PENGARUH LAMA TERPAPAR DAN JARAK
MONITOR KOMPUTER TERHADAP GEJALA
COMPUTER VISION SYNDROME PADA PEGAWAI
NEGERI SIPIL DI KANTOR PEMERINTAH KOTA
MEDAN
TESIS
T. SITI HARILZA ZUBAIDAH
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Penelitian : Pengaruh Lama Terpapar Dan Jarak Monitor Komputer Terhadap Gejala Computer Vision Syndrome Pada Pegawai Negeri Sipil Di Kantor Pemerintah Kota Medan
Nama Mahasiswa : T Siti Harilza Zubaidah
NIM : 117041153
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Ilmu Kesehatan Mata
Menyetujui/Mengetahui
Komisi Pembimbing
Dr. Hj. Pinto Y Pulungan, SpM (K)
(Ketua)
Drs. H. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes
(Anggota)
Ketua Program Studi Dekan Fakultas Kedokteran
Prof.Chairuddin P Lubis,DTM&H,SpAK Prof.dr.Gontar A Siregar,SpPD,KGEH
ABSTRAK
Pendahuluan Komputer merupakan salah satu penemuan teknologi terpenting
pada abad ke-20 ini. Hampir seluruh pekerjaan dapat diselesaikan dengan
menggunakan komputer. Kebutuhan akan penggunaan komputer semakin marak
dari tahun ke tahun. Hal ini seiring dengan meningkatnya waktu yang diperlukan
oleh para pengguna komputer didalam menyelesaikan pekerjaaan mereka
sehari-hari. Tanpa disadari hal ini akan mengakibatkan keluhan para pengguna komputer
dikarenakan mereka berhadapan langsung dengan komputer selama berjam jam.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh lama terpapar dengan
keparahan gejala sindroma mata kering tetapi tidak jelas dikatakan penggunaan
komputer yang bagaimana yang bisa menimbulkan efek tersebut dan mengenai
jarak komputer terhadap mata pengguna komputer yang seukuran apa yang dapat
menyebabkan gejala kelelahan itu muncul. Atas latar belakang inilah, Penulis
tertarik untuk meneliti guna mencari tahu apakah ada pengaruh lama terpapar dan
jarak monitor komputer terhadap gejala computer vision syndrome.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross
sectional yang dilakukan pada 41 orang Pegawai Negeri Sipil di salah satu kantor
pemerintah kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui metode pembagian
angket dengan instrumen kuesioner yang berisi data-data pribadi disertai 15
gejala computer vision syndrome. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
uji korelasi.
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat nyata
antara lama terpapar komputer dengan jumlah gejala computer vision syndrome
yang dialami para pegawai (r = 0,90). Sebaliknya tidak nyata dijumpai adanya
hubungan antara jarak mnitor komputer dengan beratnya derajat keparahan
computer vision syndrome (r = 0,18).
Diskusi Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan sosialisasi ataupun
pengarahan oleh kantor pemerintah kepada para pegawai yang bekerja di kantor
tersebut untuk mengistirahatkan mata setelah menggunakan komputer selama
berjam-jam meskipun banyak pekerjaan kantor yang harus diselesaikan.
computer vision syndrome sehingga bisa meningkatkan kualitas kerja dari para
pegawai yang menggunakan komputer.
Kata kunci : lama penggunaan komputer, jumlah gejala, computer vision
ABSTRACT
Introduction The computer forms one of the most important technological
invention in the 20th century. Almost all the work can be accomplished using the
computer. The needs for the computers is rapidly increasing during the years.
Along with this more and more time is spent by computer users for their daily
tasks. Without realising this will cause suffering of the computer users due to
facing the computers for hours. A number of research has shown that there is an
effect of computer use period on the severity of the dry eye syndrome, but it is not
stated clearly which method of computer use will cause the effect, as well as the
effect of distance to the eye of computer users that will give rise to it. Based on
this, the author is interested to study whether there is any effect of computer use
period and distance of the monitor to the eye on the symptom of computer vision
syndrome.
Method The research uses the cross sectionsl design with 41 government
employees as the respondents at a government office in Medan. Data were
collected by anquettes using questionaire as the instrument, recording private data
and 15 symptoms of computer vision syndrome. Data were analysed with the
correlation test.
Result Result showed highly significant correlation between the time period of
computer use and the number of computer vision syndrome symptoms suffered by
the employees ( r = 0,90 ). On the other hand a non significant correlation was
found between the distance of the monitor from the eye and the severity of
computer vision syndrome ( r = 0,18 ).
Discussion Based on this results, the employees of this ofice should be
instructed to give rest to their eyes after using the computer for hours, eventhough
there is still much work to be done. At least, this is an effort to minimize the
symptom of computer vision syndrome, so that it will increase the working
quality.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Alhamdulillah...alangkah besarnya nikmat yang Engkau berikan kepadaku
Yaa Rabb...di saat Engkau memberikan cobaan...Engkau juga menitipkan hikmah
dan berkah kepadaku...Aku yakin Engkau tak pernah tidur, selalu mendengar
semua doa-doaku...dan terima kasih Yaa Rahmaan, atas izinMU dan atas
rahmatMU aku bisa menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi sebagian dari persyaratan dalam
menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata.
Penulisan tesis ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dan perhatian dari
berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan ungkapan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya dan setinggi-tigginya kepada :
- Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk
mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
- Dr. Delfi, SpM (K) sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata yang
telah memberikan izin untuk mengikuti Program Magister Kedokteran
Klinik ini.
- Dr. Pinto Y Pulungan, SpM (K) sebagai pembimbing dalam bidang
penelitian, yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, sekaligus
masukan ilmu yang sangat berharga dalam penulisan tesis ini.
- Drs. H. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes sebagai pembimbing dalam bidang
statistik pada penelitian ini.
- Dr. Yulizar, SpM yang sering memberikan nasehat, masukan, semangat
serta selalu membuka pintu untuk berdiskusi tentang apapun sehari-hari.
- Teman-teman sejawat di Program Magister Kedokteran Klinik : Dr. Delfi,
SpM (K), Dr. Hj. Aryani A Amra, SpM, Dr. Nurchaliza HS Siregar, SpM,
Rahmawaty, SpM, Dr. Masitha Dewi Sari, SpM, Dr. Fithria Aldy, SpM,
Dr. Marina Y Albar, SpM yang telah memberikan kerjasama yang baik
selama pendidikan.
- Para Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada kantor Bappeda yang telah
meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner yang diberikan.
- Para PPDS Ilmu Kesehatan Mata, yang tidak bisa saya sebutkan satu per
satu yang telah memberikan kerjasama yang baik.
- Pegawai administrasi Departemen Ilmu Kesehatan Mata : K’Sofie, K’Nur
dan B’Adenan yang telah memberikan dorongan semangat serta doa juga
kerjasama yang baik selama ini.
Sembah sujud dan terima kasih yang tidak terhingga ananda haturkan
kehadapan ibunda Prof. DR. Ir. Hj. T. Chairun Nisa Bahrioen, MSc dan ayahanda
Ir. H. T Haris Aminullah yang telah begitu besar mencurahkan kasih sayang,
perhatian, pengorbanan waktu dan tenaga serta tak pernah putus berdoa buat
ananda sekeluarga juga memberikan dorongan semangat dikala ananda bimbang,
dan khusus ibundaku tersayang...terima kasih banyak telah membantu ananda
dalam menyelesaikan tesis ini....hanya ALLAH yang mampu membalas kebaikan
ibunda.
Kepada yang terhormat Bapak mertua Dr. H. Sulaiman Lubis dan Ibu
mertua Dr. Hj. Almi Sundari, terima kasih atas kasih sayang, dorongan semangat
dan juga doa buat ananda sekeluarga.
Suamiku tercinta dan tersayang, Andi Surya Dharma, ST, Msi, terima
kasih atas segala cinta, kasih sayang, kesabaran, pengertian, dorongan semangat,
pengorbanan dan doa yang diberikan selama ini....walau kondisi Papa tak seperti
tahun lalu tetap semangat ya Pa...kita pasti kuat melalui semua ini, yakinlah
bahwa ALLAH tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan kita...
Anak-anakku tersayang dan tercinta, Muhammad Ali Fauzan dan
Muhammad Fakhry Luthfy...kalian adalah harta yang tak ternilai yang Mama
miliki....terima kasih ya nak atas segala pengertian, kesabaran dan juga doa yang
kalian berikan kepada Mama....kalianlah inspirasi terbesar dan semangat hidup
Kepada abang kandung tersayang H. T. Mohammad Chairal Abdullah,
BBA, MBA, PhD, adik kandung tersayang Dr. T. Siti Hajar Haryuna, SpTHT-KL
dan Dr. T Mohammad Rizki, SpOG serta kakak ipar-adik ipar Lidya Prahara Pasa,
SS; Dr. Edwin Martin Asroel, SpOG, Dede Setiawati, SE.Ak juga keponakanku
yang manis Ramiza Alya Putri Edwina terima kasih yang sebesar-besarnya atas
doa dan dorongan semangat yang diberikan....you are the best family team i’ve
ever had.
Seluruh keluarga dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu
per satu, yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak memberikan
bantuan serta doa selama ini, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna, namun
saya berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat adanya.
Semoga ALLAH Subhana Wata’ala senantiasa memberikan berkah dan
petunjukNYA kepada kita semua, Amin yaa rabbal allamin....
Medan, Juli 2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. LATAR BELAKANG 1
1.2. RUMUSAN MASALAH 4
1.3. TUJUAN PENELITIAN 4
1.4. MANFAAT PENELITIAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. SISTEM LAKRIMASI 6
2.1.1. APARATUS LAKRIMALIS 6
2.1.2. DINAMIKA SEKRESI AIR MATA 7
2.1.3. MEKANISME DISTRIBUSI AIR MATA 8
2.1.4. MEKANISME EKSKRESI AIR MATA 9
2.1.5. KEDIPAN MATA 9
2.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGLIHATAN
10
2.3. KOMPUTER 11
2.4. COMPUTER VISION SYNDROME 12
2.5. VISUAL STRAIN 14
2.6. KELELAHAN MATA 14
2.7. LINGKUNGAN KERJA 16
2.8. LAMANYA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN
GEJALA COMPUTER VISION SYNDROME
2.9. JARAK MONITOR DENGAN GEJALA COMPUTER VISION SYNDROME
19
3.0. WAKTU IDEAL UNTUK ISTIRAHAT 20
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 22
3.1. KERANGKA KONSEP 22
3.2. DEFINISI OPERASIONAL 22
3.2.1. VARIABEL INDEPENDENN 22
3.2.2. VARIABEL DEPENDEN 25
3.3. HIPOTESA 25
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 26
4.1. JENIS PENELITIAN 26
4.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 26
4.2.1. LOKASI PENELITIAN 26
4.2.2. WAKTU PENELITIAN 26
4.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 26
4.3.1. POPULASI PENELITIAN 26
4.3.2. SAMPEL PENELITIAN 27
4.4. METODE PENGUMPULAN DATA 27
4.5. METODE PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 28
4.5.1. METODE PENGOLAHAN DATA 28
4.5.2. METODE ANALISIS DATA 28
BAB V HASIL PENELITIAN 30
5.1. HASIL PENELITIAN 30
5.1.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 30
5.1.2. DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN 30
5.1.3. LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER 34
5.1.4. COMPUTER VISION SYNDROME 37
5.2. PEMBAHASAN 38
5.2.1. LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER 38
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 41
6.1. KESIMPULAN 41
6.2. SARAN 41
DAFTAR PUSTAKA 42
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Proporsi Setiap Gejala Computer Vision Syndrome
Yang Dialami Pengguna Komputer.
18
Tabel 2.2. Rekomendasi Tinggi Huruf. 20
Tabel 4.1. Interpretasi Tingkat Hubungan Korelasi (r). 29
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pegawai Negeri Sipil.
30
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Lama Penggunaan Komputer Secara Terus Menerus.
34
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Lama Penggunaan Komputer Rata-rata Dalam Sehari.
35
Tabel5.4. Distribusi Frekuensi Riwayat Lama Penggunaan Komputer.
36
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Indeks penggunaan Komputer.
37
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jumlah Gejala Computer Vision Syndrome.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Anatomi Sistem Lakrimalis. 7
Gambar 2.2. Patofisiologi Terjadinya Kekeringan Pada Mata Pada Pengguna Komputer.
12
LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Jadwal Penelitian
Lampiran 3 Lembar Penjelasan
Lampiran 4 Lembar Pernyataan Persetujuan Setelah Penjelasan Kesediaan Mengikuti Penelitian (Informed Consent).
Lampiran 5 Kuesioner Penelitian
ABSTRAK
Pendahuluan Komputer merupakan salah satu penemuan teknologi terpenting
pada abad ke-20 ini. Hampir seluruh pekerjaan dapat diselesaikan dengan
menggunakan komputer. Kebutuhan akan penggunaan komputer semakin marak
dari tahun ke tahun. Hal ini seiring dengan meningkatnya waktu yang diperlukan
oleh para pengguna komputer didalam menyelesaikan pekerjaaan mereka
sehari-hari. Tanpa disadari hal ini akan mengakibatkan keluhan para pengguna komputer
dikarenakan mereka berhadapan langsung dengan komputer selama berjam jam.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh lama terpapar dengan
keparahan gejala sindroma mata kering tetapi tidak jelas dikatakan penggunaan
komputer yang bagaimana yang bisa menimbulkan efek tersebut dan mengenai
jarak komputer terhadap mata pengguna komputer yang seukuran apa yang dapat
menyebabkan gejala kelelahan itu muncul. Atas latar belakang inilah, Penulis
tertarik untuk meneliti guna mencari tahu apakah ada pengaruh lama terpapar dan
jarak monitor komputer terhadap gejala computer vision syndrome.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross
sectional yang dilakukan pada 41 orang Pegawai Negeri Sipil di salah satu kantor
pemerintah kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui metode pembagian
angket dengan instrumen kuesioner yang berisi data-data pribadi disertai 15
gejala computer vision syndrome. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
uji korelasi.
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat nyata
antara lama terpapar komputer dengan jumlah gejala computer vision syndrome
yang dialami para pegawai (r = 0,90). Sebaliknya tidak nyata dijumpai adanya
hubungan antara jarak mnitor komputer dengan beratnya derajat keparahan
computer vision syndrome (r = 0,18).
Diskusi Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan sosialisasi ataupun
pengarahan oleh kantor pemerintah kepada para pegawai yang bekerja di kantor
tersebut untuk mengistirahatkan mata setelah menggunakan komputer selama
berjam-jam meskipun banyak pekerjaan kantor yang harus diselesaikan.
computer vision syndrome sehingga bisa meningkatkan kualitas kerja dari para
pegawai yang menggunakan komputer.
Kata kunci : lama penggunaan komputer, jumlah gejala, computer vision
ABSTRACT
Introduction The computer forms one of the most important technological
invention in the 20th century. Almost all the work can be accomplished using the
computer. The needs for the computers is rapidly increasing during the years.
Along with this more and more time is spent by computer users for their daily
tasks. Without realising this will cause suffering of the computer users due to
facing the computers for hours. A number of research has shown that there is an
effect of computer use period on the severity of the dry eye syndrome, but it is not
stated clearly which method of computer use will cause the effect, as well as the
effect of distance to the eye of computer users that will give rise to it. Based on
this, the author is interested to study whether there is any effect of computer use
period and distance of the monitor to the eye on the symptom of computer vision
syndrome.
Method The research uses the cross sectionsl design with 41 government
employees as the respondents at a government office in Medan. Data were
collected by anquettes using questionaire as the instrument, recording private data
and 15 symptoms of computer vision syndrome. Data were analysed with the
correlation test.
Result Result showed highly significant correlation between the time period of
computer use and the number of computer vision syndrome symptoms suffered by
the employees ( r = 0,90 ). On the other hand a non significant correlation was
found between the distance of the monitor from the eye and the severity of
computer vision syndrome ( r = 0,18 ).
Discussion Based on this results, the employees of this ofice should be
instructed to give rest to their eyes after using the computer for hours, eventhough
there is still much work to be done. At least, this is an effort to minimize the
symptom of computer vision syndrome, so that it will increase the working
quality.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi menuntut
manusia untuk berhubungan dengan komputer. Pemakaian komputer saat ini
sudah semakin luas. Hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari
pemakaian komputer. Manusia seolah-olah sudah sangat tergantung pada
kemampuan komputer yang memang diciptakan untuk membantu aktifitas
manusia. Komputer banyak digunakan di kantor-kantor, lembaga penelitian
ataupun di perusahaan-perusahaan (Wardana,2002). Maka tidak heran jika
dikatakan bahwa komputer merupakan salah satu penemuan teknologi terpenting
pada abad ke-20 (Ting,2005),
Umumnya 80% pekerjaan kantor diselesaikan dengan memanfaatkan
komputer. Peran komputer yang sangat luas dewasa ini, ditambah penggunaan
internet yang semakin populer menyebabkan para pekerja menghabiskan
waktunya di depan komputer sedikitnya 3 jam per hari (Hanum, 2008).
Meskipun sudah banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pemakaian
komputer, namun belum banyak yang menyadari bahwa pemakaian komputer
juga dapat menimbulkan masalah tersendiri, terutama bila bekerja dengan
komputer dalam waktu yang lama dan terus-menerus (Hanum, 2008).
The University of North Carolina di Asheville mengelompokkan beban
kerja pekerja komputer atas dasar lama waktu kerja sebagai berikut :
1. Pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja dengan lama
waktu kerja 4 jam sehari secara terus-menerus.
2. Pekerja komputer dengan beban kerja sedang adalah pekerja dengan lama
waktu kerja antara 2-4 jam sehari secara terus-menerus.
3. Pekerja komputer dengan beban kerja ringan adalah pekerja dengan lama
waktu kerja kurang dari 2 jam sehari secara terus-menerus.
Ditinjau dari energi radiasi, dalam hal ini radiasi komputer, sebenarnya tidak
diperhatikan lamanya radiasi menyinari tubuh, khususnya mata. Intensitas yang
rendah tetapi dalam waktu yang lama bisa menimbulkan gangguan fisiologis
(Batubara,2005).
Kumpulan gangguan fisik yang menyerang pengguna komputer disebut
dengan Computer Vision Syndrome (CVS). Sekitar 88 - 90 % pengguna komputer
mengalami CVS (Sirikul et al, 2009; Chu et al, 2011). CVS ini sendiri disebabkan
oleh berkurangnya aliran air mata ke mata atau disebabkan oleh terlalu besarnya
refleksi maupun silau dari komputer. Selain itu ketika menatap komputer, maka
kedipan mata berkurang sebesar 2/3 kali dibandingkan kondisi normal, yang
mengakibatkan mata menjadi kering, teriritasi, tegang dan lelah. Pencahayaan dari
komputer yang tidak tepat juga akan mengakibatkan ketegangan dan kelelahan
pada mata (Wardhana, 1996). Kejadian CVS juga dinyatakan mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun (AOA, 2007).
Gejala CVS dibedakan menjadi keluhan gejala pada mata,
muskuloskeletal, dan umum (AOA, 2007). Mayoritas, sekitar 75 – 90 % pengguna
komputer mengeluhkan gejala oftalmikus (Anshel, 2007). Di Indonesia, Amalia
(2010) menunjukkan 92,9 % pengguna komputer mengeluhkan gejala oftalmikus.
Menurut Sheedy (2004), sering dan lamanya seseorang bekerja dengan
komputer dapat mengakibatkan keluhan serius pada mata. Keluhan yang sering
diungkapkan oleh pekerja komputer adalah kelelahan mata (yang merupakan
gejala awal), mata terasa kering, mata terasa terbakar, pandangan menjadi kabur,
penglihatan ganda, sakit kepala, nyeri pada leher, bahu dan otot punggung dan
tekanan darah tidak normal.
Kelelahan dapat menyebabkan seseorang kurang waspada dalam menghadapi
sesuatu. Dalam keadaan lelah dan kurang nutrisi, sinyal-sinyal yang berjalan maju
mundur diantara thalamus dan korteks serebri tidak berfungsi secara optimal yang
menyebabkan kesiapsiagaan menurun (Sutajaya,2004).
Menurut Corwin (2001) upaya mata yang melelahkan menjadi penyebab
kelelahan mental. Gejalanya meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan
intelektual, daya konsentrasi dan penurunan kecepatan berpikir. Lebih dari itu,
ukuran benda, maka akomodasi dipaksa dan mungkin terjadi pandangan rangkap
atau kabur. Kejadian ini menimbulkan sakit kepala di sekitar daerah atas mata.
Susila (2001) juga menyatakan, apabila melihat obyek pada jarak dekat, maka
mata akan mengalami konvergensi. Konvergensi mata ini berusaha menempatkan
bayangan pada daerah retina yang sama di kedua bola mata. Bila usaha ini gagal
mempertahankan konvergensi, maka bayangan akan jatuh pada dua tempat yang
berbeda pada retina. Bila diteruskan ke otak, maka orang akan melihat dua obyek.
Penglihatan ini menyebabkan rasa tidak nyaman.
Sen et al, (2007), Uchino et al (2008) menunjukkan hubungan yang erat
antara lama penggunaan komputer dengan peningkatan dan keparahan gejala
CVS. Untuk mengatasinya, pengguna komputer dianjurkan untuk istirahat setelah
beberapa jam penggunaan komputer (Balci et al, 2003; Blehm et al, 2005).
Gejala CVS akan mulai dialami dan memburuk pada pengguna komputer
lebih dari 2 jam per hari (Broumand et al, 2008), 3 jam per hari (Kanitkar et al,
2005; Amalia et al, 2010), 4 jam per hari (Fenga et al, 2007; Uchina et al, 2008),
5 jam per hari (Hiroko 2007), dan 6 jam per hari (Shigenori et al, 2002).
Pada penelitian yang menggunakan indikator lama penggunaan komputer
secara terus-menerus, Parwati (2004) menyatakan gejala CVS timbul setelah 2
jam penggunaan komputer terus-menerus. Penelitian Hiroko (2007) menunjukkan
variasi 1-4 jam penggunaan komputer atas kejadian CVS. Sen et al (2007)
menyatakan bahwa gejala CVS umumnya dikeluhkan setelah 3 jam penggunaan
komputer secara terus-menerus atau setelah 6 jam penggunaan komputer tidak
terus-menerus.
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH),
menyarankan untuk melakukan istirahat selama 15 menit setelah pemakaian
komputer selama 2 jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong
rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer
(Murtopo, 2005).
Penelitian Cahyono (2005) menemukan bahwa terdapat korelasi positif
radiasi komputer terhadap kelelahan mata pada petugas Operator Komputer
menyebabkan mata pedih dan sakit kepala. Selain itu gangguan kelelahan mata
juga dipengaruhi oleh jarak pandang pengguna komputer dengan layar monitor.
Survei yang dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) tahun 2004
membuktikan bahwa 61 % masyarakat Amerika mengalami permasalahan yang
sangat serius pada mata akibat bekerja dengan komputer dalam waktu lama. AOA
dan Federal Occupational Safety and Health Administration meyakini bahwa
Computer Vision Syndrome di masa mendatang akan sangat banyak dikeluhkan
para pekerja (Sheedy, 2004).
Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) merupakan salah
satu kantor pemerintah yang kebanyakan sifat pekerjaannya meliputi penyusunan
laporan, mempersiapkan dokumen-dokumen penting dan lain sebagainya. Dalam
hal ini, komputer sangat memegang peranan dalam menyelesaikan hal-hal
tersebut. Para pegawai Bappeda tak jarang harus lembur hingga dini hari untuk
menyusun laporan-laporan yang diperlukan. Berbeda dengan kantor-kantor
pemerintahan lainnya seperti misalnya dinas bina marga dan dinas perhubungan,
mayoritas pegawainya lebih banyak bekerja di lapangan. Disamping itu kondisi
ruang kerja yang terbatas, jarak monitor yang dekat maka peneliti tertarik
melakukan penelitian di kantor pemerintahan tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh lama terpapar dan jarak monitor
komputer terhadap gejala computer vision syndrome pada pegawai negeri sipil di
kantor pemerintah kota Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh lama terpapar
dan jarak monitor komputer terhadap gejala computer vision syndrome pada
1.4. Manfaat Penelitian
1. Dapat menjadi sumbangan informasi kepada kantor pemerintah khususnya
kepada para pegawainya untuk melakukan pengaturan waktu istirahat yang
tepat guna dan mengontrol jam penggunaan komputer agar tidak
menganggu kesehatan mata dan produktivitas kerja.
2. Sebagai masukan bagi kantor Bapedda dalam menetapkan maksimal jam
kerja dan waktu istirahat untuk meningkatkan kualitas perlindungan
kepada tenaga kerja.
3. Menambah data dan informasi khususnya tentang pengaruh lama terpapar
dan jarak monitor komputer terhadap gejala computer vision syndrome.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Lakrimasi
Air mata melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem
sekretori lakrimalis, distribusi oleh berkedip, evaporasi dari permukaan okular,
dan drainase melalui aparatus atau sistem ekskretori lakrimalis. Abnormalitas
salah satu saja dari keempat proses ini dapat menyebabkan mata kering (Kanski et
al, 2011).
2.1.1. Aparatus Lakrimalis
Aparatus atau sistem lakrimalis terdiri dari aparatus sekretori dan aparatus
ekskretori (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO, 2007), yaitu :
1. Aparatus Sekretorius Lakrimalis.
Aparatus sekretorius lakrimalis terdiri dari kelenjar lakrimal utama,
kelenjar lakrimal assesoris (kelenjar Krausse dan Wolfring), glandula
sebasea palpebra (kelenjar Meibom), dan sel-sel goblet dari
konjungtiva (musin). Sistem sekresi terdiri dari sekresi basal dan
refleks sekresi. Sekresi basal adalah sekresi air mata tanpa ada
stimulus dari luar sedangkan refleks sekresi terjadi hanya bila ada
rangsangan eksternal (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO,
2007).
2. Aparatus Ekskretorius Lakrimalis.
Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan
penguapannya sehingga hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi
(Sullivan, 2004). Dari punkta, ekskresi air mata akan masuk ke
kanalikulus kemudian bermuara di sakus lakrimalis melalui ampula.
Pada 90% orang, kanalikulus superior dan inferior akan bergabung
menjadi kanalikulus komunis sebeum ditampung dalam sakus
lakrimalis. Di kanalikulus, terdapat katup Rosenmuller yang berfungsi
untuk mencegah aliran balik air mata. Setelah ditampung di sakus
lakrimalis, air mata akan diekskresikan melalui duktus nasolakrimalis
terdapat katup Hasner untuk mencegah aliran balik (Sullivan et al,
2004; AOA, 2007).
Gambar 2.1. Anatomi Sistem Lakrimalis (Wagner et al, 2006)
2.1.2. Dinamika Sekresi Air Mata
Laju pengeluaran air mata dengan fluorofotometri sekitar 3,4 µL/menit
pada orang normal dan 2,8 µL/menit pada penderita mata kering (Eter et al, 2002).
Sedangkan menurut Nichols (2004), laju pengeluaran air mata adalah 3,8
µL/menit dengan interferometri. Antara dua interval berkedip, terjadi 1-2 %
evaporasi, menyebabkan penipisan 0,1 µm PTF dan 20% pertambahan
osmolaritas (On et al, 2006).
Distribusi volume air mata pada permukaan okular umumnya sekitar 6-7
µL yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni (Sullivan, 2002) :
1. Mengisi sakus konjungtiva sebanyak 3-4 µL.
2. Melalui proses berkedip sebanyak 1 µL akan membentuk TF dengan tebal
6-10 µm dan luas 260 mm².
3. Sisanya sebanyak 2-3 µL akan membentuk tear meniscus seluas 29 mm²
dengan jari-jari 0,24 mm (Yokoi et al, 2004). Menurut Wang et al (2006),
Ketebalan TF bersifat iregular pada permukaan okular sehingga tidak ada
ketebalan yang tepat untuk ukuran TF (Wang et al, 2006). Menurut Smith et al
(2000) ketebalan berkisar antara 7-10 µm sedangkan Pyrdal et al (1992)
menyatakan TF seharusnya memiliki ketebalan 35-40 µm dan mayoritas terdiri
dari gel musin.
Menurut Palakuru et al (2007), TF berada dalam keadaan paling tebal saat
segera setelah mengedip dan berada dalam keadaan paling tipis saat kelopak mata
terbuka. Dalam penelitian mereka, angka perubahan ketebalan ini menunjukkan
nilai yang sama dengan kelompok yang disuruh melambatkan kedipan matanya.
Mereka menyimpulkan hal ini disebabkan oleh refleks berair yang segera.
2.1.3. Mekanisme Distribusi Air Mata
Mengedip berperan dalam produksi, distribusi dan drainase air mata
(Palakuru et al, 2007). Berbagai macam teori mengenai mekanisme distribusi air
mata (AAO, 2007). Menurut teori Doane (1980), setiap berkedip, palpebra
menutup mirip retsleting dan menyebarkan air mata mulai dari lateral. Air mata
yang berlebih memenuhi sakus konjungtiva kemudian bergerak ke medial untuk
memasuki sistem ekskresi (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004). Sewaktu
kelopak mata mulai membuka, aparatus ekskretori sudah terisi air mata dari
kedipan mata sebelumnya. Saat kelopak mata atas turun, punkta akan ikut
menyempit dan oklusi punkta akan terjadi setelah kelopak mata atas telah turun
setengah bagian . Kontraksi otot orbikularis okuli untuk menutup sempurna
kelopak mata akan menimbulkan tekanan menekan dan mendorong seluruh air
mata melewati kanalikuli, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis dan meatus
inferior. Kanalikuli akan memendek dan menyempit serta sakus lakrimalis dan
duktus nasolakrimalis akan tampak seperti memeras. Kemudian setelah dua per
tiga bagian kelopak mata akan berangsur-angsur terbuka, punkta yang teroklusi
akan melebar. Fase pengisian akan berlangsung sampai kelopak mata terbuka
seluruhnya dan siklus terulang kembali (Doane, 1980). TF dibentuk kembali dari
kedipan mata setiap 3-6 detik. Saat kelopak mata terbuka, lapisan lemak ikut
2.1.4. Mekanisme Ekskresi Air Mata
Ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan penipisan PTF yaitu
absorbsi ke kornea (inward flow), pergerakan paralel air mata sepanjang
permukaan kornea (tangential flow) dan evaporasi (Nichols et al, 2005). Lain
halnya dengan Tsubota et al (1992), Mathers et al (1996), dan Goto et al (2003).
Mereka berpendapat bahwa evaporasi hanya berperan minimal menyebabkan
penipisan penipisan TF. Akan tetapi, Rolando et al (1983) menunjukkan bahwa
evaporasi berperan penting menyebabkan penipisan TF. Smith et al (2008)
menyebutkan bahwa hal ini bervariasi sesuai keadaan dan melibatkan kombinasi
berbagai mekanisme.
Laju evaporasi pada orang normal adalah 0,004 (Craig, 2000), 0,25 (Goto
et al, 2003), 0,89 (Mathers, 1996), 0,94 (Shimazaki, 1995), 1,2 (Tomlinson,
1991), 1,61 (Hamano, 1980), 1,94 (Yamada, 1990). Perlu waktu 3-5 menit untuk
ruptur PTF (Kimball, 2009).
2.1.5. Kedipan Mata
Delapan puluh persen dari mata berkedip secara sempurna, delapan belas
persen berkedip secara inkomplit dan dua persen twitch. Bila ditinjau berdasarkan
rangsang berkedip, berkedip terdiri dari tiga kategori, yaitu (Acosta et al, 1999;
Pepose et al, 1992; Delgado et al, 2003) :
1. Berkedip involunter yaitu berkedip secara spontan, tanpa stimulus dengan
generator kedipan di otak yang belum diketahui secara jelas.
2. Berkedip volunter yaitu secara sadar membuka dan menutup kelopak
mata.
3. Refleks berkedip adalah berkedip yang dirangang bila ada stimulus
eksternal melalui nervus trigeminus dan nervus fasialis.
Berkedip melibatkan dua otot yaitu muskulus levator palpebra superior
dan muskulus orbikularis okuli (AAO, 2007). Aktivitas berkedip melibatkan
nukleus kaudatus (Mazzone et al, 2010) dan girus presentralis media (Kato et al,
2003), dan inhibisi berkedip melibatkan korteks frontal (Stuss et al, 1999;
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penglihatan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penglihatan menurut Corwin
(2001) adalah sebagai berikut :
1. Usia, bertambahnya usia maka lensa mata berangsur-angsur kehilangan
elastisitasnya dan melihat ada jarak dekat akan semakin sulit. Hal ini akan
menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu
pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh.
2. Penerangan, pengaruh intensitas penerangan dengan penglihatan sangat
penting karena mata dapat melihat objek melalui cahaya yang dipantulkan
oleh permukaan objek tersebut. Luminasi adalah banyaknya cahaya yang
dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia
juga mempengaruhi kemampuan mata melihat objek. Pada usia tua
diperlukan intensitas penerangan yang lebih besar untuk melihat objek.
Tingkat luminasi juga mempengaruhi kemampuan membaca teks.
Semakin besar luminasi sebuah objek maka semakin besar juga rincian
objek yang dapat dilihat oleh mata. Bertambahnya luminasi sebuah objek
akan menyebabkan mata bertambah sensitif terhadap kedipan (flicker).
Faktor penerangan berpengaruh pada kualitas penerangan yang ditentukan
oleh kualitas dan kuantitas penerangan. Sifat penerangan juga ditentukan
oleh rasio kecerahan yaitu antara objek dan latar belakang. Penerangan
bisa bersumber dari penerangan langsung, misalnya dari penerangan
buatan (bola lampu), penerangan yang bersumber dari pantulan tembok,
langit-langit ruangan dan bagian permukaan meja kerja (Kroemer et al,
2000).
3. Silau (glare), adalah proses adaptasi berlebihan pada mata sebagai akibat
dari retina mata terpapar sinar yang berlebihan (Grandjean, 2000).
4. Ukuran pupil, supaya jumlah sinar yang diterima retina sesuai maka otot
iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh
memfokusnya lensa mata, mengecil ketika mata memfokus pada objek
yang dekat.
5. Sudut dan ketajaman penglihatan, sudut penglihatan (visual angle) sebagai
2.3. Komputer
Komputer adalah suatu alat elektronik yang mampu melakukan tugas
menerima input, mengolahnya, dan menyediakan output berupa hasil komputasi.
Hasil komputasi akan dikonversi menjadi data visual yang dapat dilihat dengan
menggunakan monitor atau Visual Display Terminal (Humaidi, 2005). Visual
Display Terminal (VDT) atau yang biasanya disebut dengan monitor adalah
bagian yang biasanya ditatap dan menimbulkan gangguan kesehatan mata pada
penggunaannya (Fauzia, 2004).
Penggunaan komputer baik desktop maupun laptop dalam bekerja sangat
membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya. Penggunaan komputer
dewasa ini sudah merambah semua lapisan masyarakat. Akhir-akhir ini
penggunaan laptop lebih diminati dibandingkan dengan desktop (Hendra et al,
2009).
Sekitar 90 % pelajar usia 5-17 tahun di Washington dan sekitar 60 % yang
berusia diatas 18 tahun menggunakan komputer setiap hari dengan mayoritas
menggunakan komputer untuk bekerja, belajar dan mengakses internet (De Bell et
al, 2006). Sekitar 100 juta penduduk Amerika Serikat menggunakan komputer
untuk pekerjaannya sehari-hari (Izquierdo, 2010).
Menurut Gartner (2002) dan Yates (2007) terdapat hampir 1 milyar
komputer yang digunakan di dunia. Di Indonesia, menurut Hoesin et al (2007),
sekitar 2500 orang di 16 kota menggunakan komputer untuk bekerja.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa penggunaan komputer telah menjadi
primadona untuk memudahkan pekerjaan di segala bidang karena sekitar 75 %
Gambar 2.2. Patofisiologi Terjadinya Kekeringan Mata Pengguna Komputer
2.4. Computer Vision Syndrome
Survei yang dilakukan oleh American Optometrist Association (AOA)
tahun 2004 menunjukkan bahwa 61 % masyarakat Amerika Serikat mengalami
permasalahan yang sangat serius pada penglihatan yang disebabkan oleh
Penggunaan Komputer
Kelopak mata berkedip Mata dipaksa fokus
Frekuensi berkedip ↓
Mata lelah
Hipofungsi lakrimal
Sementara
Akous ↓
Hiperosmolaritas
MAP, NFKb
IL-1, TNF-α, MMP-9
Kompensasi berkedip
Friksi permukaan okular
Kompensasi gagal Frekuensi berkedip ↓↓
Permukaan okular rusak
Evaporasi air mata ↑
Akous ↓, Musin ↓, Lipid↓
PTF tidak stabil
Break up time ↑
Rupture PTF ↑
Ruptur semakin luas
Evaporasi semakin ↑
penggunaan komputer dalam waktu lama (Sheedy, 2004; AOA, 2007). Banyak
penelitian menunjukkan timbulnya CVS pada pengguna komputer (Clayton et al,
2005, Khan et ql, 2005; Biljana et al, 2007). Sekitar 88-90% pengguna komputer
mengalami CVS (Sirikul et al, 2009; Chu et al, 2011). AOA dan Federal
Occupational Safety and Health Administration meyakini bahwa CVS di masa
mendatang akan sangat banyak dikeluhkan para pekerja (Sheedy, 2004).
Kumpulan gejala akibat bekerja dengan menggunakan komputer dalam
jangka waktu lama dikenal dengan istilah Computer Vision Syndrome (AOA,
2003; Miller, 2004; Wimalasundera, 2006; Madhan, 2009).
Gejala CVS dibedakan menjadi tiga bagian yaitu gejala pada mata, gejala
muskuloskeletal dan gejala umum (AOA, 2007). Sekitar 75-90 % pengguna
komputer mengeluhkan gejala oftalmikus (Anshel, 2007). Di Indonesia, menurut
Amalia (2010), pengguna komputer yang mengeluhkan gejala oftalmikus
sebanyak 92,9 %.
Jenis-jenis gejala oftalmikus yang dapat dialami adalah mata lelah (asthenopia),
mata kering, merah, kabur, tegang, mata terasa terbakar dan berair (Sitzman,
2005; Blehm et al, 2005; Barar et al, 2007, Bali et al, 2007; Chu et al, Megwas et
al, 2009).
Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam
waktu yang lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke bola mata, juga
dikarenakan mata seorang pekerja ketika menatap komputer maka kedipan mata
berkurang sebesar 2/3 kali lebih sedikit dibandingkan normal. Berkurangnya
kedipan menyebabkan mata menjadi kering, teriritasi, tegang, lelah dan terasa
terbakar (Wardhana, 1996; Sitzman, 2005).
Menurut Sheedy (2003), gejala oftalmikus pada CVS dibagi menjadi dua
yakni gejala internal meliputi sakit dan tegang pada bola mata serta gejala
eksternal yaitu mata seperti terbakar, iritasi, kering disertai refleks pengeluaran
airmata.
Zunjic (2004) menunjukkan 80 % pengguna komputer mengeluhkan gejala
2.5. Visual Strain
Ketegangan mata yang berlebihan dapat menimbulkan efek yaitu
kelelahan mata dan kelelahan umum. Kelelahan visual terdiri dari semua gejala
yang muncul setelah stress yang berlebihan. Menurut Pearce (2007), kelelahan
visual terbentuk karena :
1. Iritasi yang membakar diiringi dengan lakrimasi.
2. Pandangan ganda.
3. Sakit kepala.
4. Daya akomodasi dan konvergensi berkurang.
5. Ketajaman visual, sensitivitas terhadap kontras dan kecepatan persepsi
berkurang.
Gejala yang menyakitkan secara komparatif ini terjadi khususnya karena
hal-hal yang berat seperti membaca teks yang tidak tercetak dengan baik, cahaya
yang tidak cukup, pencahayaan dengan lampu yang berkedip-kedip atau
penyimpangan optik seperti hipermetropia. Orang tua tentunya rentan terhadap
kelelahan visual.
Apabila kondisi seperti diatas dibiarkan berlarut maka akan timbul efek :
1. Berakibat kelelahan visual yaitu keadaan mata yang ditandai dengan
adanya perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktifitas motoris,
respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata.
2. Terjadi banyak kesalahan kerja.
3. Kualitas kerja menjadi berkurang.
4. Menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas.
5. Meningkatkan kecelakaan kerja.
2.6. Kelelahan Mata
Kelelahan mata adalah suatu keadaan mata yang ditandai dengan adanya
perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktifitas motoris, respirasi, perasaan
sakit dan berat pada bola mata, sehingga mempengaruhi kerja fisik maupun kerja
mental (Grandjean, 2000). Kelelahan dapat menyebabkan seseorang kurang
berjalan maju mundur diantara talamus dan korteks serebri tidak berfungsi secara
optimal yang menyebabkan kesiapsiagaan menurun (Sutajaya, 2004).
Kelelahan mata dikenal sebagai asthenopia yaitu ketegangan okular atau
ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan pada mata dan sakit kepala
sehubungan dengan penggunaan mata secara intensif. Terdapat tiga jenis
asthenopia yaitu asthenopia akomodatif, asthenopia muskuler dan asthenopia
neurastenik. Pada pengguna komputer termasuk ke dalam asthenopia akomodatif
dimana hal ini disebabkan oleh kelelahan otot siliaris (Ilyas, 2003).
Menurut Corwin (2001) upaya mata yang melelahkan menjadi penyebab
kelelahan mental. Gejala meliputi sakit kepala, penurunan intelektual, daya
konsentrasi dan kecepatan berpikir. Lebih dari itu, bila mata pengguna komputer
mencoba mendekatkan objek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi
dipaksa dan mungkin terjadi pandangan rangkap atau kabur. Hal ini menimbulkan
sakit kepala di sekitar daerah atas mata.
Susila (2001) juga menyatakan, apabila melihat obyek pada jarak dekat maka
mata akan mengalami konvergensi. Konvergensi mata ini berusaha menempatkan
bayangan pada daerah retina yang sama di kedua bola mata. Bila usaha ini gagal
mempertahankan konvergensi maka bayangan akan jatuh pada dua tempat yang
berbeda pada retina. Bila diteruskan ke otak maka orang akan melihat dua obyek.
Penglihatan tersebut menyebabkan rasa tidak nyaman.
Ketajaman penglihatan juga dapat turun sewaktu-waktu terutama pada saat
daya tahan tubuh menurun atau mengalami kelelahan. Gejala umum lainnya yang
sering dikeluhkan akibat kelelahan mata adalah sakit punggung, sakit pinggang
dan vertigo (Mangunkusumo, 2002).
Disamping itu, menurut Mangunkusumo (2002), kelelahan mata juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan atas faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor-faktor tersebut yaitu :
A. Faktor Intrinsik : merupakan faktor yang berasal dari tubuh yang terdiri
atas :
a. Faktor Okular yaitu kelainan mata berupa ametropia dan heteroforia.
Ametropia adalah kelainan refraksi pada mata kiri dan mata kanan
penglihatan dua mata tidak sejajar sehingga kontraksi otot mata untuk
mempertahankan koordinasi bayangan yang diterima dua mata
menjadi satu bayangan lebih sulit. Apabila hal ini berlangsung lama
maka akan menyebabkan kelelahan mata.
b. Faktor Konstitusi yaitu faktor yang disebabkan oleh keadaan umum
seperti tidak sehat atau kurang tidur.
B. Faktor Ekstrinsik : terdiri atas empat hal yaitu :
a. Kuantitas Iluminasi ; cahaya yang berlebihan dapat menimbukan silau,
pandangan terganggu dan menurunnya sensitivtas retina.
b. Kualitas Iluminasi ; meliputi kontras, sifat cahaya (flicker) dan warna.
Kontras berlebihan atau kurang, cahaya berkedip atau menimbukan
flicker dan warna-warna terang akan menyebabkan mata menjadi cepat
lelah.
c. Ukuran obyek yang dilihat ; obyek yang berukuran kecil memerlukan
penglihatan dekat sehingga membutuhkan kemampuan akomodasi
yang lebih besar. Jika hal ini terjadi terus-menerus, mata menjadi cepat
lelah.
d. Waktu kerja ; waktu kerja yang lama untuk melihat secara
terus-menerus pada suatu obyek dapat menimbulkan kelelahan.
2.7. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kelelahan,
keluhan subjektif dan produktivitas. Lingkungan yang nyaman dibutuhkan oleh
para pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif.
Kemampuan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intern
(dalam diri sendiri) dan ekstern (luar). Salah satu faktor dari luar adalah faktor
lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat di tempat kerja seperti
temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran
mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2000).
Temperatur ± 49º C, temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh dari
menurun, dapat mengurangi kelelahan fisik. Temperatur ± 30º C menyebabkan
daya tanggap mulai menurun dan cenderung membuat kesalahan dalam pekerjaan
dan menimbulkan kelelahan fisik. Temperatur ± 24º C adalah kondisi optimum
dan temperatur ± 10º C kelakuan fisik sudah mulai muncul. Dari penyelidikan
juga dapat diperoleh hasil bahwa produktivitas manusia akan mencapai tingkat
paling tinggi pada temperatur 24 ºC – 27º C (Wignjosoebroto, 2000).
Penerangan adalah merupakan faktor penting dalam sebuah ruangan
terutama pada pekerjaan membaca atau menulis. Sesuai dengan rekomendasi
intensitas penerangan untuk membaca dan menulis adalah 350-700 lux
(Wignjosoebroto, 2000). Menurut Grandjean (1993), penerangan yang tidak
didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan
selama bekerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat akan
mengakibatkan kelelahan mata, kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata
dan sakit kepala di sekitar mata, kerusakan organ mata, dan gangguan mata
lainnya.
Faktor lainnya adalah kelembaban yaitu banyaknya air dalam udara,
kelembaban ini berhubungan dan dipengaruhi oleh temperatur udaranya. Suatu
keberadaan dimana kelembaban udara tinggi dan udara panas akan menimbulkan
pengurangan panas tubuh secara besar-besaran. Pengaruh lainnya adalah semakin
cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen (Wignjosoebroto, 2000).
2.8. Lamanya Penggunaan Komputer Dengan Gejala Computer Vision Syndrome
Peningkatan jumlah keluhan oftalmikus dan lamanya waktu bekerja
ditemukan berkaitan erat (Nakazawa et al, 2002; Sen et al, 2007).
Penelitian di University of South Carolina mengkategorikan penggunaan
komputer menjadi tiga kategori yaitu ringan (kurang dari 2 jam), sedang (2-4
jam), dan berat (lebih dari 4 jam) per hari. Penelitian Taylor (2007), di 16 negara
di dunia menunjukkan rata-rata lama penggunaan komputer per harinya adalah
pengguna komputer menggunakan komputer secara terus-menerus tanpa istirahat
lebih dari 2 jam per harinya. Penelitian Hoesin et al (2007) di 16 kota di Indonesia
menunjukkan rata-rata penggunaan komputer di Indonesia kurang dari 5 janm per
hari. Di Bantul, 7 % pengguna komputer menggunakan komputer dalam intensitas
yang rendah, 3 % dengan intensitas sedang, 83 % dengan intensitas tinggi
(Indriawati et al, 2008). Penelitian Dewi et al (2009) di kantor Samsat Palembang
menunjukkan 75 % pekerja menggunakan komputer lebih dari 4 jam.
Parwati (2004) menyatakan gejala oftalmikus timbul setelah 2 jam
penggunaan komputer secara terus-menerus. Penelitian Hiroko (2007)
menunjukkan variasi 1-4 jam penggunaan komputer atas kejadian CVS.
Broumand et al (2008) menunjukkan perburukan gejala pada pengguna komputer
lebih dari 2 jam per hari. Penelitian Kanitkar et al (2005) dan Amalia et al (2010)
menunjukkan CVS dialami pengguna komputer lebih dari 3 jam per hari.
Penelitian Fenga et al (2007) menunjukkan mata kering mayoritas dialami
pengguna komputer lebih dari 4 jam per hari. Penelitian Nakazawa et al (2002)
menunjukkan peningkatan bermakna keluhan CVS pada pekerja pengguna
komputer lebih dari 5 jam per hari. Penelitian Hanne et al (1994) dan Shigenori et
al (2002) menunjukkan gejala CVS baru akan timbul pada pengguna komputer
lebih dari 6 jam. Penelitian Sen et al (2007) menunjukkan gejala CVS umumnya
dikeluhkan setelah 3 jam penggunaan komputer secara terus-menerus atau setelah
6 jam penggunaan komputer tidak terus-menerus.
GEJALA KELUHAN(%) SUMBER
Mata terasa kering 47 Jamaliah et al 2002
56 Hiroko, 2007
66 Dehghani et al, 2008
85 Murtopo et al, 2005
Mata lelah 46,4 Bhanderi et al, 2008
51 Fenga et al, 2007
65 Dehghani et al, 2008
76,8 Amalia et al, 2010
90,4 Shofwati et al, 2010
97,8 Bali et al, 2007
Mata terasa terbakar 28,1 Edema et al, 2010
79 Dehghani et al, 2008
Mata terasa perih 31,51 Megwas et al, 2009
Mata terasa gatal 5,48 Megwas et al, 2009
Mata merah 40,6 Edema et al, 2010
61,2 Bali et al, 2007
Mata berair 19,68 Megwas et al, 2009
56,8 Edema et al, 2010
66,4 Bali et al, 2007
Penglihatan kabur sesaat 5,1 Broumand et al, 2008
10,3 Megwas et al, 2009
10,96 Mocci, 2001
50 Edema et al, 2010
52 Sirikul et al, 2009
Fotofobia 34,8 Bali et al, 2007
Seperti ada benda asing 0 Megwas et al, 2009
Tabel 2.1. Proporsi Setiap Gejala CVS Yang Dialami Pengguna Komputer
2.9. Jarak Monitor Dengan Gejala Computer Vision Syndrome
Postur tubuh pada saat bekerja dengan komputer umumnya dalam posisi
duduk. Pengguna komputer harus mempertahankan postur tubuh dengan posisi
kepala, tangan dan telapak tangan pada keadaan yang tetap. Saat duduk, lutut akan
menekuk membentuk sudut 90º, begitupun pada paha dan batang tubuh. Sebagian
berat ditopang oleh ischial tuberosities.
Sejumlah keluhan dari gangguan sistem muskuloskeletal berhubungan
dengan postur tubuh. Daerah lumbal, leher, bahu dan lengan bawah meruupakan
tubuh. Rasa sakit tersebut dirasakan baik setelah pajanan dalam waktu singkat
ataupun lama. Biasanya rasa sakit pada daerah tersebut setelah meningkatnya
periode postural stress dan kurangnya istirahat pada daerah tersebut (Pheasant,
1991).
Untuk meminimalisasi timbulnya gejala CVS pada para pengguna
komputer adalah pengaturan jarak monitor dengan mata dan hal ini tidak lepas
dari ukuran huruf juga. Jarak ideal monitor komputer dengan mata pengguna
komputer adalah 50 cm. Agar sebuah tulisan dapat dibaca dengan nyaman serta
memperhatikan kemampuan mata orang yang akan membacanya, maka tulisan
harus tersusun oleh huruf-huruf yang sesuai. Besar kecilnya ukuran huruf
tergantung pada jarak pembaca yang kita inginkan. Huruf besar pada awal yang
diikuti oleh huruf kecil lebih mudah dibaca daripada huruf besar semua (Kroemer,
2000; Grandjean, 2000). Adapun rekomendasi tinggi huruf yang disarankan
adalah sebagai berikut
:
Jarak dari mata (mm) Tinggi huruf dan angka (mm)
<50 2,5
501-900 5,0
901-1800 9,0
1801-3600 18,0
3601-6000 30,0
Tabel 2.2. Rekomendasi Tinggi Huruf (Grandjean,2000; Kroemer, 2000)
3.0. Waktu ideal untuk istirahat
NIOSH (1981) dan OSHA (1997) menganjurkan setiap 2 jam
menggunakan komputer maka seorang pengguna komputer harus beristirahat 10
menit. Waktu istirahat lain yang dianjurkan cukup bervariasi yaitu 10 menit setiap
50 menit (Karowski, 1994), 10 menit setiap 1 jam (Kopardekar et al, 1984), 30
menit setiap 3,5 jam (Asfour, 1987), 5 menit setiap 1 jam (Kanitkar et al, 2005),
dan 15 menit setiap 2 jam (Adriana, 2008t). Istirahat 5 menit setiap 30 menit atau
tidak mengganggu pekerjaan dipilih 10 menit setiap 1 jam (Kopardekar et al,
1994).
Di Indonesia, waktu kerja maksimal adalah 8 jam, break 30 menit setiap 4
jam dan rest 8 jam (Menteri Tenaga Kerja RI, 1993). Belum ada regulasi secara
spesifik mengenai batas waktu penggunaan komputer bagi pekerja di Indonesia.
Di Belanda, pengguna komputer dibatasi menggunakan komputer maksimal 6 jam
per hari dan bahkan bagi pekerja Bank yang menggunakan komputer, jam kerja
dibatasi 5 jam per hari (Taylor et al, 2007).
Istirahat juga dapat diikuti dengan relaksasi menurut rumus 20-20-20 yang
artinya waktu istirahat 20 detik setiap 20 menit dengan cara melihat ke arah lain
yang berjarak kira-kira 20 kaki dan bisa sambil mengedipkan mata 10 kali.
Relaksasi mata lain adalah dengan cara melihat ke tempat yang jauh selama 10-15
detik kemudian melihat ke tempat yang dekat selama 10-15 detik dan ulangi
kembali selama 10 kali (Mayoclinic, 2006).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, istirahat adalah satu manuver yang paling
tepat untuk mencegah terjadinya gejala CVS akibat lama menggunakan komputer
(Balci et al, 2003; Blehm et al, 2005). Akan tetapi masih sedikit penelitian
mengenai jam istirahat yang ideal. Perlu diingat pula bahwa interupsi yang terlalu
sering akan membawa dampak yang kurang efektif terhadap pekerjaan yang
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
Umur, Jenis Kelamin, Suku
Lama Terpapar Komputer Gejala CVS
Jarak Monitor Komputer
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Variabel Independen
1. Lama terpapar komputer secara terus-menerus :
o Definisi operasional : penggunaan komputer secara kontinyu tanpa
selingan istirahat dalam satu hari.
o Cara pengukuran dengan metode kuesioner yaitu berdasarkan
jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden pada lembar
kuesioner.
o Alat ukur berupa kuesioner dengan pertanyaan : berapa jam dalam
sehari Anda bekerja terus-menerus di depan komputer?
o Hasil pengukuran yang didapat berupa jam penggunaan komputer
secara terus-menerus dalam satu hari.
2. Penggunaan komputer rata-rata dalam sehari.
o Definisi operasional : rata-rata jumlah waktu penggunaan
komputer per hari selama berada di kantor.
o Cara pengukuran dengan metode kuesioner yaitu berdasarkan
jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden pada lembar
kuesioner.
o Alat ukur berupa kuesioner dengan pertanyaan : Berapa jam
rata-rata Anda menggunakan komputer dalam sehari?
o Hasil pengukuran yang didapat berupa rata-rata jam penggunaan
komputer dalam sehari.
o Skala pengukuran dinyatakan dalam skala rasio.
3. Riwayat lama penggunaan komputer.
o Definisi operasional : lama waktu penggunaan komputer sejak
pertama kali menggunakan komputer sehingga hari ini.
o Cara pengukuran dengan metode kuesioner yaitu berdasarkan
jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden pada lembar
kuesioner.
o Alat ukur berupa kuesioner dengan pertanyaan : Sudah berapa
lama Anda menggunakan komputer?
o Hasil pengukuran yang diperoleh berupa lama tahun penggunaan
komputer.
o Skala pengukuran dinyatakan dalam skala rasio.
4. Jarak monitor komputer.
o Definisi operasional : adalah jarak pandang mata pegawai negeri
sipil dengan layar monitor yang dinyatakan dalam sentimeter.
o Cara pengukuran dengan metode kuesioner yaitu berdasarkan
jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden pada lembar
kuesioner.
o Alat ukur berupa kuesioner dengan pertanyaan : Dalam sentimeter,
o Hasil pengukuran yang diperoleh berupa jarak (sentimeter).
o Skala pengukuran dinyatakan dalam skala rasio.
5. Indeks penggunaan komputer.
o Indeks penggunaan komputer adalah angka yang menunjukkan
seberapa berat penggunaan komputer.
o Cara pengukuran adalah dengan metode angket yaitu berdasarkan
jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden pada instrumen
kuesioner. Kemudian hasil yang diperoleh akan dihitung dengan
menggunakan rumus (Tatemichi et al, 2004), yakni sbb :
Indeks pengunaan komputer = A x B
dimana : A : riwayat penggunaan komputer (tahun) dengan
riwayat penggunaan komputer 1-4 tahun bernilai 1 ; 5-8 tahun
bernilai 2 ; 9-12 tahun bernilai 3 dan > 12 tahun bernilai 4.
B : rata-rata penggunaan komputer dalam satu hari
(jam). Rata-rata jam penggunaan 1-5 jam bernilai 1; 6-10 jam
bernilai 2 ; 11-15 jam bernilai 3 dan >15 jam bernilai 4.
o Hasil pengukuran yang diperoleh berupa nilai indeks penggunaan
komputer yang dikategorikan. Kategori hasil pengukuran berupa :
o Pengguna komputer ringan : skor
IPK 1-4.
o Pengguna komputer sedang : skor
IPK 5-8.
o Pengguna komputer berat : skor
IPK 9-16.
o Alat ukur adalah kuesioner dengan dua pertanyaan : Berapa jam
rata-rata Anda menggunakan komputer dalam sehari? Serta Sudah
berapa lama Anda menggunakan komputer?
3.2.2. Variabel Dependen
o Gejala-gejala computer vision syndrome.
o Gejala-gejala computer vision syndrome adalah kumpulan gejala pada pengguna komputer yang meliputi mata kering, mata lelah,
mata seperti terbakar, mata perih, mata terasa gatal, mata merah,
mata berair, penglihatan kabur sesaat (membaik dengan berkedip)
dan sensitif terhadap cahaya, sakit kepala, sakit pada leher dan
bahu, kabur dekat dan jauh, penglhatan ganda, sakit pada punggug
badan, mata terasa tegang dan berat, badan terasa lelah dan
kecapekan, tulisan terlihat menyatu (Begley et al, 2000, Jamaliah
et al, 2002, Fenga et al, 2007, Garcia et al, 2007).
o Cara pengukuran adalah dengan cara menjumlahkan berapa gejala
yang dilingkari oleh responden dalam kuesioner. Setiap gejala yang
dilingkari diberikan skor 1 (Fenga et al, 2007, Salamanca et al,
2010).
o Alat ukur adalah kuesioner yang berisi 15 gejala computer vision
syndrome.
o Hasil pengukuran yang diperoleh berupa nilai jumlah gejala dengan
skor minimum 0 dan skor maksimum 15.
o Skala pengukuran dinyatakan dalam skala rasio.
3.3. Hipotesa
o Semakin lama terpapar dengan komputer maka akan semakin banyak
gejala computer vision syndrome yang dirasakan.
o Semakin dekat jarak mata ke monitor komputer maka semakin berat
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik dengan studi cross sectional yang
bertujuan menganalisis pengaruh lama terpapar dan jarak monitor komputer
terhadap gejala computer vision syndrome pada pegawai negeri sipil di kantor
pemerintah kota Medan, dimana proses pengambilan data dilakukan pada satu
saat tertentu (point time approach) (Sastroasmoro, 2008).
4.2. Lokasi dan Waktu penelitian
4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor Bappeda Provsu di kota Medan dengan
pertimbangan secara umum pegawai kantor pemerintah tersebut secara
terus menerus menggunakan komputer dan beresiko terhadap terjadinya
gejala computer vision syndrome. Pertimbangan kedua adalah belum
pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh lama terpapar dan jarak
monitor komputer terhadap gejala computer vision syndrome pada
pegawai negeri sipil.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini diawali dengan penelusuran pustaka, penyusunan proposal,
sidang proposal, pengumpulan dan pengolahan data hingga seminar hasil
terhitung bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Juni 2012.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi target adalah seluruh pegawai negeri sipil yang bekerja di kantor
Bappeda yaitu sebanyak 170 orang.. Populasi terjangkau pada penelitian ini
(Schaefer et al, 2009) yang mayoritas melakukan aktivitas sehari-hari di depan
komputer.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi terjangkau
yang memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah :
1. Kriteria Inklusi.
- Pegawai negeri sipil yang menggunakan komputer secara rutin setiap
hari minimal 3 jam secara terus menerus.
- Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan (informed consent).
2. Kriteria Eksklusi.
- Pegawai negeri sipil yang menggunakan lensa kontak.
- Pegawai negeri yang menderita penyakit yang mempengaruhi sekresi
air mata.
- Pegawai negeri sipil yang mengalami gangguan berkedip.
- Pegawai negeri sipil yang mengalami infeksi pada kelopak mata dan
kornea.
- Pegawai negeri sipil yang pernah menjalani operasi mata.
- Pegawai negeri sipil yang kerap menggunakan obat tetes mata.
- Tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dimana
semua sampel yang didapat dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Wahyuni, 2007).
Adapun jumlah sampel yang diperoleh adalah sebanyak 41 orang.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
diperoleh dari sampel penelitian melalui metode angket dengan instrumen
kuesioner.
Sebelum mengisi kuesioner, sampel yang memenuhi kriteria inklusi akan
dijelaskan mengenai informed consent. Setelah menyetujui informed consent,
unsur-unsur kriteria eksklusi akan ditanyakan kepada sampel. Sampel yang
memenuhi kriteria inklusi dan bersedia untuk menjadi responden akan
dipersilahkan mengisi instrumen kuesioner.
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
4.5.1. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan.
Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning dan saving.
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data
belum lengkap, ataupun ada kesalahan data maka dilengkapi dengan menanyakan
kembali kesediaan pegawai negeri sipil untuk melengkapi data. Coding berarti
mengoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti
secara manual sebelum diolah dengan komputer. Setelah itu data akan
dimasukkan (entry) ke program Statistic Package for Social Science (SPSS).
Pada tahapan selanjutnya, cleaning , semua data yang telah dimasukkan ke dalam
komputer diperiksa kembali guna menghindari terjadinya kesalahan dalam
pemasukan data. Data yang telah benar-benar tepat akan disimpan (saving) dan
siap dianalisis.
4.5.2. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menjelaskan dan menggambarkan seluruh
variabel penelitian. Penyajian akan didistribusikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi.
Analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen
dan variabel independen. Pengaruh lama terpapar dengan komputer secara terus
menerus, rata-rata lama terpapar dengan komputer dalam sehari, jarak monitor
metode uji korelasi Pearson. Batas kemaknaan yang ditetapkan adalah 5 %.
Tingkat hubungan korelasi ditentukan dengan kriteria :
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,0 – 0,199 Sangat rendah
0,2 – 0,399 Rendah
0,4 – 0,599 Sedang
0,6 – 0,799 Kuat
0,8 – 1,0 Sangat kuat
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor Bappeda Provinsi Sumatera Utara.
Bappeda merupakan badan Pemerintah yang bertugas di dalam menyusun
perencanaan daerah khususnya daerah Sumatera Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Responden yang diperoleh dalam penelitian ini berjumlah 41 orang.
Distribusi frekuensi responden meliputi jenis kelamin, umur, suku, memakai
kacamata, komputer yang digunakan, jarak monitor dengan mata, posisi monitor
yang dapat dilihat pada tabel 5.1.
Karakteristik f (orang) %
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
33
8
80,49
19,51
Total 41 100
Umur
20-29
30-39
40-49
12
21
8
29,27
51,22
19,51
Suku Batak Mandailing Jawa Melayu Aceh Karo Minang Sunda 15 7 10 4 1 2 1 1 36,59 17,07 24,39 9,76 2,44 4,88 2,44 2,44
Total 41 100
Memakai Kacamata Ya Tidak 10 31 24,39 75,61
Total 41 100
Komputer Yang Digunakan Desktop Laptop 33 8 80,49 19,51
Total 41 100
Jarak Monitor Dengan
Mata
< 50 cm
50 cm
33
8
80,49
19,51
Total 41 100
Posisi Monitor Diatas mata Sejajar mata Dibawah mata 0 41 0 0 100 0
[image:48.595.106.522.87.702.2]Total 41 100
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi karakteristik Pegawai Negeri Sipil
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Jenis Kelamin
Pada tabel diatas terlihat bahwa Pegawai Negeri Sipil yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 33 orang (80,49 %) dan perempuan sebanyak 8 orang
(19,51 %).
2. Umur
Karakteristik umur Pegawai Negeri Sipil yang didapat melalui kuesioner
ini berkisar antara 20-49 tahun. Pengkategorian umur menjadi 3 bagian
menunjukkan bahwa Pegawai Negeri Sipil dengan jumlah terbanyak adalah
Pegawai Negeri Sipil yang berusia 30-39 tahun yaitu sebanyak 21 orang (51,22
%), sedangkan jumlah yang paling sedikit adalah di rentang umur 40-49 tahun
yakni sebanyak 8 orang (19,51 %). Hal ini menunjukkan lebih banyak usia muda
yang bekerja berlama-lama di depan komputer dalam mengerjakan tugas-tugas
yang ada di kantor pemerintah tersebut dibandingkan usia tua.
3. Suku
Mayoritas Pegawai Negeri Sipil di kantor Pemerintah tersebut bersuku
Batak yaitu sebanyak 15 orang (36,59 %). Hal ini sesuai dengan mayoritas
kelompok suku terbanyak yang terdapat di kota Medan. Kelompok suku kedua
terbanyak yaitu suku Jawa sebanyak 10 orang (24,39 %), suku Mandailing
sebanyak 7 orang (17,07 %), suku Melayu 4 orang (9,76 %) sedangkan suku Karo
sebanyak 2 orang (4,88 %). Kelompok suku terkecil pada distribusi ini adalah
suku Aceh, Minang dan Sunda yaitu masing-masing 1 orang (2,44 %)