• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi perbedaan ketaatan pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu ketaatan serta dampak terapinya periode Juni-Juli 2009 : kajian terhadap penggunaan obat antihipertensi - USD Reposito

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi perbedaan ketaatan pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu ketaatan serta dampak terapinya periode Juni-Juli 2009 : kajian terhadap penggunaan obat antihipertensi - USD Reposito"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Dewi Pristiana Anggraini NIM : 068114007

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Dewi Pristiana Anggraini NIM : 068114007

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

v

LoVE tHe pEoPLe wHo treat you right &

ForGet the Ones who don’t!

BelieVe that everything happens for reason.

If you get a Chance – Take it

iF it cHanges your life –let it

Nobody said life would be easy

They just promised

It Would be WortH it

kUPersEmbahKan untuk

Bapak Ibu TercinTA

aDek tia dan Yang uTi terSayang

kELuargAku

(6)
(7)

vii

Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Hipertensi)”dengan baik.

Penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Direktur Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rini.

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan, dan waktu selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan, waktu, kritik, dan saran selama proses penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.

(8)

viii

pembimbing lapangan yang banyak membantu penulis, memberikan pengarahan dan bimbingan selama penelitian berlangsung di Rumah Sakit Panti Rini.

7. Bapak Hari Budiarto selaku Kepala Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta atas bantuan yang diberikan selama proses pengambilan data di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.

8. Bapak dan Ibu tercinta yang selama ini selalu memberikan kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan moril maupun materiil.

9. Adekku tersayang, Janestia Putri Maharani yang selalu memberikan doa, cinta, kasih sayang, keceriaan dan membuat hidupku menjadi lebih indah dan berwarna. 10. Nenekku tersayang, yang senantiasa memberikan doa, wejangan, dukungan,

perhatian, kasih sayang, pengetahuan, dan pengalaman yang sangat berarti.

11. Kakekku, Om Anto, Tante Lita, Adek Aisyah yang senantiasa memberikan dukungan dan keceriaannya padaku.

12. Widya Kristiyanto, yang selama ini selalu menemani, membantu, memberikan cinta, dukungan, kasih sayang dan perhatiannya kepadaku.

(9)
(10)
(11)

xi

mengakibatkan tekanan darah menjadi tidak terkontrol, serta meningkatkan angka mortalitas dan resiko penyakit kardiovaskular lain. Peran farmasis dalam pemberian informasi sangat menentukan ketaatan penggunaan obat pasien. Pemberian informasi belum cukup membantu pasien, perlu adanya inovasi alat bantu untuk meningkatkan pemahaman dan akhirnya meningkatkan ketaatan penggunaan obat.

Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui perbedaan ketaatan pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu ketaatan serta dampak terapinya periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Antihipertensi). Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental semu dengan rancangan analitik. Data dianalisis dengan statistik parametrik menggunakan uji T-test dan bila non parametrik menggunakan Mann Whitneydengan taraf kepercayaan 90%.

Seluruh pasien yang menerima golongan obat antihipertensi adalah 59 pasien, 29 pasien perlakuan dan 30 pasien kontrol. Perbedaan ketaatan antara kelompok perlakuan dan kontrol berdasarkan jumlah obat antihipertensi yang diminum diperoleh nilai p=0,02. Dampak terapi berdasarkan selisih tekanan darah sistolik dan diastolik pada awal dan akhir terapi pada kelompok perlakuan masing-masing ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,43 dan 0,46; sedangkan pada kelompok kontrol ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,08 dan 0,25. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa adanya pemberian informasi plus alat bantu ketaatan dapat meningkatkan ketaatan pasien dalam minum obat antihipertensi.

(12)

xii

other cardiovascular disease. The role of pharmacist in delivering information is mostly determining the compliance of patient’s medicines usage. Giving information is not sufficient yet to help patients. There is needs of tool assistance innovation to raise understanding and at the end the compliance of medicines usage, as well.

The main goal of this research is to know Outpatient’s Compliance Difference At Panti Rini Hospital Yogyakarta Among Outpatient Given Information vs Information plus Compliance Tool Asistance And Its Outcome Within Juny-July 2009 Period (Study of Antihypertensive Medicine Usage). This is a false experimental sort of research with analytic design. Data is analyzed by parametric statistic using T test and, if it is non-parametric, Mann Whitney with 90% of confidence interval.

The whole patients who receive medicine from antihypertensives are 59 patients. It consists of 29 patients of treatment and 30 patients of control. The compliance difference between treatment group and control, based on the number of antihypertensive medicine consumed, obtains score P=0,02. The outcome based on the gap between systolic and diastolic blood pressure on the beginning and ending of therapy on treatment group is shown by mark p as 0,43 and 0,46; while control group is shown by mark p as 0,08 and 0,25. From this research, it can be concluded that the existence of delivering information plus compliance tool assistance can raise patients’ compliance in taking antihypertensive medicine.

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

(14)

xiv

B. Ketaatan Penggunaan Obat ... 8

1. Definisi ... 8

2. Alasan Ketidaktaatan Penggunaan Obat ... 9

3. Akibat Ketidaktaatan ... 11

4. Upaya Meningkatkan Kepatuhan Penggunaan Obat ... 11

C. Hipertensi ... 12

1. Definisi ... 12

2. Epidemiologi ... 15

3. Patofisiologi ... 16

4. Manifestasi Klinik ... 18

5. Penatalaksanaan Terapi... 18

6. Kegagalan Terapi ... 22

D. Obat Antihipertensi ... 23

E. Landasan Teori ... 28

F. Hipotesis ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30

B. Definisi Operasional ... 31

C. Subjek Penelitian ... 33

(15)

xv

1. Analisis situasi ... 35

2. Pembuatan alat bantu ketaatan ... 35

3. Pembuatan wawancara terstruktur ... 35

4. Pengumpulan data ... 36

5. Wawancara ... 37

6. Tahap penyelesaian data ... 37

H. Tahap Cara Analisis Hasil ... 37

I. Kesulitan Penelitian ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Profil Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang Menerima Golongan Obat Antihipertensi ... 43

B. Profil Obat Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang Menggunakan Golongan Obat Antihipertensi.. .. 45

1. Profil obat secara umum ... 45

2. Profil obat antihipertensi... 52

C. EvaluasiDrug Related Problem ... 53

(16)

xvi

Perlakuan dan Kontrol ... 65

E. Rangkuman Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(17)

xvii

Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 ... 15 Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah menurut WHO... 15 Tabel IV. Terapi hipertensi berdasarkan JNC VII ... 21 Tabel V. Terapi hipertensi pada keadaan khusus berdasarkan JNC VII.... 22 Tabel VI. Baseline Profil Pasien Rawat Jalan pada Kelompok Perlakuan

dan Kontrol yang Menerima Obat Antihipertensi di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 44 Tabel VII. Baseline Profil Obat Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini

Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 yang Menerima Obat Antihipertensi... 45 Tabel VIII.Profil Jumlah Obat yang Diterima Pasien Rawat Jalan di

Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 45 Tabel IX. Golongan dan Jenis Obat Selain Obat Antihipertensi yang

Diterima Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 46 Tabel X. Distribusi Jenis Obat Antihipertensi Yang Diterima Pasien

Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Kelas Terapinya... 50 Tabel XI. Distribusi Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi Yang

(18)

xviii

Diterima Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Pada Kelompok Kontrol Berdasarkan Kelas Terapinya ... 51 Tabel XIII. Profil Jumlah Obat Antihipertensi Pasien Rawat Jalan di

Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 52 Tabel XIV. Pengelompokan Kejadian DTP Obat Antihipertensi pada

Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009... 53 Tabel XV. Kelompok Kasus DTP Obat Antihipertensi dengan Efek Obat

Yang Merugikan pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009... 54 Tabel XVI. Kelompok Kasus DTP Obat Antihipertensi dengan

Ketidaktaatan pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 55 Tabel XVII. Persentase Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini

Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Jumlah Obat Antihipertensi yang Diminum ... 61 Tabel XVIII. Hasil Uji Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti

(19)

xix

Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Aturan Pakai Obat... 63 Tabel XX. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Akhir

Terapi pada Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Periode Juni-Juli 2009... 65 Tabel XXI. Selisih Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Pasien

(20)

xx

(21)

xxi

Lampiran 2. Panduan wawancara... 79

Lampiran 3. Kuisioner... 81

Lampiran 4. Data Pasien Kelompok Perlakuan... 82

Lampiran 5. Data Pasien Kelompok Kontrol ... 93

Lampiran 6. OutputUji Jenis Kelamin... 106

Lampiran 7. OutputUji Umur ... 107

Lampiran 8. OutputUji Tingkat Pendidikan ... 110

Lampiran 9. OutputUji Sistolik awal... 111

Lampiran10.OutputUji Diastolik awal... 114

Lampiran 11. OutputUji Jumlah Obat ... 117

Lampiran 12. OutputUji Jumlah Obat Antihipertensi ... 120

Lampiran 13. Output Uji Ketaatan berdasarkan obat antihipertensi yang digunakan ... 123

Lampiran14. Output Uji Ketaatan berdasarkan aturan pakai obat antihipertensi... 126

Lampiran15. Output Uji Dampak terapi berdasarkan selisih tekanan darah sistolik ... 129

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular yang sangat penting. Hal tersebut terlihat, baik di negara-negara yang telah maju maupun negara yang sedang berkembang. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sekitar 16,2 juta kematian, terutama di negara berkembang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dengan salah satu faktor resikonya adalah hipertensi (Anonim, 2008). Hipertensi umumnya bersifat asimtomatik, segera dapat dideteksi dan dapat diatasi sebelum mengakibatkan komplikasi pada organ tubuh. Orang yang menderita penyakit tersebut biasanya tidak menyadarinya karena hipertensi berjalan secara terus menerus seumur hidup dan sering tanpa disertai keluhan yang khas sebelum terjadi komplikasi pada organ tubuh. Selain itu, hipertensi juga dapat memicu berbagai penyakit lain yang mematikan, seperti stroke, gagal-ginjal, dan jantung koroner (Graham-Clarke, 1999).

Data Global Burden of Hypertension pada tahun 2000 menunjukkan bahwa lebih dari setengah populasi orang dewasa di dunia (sekitar 1 milyar orang) yang mengalami hipertensi dan kemungkinan akan bertambah sekitar 60% (1,56% milyar) pada 2025, terutama pada negara yang berkembang (Ahmed, Khaliq, Shah, Anwar, 2008). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 oleh Departemen

(23)

Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% (Anonim, 2009a).

Pengobatan hipertensi sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga menyangkut keterlibatan pasien secara berkelanjutan dalam proses terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya jangka panjang, sehingga ketaatan dalam minum obat sangat menentukan keberhasilan suatu terapi (Anonim,2008).

Ketidaktaatan terhadap obat antihipertensi pada pasien yang menderita hipertensi dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi tidak terkontrol, serta meningkatkan angka mortalitas dan resiko penyakit kardiovaskular lain (Albert dan Thomas, 2006).

Untuk mengatasi masalah tersebut, tugas seorang Farmasis yang menjalankan

Pharmaceutical Care yaitu dengan cara memberikan pelayanan informasi dan edukasi mengenai penggunaan obat yang tepat, sehingga dapat mencegah dan meminimalkan terjadinya Drug Related Problems. Pemberian informasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan mendemonstrasikan menggunakan alat visual, multimedia,verbal dan form kepatuhan.

Dari uraian di atas muncul pertanyaan bagaimana ketaatan pasien dalam

minum obat jika pasien diberi informasi vs informasi plus alat bantu sehingga

dilakukan penelitian tentang “Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS

Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat

(24)

Bantu Kataatan Serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap

Penggunaan Obat Antihipertensi)”. Penelitian ini merupakan kerjasama antara

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan pihak Rumah Sakit Panti Rini

Yogyakarta. Rumah Sakit Panti Rini merupakan Rumah Sakit tipe D. Lokasi Rumah

Sakit Panti Rini yang terletak di daerah Kalasan diharapkan mempermudah penelitian

ini, pasien yang berobat ke Rumah Sakit tersebut sebagian besar bertempat tinggal di

daerah setempat sehingga mempermudah peneliti dalam melakukan home visit

terhadap pasien. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Panti Rini, selama 5 tahun

terakhir penyakit hipertensi termasuk dalam sepuluh penyakit terbesar di Rumah

Sakit Panti Rini.

1. Permasalahan

a. Seperti apakah profil pasien rawat jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009

yang menerima obat antihipertensi meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat

pendidikan antara kelompok kontrol dan perlakuan?

b. Seperti apakah profil obat pasien rawat jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009 yang menerima obat antihipertensi meliputijumlah obat, golongan, dan jenis obat antara kelompok kontrol dan perlakuan?

c. Apakah terjadiDrug Therapy Problemspada pasien rawat jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009 yang menerima obat antihipertensi, baik kelompok

(25)

d. Apakah terdapat perbedaan ketaatan dan dampak terapi pada pasien rawat

jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli yang menerima obat antihipertensi

antara kelompok kontrol dan perlakuan?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS

Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat

Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Periode Juni – Juli 2009 (Kajian terhadap

Penggunaan Obat antihipertensi) belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait

dengan masalah ketaatan pasien terhadap penggunaan obat antihipertensi telah diteliti

oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut ini:

a. The Association between compliance with antihypertensive drugs and

modification of antihypertensive drug regimen(Wijk, 2004).

b. High Adherence To Antihypertensive Therapy Lowers Cardiovascular Risk

(Lowry, 2009).

3. Manfaat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengambilan

keputusan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care, secara khusus

di RS Panti Rini Yogyakarta dan secara umum di RS di Indonesia. Pada akhirnya

(26)

B. Tujuan 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan mengamati perbedaan ketaatan penggunaan obat

antihipertensi pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009

antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. mengetahui profil pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode

Juni-Juli 2009 pada kelompok kontrol dan perlakuan yang menerima obat

antihipertensi meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.

b. mengetahui profil obat pasien rawat jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli

2009 yang menerima obat antihipertensi meliputi jumlah obat, golongan,

dan jenis obat pada kelompok kontrol dan perlakuan.

c. mengevaluasi kerasionalan pengobatan yang terkait denganDrugTherapy

Problemspada pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode

Juni-Juli 2009 yang menerima obat antihipertensi, baik kelompok kontrol

maupun perlakuan.

d. mengetahui perbedaan ketaatan dan dampak terapi pada pasien rawat

jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 yang menerima

(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Drug Therapy Problems

Drug therapy problems adalah setiap kejadian yang tidak diinginkan, yang

dialami oleh pasien yang terlibat atau dicurigai terlibat dalam terapi obat, yang akan

mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan. Drug therapy problems

termasuk dalam ruang lingkup praktek asuhan kefarmasian (pharmaceutical care).

Tujuan mengidentifikasi drug therapy problems adalah untuk membantu pasien

mendapatkan outcome dan tujuan terapi yang diinginkan (Strand, Morley, Cipolle, 2004).

Seperti permasalahan klinik pada umumnya, drug therapy problems tidak dapat

dipecahkan ataupun dicegah kecuali penyebab dari masalah tersebut telah diketahui

secara jelas. Tidak hanya perlu untuk mengenal dan mengorganisir drug therapy

problems, namun juga penyebab utamanya (Strand, Morley, Cipolle, 2004).

Tabel I. Penyebab-penyebabdrug therapy problems(DTPs) (Strand, L.M., Morley, P.C., Cipolle, R.J., 2004)

No Jenis DTP Contoh Penyebab DTP

1 Ada obat tanpa indikasi

( unnecessary drug therapy)

 Tidak ada indikasi obat yang tepat untuk terapi obat saat itu

 Polifarmasi yang seharusnya cukup terapi tunggal

 Kondisi medis lebih baik jika diterapi tanpa obat (non farmakologi)

 Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan obat lain yang lebih aman

 Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok menimbulkan masalah

(28)

Lanjutan tabel I

No Jenis DTP Contoh Penyebab DTP

2 Ada indikasi tanpa obat (need for additional therapy)

 Kondisi medis yang memerlukan obat tertentu

 Terapi pencegahan dengan obat diperlukan untuk mengurangi resiko timbul kondisi medis baru

 Perlu tambahan obat untuk mencapai efek sinergis atau tambahan

3 Obat tidak efektif (ineffective drug)

 Obat bukan yang paling efektif

 Kondisi medis sukar disembuhkan dengan obat tersebut  Bentuk sediaan obat tidak tepat

 Obat tidak efektif untuk indikasi yang sedang ditangani 4 Dosis terlalu

rendah

(dosage too low)

 Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan efek yang diharapkan

 Interval dosis terlalu panjang untuk menghasilkan efek  Interaksi obat mengurangi jumlah zat aktif obat

 Durasi terapi obat terlalu pendek untuk menghasilkan efek yang diharapkan

5 Efek obat merugikan (adverse drug reaction)

 Obat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan obat yang diberikan

 Pelindung produk obat dibutuhkan untuk mencegah faktor resiko.

 Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan

 Obat diberikan atau diubah terlalu cepat  Obat menimbulkan alergi

 Obat kontraindikasi 6 Dosis terlalu

tinggi (dose too high)

 Dosis terlalu tinggi

 Frekuensi obat terlalu cepat  Durasi obat terlalu panjang

 Interaksi obat menyebabkan reaksi toksik pada produk obat

 Obat diberikan terlalu cepat 7 Ketidaktaatan

(noncompliance)

 Pasien tidak mengerti instruksi yang diberikan  Pasien memilih tidak mengkonsumsi obat  Pasien lupa minum obat

 Harga obat terlalu mahal

 Pasien tidak dapat menelan atau meminum obat sendiri dengan benar

(29)

B. Ketaatan penggunaan obat (Patient Compliance) 1. Definisi

Ketaatan terhadap aturan pengobatan dinamakan "Patient Compliance" (PC), merupakan suatu kemampuan pasien dalam meminum obat sesuai dengan dosis yang sudah diresepkan dokter yang sesuai dengan indikasi, efikasi yang cukup, dan dapat menghasilkan outcome yang diinginkan tanpa memberikan efek yang merugikan. Kepatuhan yang dimaksud, digunakan untuk kepatuhan terhadap obat yang diresepkan, bukan kepatuhan terhadap perintah yang mengharuskan atau yang bersifat otoriter(Strand, Morley, Cipolle, 2004).

Ketaatan dapat didefinisikan sebagai tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasihat medis atau kesehatan. Istilah “ketidaktaatan pasien” memberi kesan bahwa pasien bersalah karena penggunaan obat yang tidak tepat. Walaupun hal ini merupakan kasus yang sering dalam banyak situasi, dokter dan apoteker tidak melengkapi pasien dengan instruksi yang memadai atau memberikan instruksi dengan cara yang tidak dimengerti pasien(Siregar, 2006).

(30)

2. Alasan ketidaktaatan penggunaan obat a. Regimen terapi

Faktor yang berkaitan dengan ketidaktaatan meliputi: 1) terapi multi obat,

pada umumnya makin banyak jenis obat yang digunakan pasien, semakin tinggi

resiko ketidaktaatan, 2) frekuensi pemberian, pemberian obat pada jangka waktu yang

sering, meningkatkan ketidaktaatan sebab pasien merasa kegiatan normal pasien

terganggu, pasien lupa dan tidak mau susah, 3) durasi dari terapi, berbagai studi

menunjukkan bahwa tingkat ketidakpuasan menjadi lebih besar apabila periode

pengobatan lama, 4) efek merugikan, perkembangan dari efek suatu obat tidak

menyenangkan, memungkinkan menghindari dari ketaatan, 5) pasien asimtomatik

yaitu tidak ada gejala atau gejala sudah reda. Pada kondisi tertentu, pasien dapat

merasa lebih baik setelah menggunakan obat dan merasa bahwa ia tidak perlu lagi

menggunakan obat lebih lama, 6) harga obat, pasien cenderung tidak taat dalam

menggunakan obat yang harganya mahal, 7) pemberian atau konsumsi obat,

meskipun pasien sudah berusaha patuh terhadap instruksi, mungkin pasien menerima

kuantitas obat yang salah disebabkan pengukuran obat yang tidak benar atau

penggunaan alat ukur yang tidak tepat, 8) rasa obat, masalah rasa obat-obatan adalah

yang paling umum dihadapi dengan penggunaan cairan oral oleh anak-anak (Siregar,

(31)

b. Pasien

Faktor yang berkaitan dengan ketidaktaatan meliputi: 1) pasien tidak

memahami instruksi yang diberikan, 2) pasien lebih memilih untuk tidak mengkonsumsi obat, 3) pasien lupa minum obat, 4) pasien tidak dapat menelan atau meminum sendiri obat yang diresepkan dengan tepat(Strand, Morley, Cipolle, 2004).

c. Penyakit

Faktor yang berkaitan dengan ketidaktaatan meliputi: 1) pasien merasa

kondisnya lebih baik sehingga menghentikan pengobatan, 2) pasien merasa tidak ada

perkembangan yang lebih baik pada kondisi kesehatannya sehingga pengobatan

dihentikan, 3) pasien dengan penyakit kronis biasanya mendapatkan pengobatan

dalam waktu yang cukup lama, sehingga pasien menjadi bosan dan menghentikan

pengobatan (Siregar, 2006).

d. Interaksi pasien dengan profesional kesehatan

(32)

pengertian dapat serius, 5) pasien takut bertanya, pasien sering ragu bertanya kepada pelaku pelayan kesehatan untuk menjelaskan kondisi kesehatan mereka atau pengobatan yang diajukan, 6) kurangnya waktu konsultasi, professional pelayan kesehatan kebanyakan bersifat kurang berinteraksi dengan pasien karena tekanan pekerjaan, 7) ketersediaan informasi tercetak, ketaatan pada pengobatan mungkin meningkat, dengan tersedianya informasi tercetak dalam bahasa yang sederhana (Siregar, 2006).

3. Akibat ketidaktaatan

Ketidaktaatan akan mengakibatkan kegagalan terapi, mengalami efek toksis (keracunan) obat, penyakit menjadi kambuhan (sering kambuh), biaya / pengeluaran menjadi besar untuk obat, dokter, transportasi, lebih-lebih bila harus dirawat di rumah sakit (Albert dan Thomas, 2006).

4. Upaya meningkatkan kepatuhan penggunaan obat

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketaatan pasien minum

obat, misalnya: memberikan informasi yang jelas kepada pasien, berbagai

pengalaman menunjukkan bahwa pasien akan lebih taat apabila pasien merasa ikut

terlibat dalam proses penyembuhan. Hal ini dapat diupayakan dengan komunikasi

yang baik antara dokter dan pasien, membuat petunjuk pemakaian obat yang

sesederhana mungkin, mengatur waktu minum obat yang paling enak dan sesuai

dengan aktivitas pasien, terangkan kemungkinan efek samping yang bisa terjadi, dan

(33)

pasien kontrol, pada pasien bayi/anak, pasien lanjut usia, pasien yang sulit bergerak

karena penyakitnya atau pasien-pasien yang tidak kooperatif, pastikan bahwa ada

anggota keluarga/orang lain yang akan selalu menjaga agar pasien taat minum obat,

memonitoring keadaan pasien secara teratur, dan meminta pasien untuk membeli atau

menggunakan kontainer obat (Albert dan Thomas, 2006).

C. Hipertensi 1. Definisi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan

darah arterial yang persisten (DiPiro, 2005). Hipertensi merupakan faktor resiko

utama untuk kematian maupun kesakitan dari penyakit kardiovaskular. Hipertensi

yang tidak ditanggulangi merupakan faktor resiko untuk penyakit jantung koroner,

stroke dan gagal ginjal (Massie, 2002).

Hipertensi bukanlah suatu penyakit, biasanya tidak memiliki simptom (tanda) dan pasien tidak dapat langsung mati karenanya. Orang yang menderita penyakit tersebut biasanya tidak menyadarinya karena hipertensi berjalan secara terus menerus seumur hidup dan sering tanpa disertai keluhan yang khas sebelum terjadi komplikasi pada organ tubuh. Selain itu, hipertensi juga dapat memicu berbagai penyakit lain yang mematikan, seperti stroke, gagal-ginjal, dan jantung koroner (Graham-Clarke, 1999).

Lebih dari 95% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya. Apabila tidak

(34)

dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, seperti usia, genetik, lingkungan, berat badan

ataupun ras. Hipertensi ini tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol. Apabila

penyebab langsung hipertensi dapat diidentifikasi, maka kondisi ini dinyatakan

sebagai hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder ditemukan pada sekitar 5% dari

populasi hipertensi. Penyebab hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal, endokrin,

dan abnormalitas vaskuler (Walker,1999).

Secara umum bila dalam satu keluarga ada yang menderita hipertensi, maka

kemungkinan terjadinya kejadian hipertensi pada anggota keluarga yang lain akan

meningkat. Biasanya laki-laki akan lebih dulu mendapatkan hipertensi daripada

wanita. Faktor-faktor metabolisme seperti obesitas, resistensi insulin dan intoleransi

glukosa dapat menyebabkan regulasi yang abnormal, baik terhadap volume vaskuler

maupun resistensi perifer yang akhirnya juga dapat meningkatkan tekanan darah

(Walker,1999).

Tekanan darah arterial merupakan ukuran tekanan pada dinding arteri dalam

mmHg. Dua nilai tekanan darah arterial yang diukur adalah tekanan darah sistolik

dan tekanan darah diastolik. Sistolik terjadi saat kontraksi ventrikel kiri yang akan

mendorong darah ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan kenaikan tekanan

darah yang menggambarkan titik tertinggi. Diastolik terjadi setelah kontraksi, saat

ventrikel kiri berelaksasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah dan

menggambarkan titik terendah. Perbedaan antara sistolik dan diastolik disebut

(35)

Gambar 1. Mekanisme Kerja Sistolik, Diastolik (Anonim,2008)

Tekanan darah dapat memperkirakan irama diurnal yang berfluktuasi

sepanjang hari. Tekanan darah mencapai nilai terendah selama malam hari, mulai

meningkat pada pagi hari dan mencapai puncak pada siang hari. Mean tekanan darah

arterial (MAP) kadang-kadang digunakan untuk merepresentasikan tekanan darah.

Secara matematis, MAP berkaitan dengan tekanan darah sistolik (SBP) dan tekanan

darah diastolik (DBP) (Kimble,2005).

MAP = (SBP - DBP)/3 + DBP

Tekanan darah arterial dihasilkan dari pengaruh aliran darah dan resistensi

aliran darah. Secara matematis sebagai produk dari cardiac output (CO) dan total

perifer resistance (TPR) (Kimble, 2005).

(36)

Tabel II. klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (Chobanian, et al., 2003) Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80-89

Stage 1 140 – 159 90-99

Stage 2 >160 >100

Tabel III. klasifikasi tekanan darah menurut WHO (Khatib, 2005)

Tekanan Darah Grade 1 Grade 2 Grade 3

Sistolik (mmHg) 140-159 160-179 >180

Diastolik (mmHg) 90-99 100-109 >110

2. Epidemiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit hipertensi antara lain:

a. umur : penyakit hipertensi umumnya bermula pada usia muda, sekitar 5-10% pada umur 20-30 tahun. Bagi pasien yang berusia 40-70 tahun, setiap peningkatan tekanan sistolik sebesar 20 mmHg atau tekanan diastolik sebesar 10 mmHg akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular. Seiring dengan bertambahnya usia, maka cenderung akan meningkatkan tekanan darah. Prevalensi penyakit hipertensi paling dominan terjadi pada kelompok umur 31-55tahun (Anonim,2009b)

(37)

pada wanita dari penyakit kardiovaskular sehingga tekanan darah wanita lebih tinggi daripada laki-laki (Anonim,2009b).

3. Patofisiologi

Berbagai faktor humoral dan neural diketahui dapat mempengaruhi tekanan

darah. Faktor-faktor tersebut, antara lain : sistem saraf adrenergik yang berperan

dalam mengontrol reseptordan, sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) yang

bertugas dalam pengaturan sistemik dan aliran darah ke ginjal, fungsi ginjal dan

aliran darah ke ginjal yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit,

beberapa faktor hormonal (insulin, hormon tiroid, vasopressin, hormon adrenal

korteks), dan endotelium vaskular yang memiliki peranan dalam mengatur pelepasan

bradikinin, nitrit oksida, prostasiklin, endotelial (Kimble,2005).

Ginjal memiliki peranan yang penting dalam pengaturan tekanan darah

arterial, khususnya melalui system renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Penurunan

tekanan darah dan aliran darah ke ginjal, penurunan volume konsentrasi sodium dan

aktivasi sistem saraf simpatetik dapat memicu bertambahnya sekresi enzim renin dari

sel juxtaglomerular di ginjal. Renin merupakan suatu enzim proteolitik yang berperan

dalam sejumlah stimuli, seperti pengurangan tekanan perfusi ginjal, pengurangan

volume intravascular, sirkulasi katekolamin, peningkatan kekuatan arteriolar, dan

hipokalemia (Massie, 2002).

Renin mengkatalisasi konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I di

(38)

converting enzym (ACE). Setelah berikatan dengan reseptor yang spesifik (AT1 dan

AT2), angiotensin II menghasilkan efek biologis terhadap berbagai jaringan. Sirkulasi

dari angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah, termasuk vasokonstriksi secara

langsung. Angiotensin II juga menstimulasi sintesis aldosteron dari korteks adrenal,

menyebabkan terjadinya reabsorbsi sodium dan air yang akan meningkatkan volume

plasma dan tekanan darah. Beberapa faktor dapat mempengaruhi pelepasan renin,

khususnya perubahan perfusi ginjal. Kenaikan tekanan darah merupakan suatu

feedback negatif dari adanya pelepasan renin (Massie, 2002).

(39)

4. Manifestasi Klinik

Peningkatan tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa adanya gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ sasaran seperti pada mata, jantung, otak, dan ginjal. Gejala-gejala yang biasa muncul pada penyakit hipertensi yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, mata berkunang-kunang, telinga berdengung, susah tidur, rasa berat di tengkuk. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sebagai berikut: sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah. Sedangkan pada anak, gejalanya anak mudah gelisah, cepat lelah, sesak napas, susah minum dan biru di tangan dan bibir (Anonim,2009b).

5. Penatalaksanaan Terapi

Tujuan umum dari terapi hipertensi adalah untuk mengurangi hipertensi yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sedangkan tujuan tambahannya adalah untuk perawatan penderita hipertensi dalam mencapai target tekanan darah yang dituju. Target tekanan darah yang dituju oleh JNC 7 :

a. pada kebanyakan pasien < 140/90 mmHg. b. pasien dengan diabetes < 130/80 mmHg.

(40)

Algoritma dari penatalaksanaan hipertensi berdasarkan JNC VII :

Gambar 3. Algoritma Terapi Hipertensi berdasarkan JNC VII (Chobanian, et al., 2003)

Modifikasi Gaya Hidup

Tidak mencapai sasaran terapi tekanan darah

Terapi Farmakologi

Hipertensi tanpa penyakit tambahan Hipertensi dengan penyakit tambahan

Hipertensi tingkat 1 Umumnya menggunakan Diuretik jenis thiazide Dapat dianjurkan menggunakan ACE inhibitor, ARB, CCB, -bloker, atau kombinasi

Obat-obatan untuk hipertensi dengan penyakit tambahan Hipertensi tingkat 2

Umumnya kombinasi 2 jenis obat (biasanya diuretic jenis tiazid dan ACE inhibitor, atau ARB,-bloker, CCB)

Tidak tercapai sasaran

Optimasi dosis atau tambah obat sampai sasaran tekanan darah tercapai selama dikonsultasikan dengan ahli

(41)

1) Terapi nonfarmakologi

Joint National Comittee 7 (JNC 7) merekomendasikan perubahan gaya hidup

pada pasien dengan prehipertensi dan hipertensi, antara lain :

a) mengurangi berat badan. Mempertahankan berat badan normal (BMI :

18,5- 24,9 kg/m2) dapat menurunkan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg

setiap penurunan 10 kg berat badan.

b) pembatasan konsumsi sodium. Pengurangan sodium dapat mengurangi

tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

c) mengatur pola makan. Mengkonsumsi banyak buah, sayuran, makanan

rendah lemak, dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg.

(42)

d) membatasi konsumsi alkohol. Batasi alkohol 30 ml untuk pria dan 15 ml

untuk wanita, dapat mengurangi tekanan darah sistolik sebesar 2-4 mmHg.

e) aktivitas fisik. Berolah raga 30 menit/hari dapat mengurangi tekanan darah

sistolik sebesar 4-9 mmHg.

2) Terapi Farmakologis

Penggunaan obat antihipertensi, ada beberapa tipe kelas antihipertensi,

diantaranya : diuretik, β blocker, ACE Inhibitor, angiotensin II receptor blocker (ARB) dan calsium channel blocker (CCB). Agen-agen ini digunakan dalam terapi

hipertensi, baik sendiri maupun kombinasi.

Tabel IV.Terapi hipertensi berdasarkan JNC VII (Chobanian, et al., 2003) Permulaan terapi obat Klasifikasi

(mmHg) Tanpa keadaan

Khusus

Keadaan Khusus

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Tidak ada

Stage 1 140 -159 90 – 99 Diuretik tipe

thiazid kebanyakan.

Dapat mem pertimbangkan ACEI, ARB, BB,

CCB atau Kombinasi

Stage 2 >160 >100 obat●(biasanya

diuretik tipe thiazid dan ACEI atau ARB, BB atau

CCB

(43)

• = terapi kombinasi awal digunakan pada mereka yang mempunyai resiko hipotensi

ortostatik

± = terapi pasien dengan penyakit ginjal kronik atau diabetes, tujuan tekanan darah <

130/80 mmHg

ACEI = angiotensin converting enzim inhibitor; ARB = angiotensin II reseptor blocker; BB =beta blocker; CCB =calsium channel blocker

Tabel V.Terapi hipertensi pada keadaan khusus berdasarkan JNC VII (Chobanian, et al., 2003)

Rekomendasi obat antihipertensi Keadaan

Khusus Diuretik-bloker ACEI ARB CCB Antagonis

Aldosteron Gagal

jantung ● ● ● ● ●

Post Infark

Miokardia ● ● ●

Resiko tinggi penyakit koroner

● ● ● ●

Diabetes

● ● ● ● ●

Penyakit ginjal kronis

● ●

Prevensi

Stroke ● ●

6. Kegagalan terapi

Kegagalan terapi dapat ditinjau secara medis, klinis, dan edukasional.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan terapi ditinjau secara medis

antara lain: 1) pemilihan obat yang salah, 2) dosis obat terlalu rendah, 3) pemberian

obat yang tidak tepat, sehingga pasien tidak mendapatkan efek terapi yang optimal.

(44)

patofisiologi masing-masing pasien. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan

kegagalan terapi ditinjau secara edukasional antara lain: 1) informasi obat yang

kurang jelas, 2) penjelasan dari apoteker yang keliru, 3) pengetahuan pasien yang

kurang mengenai suatu penyakit dan obat sehingga meningkatkan ketidaktaatan

pasien dalam minum obat.

Ketidaktaatan terhadap obat antihipertensi pada pasien yang menderita

hipertensi dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi tidak terkontrol, serta

meningkatkan angka mortalitas dan resiko penyakit kardiovaskular lain (Albert dan

Thomas, 2006).

D. Obat Antihipertensi

a) Diuretik

Diuretik terutama tipe thiazid merupakan agen lini pertama dalam terapi hipertensi. Empat subkelas diuretik dalam terapi hipertensi adalah : tiazid, loop, potassium sparing dan antagonis aldosteron. Potasium-sparing diuretic merupakan agen antihipertensi lemah saat digunakan sendiri. Diuretik menyebabkan pengurangan volume plasma dan stoke volume, yang akan mengurangi cardiac output dan tekanan darah.

(1) Diuretik thiazid

(45)

nefrotik. Mekanisme aksinya yaitu dengan menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal, yang akan meningkatkan ekskresi natrium dan air. Efek samping hidroklorothiazid dapat menyebabkan terjadinya ortostatik hipotensi, hipotensi, hipokalemia, anoreksia, reaksi alergi. Dosis hidroklorothiazid untuk mengatasi edema yaitu sebesar 25-100 mg/ hari yang terbagi dalam 1-2 dosis dengan batas maksimal 200 mg/hari; dosis hidroklorothiazid untuk mengatasi hipertensi pada orang dewasa yaitu sebesar 12,5 – 50 mg/ hari dan bila dosis ditingkatkan lebih dari 50 mg/ hari hanya akan meningkatkan sedikit respon serta mengakibatkan terjadinya gangguan elektrolit (Lacy, 2006).

Contoh diuretik thiazid yang lain yaitu klortalidon, bendrofluometazid, indapamid, siklopenthiazid, metolazon, xipamida (Anonim,2006).

(2) Diuretikloop

Loop diuretik merupakan kelas diuretik kuat yang digunakan untuk edema pulmonari, juga untuk pasien gagal jantung kronis dan digunakan untuk mengurangi tekanan darah. Contoh dari diuretikloopadalah furosemid, bumetanid, torasemid.

(46)

20-80 mg/dosis dan dapat ditingkatkan 20-40 mg/dosis dalam interval 6-8 jam, untuk mengatasi edema yang parah dapat digunakan dosis hingga 600 mg/ hari. Pada kasus hipertensi, dosis oral furosemid yang digunakan sebesar 20-80 mg/hari yang terbagi dalam 2 dosis; dosis furosemid pada injeksi intravena yaitu 20-40 mg/dosis, dan dapat diulang 1-2 jam bila diperlukan serta dapat meningkatkan dosis sebesar 20mg/dosis hingga mencapai efek yang diinginkan. Interval dosis furosemid selama 6-12 jam untuk mengatasi edema pulmonary dengan dosis sebesar 40mg-80mg (Lacy, 2006).

(3) Diuretik antagonis aldosteron

(47)

b) Angiotensin converting enzym inhibitor(ACEI)

Mekanisme aksi dari ACE inhibitor belum sepenuhnya diketahui. Namun dipercaya bahwa ACEI menghambat aktivitas dari angiotensin converting enzyme

(ACE), yang merubah angiotensin I menjadi angiotensin II, sebuah vasokonstriktor kuat. Baik angiotensin I maupun ACE secara normal diproduksi oleh tubuh, dan disebut sebagai substansi endogen. Aktivitas vasokonstriksi dari angiotensin II adalah menstimulasi sekresi dari hormon endogen aldosteron oleh korteks adrenal. Aldosteron meningkatkan retensi air dan sodium, yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Dengan mencegah konversi dari angiotensin I menjadi angiotensin II, maka air dan sodium tidak lagi tertahan, dan akan menurunkan tekanan darah (Roach, 2004). Berbagai macam contoh ACEI adalah kaptopril, lisinopril, lamipril, imidapril, enalapril, quinapril, dan perindopril.

(48)

awal kaptopril sebesar 12,5 mg-25mg/hari yang terbagi dalam 2-3 dosis dan 25-100 mg/ hari yang terbagi dalam 2 dosis (Lacy, 2006).

c)Angiotensin II receptor blocker(ARB)

Angiotensin II Receptor Blocker memiliki mekanisme aksi yaitu dengan memblok reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) yang diketahui menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, pelepasan anti diuretik hormon (ADH), namun tidak memblok reseptor AT2, yang memiliki efek vasodilatasi, perbaikan jaringan dan menghambat pertumbuhan sel. Tidak seperti ACEI, ARB tidak memblok pelepasan bradikinin. Contoh ARB yaitu irbesartan, valsartan, losartan, kandesartan, telmisartan (DiPiro, 2005).

Losartan merupakan salah satu contoh ARB yang memiliki indikasi untuk mengatasi hipertensi, diabetes nefropati tipe 2, dan hipertrofi ventrikel kiri. Efek samping losartan yang mungkin terjadi yaitu menyebabkan nyeri dada, fatigue, batuk, diare, hiperkalemia, ortostatik hipotensi, hipotensi, dan nyeri abdominal. Bila losartan berinteraksi dengan NSAID maka akan mengurangi efek losartan dan saat losartan berinteraksi dengan simetidin maka akan meningkatkan absorpsi losartan. Dosis losartan yang digunakan yaitu sebesar 25-100mg / hari (Lacy, 2006).

d)Calsium channel blocker(CCB) atau antagonis kalsium

(49)

efek inotropik negatif. Dihidropiridin merupakan agen vasodilator perifer yang poten. Contoh CCB yaitu nifedipin, amlodipin, verapamil, diltiazem (DiPiro,2005).

Amlodipin memiliki indikasi untuk mengatasi hipertensi, terapi angina, dan prevensi angina. Mekanisme aksinya yaitu dengan menghambat masukan ion kalsium, meningkatkan relaksasi otot polos koroner dan vasodilatasi, serta meningkatkan pengangkutan oksigen miokardium pada pasien dengan angina. Efek samping amlodipin yang mungkin terjadi yaitu edema perifer, palpitasi, pusing, somnolence, dan fatigue. Dosis amlodipin untuk mengatasi hipertensi yaitu sebesar 2,5-10 mg dan digunakan sekali sehari; sedangkan dosis amlodipin untuk mengatasi angina yaitu sebesar 5-10 mg/ hari (Lacy, 2006).

E. Landasan teori

Perilaku pasien dalam penggunaan obat sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan suatu terapi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh komunikasi, informasi dan

edukasi yang diterima oleh pasien, oleh karena itu diperlukan interaksi antara pasien dan

lingkungan. Penggunaan obat oleh pasien bergantung dari informasi yang diperoleh,

terkadang pasien tidak menggunakan obat secara tepat karena kurangnya informasi

referensi tertulis maupun dari tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dengan

pemahamannya akan penggunaan obat yang benar.

Farmasis merupakan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab memberikan

informasi obat kepada pasien. Sesuai dengan tujuan yaitupatient oriented. Pemberian

informasi oleh farmasis dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu informasi

(50)

Pemberian informasi disertai alat bantu ketaatan berupa kotak obat dan label

kepatuhan akan lebih mempermudah pemberian informasi dan meningkatkan

pemahaman pasien tentang penggunaan obat yang tepat sebab lebih melibatkan

banyak indera sehingga pasien lebih mudah mengingat informasi yang diberikan.

Dengan label kepatuhan, pasien akan lebih mudah mengingat penggunaan obat yang

teratur dan benar, alat bantu akan membantu pasien untuk lebih taat dalam

menggunakan obat. Dengan demikian alat bantu akan meningkatkan ketaatan dan

dampak terapi selain itu akan mengurangi biaya terapi serta meningkatkan kualitas

hidup pasien.

F. Hipotesis

Ada perbedaan ketaatan penggunaan obat pada pasien yang mendapat

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS

Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien yang Diberi Informasi versus Informasi plus

Alat Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian

terhadap Penggunaan Obat antihipertensi) merupakan jenis penelitian eksperimental

semu dengan rancangan penelitian analitik dengan pola searah. Penelitian

eksperimental semu ialah bila peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel luar,

sehingga perubahan yang terjadi pada efek tidak sepenuhnya oleh pengaruh perlakuan

(Pratiknya 1986).

Dalam penelitian ini dilakukan eksperimen yang belum atau tidak memiliki

ciri- ciri rancangan eksperimen yang sebenarnya, karena variabel-variabel yang

seharusnya dikontrol atau dimanipulasi. Oleh sebab itu validitas penelitian menjadi

kurang cukup untuk disebut eksperimen yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2005).

Berdasarkan setting tempat penelitian ini termasuk penelitian lapangan (di

komunitas). Dan berdasarkan bidang ilmu penelitian ini merupakan penelitian klinis

komunitas, mata kuliah yang terkait meliputi Farmasi Klinis, Farmasi Sosial,

Farmakoterapi, serta Komunikasi dan Konseling. Metode pengumpulan data yang

dilakukan yaitu dengan pemberian alat bantu/alat peraga yang dibandingkan dengan

(52)

kontrol, dan observasi pasien dilakukan dengan mengunjungi pasien di rumah (home

visit) serta wawancara dengan pasien.

B. Definisi operasional

1. Ketaatan penggunaan obat yang dimaksud disini dapat dilihat dari jumlah obat yang digunakan dan aturan pakai obat yang dibandingkan antara perlakuan dan

kontrol.

2. Ketaatan dapat dinilai dari jumlah obat yang diminum, pasien dikatakan taat jika seluruh obat dihabiskan sehingga ketaatannya sebesar 100%.

3. Penentuan golongan obat antihipertensi, dilakukan berdasarkan diagnosis penyakit hipertensi yang dilakukan oleh dokter dan berdasarkan jenis obat yang tertulis di dalam resep yang masuk ke dalam golongan obat antihipertensi. 4. Alat bantu ketaatan berupa kotak obat yang dirancang sedemikian rupa,untuk

mempermudah pasien setiap mengkonsumsi obat, dan dilengkapi dengan tabel

ketaatan yang dicentang setiap pasien meminum obat agar pasien menjadi lebih

taat dalam mengkonsumsi obat yang diresepkan.

5. Perlakuan ialah pasien yang setuju mengikuti penelitian ini dan diberi alat bantu ketaatan yang dirancang sedemikian rupa, selanjutnya pasien di home visit

minimal dua kali. Jumlah perlakuan sebanyak 29 pasien.

6. Kontrol ialah pasien yang setuju mengikuti penelitian ini, namun tidak diberi alat bantu ketaatan. Pasien dihome visitsatu kali saat obat habis dan digunakan

(53)

7. Profil pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.

8. Profil obat meliputi jumlah obat yang diresepkan, jumlah obat antihipertensi yang diresepkan, golongan dan jenis obat antihipertensi, serta golongan dan

jenis obat selain obat antihipertensi.

9. Dalam evaluasi obat, digunakan nama generik sehingga nama paten tidak disebutkan satu per satu.

10. Evaluasi dosis, dan interaksi obat berdasarkan sumber referensi dari bukuDrug Information Handbook (Lacy, 2006), Drug Interaction Fact (Tatro,2006) dan

MIMS (Anonim, 2008).

11. Dampak terapi (outcome) dalam penelitian ini dievaluasi berdasarkan selisih tekanan darah sebelum dan sesudah terapi yang dibandingkan antara kontrol

dan perlakuan.

12. Drug Therapy Problems yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah setiap masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat antihipertensi, yang meliputi butuh tambahan obat, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, efek samping obat yang berbahaya dan interaksi obat, dan ketidakpatuhan pasien. 13. Periode Juni-Juli 2009 yang dimaksud pada penelitian ini yaitu tanggal 8 Juni

2009 – 28 Juli 2009.

14. Pasien home visit merupakan subyek penelitian yang bertempat tinggal di Daerah Kalasan dan sekitarnya yang telah menerima dan menyetujui

(54)

C. Subyek penelitian

Subyek penelitian meliputi pasien dewasa (berumur minimal 17 tahun)

menjalani rawat jalan di RS Panti Rini Yogyakarta. Kriteria inklusi subyek adalah

pasien yang menjalani rawat jalan di RS Panti Rini periode Juni-Juli 2009; menerima

salah satu atau lebih obat antihipertensi; pasien menggunakan obat yang memerlukan

ketaatan atau aturan pakai berdurasi lama (30 hari) atau penggunaan terus-menerus

untuk mencapai tingkat keberhasilan terapi; pasien yang bersedia bekerja sama

berdasarkan persetujuan dengan informed-consent. Kriteria eksklusi adalah pasien

yang telah mengikuti program edukasi atau mendapat informasi ini sebelumnya atau

pernah mengikuti penelitian lain yang serupa, subyek yang tidak menggunakan obat

antihipertensi dan tidak bersedia bekerjasama dan memberikan informasi selama

penelitian berlangsung. Metode sampling dengan metodepurposive sampling.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang terdiri atas

8 subjudul yaitu 6 kajian golongan obat dan 2 penelitian sosial, sehingga

pengumpulan data dilakukan secara bersama-sama dan dibagi berdasarkan kajian

masing-masing, satu pasien bisa menjadi pasien beberapa peneliti. Home visit juga

dilakukan secara bersama-sama sehingga tiap peneliti dapat melakukan home visit

tidak hanya pasiennya saja tapi dapat melakukan home visit terhadap pasien dengan

kajian lain. Jumlah keseluruhan pasien yang diperoleh sebanyak 156 pasien yaitu 78

pasien kontrol dan 78 pasien perlakuan. Untuk kajian golongan obat antihipertensi

(55)

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien rawat

jalan yang menerima obat antihipertensi dan dilayani oleh farmasis klinis Rumah

Sakit Panti Rini periode Juni-Juli 2009 yang ditulis oleh dokter, perawat, dan

apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil home visit pasien yang dilakukan

minimal dua kali untuk perlakuan dan sekali untuk kontrol digunakan untuk

membantu menggambarkan ketaataan pasien dalam menggunakan obat serta dampak

terapinya.

E.Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan (1). alat-alat sederhana yang akan dirancang

untuk membantu ketaatan pasien dalam penggunaan obat berupa pil despenser, dan

tabel ketaatan, (2). Alat pengukur tekanan darah pasien, yaitu tensimeter, (3).

panduan wawancara terstruktur.

Gambar 5. Alat Bantu Ketaatan F. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Farmasi dan ruang tunggu pasien RS Panti

(56)

G. Tata Cara Penelitian 1. Analisis Situasi

a. Analisis situasi meliputi diskusi dengan pihak manajemen RS Panti Rini

mengenai ketidaktaatan pasien yang sering muncul dan studi pustaka. Menyusun

teknis pelaksanaan dengan unit Farmasi.

b. Penetapan kajian penelitian dan penetapan kriteria inklusi serta ekslusi sebagai

dasar untuk menentukaan subyek penelitian secara prospektif selama bulan Juni-Juli

2009.

2. Pembuatan Alat Bantu Ketaatan

a. Perancangan alat bantu ketaatan berdasarkan studi pustaka dan wawancara

dengan beberapa ahli. Alat bantu yang dirancang adalah pil dispenser berupa kotak

bersekat. Kotak dibagi menjadi 21 bagian agar dapat digunakan untuk pengobatan

sebanyak 3 kali sehari selama 7 hari. Alat ini dilengkapi dengan tabel ketaatan

bergambar ayam berkokok (pagi hari), matahari (siang hari), dan bulan (malam hari).

Tabel ini harus diberi tanda (√) setelah pasien minum obat.

b. Sebelum digunakan, alat bantu diuji cobakan pada beberapa orang yang

memiliki beberapa kriteria menyerupai subyek uji.

3. Pembuatan Wawancara Terstruktur

a. Pembuatan wawancara terstruktur menggunakan bahasa sederhana yang

mudah dipahami. Wawancara terstruktur dilakukan pada akhir homevisit untuk

(57)

b. Sebelum digunakan, wawancara terstruktur diuji cobakan pada beberapa

orang yang memiliki kriteria menyerupai subyek uji.

4. Pengumpulan Data

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung pasien dan

medical record pasien. Bila diperlukan data dapat dikonfirmasi dengan wawancara

dengan pasien/keluarga dan/atau tenaga kesehatan. Sebelum memilih subjek uji,

dibuat suatu aturan main untuk menentukan subjek uji yang menjadi kontrol dan

subjek uji yang menjadi perlakuan.

Teknik yang digunakan dalam pengambilan subyek adalah non random, dimana

pasien yang ditemui pada minggu pertama digunakan sebagai perlakuan dan pasien

yang ditemui pada minggu berikutnya sebagai kontrol begitu seterusnya secara

berselang-seling.

b. Pasien yang terpilih sebagai subjek uji, sebelumnya diminta mengisi

informed-consent sebagai tanda persetujuan mengikuti penelitian. Informed- consent

ditanda tangani oleh subjek uji dan saksi (keluarga/kerabat dekat, namun jika tidak

ada saat itu, peneliti bisa menjadi saksi).

c. Pasien yang telah setuju mengikuti penelitian, selanjutnya diberi alat bantu

ketaatan berupa kotak tempat obat yang disertai tabel ketaatan bagi subyek uji

perlakuan kemudian peneliti membantu pasien menyiapkan obat yang telah

diresepkan kedalam kotak obat dan meminta pasien untuk memberi tanda centang

(58)

diberi alat bantú, cukup informasi verbal mengenai ketaatan penggunaan obat.

Ketaatan pasien dapat dilihat dari jumlah obat yang digunakan, apakah sesuai dengan

aturan yang seharusnya atau tidak.

5. Wawancara

Wawancara terstruktur dilakukan terhadap pasien kelompok perlakuan maupun

kontrol tentang pemahaman dan kepuasan pasien terhadap informasi penggunaan

obat. Wawancara mengenai pemahaman pasien tentang penggunaan obat diberikan di

awal, sedangkan wawancara kepuasan pasien terhadap informasi dan alat bantu,

diberikan di akhir pengambilan data.

6. Tahap Penyelesaian Data a. Pengolahan data

Semua data yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu selanjutnya

dikelompokkan lagi untuk memperoleh data dengan kajian golongan obat

antihipertensi. Data tersebut memuat data rekam medis pasien yaitu keluhan,

diagnosa , identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

pekerjaan, nomor RM, alamat, hasil wawancara pasien mengenai perkembangan

kondisi pasien dan kepuasan pasien terhadap alat bantu, dicatat pula obat yang

diresepkan, dosis obat , aturan pakai, serta hasil pengukuran tekanan darah dan untuk

melihat ketaatan pasien dihitung dari jumlah yang obat yang dikonsumsi. Data

(59)

b. Evaluasi Data

Statistik yang digunakan parametrik atau non parametrik ditentukan oleh sebaran

data, bila parametrik menggunakan uji T-test dan bila non parametrik menggunakan

Mann Whitney(Pratiknya, 1986).

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan ketaatan penggunaan obat karena informasi plus alat

bantu, pada penggunaan obat golongan antihipertensi berdasarkan uji statistik dengan

taraf kepercayaan 90%.

H. Tata Cara Analisis Hasil

Pembahasan data dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pembahasan mengenai profil pasien, profil obat pasien dan permasalahan dalam penggunaan obat, data-data tersebut kemudian dibahas secara deskriptif dengan bantuan tabel atau gambar. 1. Pembahasan profil pasien

a. Persentase umur pasien, perhitungan presentase dengan cara menghitung jumlah pasien pada tiap kelompok uji dan dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien setiap kelompok uji, kemudian dikalikan 100%. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui apakah umur antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda bermakna atau tidak, taraf kepercayaan yang digunakan adalah 90%. Bila sebaran data normal digunakan uji parametrikT-testsedangkan jika sebaran data tidak normal

digunakan uji nonparametrik Mann-Whitney. Jika P>0,1 artinya berbeda tidak

(60)

b. Persentase jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien pada masing-masing kelompok uji dibagi jumlah keseluruhan pasien kelompok uji, kemudian dikalikan 100%. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui apakah jenis kelamin antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda bermakna atau tidak, taraf kepercayaan yang digunakan adalah 90%. Uji yang digunakan adalah uji nonparametrik Chi-Square, bila P<0,1 artinya berbeda bermakna, sedangkan bila P>0,1 artinya tidak berbeda bermakna.

c. Persentase pasien berdasarkan tingkat pendidikan dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien pada tiap tingkat pendidikan, baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dibagi jumlah keseluruhan pasien, kemudian dikalikan 100%. Untuk mengetahui perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan uji statistik non parametrikKolmorgorof–Smirnov, taraf kepercayaan yang digunakan 90%, bila P<0,1 artinya berbeda bermakna, sedangkan bila P>0,1 artinya tidak berbeda bermakna.

2. Pembahasan profil obat kasus a. Profil obat secara umum

(61)

2) Persentase jenis obat (selain golongan obat antihipertensi) yang digunakan oleh pasien dihitung berdasarkan jumlah penggunaan suatu jenis obat dibagi jumlah pasien dikali 100%, dilakukan pada masing-masing kelompok uji.

b. Profil obat secara khusus (terapi obat antihipertensi)

1) Persentase golongan dan jenis obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien dihitung berdasarkan jumlah penggunaan golongan dan jenis obat antihipertensi tertentu dibagi jumlah pasien dikali 100%, dilakukan pada masing-masing kelompok uji.

2) Persentase jumlah dan jenis obat antihipertensi yang digunakan pasien dihitung berdasarkan jumlah kasus pasien yang menggunakan jumlah dan jenis obat antihipertensi tertentu dibagi jumlah pasien dikali 100%, dilakukan pada masing-masing kelompok uji.

3. Evaluasi kerasionalan obat yang terkait denganDrug Therapy Problems

a.Persentase jumlah kejadian DTP dihitung berdasarkan jumlah pasien yang mengalami DTP dibagi jumlah seluruh pasien kemudian dikalikan 100%, dilakukan pada masing-masing kelompok uji.

b.Evaluasi masalah utama kejadian DTP dilakukan dengan mengidentifikasi kejadian DTP yang terjadi, baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.

4.Evaluasi ketaatan serta dampak terapi yang dirasakan pasien

a.Persentase ketaatan pasien berdasarkan jumlah obat antihipertensi yang diminum

(62)

Jumlah obat antihipertensi yang diminum

Jumlah obat antihipertensi yang diresepkan

Selanjutnya perbedaan ketaatan antara kelompok perlakuan dan kontrol dihitung

dengan membandingkan persentase ketaatan antara kedua kelompok tersebut

menggunakan uji statistik. Jika sebaran data normal digunakan uji parametrik T-test

namun, jika sebaran data tidak normal digunakan uji statistik non parametrik

Mann-Whitney. Taraf kepercayaan yang digunakan 90%, jika p>0,1 berarti berbeda tidak

bermakna dan jika P<0,1 berarti berbeda bermakna.

b. Evaluasi ketaatan berdasarkan aturan pakai dibandingkan antara kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji statistik yaitu chi-square.

Taraf kepercayaan yang digunakan 90%, jika p>0,1 berarti berbeda tidak bermakna

dan jika p<0,1 berarti berbeda bermakna.

c. Evaluasi dampak terapi pasien dihitung dengan mencari selisih tekanan darah awal

terapi dan akhir terapi, baik itu tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik

pada masing-masing pasien

I. Kesulitan Penelitian

Selama penelitian terdapat beberapa kesulitan antara lain bahan untuk

merancang alat bantu sulit diperoleh karena jumlahnya yang terbatas, hal ini diatasi

dengan melakukan pemesanan barang terlebih dahulu. Pada tahap pengambilan data,

(63)

mengatasi kesulitan ini, peneliti menggunakan bahasa yang menarik serta pemberian

souvenir.

Pada saat home visit, kesulitan yang sering ditemui adalah pencarian alamat

pasien dan pengaturan penggunaan alat yang akan digunakan untuk memonitoring

tanda vital. Keterbatasan bahasa menjadi kendala dalam melakukan wawancara.

Kesulitan yang menjadi kelemahan penelitian ini ialah ketidakjujuran pasien dan

untuk mengatasi hal tersebut, sejak awal peneliti telah memberi informasi kepada

pasien agar bila lupa minum obat tidak perlu takut, atau berusaha menutupi, justru

obat yang lupa diminum tetap diletakkan di kotak obat yang telah disiapkan tersebut.

Kesulitan lain yang sering dijumpai yaitu pasien gugur dikarenakan pasien

meninggal, menjalani rawat inap, maupun alamat yang tidak dapat ditemukan. Oleh

karena itu peneliti berusaha memperoleh data pasien selengkap-lengkapnya agar

(64)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS

Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat

Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya (Kajian terhadap Penggunaan Obat

Antihipertensi) dilakukan selama periode Juni-Juli 2009 dengan membandingkan

ketaatan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Profil pasien dan profil

obat pada kelompok perlakuan dan kontrol dapat mempengaruhi perbedaan ketaatan,

oleh karena itu diharapkan kriteria awal subyek uji pada kedua kelompok tidak

berbeda bermakna, sehingga penelitian ini benar-benar mampu membandingkan

perbedaan ketaatan antara pasien yang diberi alat bantu dengan pasien yang hanya

memperoleh informasi saja.

A. Profil Pasien Rawat Jalan pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol yang Menerima Obat Antihipertensi di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta

Periode Juni-Juli 2009

Profil pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang menerima obat antihipertensi periode Juni-Juli 2009 meliputi profil pasien berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tekanan darah sistolik awal, dan tekanan darah diastolik awal. Berdasarkan jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan, berdasarkan umur pasien adalah pasien dengan umur ≥ 17

tahun, sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan dikelompokkan dari tingkat SD,

SLTP, SMA, dan Perguruan Tinggi.

(65)

Tabel VI.BaselineProfil Pasien Rawat Jalan pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol yang Menerima Obat Antihipertensi di Rumah Sakit Panti Rini

Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009

Baseline Profil Pasien

Kriteria Perlakuan Kontrol p

n = 29 n = 30

Laki-laki : 31% Laki-laki : 30% Jenis kelamin

Perempuan : 69% Perempuan : 70% 0,93*** Umur (tahun) 63,86±10,130 60±(25-87) 0,38* Tingkat

pendidikan

Tidak Berpendidikan : 6,9% SD : 13,8%

SMP : 13,8% SMA : 48,3% Perguruan tinggi: 17,2%

Tidak Berpendidikan: 16,7% SD : 16,7%

SMP : 20% SMA : 23,3% Perguruan tinggi: 23,3%

0,67***

Sistolik awal (mmHg)

147,79±24,76 146,80±26,04 0,73** Diastolik awal

(mmHg)

90 (60-126) 81,50 (60-150) 0,15**

Keterangan :

n = jumlah subjek penelitian *) uji statistikIndependent T-Test

**) uji statistikMann Whitney

***) uji statistikChi-square

x± SD digunakan jika data terdistribusi normal

median (minimal-maksimal) digunakan jika data tidak terdistribusi normal

Berdasarkan tabel VI, menunjukkan nilai p=0,93 untuk jenis kelamin, nilai

p=0,38 untuk umur, nilai p=0,67 untuk tingkat pendidikan, nilai p=0,73 untuk

tekanan darah sistolik awal, dan nilai p=0,15 untuk tekanan darah diastolik awal.

Berdasarkan nilai p yang diperoleh pada masing-masing pengelompokan berdasar

jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tekanan darah sistolik awal, dan tekanan

darah diastolik awal menunjukkan bahwa antara pasien kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol berbeda tidak bermakna. Kondisi awal pasien diharapkan berbeda

tidak bermakna agar perbedaan ketaatan benar-benar dipengaruhi oleh perbedaan

(66)

diharapkan yaitu kondisi awal pasien antara kelompok perlakuan dan kontrol berbeda

tidak bermakna sehingga penelitian ini benar-benar mampu membandingkan ketaatan

antara kedua kelompok tersebut.

B. Profil Obat Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Tabel VII.BaselineProfil Obat Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta

Periode Juni-Juli 2009

Baseline Profil Obat

Kriteria Perlakuan Kontrol p*

Jumlah Obat 5 (2-7) 4 (1-10) 0,65 Jumlah Obat

Antihipertensi

1 (1-3) 1 (1-4) 0,53

Keterangan :

*) uji statistikMann Whitney

median (minimal-maksimal) digunakan jika data tidak terdistribusi normal 1. Profil obat secara umum

Tabel VIII. Profil Jumlah Obat Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009

Perlakuan Kontrol

Jumlah obat

Jumlah pasien Persentase (%)

Jumlah pasien Persentase (%)

1 - - 1 3,3

2 2 6,9 2 6,7

3 2 6,9 3 10

4 10 34,5 10 33,33

5 7 24,1 7 23,33

6 6 20,7 4 13,3

7 2 6,7 1 3,3

8 - - 1 3,3

9 - - -

-10 - - 1 3,3

Profil obat secara umum ini menggambarkan jumlah keseluruhan obat yang

diterima pasien pada kelompok perlakuan dan kontrol serta jenis obat yang diterima

(67)

yang diterima pasien pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diperoleh nilai

p=0,65 yang berarti jumlah obat yang diterima antara pasien kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol berbeda tidak bermakna.

Berdasarkan tabel VIII, pada kelompok perlakuan jumlah obat yang diterima

pasien yaitu minimal 2 macam obat dan maksimal 7 macam obat. Sedangkan pada

kelompok kontrol jumlah obat yang diterima pasien yaitu minimal 1 macam obat dan

maksimal 10 macam obat. Jumlah obat yang paling banyak diterima pasien baik

kelompok perlakuan maupun kontrol yaitu 4 macam obat dengan persentase 34,5%

untuk kelompok perlakuan dan 33,33% untuk kelompok kontrol. Banyaknya obat

yang diterima oleh pasien dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

ketaatan pasien dalam meminum obat. Semakin banyak obat yang diterima maka

cenderung akan menurunkan minat pasien untuk minum obat, hal ini dapat

disebabkan karena pasien merasa malas dan sering merasa terganggu aktivitasnya

saat pasien harus minum obat dalam jumlah yang banyak.

Tabel IX. Golongan dan Jenis Obat Selain Obat Antihipertensi Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009

Jenis Obat Perlakuan Kontrol

Nama Generik Jumlah Persentase (%)

Jumlah Persentase (%) Obat Saluran Pencernaan

Activateddimetilpolysiloksan - - 1 3,33

Al(OH)3 2 6,90 -

-Attapulgit - - 1 3,33

Gambar

Gambar 1. Mekanisme Kerja Sistolik, Diastolik (Anonim,2008)
Gambar 2. Aktivitas angiotensinogen dalam hubungannya meningkatkan
Gambar 3. Algoritma Terapi Hipertensi berdasarkan JNC VII(Chobanian, et al., 2003)
Tabel IV. Terapi hipertensi berdasarkan JNC VII (Chobanian, et al., 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa sehubungan dengan maksud tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 141 huruf a dan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Untuk memfasilitasi siswa memahami dengan baik konsep-konsep kinematika, merekam konsep-konsep tersebut secara mendalam dalam memori jangka panjang, dan dapat

[r]

Philips, TBK Surabaya Berdasarkan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya dengan Analisis Profil Multivariate , sedangkan pada penelitian ini membahas tentang kepuasan kerja

§ Model ini dapat menghasilkan kualitas solusi yang sama baik dengan hasil yang dicatat dalam literatur untuk berbagai ukuran kasus uji, khususnya untuk fungsi objektif minimasi

Berdasarkan kuisioner yang disebarkan kepada 250 mahasiswa yang mewakili Jurusan Syari’ah, Dakwah dan Tarbiyah, rata-rata tingkat kepuasan mereka atas pelayanan

Dengan segenap puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan

Aspek Kesesuaian dengan Visi dan Misi: Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dan pelayanan yang dilakukan oleh dosen Fakultas Politik Pemerintahan IPDN, selama ini