• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERPRES PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA DIREVISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERPRES PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA DIREVISI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERPRES PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA DIREVISI

jembatanselatsunda.com

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mengusulkan untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS).

Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Hermanto Dardak mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Keuangan sedang membahas usulan revisi Perpres tersebut dengan tujuan mempercepat pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Hal ini juga dengan harapan akan memudahkan investor yang akan berinvestasi terhadap jembatan sepanjang 30 kilometer tersebut.

“Jadi memang akan direvisi untuk Perpres Nomor 86 Tahun 2011. PU dan Kementerian Keuangan akan mengajukan revisi ini kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,” kata Hermanto. Dia mengatakan, dalam revisi tersebut pemerintah akan mengusulkan untuk menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembiayaan studi kelayakan (feasibility study-FS)i pembangunan JSS.

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan bahwa usulan penggunaan APBN untuk mendanai studi kelayakan megaproyek itu sendiri berasal dari Kementerian Keuangan. Usulan tersebut diajukan untuk mempercepat realisasi pembangunan JSS. “Suratnya baru saya terima dan itu berupa usulan dari Menkeu. Diusulkan pakai APBN biar realisasinya cepat, karena kalau swasta yang biayai perlu prosedur yang rumit, seperti jaminan. Kalau pemerintah tidak. Ini sudah saya laporkan ke Menko untuk dibahas,” ujarnya akhir pekan lalu.

Menurutnya, dalam surat tersebut, Kementerian Keuangan juga mengusulkan agar persiapan proyek serta pelaksanaan studi kelayakan dan desain dasar dilakukan oleh Kementerian PU. Kementeriannya juga diminta bertindak sebagai penanggung jawab proyek tersebut. Dia menilai, usulan itu memungkinkan untuk dilaksanakan selama mendapatkan persetujuan Presiden maupun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

(2)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum Page 2 Namun, usulan tersebut juga harus melalui kajian bersama, terutama terkait kemampuan anggaran pemerintah untuk pembiayaannya. “Kalau usulan ini diterima, nanti hasilnya akan dimasukkan dalam draf revisi Perpres Nomor 86 Tahun 2011,” kata Djoko.

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto memastikan pemerintah akan melakukan penjaminan atas proyek tersebut. Penjaminan tersebut menurutnya tidak melanggar aturan. Garansi itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 Tentang Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. "Kami memberikan jaminan itu sesuai Perpres," kata Joko di Jakarta, (28/3/2012).

Joko menjelaskan, dalam Perpres tersebut, diatur mengenai penyiapan proyek keseluruhan yang harus selesai dalam jangka waktu paling lama 24 bulan sejak penanda-tanganan perjanjian kerja sama. "Perjanjian kerja sama saat ini masih dibahas," ujarnya. Penyelesaian persiapan pembangunan proyek termasuk studi kelayakan selama dua tahun. Pemerintah akan melelang proyek ini setelah tahap studi kelayakan rampung. Selanjutnya, tahap konstruksi pada 2014. Targetnya, pembangunan rampung 8-10 tahun.

Dukungan pemerintah terhadap pembangunan JSS tertuang dalam surat Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro kepada Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,yang ditembuskan kepada menko perekonomian, menkeu, wamenkeu, wamen PU, dan sejumlah pejabat eselon satu pada beberapa kementerian terkait.

Rekomendasi itu merupakan masukan atas rencana amendemen Perpres Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan KSISS. Dalam surat bernomor S-305/KF/2012, dan diteken pada 30 April 2012 lalu itu, Bambang menyebutkan tiga poin masukan. “Terhadap pembangunan Jembatan Selat Sunda, pemerintah dapat memberikan dukungan dan/atau jaminan pemerintah berdasarkan usulan badan pelaksana kepada presiden,” demikian poin pertama surat Kepala BKF Kemenkeu tersebut.

Badan pelaksana yang dimaksudkan pada poin pertama surat itu adalah, Badan Pelaksana Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS), sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2011 tentang KSISS. Selanjutnya, pada poin kedua surat itu Bambang menyarankan bahwa dukungan dan/atau jaminan pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 1, dapat diberikan setelah adanya kejelasan struktur proyek JSS secara komprehensif.

Pada bagian selanjutnya, poin ketiga menyarankan agar menteri keuangan menatalaksanakan pemberian dukungan dan/atau jaminan pemerintah tersebut melalui peraturan menteri keuangan. Surat itu merupakan tindak lanjut dari kesepakatan yang telah diambil pada rapat sebelumnya, tanggal 19 April 2012, yang membahas kerja sama pengembangan KSISS.

BKF berharap status proyek JSS segera diperjelas, yakni apakah proyek tersebut statusnya proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS), atau proyek pemerintah. Kejelasan status proyek itu akan menentukan skema penjaminan dari pemerintah.

(3)

Bambang mengatakan, selama ini status proyek tersebut membingungkan karena aturan yang menjadi petunjuk pelaksanaan pembangunan proyek itu belum sinkron. Beleid yang dimaksud adalah antara Perpres Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda dengan Perpres Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur. “Kalau ada penggagas terus dapat jaminan kan seolah-olah itu KPS. Padahal, Perpres 86 Tahun 2011 tidak dalam semangat KPS,” kata Bambang, Senin (2/7).

Oleh karena itu, kata Bambang, BKF beberapa waktu lalu mengusulkan agar Perpres 86 Tahun 2011 direvisi dengan memperhatikan Perpres Nomor 78 Tahun 2010. “Kami hanya ingin mengembalikan proyek ini menjadi KPS,” kata Bambang.

Bambang membantah bahwa usulan yang disampaikannya tersebut bertentangan dengan usulan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, beberapa waktu lalu. “Tidak bertentangan. BKF juga intinya studi kelayakannya bisa dilakukan pemerintah atau pemerintah memberikan dukungan kepada perusahaan yang ditunjuk pemerintah,” kata Bambang. Adapun Menkeu menginginkan studi kelayakan proyek itu diambil alih oleh pemerintah.

Sejak awal rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) beberapa tahun lalu, pemerintah tidak berniat mengeluarkan anggaran sepeser pun dan menyerahkan sepenuhnya ke swasta untuk proyek ini.

Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan usulan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, pemerintah memberi sinyal ingin membiayai proyek JSS khususnya untuk pendanaan studi kelayakan (FS).

Agus menjelaskan ada beberapa pertimbangan pemerintah, antara lain soal kejelasan dan menakar risiko yang lebih terukur dibandingkan harus menyerahkan pendanaan FS dilakukan oleh pihak ketiga swasta termasuk pemrakarsa JSS yaitu Artha Graha dan Pemda Lampung-Banten.

Menurut Agus, pada Perpres yang baru nanti akan ada jaminan dan dukungan dari pemerintah untuk persiapan proyek JSS. "Lebih baik merencanakan dahulu sendiri, daripada mengharapkan pihak ketiga, sebagai contoh jika pihak ketiga sudah menghabiskan beberapa triliun dan telah menghabiskan beberapa jumlah dana maka dikhawatirkan pemerintah nanti yang akan menggantinya. Ini akan jadi risiko kedepan," katanya di DPR, Kamis (28/6/2012)

Menurut Agus langkah ini harus dilakukan sejak awal perencanaan agar nantinya tidak menjadi masalah di kemudian hari. Ia berharap Kementerian Pekerjaan Umum harus memegang kendali persiapan proyek JSS termasuk mengeluarkan anggaran untuk studi kelayakan. "Lebih baik hal ini disusun oleh pemerintah karena pemerintah lebih tahu masalah ini. Hal ini jangan terlalu dirisaukan karena ini untuk mewujudkan jembatan itu dan yang lebih penting lagi meminimalisir risikonya," katanya.

Dikatakannya, kebutuhan dana yang besar untuk proyek ini yang jumlahnya ditaksir Rp150-250 triliun sangat penting adanya jaminan bagi kreditur. "Sejak awal harus jelas

(4)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum Page 4 sistem pelunasannya. Proyek yang baik adalah kalau seandainya FS selesai, dan menunjukan feasible dan untuk investor dilakukan tender," katanya.

Agus berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya dalam proyek kerjasama pemerintah dan swasta, ada saja kondisi yang merugikan pemerintah. Ia berharap dengan pola baru persiapan pembangunan proyek JSS ini maka masalah-masalah itu bisa diminimalisir.

"Proyek-proyek yang datang dari swasta, itu biasanya ada yang tidak baik bagi pemerintah. Ada informasi yang pemerintah tidak tahu. Jika pemerintah mau membuat proyek, buat FS nya. FS adalah bagian awal dari sebuah proyek. Untuk menyusun FS tidak hanya untuk konstruksi tetapi sumber penerimaan, kelayakan dari sisi hukum dan lahannya," tegas Agus.

Seperti diketahui konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera yang termasuk di dalamnya Artha Graha Network menjadi pemrakarsa proyek Jembatan Selat Sunda (JSS). Sebagai pemrakarsa, konsorsium mendapat tugas pemerintah untuk menyiapkan persiapan proyek termasuk studi kelayakan atau FS seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011. Namun jika Perpres ini direvisi maka petanya akan berubah, sehingga pemerintah akan mengambil alih proses persiapan proyek termasuk akan merogoh sendiri untuk membiayai FS dari proyek JSS.

Tomy Winata selaku pemiliki Artha Graha Group pernah mengatakan mengenai biaya FS & Basic Design (BD) KSISS/ JSS yaitu tidak hanya FS & BD jembatan saja namun mencakup FS Kawasan sampai feasible dan bankable berdasarkan standar internasional sekitar 3-4 % dari nilai proyek. Nilai proyek diperkirakan sekitar Rp100 triliun, yang jumlah pastinya akan dapat diketahui dari hasil FS tersebut.

"Risiko pemerintah hanya ada jika secara sepihak pemerintah membatalkan Proyek. Namun jika FS yg dibuat tidak feasible maka itu adalah menjadi risiko kami dalam menjalankan amanah pemerintah pusat sebagai pemrakarsa proyek bangsa ini," jelas perwakilan dari AG Network, Wisnu Tjandra.

Tomy Winata pernah juga mengatakan telah mengeluarkan anggaran sedikitnya US$ 60 juta diantaranya untuk pra studi kelayakan dari proyek JSS (Pra FS). JSS rencananya mulai dibangun tahun 2014, jembatan yang akan membelah Selat Sunda sepanjang 29 Km ini diperkirakan memerlukan waktu 8-10 tahun untuk menyelesaikannya. Sebagai pemrakarsa proyek, konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera akan mendapatkan

right to match dalam tender proyek itu.

Skema pendanaan proyek ini masih dalam kajian tim konsorsium untuk bagaimana nantinya dikembangkan bagi kawasan dan infrastruktur jembatan di Selat Sunda ini. Sampai saat ini, sejumlah investor asing telah menyatakan ketertarikannya berinvestasi dalam proyek Jembatan Selat Sunda seperti dari China, Korea dan Jepang.

Pemerintah Jepang menawarkan kerja sama teknologi pengembangan jalan dan jembatan di Indonesia kepada Kementerian PU. Adapun konsep pengembangan yang diutamakan terutama mengenai bidang intellegent transportation systems. “Kami harap

(5)

rencana kerja sama ini bisa berjalan lancar dan bisa membantu Indonesia dalam mengatasi masalah transportasi jalan dan jembatannya selama ini,” ujar Wakil Menteri Lahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang Naoyoshi Sato.

Sumber: sindonews.com, 3 Juli 2012 kontan.co.id, 3 Juli 2012 detik.com, 28 Juni 2012 sindonews.com, 14 Juni 2012 tempo.co, 28 Maret 2012 Catatan:

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda, Konsorsium Banten-Lampung selaku pemrakarsa proyek JSS ditunjuk untuk menyiapkan proyek, termasuk di dalamnya membiayai dan menyelesaikan persiapan proyek. Konsorsium Banten-Lampung merupakan konsorsium badan usaha berbentuk perseroan terbatas yang dibentuk oleh dan antara badan usaha milik daerah Provinsi Banten, badan usaha milik daerah Provinsi Lampung, dan mitra.

Pemrakarsa melakukan penyiapan proyek berdasarkan perjanjian kerjasama antara pemrakarsa dengan Badan Pelaksana. Patut dicermati bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur jo. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, perjanjian kerjasama dapat dilakukan setelah dilakukan pelelangan umum. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis untuk Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan badan usaha yang ditetapkan melalui

pelelangan umum.

Namun demikian, badan usaha diperkenankan mengajukan prakarsa proyek. Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, badan usaha dapat mengajukan prakarsa proyek dengan syarat sebagai berikut:

1. tidak termasuk dalam rencana induk pada sektor yang bersangkutan;

2. terintegrasikan secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan; 3. layak secara ekonomi dan finansial; dan

4. tidak memerlukan Dukungan Pemerintah yang berbentuk kontribusi fiskal.

Berdasarkan Perpres Nomor 86 Tahun 2011, penyiapan proyek yang harus dilakukan oleh konsorsium terdiri dari:

1. Studi Kelayakan dan Basic Design; 2. Rencana bentuk kerjasama;

(6)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum Page 6 4. Rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.

Penyiapan proyek seharusnya menjadi tanggung jawab pemrakarsa sebelum mengajukan prakarsa proyek. Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, dinyatakan bahwa proyek atas prakarsa badan usaha wajib dilengkapi dengan:

1. studi kelayakan;

2. rencana bentuk kerjasama;

3. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan

4. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.

Menurut Perpres Nomor 86 Tahun 2011, hasil penyiapan proyek tersebut nantinya menjadi bagian dokumen pelelangan pengadaan Badan Usaha Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (BUKSISS). Dalam hal Pemerintah membatalkan proyek, pemrakarsa berhak memperoleh kompensasi dari pemerintah atas biaya penyiapan proyek, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya.

Sementara itu, Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 mengatur bahwa kompensasi atas penyiapan proyek diberikan kepada badan usaha yang prakarsa proyeknya telah disetujui oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 disebutkan bahwa badan usaha yang bertindak sebagai pemrakarsa proyek kerjasama dan telah disetujui oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, akan diberikan kompensasi. Kompensasi tersebut dapat berbentuk:

1. pemberian tambahan nilai; atau

2. pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh Badan Usaha pemrakarsa terhadap penawar terbaik (right to match) sesuai dengan hasil penilaian dalam proses pelelangan; atau

3. pembelian prakarsa Proyek Kerjasama termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh Menteri/ Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang lelang.

Berdasarkan Perpres Nomor 86 Tahun 2011, pengadaan BUKSISS dilakukan melalui pelelangan sesuai tata cara dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Dalam rangka pengadaan BUKSISS tersebut, Pemrakarsa memperoleh kompensasi berupa tambahan nilai paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) atau hak menyamakan penawaran (right to

match), atau pembelian prakarsa Proyek Kerjasama termasuk hak kekayaan intelektual

yang menyertainya oleh pemenang lelang.

Dalam hal pemrakarsa tidak menjadi pemenang pelelangan, pemrakarsa berhak memperoleh kompensasi biaya penyiapan proyek termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh pemenang pelelangan.

Terhadap Pengusahaan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda, pemerintah dapat memberikan dukungan berupa kontribusi fiskal dan non-fiskal serta

(7)

jaminan dalam bentuk kompensasi finansial. Tata cara pemberian jaminan mengikuti ketentuan Peraturan Presiden mengenai Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.01/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko atas Penyediaan Infrastruktur, dukungan Pemerintah diberikan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. pemberian dukungan pemerintah harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia (asas legalitas);

2. pemberian dukungan pemerintah diberikan kepada proyek kerjasama penyediaan infrastruktur yang memenuhi kelayakan teknis dan financial (kualitas proyek);

3. biaya dan risiko fiskal yang timbul dari diberikannya dukungan pemerintah tidak melampaui batas kemampuan anggaran negara untuk menanggungnya; dan

4. pemberian dukungan pemerintah harus memenuhi prinsip transparansi.

Dalam hal Menteri Keuangan memberikan persetujuan prinsip pemberian dukungan pemerintah, maka alokasi dana untuk dukungan pemerintah diusulkan dalam Rancangan APBN untuk mendapat persetujuan DPR. Berdasarkan persetujuan DPR di dalam Undang-Undang APBN, departemen teknis/lembaga melaksanakan proses lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur, penjaminan infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerja sama yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan.

Kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerja sama adalah kewajiban untuk membayar kompensasi finansial kepada badan usaha atas terjadinya risiko infrastruktur yang menjadi tanggung jawab pihak penanggung jawab proyek kerja sama sesuai dengan alokasi risiko sebagaimana disepakati dalam perjanjian kerja sama.

Penjaminan infrastruktur diberikan sepanjang perjanjian kerja sama dalam rangka melaksanakan proyek kerja sama memuat paling kurang ketentuan-ketentuan mengenai: 1. pembagian risiko infrastruktur antara kedua belah pihak sesuai dengan alokasi risiko; 2. upaya mitigasi yang relevan dari kedua belah pihak untuk mencegah terjadinya risiko

dan mengurangi dampaknya apabila terjadi;

3. jumlah kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerja sama dalam hal risiko infrastruktur yang menjadi tanggung jawab penanggung jawab proyek kerja sama terjadi, atau cara perhitungan untuk menentukan jumlah kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerja sama dalam hal jumlah tersebut belum dapat ditentukan pada saat perjanjian kerja sama ditandatangani;

4. jangka waktu yang cukup untuk melaksanakan kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerja sama termasuk masa tenggang (grace period);

(8)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum Page 8

       

5. prosedur yang wajar untuk menentukan kapan penanggung jawab proyek kerja sama telah berada dalam keadaan tidak sanggup untuk melaksanakan kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerja sama;

6. prosedur penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul antara penanggung jawab proyek kerja sama dan badan usaha sehubungan pelaksanaan kewajiban finansial penanggung jawab proyek kerja sama yang diprioritaskan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau lembaga arbitrase;

7. hukum yang berlaku adalah hukum indonesia.

 

i studi kelayakan peroyek atau bisnis adalah penelitihan yang menyangkut berbagai aspek baik itu dari aspek

hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi sampai dengan aspek manajemen dan keuangannya, dimana itu semua digunakan untuk dasar penelitian studi kelayakan dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu proyek atau bisnis dapat dikerjakan atau ditunda dan bahkan ditadak dijalankan.

Referensi

Dokumen terkait

Pasar Bermartabat Kota Bandung dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur pasar yang dilakukan melalui perjanjian kerja sama antara PJPK dengan Badan Usaha

bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha telah

Kesimpulan: Penelitian mengenai beban kerja tersebut diatas menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teori yang digunakan untuk mengukur beban kerja adalah

Perpres Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kerja Sama Antara Pemerintah Pusat Dengan Badan Usaha Milik Negara Dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar.. PP Nomor 45 Tahun

Alat-alat yang digunakan sekarang oleh pengguna tidak bisa menggapai kotoran-kotoran yang berada di sisi sisi toren disebabkan lubang toren memiliki ukuran yang kecil.Maka

Pada bagian ini terjadi proses pembakaran antara bahan bakar dengan fluida kerja yang berupa udara bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi. Hasil pembakaran ini

Setelah diketahui bahwa lingkar tubuh juga merupakan cara yang mantap untuk mengetahui proporsi bagian tubuh wanita dan ketebalan lemak, maka dapat

lebih lanjut aplikasi game word Tetris ini, pertimbangkan beberapa saran berikut : merancang game yang dapat dimainkan sekaligus oleh dua orang pemain dan secara