• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Hidrologi dikategorikan secara khusus mempelajari kejadian air di daratan/bumi, deskripsi pengaruh sifat daratan terhadap air, pengaruh fisik air terhadap daratan dan mempelajari hubungan air dengan kehidupan. Mempelajari hidrologi secara umum pasti tidak akan pernah lepas dari siklus hidrologi, yaitu peredaran air di bumi baik itu di atmosfer, di permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi. Selama siklus tersebut, air dapat berubah wujudnya yaitu padat, cair maupun gas tergantung dari kondisi lingkungan siklus hidrologi. Jumlah air dalam siklus hidrologi selalu tetap dan hanya berubah distribusinya saja dari waktu ke waktu akibat adanya pengaruh dari faktor tertentu (Adji dan Suyono, 2004).

Air sebagai salah satu sumber kehidupan tidak dapat ditinggalkan di dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai makhluk hidup tidak pernah lepas dari air. Air sudah menjadi kebutuhan pokok bagi manusia dalam kehidupannya. Air sebagai sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, bukan berarti tidak memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan manusia, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya serta penyebaran dari sisi waktu dan lokasi. Oleh karena itu, dengan keterbatasan sumberdaya air ini perlu pengelolaan yang cermat, agar kebutuhan air dapat terpenuhi dan terjamin dari waktu ke waktu. Permasalahannya saat ini adalah sumberdaya air relatif tetap karena proses pemulihan air memerlukan waktu yang cukup panjang, sementara manusia semakin banyak jumlahnya, sehingga kebutuhan air semakin meningkat.

Hal ini menjadi sangat penting bagi ilmuwan untuk mempelajari siklus hidrologi secara umum agar manusia dapat mengambil kebijakan yang tepat supaya keberadaan sumberdaya alam ini tidak rusak. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengatur pengelolaan air ini. Negara Republik Indonesia sudah mengatur

(2)

2

mengenai air dalam pengelolaannya. Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004 menyebutkan bahwa:

“Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air alami danatau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya”.

Pernyataan ini menjadi dasar hukum bagi bangsa Indonesia mengenai daya air dan untuk dapat mempertahankan keberadaan sumberdaya alam ini perlu dilakukan upaya pelestarian agar keseimbangan alam tetap terjadi.

Kabupaten Gunungkidul merupakan kabupaten yang tergolong kering dan sulit air. Masyarakat yang tinggal di Kabupaten Gunungkidul tidak bisa menikmati sumberdaya air yang ada di sana. Hal ini tidak lepas dari morfologi di Kabupaten Gunungkidul yang didominasi oleh kawasan Karst Gunung sewu, terutama yang berada di bagian selatan kabupaten ini. Sumberdaya air yang ada di Kabupaten Gunungkidul lebih banyak berada di bawah tanah sebagai sistem sungai bawah tanah. Hal inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya kesulitan air. Aksesibilitas masyarakat terhadap air bersih di Kabupaten Gunungkidul sulit mengambil air yang berada jauh di bawah tanah.

Kecamatan Panggang yang berada di bagian Selatan Kabupaten Gunungkidul memiliki potensi air dengan ditemukannya beberapa sumber mataair. Mataair ini dijadikan salah satu sumber air utama oleh masyarakat Kecamatan Panggang. Banyak keuntungan yang dapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan ditemukannya sumber mataair ini. Bukan hanya untuk masyarakat di Kecamatan Panggang sendiri, tetapi juga kecamatan lain di sekitarnya yang mendapatkan pasokan air bersih dari sumber yang ada di Kecamatan Panggang.

Secara alamiah kawasan karst merupakan akuifer terbesar ketiga setelah kawasan volkan dan pesisir. Saat ini 25% kebutuhan air penduduk dunia tergantung pada kawasan karst (Ko, 1984 dalam Adji, 2010). Air hujan yang jatuh di kawasan karst sebegian besar meresap ke dalam jaringan sungai bawah tanah. Keberadaan sungai bawah tanah pada umumnya jauh di bawah permukaan tanah dengan kedalaman vertikal mencapai 60-100 meter. Jaringan sungai bawah tanah

(3)

3

membawa air keluar ke permukaan sebagai mataair yang muncul di sekitar garis pantai maupun di lereng perbukitan. Sayangnya pemunculan mataair tidak merata di seluruh kawasan karst, tetapi hanya terkonsentrasi di beberapa lokasi.

Potensi air dapat dilihat dari kuantitas dan kualitasnya. Melihat potensi air dari kualitasnya tidak lepas dari batuan penyusun aquifernya. Batuan karst yang dominan di kawasan karst Gunungkidul adalah batuan gamping karbonat. Batuan karbonat ini mudah larut dengan air hujan yang telah tercampur oleh zat karbon yang terlarut oleh udara. Air hujan yang melarutkan batuan gamping karbonat di daerah karst kemudian masuk ke dalam akuifer karst dan mengalami proses pertukaran kation, sehingga airtanah yang terdapat di daerah karst secara kualitas mempunyai kandungan CaCO3 yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah non-karst.

Kandungan CaCO3 yang tinggi pada air akan menyebabkan berbagai penyakit. Kalsium yang larut dalam air lama-kelamaan akan ikut mengendap dalam tubuh manusia melalui konsumsi yang terus-menerus. Akumulasi pengendapan kalsium dalam tubuh seperti di ginjal dapat berbahaya. Gagal ginjal atau batu ginjal dapat menjangkit masyarakat. Perlu adanya perlakuan khusus terlebih dahulu sebelum air ini dikonsumsi.

1. 2. Rumusan Masalah

Keberadaan mataair di Kecamatan Panggang perlu dikaji lebih mendalam secara kuantitas maupun kualitas. Ketersediaan air selalu tetap pada siklus hidrologi, sementara pertumbuhan penduduk akan selalu bertambah membuat sumberdaya air dirasa kurang oleh masyarakat. Kesulitan akan air di daerah penelitan dapat sedikit terartasi dengan munculnya mataair. Tetapi dengan terus bertambahnya jumlah penduduk, maka keberadaan mataair ini lambat laun akan menipis dan tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan air masyarakat. Sementara itu, secara kualitas, air yang berada di daerah penelitian terpengaruh oleh batuan penyusun pada aquifernya. Batuan penyusun di daerah penelitian cenderung mudah larut dan mengandung zat kapur. Oleh karena itu, kadar kalsium, kesadahan dan magnesium dalam air di daerah penelitian cukup tinggi. Persebaran mataair, dan mengenai potensi dari mataair baik secara kuantitas dan kualitas

(4)

4

airnya perlu diketehui lebih lanjut. Secara Pemenuhan kebutuhan akan air oleh masyarakat juga akan dapat diketahui dari adanya kajian mengenai mataair di Kecamatan Panggang. Berdasarkan beberapa hal di atas dapat disimpulkan permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini, di antaranya adalah

1. Bagaimana pola persebaran keruangan mataair di Kecamatan Panggang? 2. Bagaimana potensi mataair baik secara kuantitas dan kualitas?

3. Apakah keberadaan mataair di Kecamatan Panggang dapat memenuhi kebutuhan air penduduk?

4. Jika dapat memenuhi kebutuhan air penduduk, seberapa lama keberadaan mataair tersebut dapat tetap memenuhhi kebutuhan penduduk?

5. Adakah perlakuan khusus terhadap air sadah sebelum dikonsumsi oleh warga?

1. 3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pola persebaran mataair di Kecamatan Panggang.

2. Mengkaji karakteristik mataair baik secara kuantitas dan kualitas mataair di daerah penelitian.

3. Menganalisis potensi mataair dalam memenuhi kebutuhan air penduduk.

1. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi kepada penduduk akan eksistensi atau keberadaan mataair khususnya di Kecamatan Panggang. Adanya bahasan potensi dari segi kuantitas mataair, maka dapat diperkirakan seberapa lama eksistensi atau keberadaan mataair di Kecamatan Panggang dapat bertahan memenuhi kebutuhan air penduduk yang memanfaatkan mataair tersebut terutama yang tinggal di Kecamatan Panggang. Kualitas kimia mataair yang dimanfaatkan warga sebagai informasi tambahan juga dapat dijadikan kajian lebih lanjut mengenai potensi dan proses geomorfologi yang menyertainya. Selain itu, bahasan mengenai kualitas mataair juga dapat menjadi informasi kandungan pencemar air yang ada di daerah penelitian, bagaimana cara mengatasinya dan

(5)

5

kajian lebih lanjut mengenai gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat mengonsumsi air secara terus menerus.

1. 5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Telaah Pustaka

A. Hidrologi Karst

Hidrologi secara khusus mempelajari tentang kejadian proses siklus air di bumi, deskripsi pengaruh batuan terhadap air, pengaruh fisik air terhadap daratan dan mempelajari hubungan air dengan kehidupan. Sementara di sisi lain, karst adalah kawasan dengan ciri topografi eksokarst (kerucut, doline, uvala, dan polje) dan perkembangan sistem drainase bawah permukaan yang lebih dominan dengan sistem aliran permukaannya (Adji dkk., 1999).

Sistem drainase bawah permukaan ini terbentuk karena material batuan di daerah karst yang didominasi oleh batuan yang mudah larut oleh air hujan, sehingga banyak rongga-rongga yang terbentuk dan membentuk sistem pergoaan. Airtanah karst mengisi akuifer dengan media bukan porus, tetapi media rekahan. Selanjutnya, karena terus berkembangnya proses pelarutan batuan, muka airtanah, mataair dan jalur sungai bawah tanah di akuifer karst juga dapat berubah-ubah menurut waktu. Ilustrasi hidrologi di kawasan karst dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Sistem Hidrologi di Kawasan Karst Sumber : http://perpuskam.blogspot.com/2011/03/karst.html

(6)

6

Ada dua hal yang terpenting dalam akuifer karst, yaitu sistem conduit dan sistem diffuse yang tidak terdapat di akuifer lain (White, 1988). Sistem aliran ini sangat berpengaruh terhadap sirkulasi airtanah karst. Ada sistem yang memilki aliran saluran, ada pula yang tidak memiliki saluran, tetapi yang berkembang adalah sistem difusi. Gillison (1996) menambahkan bahwa selain kedua sistem tersebut, ada pula sistem drainase karst yang disebut sebagai sistem rekahan atau fissure. Gambar sistem conduit, diffuse dan fissure dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2.Perbandingan sistem difusi, conduit dan fissure (dari kiri ke kanan) Sumber : Adji dan Haryono (2004), dan

http://www.springerimages.com/Images/MedicineAndPublicHealth/1-10.1007_s00254-008-1189-0-0

B. Mataair

Mataair (spring) adalah pemusatan pengeluaran airtanah yang muncul di permukaan air tanah sebagai arus dari aliran air (Todd, 1980). Mataair berbeda dengan rembesan (seepage). Rembesan adalah mataair yang keluar secara perlahan-lahan dan menyebar pada permukaan tanah.

Mataair sebagai salah satu sumberdaya air non-perpipaan yang terlindungi, keberadaannya tidak selalu berada di kawasan lindung atau kawasan hutan. Hal ini karena telah ditemukan sejumlah mataair di lahan penduduk, sempadan sungai, bantaran sungai, danau, bahkan di pantai. Menurunnya jumlah mata air maupun debit volume air di berbagai mataair merupakan indikator adanya ancaman terhadap kelestarian keberadaan mataair tersebut, juga adanya gangguan terhadap siklus hidrologi dan tatanan ekosistem setempat. Hal ini diakibatkan antara lain oleh adanya kebijakan pengelolaan ekosistem perairan darat yang kurang tepat selama ini.

(7)

7

Mataair dapat diklasifikasikan menurut berbagai hal, dua diantaranya adalah klasifikasi berdasarkan debitnya dan klasifikasi berdasarkan pengalirannya. Debit air menurut Marbun (1982) adalah jumlah (volume) air yang mengalir dalam satu kesatuan waktu, pada titik tertentu di sungai, terusan, saluran air dan mataair, dinyatakan dalam satuan volume per detik (m3/detik). Menurut Meinzer (1923, dalam Todd, 1980) mataair dapat diklasifikasikan menurut debitnya. Pengklasifikasian mataair menurut debitnya dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Kelas Debit Mataair

Tolman (1937) membedakan mataair berdasarkan sifat pengalirannya menjadi :

1. Mataair tahunan (perennial spring), yaitu mataair yang tetap mengalir sepanjang tahun dan tidak terpengaruh oleh curah hujan.

2. Mataair musiman (intermitten spring), yaitu mataair yang sifat pengalirannya sangat dipengaruhi oleh musim, terutama musim hujan. 3. Mataair periodik (periodic spring), yaitu mataair yang sifat pengalirannya tergantung periode tertentu, karena dipengaruhi oleh perubahan tekanan udara, pasang surut air laut, dan pendidihan oleh tubuh batuan panas.

Khusus untuk mataair karst, ada klasifikasi tersendiri yaitu mataair episode (episodically flowing springs), dimana mataair tersebut mengalir pada

Kelas Debit (liter/detik) I > 10000 II 1000-10000 III 100-1000 IV 10-100 V 1-10 VI 0.1-1 VII 0.01-0.1 VIII <0.001

(8)

8

saat-saat tertentu saja dan tidak terpengaruh oleh musim atau hujan (Adji dan Haryono, 2004).

Menurut Bryan dalam Todd (1980), ditinjau dari cara terjadinya, ada dua tenaga yang menyebabkan terjadinya pemunculan airtanah ke permukaan atau mataair, yaitu tenaga gravitasi dan non-gravitasi. Mataair yang terjadi karena tenaga non-gravitasi antara lain mataair volkanik (volcanic springs) dan mataair celah (fissure springs), yang biasanya merupakan mataair panas. Ilustrasi mataair gravitasi dapat dilihat pada Gambar 1.3. Mataair dengan tenaga gravitasi dibedakan menjadi 5 tipe, yaitu :

1. Mataair cekungan (depression springs) yaitu mataair yang disebabkan oleh terpotongnya muka air tanah akibat perubahan lereng yang tajam. 2. Mataair kontak (contact springs) yaitu mataair yang muncul pada

daerah kontak antara batuan lulus air dan kedap air.

3. Mataair artesis (artesian springs) yaitu mataair yang airnya berasal dari airtanah tertekan.

4. Mataair batuan kedap (impervious rock springs) yaitu mataair yang terjadi pada saluran atau retakan di batuan kedap.

5. Mataair retakan atau pipa (tubular or fracture springs) yaitu mataair yang terjadi dari pipa lava, pelarutan atau retakan batuan yang berhubungan dengan airtanah.

(9)

9

Adji dan Haryono (2004) menerangkan mengenai kemunculan mataair di daerah karst memiliki cirikhas kusus terutama dalam pengklasifikasian mataair atas dasar asal airtanah karst, klasifikasi tersebut sebagai berikut.

1. Emergence springs : mataair karst yang mempunyai debit besar tetapi

tidak cukup bukti mengenai daerah tangkapannya.

2. Resurgence springs : mataair karst yang berasal dari sungai yang masuk

kedalam tanah dan muncul lagi di permukaan.

3. Exsurgence springs : mataair karst dengan debit kecil dan lebih berupa

rembesan-rembesan.

Adji dan Haryono (2004) menyebutkan bahwa salah satu karakter unik dari mataair karst adalah mataair karst biasanya memiliki debit air yang besar. Secara teoritis, air yang tersimpan pada retakan dapat dikatakan sudah jenuh, sementara air yang mengalir pada lorong conduit masih belum jenuh. Akibatnya, komposisi kimia airtanah yang diamati pada mataair karst dapat berfluktuasi tergantung dari variasi debitnya, variasi kejadian hujan, dan mungkin juga terhadap aktivitas lain di daerah tangkapan hujannya (catchment

area).

Gambar 1.3. Ilustrasi tipe-tipe mataair gravitasi. (1) mataair cekungan, (2) mataair kontak, (3) mataair artesis, (4) mataair rekahan (Todd, 1980)

(10)

10 C. Kualitas Air

Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air (Effendi, 2003). Karakteristik kualitas air permukaan dan airtanah terkadang sangat berbeda. Saat infiltrasi ke dalam tanah, air permukaan mengalami kontak dengan mineral-mineral yang terdapat di dalam tanah dan melarutkannya, sehingga kualitas airnya mengalami perubahan karena terjadi reaksi kimia. Berikut ini merupakan Tabel 1.2. yang menampilkan kandungan unsusr utama (mayor) pada beberapa air tanah

Tabel 1.2. Kandungan Ion Utama Pada Beberapa Jenis Airtanah

Parameter (Mg/L)

Jenis Air Tanah Magmatic

Rock

Sandsto ne

Carbonate

Rock Gypsum Rock Salt

1.Na+ 5-15 3-30 2-100 10-40 Hingga 1000

2.K+ 0,2-1.5 0,2-5 Hingga 1 5-10 Hingga 100

3.Ca+ 4-30 5-40 40-90 Hingga 100 Hingga 1000

4.Mg+ 2-6 0-30 10-50 Hingga 70 Hingga 1000

5.Fe+ Hingga 3 0,1-5 Hingga 0,1 Hingga 0,1 Hingga 2

6.Cl- 3-30 5-20 5-15 10-50 Hingga 1000

7.NO3- 0,5-5 0,5-10 1-20 10-40 Hingga 1000

8.HCO3- 10-60 2-25 150-300 50-200 Hingga 1000 9.SO4- 1-20 10-30 5-50 Hingga 100 Hingga 1000 10.SiO3- Hingga 40 10-20 3-8 10-30 Hingga 30

Sumber : Rump dan Krist, 1992 dalam Effendi, 2003

D. Bakumutu Air

Baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengawasan Air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan unsur pencemar yang masih dapat ditoleransi keberadaannya di dalam air. Tabel 1.3. merupakan daftar kriteria kualitas air kelas 1 dalam PP Nomor 82 tahun 2001. Pembagian kelas air sebagai berikut.

1. Kelas 1, air yang dapat diperuntukan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegiatan tersebut.

(11)

11

2. Kelas 2, air yang dapat diperuntukan untuk prasarana atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegiatan tersebut.

3. Kelas 3, air yang dapat diperuntukan untuk untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

4. Kelas 4, air yang dapat diperuntukan untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegiatan tersebut.

Tabel 1.3. Daftar Kriteria Kualitas Air Kelas I

No Parameter Satuan Kadar

Maksimum Keterangan A Fisika

1 Temperatur °C Deviasi 3 Deviasi temperatur

dari keadaan alamiahnya

setempat. 2 Residu Terlarut Mg/liter 1000

3 Residu Tersuspensi Mg/liter 50 Bagi pengelolaan air minum secara konvensional, residu tersuspensi <5000 mg/L B Kimia Kimia anorganik 1 Ph 6-9 Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah 2 BOD Mg/liter 2 3 COD Mg/liter 10

4 DO Mg/liter 6 Angka batas

minimum 5 Total Fosfat sbg P Mg/liter 0,2

6 NO 3 seabagai N Mg/liter 10

7 NH3-N Mg/liter 0,5 Bagi perikanan,

kandungan amonia bebas untuk ikan

(12)

12 yang peka ≤ 0,02 Mg/liter sebagai NH3 8 Arsen Mg/liter 0,05 9 Kobalt Mg/liter 0,2 10 Barium Mg/liter 1 11 Boron Mg/liter 1 12 Selenium Mg/liter 0,01 13 Kadmium Mg/liter 0,01

14 Khrom (IV) Mg/liter 0,05

15 Tembaga Mg/liter 0,02 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/liter

16 Besi Mg/liter 0,3 Bagi pengolahan air

minum secara konvensional, Fe ≤ 5 Mg/liter

17 Timbal Mg/liter 0,03 Bagi pengolahan air

minum secara konvensional, Pb ≤ 0,1 Mg/liter

18 Mangan Mg/liter 0,1

19 Air Raksa Mg/liter 0,001

20 Seng Mg/liter 0,05 Bagi pengolahan air

minum secara konvensional, Zn ≤ 5 Mg/liter 21 Khlorida Mg/liter 600 22 Sianida Mg/liter 0,02 23 Fluorida Mg/liter 0,5

24 Nitrit sebagai N Mg/liter 0,06 Bagi pengolah air minum secara konvensional, NO2_N ≤ 1 Mg/liter

25 Sulfat Mg/liter 400

26 Khlorin bebas Mg/liter 0,03 Bagi ABAM tidak dipersyaratkan 27 Belereng sebagai

H2S

Mg/liter 0,002 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2S < 0,1 Mg/liter

C Mikrobiologi

1 Fecal Coliform Jml/100 ml 100 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal 2 Total Coliform Jml/100 ml 1000

(13)

13

coliform ≤ 2000 Jml/100 ml dan total coliform ≤ 10000 Jml/100 ml

Sumber : Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001

Selain itu, Sawyer dan McCartey, (1932, dalam Todd dan Mays,1995) juga memberikan klasifikasi kualitas air berdasarkan kandungan CaCO3. Tabel 1.4. adalah persyaratan kualitas airnya.

Tabel 1.4. Klasifikasi Air Berdasarkan Kandungan CaCO3

E. Pertumbuhan Penduduk

Setiap manusia ingin memiliki keturunan. Keturunan itu didapatkan dari sebuah peristiwa perkawinan. Keturunan yang lahir dari perkawinan ini akan menambah jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang terus bertambah di suatu populasi penduduk ini dinamakan pertumbuhan penduduk. Semakin banyak pertumbuhan penduduk ini tentunya berimbas pada pembangunan, karena setiap orang tentunya ingin memiliki kehidupan yang layak dan memiliki rumah sendiri.

Meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan telah meningkatkan kebutuhan terhadap air. Di lain pihak, ketersediaan air semakin terbatas, bahkan di beberapa tempat dikategorikan berada dalam kondisi kritis. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti pencemaran, penggundulan hutan, kegiatan pertanian yang mengabaikan kelestarian lingkungan, dan perubahan fungsi daerah tangkapan air.

Pemanfaatan air secara berlebihan juga dapat memperburuk keadaan air. Secara tidak langsung, kuantuantias air yang terdapat baik di permukaan maupun air tanah akan terus berkurang. Sebagai contoh penurunan muka air tanah. Hal ini dapat diamati dari muka air di dalam sumur. Hampir setiap

Lanjutan Tabel 1.3.

Kandungan CaCO₃ Kelas air

0-75 mg/l Baik

75-150 mg/l Sedang 150-300 mg/l Buruk

>300 mg/l Sangak buruk Sumber : Todd dan Mays, 1995

(14)

14

tahun harus memperdalam sumur, karena air di dalam sumur mengalami penurunan akibat adanya pembangunan yang kemudian bangunan menggunakan air secara berlebihan.

F. Kebutuhan air Penduduk

Ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan penduduk dapat diperoleh dari tiga sumber utama, yaitu air hujan, air permukaan dan airtanah. Seluruh sumber air yang ada di bumi 97% merupakan air laut, 3% merupakan air tawar yang berada di daratan. Air yang ada di daratan 25% merupakan air tanah dan sisanya adalah air permukaan, sehingga air tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Bouwer,1978).

Kebutuhan dasar air bersih adalah jumlah air bersih minimal yang perlu disediakan agar manusia dapat hidup secara layak yaitu dapat memperoleh air yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dasar sehari-hari (Sunjaya dalam Karsidi, 1999). Kebutuhan air penduduk dapat dilihat dari penggunaan air penduduk.

Banyak pemakaian air tiap harinya untuk setiap rumah tangga berlainan, selain pemakaian air yang tidak tetap banyak keperluan air bagi setiap orang atau setiap rumah tangga masih tergantung dari beberapa faktor diantaranya pemakaian air di daerah panas akan lebih banyak daripada di daerah dingin, kebiasaan hidup dalam rumah tangga seperti ingin rumah selalu bersih dengan mengepel dan menyiram halaman, keadaan sosial rumah tangga semakin mampu atau semakin tinggi tingkat sosial kehidupannya akan semakin banyak menggunakan air serta pemakaian air dimusim panas akan lebih banyak daripada di musim hujan.

Penggunaan air yang terus meningkat, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk akan membuat penyediaan air semakin berat. Pada abad 21 air akan menjadi maslaha besar dunia karena krisis air akan meningkat. Diperkirakan dua per tiga penduduk dunia akan kekurangan air pada tahun 2050. Saat ini di Indonsesia sudah defisit air sejak 1995. Diproyeksikan 2020, potensi air yang ada hanya 35% yang layak dikelola, yaitu 400 m3 per kapita per tahun. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya penyediaan air secara besar-besaran (Santi, 2010).

(15)

15 1.5.2. Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai potensi mataair sudah dilakukan oleh beberapa ahli, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Hanya saja, untuk penelitian potensi mataair untuk kawasan karst yang terkenal dengan daerah yang kering masih belum banyak yang meneliti. Sebenarnya penelitian seperti ini sangat bermanfaat sebagai informasi kepada warga setempat agar lebih mudah dalam akses akan air bersih. Penelitian mengenai mataair lebih sering dilakukan di daerah lereng gunungapi. Berikut ini adalah beberapa penelitian di dalam negeri yang mengkaji tentang potensi mataair.

Purnama (1990) melakukan penelitian mengenai hidrologi mataair di Pegunungan Baturagung, Yogyakarta. Penelitian ini mngkaji tentang karakteristik hidrologi mataair yang mencakup agihan, debit dan kualitas airnya. Metode yang digunakan adalah sensus mataair, dengan analisis deskriptif, komparatif dan statistik. Hasilnya, tidak setiap litologi memiliki unsur kimia yang berbeda dan air dari mataair di daerah penelitian memenuhi syarat untuk air minum.

Nugroho (2004) mengkaji kuantitas dan kualitas mataair di Kecamatan Ponjong, Gunungkidul. Kajiannya bertujuan untuk mengetahui karakteristik mataair dan faktor yang mempengaruhi kualitas mataair, serta mengevaluasi kualitas mataairnya. metode yang digunakan adalah metode purposive sampling dengan analisis deskriptif dan komparatif. Hasilnya, kualitas air mataair tidak melebihi baku mutu air minum dan ada hubungan positif dari konsentrasi ion Ca2+ dan CaCO3 terhadap tingkat pelarutan batuan.

Handayani (2010) melakukan penelitian mengenai kuantitas dan kualitas mataair untuk kebutuhan domestik di Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik mataair dan mengestimasi kebutuhan air domestik penduduk di daerah penelitian. Sensus mataair dan metode purposive sampling dalam pengambilan sampel mataairnya. Penentuan responden dilakukan dengan metode systematic random sampling, serta metode deskriptif komparatif untuk membandingkan dengan bakumutu air.

(16)

16

Berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, pada penelitian ini dikembangkan mengenai analisis mengenai proyeksi ketersediaan air bagi masyarakat Kecamatan Panggang. Seberapa lama, mataair dapat memenuhi kebutuhan air berdasarkan penggunaan airnya. Hasilnya berupa grafik pemenuhan kebutuhan air masyarakat dair mataair. Berikut ini adalah Tabel 1.5. merupakan rangkuman dari beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.

1. 6. Kerangka Pemikiran

Siklus hidrologi mempelajari perputaran air baik di permukaan Bumi ataupun di bawah permukaan atau dalam tanah. Prosesnya dimulai dari turunnya hujan yang kemudian jatuh ke permukaan tanah dan ada yang masuk ke dalam tanah. Kemudian air bergerak secara horizontal sampai bertemu pada permukaan laut. Air yang sudah bersatu di laut ini kemudian mengalami penguapan oleh tenaga matahari dan mengalami kondensasi kemudian terjadilah hujan.

Air yang bergerak secara horizontal di atas permukaan tanah disebut air permukaan. Sementara air yang sudah berada pada kondisi jenuh di dalam permukaan tanah dan bergerak horizontal di bawah permukaan tanah disebut airtanah. Air permukaan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia secara langsung yaitu berupa sungai, telaga ataupun air hujan. Manusia memanfaatkan airtanah dengan membuat sumur atau membuat saluran ke rumah-rumah dari mataair yang muncul ke permukaan melalui celah atau retakan.

(17)

17 Tabel 1.5. Rangkuman Penelitian Sebelumnya

No Peneliti, Tahun Judul Tujuan Metode Hasil

1 Setyawan Purnama, 1990 Hidrologi Mataair di Pegunungan Baturagung, Daerah Istimewa Yogyakarta Mengetahui karakteristik hidrologi mataair yang mencakup agihan, debit dan kualitas airnya

Menyeluruh, analisis deskriptif, komparatif dan statistik

Tidak setiap litologi memiliki unsur kimia yang berbeda, mataair di daerah penelitian memenuhi syarat untuk air minum

2 Ovi Anton Nugroho, 2004

Studi Kualitas dan

Kualitas Air pada Mataair di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul

Mengetahui karakteristik mataair, faktor yang berpengaruh terhadap kualitas mataair dan evaluasi kualitas mataair

Metode purposive

sampling dan analisis

deskriptif dan komparatif

Kualitas air dari mataair tidak melampaui

bakumutu air minum dan terdapat hubungan positif dari konsentrasi ion Ca2+ dan CaCO3 terhadap tungkat pelarutan batuan

(18)

18

No Peneliti, Tahun Judul Tujuan Metode Hasil

3 Malichah Kurnia Pratiwi, 2009

Studi Karakteristik Mataair di Sebagian Kecamatan Pleret dan Dlingo, Kabupaten Bantul

mengetahui karakteristik mataair, faktor yang mempengaruhi dan kelayakan untuk air minum Sensus menyeluruh dengan metode purposive sampling, analisis deskriptif dan komparatif

Pola agihan, debit, kualitas mataair tipe dan kelayakan mataair untuk air minum

4 Septi Handayani, 2010

Studi Kuantitas dan Kualitas Mataair untuk Kebutuhan Domsetik di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul Mengetahui karakteristik mataair dan mengestimasi kebutuhan air penduduk di daerah penelitian Sensus menyeluruh untuk inventarisasi, purposive sampling untuk kualitas mataair dan systematic random sampling dalam wawancara penduduk. Deskriptif komparatif untuk perbandingan dengan bakumutu air Mayoritas mataair bersifat perennial. Kebutuhan air

penduduk tidak dapat dipenuhi jika hanya menggunakan mataair. Secara kualitasm terdapat 6 mataair yang memiliki kandungan Fe yang melebihi

bakumutu. Lanjutan Tabel 1.5.

(19)

19

No Peneliti, Tahun Judul Tujuan Metode Hasil

5 Sudarmadji, 2012

Pengelolaan Sumberdaya Air Berbasisi Kearifan Lokal Masyarakat Perdesaan di Daerah Fisiografi Gunungapi dan Daerah Fisisografi Karst

Menginventarisasi sumberdaya air di daerah penelitian, mengkaji pengaruh kondisi lingkungan dalam melakukan pengelolaan air berbasis masyarakat dan mengetahui bagaimana sikap masyarakat terhadap perubahan iklim Sensus menyeluruh untuk inventarisasi, purposive sampling untuk kualitas mataair dan indepth

interview untuk

pengelolaan

sumberdaya air dan pendapat mengenai perubahan iklim

Persebaran mataair, tabel haisl uji

laboratorium kualitas air mataair,

pengelolaan mataair yang masih tradisional dilakukan oleh

masyarakat. Lanjutan Tabel 1.5.

(20)

20

No Peneliti, Tahun Judul Tujuan Metode Hasil

6 Adhityo Haryadi, 2013

Kajian Potensi Mataair Di Kawasan Karst (Studi Kasus : Kecamatan Panggang)

Menginventarisasi mataair, mengetahui karakteristik mataair baik secara kuantitas maupun kualitas dan proyeksi pemenuhan kebutuhan air penduduk oleh air

mataair Sensus menyeluruh untuk inventarisasi, purposive sampling untuk penentuan responden, wawancara untuk kebutuhan air dan proyeksi.

Pola agihan mataair tidak merata, hasil uji laboratorium unsur-unsur yang berasal dari batuan karbonat tinggi dan proyeksi

pemenuhan kebutuhan air penduduk oleh mataair masih dapat mencukupi sampai 2028.

(21)

21

Air yang keluar dari mataair ini memiliki potensi. Para ahli melihat potensi mataair ini dari sisi kuantitas dan kualitasnya. Secara kuantitas mataair dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat. Secara kuantitas mataair juga dapat dilihat apakah air mataair tersebut sudah memenuhi standar atau baku mutu yang berlaku untuk air bersih atau standar untuk dikonsumsi.

Kuantitas mataair dalam penelitian menunjukkan besarnya debit air yang keluar dari mataair. Secara lebih lanjut, debit mataair akan menunjukan volume air yang keluar dari dalam tanah dan kemudian akan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan air. Debit mataair yang terus keluar juga akan terus dipergunakan oleh manusia. Hal ini menjadi patokan untuk dapat dilakukan analisis kemampuan mataair dalam memenuhi kebutuhan penduduk akan air.

Kuantitas air dari mataair dipengaruhi oleh besarnya daerah tangkapan dan curah hujan yang jatuh di dalam suatu sistem DAS. Pada kawasan karst konsep DAS aliran permukaan sulit dikenali karena lebih berkembangnya bawah permukaan. Kenyataan yang ada adalah banyaknya lorong-lorong hasil proses solusional dan sangat sedikitnya aliran permukaan.. Curah hujan di kawasan karst akan mempengaruhi debit mataair pada musim hujan. pada musim hujan air yang keluar akan banyak, pada musim kemarau air akan keluar sedikit. Tapi respon air terhadap hujan tidak terjadi secara cepat. Air karst akan mengeluarkannya secara sedikit demi sedikit.

Proyeksi pemenuhan kebutuhan air bersih dapat ditentukan dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk. Data debitnya digunakan untuk melihat kuantitas dengan mengasumsikan bahwa kuantitas air akan konstan. Data kuantitas air ini diproyeksikan terhadap penggunaan air bersih sampai dengan dua puluh tahun mendatang atau tergantung dari proyeksi yang dikehendaki, dengan membandingkan dengan kuantitas air dari mataair.

Sementara itu kualitas mataair dipengaruhi oleh faktor geologi (berkaitan dengan batuan), dan waktu (berkaitan dengan lama kontak dengan batuan). Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian kualitas air untuk dapat mengetahui apakah air

(22)

22

pada mataair tersebut layak dimanfaatkan untuk air bersih atau tidak. Melakukan uji laboratorium adalah teknis dalam mengetahui kualitas air mataair. Diagram alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.4.

1. 7. Batasan Operasional

a. Airtanah, adalah air hujan atau air dari badan air permukaan, seperti danau atau sungai, yang menyerap ke dalam tanah dan batuan dasar, dan disimpan di bawah tanah di ruang-ruang kecil antara batuan dan partikel tanah.

b. Baku mutu air, adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. (PP No. 82 Th 2001)

c. Hidrologi, adalah cabang dari ilmu geografi fisik yang mempelajari air, kejadian, sirkulasi dan distribusi, sifat-sifat kimia dan fisika dan reaksinya dengan lingkungan, termasuk hubungannya dengan mahkluk hidup.

Airtanah Air Permukaan

Mataair

Kualitas Kuantitas

Potensi Mataair Batuan & waktu kontak

Kebutuhan Air Penduduk

Proyeksi Pemenuhuan Kebutuhan Air Siklus Hidrologi

Gambar 1.4. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Hujan dan recharge area

(23)

23

d. Mataair, adalah air tanah yang keluar dan memancar dengan sendirinya ke permukaan tanah akibat dari adanya rekahan atau tekuk lereng. e. Karst, adalah adalah medan dengan kondisi hidrologi dan bentuklahan

yang khusus, yang merupakan hasil kombinasi dari batuan yang mudah larut dan porositas sekunder yang berkembang dengan baik (Ford and Williams, 2007).

f. Kebutuhan air, adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh warga yang dihitung dari penggunaan air oleh seseorang dalam waktu tertentu. g. Potensi air, adalah kemampuan air dalam memenuhi kebutuhan air

penduduk baik secara kalitas maupun kuantitas.

1. 8. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas beberapa hipotesis yang dapat dibuat secara umum adalah :

1. Secara kualitas, kandungan CaCO3 yang terlarut dalam air cukup tinggi. Kandungan CaCO3 ini berasal dari batuan karbonat yang terlarut.

2. Secara kuantitas, keberadaan mataair masih dapat memenuhi kebutuhan air penduduk.

3. Kuantitas mataair yang stabil dengan asumsi debit tetap, mataair masih dapat memenuhi kebutuhan air penduduk hingga 20 tahun mendatang dengan memperhatikan laju pertumbuhan penduduk.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam upaya memantapkan proses konsolidasi fiscal daerah, maka prioritas kebijakan fiscal daerah lebih diarahkan dan diorientasikan untuk : (1) meningkatkan

Pindahkan AUX channel ke posisi middle untuk Start/Standby dan tekan lagi Select Menu atau saklar di papan LED I/O, untuk menyimpan lebar pulsa pada R/C sistem

Untuk Pengujian Keausan Ogoshi Kondisi basah dengan air, diperoleh bahwa, bahan kampas rem dengan Variasi 1 paling rendah keausannya yaitu sebesar 0,0062 mm 2 /kg, namun masih

Sedangkan patahan benda uji pada gambar 19 baja AISI 1045 heat treatment ( quenching ) dapat dilihat pada pengamatan struktur makro menujukan permukaan hasil pengjian fatique

Hasil kesimpulan pada rancangan acak tidak lengkap seimbang untuk satu data hilang pada setiap perlakuan dengan menggunakan Analisis Variansi rancangan acak kelompok tidak

Secara umum, ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai dengan pembangunan sistem database ini: (1) aanya database yang mampu digunakan untuk merekam dan menyajikan seluruh

Dalam instansi pemerintahan yang peneliti teliti adalah Di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, peneliti memfokuskan kepada strategi promosi kegiatan Festival

(2) Pemberian pupuk P (SP-36) berbagai dosis memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung kecuali bobot brangkasan kering tanaman