BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Studi Tingkah Laku Mencit Secara Umum
Mencit merupakan hewan sosial dan memiliki rasa ingin tahu. Ketika mencit
masih muda, mencit dapat berkelompok dengan sangat baik. Mencit selalu terlihat
tidur bersama-sama dalam kelompok. Ketika mereka dikandangkan dalam suatu
kelompok, satu atau dua mencit terkadang akan memotong bulu dan
menggaruk-garuk wajah, kepala, dan bagian tubuh mencit lainnya. Mencit akan menjaga
wilayah teritorialnya, tidak agresif terhadap manusia. Mencit jantan dewasa pada
beberapa strain akan saling menyerang apabila dikandangkan bersama, khususnya
apabila pada kondisi yang sangat bising dan beberapa strain mencit lebih mudah
mendapat penyerangan. Mencit dapat memberikan beberapa luka gigitan pada alat
genitalia dan ekor serta sepanjang bagian punggung dari lawannya. Beberapa
serangan luka dapat mengakibatkan kegilaan dan kematian (Hrapkiewicz &
Medina, 2007).
Mencit memiliki kelenjar harderian di dekat mata yang menghasilkan
kotoran berwarna coklat kemerahan apabila mengalami stress (tekanan). Mencit
tidak memiliki penglihatan yang baik (buta warna), tetapi sangat tajam dalam hal
pendengaran yaitu mampu mendengar frequensi suara ultrasonik sampai lebih dari
100 kHz (Amori, 1996). Mencit juga memiliki pheromone yang berguna dalam
komunikasi. Pheromone ini dihasilkan oleh kelenjar preputial dan juga melalui
urin, serta melalui air mata pada mencit jantan. Pheromone ini dideteksi dengan
menggunakan organ Jacobson yang terletak di bagian bawah hidung (Kimoto,
2005).
2.2. Data Biologis Mencit
Menurut Harkness & Wagner (1995), mencit memiliki tubuh yang
berukuran kecil, ditutupi oleh bulu yang lembut dan tebal, kaki yang pendek dan
ekor yang panjang, tipis dan sedikit berbulu. Berikut adalah data biologis dari
hewan coba mencit dewasa :
a. Berat tubuh jantan : 20-40 g
b. Jangka waktu hidup : 1,5-3 tahun
c. Suhu tubuh : 36,5-380C
d. Kecepatan detak jantung : 325-780 kali per menit
e. Kecepatan respirasi : 60-220 kali per menit
f. Konsumsi makanan : 12-18 g/100 g/hari
g. Konsumsi minuman : 15 mL/100g/hari
h. Jumlah kromosom (diploid) : 40
2.3. Studi Perilaku
Dilihat dari Segi Biologis, Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk
hidup mulai dari tumbuhan hewan, dan manusia berperilaku, karena mempunyai
aktivitas masing-masing. Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah
tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat
dipelajari. Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diuraikan bahwa perilaku
adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas yang merupakan hasil
bersama antara faktor internal dan eksternal.
Dilihat dari segi psikologis menurut Skinner (1938), perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Pengertian
itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus-organisme-respons). Perilaku dibagi
menjadi tiga domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Fungsi kognitif adalah kemampuan berpikir
dan rasionalisasi, termasuk proses belajar, mengingat, menilai, orientasi, persepsi
dan memperhatikan. Gangguan fungsi kognitif adalah suatu gangguan fungsi otak
berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta
fungsi intelektual. Kognitif berhubungan dengan daya ingat dan memori. Memori
adalah proses penyimpanan informasi-informasi sensorik yang penting. Memori
secara fisiologis merupakan hasil dari perubahan kemampuan penjalaran sinaptik
dari satu neuron ke neuron berikutnya. Perubahan ini menghasilkan jaras-jaras
yang terfasilitasi yang disebut jejak jejak ingatan (memory traces) (Guyton, 1997)
Ranah afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya perasaan,
nilai, minat, motivasi, dan sikap. Ranah Psikomotorik berisi perilaku yang
menekankan fungsi manipulatif dan keterampilan motorik/kemampuan fisik,
berenang, dan mengoperasikan mesin. Ranah Psikomotorik meliputi gerakan,
koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Keterampilan ini
dapat diasah jika sering melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur
dengan sudut kecepatan, ketepatan, jarak dan cara/teknik pelaksanaan.
2.4. Efek Petidin dan Potensi
Petidin merupakan analgesik opioid kuat turunan sintetik morfin (fenil piperidin)
yang penggunaannya paling banyak dewasa ini. Golongan ini umumnya
menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Pemberian obat secara
terus-menerus menimbulkan ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan,
efek ini terjadi secara cepat (Siswandono, 1995).
Dibandingkan dengan morfin, petidin mempunyai kerja lebih lemah dan
efek samping yang lebih sedikit. Pengembangan petidin menurut cara Von eisleb
dari spasmolitika yang menyerupai morfin oleh Von schauman. Berdasarkan
percobaan farmakologinya didapat bahwa, disamping mempunyai kerja
spasmolitik, senyawa ini memiliki kerja analgetik menyerupai morfin. Pada tahun
1939 petidin sebagai analgetika opiat hasil sintesis penuh, yang pertama
diperdagangkan (Wattimena, 1990).
Beda dengan morfin obat ini utama menurunkan volume tidal, sedikit
banyaknya dapat menurunkan frekuensi nafas (Munaf, 2001). Petidin atau
meperidin mempunyai awitan kerja cepat, dan tidak digunakan dalam jangka
waktu yang panjang karena hanya memiliki durasinya yang singkat (3 jam).
Petidin berinteraksi serius dengan monoamin oksidase (MAOI) yang
menyebabkan delirium, hiperpireksia, konvulsi atau depresi nafas (Nael, 2006).
Sasaran reseptor obat ini menimbulkan efek euforia dan perasaan
mengantuk. Penyerapan obat dalam saluran cerna cukup baik, obat diikat oleh
protein plsma 40-50%. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam 1-2 jam, dengan
waktu paruh plasma 5 jam. Dosis dapat diberika peroral, subkutan dan juga
intramuscular sebanyak 50-100 mg, dapat diulang 3-4 jam (Siswandono,1995).
Menurut Tjay dan Rahadja (2007), Morfin dan opioda lainnya
menimbulkan sejumlah besar efek samping yang tidak diinginkan, yaitu:
a. Supresi SSP, misalnya sedasi, menekan pernafasan dan batuk, miosis,
hipotermia dan perubahan suasana jiwa (mood). Pada dosis yang tinggi
mengakibatkan menurunnya aktivitas mental dan motoris.
b. Saluran nafas: bronchokonstriksi, pernapasan menjadi lebih dangkal dan
frekuensinya menurun.
c. Sistem sirkulasi: vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi hipotensi dan
bradicardia.
d. Saluran cerna: motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi stingfer kandung
empedu (kolik batu-empedu), sekresi pankreas, usus dan empedu
berkurang.
e. Saluran-urogenital: retensi-urin (karena naiknya tonus dan stingfer
kandung kemih), motilitas uterus berkurang.
f. Histamin-liberator: urticaria dan gatal-gatal karena melepaskan pelepasan
histamin.
g. Kebiasaan dengan resiko adiksi pada penggunaan lama. Bila terapi
dihentikan dapat terjadi gejala abstinensi.
2.5. Efek Kecemasan
Stres didefinisikan sebagai mekanisme homeostasis untuk mendukung
penyesuaian terhadap tantangan dari lingkungan, yang berpengaruh terhadap
perkembangan dan stimulasi ekspresi yang diinduksi perubahan plastis pada
fungsi otak dan tingkah laku (Bohus et al., 1995). Stres dapat berupa stress
psikogenik atau neurognik. Stres psikogenik berasal dari keadaan yang bersifat
psikologis. Sedangkan stres neurognik melibatkan stimulus yang bersifat fisik
(Anisman & Merali, 1999).
Hewan percobaan untuk kecemasan telah banyak digunakan dalam kajian
psikofarmakologi yang berhubungan dengan sukses atau tidaknya potensi klinik
obat anti cemas pada bilang farmakologi (Green & Hodges, 1991; Ohl, 2003).
Kecemasan merupakan penggolongan dari stersor berupa stressor psikologis
mencakup perasaan takut, khawatir, marah, sedih dan depresi (Kawuryan, 2009).
Stressor dapat menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga terpkasa
melakukan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Pada proses
adaptasi tidak semua individu mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor,
sehingga timbul rasa cemas, takut, stress dan depresi, Dhabhar & McEwen (2001),
menyatakan bahwa, stressor akan direspon oleh otak berupa stress-perception dan
kemudian diteruskan kesistem lain, meliputi behavior, neuroendokrin dan sistem
imun.
Tubuh berespon terhadap setiap perubahan kondisi internal dengan
berbagai refleks yang dirancang untuk memulihkan ke keadaan sebelumnya.
Hemoistatis biasanya dilakukan dengan pengaktifan siklus umpan balik negatif.
Suatu rangsangan menyebabkan suatu respon, yang kemudian secara langsung
menyebabkan rangsangan semula melemah, hal ini memungkinkan untuk tetap
berada di dalam keadaan dinamik, dimana tubuh secara terus menerus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan komposisi internal dan fungsinya
(Corwin, 2001).
2.6. Stimulasi dengan Paparan LED
Mekanisme proses fisiologis yang terjadi dalam penerimaan cahaya sebagai
stimulasi yang dapat memengaruhi organ-organ tubuh diawali dengan rangsangan
mekanisme pada saraf penglihatan yang selanjutnya secara kimia berlangsung
melalui rangsangan hormonal (Frandson, 1993; Etches, 2000). LED atau
rangsangan berupa cahaya merupakan fotostimulasi pada neuron yang
memengaruhi ragsangan neuronal dan menghasilkan potensial aksi tanpa adanya
input saraf presinaptik. stimulasi dengan cahaya akan mengembalikan fusi
motorik. Aktivitas motorik dengan fotostimulsai cahaya meningkat dan tetap
bertahan meskipun stimulasi telah terhenti (Warron et al., 2008).
Respon yang diberikan oleh organisme terhadap rangsang tertentu tidak
secepat datangnya rangsang. Hal ini disebabkan karena untuk menjawab suatu
rangsang maka organ tubuh tertentu seperti penglihatan harus dirangsang untuk
menjadi aktif, kemudian impuls rangsang tersebut dihantarkan ke otak, dan
dihantarkan ke efektor. Waktu paling lama dari respon ini terjadi di otak karena
otak harus mengolah seluruh rangsang yang masuk melalui sistem sensorik dan
harus mengatur respon apa yang akan dilakukan oleh efektor (proses asosiasi).
Saat stimulus (cahaya, taktil, suara) diberikan, maka reseptor akan mengubahnya
menjadi impuls elektrokimia yang akan berjalan sepanjang serabut saraf sensorik,
masuk ke dalam sistem saraf pusat kemudian berjalan dalam serabut saraf motorik
hingga mencapai efektor. Reaksi yang hanya melibatkan stimulus, reseptor,
medula spinalis, dan efektor lebih cepat dibandingkan dengan reaksi yang
mengikutsertakan otak (Kosinski, 2008).
2.7 IntelliCage
IntelliCage mampu melihat perubahan tingkah laku dan perbedaan fenotip setiap
mencit yang berbeda spesies secara otomatis. Mencit yang dimasukkan ke dalam
IC dapat dipantau secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama
dibandingakan dengan alat tradisional dengan jangka waktu yang relatif lebih
singkat. IC di desain untuk 10-16 mencit dengan 4 sudut pembelajaran yang
secara langsung terhubung ke komputer. Memberikan ruang untuk setiap mencit
untuk bebas melakukan aktifitas setiap waktu dengan normal. IC dilengkapi
dengan 2 botol air minum disetiap sudut, akses ke air dapat diatur secara otomatis
di dalam komputer dengan hendusan maupun jilatan sebagai sensornya. Adanya
hembusan angin (Air-puff) sebagai hukuman dan stimulasi cahaya yang dapat
merupakan parameter memori hewan percobaan (Wolfer et al., 2012).
Alat tersebut dilengkapi dengan program design, controller, analyzer yang
berfungsi menyusun, mengamati dan merekam secara otomatis oleh komputer.
Untuk dapat terdeteksi, hewan uji harus di injeksikan micro-transponder pada
bagian subkutan leher agar perilaku hewan dapat terdeteksi oleh komputer (Safi et
al., 2006).
Menurut TSE (2013), adapun bagian-bagian dari intelliCage adalah:
1. Empat sudut pembelajaran. Sudut ini adalah bagian terpenting dari
IntelliCage, pada bagian ini terdapat sensor (RFID antena, deteksi
kedatangan, sensor hendusan, lickometer (penghitung jilatan saat minum).
Terdapat juga 4 lampu (merah, kuning, hijau, biru), licko-meter saluran air
pada saat mencit minum, pipa aliran angin yang dihubungkan dengan
generator penghasil angin guna untuk fase pembelajaran, dan pintu yang
dapat terbuka dan tertutup secara otomatis ketika mencit keluar dan masuk ke
corner sebagai akses ke botol minum (air). Setiap sudut pada IntelliCage
dilengkapi dengan metal band sebagai pendeteksi aktivitas harian mencit di
dalam sudut. Seluruh aktivitas selama di dalam sudut (corner) yang dilakukan
oleh mencit dapat tercatat dan dilihat pada PC sesuai dengan parameter uji.
2. Satu unit pengontrol. Unit ini merupakan bagian dari perangkat keras pada
IntelliCage. Pada bagian ini terdapat lubang penghubung.
3. Satu unit tempat makan yang berada di bagian atas IntelliCage.
4. Empat kotak berwarna merah yang terdapat di bagian dalam intelliCage
untuk tempat mencit bermain.
5. Delapan unit botol minum yang telah dilengkapi oleh sensor untuk
mendeteksi aktivitas minum dan jumlah kedatangan kesudut IntelliCage.
6. Satu serial kabel yang menghubungkan IntelliCage ke PC yang dapat
mencatat secara kuantitatif perilaku harian mencit.
(a) (b)
Gambar 1.1 (a). bagian bagian dasar dari IntelliCage (b). rincian bagian sudut pembelajaran (corner)
Sudut pembelajaran /
Corner
Mencit ±16 ekor Tempatmakan Botol air minum
(a) (b)
Gambar 1.2. (a). 1. Serial kabel sebagai penghubung intelliCage ke PC, 2. Micro-prosessor (b). 1. Botol yang berisi minuman untuk mencit, 2. Saluran semburan angin, 3. Pintu yang dapat secara otomatis terbuka dan tertutup sesuai design.
Gambar 1.3. Micro-transponder yang di tembakkan ke bagian bawah tengkuk mencit sebagai penanda mencit satu dan lainnya.
1
2
1
3 2