• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Spiritualitas

1.1 Defenisi Spiritualitas

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha

Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 2008). Sebagai contoh seseorang yang percaya

kepada Allah sebagai pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Menurut Stanley dan

Beare (2007) spiritualitas adalah hubungan transenden antara manusia dengan

yang Maha Tinggi, sebagai kualitas yang berjalan di luar afiliasi agama tertentu,

yang berjuang keras untuk mendapatkan penghormatan, kekaguman dan inspirasi

dan yang memberi jawaban tentang sesuatu yang tidak terbatas. Spiritual telah di

gambarkan sebagai sumber kekuatan dan harapan. Banks (1980 dalam Stanley

dan Beare, 20007) menyebutkan bahwa spiritualitas sebagai kekuatan yang

menyatukan, memberi makna pada kehidupan dan terdiri dari nilai-nilai individu,

persepsi dan kepercayaan juga keterikatan diantara individu.

Mickley et al (1992 dalam Hamid, 2008) menguraikan spiritualitas sebagai

suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi

eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehiduan, sedangkan dimensi agama

lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.

Stoll (1998 dalam Hamid, 2009) juga menguraikan bahwa spiritualitas

sebagai konsep dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal.

Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan yang Maha Kuasa atau Yang

Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang. Sedangkan dimensi horizontal

adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan

(2)

Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut. Aspek

perilaku dari dari spiritualitas meliputi cara seseorang memanifestasikan

kepercayaannya. Bentuk kebutuhan spiritulitas tersebut meliputi arti dan tujuan

hidup, kepercayaaan, harapan, cinta dan pengampunan (Dewi, 2014).

Menurut Burkhardt (1993 dalam Hamid, 2008) spiritualitas meliputi aspek

sebagai berikut: (1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau

ketidakpastian dalam kehidupan; (2) menemukan arti dan tujuan hidup; (3)

menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri

sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.

Spiritualitas adalah bagian integral dari kesehatan dan kesejahteraan kaum

usia lanjut, terutama disaat mereka menghadapi tantangan masa tua. Agama dan

spiritualitas menyediakan bagi kaum lelaki dan perempuan strategi-strategi efektif

dalam kasus-kasus kehilangan, kesulitan-kesulitan peersonal, stress, penyakit,

pembedahan dan kematian (Young & Koopsen, 2007).

1.2 Teori-teori Spiritualitas

1.2.1 Teori teologis

Mendeskripsikan spiritualitas sebagai iman seseorang pada Tuhan yang

diungkapkan melalui rumusan iman dan praktik keagamaan.

1.2.2 Teori psikologis

Spiritualitas merupakan ekspresi dari motivasi dan dorongan dalam diri

manusia yang diarahkan pada kedalaman hidupnya dan pada Tuhan. Spiritualitas

disebut juga sebagai usaha seseorang dalam mencari makna, tujuan dan arah

(3)

1.2.3 Teori sosiologi

Menurut sosiologi seseorang dapat dipengaruhi oleh orang-orang yang

disekitarnya, ataupun oleh kelompok orang yang ada disekitarnya. Menurut

sosiologi spiriualitas tidak hanya pada praktik spiritual dan ritual, tetapi juga

sebagai moralitas sosial yang terdapat dalam relasi personal (Meraviglia,1999

dalam Young & Koopsen, 2007).

1.2.4 Teori kedokteran

Ilmu kedokteran hingga akhir ini, memberikan sedikit sekali perhatian

pada dimensi spiritual, karena hal ini dianggap kurang berperan dalam proses

penyembuhan. Akan tetapi, kini ilmu kedokteran memusatkan perhatian pada

penjelajahan hubungan antara kebutuhan spiritual pasien dan aspek perawatan

kesehatan tradisional. Mereka mulai menawarkan mata kuliah tentang

spiritualitas, agam dan kesehatan (Hiatt,1986; Koenig et al,1999 dalam Young &

Koopsen, 2007).

1.2.5 Teori keperawatan

Keperawatan melingkupi pandangan- pandangan yang telah disebut pada

teori teologi, psikologi, sosiologi, dan kedokteran. Selain itu keperawatan juga

memandang spiritualitas itu dari sudut pandang lain meliputi kesehatan spiritual,

kesejahteraan spiritual, perspektif spiritual, transendensi diri, iman, kualitas hidup,

harapan, kesalehan, tujuan hidup, dan kemampuan mengatasi masalah spiritual

(4)

1.3 Elemen Hakiki Spiritualitas

Agar dapat mengenali kebutuhan spiritual pasien dan menyelenggarakan

perawatan kesehatan yang memadai, penyelenggaraan kesehatan harus memahami

eleman spritualitas dan bagaimana elemen itu diekspresikan oleh orang yang

berbeda-beda. Berikut ini dijelaskan elemen-elemen pokok spiritualitas:

1.3.1 Diri sendiri, Sesama, dan Tuhan

Relasi spiritual dengan diri sendiri, sesama, dan Tuhan dapat menjadi

sumber penghiburan tak terbatas, seraya memberi dan daya yang menyembuhkan

kepada pasien. Energi ini dapat bersifat timbal balik, mandalam dan kaya makna

baik bagi penyelenggara perawatan kesehatan maupun pasien (Dyson et al, 1997;

Walton,1996 dalam Young & Koopsen, 2007).

1.3.2 Makna dan tujuan Hidup

Pencarian akan makna dan tujuan hidup telah menjadi tema utama dalam

spiritualitas. Burkhardt (1989) memberikan pengertian makna hidup sebagai suatu

misteri yang selalu menyingkap diri. Kebutuhan akan tujuan dan makna hidup

merupakan ciri universal dan bahkan menjadi hakikat hidup itu sendiri. Apabila

seseorang tidak mampu menemukan tujuan dan makna hidupnya, seluruh aspek

hidupnya akan rusak dan mengalami penderitaan karena kesepian dan kehampaan.

Kemudian mengalami distress spiritual, dan akhirnya fisik (Burkhardt &

(5)

1.3.3 Harapan

Orang yang memperhatikan hidup spiritual cenderung berpengharapan

tinggi daripada sesamanya yang tidak memperhatikan hidup spiritual (Mahoney &

Graci,1999 dalam Young & Koopsen, 2007). Seringkali dikatakan bahwa dimana

ada hidup, disitulah ada harapan; akan tetapi, Kleindiest (1998 dalam Young &

Koopsen, 2007) juga percaya bahwa, dimana ada harapan, disitu ada hidup.

1.3.4 Keterhubungan/keterkaitan

Spiritualitas juga melibatkan hubungan dengan seseorang atau sesuatu

yang mengatasi diri sendiri. Orang atau sesuatu itu dapat menopang atau

menghibur, membimbing dalam pengambilan keputusan, memaafkan kelemahan

kita, dan merayakan perjalanan hidup kita (Spaniol,2002 dalam Young &

Koopsen, 2007).

Spiritualitas juga diungkapkan dan dialami melalui saling keterhubungan

dengan alam, bumi, lingkungan, dan kosmos. Seluruh rangkaian hidup ada dalam

jejaring saling keterhubungan, apa yag terjadi pada bumi mempengaruhi tiap

manusia, dan tiap perilaku manusia mempengaruhi bumi. Maka sangat penting

untuk menyadari dan menghormati jejaring saling keterhubungan hidup

(6)

1.3.5 Kepercayaan dan Sistem Kepercayaan

Iman dapat menjadi bagian penting dari kepercayaan seseorang dan

keputusan yang dibuatnya dalam hidup. Iman yang bertumbuh selalu merupakan

proses aktif dan berlangsung terus-menerus serta unik bagi masing-masing orang,

karena tertanam dimasa lampau, sekarang, dan harapan akan masa depan (Carson,

1989 dalam Young & Koopsen, 2007)

1.4 Karakteristik Spiritualitas

Beberapa karakteristik yang meliputi hubungan spiritualitas antara lain

adalah hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam, hubungan dengan

orang lain, dan hubungan dengan Tuhan (Hamid, 2009).

1.4.1 Hubungan dengan diri sendiri

Hubungan ini merupakan kekuatan dalam diri seseorang yang meliputi

pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap

yang menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, kepercayaan pada masa depan,

ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri (Burkhdat, 1989 dalam

kozier, Erb, Blais & Wilkinson. 1995).

1.4.1.1 Kepercayaan

Merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat

dibuktikan dengan pikiran logis. Kepercayaan memberikan kekuatan pada

individu dalam menjalani kehidupan ketika individu mengalami kesulitan atau

(7)

1.4.1.2 Harapan

Merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan dengan

orang lain dan Tuhan yang didasarkan pada kepercayaan. Harapan berperan

penting dalam mempertahankan hidup ketika individu sakit (Kozier, Erb, Blais &

Wilkinson, 2004).

1.4.1.3 Makna kehidupan

Merupakan suatu hal yang berarti bagi kehidupan individu ketika individu merasa

dekat dengan Tuhan, orang lain dan lingkungan. Individu merasakan kehidupan

sebagai sesuatu yang membuat hidup lebih terara, memiliki masa depan, dan

merasakan kasih sayang dari orang lain. (Kozier, Erb, Blais & Wiklinson, 2004).

1.4.2 Hubungan dengan orang lain

Hubungan ini terdiri atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan

orang lain. Keadaaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan

sumber secara timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orang tua, dan orag yang

sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak

harmonis berkaitan dengan konflik terhadap orang lain dan resolusi yang

menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi (Burkhdat, 1989 dalam kozier, Erb,

Blais & Wilkinson, 1995).

1.4.3 Hubungan dengan alam

Harmoni merupakan keadaan yang menggambarkan hubungan seseorang dengan

alam yang meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan

berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Burkhdat, 1989

(8)

1.4.4 Hubungan dengan Tuhan

Pemenuhan kebutuhan spiritualitas berkaitan dengan hubungan dengan

Tuhan dapat dilakukan melalui doa dan ritual agama. Doa dan ritual agama

merupakan bagian terpenting dalam kehidupan sehari-hari individu dan

memberikan ketenangan pada individu (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Selain itu doa dan ritual agama dapat membangkitkan harapan dan rasa percaya

diri pada seseorang yang sedang sakit dan dapat meningkatkan imunitas

(kekebalan) tubuh sehingga mempercepat proses penyembuhan (Hamid, 2009).

1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

Faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah

pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya,

pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral

terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang kurang tepat (Taylor, et al

1997 dalam Hamid, 2009).

1.5.1 Tahap Perkembangan

Setiap individu memilki bentuk pemenuhan spiritualitas yang

berbeda-beda sesuai dengan usia, jenis kelamin, agama dan kepribadian individu. Semakin

beratambah usia, individu akan memriksa dan membenarkan keyakinan

spiritualitasnya (Taylor et al,1997 dalam Hamid 2009). Menurut Westerhoff’s

(1976 dalam Kozier, et al, 1995), perkembangan spiritualitas berdasarkan usia

(9)

1.5.1.1 Pada masa anak-anak

Spiritualitas pada masa ini belum bermakna pada dirinya. Spiritualiatas

didasarkan pada perilaku yang didapat melalui interaksi dengan orang lain

misalnya keluarga. Pada masa ini anak-anak belum mempunyai pemahaman salah

atau benar. Kepercayaan atau keyakinan mengikutu ritual atau meniru orang lain.

1.5.1.2 Pada masa remaja

Spiritualitas pada masa ini sudah mulai pada keinginan akan pencapaian

kebutuhan spiritualitas seperti keinginan melalui berdoa kepada penciptanya.

Berdoa kepada sang Pencipta yang berati sudah mulai membutuhkan pertolongan

melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan spiritualitas

tidak terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan.

1.5.1.3 Pada masa dewasa pertengahan dan lansia

Spiritualias pada masa ini yaitu semakin kuatnya kepercayaan diri yang

dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih

mengerti akan kepercayaan dirinya. Perkembangan spiritualitas pada tahap ini

lebih matang sehingga membuat individu mampu untuk mengatasi masalah dan

menghadapi kenyataan.

1.5.2 Latar Belakang Etnik dan Budaya

Sikap keyakinan dan nilai dipengruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya.

Pada umumnya sesorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga.

Apapun tradisi dan sistem kepercayaan yang dianut oleh individu, pengalaman

(10)

1.5.3 Keluarga

Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas individu.

Keluarga merupakan tempat pertama kali individu memperoleh pengalaman dan

pandangan hidup. Dari keluarga, individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan

diri sendiri. Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan

spiritualitas karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu

berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan individu (Hamid, 2009).

1.5.4 Pengalaman Hidup Sebelumnya

Pengalaman hidup yang positif maupun negatif akan mempengaruhi

spiritualitas seseorang. Pengalaman hidup mempengaruhi seseorang dalam

mengartikan secara spiritual kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup yang

menyenangkan dapat menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak bersyukur.

Sebagian besar individu bersyukur terhadap pengalaman hidup yang

menyenangkan (Hamid, 2009).

1.5.5 Krisis dan Perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang.

Krisis sering dialami seseorang ketika mengahadapi penyakit, penderitaan, proses

penuaan, kehilangan, dan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang

dialami seseorang merupakan pengalaman spiritualitas yang bersifat fisikal dan

(11)

Krisis dapat berhubungan dengan perubahan patofisiologi,

terapi/pengobatan yang diperlukan, atau situasi yang mempengaruhi seseorang.

Diagnosis penyakit atau penyakit terminal pada umumnya akan menimbulkan

pertanyaan tentang sistem kepercayaan seseorang. Jika dihadapkan pada

kematian, keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang/berdoa lebih

tinggi dibandingkan pasien yang berpenyakit bukan terminal (Hamid, 2009).

1.5.6 Isu Moral Terkait dengan Terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan

untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada agama yang menolak intervesi

pengobatan. Prosedur medik sering dapat dipengaruhi oleh penangajaran agama,

misalnya sirkumsi, transplantasi organ, pencegahan kehamilan, sterilisasi. Konflik

antar jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga

kesehatan (Hamid, 2009).

1.5.7 Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai

Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan

untuk peka terhadap kebutuhan spiritualitas klien, tetapi dengan berbagai alasan

ada kemungkinan perawat menghindar untuk memberikan asuhan keperawatan

spiritualitas. Hal tersebut terjadi karena perawat merasa kurang nyaman dengan

kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan spiritualitas, tidak

mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritualitas dalam keperawatan atau

merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spirituaitas klien bukan merupakan tugasnya

(12)

1.5.8 Agama

Agama sangat mempengaruhi spiritualiats individu. Agama merupakan

suatu sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam pemenuhan

spiritualitas individu. Agama merupakan cara dalam pemeliharaan hidup terhadap

segala aspek kehidupan. Agama berperan sebagai sumber kekuatan dan

kesejahteraan pada individu (Potter & Perry, 2005).

1.6. Kebutuhan Spiritualitas

Setiap manusia mempunyai kebutuhan spiritual yang sama meliputi, kebutuhan

akan arti dan tujuan hidup, kepercayaan, harapan, kebutuhan untuk mencintai dan

berhubungan, serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan (Dewi, 2014).

Hamid (2009) menjelaskan tentang ekspresi kebutuhan spiritual yang Adaftif dan

Maladaptif setiap manusia sperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Ekspresi Kebutuhan Spiritual yang Adaptif dan maladaptif

Kebutuhan Tanda pola atau perilaku Adaptif

Tanda Pola atau Perilaku maladaptif

Rasa percaya Rasa percaya terhadap diri sendiri dan kesabaran berbuat baik dan tidak tergantung

(13)

(Lanjutan tabel 1)

Kebutuhan Tanda pola atau perilaku adaptif orang lain dapat berbuat salah Tidak mendakwa atau

Mencari kebaikan dari orang lain

Takut bergantung pada orang lain

Menolak bekerja sama dengan tenaga kesehatan

Cemas berpisah dengan keluarga Tidak mampu mempercayai diri sendiri dicintai oleh Tuhan Keyakinan Ketergantugan pada anugerah

Tuhan

Termotivasi untuk tumbuh Mengekspresikan kebutuhan ritual

Mengekspresikan kebutuhan untuk merasa berbagi keyakinan

Mengekspresikan kebutuhan ambivalen terhadap Tuhan Tidak percaya pada kekuasaan Tuhan

Merasa terisolasi dari kepercayaan masyarakat sekitar Nilai keyakinan dan tujuan hidup yang tidak jelas

Kreativitas dan harapan

Meminta informasi tentang kondisi Telah menunda pengambila keputusan yang penting

Arti dan tujuan hidup

Mengekspresikan kepuasan hidup

Menjalankan kehidupan sesuai dengan sistem nilai

(14)

2. Lanjut Usia

2.1 Defenisi Lansia

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur perkembangan

kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa Lansia adalah seseorang yang telah

mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014).

Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami

perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan

pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh karene itu

perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar

selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya

sehingga dapat diukur serta berperan aktif dalam pembangunan (UU Kesehatan

No. 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1, dalam Fatmah, 2010)

2.2 Klasifikasi Lansia

Depkes RI mengklasifikasikan lansia dalam beberapa kategori yaitu

pralansia (prasenelis) seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia yang

berusia 60 tahun atau lebih, lansia risiko tinggi yang berusia 70 tahun atau

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan,

lansia potensial yaitu lansia yang mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang/jasa, dan lansia tidak potensial, lansia yang tidak

(15)

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia diklasifikasikan menjadi

beberapa kelompok yaitu usia lanjut (60-74 tahun), usia lanjut tua (75-89 tahun),

usia sangat tua (lebih dari 90 tahun).

Menurut Nugroho (2000, dalam Dewi, 2014), ditemukan beberapa macam

tipe lansia:

2.2.1 Tipe arif bijaksana, lansia ini kaya dengan hikmah pangalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap

ramah, rendah hati, sedehana, dermawan, memnuhi undanagna dan menjadi

panutan

2.2.2 Tipe mandiri, lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan

kegiatan yang baru, selektif dalam mencari oekerjaan dan teman pergaulan, serta

memenuhi undangan

2.2.3 Tipe tidak puas, lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin,

menentang proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan

daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,

tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut sulit dilayani, dan pengkritik

2.2.4 Tipe pasrah, lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,

mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, melakukan berbagi jenis pekerjaan

2.2.5 Tipe bingung, lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian,

(16)

2.3 Teori Proses Menua

2.3.1 Teori genetic clock

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk

spesies-spesies tertentu. Jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti maka kita akan

meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit

awal yang katastrofal. Namun secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan penagruh-pengaruh dari luar,

berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit denagan obat-obat atau

tindakan-tindakan tertentu.

2.3.2 Mutasi somatik (teori error Catastrophe)

Faktor peneyebab proses menua dalam hal ini adalah faktor lingkungan

yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik seperti radiasi dan zat kimia yang

dapat memperpendek umur. Terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel

somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel

tersebut (Suhana & Constantinides, 1994 dalam Darmojo & Martono, 2006).

2.3.3 Rusaknya sistem imun tubuh

Mutasi yang berubah atau perubahan protein pascatranslasi menyebankan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Mutasi somatik menyebabkan kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang

(17)

2.3.4 Teori menua akibat metabolisme

Perubahan yang disebabkan oleh kalori yang berlebihan atau kurangnya

aktivitas. Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori, menyebabkan

menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme yang menyebabkan

penurunan penegeluaran hormon yang merangsang prolifersi sel, misalnya insulin

dan hormon pertumbuhan (Mckay, et al, 1935 dalam Darmojo & Martono, 2006).

2.3.5 Kerusakan akibat radikal bebas

Dalam teori ini dijelaskan bahwa walaupun telah ada sistem penangkal

dala sistem tubuh manusia, namun sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan

makin lanjut usia makin banyak radikal bebas terbentuk sehingga proses

pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel makin lama makin banyak dan

akhirnya sel mati (Oen,1993 dalam Darmojo & Martono, 2006).

3. Spiritualitas pada Usia Lanjut

3.1 Manfaat Spiritualitas dalam Penuaan

Spiritualitas dapat memberikan kenyamanan disaat kesendirian atau

tekanan, pemulihan dari kecemasan dan memberikan suatu perasaan berarti,

tujuan, produktivitas, dan integrasi diri. Ia dapat memberikan kepada lanjut usia

suatukemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah seperti dari

lingkungan rumah ke fasilitas perawatan di rumah sakit. Spiritualitas memberikan

perasaa harga diri, dan ini adalah suatu daya yang penting untuk menanggulangi

kegelisahan disaat sakit dan mempersiapkan diri menghadapi kematian (Fehring,

Miller, & Shaw,1997; Isaia, et al,1999; Levin, Taylor & Chatters, 1994, dalam

(18)

Meskipun fungsi fisik menurun setara dengan pertambahan usia,

fungsi-fungsi spiritual tak perlu menurun. Iman memberikan orang yang lanjut usia suatu

kekuatan batin yang dibutuhkan untuk melampaui ketidakmampuan fisik yang

dikaitkan dengan penuaan dan untuk mengembangkan keuletan emosional yang

dibutuhkan untuk mencapai umur panjang (Koenig, 1999 dalam Young &

Koopsen, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2014) terdapat

hubungan yang bermakna antara spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di

Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan (r=0,528). Semakin tinggi

spiritualitas seorang lansia, maka semakin tinggi pula lah kualitas hidup lansia

tersebut.

Spiritualitas lansia meningkat dikarenakan lansia tinggal bersama keluarga

dan adanya dukungan keluarga yang meningkatkan spiritualitas lansia yang dapat

mempengaruhi kualitas hidup lansia itu sendiri. Beliau mengasumsikan bahwa

spiritualitas menjadi sumber koping bagi lansia dala mengatasi perubahan atau

stress yang terjadi dalam kehidupannya.

Sipayung (2014) menyatakan bahwa spiritualitas lansia Suku Batak akibat

kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten

Serdang Bedagai berada dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 27 orang (65.9%).

Dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat

(19)

Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat

kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori tinggi sebanyak 27 orang

responden (65.9%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia

Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori tinggi

sebanyak 31 orang responden (75.6%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan

lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

berada dalam kategori tinggi sebanyak 32 orang responden (78%).

3.2 Perkembangan Spiritualitas pada Orang Lanjut Usia

Pertumbuhan spiritualitas mencakup perkembangan identitas, penciptaan

dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain dan yang ilahi,

menghargai alam, dan mengembangkan suatu kesadran yang transendental.

Spiritualitas pada paruh kedua kehidupan mencakup kemampuan berpikir

abstrak, toleransi terhadap ambiguitas dan pertentangan, mengalami fleksibilitas

emosional, dan komitmen terhadap nilai-nilai unuversal yang sejati (McFadden &

Gerl,1990, dalam Young & Koopsen,2007).

Tugas-tugas perkembangan masa lanjut usia mencakup penemuan makna

dan kepenuhan didalam tugas dan menjelajahi aspek-aspek positif dari kehidupan.

Tugas perkembangan mencakup hal-hal berikut: Pengakuan dan penerimaan

keterbatasan-keterbatasan diri, Merencanakan untuk mengatur hidup yang aman,

Mewujudkan gaya hidup sehat, Melanjutkan relasi hangat dengan keluarga dan

teman-teman, Membangun afiliasi dengan orang lain di kelompok usia yang sama,

serta Menghadapi realitas tak terelakkan dari kematian dan kematian dari

(20)

3.3 Kehilangan, Harapan, Spiritualitas Dan Usia Lanjut

Pengalaman kehilangan seperti masa pensiun, kematian pasanga hidup,

atau penderitaan penyakit pada stadium akhir membuat penrjalanan spiritual kaum

lanjut usia semaklin kompleks (Berggren-Thomas & Griggs, 1995 dalam Young

& Koopsen 2007). Kematian adalah salah satu tantangan spiritual terbesar dalam

kehidupan manusia (Kremer,2002 dalam Young & Koopsen, 2007). Bagi kaum

lanjut usia, situasi mereka yang semakin mendekati ajal dapat memunculkan

kebutuhan akan pengampunan sebagaimana juga sebagai sarana pembaruan diri

dan penerimaan atas prestasi yang telah diraih.

Orang-orang yang religius tidak begitu takut akan kematian dibandingkan

mereka yang tudak cukup religius, tetapi mereka sama-sama takut akan proses

menjelang ajal (Young & Koopsen, 2007)

3.4 Tantangan Spiritual yang Unik pada Usia Lanjut

Bagi beberapa orang di Amerika Serikat, penuaan disederhanakan dalam

perspektif fisiologis. Penuaan digambarkan sebagai saat penurunan, saat kektika

sistem tubuh menjadi rusak dan pikiran semakin lemah, orang-orang lanjut usia

kerap kehilangan atau menyangkal hubungan jiwa-tubuh-roh mereka dan tidak

ingin dikaitkan dengan tubuh mereka yang sudah renta, terutam ketika semua

anggota tubuh kehilangan kemampuan. Beberapa orang Amerika sangat cmas

tentang kehidupan di panti jompo ketika mereka menjadi lemah secara fisik

(21)

Spiritualitas adalah komponen penting bagi kesehatan dan kesejahteraan

bagi kaum lanjut usia dan akan menjadi lebih penting ketika seseorang semakin

tua. Elemen kunci dari spiritualitas adalah perspektif realitas dari apa yang terjadi

dalam proses penuaan. Dengan demikian realitas tidaklah diabaikan atau dinilai

Gambar

Tabel 1. Ekspresi Kebutuhan Spiritual yang Adaptif dan maladaptif

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini, Kamis tanggal Dua puluh bulan September tahun dua ribu dua belas, bertempat di Badan Kepegawaian Negara Kantor Regional VIII Banjarmasin, Panitia

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan pekerjaan Penggantian dan Penataan Lampu Taman di Pusat Penngelolaan Komplek Kemayoran, Nomor : BA.06/PPBJ/PJU.LT/10/2012 Tanggal 04

Sedangkan untuk volume impor terbesar berdasarkan kelompok barang terdapat pada kelompok Tekstil dan Barang dari Tekstil sebesar 53,29 kiloton; Kelompok Pulp, Kertas

Arduino Uno-R3 digunakan untuk menerima perintah dari Smartphone Android melalui media komunikasi Bluetooth HC-05, setiap selesai mengeksekusi sebuah perintah,

Dalam manfaat besi menurut sains, besi dan berbagai jenis logam lainnya adalah ciptaan Allah yang jika dipanaskan akan mencair dan apabila didinginkan akan membeku, sehingga besi

Hasil uji t pada variabel Harga atau X2 diperoleh probabilitas Sig sebesar 0,000. Jadi thitung> ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel X2 memiliki kontribusi terhadap Y.

Tahap Pelaksanaan: 1) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) pada kelas eksperimen dan

Berdasarkan hasil perolehan pada penelitian tindakan kelas dengan menggunakan media manipulatif dalam pembelajaran pengukuran sudut mengalami peningkatan,