• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Motivasi Kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Peranan manusia dalam mencapai tujuan tersebut sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia bekerja pada suatu organisasi, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi.

Menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1996) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan-dorongan yang timbul pada atau di dalam diri seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang mengarah pada kepuasan kerja Herzberg (dalam Robbins, 1996).

Motivasi kerja diartikan sebagai keadaan dalam diri individu yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan diwujudkan dalam satu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan Reksohadiprodjo dan Handoko (dalam Robbins, 1996).

Motivasi mempengaruhi kerja seseorang sebesar 80%, sehingga dapat dikatakan motivasi kerja adalah faktor penting bagi keberhasilan

(2)

kerja Batubara (dalam Robbins, 1996). Hasil yang diharapkan ini merupakan tuntutan dari individu sendiri maupun tuntutan dari perusahaan dimana individu bekerja.

Motivasi ialah suatu model dalam menggerakkan dan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dalam mencapai sasaran dengan penuh kesadaran, kegairahan dan bertanggung jawab. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.

Oleh karena itu, motivasi kerja dalam psikologi biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya (Anoraga, 2009).

Drucker (dalam Anoraga, 2009) berpendapat bahwa motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan seseorang. Dan motivasi dasar inilah yang mereka usahakan sendiri untuk menggabungkan dirinya dengan organisasi untuk turut berperan dengan baik.

Menurut Maslow (dalam Robbins, 1996), Kebutuhan manusia diklasifikasi menjadi lima hierarki kebutuhan. Kelima kebutuhan itu adalah sebagai berikut:

a. Physiological Needs (Kebutuhan Fisiologis)

Perwujudan dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia yaitu sandang, pangan, papan, dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang tidak dapat

(3)

dikatakan hidup normal. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan.

Misalnya dalam hal sandang, apabila tingkat kemampuan seseorang masih rendah, kebutuhan akan sandang akan dipuaskan sekedarnya saja. Akan tetapi bila kemampuan seseorang meningkat, pemuas akan kebutuhan sandang pun akan ditingkatkan, baik sisi jumlah maupun mutunya.

Demikian pula dengan pangan, seseorang yang ekonominya masih rendah, kebutuhan pangannya masih sangat sederhana. Akan tetapi jika kemampuan ekonominya meningkat, maka pemuas kebutuhan pangan pun akan meningkat.

Begitu juga dengan kebutuhan akan papan/perumahan. Kemampuan ekonomi seseorang akan mendorongnya untuk memikirkan pemuas kebutuhan perumahan dengan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif sekaligus.

b. Safety Needs (Kebutuhan Rasa Aman)

Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam arti keamanan fisik semata, tetapi juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil dalam pekerjaan. Karena pemuas kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekaryaan seseorang, artinya keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan seseorang didaerah tempat tinggal, dalam perjalanan menuju ke tempat bekerja, dan keamanan di tempat kerja.

(4)

c. Social Needs (Kebutuhan Sosial)

Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan pasti memerlukan bantuan orang lain, sehingga mereka harus berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan sosial tercermin dalam empat bentuk perasaan yaitu:

1) Kebutuhan akan perasaaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi dan demikian ia memiliki sense of belonging yang tinggi.

2) Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati dirinya itu, setiap manusia merasa dirinya penting, artinya ia memiliki sense of importance.

3) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut

sense of accomplishment. Tidak ada orang yang merasa senang

apabila ia menemui kegagalan, sebaliknya, ia senang apabila ia menemui keberhasilan.

4) Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan sering disebut dengan

sense of participation. Kebutuhan ini sangat terasa dalam hal

pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas sendiri. Sudah barang tentu bentuk dari partisipasi itu dapat beraneka ragam seperti dikonsultasikan, diminta memberikan informasi, didorong memberikan saran.

(5)

d. Esteem Needs (Kebutuhan akan Harga Diri)

Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang lain. Situasi yang ideal adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan prestasi seseorang, akan tetapi tidak selalu demikian karena dalam hal ini semakin tinggi kedudukan seseorang, maka akan semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol statusnya itu.

Dalam kehidupan organisasi banyak fasilitas yang diperoleh seseorang dari organisasi untuk menunjukkan kedudukan statusnya dalam organisasi. Pengalaman menunjukkan bahwa baik di masyarakat yang masih tradisional maupun di lingkungan masyarakat yang sudah maju, simbol-simbol status tersebut tetap mempunyai makna penting dalam kehidupan berorganisasi.

e. Self Actualization (Aktualisasi Diri)

Self Actualization dapat diartikan bahwa dalam diri seseorang terdapat kemampuan yang perlu dikembangkan, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap kepentingan organisasi. Melalui kemampuan kerja yang semakin meningkat akan semakin mampu memuaskan berbagai kebutuhannya dan pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri serta berbuat yang lebih baik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah tenaga pendorong atau daya kekuatan untuk melakukan suatu usaha yang yang

(6)

diarahkan pada perilaku yang melibatkan diri dengan pekerjaan. Motivasi merupakan respon pegawai terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul dari dalam diri pegawai agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan yang dikehendaki oleh pegawai tercapai.

2. Faktor-Faktor Motivasi Kerja

Menurut (Simon Devung, 1989) motivasi timbul karena dua faktor, yaitu dorongan yang berasal dari dalam diri manusia (faktor individual atau internal) dan dorongan yang berasal dari luar diri manusia (faktor eksternal). Faktor internal yang biasanya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu adalah :

a. Minat

Seseorang akan merasa terdorong untuk melakukan suatu kegiatan kalau kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sesuai dengan minatnya.

b. Sikap positif

Seseorang yang mempunyai sifat positif terhadap suatu kegiatan dengan rela ikut dalam kegiatan tersebut, dan akan berusaha sebisa mungkin menyelesaikan kegiatan yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya.

c. Kebutuhan

Setiap orang mempunyai kebutuhan tertentu dan akan berusaha melakukan kegiatan apapun asal kegiatan tersebut bisa memenuhi kebutuhannya.

(7)

Sedangkan faktor eksternal menurut F. Herzberg (dalam Simon Devung 1989) terdapat dua faktor utama di dalam organisasi yang membuat karyawan merasa puas terhadap pekerjaan yang dilakukan, dan kepuasan tersebut akan mendorong mereka untuk bekerja lebih baik, kedua faktor tersebut antara lain:

a. Motivator

Motivator adalah prestasi kerja, penghargaan, tanggung jawab yang diberikan, kesempatan untuk mengembangkan diri dan pekerjaannya itu sendiri.

b. Faktor kesehatan kerja

Faktor kesehatan kerja merupakan kebijakan dan administrasi perusahaan yang baik, supervisi teknisi yang memadai, gaji yang memuaskan, kondisi kerja yang baik dan keselamatan kerja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja dipengaruhi oleh faktor internal yaitu minat, sikap positif dan juga kebutuhan dari individu itu sendiri serta faktor eksternal yaitu motivator dan juga kesehatan kerja sebagai penunjang dari luar individu.

3. Ciri -Ciri Motivasi Kerja

Menurut Ghiselli dan Brown (dalam Robins, 1996) ciri-ciri dari motivasi itu sendiri adalah:

a. Motivasi adalah kompleks

Pengaruh motivasi pada perilaku memiliki hubungan yang sangat kompleks dan sukar untuk dipisahkan. Interaksi antara beberapa

(8)

motif, kondisi kerja dan beberapa aspek lingkungan sosial jauh lebih penting dalam mempengaruhi perilaku kerja dari pada beberapa motivasi tunggal, lingkungan atau kondisi sosial kerja.

b. Beberapa motivasi tidak disadari oleh individu

Individu sering melakukan perilaku yang tidak disadari oleh dirinya sendiri. Dalam beberapa hal individu kadang tidak menyadari kenapa dan untuk apa sesungguhnya melakukan suatu pekerjaan. c. Motivasi dapat berubah

Motivasi dapat berubah dari waktu ke waktu walaupun perilaku sama. Motivasi individu dapat berubah sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikis, intelektual, emosi dan pekerjaan. Adanya perubahan supervisi, sosial dan pandangan politik serta berbagai kondisi ekonomi dapat mempengaruhi perilaku individu dalam lingkungan kerja.

d. Motivasi berbeda-beda tiap individu

Beberapa individu dapat melakukan pekerjaan yang sama tetapi berbeda motivasi yang mendasari perilakunya, dapat juga melakukan pekerjaan yang tidak sama dengan motivasi yang sama. Motivasi timbul karena pengalaman individu. Perbedaan pengalaman dapat menyebabkan perbedaan motivasi.

e. Motivasi adalah majemuk

Banyak faktor yang mempengaruhi karyawan dalam bekerja selain faktor uang. Karyawan yang bekerja dengan giat tidak hanya

(9)

karena ingin upah yang tinggi tetapi juga ingin naik pangkat, rasa aman, dan lain-lainnya.

Danim (dalam Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, 1996), menyatakan bahwa motivasi yang diberikan digolongkan menjadi empat bagian:

a. Motivasi Positif

Motivasi positif adalah proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha mempengaruhi orang lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan keuntungan tertentu kepadanya.

b. Motivasi Negatif

Motivasi negatif sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut. Motivasi negatif yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan.

c. Motivasi dari dalam

Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia menjalankan tugaas-tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja iu sendiri.

d. Motivasi dari luar

Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri.

Dengan demikian motivasi memiliki ciri-ciri yaitu memiliki hubungan yang kompleks dengan perilaku, motivasi juga terkadang tidak

(10)

disadari oleh individu, motivasi juga dapat berubah-ubah sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan individu, motivasi antar individu berbeda-beda biasanya disebabkan oleh perbedaan pengalaman dan juga motivasi bersifat majemuk. Motivasi digolongkan menjadi empat bagian yaitu motivasi positif, motivasi negatif, motivasi dari dalam dan juga motivasi dari luar.

4. Aspek-Aspek dalam Motivasi Kerja

Jurgensen (dalam Robbins, 1996) yang mengadakan penelitian di Minneapolis Gas Light Company menemukan beberapa aspek yang mendasari timbulnya motivasi kerja, yaitu:

a. Security (Rasa aman)

Rasa aman atau security adalah dapat melakukan pekerjaannya tanpa dibebani resiko yang dapat membahayakan diri karyawan. Adanya perasaan aman merupakan sesuatu yang diinginkan oleh setiap orang, terutama pada saat ia sedang melaksanakan tugas yang merupakan tumpuan hidupnya. Perasaan yang aman ini meliputi pengertian yang luas, termasuk rasa aman ditinjau dari kecelakaan kerja, rasa aman dari kelanjutan hubungan kerja atau sewaktu-waktu terkena PHK yang tidak dikehendaki.

b. Advancement (Kesempatan untuk maju)

Adalah kesempatan untuk memperoleh posisi yang lebih tinggi dari kedudukan sebelumnya. Setiap orang selalu menginginkan adanya perkembangan dari usaha yang telah dilakukannya. Dengan adanya

(11)

kesempatan untuk maju itu, maka keinginan untuk berkembang tersebut dapat terpenuhi.

c. Company (Nama baik tempat bekerja)

Nama baik tempat kerja adalah tempat dimana karyawan itu bekerja sudah terkenal dan memiliki nama baik di masyarakat. Adanya kebanggaan pada tempat dimana seseorang bekerja itu akan memberikan keyakinan dan semangat pada dirinya untuk melakukan aktivitas kerjanya dengan baik.

d. Co-Workers (Teman sekerja)

Yaitu teman kerja yang dapat bekerja sama dan berteman dengan baik. Kerja sama dan rasa saling menghargai sesama rekan sekerja akan memberikan perasaan tenang dan membutuhkan persatuan dan keakraban yang dapat memperlancar aktivitas kerja. e. Type of work (Jenis pekerjaan)

Jenis pekerjaan yang dimaksud yaitu kesesuaian pekerjaan yang ditangani dengan keinginan karyawan itu sendiri. Maksudnya di sini adalah adanya kesesuaian antara keinginan dan kemampuan karyawan tersebut pada tugas yang diberikan, sehingga ia dapat bekerja dengan baik.

f. Pay (Gaji)

Gaji yang dirasakan cukup baik dan pantas bagi dirinya menurut ukurannya sendiri. Hal ini merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar dan merupakan faktor pertama bagi kelangsungan

(12)

hidup manusia. Dengan dirasakan adanya gaji yang cukup baik, maka diharapkan aktivitas kerja karyawan itu tidak terhambat oleh pemikiran-pemikiran bagaimana menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya.

g. Supervisor (Atasan)yang menyenangkan

Atasan yang menyenangkan adalah atasan yang dapat membimbing sekaligus disukai oleh bawahannya. Sikap ketauladanan yang ditunjukkan oleh atasan kepada bawahan merupakan suatu contoh dan dapat memberikan ketenangan dan tuntunan bagi karyawan dalam bekerja.

h. Hours (Jam kerja)

Adalah jam kerja yang tidak terlalu lama dan membosankan. Kebosanan dan kelelahan yang ditimbulkan akibat terlalu lamanya jam kerja, dapat menyebabkan perasaan jenuh dan malas, sehingga dapat menurunkan gairah kerja karyawan.

i. Working Condition (Keadaan tempat kerja)yang baik

Keadaan tempat kerja yang baik misalnya dengan adanya kebersihan, pergantian udara dan suhu ruangan keija dalam kondisi baik.

j. Benefits (Fasilitas-fasilitas lain) yang disediakan

Fasilitas yang dimaksud adalah tersedianya fasilitas-fasilitas lain yang terdapat di tempat kerja seperti asuransi kesehatan, transportasi, pengobatan gratis, perumahan dan lain-lain. Tersedianya fasilitas ini semakin memberikan keyakinan bagi karyawan bahwa

(13)

hidupnya tidak akan disia-siakan dan menjadi terlantar, sehingga keadaan ini dapat menambah kegairahan dalam bekerja.

Menurut Tiffin dan Mc Cormick (dalam Robbins, 1996), aspek motivasi kerja meliputi:

a. Keuletan, yaitu segenap pengarahan daya upaya dalam bekerja. Seseorang yang memiliki motivasi kerja yang tinggi akan giat dan ulet bekerja.

b. Tingkat absensi, yaitu frekuensi kehadiran seseorang dalam bekerja. Orang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi maka akan tinggi pula frekuensi kehadiranya.

c. Kemajuan, yaitu tingkat perkembangan yang dicapai seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Motivasi kerja yang tinggi membuat para pekerja berusaha untuk maju dalam bekerja.

d. Pencapaian prestasi, merupakan pencapaian target yang telah ditentukan perusahaan. Motivasi kerja yang tinggi membuat para pekerja dapat mencapai target bahkan melebihi target yang ditentukan oleh perusahaan dengan hasil kerja yang berkualitas.

Weinner (dalam Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, 1996) menulis bahwa individu yang memiliki motivasi kerja tinggi dapat dilihat dari aspek-aspek berikut :

a. Mempunyai inisiatif untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kerja. Seorang karyawan yang mampu bekerja atas kemauan

(14)

sendiri, tanpa diperintah, dapat menyelesaikan tugas sendiri dengan baik, mencerminkan motivasi kerja yang tinggi.

b. Lebih tahan dalam kegagalan. Karyawan yang menganggap kegagalan merupakan awal suatu keberhasilan, tidak mudah putus asa, menunjukan suatu sikap yang mencerminkan motivasi kerja tinggi. c. Intensits kerja. Kemauan dalam bekerja, tidak cepat bosan dan

meluangkan waktu lebih banyak dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan kantor, menunjukan suatu sikap yang memiliki motivasi kerja tinggi.

d. Memilih pekerjaan dengan tingkat resiko sedang. Karyawan yang memiliki motivasi kerja tinggi ditunjukan dengan selalu memilih suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.

Aspek-aspek motivasi menurut Purwanto (2002) ada tiga aspek motivasi kerja:

a. Menggerakan: menimbulkan kekuatan, memimpin individu untuk bertindak dengan cara tertentu.

b. Mengarahkan dan menyalurkan tingkah laku : motivasi menyediakan suatu orientasi tujuan.

c. Menjaga dan menopang tingkah laku: diperlukan juga dukungan dari lingkungan sekitar selain kekuatan dari individu.

Menurut McClelland (dalam As’ad 1995) ada tiga dimensi yang menunjukan motivasi kerja, yaitu:

(15)

a. Kebutuhan akan prestasi

Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.

Kebutuhan akan prestasi adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

b. Kebutuhan akan kekuasaan

Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan

(16)

bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.

Kebutuhan akan kekuasaan adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.

c. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat

Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi

Berdasarkanuraian diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja memiliki aspek-aspek seperti rasa aman dalam bekerja, kesempatan untuk maju dalam pekerjaan, nama baik tempat kerja, teman sekerja, kesesuaian antara keinginan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, gaji yang diterima selama bekerja, memiliki atasan yang menyenangkan, jam kerja yang tidak membosankan, keadaan tempat kerja yang baik dan juga fasilitas-fasilitas lain yang diterima individu.

Serta keuletan atau ketahanan dalam mengahadapi kegagalan, intensitas kerja, prestasi, inisiatif, pemilihan pekerjaan yang berhubugan

(17)

dengan pencapain hasil, serta tujuan dasar dalam bekerja. Adapun dimensinya yaitu kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kebutuhan akan berafiliasi.

B. Kontrak Psikologis

1. Pengertian Kontrak Psikologis

Kontrak psikologis yaitu suatu kumpulan harapan-harapan tidak tertulis yang ada dalam diri setiap individu dalam organisasi (tanpa memandang hirarki jabatan) yang selalu ada sepanjang individu tersebut ada dalam organisasi tersebut.

Kunci dari kontrak psikologis adalah mutualitas diantara individu dengan individu, maupun individu dengan organisasi, mutualitas ini muncul dan hanya terjadi jika masing-masing dari pihak yang berkepentingan memiliki tujuan yang ingin dicapainya dan mereka yakin bisa mencapainya, dan untuk menyeimbangkan kontrak psikologis tersebut kedua belah pihak yang berkepentingan harus merasa bahwa mutualitas ini akan menghasilkan sesuatu yang bernilai (Anoraga, 2009).

Kontrak psikologis sebagai kontrak informal tidak tertulis yang terdiri dari ekspektasi karyawan dan atasannya mengenai hubungan kerja yang bersifat timbal balik. Artinya, kontrak psikologis muncul ketika karyawan menyakini bahwa kewajiban perusahaan pada karyawan akan sebanding dengan kewajiban yang diberikan karyawan kepada perusahaan sebagai contoh karyawan berkeyakinan bahwa perusahaan akan

(18)

menyediakan keamanan kerja dan kesempatan promosi dan berkomitmen terhadap perusahaan Amstrong (dalam Conway dan Briner, 2005).

Menurut Amstrong dan Wood (dalam Conway dan Briner, 2005), kontrak psikologis sebagai kontrak informal tidak tertulis yang terdiri dari ekspektasi karyawan dan atasannya mengenai hubungan kerja yang bersifat timbal-balik, sedangkan menurut Rousseau dan Tijoriwala, dkk (1989) kontrak psikologis merupakan suatu kepercayaan mengenai pemahaman terhadap janji-janji yang dibuat dan menawarkan pertimbangan-pertimbangan dalam perubahan yang mengikat antara pekerja dengan organisasi dalam rangka menyusun sebuah kewajiban timbal-balik.

Maheswari (dalam Retno, 2008) mengatakan bahwa kontrak psikologis adalah serangkaian pengharapan karyawan mengenai apa yang akan mereka berikan kepada organisasi atau perusahaan (biasa disebut dengan sumbangan atau kontribusi) dan sebagai timbal-baliknya organisasi atau perusahaan akan memberikan penghargaan atas kontribusi tersebut dengan reward yang biasa disebut insentif.

Kotler (dalam Conway dan Briner, 2005) menjelaskan bahwa kontrak psikologis merupakan sebuah kontrak yang bersifat implisit antara seorang individu dan organisasinya yang menspesifikkan pada apa yang masing-masing harapkan satu sama lain untuk saling memberi dan menerima dalam suatu hubungan kerja.

(19)

Schein (dalam Retno, 2008) menjelaskan bahwa kontrak psikologis merupakan serangkaian set harapan-harapan yang tidak tertulis antara setiap anggota organisasi dengan manajer (maupun lainnya yang mewakili organisasi).

Agyris (dalam Ayu, 2014) berargumen bahwa kontrak Psikologis dapat mendorong karyawan untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi dengan meminimalisir keluhan untuk memperoleh rasa aman dalam pekerjaan serta gaji yang lebih tinggi.

Isakson (dalam Conway dan Briner, 2005) mendefinisikan kontrak psikologis sebagai persepsi terhadap harapan dan tanggung jawab yang bersifat timbal balik dalam perjanjian tenaga kerja.

Guest dan Conway (2005) mendefinisikan kontrak psikologis sebagai persepsi terhadap hubungan dua pihak, karyawan dan perusahaan.

Sedangkan Menurut Herriot dan Pemberton (dalam Conway dan Briner, 2005) kontrak psikologis merupakan persepsi organisasi dan individu tentang kewajiban masing-masing pihak yang terbentuk secara tidak langsung dalam hubungan kerja.

Lebih jelasnya, Morrison and Robinson (dalam Conway dan Briner, 2005) mengemukakan bahwa kontrak psikologis mengacu pada keyakinan-keyakinan karyawan mengenai kewajiban-kewajiban yang bersifat timbal balik antara karyawan dan organisasinya, di mana kewajiban tersebut didasarkan pada janji-janji yang dipersepsikan dan tidak disadari dengan penting oleh agen-agen yang ada pada organisasi.

(20)

Sedangkan Rousseau (1989) mendefinisikan istilah kontrak psikologis mengacu pada keyakinan individu terhadap persetujuan yang bersifat timbal balik antara anggota organisasi dengan manager nya. Isu- isu utama di sini terdiri dari keyakinan terhadap janji yang dibuat yang mengikat pihak-pihak tersebut pada serangkaian kewajiban yang bersifat timbal balik.

Rousseau (1989) mendefinisikan kontrak psikologis sebagai kepercayaan yang diyakini oleh karyawan yang terkait dengan perjanjian hubungan tenaga kerja antara pihak karyawan dengan perusahaan.

Selanjutnya Rousseau (dalam Conway dan Briner, 2005) mengemukakan bahwa kontrak psikologis merupakan keyakinan individu, yang dibentuk dari organisasi, keyakinan tersebut mengacu pada persetujuan antara individu dan organisasinya.

Rousseau (1989) menyatakan bahwa kontrak psikologis merupakan kepercayaan individu terhadap perjanjian pertukaran antara perusahaan tersebut dengan karyawan.

Rousseau (dalam Conway dan Briner, 2005) mengemukakan beberapa hal mengenai kontrak psikologis:

a. Keyakinan yang mendasari kontrak psikologis

Definisi awal mengenai kontrak psikologis menekankan pada keyakinan tentang harapan dan kewajiban Schein, (dalam Rousseau, 1989) sedangkan definisi belakangan ini menekankan pada keyakinan tentang janji-janji (Rousseau, 1989).

(21)

Penggunaan istilah janji lebih jelas secara konseptual bila dibandingkan dengan harapan maupun kewajiban. Selain itu, istilah janji pun lebih berkaitan dengan ide kontrak. Untuk alasan ini, Conway dan Briner (2005) menggunakan istilah janji sebagai keyakinan utama dalam kontrak psikologis.

Dengan kata lain, istilah janji juga mengacu pada kewajiban dan harapan. Kewajiban dan harapan tersebut timbul dari janji-janji. Selain itu, janji dapat dilihat sebagai bagian dari kontrak psikologis. b. Sifat implisit pada kontrak psikologis

Pada awalnya, beberapa ahli seperti Kotler (1973) dan Schein (1980) menjelaskan bahwa kontrak psikologis bersifat implisit. Dewasa ini, para ahli menganggap bahwa kontrak psikologis mengandung janji baik itu yang bersifat eksplisit maupun implisit (dalam Conway dan Briner, 2005).

Janji yang bersifat eksplisit muncul dari persetujuan verbal atau tertulis yang dibuat oleh organisasi atau agen dari organisasi. Contoh sebuah janji yang bersifat eksplisit yaitu karyawan akan dipromosikan ke tingkat yang lebih tinggi oleh manajer apabila mencapai target yang ditentukan. Janji tersebut dikatakan oleh agen organisasi secara verbal kepada karyawannya.

Di sisi lain, janji yang bersifat implisit muncul ketika karyawan telah melakukan upaya maksimal demi kepentingan organisasinya (Conway dan Briner, 2005). Kontrak psikologis muncul ketika

(22)

karyawan meyakini bahwa janji perusahaan kepada karyawan akan sebanding dengan janji karyawan kepada organisasi (Rousseau, dalam Conway dan Briner, 2005).

Sebagai contoh, karyawan berkeyakinan bahwa organisasi akan menyediakan keamanan kerja dan memenuhi kebutuhan karyawan apabila karyawan bekerja dengan maksimal untuk kepentingan organisasi atau perusahaannya.

c. Sifat subjektif pada kontrak psikologis

Kontrak psikologis bersifat subjektif. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi individu mengenai keyakinan terhadap janji kedua belah pihak.

Menurut Macneil (dalam Conway dan Briner, 2005), setiap orang memiliki keterbatasan dalam memproses stimulus atau informasi yang diterima oleh otaknya (proses kognisi).

d. Kontrak psikologis bersifat timbal balik

Menurut Rousseau (dalam Conway dan Briner, 2005), kontrak psikologis merujuk pada perjanjian yang bersifat timbal balik antara dua pihak antara karyawan dan agen dari organisasi. Masalah timbal balik ini penting, jika asumsi timbal balik tidak sah, maka akan menjadi sulit untuk menganggap kontrak psikologis sebagai suatu kontrak.

Pada dasarnya kontrak berhubungan dengan teori pertukaran. Konsep pertukaran (exchange) ini terjadi manakala individu merasa

(23)

berkewajiban untuk membalas terhadap yang lainnya apabila diyakini telah memberikan kontribusi kepada salah satu pihak.

e. Pihak-pihak dalam kontrak psikologis

Menurut Rousseau (dalam Conway dan Briner, 2005), definisi kontrak psikologis mengacu pada dua pihak yang melakukan kontrak, yaitu karyawan dan organisasi atau pemberi kerja. Pada pihak karyawan, pengukuran mengenai kontrak psikologis dapat dengan mudah diidentifikasi namun permasalahannya terletak pada siapa yang mewakili pihak organisasi, apakah manajer lini, direktur, ataukah

Human Resource Development (HRD).

Selanjutnya Rousseau (dalam Conway dan Briner, 2005) menjelaskan bahwa dalam kontrak psikologis, karyawan melihat aksi dari organisasi yang secara keseluruhan dapat dilihat melalui agen-agen organisasi, seperti manajer lini dan HRD.

Rousseau & Wade-Benzoni (dalam Rousseau, 1989) membagi kontrak psikologis menjadi 4 tipe, antara lain:

a. Relational

Kontrak psikologis jenis ini termasuk dalam bentuk perjanjian

open ended yang didasari oleh kepercayaan dan loyalitas. Kontrak

psikologis tipe Relational menggambarkan harapan karyawan untuk membangun hubungan jangka panjang terhadap organisasi maupun sebaliknya.

Tipe Relational juga tidak dibatasi oleh waktu, sehingga hubungan karyawan dengan perusahaan akan berlangsung terus

(24)

menerus, dapat mencakup harapan materil (seperti uang atau gaji) maupun non materil (seperti timbal balik, dukungan terhadap karir dan perkembangan karyawan). Perkembangan karir yang didapat berdasar dari performa kerja yang menghasilkan benefit and rewards serta partisipasi karyawan dalam organisasi.

b. Transactional

Kontrak psikologis transactional merupakan bentuk perjanjian jangka pendek dan terbatas. Jenis kontrak psikologis ini lebih berfokus pada pertukaran ekonomis (uang) dengan pekerjaan yang relatif spesifik dan keterlibatan karyawan yang sedikit dalam organisasi.

Esensi kontrak transactional adalah harapan untuk membangun hubungan dalam kerangka pertukaran ekonomi dan oleh karena itu hubungan yang terjalin dibangun tidak berdasarkan loyalitas dan jangka waktu bekerja yang lama (Suryanto, 2008). Hubungan kerja dalam kontrak transactional akan berakhir ketika kinerja karyawan dianggap buruk atau kontrak tertulisnya berakhir.

c. Balance

Bentuk perjanjiannya jangka panjang dan dinamis karena disesuaikan dengan keberhasilan ekonomi dari perusahaan tempat karyawan bekerja, karyawan mengembangkan diri mereka sendiri dan kesempatan mengembangkan karir berdasarkan pada performa dan kemampuan mereka.

(25)

Baik karyawan dan perusahaan memiliki kontribusi yang tinggi terhadap perkembangan dan pembelajaran satu sama lain. Reward yang diberikan pada karyawan didasari oleh performa dan kontribusi mereka dalam menghasilkan keunggulan komparatif perusahaan dan menghadapi perubahan lingkungan.

d. Transitional

Tipe ini bukan termasuk kontrak psikologis, namun sebuah tingkatan kognitif yang mencerminkan konsekuensi dari perubahan konteks dan sosioekonomi perusahaan serta transisi yang bertentangan dengan kontrak psikologis yang dimiliki sebelumnya. Tingkatan kognitif seperti ini banyak dijumpai pada perusahaan yang mengalami akuisisi atau merger.

Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa Kontrak psikologis merupakan sekumpulan perjanjian dan komitmen yang tidak tertulis namun ada dalam perjanjian antar dua belah pihak atau lebih. Hubungan ini menitikberatkan pada hubungan timbal balik antara karyawan dengan perusahaan. Walaupun tidak tertulis secara jelas, tidak dapat dipungkiri bahwa pemenuhan kontrak ini memainkan peran yang cukup besar dalam mengontrol dan memprediksi perilaku karyawan dalam perusahaan.

2. Faktor-faktor kontrak psikologis

Kontrak psikologi berkembang sesuai lingkungan yang dinamis. Perkembangan kontrak psikologi merupakan hasil dari interaksi antara

(26)

individu dengan organisasinya. Individu dibentuk oleh situasi dan situasi juga membentuk situasi. Sehingga kontrak psikologis adalah unik untuk individu.

Rousseau (1989) mengemukakan beberapa faktor dalam kontrak psikologi dari proses interaksionalnya sebagai berikut:

a. Transactional: Menunjukkan kerjasama yang terbatas durasinya

dengan kinerja yang ditentukan secara karakteristik sehingga mudah untuk terjadinya pergantian kontrak, hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat komitmen organisasi dan lemahnya integrasi dalam organisasi sehingga menyebabkan seringnya terjadi perpindahan karyawan.

Faktor transactional ini meliputi sub faktor : 1) Rendahnya integrasi atau identifikasi.

2) Sikap membatasi kontribusi terhadap organisasi. 3) Rendahnya komitmen.

4) Membatasi kefleksibelan atau ruang gerak.

b. Relational: Kerjasama lebih bersifat terbuka dengan kinerja ditentukan secara bebas, komitmen yang tinggi dan integrasi anggota organisasinya kuat.

Faktor relational ini meliputi sub faktor :

1) Menjalin hubungan dengan lebih terbuka, terjalinnya kebersamaan. 2) Menimbulkan loyalitas yang tinggi.

(27)

4) Terciptanya keamanan kerja.

c. Hybrid atau keseimbangan, mengutamakan untuk menyatukan

peraturan relational dan transactional.

Faktor Hybrid atau keseimbangan ini meliputi sub faktor: 1) Kesempatan untuk pengembangan karir.

2) Persyaratan kinerja yang dinamis.

Penelitian yang disebarluaskan oleh Milward dan Brewerton (dalam Retno, 2008), membangun kerja yang dijalankan oleh Milward dan Hopkins (dalam Retno, 2008) dalam mengembangkan dan memvalidasi skala kontrak psikologi, mereka mengemukakan sub faktor dari faktor kontrak psikologis sebagai berikut:

a. Transactional:

1) Orientasi transactional, fokus dalam mencari keuntungan,

keuangan dan memenuhi satu kontrak dan persyaratan kerja.

2) Jangka panjang, dimasa yang akan datang, tidak mempertimbangkan organisasi sebagai yang mempekerjakan dalam waktu jangka panjang.

3) Kekurangan yang berlebihan, kekurangan yang melibatkan kerja, tidak mempunyai kemauan untuk lebih menentukan syarat kerja. b. Relational:

1) Dorongan emosional: perasaan sebagai anggota organisasi, identifikasi dengan tujuan organisasi.

(28)

2) Pengembangan profesionalitas : kesempatan dan harapan untuk pelatihan, promosi dan menumbuhkan profesionalitas.

3) Kelayakan; persepsi dan penghargaan dari karyawan sebagai masukan untuk karyawan.

Rousseau (1989), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kontrak psikologis sebagai berikut:

a. Pengupahan.

b. Relativitas keamanan kerja.

c. Kesempatan yang baik untuk promosi. d. Persaingan versus perlakuan jujur. e. Pengembangan karir.

f. Motivasi berprestasi. g. Komunikasi yang terbuka. h. Lingkungan kerja.

Arnold (dalam Conway dan Briner, 2005) dalam penelitiannya mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kontrak psikologis sebagai berikut:

a. Keamanan setiap saat.

b. Gaji adil sesuai kinerja yang baik. c. Struktur, skenario dapat diramalkan. d. Karir dimanajemeni oleh organisasi. e. Waktu dan penghargaan diusahakan.

(29)

g. Menawarkan prospek karir dan mendukung hasil yang maksimal atau prestasi yang tinggi.

h. Saling mempercayai.

Berdasarkan pemaparan di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi kontrak psikologis diantaranya transactional, relational, dan hybrid atau keseimbangan.

3. Aspek-Aspek Kontrak Psikologis

Aspek kontrak psikologis mengacu pada keyakinan tentang janji-janji seorang karyawan kepada organisasi dan hal-hal yang dijanji-janjikan organisasi kepada karyawannya.

Conway dan Briner (2005) menekankan bahwa aspek kontrak psikologis mengacu pada keyakinan tentang janji-janji organisasi kepada karyawannya atas kontribusi mereka terhadap organisasi. Seperti upah, kesempatan promosi, pelatihan, peningkatan kesejahteraan.

Menurut De Vos (dalam Rousseu, 1989) kontrak psikologis mencakup aspek hubungan kerja baik yang dilakukan perusahaan kepada karyawan maupun karyawan kepada perusahaan. Organisasi berjanji kepada karyawannya dalam hal :

1) Pengembangan karir

Menawarkan kemungkinan untuk pengembangan dan promosi dalam organisasi (seperti kemungkinan untuk pengembangan, diangkat menjadi pegawai tetap, peluang promosi).

(30)

2) job konten (Penawaran Pekerjaan)

Penawaran pekerjaan, penawaran menantang, konten pekerjaan yang menarik, seperti kerja di mana karyawan dapat menggunakan kapasitas mereka.

3) Lingkungan sosial

Lingkungan sosialnya menawarkan lingkungan kerja dan menyenangkan seperti baik komunikasi antar rekan kerja, kerjasama yang baik dalam kelompok baik terhadap atasan maupun sesama rekan kerja.

4) Keuangan

Kompensasi penawaran ganti rugi yang tepat, seperti: remunerasi sepadan dengan pekerjaan, kondisi kerja yang memiliki konsekuensi pajak yang menguntungkan.

5) Keseimbangan dengan pribadi karyawan

Penawaran menghormati dan pemahaman untuk situasi pribadi karyawan. Misalnya: fleksibilitas dalam jam kerja, pemahaman tentang keadaan pribadi.

Sedangkan janji karyawan yang merupakan wujud timbal balik adalah sebagai berikut:

a. Usaha dan performance kinerja

Kesediaan untuk bekerja lebih baik untuk kemajuan organisasi. Dengan cara meningkatkan prestasi kerja, bekerja baik secara kuantitatif dan kualitatif, dapat bekerja sama dengann baik terhadap pimpinan dan rekan kerja.

(31)

b. Keluwesan

Kesediaan untuk menjadi fleksibel dalam melaksanakan pekerjaan yang perlu dilakukan seperti bekerja lembur, membawa pulang kerja.

c. Loyalitas

Kesediaan untuk terus bekerja lebih lama untuk organisasi dengan cara tidak menerima setiap tawaran pekerjaan yang datang bersama, bekerja untuk organisasi selama beberapa tahun setidaknya. d. Berperilaku lebih baik

Kesediaan untuk bertingkah laku lebih baik terhadap organisasi. Seperti tidak membongkar rahasia dan informasi penting perusahaan, jujur berurusan dengan sumber daya dan anggaran.

e. Ketersediaan

Kesediaan untuk menjaga status ketersediaan pada tingkat yang dapat diterima, seperti: mengambil pelatihan yang tersedia, bersedia mengikuti jenjang pendalaman pendidikan dann ketrampilan jika dibutuhkan perusahaan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek dari kontrak psikologis mengacu kepada janji-janji organisasi kepada karyawannya dan juga sebaliknya seperti mengenai pengembangan karir, penawaran pekerjaan, lingkungan sosial di tempat kerja, keuangan, keseimbangan dengan pribadi karyawan, usaha dan performance kinerja, keluwesan kerja, loyalitas karyawan, berperilaku

(32)

lebih baik dalam bekerja dan ketersediaan untuk menjaga status ketersediaan pada tingkat yang dapat diterima.

4. Dimensi Kontrak Psikologis

Menurut Rousseau (1989), kontrak psikologis terdiri dari 3 dimensi, yaitu Transactional Contract, Relational Contract dan balanced contract.

a. Transactional Contract (Kontrak Transaksional)

Pada dasarnya transactional contract atau kontrak transaksional bersifat jangka pendek (short term) dan berfokus pada aspek pertukaran ekonomis, jenis pekerjaan yang sempit (narrow) dan keterlibatan minimal karyawan dalam organisasi.

Terdapat dua dimensi utama yang dikaji dalam kontrak transaksional, yaitu narrow dan short term.

1) Narrow

Karyawan diwajibkan untuk melakukan hanya serangkaian pekerjaan yang dalam kontrak merupakan pekerjaan yang diperhitungkan dalam imbal jasa. Organisasi membatasi keterlibatan karyawan dalam organisasi dan memberikan kesempatan terbatas untuk pelatihan dan pengembangan.

2) Short Term

Karyawan tidak memiliki kewajiban untuk tetap bekerja di organisasi selamanya dan berkomitmen untuk bekerja hingga batas waktu tertentu. Organisasi menawarkan hubungan kerja yang

(33)

hanya untuk jangka waktu tertentu dan tidak berkewajiban untuk menjamin karir karyawan jangka panjang.

Kontrak transaksional dikarakteristikan dengan perjanjian yang bersifat moneter dengan keterlibatan karyawan yang terbatas dalam organisasi maupun hubungannya dengan individu lain di organisasi sehingga tampak perbedaan yang signifikan dengan konsep kontrak relasional.

b. Relational Contract (Kontrak Relasional)

Relational Contract atau Kontrak relasional memiliki jangka

waktu yang panjang tetapi berakhirnya tidak dapat ditentukan. Jenis kontrak ini juga melibatkan faktor sosio-emosional, seperti kepercayaan, keamanan, dan loyalitas. Masing-masing pihak berharap terjadi hubungan timbal balik (reciprocal).

Menurut Macneil, (dalam Rousseau, 1989), kontrak relasional dikarakteristikan dengan hubungan jangka panjang. Lebih lanjut, kontrak relasional tidak terbatas waktu, memperkenalkan suatu hubungan yang terus menerus antara karyawan dan organisasi, melibatkan pertukaran uang dan non-monetary reward seperti loyalitas timbal balik, dukungan, reward terhadap karir, dukungan seperti pelatihan dan kesempatan pengembangan jangka panjang dalam organisasi.

Rousseau (1989) menyimpulkan bahwa kontrak relasional menyangkut dua dimensi, yaitu dimensi stability dan loyalty.

(34)

1) Stability

Karyawan diwajibkan untuk bekerja pada organisasi untuk jangka waktu yang relatif lama dan melakukan hal-hal lain untuk mempertahankan pekerjaannya. Organisasi dalam hal ini menawarkan paket kompensasi yang stabil dan hubungan kerja jangka panjang.

2) Loyalty

Karyawan diwajibkan untuk mendukung organisasi, menunjukkan kesetiaan dan komitmen terhadap kebutuhan dan kepentingan organisasi. Selain itu, karyawan diharapkan menjadi anggota organisasi yang baik. Organisasi sebaliknya memberikan komitmen untuk menjamin kesejahteraan dan kebutuhan karyawan beserta keluarganya.

c. Balanced Contract (Kontrak Seimbang)

Balanced Contract merupakan perpaduan antara sifat dari

kontrak transaksional dan relasional (Rousseau, 1989). Balanced

contract bersifat dinamis dan open-ended yang berfokus pada

keberhasilan ekonomi perusahaan dan kesempatan karyawan untuk mengembangkan karir. Baik pihak karyawan maupun perusahaan saling memberikan kontribusi dalam pembelajaran dan pengembangan.

Balanced Contract terdiri dari external employability, internal

(35)

1) External employability

Meliputi pengembangan karir di luar organisasi. Pada aspek ini, karyawan memiliki kewajiban untuk mengembangkan keterampilan berharga (marketable skills) di luar organisasi. Sedangkan kewajiban organisasi yaitu meningkatkan hubungan kerja jangka panjang baik di dalam maupun di luar organisasi.

2) Internal advancement

Meliputi pengembangan karir dalam pasar tenaga kerja internal. Karyawan berkewajiban untuk mengembangkan keterampilan yang dihargai oleh organisasi saat ini. Di samping itu, organisasi berkewajiban untuk menciptakan kesempatan pengembangan karir kepada para pekerja di dalam perusahaan.

3) Dynamic performance

Meliputi kewajiban karyawan untuk melakukan hal-hal yang baru dan membantu perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan agar menjadi perusahaan yang kompetitif. Sedangkan kewajiban organisasi yaitu membantu karyawan dalam meningkatkan pembelajaran dan melaksanakan persyaratan-persyaratan kinerja.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kontrak psikologis memiliki dimensi-dimensi, yaitu Transactional Contract yang bersifat jangka pendek, Relational Contract yang memiliki jangka waktu panjang tetapi berakhirnya tidak dapat ditentukan dan juga Balanced Contract yang bersifat dinamis dan open-ended.

(36)

C. Kerangka Berfikir

Penelitian ini akan mengungkap hubungan antara kontrak psikologis dengan motivasi kerja pada karyawan Depo Pelita Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Responden yang diteliti sebanyak 230 orang karyawan, sedangkan variabelnya yaitu kontrak psikologis sebagai variabel bebas dan motivasi kerja sebagai variabel terikat. Untuk memperoleh kedua data tersebut digunakan skala psikologis.

Diprediksikan kontrak psikologis mempunyai hubungan yang positif dengan motivasi kerja karyawan. Dengan adanya kontrak psikologis yang terbentuk antara pimpinan dengan karyawan di dalam sebuah perusahaan dapat memberikan motivasi kerja yang tinggi kepada para karyawan.

Motivasi kerja karyawan yang tinggi dipengaruhi oleh 2 hal yaitu motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi instrinsik merupakan motivasi kerja yang berasal dari dalam diri karyawan yang meliputi minat dan sikap kerja yang positif. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar diri karyawan.

Secara umum dengan motivasi kerja yang tinggi membuat karyawan bekerja secara baik dan memberikan segala daya upaya untuk memperoleh hasil yang maksimal, dengan demikian hasil yang diperoleh meningkat dari waktu ke waktu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kontrak psikologis yang baik antara pimpinan dengan karyawan dapat memberikan motivasi kerja yang tinggi kepada karyawan dalam meningkatkan kinerjanya.

(37)

Kerangka berfikir penulis, digambarkan sebagai berikut:

Gambar.1 Kerangka berfikir penulis.

D. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang sifatnya masih lemah, harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis itu sendiri harus konsisten dengan teori yang telah penulis paparkan diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

”Adanya hubungan antara kontrak psikologis dengan motivasi kerja pada karyawan Depo Pelita Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas”. Kontrak Psikologis a. Pengembangan Karir b. Penawaran Pekerjaan c. Lingkungan Sosial d. Keuangan e. Keseimbangan dengan Pribadi Karyawan

f. Usaha dan Performance Kinerja

g. Keluwesan h. Loyalitas

i. Berperilaku lebih baik j. Ketersediaan

Motivasi Kerja a. Rasa aman

b. Kesempatan untuk maju c. Nama baik tempat bekerja d. Teman sekerja

e. Jenis pekerjaan f. Gaji

g. Atasanyang menyenangkan h. Jam kerja

i. Keadaan tempat kerja yang baik

j. Fasilitas-fasilitas lain yang disediakan

Referensi

Dokumen terkait

Tetapan kopling ini menunjukkan bahwa proton H7 mengkopling proton H8 terikat secara visinal dengan konformasi relatif ekuatorial-aksial pada sistem sikloheksana. Hal ini

Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa dari semua orang tua di RW V Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo Kota Kabupaten Sidoarjo sebagian besar menggunakan pola asuh otoriter, dan

Melihat dari ketentuan penggunaan aplikasi GO-JEK saat ini bahwa secara keseluruhan isi dalam aplikasi tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1320

STUDI FENOMENA PERILAKU MEROKOK REMAJA PUTRI DI WILAYAH

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disusun pengendalian hama terpadu (PHT) lalat buah pada tanaman cabai dengan komponen pengendalian sebagai berikut, penggunaan tanaman

Guan Hanqing menggunakan cerita Dong Hai Xiao Fu yang telah lama tersebar di kalangan rakyat sebagai karangan dasar dan menambahkan pengalamannya dalam kehidupan masyarakat Dinasti

Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Chi Square didapatkan hasil p-value < α (α= 0,05), Hal tersebut dapat diartikan

Perbedaan informasi mengenai lingkungan pengendapan dan dinamika sedimentasi formasi – formasi berumur Neogen menurut beberapa peneliti terdahulu serta