupun malu mengakui perilaku seksual mereka.15

Analisis univariat pengetahuan adalah gambaran pengetahuan remaja tentang periaku seksual. Gambaran pengetahuan tentang periku seksual remaja pada remaja siswa siswi kelas 3 di SMA Negeri 3 Cilegon Banten tahun 2013 di ketahui bahwa yang terbanyak responden yang berpengetahuan tinggi adalah sebanyak 74 responden (55,6%) dan yang terendah adalah responden yang berpengetahuan rendah sebanyak 16 responden (12%). disimpulkan yang terbesar adalah di pengetahuan tinggi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggia Fraselia Putri yaitu frekuensi yang terbanyak terdapat pada responden yang berpengetahuan tinggi yaitu 94 responden (82,5%) sedangkan responden yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 20 responden (17,5%).14

Menurut Notoadmodjo pengetahuan me-rupakan hasl dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang baik didukung oleh tingkat pengetahuan orang tua yang baik dalam memberikan informasi tentang seks pranikah. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(overt behavior). Pengetahuan adalah

merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manumur, yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manumur diperoleh melalui mata dan telinga. Dalam wikipedia dijelaskan pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pe-mahaman-pemahaman baru. Dalam pe-ngertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manumur melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.8

(9)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggia Fraselia Putri yaitu frekuensi yang terbanyak terdapat pada responden yang memiliki sikap positif yaitu 76 responden (66,7%) sedangkan responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 38 responden (33,3%).14

Analisis univariat lingkungan adalah gambaran dukungan lingkungan remaja terhadap perilaku seksual remaja. Gambaran lingkungan pada siswa siswi kelas 3 SMA Negeri 3 Cilegon Banten tahun 2013 di ketahui bahwa yang terbanyak terdapat pada lingkungan pergaulan sebanyak 58 responden (43,6%) sedangkan yang terendah terdapat pada lingkungan sekolah sebanyak 24 responden (18,1%).

Penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggia Fraselia Putri yaitu frekuensi yang terbanyak terdapat pada lingkungan sekolah yaitu 77 responden (67,5%) sedangkan yang rendah terdapat pada lingkungan pergaulan sebanyak 37 responden (32,5%).14

Analisis univariat sumber informasi adalah gambaran sumber informasi yang didapat remaja dalam mencari tahu informasi tentang seks. Gambaran sumber informasi pada siswa siswi kelas 3 SMA Negeri 3 Cilegon Banten tahun 2013 di ketahui bahwa yang terbanyak terdapat pada sumber informasi teman sebaya yaitu sebanyak 51 responden (38,3%) sedangkan yang terendah terdapat pada sumber informasi media cetak yaitu sebanyak 37 responden (27,8%).

Penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggia Fraselia Putri yaitu frekuensi yang terbanyak terdapat pada responden yang mendapat sumber informasi dari media elektronik yaitu 73 responden (64%) sedangkan yang terendah terdapat pada responden yang mendapat sumber informasi dari media cetak sebanyak 41 responden (36%).14

Hubungan antara pengetahuan remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa yang tertinggi adalah responden yang memiliki pengetahuan tinggi dan perilaku baik yaitu 40 responden (30,1%) sedangkan yang terendah adalah responden yang memiliki pengetahuan rendah dengan perilaku baik yaitu 7 responden (5,3%). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,700 (p> 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksual.

Penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini Kundaryati yang menggambarkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku seksual remaja.16

Tetapi hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Arikunto Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki. Penelitian ini berlawanan dengan teori dan penelitian oleh Rini Kundaryati. Menurut peneliti disebabkan oleh perbedaannya tempat dan jumlah responden yang diteliti yang dapat mengakibatkan perbedaan hasil yang diteliti.17

(10)

kesehatan reproduksi remaja, peneliti menganggap tetap penting, sehingga materi kesehatan reproduksi remaja tetap ditingkatkan, baik pada lingkungan rumah tangga, sekolah, maupun dalam masyarakat. 18

Hubungan antara sikap remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa yang tertinggi adalah responden yang memiliki sikap positif dan perilaku baik yaitu 49 responden (36,8%) sedangkan yang terendah adalah responden yang memiliki sikap negatif dengan perilaku baik yaitu 22 responden (16,5%). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,005 (p< 0,05) maka secara statistik terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku seksual responden. Analisa keeratan hubungan dua variabel didapatkan OR = 2,705 (95% CI: 1,331-5,497) berarti responden dengan perilaku negatif mempunyai peluang terhadap perilaku seksual remaja 2,705 kali dibanding responden dengan perilaku positif.

Penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini Kundaryati yang menggambarkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku seksual remaja.16

Tetapi penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoadmodjo bahwa sikap adalah kecenderungan tingkah laku yang didasari oleh proses evaluatif dalam diri individu terhadap suatu objek tertentu.1

Sikap adalah kecenderungan tingkah laku yang didasari oleh proses evaluatif dalam diri individu terhadap suatu objek tertentu. Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluasi. Sikap dapat pula diartikan sebagai kemampuan internal yang berperan sejalan dalam me-ngambil tindakan. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Sikap adalah sesuatu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Respon evaluasi berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan dan tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.8

Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Sikap adalah sesuatu reaksi atau respon seseorang

yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kundaryati menurut peneliti disebabkan oleh perbedaan waktu, tempat, kriteria responden dan jumlah responden yang diteliti yang mengakibatkan berbedanya hasil yang diteliti.16

Sikap akan menentukan perilaku seseorang, sikap akan mendorong kearah perbuatan, dapat berupa kebaikan atau sebaliknya. Sikap yang baik akan mendorong seorang remaja berperilaku sesuai dengan norma-norma berlaku. Sedangkan sikap yang buruk juga akan mendorong pada perbuatan yang cenderung melawan norma-norma sosial, hukum, dan agama. Sikap merupakan sebuah pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relative juga yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk memilih perilaku tertentu. Namun hasil penelitian ini tidak melihat adanya hubungan variabel sikap dalam menjaga keperawanan dengan perilaku seksual remaja (p=0,485).18

Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan pendapat Notoatmodjo, yang menjelaskan bahwa sikap yang baik akan meningkatkan perilaku baik, artinya antara sikap dan perilaku terdapat korelasi. Remaja yang bersikap berhati-hati dalam menjaga keperawananannya, terdapat perilaku seksual, tentu akan berdampak pada perilaku seksual itu sendiri.1

Selain sesuai dengan teori diatas, juga bertentangan dengan hasil penelitian Sinaga, bahwa sikap remaja berkaitan dengan perilaku seksual beresiko di SMAN 1 Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Tahun 2008 menye-butkan ada hubungan yang signifikan antara sikap remaja dengan perilaku seksual yang beresiko (p=0,017). Hemat peneliti, ber-dasarkan fakta-fakta dan hasil penelitian tersebut, bahwa sikap remaja dalam menjaga keperawanan sangat berkaitan dengan perilaku seksual bebas. Semakin baik sikap remaja dalam menanggapi masalah keperawanan, akan semakin baik perilaku seksual bebasnya. Dengan kemampuan untuk mengendalikan sikap masing-masing remaja, jelas akan menghindari perilaku seksual yang tidak dibenarkan baik moral maupun agama.19

(11)

dan perilaku baik yaitu 35 responden (26,3%) sedangkan yang terendah adalah responden yang mendapat dukungan dari lingkungan sekolah dengan perilaku baik yaitu 11 responden (8,3%). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,355 (p> 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan antara lingkungan dengan perilaku seksualresponden. Dari perbandingan hasil penelitian diatas, penelitian diatas berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soekartini yang menggambarkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara lingkungan dengan perilaku seksual remaja.20

Dan penelitian ini juga tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gibson et.al, bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam merubah individu. Tidak benar jika perubahan individu tidak berkaitan dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan kerja, keluarga, komunitas dan sosial.21

Dan juga penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hurlock bahwa faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak dan sebaliknya. Orangtua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi

dalam keluarga, dan anak akan “melarikan diri” dari keluarga. Keluarga yang tidak

lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga, misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang popular, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar (96,109). Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alcohol. Obat-obat terlarang atau merokok, maka remaja

cenderung mengikuti tanpa memperdulikan perasaan mereka sendiri akibatnya.22

(12)

pandangan bahwa kurangnya pengawasan dari orang tua memperbesar kemungkinan ter-jadinya hubungan seksual pranikah.15

Semakin maraknya hubungan seks pranikah terjadi alam kehidupan remaja, khususnya remaja yang sedang merantau, dewasa ini memiliki latar belakang penyebab seseorang melakukannya, baik yang berasal dari diri seseorang maupun dari luar diri seseorang tersebut, yang dimaksud dari luar diri seseorang yaitu lingkungan. Dengan kedua sumber penyebab inilah seseorang remaja yang ada di alam perantauannya akan mengalami perubahan secara lambat tapi pasti sebagai salah satu upayanya untuk melakukan adaptasi menghadapi alam lingkungan yang berbeda dengan daerah asalnya. Dalam masa pe-rantauannya ini, remaja seperti mengalami masa puber tahap kedua, terutama bagi mereka yang belum menemukan akan jati dirinya atau mereka yang selama ini hanya berkecimpung dalam lingkaran keluarga maupun lingkungan akademik. Dari hal itulah kemudian me-munculkan perubahan yang positif (sesuai dengan agama dan nilai-nilai yang ada) dan juga perubahan yang negatif, dimana kebanyakan dari remaja terdorong kepada hal negatif yang salah satu diantaranya adalah terjadinya hubungan seks pra nikah dalam kehidupan remaja di perantauan. Lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Jika seseorang berada ditempat atau lingkungan yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya, secara otomatis dia akan mengubah perilakunya demi kelangsungan hidupnya. Dia akan mengubah perilakunya agar bisa diterima dilingkungan baru tersebut. Lingkungan yang beraneka ragam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu. Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk di dalamnya adalah belajar. Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata memiliki hubungan timbal balik lingkungan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi lingkungan.15

Menurut Darmasi peran keluarga berhubungan dengan perilaku seks pranikah remaja (pvalue=0,000). Keadaan keluarga atau situasi keluarga terhadap remaja SMA di Surakarta dalam hal komunikasi dengan orang tua, orang tua yang tidak bercerai, dan remaja tinggal bersama orang tua termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 77 orang (67,5%).

Sedangkan yang tidak baik yaitu sebanyak 37 orang (32,5%). Orang tua adalah tokoh penting dalam perkembangan identitas remaja. Orang tua dapat membangun hubungan dan merupakan sistem dukungan ketika remaja menjajaki suatu dunia sosial yang lebih luas dan lebih kompleks. Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkem-bangan kepribadian remaja dan se-baliknya, orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan remaja akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mem-pengaruhi perkembangan jiwa remaja. Keluarga yang mengabaikan pengawasan terhadap media informasi, remaja dapat dengan mudah meniru peilaku-perilaku yang men-nyimpang.13

Hubungan antara sumber informasi remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa yang tertinggi adalah responden yang mendapat sumber informasi dari media cetak dengan perilaku baik dan media elektronik dengan perilaku buruk yaitu 27 responden (20,3%) sedangkan yang terendah adalah responden yang mendapat sumber informasi dari media cetak dengan perilaku buruk yaitu 10 responden (7,5%). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,011 (p< 0,05) maka secara statistik terdapat hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seksual responden.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini Kundaryati yang menggambarkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara sumber informasi dengan perilaku seksual remaja.16

Penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo bahwa semakin banyak informasi dapat mem-pengaruhi atau menambah pengetahuan se-seorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.1

(13)

VCD porno, yang sering kita tonton diberita tv dan dibaca di berita sumber cetak. Hal-hal yang berusaha untuk merangsang dorongan seks dengan tulisan dan gambar. Pengaruhnya cepat meluas terutama dikalangan remaja yang sedang berada pada masa pubertas. Hal ini bisa berakibat menimbulkan krisis moral di kalangan remaja itu, terutama apabila dasar-dasar agama kurang sekali dilatihkan sejak kecil. Usaha pornografi dapat juga melemahkan potensi bangsa sebab akibatnya dapat merusak sendi-sendi falsafah Pancasila.23

Menurut Darmasih sumber informasi berhubungan dengan perilaku seksual pranikah remaja (pvalue=0,022). Sumber informasi remaja SMA di Surakarta yang diperoleh tentang perilaku seksual pranikah sebanyak 73 orang (64,0%), dalam kategori sedikit (kirang dari atau sama dengan 7) dari sumber-sumber yang ada seperti internet, TV, HP, VCD, video porno, teman, radio, poster, koran, buku bacaan, majalah, dan brosur. Sedangkan sumber informasi yang diperoleh remaja yaitu 41 orang (36,0%), dalam kategori banyak yaitu (lebih dari 7) dari sumber-sumber yang ada seperti internet, TV, HP, VCD, video porno, teman, radio, poster, koran, buku bacaan, majalah, dan brosur yaang dapat mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja.13

Menurut Notoatmodjo bahwa semakin banyak informasi dapat mempengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.8

Konklusi

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara pengetahuan remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa yang tertinggi adalah responden yang memiliki pengetahuan tinggi dan perilaku baik yaitu 40 responden (30,1%). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,700 (p> 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksualresponden

Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara sikap remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa yang tertinggi adalah responden yang memiliki sikap positif dan perilaku baik yaitu 49 responden (36,8%). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,005 (p< 0,05) maka secara statistik terdapat

hubungan antara sikap dengan perilaku seksual responden. Analisa keeratan hubungan dua variabel didapatkan OR = 2,705 (95% CI: 1,331-5,497) berarti responden dengan perilaku negatif mempunyai peluang terhadap perilaku seksual remaja 2,705 kali dibanding responden dengan perilaku positif.

Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa yang tertinggi adalah responden yang mendapat dukungan dari lingkungan pergaulan dan perilaku baik yaitu 35 responden (26,3%). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,355 (p> 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan antara lingkungan dengan perilaku seksualresponden.

Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara sumber informasi remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa yang tertinggi adalah responden yang mendapat sumber informasi dari media cetak dengan perilaku baik dan media elektronik dengan perilaku buruk yaitu 27 responden (20,3%). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,011 (p< 0,05) maka secara statistik terdapat hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seksualresponden.

(14)

mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku seksual pranikah.

Daftar Pustaka

1. Notoatmodjo.Soejidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.Jakarta; Rineka Cipta.

2. Yocta Nur Rahma,2012, Perilaku Seksual Pada Remaja,Jurnal, Yogyakarta:UNY. 3. Rossa.2012.My Virginity was Gone.

Cibubur: Germedia komik.

4. Perilaku Seks Remaja Indonesia Parah. 2010. diakses pada tanggal 10 Januari 2012.

5. Kadar Kuswandi. Pengaruh in-formasi perilaku seks bebas dan tanggapan mahasiswa mengenai akibat perilaku seks terhadap sikap Setuju Yang dihubungkan dengan perilaku seks bebas bagi mahasiswa Akademi Kesehatan di Provinsi Banten. Thesis. Depok: UI. 2000.

6. Peduli AIDS? Hentikan “Free Sex”!. 2012.diakses pada tanggal 31 Juli 2012. 7. Tries Agustini. Faktor-faktor yang

mem-pengaruhi perilaku seksual remaja di SMA N 3 Cilegon-Banten. Studi pendahuluan. STIKIM. Jakarta. 2012

8. Notoadmodjo. Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku .Jakarta: Rineka Cipta

9. Nursalam, Siti Pariani. 2008. Metodologi riset Keperawatan. Jakarta: Info medika. 10. Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

11. Wirawan, Sarlito Sarwono. 2001. Psiko-logi Remaja. Jakarta: Radja Grafindo Persada.

12. Mu’tadin Z. 2002. Pendidikan Seksual Pada Remaja. Diakses di http//: www. Epsikologi.com. tanggal 26 April 2013 13. Darmasih, Ririn. Kajian Perilaku Sex

Pranikah Remaja SMA di Surakarta. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, vol. 4, No. 2, Desember 2011: 111-119. Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMS. Akademi Kebidanan Aifa Husada Madura, 2011.

14. Anggia F.P. Faktor-Faktor Yang mem-pengaruhi seks pranikah pada remaja di SMA Di Rengat Kabupaten Indra-girihulu. Skripsi. Riau: Universitas Riau. 2012

15. Amaliyasari Y, Puspitasari N. Perilaku Seksual Anak Usia Pra Remaja Di Sekitar Lokalisasi dan Faktor Yang Mem-pengaruhi. The Indonesian Journal of Public Health. Vol 5. N0 1.: 31-38. Juli 2008.

16. Rini, K. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Remaja Di SMK Yaperjasa Jakarta Tahun 2011. Thesis. Jakarta: STIKIM. 2011.

17. Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian

“Suatu Pendekatan Praktik” edisi 8.

Jakarta : Rineka Cipta.

18. Samino. Analisis Perilaku Sex remaja SMAN 14 Bandar Lampung 2011. Jurnal Dunia Kesmas. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati B. Lampung. Vol 1. No 4. 2012

19. Sinaga, Frisca Lina. Hubungan Pe-ngetahuan Kesehatan reproduksi Remaja dan Sikap Dengan Perilaku Sexual Beresiko Siswa di SMAN 1 Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal. FKM UNIMAL. Lampung. 2008

20. Soekartini. 2012. Pengaruh Gaya Hidu[ Remaja, Lingkungan, dan Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Di Akademi Kebidanan Kartini Kebayoran Lama Jakarta Selatan.Thesis.Jakarta: STIKIM. 2012.

21. Gibson, et, al. 2006. Organization

Behavior structure. Mc-Grow Hill

International Edition. Singapore

22. Hurlock Elizabeth B.2002. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gambar

Tabel 1 Analisa Univariat Variable Perilaku
Tabel 2 Analisa Bivariat                                                                                Perilaku

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah sasaran adapun data data bentuk gugus konsonan [mb] dalam bahasa Sasak di Desa Ubung Kecamatan Jonggat yang di dapat

Adalah benar anak kandung kami dan menyetujui mengajukan permohonan bantuan dana beasiswa akhir studi yang di selenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan yang

Foto fragmentasi hasil peledakan Dengan melihat ukuran Fragmentasi atau boulder dari hasil peledakan di lapangan yaitu terdapat beberapaboulder yang berukuran maksimal

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan pada nilai postest menunjukkan hasil signifikansi 0,086 &gt; 0,05 yang berarti diterima dan ditolak dengan kata

5 Ada pengaruh pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar aspek psikomotor siswa, disebabkan karena siswa mengalami sendiri secara langsung

Upaya guru dalam mengembangkan potensi nilai moral peserta didik di kelas I MI. Irsyaduth Thullab Tedunan dan MI. Mabda’ul Huda Kedungkarang dengan melalui metode observasi,

Dalam penelitian terhadap mahasiswa jurusan Hotel Management BINUS University angkatan tahun 2014 inilah, faktor yang paling menonjol adalah bahwa kelompok

Kab Agrun dc~lglln ini dihar3pkal sa~idara mcnginmkan 1 ( satu ) onng guru Pcnjakes di sckolall saudara niengikuti Pelalih31i tcrscbut. Guru senior pada Didang