• Tidak ada hasil yang ditemukan

CTL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SEB (4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "CTL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SEB (4)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) SEBAGAI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH YANG VARIATIF

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Bahasa Indonesia Keilmuan

Yang dibina oleh Ibu Rizka Amaliah, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh

Ainun Jariyah 160731614824

Ferdian Rizky Pratama 160731614872 Rica Filasari 160731614846

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN SEJARAH

(2)

CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) SEBAGAI METODE PEMBELAJARAN SEJARAH YANG VARIATIF

PENDAHULUAN

Pada bagian ini dijabarkan secara spesifik mengenai latar belakang dan rumusan masalah yang berkenaan dengan metode pembelajaran sejarah yang variatif.

Latar Belakang

Metode pembelajaran adalah sebuah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan belajar (Sudrajat, 2008). Metode dalam suatu pendidikan sangatlah diperlukan dalam suatu pembelajaran sejarah. Wiyanarti (2007) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah harus sesuai dengan karakteristik sejarah yaitu mengandung kemampuan mengajak peserta didik berpikir kesejarahan dan menanamkan kesadaran sejarah. Namun, kenyataan di sekolah menunjukkan bahwa proses pembelajaran sejarah masih banyak yang menggunakan metode yang kurang variatif dalam pembelajarannya.

Penyebab utamanya adalah banyaknya tenaga pendidik yang masih menggunakan metode konvensional (ceramah) dalam pembelajaran sejarah, sehingga terlihat kurang variatif, ditambah lagi dengan rendahnya pengusaan IPTEK dan penguasaan materi oleh tenaga pendidik. Kurangnya kreativitas tenaga pendidik serta terbatasnya jam matapelajaran sejarah di sekolah, turut serta menjadi penyebab penggunaan metode konvensional (ceramah) oleh tenaga pendidik. Menurut Suhartini (2001:7) sebagian besar tenaga pendidik sejarah berasumsi bahwa materi sejarah dapat dipindahkan secara utuh dari kepala pendidik ke kepala peserta didik dengan metode ceramah. Selain itu, latar belakang pendidik sejarah yang tidak sesuai dan terbatasnya sumber pengetahuan berupa buku ajar juga turut menjadi penyebab penggunaan metode konvensional (ceramah) yang banyak diterapkan di sekolah.

(3)

sekolah dasar sampai tingkat pendidikan menengah, karena pendidik hanya ceramah tentang waktu, tokoh dan peristiwa yang telah tertulis di dalam buku ajar (Soewarso, 2000:2). Pendidik cenderung dominan di dalam kelas, sehingga kurang mengembangkan aspek nilai, sikap, dan keterampilan peserta didik. Kenyataan seperti itu menyebabkan hasil dan tujuan belajar kurang maksimal, karena peserta didik hanya terpusat pada hafalan, sehingga pelajaran tampak monoton dan sangat membosankan.

Berdasarkan urugensi pembahasan, diperlukan alternatif solusi untuk menyelesaikan metode pembelajaran sejarah yang kurang variatif. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain: (1) mengadakan pelatihan IPTEK secara berkala, (2) memanfaatkan pembelajaran teknologi yang modern, (3) optimalisasi perpustakaan, (4) menetapkan UU tentang tenaga kependidikan, dan (5) menggunakan metode pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Dari kelima solusi tersebut, penggunaan metode pembelajaran (Contextual Teaching and Learning) menjadi salah satu yang diprediksi paling efektif. Oleh karena itu, dalam makalah ini dipilih judul CTL (Contextual Teaching and Learning) sebagai Metode Pembelajaran Sejarah yang Variatif.

Rumusan Masalah

Tiga rumusan masalah yang menjadi fokus bahasan dalam makalah ini dijabarkan sebagai berikut.

1) Bagaimana konsep metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah?

2) Bagaimana cara kerja metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah?

3) Apa saja kelebihan dan kelemahan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah?

BAHASAN

(4)

Konsep Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Sejarah

CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat diartikan sebagai suatu metode belajar yang membantu pendidik mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2003:5). Dalam konteks pembelajaran sejarah, konsep CTL berkatian dengan pelibatan peserta didik secara langsung dalam mempelajari sejarah, sehingga peserta didik mengetahui makna dari belajar tentang sejarah. Konsep ini memberikan dorongan pada peserta didik untuk menerapkan dalam dunia nyata, agar tidak terjebak pada kesalahan yang sama.

Pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan melalui pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode CTL menurut Depdikas (2002:4) meliputi: (1) makna belajar, (2) manfaat belajar, dan (3) cara mencapai tujuan belajar. Pendidik diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan menerapkan ide-idenya dan mengajak peserta didik agar menyadari dan dengan sadar menggunakan metode mereka untuk belajar. Dengan begitu CTL dapat merangsang peserta didik belajar menguasai kompetensi yang telah ditentukan dengan cara mereka, sehingga peserta didik bebas untuk berekspresi dan mengembangkan potensi yang dimiliki.

(5)

Sehubungan dengan konsep tersebut, terdapat beberapa karakteristik dalam proses pembelajaran sejarah dengan metode CTL yaitu: (1) kerjasama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar dengan semangat, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) memanfaatkan berbagai sumber, (7) peserta didik yang aktif, (8) mudah berbagi, (9) berpikir kritis, (10) hasil pembelajaran, dan (11) laporan pada orang tua (Depdiknas, 2003:7). Dengan konsep metode CTL dalam pembelajaran sejarah, hasil pembelajaran sejarah diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran sejarah berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik memahami dan menerapkan, bukan hanya mentransfer pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik.

Bentuk pembelajaran sejarah berbasis CTL yang mudah diterapkan di kelas yakni role playing (bermain peran). Bermain peran bisa berbentuk memerankan dialog tokoh-tokoh dalam sejarah atau memerankan diri atau kelompok sebagai ahli sejarah. Bentuk pembelajaran sejarah bermain peran bisa mengajak peserta didik untuk menjiwai karakter atau tokoh sejarah. Dengan cara ini, peserta didik dapat merasakan dirinya sebagai pelaku sejarah, sehingga peserta didik mengetahui makna dan manfaat belajar serta capaian hasil belajar tentang sejarah.

Cara Kerja Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Sejarah

(6)

Metode pembelajaran CTL memiliki tujuh asas cara kerja dalam pembelajarannya yang meliputi: (1) konstruktivisme, (2) inquiri, (3) bertanya, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian sesungguhnya (Sugiyanto, 2010:17). Namun, tidak semua asas cara kerja ini dapat diterapkan langsung dalam pembelajaran sejarah di dalam kelas. Oleh karena itu, dalam konteks pembelajaran sejarah, asas cara kerja yang digunakan harus sesuai dengan materi yang disampaikan.

Salah satu asas cara kerja metode CTL dalam pembelajaran sejarah yang dapat diterapkan langsung di dalam kelas yakni konstruktivisme. Menurut Sugiyanto (2010:17) konstruktivisme adalah proses membangun pengetahuan baru peserta didik berdasarkan pengalaman. Dengan dasar itu pembelajaran sejarah harus dikemas menjadi proses mengontruksi, bukan hanya menerima pengetahuan saja. Dalam proses pembelajaran, peserta didik dilatih untuk membangun pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran sejarah, sehingga peserta didik menjadi pusat kegiatan belajar mengajar.

Pelaksanaan pembelajaran konstruktivisme dapat dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang meliputi: (1) apersepsi, (2) konstruksi pengalaman dan pengetahuan, (3) diskusi, dan (4) refleksi. Langkah awal yang dilakukan yaitu apersepsi dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dibahas dengan tujuan untuk memotivasi peserta didik. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara tanya jawab tentang pokok bahasan materi yang akan disampaikan, sehingga peserta didik dapat membuka pikirannya dan timbul rasa ingin tahu.

(7)

Langkah ketiga yaitu diskusi yang terdiri atas mempresentasikan hasil kerja kelompok atau individu, menjelaskan konsep-konsep yang telah ditemukan, dan memberikan tanggapan. Dengan menerapkan pola-pola seperti ini dapat membuat peserta didik menjadi lebih kritis dan tanggap terhadap permasalahan yang berkaitan dengan sejarah. Langkah terakhir yaitu melakukan refleksi dengan menghubungkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran sejarah dengan kehidupan nyata masing-masing peserta didik, sehingga peserta didik dapat menerapkan pengalaman belajar tersebut.

Kelebihan dan Kelemahan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Sejarah

Menurut Anisa dan Dzaki (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran sejarah yang dijabarkan sebagai berikut: (1) pembelajaran menjadi lebih bermakna, artinya peserta didik dapat melakukan kegiatan yang berhubungan sengan materi yang diajarkan; (2) pembelajaran menjadi lebih produktif dan mampu menumbuhkan pengutan konsep kepada peserta didik karena pembelajaran ini menuntut peserta didik untuk menemukan pengetahuan bukan menghafal pengetahuan; (3) menumbuhkan keberanian pada peserta didik untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajarinya; (4) menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan cara mencari, menyelidiki, menemukan, dan bertanya; (5) menumbuhkan kemampuan dalam bekerja sama dengan orang lain untuk memecahkan suatu masalah; serta (6) peserta didik dapat menarik kesimpulan dari kegiatan pembelajaran. Salah satu kelebihan yang menonjol dari metode CTL dalam pembelajaran sejarah yakni menjadi lebih bermakna dan produktif. Karena peserta didik dapat mengorelasikasn materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, sehingga materi yang disampaikan bagi peserta didik berfungsi secara fungsional dan materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori peserta didik.

(8)

pencapaian peserta didik tidak sama; (2) tidak efesien, karena membutuhkan waktu yang lama dalam kegiatan belajar mengajar, sedangkan alokasi jam matapelajaran sejarah kurang; (3) dalam proses pembelajaran akan nampak jelas peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi dan yang kurang, sehingga akan menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi peserta didik yang merasa memiliki kemampuan kurang; (4) bagi peserta didik yang tertinggal dalam proses pembelajaran, akan terus tertinggal dan akan sulit untuk mengejar, karena metode CTL tergantung pada keaktifan peserta didik; (5) pengetahuan yang diperoleh peserta didik akan berbeda-beda dan tidak merata; dan (6) peran pendidik tidak tampak penting, karana dalam pembelajaran sejarah perannya hanya sebagai fasilitator. Dari beberapa kelemahan metode CTL dalam pembelajaran sejarah, salah satu kelemahan yang paling dominan yaitu kemampuan peserta didik yang berbeda-beda dalam hal keaktifan, sehingga memungkinkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik tidak merata dan menimbulkan rasa tidak percaya diri. Oleh karena itu, optimalisasi peran pendidik dalam pembelajaran sejarah melalui metode CTL ini diperlukan, sehingga semua peserta didik merasa diperhatikan dan memiliki kemampuan yang sama.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari berbagai informasi spesifik mengenai metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah, berikut ini disajikan simpulan dan saran yang linier.

Simpulan

(9)

Cara kerja utama CTL terbagi menjadi empat langkah. Langkah pertama adalah apersepsi (menyampaikan tujuan pembelajaran). Langkah kedua adalah konstruksi pengalaman dan pengetahuan (mencari, menyelidiki, menyusun, dan menemukan). Langkah ketiga adalah diskusi dengan mempresentasikan hasil kerja. Langkah keempat adalah refleksi dengan mengevaluasi kembali pembelajaran yang telah dilalui untuk mendapatkan pemahaman yang dicapai.

Penggunaan CTL sebagai metode pembelajaran sejarah yang variatif memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu kelebihan yang paling menonjol yakni pembelajaran menjadi lebih bermakna, karena peserta didik dituntut untuk dapat menangkap pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata, dan pembelajaran menjadi lebih produtif, karena peserta didik dituntut untuk menemukan pengetahuannya guna menumbuhkan penguatan konsep. Akan tetapi, disisi lain, kelemahan yang tampak dari metode CTL dalam pembelajaran sejarah yaitu kemampuan peserta didik yang berbeda-beda dalam hal keaktifan, sehingga memungkinkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik tidak merata dan menimbulkan rasa yang tidak percaya diri pada peserta didik yang merasa kurang memiliki kemampuan.

Saran

Untuk mengatasi beberapa kelemahan dalam metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah, berikut ini dipaparkan beberapa cara yang bisa dilakukan.

(10)

2) Mengulas kembali pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik

Mengulas kembali materi yang telah dipelajari untuk memberikan kesempatan bagi peserta didik yang tidak mengikuti pelajaran dengan baik agar bisa menyesuaikan. Karena metode CTL pada pembelajaran sejarah tergantung pada keaktifan peserta didik, sehingga jika ada peserta didik yang tertinggal dalam proses pembelajaran, maka akan terus tertinggal. Oleh karena itu, dengan mengulas kembali diharapkan bagi yang tertinggal bisa menyesuaikan dengan yang lain dan bagi yang sudah paham akan lebih paham lagi tentang materi yang dipelajari.

3) Mengefisiensi waktu pembelajaran di kelas dengan membuat kelompok

Di dalam kelas kemampuan peserta didik pasti berbeda-beda, sehingga pendidik akan sulit menentukan materi karena tingkat pencapaian peserta didik tidak sama. Ditambah lagi dengan metode CTL dalam pembelajaran sejarah yang lebih menekankan keaktifan peserta didik, sehingga akan tampak jelas peserta didik yang aktif dan tidak. Hal itu, dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri kepada peserta didik, sehingga sukar untuk mengekspesikan diri terlebih lagi alokasi waktu matapelajaran sejarah di sekolah yang kurang. Oleh karena itu, lebih baik mengefesiensi waktu dengan membuat kelompok, sehingga semua merasa memiliki kemampuan yang sama.

DAFTAR RUJUKAN

Anisa dan Dzaki. 2009. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran CTL, (Online),

(http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemaha-pembelajaran.html), diakses 9 April 2017.

Depdikas. 2002. Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual: Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

(11)

Soewarso. 2000. Cara-cara Penyampaian Pendidikan Searah untuk Membangkitkan Minat Peserta Didik Mempelajari Sejarah Bangsanya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sudrajat, A. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan Model Pembelajaran, (Online), (http://103.23.244.11/Direktori/FIP/JUR_ PEND_LUAR_SEKOLAH/197012101998022-FIP-SARIPAH/ Pengertian -Pendekatan.pdf), diakses 1 Maret 2017

Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Suhartini. 2001. Pengaruh Minat Siswa Terhadap Topik-topik Matapelajaran Sejarah dan Beberapa Faktor yang Membekalinya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu hal yang termasuk dalam pertimbangan para investor adalah harga saham, karena harga saham mencerminkan nilai dari suatu perusahaan.. Menurut Jogiyanto (2010: 117)

Un autre centre d’intérêt pour Bastardas fut celui de la première codification législative de la Catalogne, les Vsatici Barchinonae. Ce sujet, dans une certaine mesure, lui fut

alumni peseta diklat secara umum sudah menerapkan hasil pembelajaran yang didapat selama mengikuti proses kediklatan dan perubahan yang ditimbulkan, sudah melakukan

Namun mengingat bahwa subjeknya adalah anak yang berbeda dengan subjek peradilan umum lain, maka terdapat beberapa perbedaan dan perlakuan khusus yang dibuat untuk kepentingan

Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap, semakin besar daya yang dibangkitkan maka semakin besar pula laju aliran massa bahan bakar. Konsumsi spesifik bahan bakar

Supervisi manajerial dan supervisi akademik pengawas merupakan usaha yang dilakukan seorang pengawas untuk memperbaiki pola kerja dan kinerja sekolah termasuk

1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, wilayah yang akan dianalisis adalah wilayah Kota Bogor. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode

Untuk meraih gelar sarjana S1, Dianing menulis skripsi dengan judul Gaya Hidup Posmodern Tokoh- Tokoh Dalam Novel Mata Matahari Karya Ana Maryam Sebuah Tinjauan