• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Berdasarkan laporan WHO, kasus baru tuberkulosis di dunia lebih dari 8 juta pertahun. Diperkirakan 20-33% dari penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.2-4,10. Indonesia adalah penyumbang terbesar kelima setelah China dan India yaitu dengan jumlah kasus baru sebanyak 583.000 orang pertahun, kasus tuberkulosis menular 262.000 orang dan angka kematian mencapai 140.000 orang pertahun.7,10

Tuberkulosis tidak hanya terbatas pada penyakit paru yang berdiri sendiri. Spektrum tuberkulosis pada anak sangat luas termasuk infeksi primer yang tidak bergejala. Tuberkulosis paru progresif dan tuberkulosis ekstra pulmo termasuk limfadenitis, meningitis, dan osteomielitis. Skeletal tuberculosis termasuk salah satu bentuk ekstra pulmo yang terjadi sekitar 1-3% dan beberapa penelitian menyebutkan 1-6% dari kasus tuberkulosis ekstra pulmo.15

Beberapa bagian dari sistem skeletal dapat terlibat, tetapi yang sering dan umum terlibat adalah pada tulang belakang atau spinal, femur, tibia dan fibula. Keterlibatan spinal sekitar 50-65% dari kasus, sedangkan lutut dan sendi pinggul sekitar 15% dari kasus. Keterlibatan tulang kecil pada tangan dan kaki yang mengarah pada tuberkulosis daktilitis merupakan kasus yang jarang terjadi.15

Penyebaran penyakit ini dapat terjadi secara hematogen maupun menyebar langsung ke nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang belakang dari fokus tuberkulosis yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Penyebaran yang tersering berasal dari sistem pulmonal dan genitourinarius. 2-4,7,10,11

Gejala klinis penyakit ini terdiri dari gejala umum penyakit tuberkulosis dan gejala spesifik Spondylitis tuberculosis . Pasien mengalami penurunan berat badan selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, pembesaran kelenjar limfe superfisial yang tidak nyeri, dapat disertai batuk lebih dari 30 hari, diare berulang yang tidak dapat sembuh dengan pengobatan diare. Gejala spesifik

(2)

2 Spondylitis tuberculosis adalah nyeri pada tulang belakang, kaku dan spasme pada otot tulang belakang, serta timbulnya benjolan pada tulang belakang akibat deformitas pada tulang belakang yang membentuk sudut yang lebih dikenal dengan gibbus. Keluhan deformitas pada tulang belakang ini terjadi pada 80% kasus spinal tuberculosis dan regio paradiskal vertebra terlibat pada 98% kasus.13 Pasien merasa lebih nyaman saat beristirahat dan bertambah nyeri saat membungkuk atau mengangkat beban berat. Kelainan neurologis seperti paraparesis atau paraplegi merupakan gejala yang dapat ditemukan akibat dekompresi pada medulla spinalis. 4-6

Diagnosis Skeletal tuberculosis ditegakkan dengan pemeriksaan klinis secara lengkap termasuk riwayat kontak erat dengan penderita tuberkulosis, epidemiologis, gejala klinis dan pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung menegakkan diagnosis adalah Rontgen thorak, CT Scan, MRI, RTPCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Recation) dan pemeriksaan histopatologi.

Tatalaksana penyakit ini terdiri dari 3 garis besar, yaitu mengeradikasi infeksi, mencegah progresivitas penyakit dan mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis yang telah terjadi. Untuk mengeradikasi kuman penyebab, WHO menyarankan pemberian kombinasi 4 jenis OAT (RHZEatauS) pada fase intensif 2 bulan pertama pengobatan, kemudian dilanjutkan 8-10 bulan dengan kombinasi 2 jenis OAT (RH).7 Tatalaksana deformitas dan kelainan neurologi dikerjakan dengan istirahat total selama 2-4 minggu, penggunaan ortose (Body cast jacket), fisioterapi, maupun koreksi bedah untuk kasus yang berat.2-5,8-9 Menurut Medical Research Council of United Kingdom terapi Spondylitis tuberculosis dengan OAT saja sudah cukup efektif.Hal ini didukung oleh Cochrane Database Review yang menyimpulkan bahwa bukti untuk melakukan terapi bedah secara rutin tidak berbeda bermakna dengan hanya terapi medikamentosa pada kasus yang membaik dengan terapi medikamentosa. Indikasi terapi bedah sendiri dikerjakan bila secara klinis maupun neurologis tidak ada perbaikan atau cenderung memburuk dengan pemberian medikamentosa OAT fase intensif, terjadi kifosis berat (>50°), dan tidak ada perbaikan pada abses paravertebral.(5,6,9-11,12-14) namun

(3)

3 evaluasi terapi medikamentosa apakah sudah adekuat dan teratur serta kemungkinan adanya resistensi OAT perlu dipikirkan dalam terapi Skeletal tuberculosis.

b. Deskripsi Kasus Singkat LAPORAN KASUS SINGKAT

Pemeriksaan dilakukan tanggal 27 Juni 2013 saat pasien datang untuk kontrol di poliklinik anak RSUP Dr. Sardjito:

IDENTITAS PASIEN

Nama : an. NDR Nama ayah : Tn. M

Umuratautgl lahir

: 14 tahun 6 bulanatau 04-12-1998

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : laki-laki Pendidikan : SD

Alamat : Jl. Lingkar selatan, Tegalkamulyan,Cilacap Selatan, Jawa Tengah

Pekerjaan : Nelayan

Masuk RS : 4 Juni 2013 Nama ibu : Ny. R

Pembiayaan : Jamkesmas Umur : 55 tahun

No CM : 01 63 xxxx Pendidikan : SD

Usia saat ini : 14 tahun 6 bulan Pekerjaan : Ibu RT Usia mulai

pemantauan

: 14 tahun 9 bulan

Seorang anak laki-laki usia 14 tahun 6 bulan rujukan dari RSUD Cilacap datang ke IRD RSUP Dr. Sardjito dengan keluhan nyeri tengkuk dan leher tidak

(4)

4 bisa menoleh. Pasien dirawat selama 78 hari (tgl 4/6/2013 sd 22/8/2013) dan dikelola pada awal masuk sebagai kyphosis servikalis (destruksi v. servikal) karena Skeletal tuberculosis dengan diagnosis banding post trauma servikal, prolonged fever yang disebabkan tuberkulosis, skabies, anemia mikrositik hipokromik, dan gizi kurang. Selama perawatan, anak diberi terapi OAT dalam dosis yang telah ditentukan, dilakukan koreksi fraktur vertebra servikal 5 dengan operasi stabilisasi dan dekompresi, biopsi dan tirah baring, juga dilakukan imobilisasi servikal dengan collar neck baik sebelum operasi dan setelah operasi.

Beberapa pemeriksaan penunjang telah dilakukan sewaktu pasien mondok. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil darah rutin anemia mikrositik hipokromik dan trombositosis, tes tuberkulin positif, pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) sputum dan sewaktu negatif. Dilakukan bone survey pada tanggal 13/6/2013 dengan hasil sebagai berikut;1) destruksi tabula eksterna pars temporal dextra, vertebra servikal 5, vertebra lumbal 5, dan lesi litik fibula sinistra sangat mungkin skeletal metastase, 2) gambaran foto vertebra servikal AP lateral dan oblique view berupa destruksi vertebra servikal 5 sangat mungkin skeletal metastase. Gambaran MSCT servikal tgl 9/7/2013 ada kompresi berat vertebra servikal 5, destruksi vertebra servikal 4,6 dan 7 disertai paravertebral abses, sangat mungkin Spondylitis tuberculosis, dan spondilolistesis dengan kifosis vertebra servikal 4-6. Gambaran foto toraks tanggal 11/6/2013 menunjukkan adanya fraktur patologis kosta 8 dextra aspek lateral, pulmo dan kor konfigurasi dalam batas normal. Hasil biopsi kosta adalah radang granulomatosa kaseosa sesuai dengan tuberkulosis.

Pada saat perawatan di bangsal, anak mengalami demam naik turun, berat badan turun, tidak batuk, tidak muntah, tidak diare, nyeri leher menjalar sampai lengan dan tidak bisa menoleh. Anak dapat berjalan tapi terasa lebih lemah, kedua tangan dapat bergerak aktif. Anak tampak lemah dan kesan gizi kurang. Berat badan 37 kg (sebelumnya 42 kg), tinggi badan 159,5 cm, lingkar kepala 49 cm. Denyut nadi 90 kali permenit, frekuensi napas 20 kali permenit tipe torakal, suhu aksila 37,9 oC.

(5)

5 Pemeriksaan fisik menunjukkan tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan paru didapatkan suara dasar paru vesikular dan tidak didapatkan suara tambahan. Anggota gerak menunjukkan kelemahan pada kedua kaki (nilai kekuatan = 4) tanpa klonus dan tidak ada peningkatan refleks fisiologis. Pemeriksaan saraf kranial dalam batas normal.

Pada saat awal anak didiagnosis Spondylitis tuberculosis dalam pengobatan OAT fase intensif bulan II, paraparesis inferior, gizi kurang. Anak diberikan terapi OAT dalam dosis yang telah ditentukan, imobilisasi servikal dengan collar neck, fisioterapi dan sudah dilakukan operasi stabilisasi dan dekompresi rekonstruksi tulang servikal di RSUP Dr. Sardjito pada tanggal 23/7/2013. Kondisi anak saat ini setelah dilakukan operasi dekompresi dan stabilisasi tulang servikal berangsur membaik, masih dalam pengobatan OAT fase lanjutan, terpasang cervical collar neck, berat badan bertambah, defisit neurologis berangsur membaik, dan menjadi gizi baik. Diagnosis pada pasien saat ini adalah Skeletal tuberculosis dalam terapi OAT fase lanjutan post operasi dekompresi dan stabilisasi tulang servikal dan gizi baik.

(6)

6 c. Tujuan

Tujuan dari pengambilan kasus ini adalah karena kasus ini sangat jarang terjadi, bersifat kronis-progresif, serta dapat menimbulkan kecacatan bahkan sampai kematian, sehingga diharapkan dengan tatalaksana berupa intervensi pembedahan dan medikamentosa yang baik secara komprehensif kemudian diikuti dengan pemantauan secara rutin akan mempunyai prognosis yang baik. Pemantauan yang dilakukan secara berkala pada pasien bertujuan agar aspek biopsikososial tetap terjaga, kondisi-kondisi terkait penyakit dapat diatasi, defisit neurologis yang terjadi dapat ditemukan sejak dini bila ada dan dapat segera dilakukan intervensi. Karena menurut literatur komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan Spondylitis tuberculosis adalah munculnya defisit neurologis berupa paraparesis hingga paralegia yang dapat menyebabkan anak mengalami gangguan berjalan sehingga aktivitas anak terganggu. Defisit neurologis muncul Gambar 2. CT Scan cervical menunjukkan adanya kompresi berat vertebrae cervical 5 dan destruksi vertebrae cervical 4,6,7, disertai spondilolistesis dengan kifosis VC 4-6.

(7)

7 pada 10%-47% kasus pasien dengan Spondylitis tuberculosis. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. Penyimpangan pertumbuhan dan status gizi dapat diintervensi sejak dini sehingga anak dapat tetap bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

d. Manfaat Manfaat untuk pasien

Anak mendapatkan tindakan intervensi medis secara dini, komprehensif dan berkesinambungan sehingga diharapkan dapat memperoleh kesembuhan, mengurangi derajat keparahan, komplikasi dan mampu mencapai tahapan pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup anak.

Manfaat untuk keluarga

Keluarga mengetahui dan memahami penyakit anak, yaitu kondisi terkait, komplikasi, prognosis dan penanganan yang diterapkan sehingga dapat bekerja sama dengan dokter maupun tenaga medis sewaktu menangani penyakit anak tersebut.

Manfaat untuk peserta PPDS

Peserta PPDS memperoleh pengetahuan tentang penyakit Skeletal tuberculosis dari penegakan diagnosis sampai dengan penanganan secara komprehensif. Penangan komprehensif dalam hal ini mencakup berbagai aspek, baik medis berupa OAT, tindakan pembedahan sampai psikologis. Peserta PPDS memahami prognosis dan komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi pada anak, sehingga dapat merencanakan dan memberikan penanganan yang berkelanjutan guna meminimalisir komplikasi dan gejala sisa dari penyakit ini. Peserta PPDS diharapkan dapat memberikan edukasi tentang penyakit Skeletal tuberculosis baik dari segi klinis dan epidemiologis kepada pasien maupun masyarakat luas.

(8)

8 Manfaat untuk rumah sakit

Dengan penatalaksanaan Skeletal tuberculosis yang menyeluruh dan berkesinambungan dan melibatkan bagian-bagian yang terkait, diharapkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit dan luaran primer berupa angka kesembuhan pasien Skeletal tuberculosis akan meningkat.

Gambar

Gambar 1. Tampak paravertebral abses

Referensi

Dokumen terkait

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Perintah robot WowWee Robosapien di encoding dan dikirimkan menggunakan wifi yang kemudian diterima oleh modul USR-WIFI232-G, modul wifi tersebut meneruskan data yang diterima ke

Waj ib Paj ak dapat m em per oleh Kode Billing m elalui Bank/ Pos Per sepsi at au pihak lain yang dit unj uk oleh Dir ekt ur Jender al Paj ak sebagaim ana dim aksud dalam Pasal

Radiografi dental merupakan sarana pemeriksaan untuk melihat manifetasi oral di rongga mulut yang tidak dapat dilihat dari pemeriksaan klinis namun dapat dengan jelas

Berdasarkan hasil persentase data (Gambar 4.1), diketahui bahwa bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai bahan dasar obat tradisional oleh masyarakat

Tes Kepribadian diimplementasikan ke dalam sistem informasi untuk mengevaluasi perilaku dan gaya kerja individu dalam kaitannya dengan situasi kerja sehingga dapat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keaktifan belajar terhadap hasil belajar siswa mata pelajaran matematika SDN 6 Metro Barat