MENINGKATKAN PROSES PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP JARINGAN HEWAN MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TIPE interaction among students to motivate each other and help each other master the subject matter in order to achieve maximum achievement. This research aims to determine whether the process and the learning outcomes of students to the concept of animal tissues can be enhanced through STAD cooperative learning model . This type of research used in this study is action research (CAR), which carried in 2 cycles with each cycle 2 meeting . The results of this research note that the process and the learning outcomes of students to the concept of animal tissues through STAD cooperative learning model as a whole has increased. In the first cycle, the average number of learning assessment score at 44 with a good category and the second cycle was 52 with a very good category. Cognitive learning outcomes are products on the average results of classical completeness cycle I 65 % and 81.5 % the second cycle, the results of the quiz scores based on individual and group scores also increased. The results of cognitive learning process derived from the value of the LKS, in the first cycle the average value obtained with the percentage of 74.01 % is good enough category and 82.4 % the second cycle either category. Student responses seen from the average total score is 40.1 with both categories showed a positive response . The response of teachers to the number of categories is very good score of 30 indicates a positive response. Learning by using STAD cooperative learning model can be used as an option in learning biology, in particular on the concept Animal Tissues.
Key words : The process of learning , learning, cooperative learning , STAD, Animal Network
PENDAHULUAN
Keaktifan siswa dalam pembelajaran mendukung proses pembelajaran, tetapi
proporsional antara peran guru dan siswa, sehingga hasil belajar kurang optimal.
Proses pembelajaran dan hasil belajar merupakan dua hal yang saling berkaitan, jika
proses pembelajaran baik maka akan diperoleh hasil belajar yang baik. Banyak
faktor yang memengaruhi dua hal tersebut sehingga ditemukan beberapa kendala
yang membuat kinerja siswa menjadi rendah.
Berdasarkan wawancara dengan guru Biologi SMA PGRI 7 Banjarmasin
diperoleh informasi bahwa terdapat permasalahan pembelajaran pada mata pelajaran
Biologi khususnya di kelas XI IPA pada konsep jaringan hewan. Masalah tersebut
berkaitan dengan proses pembelajaran dan hasil belajar. Kurangnya peranan siswa
dalam belajar, siswa cenderung hanya menyimak dan mendengarkan informasi atau
pengetahuan yang diberikan gurunya. Masalah lain yang disebutkan berkaitan
dengan hasil belajar siswa yaitu selama ini hasil belajar siswa kelas XI IPA pada
konsep Jaringan Hewan mengalami kendala. Ketika ulangan semester mata pelajaran
biologi, banyak siswa yang tidak dapat menjawab soal-soal yang berkaitan dengan
konsep Jaringan Hewan.
Berdasarkan silabus kurikulum KTSP 2006 dari Badan Standar Nasional
Pendidikan, pada konsep Jaringan Hewan siswa dituntut untuk mengidentifikasi
struktur masing-masing jaringan beserta letaknya pada tubuh hewan, mengenal dan
menjelaskan fungsi masing-masing jaringan, serta menjelaskan pengertian tumor/
kanker. Siswa mengalami kendala dalam memahami konsep Jaringan Hewan.
Kendala tersebut antara lain dalam menjelaskan ciri-ciri bermacam-macam jaringan,
misalnya jaringan epitel berdasarkan lapisannya terbagi lagi menjadi beberapa
jaringan seperti jaringan epitel pipih selapis, jaringan epitel pipih berlapis banyak,
banyak dan seterusnya. Siswa belum dapat menjelaskan ciri-ciri masing-masing
jaringan tersebut dengan benar, sehingga mereka juga mengalami kendala dalam
mengenal letak dan fungsi jaringan-jaringan ini. Berdasarkan informasi ini, maka
dibutuhkan usaha yang mampu membantu siswa menguasai konsep jaringan hewan,
meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep jaringan hewan serta mampu
meningkatkan partisipasi siswa dan mengajak siswa untuk lebih aktif dalam
pembelajaran, seperti berdiskusi dan berkomunikasi, sehingga dapat lebih
memotivasi siswa dalam belajar.
Salah satu usaha yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil
belajar serta memudahkan siswa untuk terlibat lebih aktif dalam pembelajaran
adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD). STAD mempunyai beberapa kelebihan diantaranya yaitu siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan, dalam proses belajar
mengajar siswa saling ketergantungan positif, dan siswa dapat saling mengisi satu
sama lain. Oleh karena itu diharapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini
dapat mengatasi kendala siswa kelas XI IPA SMA PGRI 7 Banjarmasin dalam
proses pembelajaran dan hasil belajar pada konsep Jaringan Hewan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan,
yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan
tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa
Tahapan-tahapan dalam penelitian tindakan kelas yaitu:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang
apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut akan
dilakukan.
b. Tindakan, yaitu rancangan strategi dan skenario penerapan pembelajaran akan
diterapkan.
c. Pengamatan atau Observasi, yaitu melakukan pengamatan dan mencatat semua
hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
d. Refleksi, yaitu mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan,
berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi guna
menyempurnakan tindakan berikutnya (Arikunto dkk., 2006).
Instrumen dalam penelitian ini berupa Soal kuis dan evaluasi (pre test dan
post test), Lembar penilaian proses belajar, dan LKS (Lembar Kerja Siswa), angket
respon siswa, dan angket respon guru. Kedalaman dan keluasan materi soal disusun
berdasarkan indikator dalam kurikulum KTSP 2006 untuk konsep jaringan hewan.
Langkah-langkah dalam penyusunan instrumen penelitian untuk
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Merancang rencana pembelajaran (RPP) menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD untuk siklus I
2. Merancang rencana pembelajaran (RPP) menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD untuk siklus II
3. Menyusun silabus menyesuaikan dengan RPP
5. Menyusun LKS siklus II pertemuan 1 dan pertemuan 2
6. Membuat kunci LKS siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2
7. Membuat kunci LKS siklus II pertemuan 1 dan pertemuan 2
8. Menyusun soal kuis siklus II pertemuan 1 dan 2
9. Membuat kunci soal kuis siklus I pertemuan 1 dan 2
10. Membuat kunci soal kuis siklus II pertemuan 1 dan 2
11. Menyusun soal evaluasi untuk pre test dan post test siklus I pertemuan 1 dan 2
12. Menyusun soal evaluasi untuk pre test dan post test siklus II pertemuan 1 dan 2
13. Membuat kunci soal evaluasi untuk pre test dan post test siklus I pertemuan 1
dan 2
14. Membuat kunci soal evaluasi untuk pre test dan post test siklus II pertemuan 1
dan 2
15. Menyusun kisi-kisi soal evaluasi siklus I pertemuan 1 dan 2
16. Menyusun kisi-kisi soal evaluasi siklus II pertemuan 1 dan 2
17. Menyusun lembar penilaian proses belajar
18. Menyusun angket respon siswa
19. Menyusun angket respon guru
Penelitian ini terdiri dari 2 siklus yang masing-masing terdiri dari 2 pertemuan.
Siklus I pertemuan 1 membahas tentang ciri-ciri dan letak jaringan epitel serta
jaringan ikat dan pertemuan 2 membahas tentang ciri-ciri dan letak jaringan otot dan
jaringan saraf. Siklus II pertemuan 1 membahas tentang fungsi macam-macam
jaringan, organ dan sistem organ serta pertemuan 2 membahas tentang tumor dan
Berdasarkan hasil observasi dengan menggunakan instrumen, dan hasil tes, maka
dijadikan pertimbangan untuk memasuki siklus II. Pertimbangan yang dilakukan bilamana
salah satu komponen di bawah ini belum terpenuhi.
1. Ketuntasan belajar siswa secara individu tercapai bila siswa
tersebut mendapat nilai 65 dan ketuntasan klasikal jika 85% dari seluruh
siswa mencapai ketuntasan individual. Ketuntasan belajar siswa dilihat dari nilai
post test setiap pertemuan.
2. Kategori hasil proses pembelajaran adalah baik, berdasarkan
kategori kurang (14-24), cukup (25-35), baik (36-46), dan sangat baik (47-56).
Pelaksanaan siklus II dilaksanakan setelah mempelajari hasil refleksi pada
siklus I dan untuk melanjutkan materi pada konsep Jaringan Hewan yang telah
direncanakan sesuai dengan RPP yang telah disusun. Tahap-tahap siklus II sama
dengan siklus I (Susilo, 2012).
Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah apabila ada peningkatan
hasil dari setiap siklus
a. Jika siswa mencapai ketuntasan individual ≥ 70, dan jika ≥ 85% siswa dari
seluruh siswa mencapai ketuntasan individual ≥ 70.
b. Jika hasil LKS yang diperoleh tergolong kategori baik (76-100%)
c. Jika hasil penilaian proses belajar siswa minimal memperoleh kategori baik (36-46).
Hasil penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif dengan tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada siswa kelas XI IPA SMA PGRI 7 Banjarmasin pada konsep Jaringan Hewan diperoleh
berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil
ketuntasan belajar pada nilai evaluasi (meliputi hasil pre test dan post test) dan nilai kuis sebagai hasil kognitif produk, serta hasil kognitif proses berupa nilai LKS.
Sedangkan data kualitatif yaitu penilaian proses pembelajaran yang diperoleh dari
lembar penilaian proses pembelajaran pada siklus I dan siklus II serta respon siswa
dan respon guru.
Proses Pembelajaran pada Siklus I dan Siklus II
Penilaian proses pembelajaran merupakan data kualitatif yang diperoleh dari
lembar penilaian proses pembelajaran. Penilaian proses pembelajaran pada siklus I
dan siklus II terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 6 Data penilaian proses pembelajaran pada siklus I
Observe
r Siklus I
Skor yang dipilih pada nomor Jumlahskor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kurang (14-24), cukup (25-35), baik (36-46), dan sangat baik (47-56) Keterangan parameter:
1. Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada konsep jaringan hewan dan memotivasi siswa
2. Menyajikan informasi kepada siswa dengan menggunakan konsep sains secara tepat 3. Penjelasan pendukung cukup rinci untuk menjelaskan konsep
4. Membentuk kelompok belajar
5. Membagikan LKS kepada masing-masing kelompok
9. Bahasa tubuh seperti kontak mata, postur dan gerak tubuh digunakan secara efektif 10. Ice breaker positif digunakan secara tepat
11. Member audiensi waktu untuk berpikir
12. Member respons yang baik pada pertanyaan audiensi
13. Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok 14. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan melalui tes tertulis/ kuis
individual
(sumber: Susilo, 2012)
Tabel 7 Data penilaian proses pembelajaran pada siklus II
Observer Siklus II Skor yang dipilih pada nomor
Jumlah
Kurang (14-24), cukup (25-35), baik (36-46), dan sangat baik (47-56)
Berdasarkan data penilaian proses pembelajaran pada siklus I dan siklus II,
secara keseluruhan proses pembelajaran siklus I ke siklus II mengalami peningkatan.
Penilaian proses pembelajaran diperoleh dari lembar penilaian proses pembelajaran
yang dinilai oleh 3 orang observer melalui pengamatan pada saat pembelajaran
berlangsung setiap pertemuan. Secara keseluruhan rata-rata jumlah skor dari ketiga
observer pada siklus I adalah 44 sehingga tergolong dalam kategori baik. Hal ini
menunjukkan bahwa pada siklus I sudah memenuhi indikator keberhasilan penelitian
untuk penilaian proses pembelajaran.
Pada siklus II pertemuan 1 diperoleh rata-rata jumlah skor sebesar 50 dan
observer pada siklus II adalah 52 sehingga tergolong dalam kategori sangat baik.
Jadi proses pembelajaran pada siklus I ke siklus II menunjukkan peningkatan dari
kategori baik menjadi sangat baik. Pembagian kategori jumlah skor antara lain
kurang (14-24), cukup (25-35), baik (36-46), dan sangat baik (47-56).
Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I dan Siklus II
Hasil belajar siswa yang diukur pada penelitian ini adalah hasil belajar pada
ranah kognitif. Ranah kognitif terbagi 2 yaitu kognitif produk dan kognitif proses.
Kognitif produk diukur dari nilai evaluasi (pre test dan post test) dan nilai kuis.
Kognitif proses diukur dari nilai LKS. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
adalah sebagai berikut:
Tabel 8 Ringkasan Data Ketuntasan Individual dan Klasikal yang diperoleh dari Hasil Pre Test dan Post Test Siklus I dan siklus II
Siklus I
Rata-rata Post testPre test 81,5%20%
Keterangan :
Ketuntasan individual : jika siswa mencapai ketuntasan ≥ 70
Hasil belajar siswa dari pre test dan post test secara keseluruhan mengalami peningkatan, kecuali pada siklus II pertemuan 1. Pada akhir siklus II persentase yang
diperoleh sebesar 95% menunjukkan bahwa pada pertemuan ini persentase
ketuntasan berhasil mencapai ketuntasan klasikal dan memenuhi indikator
keberhasilan.
Hasil belajar melalui post test pada siklus I memperoleh rata-rata persentase ketuntasan klasikal sebesar 65% dan pada siklus II sebesar 81,5%. Sehingga
diperoleh peningkatan ketuntasan klasikal dari siklus I ke siklus II sebesar 25,38%.
Selain ketuntasan belajar siswa yang diukur dari evaluasi, nilai kuis individu
juga merupakan hal yang diperhatikan dalam model pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Nilai kuis individu juga menjadi alat ukur dalam hasil belajar siswa sebagai
nilai kognitif produk selain nilai evaluasi pada penelitian ini.
Tabel 9 Ringkasan data skor individu dan skor kelompok yang diperoleh dari hasil kuis pada siklus I dan Siklus II
Rata- rata
Skor kuis siswa 22,67 78,8 63,26 88
Skor individu 10,56 19,75 28,94 24,75
Skor kelompok 11,34 19,75 29 24,75
Skor individu dalam satu kelompok akan digabungkan dan dirata-ratakan
untuk memperoleh skor kelompok serta menentukan predikat kelompok. Predikat
kelompok dikategorikan sesuai dengan kriteria penghargaan kelompok berdasarkan
skor kelompok.
Data yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 rata-rata skor kuis siswa
sebesar 22,67 dan pada siklus I pertemuan 2 sebesar 78,8. Pada siklus II pertemuan
Berdasarkan skor kuis siswa akan diperoleh skor individu dan skor
kelompok. Skor individu dan skor kelompok secara keseluruhan juga mengalami
peningkatan, kecuali pada siklus II pertemuan 2. Pada siklus I pertemuan 1 rata-rata
skor individu yang diperoleh adalah 10,56 dan pada pertemuan 2 rata-rata skor
individu yang diperoleh adalah 19,75. Maka pada siklus I telah terjadi peningkatan.
Pada siklus II, pertemuan 1 rata-rata skor individu yang diperoleh adalah 28,94 dan
pada pertemuan 2 rata-rata skor individu yang diperoleh adalah 24,75.
Selain hasil ketuntasan belajar siswa dari hasil evaluasi (pre test dan post test) dan kuis, data kuantitatif juga diambil dari hasil LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dikerjakan secara berkelompok oleh siswa. Nilai LKS diambil untuk mengukur
kognitif proses siswa selama pembelajaran. Berikut ringkasan data hasil LKS siswa
pada siklus I dan siklus II.
Tabel 10 Ringkasan Hasil LKS Siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus Pertemuan
mengalami peningkatan. Pada siklus I pertemuan 1 persentase rata-rata hasil LKS
sebesar 70,39% dan pada pertemuan 2 sebesar 75,8%. Pada siklus II pertemuan 1
persentase rata-rata hasil LKS sebesar 77,63% dan pada pertemuan 2 sebesar 89%.
Dari persentase tersebut diperoleh kategori cukup baik pada siklus I dan kategori
Hasil belajar siswa sebagai perwujudan ketuntasan klasikal pada proses
pembelajaran konsep Jaringan Hewan dari tes awal, tes akhir, kuis, dan LKS secara
keseluruhan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal ini membuktikan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
PEMBAHASAN Proses Pembelajaran
Pembahasan hasil penelitian pada konsep Jaringan Hewan melalui model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berdasarkan data kuantitatif hasil belajar dan
kualitatif selama proses pembelajaran ditujukan untuk menjawab tujuan penelitian. Proses pembelajaran kelas XI IPA SMA PGRI 7 Banjarmasin pada konsep
Jaringan Hewan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Pada siklus I pertemuan 1
diperoleh rata-rata jumlah skor sebesar 43 dan pada pertemuan 2 sebesar 45. Secara
keseluruhan rata-rata jumlah skor dari ketiga observer pada siklus I adalah 44
sehingga tergolong dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa pada siklus I
sudah memenuhi indikator keberhasilan penelitian untuk penilaian proses
pembelajaran.
Pada siklus II pertemuan 1 diperoleh rata-rata jumlah skor sebesar 50 dan
pada pertemuan 2 sebesar 54. Secara keseluruhan rata-rata jumlah skor dari ketiga
observer pada siklus II adalah 52 sehingga tergolong dalam kategori sangat baik.
Jadi proses pembelajaran pada siklus I ke siklus II menunjukkan peningkatan dari
kategori baik menjadi sangat baik. Pembagian kategori jumlah skor antara lain
proses pembelajaran pada konsep Jaringan Hewan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD diduga terjadi karena adanya
penghargaan tim yang diperoleh dari skor kelompok dan berawal dari skor individu
melalui kuis. Sesuai dengan pendapat Majid (2013) pada buku Strategi
Pembelajaran bahwa salah satu kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
ini adalah dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif,
melalui kuis untuk mendapatkan penghargaan tim tercipta ketergantungan positif
antar anggota tim untuk memberikan kinerja terbaiknya agar mendapatkan skor
kelompok terbaik. Oleh karena itu melalui keinginan untuk memberikan yang
terbaik kepada kelompoknya proses pembelajaran menjadi meningkat. Adanya kuis
dalam STAD ini sangat memotivasi siswa untuk bekerja lebih giat dan memberikan
kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya (Slavin: 2005). Tim adalah ciri yang
paling penting dalam STAD. Pada tiap hal, yang ditekankan adalah membuat
anggota tim melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya (Majid, 2013) Proses belajar merupakan suatu proses dalam pembelajaran guna mencapai
tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar. Proses pembelajaran dan hasil belajar
adalah dua hal yang saling berkaitan, jika proses pembelajaran baik maka akan
diperoleh hasil belajar yang baik. Oleh karena itu upaya meningkatkan hasil belajar
tidak lepas dari upaya meningkatkan proses pembelajaran.
Melalui proses belajar mengajar yang sudah direncanakan guru maka akan
tercipta suatu interaksi tindak belajar oleh siswa dan tindak mengajar oleh guru.
Interaksi tindak belajar inilah yang menjadi proses pembelajaran yang pada akhirnya
akan mengantarkan siswa untuk memperoleh suatu hasil belajar.
Pada siklus I pertemuan 1 siswa mempelajari tentang ciri-ciri dan letak
jaringan epitel serta jaringan ikat pada hewan, pada pertemuan ini diperoleh hasil
belajar yang dinyatakan dalam persentase ketuntasan klasikal yaitu sebesar 50%.
Hasil tersebut mengalami peningkatan pada siklus I pertemuan 2 yang membahas
tentang ciri-ciri dan letak jaringan otot serta jaringan saraf, pada pertemuan ini
persentase ketuntasan klasikal sebesar 80%. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa pada siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan. Diduga masih
kurangnya motivasi siswa menyebabkan hasil belajar pada siklus I belum memenuhi
indikator keberhasilan. Slameto (2010) menyatakan bahwa motivasi belajar
mendorong siswa untuk berpikir, memusatkan perhatian, dan melaksanakan kegiatan
yang berhubungan/ menunjang belajar, yang mana pada siklus I ini masih kurang.
Sehingga kondisi ini berakibat pada hasil belajar siswa.
Pada siklus II secara umum hasil belajar mengalami peningkatan. Pada siklus
II pertemuan 1 mempelajari tentang fungsi macam-macam jaringan, organ dan
sistem oragan pada hewan. Diketahui bahwa hasil belajar siswa berdasarkan
ketuntasan klasikal pada siklus II pertemuan 1 adalah 68% dan pada siklus II
pertemuan 2 adalah 95%, ini menunjukkan bahwa pada siklus II dari pertemuan 1
ke pertemuan 2 terjadi peningkatan hasil belajar. Kecuali hasil belajar dari siklus I
pertemuan 2 ke siklus II pertemuan 1, terjadi penurunan hasil belajar. Hal ini
disebabkan oleh kondisi siswa dalam kelas yang sudah kelelahan setelah mata
pelajaran sebelumnya, oleh karena itu siswa kurang memperhatikan penjelasan dari
guru, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa maka timbullah kebosanan,
meliputi jasmani dan rohani akan mempengaruhi motivasi belajar siswa (Dimyati
dan Mudjiono, 2009). Hal inilah yang memengaruhi hasil belajar siswa pada siklus
II pertemuan 1. Persentase ketuntasan klasikal yang diperoleh pada siklus II
pertemuan 2 ini, yaitu 95% telah menunjukkan bahwa pada pertemuan ini telah
berhasil mencapai indikator keberhasilan ketuntasan klasikal, yakni ≥ 85% siswa
dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual ≥ 70 dari nilai KKM yang
ditetapkan sekolah.
Tahapan pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD diantaranya adalah
adanya tes individu/ kuis. Pada penelitian ini kuis juga menjadi hasil belajar siswa,
khususnya hasil belajar kognitif produk. Kuis dilaksanakan pada setiap pertemuan.
Hasil kuis akan menentukan skor individu dan akan disumbangkan menjadi skor
kelompok yang menentukan penghargaan kelompok berupa predikat kelompok.
Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 rata-rata skor kuis siswa
sebesar 22,67 dan pada siklus I pertemuan 2 sebesar 78,8. Pada siklus II pertemuan
1 skor kuis siswa sebesar 63,26 dan pada siklus II pertemuan 2 sebesar 88. Hal ini
menunjukkan bahwa secara umum hasil skor kuis siswa mengalami peningkatan,
kecuali pada siklus II pertemuan 1. Seperti halnya hasil belajar pada evaluasi, hal ini
juga disebabkan kurangnya perhatian siswa pada penjelasan guru, sehingga siswa
menjadi bosan dan kurang berminat dalam belajar (Slameto, 2010
Berdasarkan skor kuis siswa akan diperoleh skor individu. Skor individu
diperoleh melalui ketentuan perhitungan skor individu menurut Slavin (2005).
Ketentuan tersebut adalah jika nilai kuis selisih >10 poin dibawah skor awal maka
skor sebesar 10. Nilai kuis sama dengan skor awal sampai 10 poin diatas skor awal
memperoleh skor sebesar 20. Nilai kuis >10 poin diatas skor awal memperoleh skor
sebesar 30. Nilai kuis sempurna memperoleh skor sebesar 30.
Secara keseluruhan skor kuis siswa mengalami peningkatan, kecuali pada
siklus II pertemuan 1. Skor individu dan skor kelompok secara keseluruhan juga
mengalami peningkatan, kecuali pada siklus II pertemuan 2. Pada siklus I pertemuan
1 rata-rata skor individu yang diperoleh adalah 10,56 dan pada pertemuan 2 rata-rata
skor individu yang diperoleh adalah 19,75. Maka pada siklus I telah terjadi
peningkatan. Pada siklus II, pertemuan 1 rata-rata skor individu yang diperoleh
adalah 28,94 dan pada pertemuan 2 rata-rata skor individu yang diperoleh adalah
24,75. Secara keseluruhan skor individu siswa mengalami peningkatan, kecuali pada
siklus II pertemuan 2. Hal ini dikarenakan meningkatnya hasil pre test siswa,
sehingga selisih antara pre test yang menjadi skor awal siswa dengan skor kuis siswa hanya sedikit, oleh karena itu skor individu siswa yang diperoleh pun menjadi
sedikit pula. Pada siklus II pertemuan 2 ini rata-rata skor awal siswa mengalami
peningkatan sehingga mempengaruhi rata-rata skor individu siswa yang diperoleh.
Pada setiap pertemuan perolehan skor individu siswa akan disumbangkan
untuk dirata-ratakan dengan skor individu siswa dalam satu kelompok sehingga
diperoleh skor kelompok, melalui perhitungan skor kelompok akan diperoleh
predikat kelompok dengan kategori kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok
Rata-rata skor kelompok pada siklus I pertemuan 1 adalah 11,34 dan pada
pertemuan 2 rata-rata skor kelompok adalah 19, 75. Hal ini menunjukkan bahwa
pada siklus I rata-rata skor kelompok siswa mengalami peningkatan.
Pada siklus II pertemuan 1 rata-rata skor kelompok adalah 29 dan pada
pertemuan 2 rata-rata skor kelompok adalah 24,75. Rata-rata skor kelompok
dipengaruhi oleh skor individu yang diperoleh siswa. Sama halnya seperti skor
individu, penurunan rata-rata skor kelompok juga disebabkan sedikitnya selisih
antara skor awal dengan skor kuis siswa, dikarenakan pada siklus II pertemuan 2 ini
skor awal siswa mengalami peningkatan sehingga mempengaruhi perolehan skor
individu siswa dan skor kelompok. Pada siklus II pertemuan 1 semua kelompok
memperoleh predikat sebagai kelompok super berdasarkan skor kelompok yang
diperoleh. Pada siklus II pertemuan 2 hanya 4 kelompok yang memperoleh predikat,
dan semuanya tergolong dalam kategori kelompok super. Secara keseluruhan hasil
kuis siswa mengalami peningkatan.
Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai
produk dari proses belajar. Melalui hasil belajar diharapkan tujuan pembelajaran
bisa dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Untuk mengukur
hasil belajar siswa menggunakan tes, terutama hasil belajar kognitif yang berkenaan
dengan penguasaan bahan pelajaran yang diajarkan. Pada STAD kuis merupakan tes
individu berdasarkan penguasaan bahan diskusi kelompok. Oleh karena itu kuis juga
merupakan hasil belajar siswa guna mengukur penguasaan siswa terhadap materi.
Hasil belajar kognitif terbagi dua, yaitu kognitif produk dan kognitif proses.
dan kognitif proses adalah proses belajar untuk memperoleh hasil belajar. Jadi, apa
yang dicapai pada kognitif produk juga merupakan hasil dan dukungan dari kognitif
proses. Hasil LKS merupakan hasil belajar siswa untuk mengukur kognitif proses
disamping evaluasi dan kuis. LKS oleh siswa dikerjakan secara berkelompok. Pada
siklus I pertemuan 1 persentase rata-rata hasil LKS sebesar 70,39% dan pada
pertemuan 2 sebesar 75,8%. Pada siklus II pertemuan 1 persentase rata-rata hasil
LKS sebesar 77,63% dan pada pertemuan 2 sebesar 89%. Dari persentase tersebut
diperoleh kategori cukup baik pada siklus I dan kategori baik pada siklus II. Secara
keseluruhan hasil LKS siswa mengalami peningkatan.
Sebagai pembelajaran kooperatif, STAD memuat adanya berdiskusi secara
berkelompok (4 orang tiap kelompok). LKS merupakan Lembar Kerja yang harus
dikerjakan siswa bersama-sama dengan kelompoknya. Melalui LKS akan
memperkuat pemahaman siswa tentang materi pembelajaran sehingga siswa akan
lebih mudah dalam menjawab soal kuis yang diambil dari pengetahuan siswa
berdasarkan LKS yang dikerjakannya secara berkelompok. Kelompok menurut
Majid (2013) merupakan komponen yang penting dalam STAD khususnya untuk
mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu yaitu kuis.
Oleh karena itu, LKS membantu dan mendukung siswa untuk mendapatkan hasil
kuis yang baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penggunaan model
siswa kelas XI IPA SMA PGRI 7 Banjarmasin pada konsep “Jaringan Hewan”,
disimpulkan sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran kelas XI IPA SMA PGRI 7 Banjarmasin pada konsep
Jaringan Hewan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
ini mengalami peningkatan dari kategori baik menjadi sangat baik yang dilihat
dari rata-rata jumlah skor penilaian proses belajar.
2. Hasil belajar kognitif produk pada konsep Jaringan Hewan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD ini secara keseluruhan mengalami
peningkatan. Keberhasilan hasil belajar ini dilihat dari ketuntasan individual dan
ketuntasan klasikal. Sementara hasil kuis siswa yang meliputi skor kuis, skor
individu, dan skor kelompok ini secara keseluruhan juga mengalami
peningkatan. Disamping hasil evaluasi dan kuis, hasil belajar kognitif proses
melalui nilai LKS juga mengalami peningkatan dari kategori cukup baik pada
siklus I ke kategori baik pada siklus II.
3.
Respon siswa terhadap pembelajaran pada konsep Jaringan Hewan denganmenggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menunjukkan respon
yang positif yang dilihat dari rata-rata jumlah skor angket respon siswa yaitu
sebesar 40,1 dengan kategori baik. Respon positif yaitu rata-rata jumlah skor
dengan kategori baik (32-41) dan sangat baik (42-48).
4. Respon Guru terhadap pembelajaran pada konsep Jaringan Hewan dengan
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi. 1998. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta. Isjoni. 2009.Pembelajaran Kooperatif. Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Maryati, Sri., Srikini, Pratiwi, Suharno dan Bambang. S. 2007. Biologi untuk SMA
kelas XI. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Nur Rochmah, Siti., Sri Widayati dan Meirina Arif. 2009. Biologi SMA/MA kelas XI. Penerbit Pustaka Insan Madani, Jakarta.
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers, Jakarta.
Rusyan, A. Tabrani., Atang Kusdinar dan Zainal Arifin. 1994. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers, Jakarta.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta, Jakarta.
Slavin, Robert. 2005. Cooperative Learning. Nusa Media, Bandung.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Sudjana, Nana. 2011. Dasar-dasar Proses Belajar-Mengajar. Sinar Baru Algesindo, Bandung.
Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta, Jakarta. Susilo, Herawati., Husnul Chotimah dan Yuyun Dwita Sari. 2012. Penelitian
Tindakan Kelas sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Bayumedia, Malang.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.