• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Wartawan Yang Bertugas Di Wilayah Konflik Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Wartawan Yang Bertugas Di Wilayah Konflik Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam sejarah kehidupan politik manusia, peristiwa yang banyak dicatat adalah perang dan damai, peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama dalam literatur-literatur politik dan juga hubungan internasional berkisar antara dua macam interaksi tersebut. Ungkapan bahwa peace to be merely a respite between wars menunjukkan, situasi perang dan damai terus silih berganti dalam interaksi manusia. Hasil penelitian Zeev Maoz yang dikutip Holstoi, menunjukkan bahwa sejak Kongres Viena 1815 hingga tahun 1976, telah terjadi 827 macam konflik, 210 diantaranya terjadi di abad ke-19 dan sisanya 617 terjadi di abad ke-20.9

Dalam Buku edisi sebelumnya Holsti mengutip data Quincy Wright yang mengidentifikasi perang di Negara-negara barat sejak 1480 hingga 1940 sebanyak 278 peristiwa10 dari kedua data ini, Wright dan Maoz mempunyai kesimpulan yang sama yaitu bahwa periode paling damai terjadi pada pada masa setelah perang napoleon sampai dengan Perang Dunia I. Lebih lanjut, Maoz menyimpulkan periode paling tinggi tingkat konfliknya terjadi setelah Perang Dunia ke II.11

Secara definitif, perang adalah suatu kondisi tertinggi dari bentuk konflik antar manusia. Dalam studi internasional, perang secara tradisional adalah

      

9 K.J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, 6th edition New jersey;

Prentice Hall Inc, 1992, hal. 351.

10 K.J Holsti, Politik Internasional : Kerangka Analisa, Terjemahan, Jakarta Pedoman

Ilmu Jaya, 1987, hal. 590.

(2)

penggunaan kekerasan yang terorganisasi oleh unit-unit politik dalam sistem internasional. Perang akan terjadi apabila Negara-negara dalam situasi konflik dan saling bertentangan merasa bahwa tujuan-tujuan eksklusif mereka tidak tercapai, kecuali dengan cara-cara kekerasan12. konsep-konsep seperti krisis, ancaman, penggunaan kekerasan, aksi gerilya, penaklukan, pendudukan bahkan teror.

Ada 5 tahap dalam definisi konflik yaitu:

1. Situasi stabil damai yang didefinisikan sebagai stabilitas politik tingkat tinggi dan legitimasi rezim yang terarah;

2. Situasi ketegangan politik yang didefinisikan sebagai meningkatnya tahap ketegangan sistemik dan semakin terbelahnya faksi-faksi sosial dan politik;

3. Tahap konflik politik dengan kekerasan yang mengarah pada krisis politik seiring dengan merosotnya legitimasi politik dan semakin diterimanya politik faksional dengan kekerasan;

4. Konflik intensitas rendah, yaitu perseteruan terbuka dan Konflik bersenjata, antara faksi, tekanan-tekanan rezim, dan pemberontakan-pemberontakan.

5. High-Intensity Conflict, yaitu perang terbuka antar kelompok dan atau penghancuran misil, serta pengungsian penduduk sipil yang lebih dari 1000 orang terbunuh.13

Perang merupakan perilaku mendasar dalam interaksi manusia yang didorong oleh naluri agresi, sebab-sebab sosial dan politik, serta peristiwa-peristiwa perang dan jumlah korban, namun selain sisi agresif, manusia juga

      

12 Graham Evans and Jeffrey Newnham, The Penguin Dictionary of International

Relations, London; Penguin Books, 1998, hal. 565.

13 Hugh Miall, Oliver Ramsbotham, Tom Woodhouse, Contemporary Conflict

(3)

mempunyai kecenderungan untuk hidup berdampingan dan mengontrol konflik serta mengembangkan simpati dan empati serta melakukan perang dengan cara-cara yang beradab, dengan pemikiran itulah maka muncul ide untuk membuat aturan-aturan yang dapat mengurangi penderitaan yang terjadi di dalam perang

Hukum Humaniter internasional (HHI), sebagai salah satu bagian hukum internasional merupakan salah satu alat dan cara yang dapat digunakan oleh setiap Negara, termasuk oleh Negara damai atau Negara netral, untuk ikut serta mengurangi penderitaan yang dialami oleh masyarakat akibat perang yang terjadi di berbagai Negara. Dalam hal ini HHI merupakan suatu instrumen kebijakan dan sekaligus pedoman teknis yang dapat digunakan oleh semua aktor internasional untuk mengatasi isu internasional berkaitan dengan kerugian dan korban perang

Mengurangi penderitaan korban perang tidak cukup dengan membagikan makanan dan obat-obatan, tetapi perlu disertai upaya mengingatkan para pihak yang berperang agar operasi tempur mereka dilaksanakan dalam batas-batas perikemanusiaan. Hal tersebut dapat terlaksana apabila pihak-pihak yang terkait menghormati dan mempraktikkan HHI karena HHI memuat aturan tentang perlindungan korban konflik serta tentang pembatasan alat dan cara perang.

(4)

oleh Negara yang sedang berperang maupun yang tidak terlibat dalam peperangan.

Walaupun HHI merupakan aturan-aturan yang akan akan diberlakukan pada waktu perang, persiapan pelaksanaannya harus disiapkan semenjak masa damai, baik oleh masing-masing Negara maupun dalam hubungan antarnegara. Demikian telah disepakati oleh masyarakat internasional, sebagaimana termuat dalam berbagai perjanjian internasional HHI. Kesepakatan tersebut dapat dipahami mengingat, pada waktu perang kesempatan mempersiapkan pelaksanaan HHI akan semakin berkurang dibanding keinginan para pihak untuk mengejar tujuan perang masing-masing.

Istilah hukum humaniter internasional atau HHI sering digunakan secara bergantian di dalam berbagai dokumen dan literatur. Istilah ini digunakan dalam Protokol Tambahan I/1977 atas Konvensi-konvensi Jenewa 19549 tentang perlindungan korban sengketa bersenjata internasional. Secara rinci ICRC menguraikan maksud dari istilah ini sebagai berikut :

(5)

itu ICRC juga sering menggunakan istilah hukum sengketa bersenjata (law of armed conflict) sebagai alternatif dari istilah HHI.

Istilah Hukum Humaniter merupakan istilah baru yang mulai dikenal di Indonesia pada akhir tahun 70-an sehingga tidaklah mengherankan apabila masih banyak yang belum mengetahui artinya. Dalam rangka lebih mengenalkan Hukum Humaniter dan sekaligus menyebarluaskan isinya, pada permulaan tahun 1980 pemerintah indonsia, yang menjadi pihak dalam konvensi-konvensi Jenewa 1949, merasa perlu untuk memenuhi kewajibannya untuk memperkenalkan isi konvensi. Untuk kepentingan itu dibentuklah suatu Panitia Tetap Penerapan dan Penelitian Hukum Humaniter yang mempunyai tugas antara lain merumuskan pokok-pokok kebikjasanaan mengenai keseragaman penyebarluasan Hukum Internasional Humaniter melalui pendidikan dan penerangan.

(6)

Hukum Humaniter Internasional yang dahulu dikenal sebagai Hukum Perang atau Hukum Sengketa Bersenjata adalah sebagai salah satu cabang dari Hukum Internasional Publik. Hukum ini memiliki usia sejarah yang sama tuanya dengan peradaban umat manusia. Pada dasarnya segala peraturan tentang perang terdapat dalam pengaturan tentang tingkah laku, moral, dan agama. masing-masing agama seperti Islam, Kristen, Budhha, Yahudi memuat segala aturan mengenai hal yang bersangkutan dengan ketiga hal diatas.

Salah satu contohnya di dalam Agama Islam, berperang dalam ajaran Islam hanya boleh dilakukan jika dalam keadaan terdesak untuk mempertahankan diri dan tidak pernah digunakan sebagai satu kegiatan menyerang umat lain14, Perundangan-undangan tentang berperang terdapat pada dalil Al-Qur’an dan hadits, dan walaupun islam dalam situasi yang telah disinggung mengizinkan, namun agama islam tidak membiarkan peperangan yang dilegalkan itu tanpa batasan dan etika. Adapun prinsip pembedaan kombatan dan warga sipil ini juga sebenarnya telah termaktub di dalam Al-Qur’an lebih dari 10 abad sebelum adanya formulasi HHI yang baru muncul pada tahun 1864, yakni firman Allah SWT :

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,

(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang melampaui batas”15

Dalam tafsir al-Qurthubi, sahabat Ibnu Abbas Ra, Umar bin Abdul Azis dan Mujahid menafsirkan ayat diatas sebagai berikut :

      

(7)

“Perangilah orang yang dalam keadaan sedang memerangimu,dan jangan

melampaui batas sehingga terbunuhnya perempuan, anak-anak,tokoh agama dan

semisalnya.”

Atas dasar inilah maka segala bentuk pertempuran hanya terjadi di kalangan, dan dibatasi untuk kombatan (tentara) yang memang bertugas untuk berperang. adapun warga sipil dan non kombatan serta objek-objek dan fasilitas sipil, kesemuanya harus dilindungi dari akibat destruktif yang ditimbulkan dari suatu peperangan atau konflik bersenjata. Nabi Muhammad SAW juga telah mengeluarkan instruksi yang jelas untuk memberikan perawatan terhadap tawanan perang yang terluka. Sejarah mencatat bagaimana umat islam saat itu menangani tawanan pertama selepas Perang Badar pada 624 Masehi. Sebanyak 70 orang tawanan Makkah yang ditangkap dalam perang itu dibebaskan dengan atau tanpa tebusan.

Contoh lainnya di dalam Tradisi Agama Yahudi ada ketentuan sebagai berikut:

“The Jewish tradition is clear that before declaring war or starting battle,there

must be an attempt to make peace-any military action without doing this is

probably unlawful (Deuteronomy,20:10)”

(8)

Ketentuan-ketentuan ini sebenarnya sudah ada di setiap peradaban, peradaban bangsa romawi mengenal konsep perang yang adil (just war). Jean Jacquez Rosseau mengatakan bahwa perang harus berlandaskan pada moral. Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam bukunya yang berjudul The Social Contract.inilah yang kemudian menjadi konsep dari Hukum Humaniter Internasional. Lalu, pada Abad ke -19, landasan yang diberikan oleh J.J Rosseau ini kemudian diikuti oleh Henry Dunant yang tak lain adalah initiator organisasi Palang Merah.Pada akhirnya, Negara-negara membuat suatu kesepakatan tentang peraturan-peraturan internasional yang bertujuan untuk menghindari penderitaan sebagai akibat dari perang. Peraturan-Peraturan yang diciptakan dibuat dalam suatu Konvensi, dan disetujui untuk dipatuhi bersama.

Sejak saat itu, terjadi perubahan dari sifat pertikaian bersenjata dan daya merusak yang disebabkan dari penggunaan senjata modern. Pada akhirnya menyadarkan perlunya suatu perbaikan serta perluasan Hukum Humaniter.sangat tidak mungkin menemukan bukti dokumenter, kapan dan dimana aturan-aturan hukum humaniter itu timbul, dan bahkan lebih sulitnya lagi adalah menyebutkan “pencipta” dari hukum humaniter tersebut16. dikatakan diawal bahwa Hukum Humaniter berusia sama tuanya dengan peradaban umat manusia.

Banyak terjadi perkembangan terhadap salah satu cabang hukum internasional ini, terhadap bentuknya yang sekarang, hukum humaniter internasional telah mengalami perkembangan yang sangat panjang dan pesat dan seiring berjalannya waktu, berbagai upaya telah dilakukan untuk memanusiawikan

      

16 Hans-Peter Gasser, International Humanitarian Law ,An Introduction, Paul Haupt

(9)

perang. upaya-upaya tersebut dapat dibagi dalam tahapan-tahapan perkembangan hukum humaniter, yang terdiri atas:

1. Zaman Kuno

Pada masa ini perang tidak memberikan kesan yang mengerikan bagi para pihak yang berperang serta orang-orang yang berada didaerah peperangan.Karena, di masa ini, seluruh pemimpin militer memberi perintah kepada para pasukan untuk menyelamatkan musuh yang tertangkap, memperlakukan setiap mereka dengan baik, menyelamatkan penduduk sipil dari pihak musuh.saat waktu penghentian konflik, para pihak yang bersengketa membuat suatu kesepakatan yang mengharuskan mereka untuk memperlakukan tawanan perang dengan baik17

Pada masa ini juga membiasakan untuk memberi peringatan terlebih dahulu kepada pihak musuh sebelum perang dimulai, Untuk menghindari luka yang berlebihan maka ujung panah dilarang untuk diarahkan ke hati. Bila ada yang terbunuh atau terluka, maka pepeangan wajib diberhentikan selama 15 hari. Seiring berjalannya waktu, upaya-upaya tersebut tetap berkembang dan tentunya mengalami perubahan sedikit demi sedikit. Hal ini dikemukakan oleh Jean Pictet ,antara lain:

a. diantara bangsa-bangsa Sumeria, perang telah menjadi satu lembaga yang terorganisir, Hal ini ditandai dengan adanya pernyataan perang arbitrasi, kekebalan utusan musuh serta perjanjian perdamaian.

      

(10)

b. dalam kebudayaan mesir kuno, tergambar adanya perintah untuk memberikan makanan, minuman, pakaian, dan perlindungan kepada musuh. juga perintah untuk merawat seetiap orang yang sakit dan menguburkan yang mati.

c. dalam kebudayaan bangsa Hittie, perang dilakukan dengan sangat manusiawi karena hukum yang mereka miliki didasarkan keaslian serta integritas. para penduduk yang menyerah tidak akan diganggu serta apabila terdapat penduduk yang melakukan perlawanan akan ditindak tegas.

d. dalam kebudayaan india, para satria dilarang keras untuk membunuh musuh yang cacat atau menyerah, apabila ada yang luka, maka mereka harus dipulangkan ke tempat tinggal mereka setelah sebelumnya diobati. Pemakaian senjata yang dapat menusuk hati ataupun senjata yang beracun dan panah api sangat dilarang.

2. Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan, ajaran dari agama Kristen, Islam dan prinsip ksatria sudah mulai mempengaruhi eksistens dari hukum humaniter. oleh agama Kristen, hukum humaniter mendapat pengaruh berupa pandangan bahwa perang sebagai pembelaan diri dan menghapuskan kemungkaran.Ajaran Agama islam tentang perang dapat dilihat dalam Al-Qur’an surah al Baqarah,190.191,al Anfal 39,at-Taubah:5.al Haj 3918. Prinsip ksatria juga turut memberikan pengaruhnya kepada hukum humaniter. Bentuk pengaruh yang diberikan oleh prinsip ini ialah mengajarkan pentingnya pengumuman perang serta larangan penggunaan senjata tertentu.

      

18 Masjur Effendi, Moh Ridwan, Muslich Subandi, Pengantar dan Dasar-Dasar Hukum

(11)

3. Zaman modern

Zaman modern ditandai dengan praktek-praktek dari berbagai Negara yang kemudian berubah menjadi suatu hukum serta kebiasaan dalam berperang. Keadaan ini terjadi di abad ke-18 setelah berakhirnya perang napoleon sampai kepada pecahnya Perang Dunia I. yang menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah, lahirnya serta perkembangan hukum humaniter ialah berdirinya suatu organisasi kemanusiaan, yaitu palang merah yang dipromotori oleh Henry Dunant, selain berdirinya organisasi ini, penandatanganan Konvensi Jenewa 1864 juga menjadi tonggak penting terhadap perkembangan hukum humaniter, Konvensi Jenewa 1864 merupakan Konvensi mengenai Perbaikan Keadaan Tentara yang Luka di Medan Perang Darat.Tahun 1864 menjadi titik lahir untuk mengawali Konvensi-Konvensi Jenewa yang berikutnya, yang berhubungan tentang perlindungan terhadap korban perang. Salah satu contoh hukum perang tertulis yang dibuat menjelang lahirnya HHI modern adalah Lieber Code 1863. Instrumen Hukum yang dirancang oleh Lieber ini merupakan instruksi bagi tentara pemerintah amerika serikat pada waktu itu.

B. Asas, Prinsip, dan Sumber Hukum Humaniter Internasional

(12)

ini adalah Hukum Humaniter (International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict). Istilah yang muncul sebelum adanya penegasan akan hal ini adalah dahulu disebut Hukum Perang (Laws of War).kemudian berubah menjadi Hukum Sengketa Bersenjata(Laws of Armed Conflict) dan kemudian diubah untuk terakhir kalinya menjadi Hukum Humaniter.Munculnya istilah sah ini diharapkan tidak lagi menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat..

Sebagai bidang baru dalam Hukum Internasional, terdapat berbagai rumusan atau definisi tentang hukum Humaniter serta ruang lingkupnya yang berasal dari para sarjana. Rumusan serta ruang lingkup ini ditujukan untuk mempermudah pemahaman terhadap salah satu cabang hukum internasional yang bersifat publik ini. Hukum Humaniter Internasional dalam arti luas adalah ketentuan hukum yang konstitusional baik yang tertulis dan adat, yang menjamin penghormatan terhadap individu dan kesejahteraannya.

Salah satu pembahasan yang terdapat dalam hukum internasional adalah mengenai ajaran “just war”. Melalui ajaran ini,maka hukum humaniter dibagi dalam dua bagian,yaitu:

1. Jus ad bellum yang berarti hukum tentang perang

2. Jus in bello yang berarti hukum yang berlaku dalam perang

(13)

Ketentuan dalam Jus in bello dijabarkan lagi dalam 2(dua) ketentuan lagi,yakni:

a. Ketentuan mengenai tata cara dilakukannya perang (conduct of war) dan alat-alat yang dibenarkan dipakai untuk berperang. ketentuan ini secara umum disebut sebagai Hukum Den Haag atau The Hague Laws yang terdapat dalam Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1907.

b. Ketentuan yang mengatur tentang perlindungan terhadap orang-orang yang menjadi korban perang bai itu yang tergolonng kombatan dan penduduk sipil. Ketentuan ini lazimnya dikenal sebagai Hukum Jenewa atau The Geneva Laws yang tercantum dalam Konvensi Jenewa tahun 1949.

Hukum Humaniter diciptakan bukan tanpa satu tujuan yang jelas. Hukum Humaniter mempunyai tujuan utama yaitu memberi perlindungan terhadap seluruh korban perang baik yang berasal dari kombatan maupun non kombatan. selain itu, tujuan dari hukum ini ialah untuk menjamin hak-hak asasi dari setiap pihak yang jatuh ke tangan musuh. disamping memberikan perlindungan ,hukum humaniter juga diharapkan mampu memberikan harapan untuk terjadinya perdamaian antara pihak yang bertikai serta membatasi kekuasaan dari setiap pihak yang berperang agar tidak terjadi penguasaan total oleh satu pihak di dalam suatu wilayah pertikaian.

(14)

1. Asas Kepentingan Militer

Asas ini memaparkan bahwa setiap pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menaklukan lawan atau musuh demi tercapainya keberhasilan perang. Dalam istilah asing,asas ini disebut juga military necessity

2. Asas Perikemanusiaan

Asas ini menjelaskan bahwasanya para pihak yang bersengketa diwajibkan untuk memperhatikaan perikemanusiaan. maksudnya adalah bahwa setiap pihak yang bertikai dilarang menggunakan kekerasan dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atas penderitaan yang tidak diinginkan.dalam istilah asing asas ini disebut humanity.

3. Asas Kesatria

Asas ini mengandung arti bahwa ketika perang berlangsung, kejujuran merupakan suatu hal yang sifatnya sangatlah penting. Kejujuran harus diutamakan. kejujuran yang dimaksud difokuskan pada penggunaan senjata yang tidak diperkenankan untuk digunakan, tidak dibenarkan melakukan berbagai tipu muslihat dan tidak dibenarkan juga melakukan pengkhianatan. dalam istilah asing asas ini disebut chivalry

(15)

saja melainkan dari berbagai sumber. Prinsip-Prinsip tersebut sebagai bagian dari suatu sistem HHI, satu sama lainnya bersifat saling melengkapi, menjelaskan dan membantu penafsirannya.

Adapun prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kemanusiaan

Prinsip –prinsip kemanusiaan ditafsirkkan sebagai pelarangan atas sarana dan metode berperang yang tidak penting bagi tercapainya suatu keuntungan militer yang nyata. dalam bukunya yang berjudul Development and Principle of International Humanitarian Law, Jean Pictet menginterpretasikan arti kemanusiaan sebagai berikut :19

“…..penangkapan lebih diutamakan daripada melukai musuh dan melukai musuh adalah lebih baik daripada membunuhnya bahwa non kombatan harus dijauhkan sedapat mungkin dari arena pertempuran, bahwa korban-korban yang luka harus diusahakan seminimal mungkin, sehingga mereka dapat dirawat dan diobati, bahwa luka-luka yang terjadi harus diusahakan seringan-ringanya menimbulkan rasa sakit.”

Mahkamah internasional PBB menafsirkan prinsip kemanusiaan sebagai ketentuan untuk memberikan bantuan tanpa diskriminasi kepada orang yang terluka di medan perang, berupaya dengan kapasitas internasional dan nasional untuk mengurangi penderitaan manusia dimanapun adanya. prinsip ini bertujuan untuk melindungi dan menjamin penghormatan terhadap manusia. Prinsip ini bermanfaat untuk meningkatkan saling pengertian, persahabatan , kerja sama dan

      

19 Jean Pictet, Development and Principle of International Humanitarian Law,

(16)

perdamaian yang berkelanjutan diantara semua rakyat sehingga tidak menciptakan diskriminasi karena kebangsaan, ras, kepercayaan agama, pendapat kelas ataupun aliran politik. Prinsip ini dimaksudkan untuk melepaskan penderitaan, memberikan prioritas kepada kasus-kasus keadaan susah yang paling mendesak20

2. Kepentingan (Necessity)

Walaupun HHI telah menetapkan bahwa yang dapat dijadikan sasaran serangan dalam pertempuran hanyalah sasaran militer atau objek militer, terdapat pula ketentuan HHI yang memungkinkan suatu objek sipil menjadi sasaran militer apabila memenuhi persyaratan tertentu. Dengan demikian, prinsip kepentingan adalah ketentuan yang menetapkan bahwa suatu objek sipil hanya bisa dijadikan sasaran militer apabila telah memenuhi persyaratan tertentu.

Persyaratan yang harus terpenuhi untuk menjadikan suatu objek sipil menjadi sasaran militer mencakup dua hal, yaitu sebagai berikut:21

a. Objek tersebut telah memberikan kontribusi efektif bagi tindakan militer pihak musuh, dan

b. Tindakan penghancuran, atau penangkapan atau perlucutan terhadap objek tersebut memang akan memberikan suatu keuntungan militer yang semestinya bagi pihak yang akan melakukan tindakan.

Selanjutnya tindakan yang disebut diatas hanya boleh dilaksanakan terhadap objek atau sasaran tersebut sebagai tindakan militer apabila:

      

20 Twentieth International Conference of the Red Cross, sebagaimana disebut dalam

Putusan International Court of Justice (ICJ), 27 Juni 1986 dalam kasus mengenai kegiatan militer dan para militer di dalam dan terhadap Nicaragua (Kasus Nicaragua versus Amerika Serikat), dalam Marco Sassoli, hlm. 903-912. Prinsip Kemanusiaan ini untuk pertama kali diakui dalam Putusan Pengadilan Nurmberg terhadap penjahat-penjahat perang Nazi. Adapun ICJ menggunakan prinsip ini dalam pertimbangan Puusan terhadap kasus Corfu Channel pada 9 April 1949.

(17)

a. Tujuan politis dari kemenangan hanya bisa dicapai melalui tindakan keras tersebut dengan mengarahkannya terhadap sasaran militer

b. Dua kriteria diatas ,mengenai kontribusi efektif dan perlunya tindakan keras tersebut memang terpenuhi dalam hal yang berlangsung pada waktu itu.

Berkaitan dengan prinsip necessity, terdapat pula ketentuan sebagai berikut: “Apabila dimungkinkan pilihan antara beberapa sasaran militer untuk memperoleh keuntungan militer yang sama, maka sasaran yang akan dipilih adalah sasaran yang apabila diserang dapat diharapkan mengakibatkan bahaya yang paling kecil bagi nyawa orang-orang sipil dan objek-objek sipil22

3. Proporsionalitas (Proportionality)

Dalam melakukan tindakan keras atau serangan, apapun alat dan caranya, setiap pihak yang bersengketa harus melakukannya dengan berpegang pada prinsip proporsional. Menurut prinsip proporsional, setiap serangan dalam operasi militer harus didahului dengan tindakan yang memastikan bahwa serangan tersebut tidak akan menyebabkan korban ikutan di pihak sipil yang berupa kehilagan nyawa, luka-luka, ataupun kerusakan harta benda yang berlebihan dibandingkan keuntungan militer yang berimbas langsung akibat serangan tersebut23

Prinsip proporsional ini ternyata dijadikan salah satu pertimbangan oleh Mahkamah Internasional ketika memberikan pendapat tentang keabsahan

      

(18)

ancaman atau penggunaan senjata nuklir24. Menjawab pertanyaan dari Majelis Umum PBB yang diajukan pada tahun 1994, Mahakamah menyatakan setiap Negara yang mempertimbangkan penggunaan senjata nuklir bela diri, terlebih dahulu harus memastikan kemampuannya untuk memenuhi prinsip proporsional. Pendapat yang diberikan pada tahun 1996 tersebut, didahului dengan penjelasan, apabila senjata seperti nuklir telah dinilai berisiko akan menyebabkan kerusakan ikutan yang berlebihan, maka faktor resiko tersebut telah mengecilkan kemungkinan dipenuhinya prinsip proporsional.

4. Pembedaan (Distinction)

Semua pihak yang terlibat dalam sengketa bersenjata harus membedakan antara peserta tempur (kombatan) dengan orang sipil. Demikian, salah satu ketentuan HHI yang dikenal dengan prinsip pembedaan. Oleh karena itu, setiap kombatan harus membedakan dirinya dari orang sipil, karena orang sipil tidak boleh diserang dan tidak boleh ikut serta secara langsung dalam pertempuran.

Adapun garis pembeda antara kombatan dengan orang sipil, dalam perkembangan HHI, masih diperdebatkan. Pihak yang kekuatannya hebat dan berperalatan lengkap selalu menginginkan definisi pembedaan yang tegas dan suatu identifikasi kombatan yang jelas, sedangkan pihak yang lebih lemah berharap adanya opsi untuk menggunakan sumber daya manusia tambahan secara fleksibel.

Tujuan dari prinsip pembedaan ini adalah untuk melindungi warga sipil. adapun kewajiban kombatan untuk membedakan dirinya dari orang sipil juga

      

24 Legality of the Threat or use of Nuclear Weapons, Advisory Opinion July 8, 1996, ICJ,

(19)

berkaitan dengan identifikasi kombatan sebagai orang berhak untuk ikut serta dalam pertempuran. oleh karena itu, setiap kombatan yang telah melakukan serangan terhadap kombatan musuh atau objek-objek militer musuh tidak dapat dikenakan sanksi hukum. Berbeda halnya terhadap situasi sengketa bersenjata non-internasional, HHI tidak menetapkan konsep kombatan secara eksplisit. Dalam hal ini, Negara tidak ingin memberikan hak kepada warganya untuk bertempur melawan angkatan bersenjata pemerintah.

Sehubungan dengan prinsip pembedaan, seorang kombatan yang melakukan suatu serangan tanpa membedakan dirinya dari orang sipil, dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran HHI. kombatan yang tidak melanggar HHI, tetapi tertangkap oleh pihak Negara lawan, berhak diperlakukan sebagai tawanan perang, bukan sebagai kriminal. Masih berkaitan denngan prinsip pembedaan, seorang kombatan yang tertangkap musuh ketika menjalankan kegiatan mata-mata tanpa serangan, tidak dapat mempertahankan haknya sebagai kombatan, diantaranya tidak berhak memperoleh status tawanan perang.

5. Prohibition of Causing Unnecessary Suffering (Prinsip HHI Tentang Larangan menyebabkan Penderitaan yang Tidak seharusnya)

(20)

Dalam perjanjian-perjanjian internasional dan kodifikasi hukum kebiasaan internasional, prinsip ini diformulasikan sebagai berikut:

a. Dalam setiap konflik bersejata, hak dari para pihak yang berkonflik untuk memilih metode atau alat peperangan adalah tidak terbatas25

b. Dilarang menggunakan senjata, baik proyektil dan materil 26, serta metode peperangan yang sifatnya menyebabkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak seharusnya27

c. Dilarang menggunakan metode atau cara peperangan tertentu atau yang bisa diharapkan untuk merusak lingkungan yang meluas, berjangka panjang,dan parah28

Disamping formulasi prinsip pembatasan yang bersifat umum, tetapi mendasar seperti diatas, terdapat pula perjanjian-perjanjian internasional yang mengatur senjata dan metode perang tertentu. Ada perjanjian internasional yang melarang penggunaan racun, peluru mengembang, senjata biologi, dari metode bakteriologi. Ada juga perjanjian yang membatasi penggnaan senjata pembakar dan senjata laser.

Selanjutnya, pertanyaan yang sering diajukan dari hal-hal yang telah tertuang diatas adalah apa yang menjadi dasar dari pembentukan asas dan prinsip HHI tersebut, dengan kata lain adalah “sumber” Hukum Humaniter. Pertama dapat dikemukakan bahwa ada sumber hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis. yang akan dibahas disini adalah sumber hukum yang tertulis. Hukum

      

25 Regulasi Konvensi Den Haag IV, Pasal 22, dan Protokol Tambahan I/ 1977, Pasal 35. 1 26 RegulasiKonvensi Den Haag IV, Pasal 23, e, dan Protokol Tambahan I/ 1977, Pasal 35.

2.

(21)

Humaniter dapat ditemukan dalam berbagai perjanjian internasional, biasanya bersifat multilateral, dalam berbagai bentuk, seperti konvensi, protokol, deklarasi, dan sebagainya. Mengingat banyaknya perjanjian-perjanjian tersebut, maka yang pertama-tama akan dikemukakan adalah sumber utama. Biasanya yang dianggap sebagai sumber utama adalah sebagai berikut:

1. Konvensi-konvensi Den Haag 1909 = Hukum Den Haag

Konvensi-Konvensi ini dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian Pertama di Den Haag pada tahun 1899,yang kemudian disempurnakan dalam Konferensi kedua pada tahun 1907. Rangkaian konvensi tersebut dikenal dengan sebutan “Hukum den Haag”. Hukum tersebut terutama mengatur alat dan cara berperang

(means and method of warfare). Prinsip atau dalil pertama yang terdapat dalam hukum tersebut berbunyi sebagai berikut.

The right of belligerents to adopt means of injuring the enemy is not

unlimited. ini berarti bahwa ada cara-cara tertentu dan alat-alat tertentu yang dilarang untuk dipakai/digunakan.

Prinsip kedua yang penting yang terdapat dalam Hukum Den Haag adalah apa yang lazim disebut “Martens Clause” yang terdapat dalam Preeamble

Konvensi den Haag. Martens Clause,tersebut berbunyi sebagai berikut:

Until a move complete code of the laws of war has been issued, the High

Contracting Parties deem it expedient to declare tat, in cases not included in the

Regulations adopted by them, the inhabitants and the belligerents remain under

(22)

from the usages established among civilized peoples, from the laws of humanity,

the dictates of the public conscience.

Jadi diakui bahwa ketentan-ketentuan yang dihasilkan belumlah sempurna/ lengkap karena masih mungkin ada kejadian-kejadian yang belum diatur. Namun demikian, dalam keadaan semacam itu, baik penduduk maupun pihak-pihak berperang tetap akan mendapat perlindungan dari hukum internasional, maupun dari kebiasaan-kebiasaan yang diakui oleh masyarakat internasional yang berhubungan dengan kemanusiaan.

Konferensi Den Haag tahun 1907 menghasilkan tiga belas konvensi dan satu deklarasi, Adapun ke-13 Konvensi tersebut adalah antara lain:

a. Konvensi I mengenai Penyelesaian Damai Persengkatan Internasional

b. Konvensi II mengenai Pembatasan Kekerasan Senjata dalam menurut Pembayaran Hutang yang berasal dari Perjanjian Perdata

c. Konvensi III mengenai Cara Memulai Peperangan

d. Konvensi IV mengenai Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat dilengkapi dengan Peraturan Den Haag

e. Konvensi V mengenai Hak dan Kewajiban Negara dan Warga Negara Netral dalam Perang di Darat

f. Konvensi VI mengenai Status Kapal Dagang Musuh pada saat Permulaan Perang

(23)

j. Konvensi X mengenai Adaptasi Asas-Asas Konvensi Jenewa tentang Perang di laut

k. Konvensi XII mengenai Pembatasan Tertentu terhadap Penggunaan Hak penangkapan dalam Perang Angkatan Laut

l. Konvensi XII mengenai Mahkamah Barang-barang sitaan

m. Konvensi XIII mengenai Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang di Laut, Dan selanjutnya ialah

n. Declaration XIV Prohibiting the Discharge of Projectiles and Explosives from Balloons.

Dapat dilihat bahwa sebagaian besar dari konvensi tersebut yang mengatur perang di laut, Hanya ada satu konvensi yang mengatur perang di darat, yaitu konvensi ke-4 .Perlu dicatat bahwa Konvensi ke-4 mempunyai suatu “annex”

yaitu yang lazim disebut Hague Regulation-1907, Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Hague Regulations inilah yang sampai sekarang menjadi pegangan bagi para belligerents.

2. Konvensi-konvensi Jenewa-Hukum Jenewa 1949

Konvensi-konvesi Jenewa tahun 1949,yang juga disebut konvensi-kovensi Palang Merah terdiri dari empat buku, yaitu:

a. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang yang Luka dan Sakit di Medan Pertempuran Darat

b. Konvensi Jenewa ttahun 1949 mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang di laut yang Luka sakit dan Korban Karam

(24)

d. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai Perlindungan Orang-orang Sipil di Waktu Perang

Kumpulan Konvensi-Konvensi Jenewa tahun 1949 dikenal dengan nama Hukum Jenewa. Berbeda dengan Hukum den Haag yang mengatur alat dan cara berperang, Hukum Jenewa mengatur perlindungan terhadap mereka yang menjadi korban perang.

Ada beberapa hal penting dalam Konvensi Jenewa ini yang secara singkat akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Konvensi Jenewa 1949 selain mengatur perang yang bersifat internasional (perang/konflik bersenjata antar Negara), juga mengatur perang/konflik bersenjata yang bersifat non-internasional, yaitu perang/konflik bersenjata yang terjadi di wilayah salah satu pihak peserta agung, antara pasukannya dengan pasukan bersenjata pembangkak/pemberontak.

b. Di dalam Konvensi tersebut terdapat apa yang disebut ketentuan-ketentuan yang berlaku utama (Common Articles), yaitu ketentuan-ketentuan yang dianggap sangat penting sehingga dicantumkan dalam keempat buku dengan perumusan yang sama.

3. Protokol Tambahan 1977

Protokol tambahan ini “menambah” “menyempurnakan” isi dari Konvensi Jenewa 1949. Perlu ditekankan bahwa prinsip-prinsip yang terdapat dalam Konvensi Jenewa masih tetap berlaku.

(25)

a. Protokol I, yang mengatur perang/konflik bersenjata yang bersifat internasional yaitu perang/konflik bersenjata antarnegara

b. Protokol II, yang mengatur perang/konflik bersenjata yang sifatnya non-internasional, yaitu perang/konflik bersenjata yang terjadi di wilayah salah satu pihak peserta agung antara pasukannya dengan pasukan pembangkang atau pemberontak. Protokol Tambahan II ini menambah isi/ruang lingkup Pasal 3 Konvensi Jenewa

Protokol tambahan 1977 memuat beberapa ketentuan yang penting/baru, antara lain:

a. memuat definisi beberapa pengertian penting,yang belum terdapat dalam peraturan sebelumnya seperti:

1) kombat

2) penduduk sipil(civilian population)

3) sasaran militer(military objects)

4) sasaran sipil(civilian objects)

b. memuat hal-hal baru,yaitu:

1) definisi/pengertian Civil Defense

2) definisi/pengertian Mercenaries

3) war of national liberation (perang pembebasan nasional) 4). ketentuan mengenai tugas komandan

(26)

1) menyelidiki fakta-fakta yang dianggap sebagai pelanggaran berat (grave breaches) atau pelanggaran-pelanggaran serius lain

2) membantu dengan jalan memberikan jasa-jasa baik, mengembalikan sikap menghormati konvensi dan protokol ini

Pada waktu meratifikasi protokol ini, suatu Negara dapat membuat pernyataan bahwa Negara tersebut mengakui kewenangan komisi untuk menyelidiki tuduhan (adanya suatu pelanggaran) yang dilakukan oleh salah satu pihak. jadi pihak peserta agung yang tidak membuat deklarasi tidak mengakui kewenangan komisi

Selain konvensi yang disebut diatas, masih banyak konvensi yang juga dapat disebut sebagai sumber Hukum Humaniter, antara lain:`

a. Deklarasi Paris (16 April 1856), mengatur tentang perang di Laut

b. Deklarasi St.Petersburg (29 November-11 Desember 1868),tentang pelarangan penggunaan senjata yang permukaannya keras sehingga tutupnya dapat meledak c. Rancangan Peraturan Den Haag tentang Perang di Udara(1923) yang digunakan sebagai pedoman dalam pertempuran di udara

d. Protokol Jenewa (17 Juni 1925) tentang Pelarangan Penggunaan Gas Cekik dan Macam-macam Gas lain dlam peperangan

e. Protokol London (6 November 1936) tentang Peraturan Penggunaan Kapal Selam dalam Pertempuran. Protokol ini merupakan suatu penegasan dari Deklarasi Hukum Perang yang dibentuk di London

(27)

g. Convention of Prohibition of Military or other hostile use of environmental modifications techniques (Enmod Convention 1976)

h. Convention on the Prohibition or Restriction on the use of Certain Conventional Weapons which may be deemed do be excessively injurious or to

have indiscriminate effects (1980 Conventional Weapons Convention)

i. Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpilling and Use of Chemical Weapons and on their or Destruction (CCW)

j. 1995 Protocol on Blinding Laser Weapons

k. 1977 Ottowa Convention on the Prohibitions of the Use, Stockpilling, Production and Transfer of Antipersonnel Mines and on their Destruction

l. 1999 Second Hague Protocol for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict.

C. Hubungan Antara Hukum Humaniter Dengan Hak Asasi Manusia

(28)

dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah tuhan yang dibawa sejak lahir

Pada awalnya tidak pernah ada perhatian mengenai hubungan-hubungan hukum hak asasi manusia dan hukum humaiter. oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Pernyataan Universal Hak Asaasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) 1948 tidak menyinggung tentang penghormatan hak asasi manusia pada waktu sengketa bersenjata. Sebaliknya, dalam Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 tidak menyinggung masalah hak asasi manusia, tetapi tidak berarti bahwa konvensi-konvensi Jenewa dan Hak Asasi Manusia tidak memiliki kaitan dengan sama sekali. Antara keduanya terdapat hubungan keterkaitan,walaupun tidak secara langsung.

(29)

Dalam kepustakaan ada 3 (tiga) aliran berkaitan dengan hubungan hukum humaniter internasional:

a. Aliran Intergrationis

Aliran Integrationis berpendapat bahwa sistem hukum yang satu berasal dari hukum yang lain. Dalam hal ini, maka ada 2(dua) kemungkinan, yaitu :

1. Hak asasi manusia menjadi dasar bagi hukum humaniter internasional, dalam arti bahwa hukum humaniter merupakan cabang dari hak asasi manusia. Pendapat ini antara lain dianut oleh Robertson, yang menyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar bagi setiap orang, setiap orang setiap waktu dan berlaku di segala tempat. jadi hak asasi manusia merupakan genus dan hukum humaniter merupakan spesiesnya, karena hanya berlaku untuk golongan tertentu dan dalam keadaan tertentu pula.

2. Hukum Humaniter Internasional merupakan dasar dari Hak Asasi Manusia, dalam arti bahwa HAM merupakan bagian dari hukum humaniter. Pendapat ini didasarkan pada alasan bahwa hukum humaniter lahir lebih dahulu daripada hak-hak asasi manusia.jadi secara kronologis, hak-hak asasi manusia dikembangkan setelah hukum humaniter internasional.

b. Aliran Separatis

(30)

1. Obyeknya

Hukum Humaniter Internasional mengatur sengketa bersenjata antara Negara dengan kesatuan (entity) laiinya, sebaliknya hak asasi manusia mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga negaranya di dalam Negara tersebut

2. Sifatnya

Hukum Humaniter Internasional bersifat mandatory a political serta

peremptory

3. Saat berlakunya

Hukum Humaniter Internasional berlaku pada saat perang atau masa sengketa bersenjata, sedangkan hak asasi manusia berlaku pada saat damai. Salah seorang dari penganut teori ini adalah Mushkat,yang menyatakan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa hukum humaniter itu berhubungan dengan akibat dari sengketa bersenjata antar Negara, sedangkan hak asasi manusia berkaitan dengan pertentangan antara pemerintah dengan individu di dalam Negara yang bersangkutan. Hukum Humaniter mulai berlaku pada saat hak asasi manusia sudah tidak berlaku lagi, hukum humaniter melindungi mereka yang tidak mampu terus berperang atau mereka yang sama sekali tidak turut bertempur, yaitu penduduk sipil. Hak asasi manusia tidak ada dalam sengekta bersenjata karena fungsinya diambil oleh hukum humaniter, tetapi terbatas pada golongan tertentu saja.

b. Aliran Komplementaris

(31)

saling melengkapi .Salah seorang dari penganut teori ini adalah Cologeropoulus, dimana ia menentang pendapat aliran separatis yang dianggapnya menentang kenyataan bahwa kedua sistem hukum tersebut memiliki tujuan yang sama, yakni perlindungan pribadi orang. Hak asasi manusia melindungi pribadi orang pada masa damai, sedangkan hukum humaniter memberika perlindungan pada masa perang atau sengketa bersenjta, Aliran inu mengakui adanya perbedaan seperti yang dikemukakan oleh aliran separatis, dan menambahkan beberapa perbedaan lain, yaitu:

1. Dalam pelaksanaan dan penegakan hukum humaniter menggantungkan diri pada atau menerapkan sistem Negara pelindung (protecting power). sebaliknya hukum hak asasi manusia sudah mempunyai aparat mekanisme yang tetap, tetapi ini hanya berlaku di Negara-negara eropa saja, yaitu diatur dalam Konvensi Hak asasi Manusia Eropa.

2. Dalam hal sifat pencegahan Hukum Humaniter Internasional dalam hal kaitannya dengan pencegahan menggunakan pendekatan preventif dan korektif, sedangkan hukum hak asasi manusia secara fundamental menggunakan pendekatan korektif, yang diharapkan akan mempunyai efek preventif.

(32)

dilain pihak peraturan-peraturan yang berkaitan dengan alat dan cara berperang dan tindakan permusuhan,juga dikenal sebagai hukum Den Haag.

Dewasa ini, dua perangkat peraturan itu telah digabung dan muncul dalam Protokol-Protokol Tambahan pada Konvensi Jenewa yang diterima tahun 1977, Hukum hak asasi manusia, sebaliknya bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa hak-hak dan kebebasan sipil, politik, ekonomi, dan budaya dan setiap orang perorangan dihormati pada segala waktu, untuk menjamin bahwa dia dapat berkembang sepenuhnya dalam masyarakatnya dan melindunginya jika perlu terhadap penyalahgunaan dari para penguasa yag bertanggungjawab. Hak-hak ini tergantung pada hukum nasional dan sifatnya yang sangat fundamental dijumpai dalam konstitusi Negara-negara. namun HAM juga berkaitan dengan perlindungan internasional hak asasi manusia, yakni aturan-aturan yang disetujui untuk dipatuhi oleh Negara-negara dalam kaitannya dengan hak dan kebebasan orang per-orangan dan bangsa

(33)

melengkapi, selain itu ada keterpaduan dan keserasian kaidah-kaidah yang berasal dari elemen hak asasi manusia dengan kaidah-kaidah yang berasal dari elemen hukum humaniter internasional.

Keduanya tidak hanya mengatur hubungan diantara Negara dengan menetapkan hak-hak dan kewajiban mereka secara timbal balik, selain hal tersebut, terdapat pula persaamaan antara Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional, persamaan tersebut antara lain:

1. Sebagaimana ketentuan-ketentuan

Dalam unsur HAM, Konvensi Jenewa 1949 dan protokol-protokolnya yang memberikan kewajiban kepada Negara peserta dan menjamin hak-hak individual dari orang-orang yang dilindungi.

2. Hukum Humaniter Internasional

Menentukan kelompok-kelompok orang yang dilindungi, seperti orang-orang yang cedera dan tawanan perang, sedangkan hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memberikan status khusus. akan tetapi dalam perkembangan terakhir, hukum humaniter internasional melakukan pendekatan yang sama dengan sistem hak asasi manusia, dengan memperluas perlindungan hukum humaniter internasional bagi semua orang sipil.

3. Di satu sisi landasan pengaturan HAM adalah hak-hak yang berkaitan dengan manusia, yaitu:

(34)

dimaksudkan untuk membatasi kekerasan dan dengan tujuan ini, hukum humaniter internasional (HHI) memuat peraturan-peraturan yang menjamin hak-hak manusia yang sama, karena hak-hak-hak-hak tersebut merupakan hak-hak-hak-hak minimal. Intisari dari hak-hak asasi manusia(hardcore rights). atau juga disebut sebagai hak-hak yang paling dasar, menjamin perlindungan minimal yang mutlak dihormati terhadap siapapun, baik di masa damai maupun di waktu perang. Hak-Hak ini merupakan bagian dari kedua sistem hukum tersebut.

Oleh karena itu, maka kedua bidang ini merupakan unsur hukum yang memberikan perlindungan hukum kepada orang-perorangan, unsur hukum yang memberikan perlindungan hukum kepada orang-perorangan ini dapat digolongkan ke dalam empat kelompok :

1. Instrumen hukum yang bertujuan melindungi orang perorangan sebagai anggota masyarakat. perlindungan ini meliputi segenap segi perilaku perorangan dan sosialnya. perlindungan ini bersifat umum .kategori ini justru mencakup hukum hak asasi manusia internasional

2. Instrumen yang bertujuan melindungi orang-perorangan berkaitan dengan keadaannya di dalam masyarakat, seperti hukum internasional tentang perlindungan terhadap kaum wanita dan hukum internasional berkaitan dengan perlindungan terhadap anak

(35)

Referensi

Dokumen terkait

surga tempat bagi manusia yang melakukan perbuatan yang baik veda kitab suci agama Hindu yang memiliki arti pengetahuan wuku hari-hari untuk menentukan hari baik dan buruk...

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa krim ekstrak biji mengkudu ( Morinda citifolia ) dapat mencegah peningkatan jumlah melanin kulit mamut (

Google Apps merupakan salah satu aplikasi dalam jaringan (online) yang memungkinkan mengelola media komunikasi dalam media sosial yang memungkinkan aplikasi-aplikasi

Kehadiran masyarakat muslim dayak ngaju dalam pelaksanan upacara tewah, yaitu Upacara Tiwah adalah upacara terbesar yang hanya dilakukan oleh masyarakat

DAFTAR

Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para pelaksanaan inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut: (a) Sekolah atau

Adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar  yang dalam hubungan kemitraan usaha kecil memproduksi komponen-komponen yang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: tidak terdapat interaksi yang terjadi antara pembelajaran yang mengguna- kan LKS terhadap KPS