• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI REVOLUSI TEKNOLOGI INFORMASI D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLIKASI REVOLUSI TEKNOLOGI INFORMASI D"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

I

IMMPPLLIIKKAASSII REREVVOOLLUUSISI TETEKKNNOOLLOOGGII IINFNFOORRMMAASSII D

DAALLAAMM NUNUAANNSSAA LILIBBEERRAALLIISSAASSII PEPERRDDAGAGAANNGGAANN D

DAANN AKAKTTIVIVIITTAASS EEKKOONNOOMMII GLGLOOBBAALL:: TITINNJJAUAUAANN T

TEERRHHAADDAAPP PAPARRAADDIGIGMMAA BIBISSNNIISS SESERRTTAA F

FEENNOMOMEENNAA TRTRAANNSSFFORORMMASASII SSOOSSIIAALL

oleh: F.X. Kurniawan Tjakrawala

Abstract

One of the major trend business in the last decade is globalization. With the information technology supporting, globalization creates a global village connecting people around the world closer together as a virtual community. Anyone with a casual familiarity with today’s new media knows that information technology is influencing the whole society, not just in business and/or economy area. Anything with such a pervasive impact on society is bound to rise social transformation, and information technology is no exception.

Meanwhile, the business paradigms are turning themselves into global concerns. A global firm needs information to coordinate and control its diverse business. Moreover, technology offers the global firm many active tools to help managing business. Information technology is an important tool in making this transformation and in planning and designing strategies of global organization.

Many global firms find they need a global network, a technology infrastructure that ties together far-flung components of the firm. The Internet—as a kind of information technology application—helps to provide worldwide connectivity, information sharing, and coordination. Information technology rapidly change our lives, and this process of change keep on going. The purpose of this article is to review the implication of information technology especially in changing the way of doing global business and its strategies, and social transformation phenomenon.

Key words: globalization, information technology, internet, business paradigms, social transformation phenomenon.

Pendahuluan

Dalam dekade terakhir ini globalisasi telah menjadi salah satu kecenderungan utama dalam bisnis dan perekonomian dunia. Berkenaan dengan kurun waktu tersebut, terestimasi 579 perusahaan—mulai dari skala satu milyar dollar hingga 100 milyar dollar—telah beroperasi secara global dengan kontribusi 25% dari hasil produksi seluruh dunia. Sebagaimana diketahui, pemerintah Amerika Serikat secara aktif (dan gencar) mengumandangkan pembebasan dan/atau pengurangan tarif kendati sejumlah serikat pekerja beserta sejumlah anggota kongres menentang kampanye tersebut. Demikian pula dengan Jepang—meskipun mengalami surplus perdagangan yang bertahan secara kronikal—telah lama membidik dan "mencuri" atensi di negara-negara lain di seluruh dunia, khususnya yang memiliki kendala perdagangan lebih kecil. Warner (1994) bahkan pernah memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia

Dosen Tetap Fakultas Ekonomi UNTAR—Jakarta

(2)

akan berkembang dari US$26 trilyun pada tahun 1994 menjadi US$48 trilyun pada tahun 2010, sementara aktivitas perdagangan dunia akan tumbuh lebih pesat lagi yakni dari US$ 4 trilyun pada tahun 1994 menjadi US$ 16 trilyun pada tahun 2010.

European Economic Community (EEC)—yang beranggotakan 15 negara yakni: Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, dan Inggris—telah mengeliminasi

hampir semua pembatasan (barries) perniagaan dan telah mengadopsi suatu mata uang

yang diterima umum yakni Euro. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Mexico telah berafiliasi dan mencanangkan pakto perdagangan bebas NAFTA yang mana akan menghapus semua tarif secara bertahap selama kurun waktu 15 tahun.

Berkembang pula pasar bebas yang disebut Mercosur, dengan anggota Argentina,

Brasilia, Uruguay, Paraguay, Bolivia, serta Venezuela. Konsensus yang tercipta di kalangan ekonom ialah bahwa pasar bebas pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi semua anggota yang terkait. Adalah mustahil untuk menghentikan arus liberalisasi perdagangan dan aktivitas ekonomi global, kendati krisis keuangan yang terjadi di kawasan Asia dan Amerika Latin pada akhir dekade 90-an sedikit meredamnya (Lucas, 2000; Fishburn, 1996).

Demikian halnya dengan skenario perkembangan pasar bebas di kawasan Asia, di mana Indonesia turut di dalamnya—misalnya melalui AFTA pada tahun 2003 dan/atau APEC untuk tahun 2020 kelak—telah menggiring seluruh elemen ekonomi di republik ini untuk senantiasa sigap menghadapi perubahan dengan mempersiapkan berbagai sumber daya dan kompetensi agar unggul bersaing bila tidak ingin terpuruk. Salah satu sumber daya yang fenomenal karena peran dan dampaknya adalah teknologi informasi. Globalisasi berdampak secara komplikatif terhadap berbagai tugas pengelolaan teknologi informasi dalam bisnis.

Era informasi dewasa ini telah menjadi kemutlakan yang harus dihadapi dan disikapi secara arif oleh setiap insan di belahan dunia manapun. Informasi itu sendiri adalah ujud abstrak dari suatu produk sebagaimana barang dan/atau jasa lainnya. Tenaga kerja dan modal yang menjadi sumberdaya terpenting dalam era industri telah

tergantikan dengan pengetahuan/knowledge yang menjadi salah satu aset terpenting

guna mengelola bisnis. Revolusi informasi dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah

menghadirkan abad jejaring/network yang berdampak pada aspek ekonomi makro,

strategi bisnis global, maupun politik dari setiap negara terkait. Walau demikian, hal yang lebih hakiki ialah imbas revolusi teknologi informasi berupa transformasi sosial yang meresap di segenap aspek sosial budaya masyarakat (Pattiradjawane, 2001) .

Makalah ini secara khusus akan mengkaji isu dan/atau fenomena yang muncul sebagai implikasi revolusi teknologi informasi khususnya dampak globalisasi terhadap operasi bisnis; paradigma dan strategi bisnis berbasis teknologi informasi; serta fenomena transformasi sosial.

Pembahasan

Dampak globalisasi terhadap operasi bisnis

Globalisasi menjejalkan kondisi ketidakpastian maupun kompleksitas yang makin besar terhadap pengoperasian bisnis. Guna menangani tantangan tersebut organisasi bisnis amat membutuhkan pemrosesan informasi dan komunikasi yang lebih cepat. Kebutuhan tersebut akan tergantung pada teknologi informasi. Sistem informasi

(3)

yang menghadirkan laporan yang bersifat historis—untuk tujuan pelaporan dan pengendalian—semata mencerminkan pemanfaatan teknologi informasi secara tradisional.

Bisnis global membutuhkan berbagai informasi untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan berbagai operasi yang lokasinya terpencar. Dalam hal ini, koordinasi menjadi masalah utama bagi bisnis global di samping hal-hal lain yang menjadi dampak dari globalisasi. Ives dan Jarvenpaa (1992) merinci sejumlah dampak globalisasi terhadap operasi bisnis yaitu:

1. Rationalized manufacturing. Perusahaan melaksanakan kegiatan manufaktur di berbagai lokasi dengan suatu keunggulan komparatif untuk setiap kegiatan pemanufakturan terkait.

2. Worldwide Purchasing. Aktivitas pembelian dapat dilaksanakan di seluruh dunia, dan memberikan peluang untuk memilih pemasok-pemasok yang tentu akan sangat beragam.

3. Integrated customer services. Operasi bisnis global dituntut untuk memberikan layanan prima dengan derajat yang serupa untuk para pelanggan multinasional di berbagai lokasi yang berbeda.

4. Global economies of scale. Skala ukuran bisnis—bila dikelola dengan tepat—akan menjadi ekonomis dalam berbagai aktivitas pembelian, manufaktur, maupun distribusi.

5. Global product. Komoditi tidak lagi menjadi merek domestik semata, namun akan menjadi menjangkau pasar global.

6. Worldwide roll-out of products and services. Perusahaan dapat menguji produk dan/atau layanannya di suatu pasar tertentu —dan bersifat lokal—sebelum akhirnya melepas di pasar seluruh dunia.

7. Subsidizing markets. Dimungkinkan untuk mensubsidi keuntungan yang diperoleh di suatu negara kepada operasi bisnis di negara lain.

8. Managing risk across currencies. Operasi bisnis global dengan menggunakan teknik

valas mengambang (floating exchange rates) akan mengurangi risiko yang mungkin

terjadi.

9. The growing irrelevance of national borders. Teknologi telah berhasil

mengintegrasikan berbagai budaya yang berbeda. Manakala e-commerce makin

berperan dalam operasi bisnis, maka relatif sulit bagi pemerintah suatu negara untuk

mengendalikan berbagai transaksi yang terjadi melalui e-commerce.

Teknologi informasi menyediakan sejumlah pendekatan untuk menunjang dan

meningkatkan komunikasi dan koordinasi, misalnya e-mail dan faksimili. Kehadiran

aplikasi groupware dan internet teramat penting bagi bisnis global, karena

memampukan para pelakunya—yang berbeda lokasi—untuk menciptakan suatu lingkungan elektronik guna kepentingan bersama. Kendati demikian, di beberapa negara berkembang—termasuk Indonesia—kapabilitas infrastruktur komunikasi relatif tidak

mendukung dan/atau memadai bagi jejaring/network swasta. Hal tersebut terjadi karena

pengelolaan dan pengaturan komunikasi—yakni pos, telegraf, dan telepon—dipegang secara monopoli oleh pemerintah, yang tentu saja membatasi ruang gerak penyaluran data dan/atau informasi secara elektronik. Dirjen postel (Indonesia)—sebagai

contohnya—membatasi penyelenggaraan aplikasi VoIP(Voice over Internet Protocol)

versi single stage hanya kepada lima perusahaan saja. Sementara untuk VoIP versi

(4)

double stage, pemerintah memberi izin penyelenggaraan kepada sekitar 100 perusahaan (Bisnis Indonesia, 2002: 17).

Terlepas dari kepentingan politik pemerintah, model monopoli infrastruktur komunikasi oleh pemerintah cenderung merugikan operasi bisnis global berbasis teknologi informasi. Sejumlah peraturan yang dirilis oleh pemerintah dalam suatu negara berikut ini, diyakini menghambat perkembangan sistem informasi global (Steinbart dan Nath, 1992): (1)persyaratan untuk mengimpor peralatan tertentu—bagi operasi bisnis di suatu negara—yang mungkin tidak kompatibel dengan peralatan yang digunakan oleh perusahaan global (di lain negara), (2) persyaratan untuk melaksanakan pemrosesan tertentu di negara asal terlebih dahulu sebelum data atau informasi tersebut dikirim secara elektronik ke negara lain, (3) pembatasan penggunaan satelit bagai

penyelenggaraan jejaring/network swasta, (4) akses terbatas terhadap flat-rate leased

lines ataupun persyaratan bahwa seluruh transmisi data dilakukan pada variable cost lines saja, (4) pembatasan akses internet dan upaya-upaya sensor situs web tertentu.

Dengan menyimak sejumlah dampak globalisasi dan keragaman persoalan yang semakin kompleks bagi bisnis global berbasis teknologi informasi menggiring para pelaku bisnis untuk melakukan berbagai penyesuaian terhadap paradigma bisnis untuk

dapat tetap survive. Organisasi bisnis yang akan dan/atau telah memasuki

jejaring/network global niscaya akan terpuruk dalam jurang kehancuran bila tidak

tanggap terhadap perubahan yang terjadi; dan sigap melaksanakan manajemen perubahan secara berkelanjutan.

Paradigma bisnis berbasis teknologi informasi

Konsep manajemen modern senantiasa bergeser dan bereposisi di tengah arus liberalisasi perdagangan dan akitivitas ekonomi global. Beberapa isu yang relevan

dengan paradigma bisnis meliputi: BPR/Business Process Reengineering; Business

quality improvement (BQI); serta Knowledge Management Systems (KMS). Masing-masing isu memiliki karakteristik tersendiri (dan akan dibahas secara berurutan).

Dewasa ini, organisasi bisnis telah mengenal istilah BPR/Business Process

Reengineering—sering hanya disebut perekayasaan/reengineering—yang menjadi salah satu pendekatan paradigma bisnis penting demi keunggulan bersaing. Pendekatan BPR lebih dari sekedar pengotomatisasian proses bisnis yang semata menghasilkan perbaikan-perbaikan sederhana guna pengefisienan proses bisnis.

BPR pada hakikatnya merupakan suatu proses pemikiran fundamental dan perancangan kembali secara radikal terhadap berbagai proses bisnis guna mendapatkan perbaikan-perbaikan dramatis dalam hal biaya; kualitas; kecepatan; serta layanan. BPR mengkombinasikan strategi promosi inovasi bisnis dengan strategi perbaikan proses bisnis. Oleh karenanya, perusahaan mampu menjadi lebih kuat dan sukses dibandingkan dengan para pesaing dalam industrinya. Namun demikian, kendati banyak perusahaan melaporkan berbagai keuntungan yang bersifat impresif, banyak pula yang gagal

mencapai perbaikan yang diinginkan melalui proyek-proyek reengineering(Frye, 1994;

O'brien, 2002).

Berbeda dengan BPR, Business quality improvement (BQI) merupakan suatu

pendekatan yang "kurang" dramatis guna memampukan keberhasilan bisnis. Satu pendekatan yang telah lama dikenal—dalam kategori BQI—adalah apa yang disebut

denganTotal Quality Management (TQM). TQM menekankan pada perbaikan kualitas

(5)

yang berfokus pada kebutuhan maupun harapan pelanggan terhadap produk dan/atau jasa perusahaan. Hal ini, menurut Davenport,etal (1993), dapat berupa fitur dan atribut seperti kinerja, reliabilitas, durabilitas, keresponsifan, dan sebagainya (lihat Tampilan 1 yang menelaahkan perbandingan antara kedua pendekatan tersebut).

TQM menggunakan beragam piranti dan metoda untuk menyediakan: (1) berbagai produk dan/atau jasa yang berkualitas serta menarik, (2) perputaran yang lebih cepat dari proses produksi menuju distribusi, (3) fleksibilitas yang lebih besar dalam menyesuaikan kebiasaan belanja maupun preferensi dari pelanggan, (4) biaya yang

lebih rendah melalui pengurangan rework serta peniadaan operasi yang tak bernilai

tambah.

Tampilan 1. Perbandingan Business Quality Improvement dengan Business Reengineering

Sumber: O'Brien (2002:60)

Knowledge Management Systems (KMS) merupakan sistem yang dipakai guna

mengelola pembelajaran organisasi/organizational learning serta pengetahuan

bisnis/business know-how. Knowledge management telah menjadi salah satu ujud

penggunaan teknologi informasi secara stratejik. Adapun tujuan dari sistem knowledge

management yakni membantu para knowledge workers untuk senantiasa menciptakan, mengorganisasikan, serta menyediakan pengetahuan bisnis yang penting, kapan pun dan

dimanapun dibutuhkan (Sawy & Bowles, 1997). Sistem knowledge management

divisualisasikan dalam Tampilan 2.

Pengetahuan bisnis yang dimaksudkan meliputi baik yang bersifat eksplisit— misalkan: referensi pekerjaan, formula, maupun proses—ataupun yang bersifat implisit, misalkan pengetahuan tentang praktek-praktek yang sering dilakukan. Teknologi

internet dan intranet, beserta berbagai aplikasi lain seperti: groupware, penambangan

data/data mining, maupun kelompok diskusi online diterapkan dalam KMS untuk

mengumpulkan, menyunting, mengevaluasi, dan menyebarkan informasi dalam tubuh organisasi bisnis.

KMS terkadang disebut sistem pembelajaran adaptif/adaptive learning, sebab

KMS menciptakan siklus pembelajaran organisasi yang disebut adaptive learning loops,

yang memungkinkan perusahaan secara berkelanjutan membangun dan mengintegrasikan pengetahuan ke dalam proses bisnis, produk dan/atau jasa. Dengan demikian, KMS membantu organisasi untuk menjadi lebih inovatif dan tanggap untuk menyediakan produk dan/atau jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

(6)

K n o w l e d g e M a n a g e m e n t S y s t e m s

Model rantai nilai/value chain ala Michael Porter dapat diadaptasi untuk

memposisikan secara stratejik terhadap berbagai aplikasi perusahaan berbasis internet guna memperoleh keunggulan kompetitif. Model rantai nilai yang diimplementasikan terhadap teknologi internet memberikan sejumlah kerangka panduan agar koneksi

antara internet suatu perusahaan dengan lingkungannya/business environment dapat

memberikan manfat dan peluang bisnis guna keunggulan kompetitif. Pencetus model

tersebut menganjurkan agar newsgroup dan chat rooms dipakai untuk menunjang riset

pasar, pengembangan produk, serta penjualan secara langsung (Cronin, 1995).

Dalam implementasi riil, misalkan koneksi internet perusahaan dengan

pemasoknya digunakan untuk menunjang pengapalan/shipping maupun penjadualan

secara online. Disamping itu, berbagai katalog multimedia dapat pula dipakai guna

mendukung transaksi E-Commerce. Seluruh model tersebut mengindikasikan

bagaimana teknologi internet diterapkan guna membantu perusahaan memperoleh

keunggulan kompetitif dalam relung pasar/marketplace. Salah satu bentuk implementasi

model rantai nilai divisualisasikan dalam Tampilan 3 berikut.

T h e I n t e r n e t V a l u e C h a i n

Tampilan 3. Implementasi konsep rantai nilai dalam teknologi internet Sumber: Cronin (1995:61)

(7)

Strategi pengelolaan teknologi informasi dalam lingkungan global

Teknologi informasi maupun aplikasi terkait seyogyanya mendapatkan perhatian lebih oleh perusahaan bisnis yang memanfaatkannya. Dalam kerangka penyempurnaan berkelanjutan, pengelolaan teknologi informasi serta aplikasinya diperuntukan bagi target stratejik. Strategi bisnis dalam pemanfaatan teknologi informasi dalam

lingkungan global—menurut Roche (1992)—meliputi: concentrate on

interorganizational lingkages; establish global systems development skills; build an infrastructure; take advantage of liberalized telecommunications; strive for uniform data; develop guidelnes for shared versus local systems.

Concentrate on interorganizational lingkages bermakna sebagai strategi untuk menciptakan keterkaitan dengan pelanggan dan pemasok internasional secara efektif. Demikian sulit penerapan strategi ini dikarenakan perbedaan kapabilitas telekomunikasi di sejumlah negara. Internet menjadi sebuah solusi percepatan koneksi yang diinginkan.

Establish global systems development skills dapat diinterpretasikan bahwa kesenjangan dalam segi ketrampilan penguasaan teknologi informasi perlu dieliminir dengan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kapabilitas sumberdaya manusia di bidang teknologi informasi. Tidak semua negara memiliki program pendidikan yang mengarah pada

analis sistem dan/atau pemrogram sistem. Dalam hal ini sarana groupware dapat

digunakan untuk membangun suatu team yang unggul dalam ketrampilan

pengem-bangan sistem.

Build an infrastructure bermakna bahwa infrastruktur komunikasi sangat perlu diperhatikan demi keefektifan penyelenggaraan jejaring komunikasi global. Patut disadari bahwa infrastruktur merupakan bagian dari teknologi yang tidak memberikan manfaat segera. Oleh karenanya sering terdapat pertentangan antara kriteria kelayakan

ekonomi dengan teknologi. Strive for uniform data mengandung pengertian bahwa

untuk meraih manfaat dalam skala ekonomi atas distribusi dan alokasi data, maka perusahaan seyogyanya memiliki berbagai terminologi dan definisi yang bersifat umum dan global.

Take advantage of liberalized telecommunications memuat pengertian bahwa dengan liberalisasi infrastruktur telekomunikasi, model monopoli telkom oleh pemerintah sudah saatnya diakhiri demi efisiensi serta peningkatan kapabilitas

jejaring/network secara internasional. Perancis—sebagai salah satu contoh—telah

merubah badan usaha France Telecom dari monopoli pemerintah menjadi organisasi

quasi-public. France Telecom juga telah menggantikan semua sistem telepon yang telah usang dan menggantikannya dengan jejaring komunikasi massa yang dikenal dengan "Minitel System" sejak dua dekade lalu.

Develop guidelnes for shared versus local systems mengandung makna bahwa semua perusahaan yang telah memasuki jejaring global menghadapi masalah dalam penyebaran data dan informasi. Masing-masing sistem memiliki keunggulan, oleh karenanya manajemen perlu jeli mengidentifikasi permasalahan dan mengembangkan suatu panduan umum dalam memilih alternatif sistem yang lebih efektif dalam penyaluran data dan/atau informasi.

Strategi pengelolaan teknologi informasi dalam lingkungan global berimbas lanjut terhadap aplikasi teknologi informasi. Aplikasi teknologi informasi teramat fenomenal adalah teknologi internet. Keberadaan internet saat ini secara dramatis merubah pola bisnis dan perekonomian suatu negara. Dalam konteks mikro, demi

(8)

pengaplikasian secara stratejik, maka organisasi bisnis pengguna teknologi internet seyogyanya memperhatikan sejumlah hal yang dapat mengoptimalkan pemanfaatannya. Cronin (1996) menjabarkan matriks posisi stratejik atas aplikasi teknologi internet yang mampu mengoptimalkan dampak stratejiknya bagi oragnisasi bisnis (divisualisasikan dalam Tampilan 4).

Tampilan 4. Matriks posisi stratejik teknologi internet Sumber: Cronin (1996:20)

Berdasarkan Tampilan 4, tampak bahwa matriks tersebut membagi dua

kelompok besar driver yakni: (a)internal drivers yaitu jumlah konektivitas, kolaborasi,

serta penggunaan teknologi informasi oleh pemakai, (b)external drivers yaitu jumlah

konektivitas kolaborasi, maupun penggunaan teknologi informasi oleh pelanggan;

pemasok; rekanan bisnis, bahkan pesaing. Kedua jenis driver ini memilah matriks

menjadi empat posisi/kuadran.

Adapun empat kuadran yang dimaksudkan meliputi: pertama, kuadran dengan

penekanan pada cost and efficiency improvements. Pada kuadran ini, terdapat derajat

yang rendah dalam konektivitas, kolaborasi, dan penggunaan teknologi antara perusahaan, pelanggan, pemasok, dan pesaing. Dalam hal ini, perusahaan seyogyanya berfokus pada perbaikan efisiensi dan penurunan biaya dengan menggunakan teknologi

internet—misalnya e-mail dan chating system—guna memampukan komunikasi antara

perusahaan dengan pelanggan maupun pemasok. Kedua, kuadran yang memberi

penekanan pada performance improvement in business effectiveness. Di kuadran ini,

terdapat derajat yang tinggi dalam konektivitas internal namun konektivitas eksternal oleh pelanggan dan pesaing masih berlangsung rendah. Oleh karenanya, perusahaan

seyogyanya berfokus pada penggunaan teknologi internet—contohnya intranet dan

extranet—guna melakukan perbaikan besar dalam efektivitas bisnis.

Kuadran ketiga dengan penekanan pada global market penetration. Pada

kuadran ini, terdapat suatu derajat yang tinggi dari konektivitas oleh pelanggan dan pesaing, sementara konektivitas internalnya rendah. Oleh karenanya, perusahaan

seyogyanya berfokus pada pengembangan aplikasi berbasis internet—misal,

e-commerce—guna mengoptimalkan berbagai interaksi dengan pelanggan dan

(9)

membangun segmen pasar. Adapun kuadran keempat menekankan pada product and service transformation. Pada kuadran ini, baik perusahaan, pelanggan, pemasok,

maupun pesaing telah terjaring/networked secara luas. Oleh karena itu, teknologi

internet dan extranet seyogyanya dipakai secara ekstensif untuk mengembangkan dan

menyebarluaskan produk dan/atau jasa secara stratejik dalam relung pasar/marketplace

(Cronin, 1996).

Fenomena transformasi sosial

Sebagaimana diketahui, apa pun yang berdampak secara pervasif bagi masyarakat madani akan menggulirkan berbagai isu penting, tak terkecuali dengan teknologi informasi. Dalam artikel ini, isu yang hadirkan berkenaan dengan fenomena transformasi sosial. Fenomena transformasi sosial sebagai implikasi dari revolusi teknologi informasi menyangkut sektor pendidikan; kesenjangan teknologi; lapangan

kerja; privasi; security; serta model bisnis dotcom, yang masing-masing akan dibahas

secara berurutan.

Pendidikan. Revolusi teknologi informasi menyebabkan penggunaan temuan teknologi dan telekomunikasi dalam bentuk komputer maupun konektivitas ke jejaring internet. Teknologi informasi menjadi media yang sangat kuat untuk memberikan bekal kepada sivitas akademika edukatif akan berbagai keahlian yang dibutuhkan guna menyongsong dan menggeluti ekonomi baru (Pattiradjawane, 2001). Keahlian dibidang teknologi informasi dan aplikasi internet saat ini banyak dicari orang. Sebagian besar ilmu internet

memang dapat dipelajari sendiri via internet dalam mailing list, bahkan sejumlah media

cetak—di Indonesia, contohnya: Chip; Infokomputer; Neotek; PCPlus—turut berperan dalam menyebarkan ilmu internet dan teknologi informasi (Purbo, 2001).

Di negara-negara maju, teknologi online telah merasuk dalam aktivitas belajar

mengajar pada level dasar, menengah hingga tinggi. Beberapa penerbit buku-buku teks ternama—antara lain: McGraw-Hill; Prentice Hall; John Wiley; Thomson-SWCollege—telah membangun situs web yang memberikan keleluasaan kepada siswa dan instruktur (guru dan/atau dosen) untuk berinteraksi melalui sejumlah modul-modul elektronik. Dengan situs tersebut, guru dan/atau dosen dapat memberikan materi

belajar—tutorial elektronik; bacaan elektronik; diskusi online; studi kasus; dan latihan

soal—kepada siswa dan/atau mahasiswa dengan berbantuan media elektronik dan infrastruktur jejaring yang mendukungnya.

Sementara itu, di Indonesia saat ini telah berkembang model SMK plus TI (smk-ti@yahoogroups.com) yang dimotori oleh Dikmenjur (direktorat menengah kejuruan) yang membuktikan keberhasilannya mengintegrasikan sekitar 400 SMK di Indonesia. Pendidikan jarak jauh pun menjadi mungkin. Kini telah terdapat sekitar 20

perpustaakaan digital yang dikembangkan oleh Indonesia Digital Library Network

(http://idln.ac.id) serta Indonesia Cyberlibrary Network (alamat e-mail pada

i_c_s@yahoogroups.com) (Purbo,2001).

Peran menantang di bidang teknologi informasi memacu dunia pendidikan (baik formal maupun informal) untuk menghasilkan individu yang dapat memegang posisi

yang dimaksudkan, mulai dari knowledge-worker; interface personnel; hingga

information system profesional. Penjabaran singkat untuk setiap tingkat sebagai berikut (Lucas, 2000):

(10)

1. Tingkat knowledge-worker mungkin menjadi posisi yang paling banyak, karena sebagian besar individu pengguna teknologi dalam perusahaan bukanlah bertanggungjawab dalam bidang sistem informasi. Para pekerja yang dimaksud perlu untuk memiliki kemampuan menggunakan komputer sebagai bagian dalam pekerjaannya.

2. Tingkat interface personnel, para pelakunya telah memiliki pengetahuan

fungsional tentang bagaimana komputer dan piranti lunaknya bekerja namun tidak memiliki kemampuan teknis secara rinci.

3. Tingkat information system professional, para pelakunya berkerja dengan

memepergunakan teknologi informasi dengan pemahaman yang mendalam akan teknologi informasi dan aplikasinya. Beberapa dari mereka dalam kelompok ini, bahkan mampu mengembangkan paket piranti keras dan lunak yang dapat digunakan untuk menunjang operasi dan solusi masalah bisnis.

Mereka yang tergolong dalam level ini mencakup: programmer, Web

programmer,system designer,system analyst,database administrator.

Kesenjangan teknologi. Kesenjangan yang menonjol antara "si kaya" dengan "si miskin" tampaknya menjadi perhatian serius berkenaan dengan keberadaan komputer dan teknologi komunikasi, baik dalam persepsi individu sampai pada jenjang suatu bangsa. Adalah hal yang mungkin bila terdapat suatu segmen dalam populasi masyarakat yang secara signifikan tidak memiliki kemampuan untuk berkiprah banyak dalam perekonomian yang demikian tergantung pada teknologi informasi.

Di Amerika Serikat sendiri, tidak banyak rumah tangga yang memiliki PC dan terkoneksi dengan internet. Oleh karena itu, dapat dimaklumi bila sebagian besar dari rumah tangga yang memiliki PC dan terakses internet memiliki keunggulan dalam informasi dan hal-hal lain dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki hal itu. Informasi tentang properti, sekolah, dengan mudah diakses via internet. Dan hal ini akan menjadi salah satu panduan bagi perencanaan di masa depan. Hal yang sama mungkin tidak dapat dinikmati oleh mereka dalam kategori "si miskin" tadi (Lucas, 2000). Sedangkan untuk kondisi di negara berkembang—seperti Indonesia— kesenjangan teknologi tersebut bahkan lebih besar.

Kendati demikian untuk kasus Indonesia, secara bertahap telah muncul komunitas di masyarakat yang peduli dengan kesenjangan teknologi ini. Kendati belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, namun patut dihargai upaya yang dilakukan oleh asosiasi warnet di Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Malang. Mereka

bahu-membahu membangun jaringan warnet broadband—melalui

asosiasi-warnet@yahoogroups.com—menindaklanjuti sulit dan mahalnya penyewaan leasedline

broadband ISDN maupun DSL 1-2 Mbps milik Telkom (Purbo, 2001).

Lapangan kerja. Peningkatan jumlah pengangguran menjadi masalah serius berkenaan dengan revolusi teknologi informasi. Dengan semakin cangihnya teknologi informasi menuntut semakin trampilnya seorang pekerja. Sebagian besar penduduk di negara berkembang "buta" terhadap komputer dan teknologi aplikasinya. Adalah tidak mungkin bagi masyarakat dari lapisan ini untuk bersaing dalam bisnis berbasis

teknologi informasi. Di sisi lain, kemunculan aplikasi GDSS/Group Decision Support

System dan groupware sedikit-banyak mengancam posisi manajer level madya, sebagaimana terjadi di Amerika Serikat pada awal tahun 90-an (Lucas, 2000).

(11)

Privasi. Sebagian besar aplikasi internet, e-mail, chatting, dan newsgroup rentan terhadap masalah privasi, karena belum adanya aturan yang tegas yang berlaku secara internasional mengenai informasi yang bersifat personal dan/atau berlaku publik. Informasi tentang pengguna internet akan diperoleh secara otomatis setiap kali yang

bersangkutan mengakses suatu situs Web ataupun newgroup, dan hal ini akan terekam

di cookie file dalam harddisk. Data yang ada pada cookie file inilah yang sering disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kerentanan masalah privasi ini dapat diantisipasi dengan melakukan perlindungan melalui metode

encryption (pada e-mail);anonymous remailer (pada newsgroup).

Di Amerika Serikat terdapat aturan hukum yang disebut Electronic

Communication Privacy Act serta Computer Fraud and Abuse act yang melarang keras penyabotan pesan-pesan komunikasi; pencurian dan pengrusakan data; akses tanpa izin terhadap sistem komputer federal. Selain itu, terdapat aturan yang menuntut perolehan persetujuan dari karyawan terlebih dahulu apabila pihak manajemen perusahaan berniat

memantau penggunaan internet dan/atau e-mail mereka (O'Brien, 2002).

System security. Fenomena ini terkait erat dengan masalah privasi. Patut disadari bahwa terdapat banyak sekali kemungkinan ancaman terhadap masalah keamanan dan integritas sistem komputer khususnya bila memungkinkan akses terbuka bagi pihak eksternal organisasi.

Ancaman yang umum datang dari para hacker dan/atau virus internet. Hacker

dengan kecanggihan peralatan dapat menembus pertahanan sistem komputer suatu

perusahaan dan mengacak-acak sistem dan/atau melepaskan virus komputer. Digital

cash semacam kartu kredit sangat rentan dengan masalah keamanan ini. Berbagai virus

terbaru yang mengancam aktivitas internet dan aplikasi teknologi informasi, antara lain: virus melissa, virus chernobyl, virus W32 (O"brien, 2002). Oleh sebab itu, sensitivitas

keberadaanonline database maupun aktivitas pembayaran dengan kartu kredit ditindak

lanjuti dengan upaya perlindungan yang antara lain berupa encryption, SSL (Secure

Electronic Layer), SET (Secure Electronic Transaction), dan firewall.

Model bisnis dotcom. APEC sangat aktif menginternetisasi negara anggotanya. E-commerce menjadi salah satu media yang paling gencar, terlebih dengan

diseleng-garakannya "APEC High Level Symposium on E-Commerce and Paperless Trading" di

Beijing pada tanggal 9-10 Februari 2001 yang lalu.

Dengan berkembangnya akses dan massa pengguna internet, memicu

kemunculan perusahaan dotcom. Kehancuran dotcom di awal tahun 2000 menjadi

pelajaran berharga bagi para dotcommerdi dunia. Kendati demikian dengan model dan

fokus bisnis yang tepat, sejumlah dotcommer tetap mampu bertahan dan terus berkiprah.

Komunitas yang fokus memang menjadi karakter utama model bisnis ini.Pola hybrid

antara aktivitas perdagangan riil dengan dunia cyber menghasilkan sinergi dagang yang

memukau.

Pada kasus Indonesia, dengan model bisnis yang tepat sejumlah dotcommer

seperti: detik.com dan kompas.com sampai saat ini mampu bertahan. Media online

memang telah menjadi primadona model dotcommer tersebut, yang telah (terbukti)

sukses di banyak negara. Disamping itu, para dotcommer Indonesia yang sukses dengan

strategi fokus, antara lain terdapat: indoexchange.com;balionline.com;lipposhop.com; dagang2000.com;indopage.com;searchindonesia.com;bluebookdirectory.com.

(12)

Indoexchange.com berfokus pada masyarakat industri finansial/bursa. Informasi keuangan, berita bisnis, indeks saham, dan portofolio menjadi transparan sehingga

menarik minat pemain bursa. Adapun balionlineindo.com berfokus pada para traveller.

LippoShop.com berfokus pada B2C(Business to Customer) dengan sasaran awal pada

captive market Lippo sendiri yang telah ada sebelumnya. Sementara itu, dagang 2000.com—yang bekerjasama dengan meetchina.com—berfokus pada fasilitasi

perdagangan B2B(Business to Business).

Penutup

Perkampungan global/global village memicu kondisi yang serba tak pasti dan

kompleks. Guna menangani hal tersebut organisasi membutuhkan komunikasi yang lebih cepat serta pemrosesan informasi dengan berpijak pada kecanggihan teknologi. Dunia telah memasuki suatu peradaban di mana informasi menjadi faktor kunci penentu

kesuksesan ekonomi. Era jejaring/network yang mampu mengkoneksikan orang

dan/atau organisasi secara elektronik bagai “pisau bermata dua” yang berdampak positif—bagi pihak-pihak yang mampu memetik manfaat darinya—sekaligus juga negatif.

Dunia bisnis semakin marak dengan kecanggihan teknologi informasi. Paradigma bisnis "dipaksa bergeser" mengikuti perubahan radikal ini. Konsep manajemen modern berkembang dan dunia bisnis menghadapi sejumlah pilihan untuk mengadopsi atau

mengadaptasikan sesuai kebutuhan. Business process Reenginering, business quality

improvement, knowledge management tidak hanya sekedar wacana, namun telah menjadi piranti pokok untuk dapat bertahan dalam bisnis global berbasisi teknologi informasi.

Revolusi teknologi informasi menggiring berlangsungnya perubahan dalam semua tatanan kehidupan manusia. Sebagaimana diketahui, apa pun yang berdampak secara pervasif bagi masyarakat madani akan menggulirkan berbagai isu penting, tak terkecuali dengan teknologi informasi. Dalam hal ini, Isu yang dihadirkan menyangkut transfor-masi sosial pada askpek pendidikan, kesenjangan teknologi, lapangan kerja, privasi,

system security, serta model bisnis dotcom.

Kendati demikian, hal hakiki yang patut dipahami dan disadari adalah bahwa teknologi informasi—sebagaimana juga teknologi lainnya—semata merupakan piranti bantu manusia guna mencapai tujuan. Manusia dengan kekuatan otaknya yang akan menentukan kesejahteraan bangsa ini. Pendidikan menjadi faktor kunci, dan bukannya

kekuasaan dan/atau kekuatan (power). Sinergi yang tercipta dari ketiganya mungkin

akan berdampak lebih baik.

(13)

Daftar Rujukan

Cronin, Mary. (1995). Doing more business on the internet, 2nd Edition, New York: Van

Nostrand Rinehold.

. (1996). The internet strategy handbook, Boston: Harvard Business School Press.

Davenport, Thomas H., et al. (1993). Process inovation: Reenginering work through information technology, Boston: Harvard Business Scholl Press.

El Sawy, Omar, dan Gene Bowles. (1997). Redesigning the customer support process for the electronic economy: Insight from storage dimensions, MIS Quarterly, December, hal.467-473.

Fishburn, D. (1996). The world in 1997, London:The Economist Group.

Frye, Colleen. (1994). Imaging process catalyst for reengineering, Client/Server Computing, November, hal. 32-38.

Ives, B., dan S. Jarvenpaa. (1992). Global information tachnology: Some lessons from practice, International Information Systems, 1, No. 3, July, hal. 1-15.

Lucas, Henry C. (2000). Information technology for management, International Edition, 7th

Edition, Irwin/McGraw-Hill.

O’brien, James A. (2002). Management information systems: Managing information technology in the e-business enterprises,5th Edition, Singapore:Irwin/McGraw-Hill.

Pattiradjawane, Rene L. (2001). Revolusi informasi dan teknologi: Abad jaringan berdampak transformasi masyarakat. Kompas, 6 Februari, hal. 25.

"Pemerintah buka 100 izin VoIP metode double stage," (2002). Bisnis Indonesia, 3 April, hal. 17.

Purbo, Onno W. (2001). Menang karena pandai, bukan karena berkuasa. Kompas, 6 Februari, hal. 27.

Roche, E. (1992). Managing information technology in multinational corporation. NewYork: Macmillan.

Steinbart, P., dan R. Nath. (1992). Problems and issues in the management of international data communication networks: The experiences of american companies, MIS Quarterly, 16, no. 1 (March), hal. 55-76.

Warner, J. (1994). 21st Century capitalism: Snapshot of the next century, Business Week, 18

November, hal.194.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan: pengaruh relationship marketing terhadap kepuasan, pengaruh relationship marketing terhadap loyalitas, dan pengaruh kepuasan

Kajian ini diharapkan mampu memberikan cuplikan atau gambaran penggunaan dan fungsi asba>b al-nuzu>l dalam kitab tasfir, yang dalam penelitian ini penulis menggunakan kitab

Ajaran moral di dalam lagu dolanan dibagi menjadi empat jenis, yaituhubungan manusia dengan Tuhan (berbakti kepada Tuhan dan men- erima kehendak Tuhan), hubungan manusia

17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang menyebutkan bahwa, “Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi dengan

Order maksimum dari sebuah clique disebut bilangan omega co(G).Sebuah himpunan S dari vertek dalam graph G merupakan sebuah himpunan dominan jika setiap vertek yang tidak berada

Pada saat yang sama orang Yahudi dari Bani Quraizhah warga kota Madinah menghianati kaum Muslimin dari dalam, mereka membatalkan perjanjian dengan Nabi dan menggabungkan diri

Orang tua Pedoman wawancara untuk Guru, KS, siswa, dan orang tua Dokumen yang dibutuhkan: RPPH, jurnal mengajar, anecdotal record Pedoman observasi KBM. Contoh

a. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan