SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Dewi Pristiana Anggraini NIM : 068114007
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Dewi Pristiana Anggraini NIM : 068114007
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
v
LoVE tHe pEoPLe wHo treat you right &
ForGet the Ones who don’t!
BelieVe that everything happens for reason.
If you get a Chance – Take it
iF it cHanges your life –let it
Nobody said life would be easy
They just promised
It Would be WortH it
kUPersEmbahKan untuk
Bapak Ibu TercinTA
aDek tia dan Yang uTi terSayang
kELuargAku
vii
Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Hipertensi)”dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Direktur Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan, dan waktu selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan, waktu, kritik, dan saran selama proses penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.
viii
pembimbing lapangan yang banyak membantu penulis, memberikan pengarahan dan bimbingan selama penelitian berlangsung di Rumah Sakit Panti Rini.
7. Bapak Hari Budiarto selaku Kepala Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta atas bantuan yang diberikan selama proses pengambilan data di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.
8. Bapak dan Ibu tercinta yang selama ini selalu memberikan kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan moril maupun materiil.
9. Adekku tersayang, Janestia Putri Maharani yang selalu memberikan doa, cinta, kasih sayang, keceriaan dan membuat hidupku menjadi lebih indah dan berwarna. 10. Nenekku tersayang, yang senantiasa memberikan doa, wejangan, dukungan,
perhatian, kasih sayang, pengetahuan, dan pengalaman yang sangat berarti.
11. Kakekku, Om Anto, Tante Lita, Adek Aisyah yang senantiasa memberikan dukungan dan keceriaannya padaku.
12. Widya Kristiyanto, yang selama ini selalu menemani, membantu, memberikan cinta, dukungan, kasih sayang dan perhatiannya kepadaku.
xi
mengakibatkan tekanan darah menjadi tidak terkontrol, serta meningkatkan angka mortalitas dan resiko penyakit kardiovaskular lain. Peran farmasis dalam pemberian informasi sangat menentukan ketaatan penggunaan obat pasien. Pemberian informasi belum cukup membantu pasien, perlu adanya inovasi alat bantu untuk meningkatkan pemahaman dan akhirnya meningkatkan ketaatan penggunaan obat.
Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui perbedaan ketaatan pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu ketaatan serta dampak terapinya periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Antihipertensi). Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental semu dengan rancangan analitik. Data dianalisis dengan statistik parametrik menggunakan uji T-test dan bila non parametrik menggunakan Mann Whitneydengan taraf kepercayaan 90%.
Seluruh pasien yang menerima golongan obat antihipertensi adalah 59 pasien, 29 pasien perlakuan dan 30 pasien kontrol. Perbedaan ketaatan antara kelompok perlakuan dan kontrol berdasarkan jumlah obat antihipertensi yang diminum diperoleh nilai p=0,02. Dampak terapi berdasarkan selisih tekanan darah sistolik dan diastolik pada awal dan akhir terapi pada kelompok perlakuan masing-masing ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,43 dan 0,46; sedangkan pada kelompok kontrol ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,08 dan 0,25. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa adanya pemberian informasi plus alat bantu ketaatan dapat meningkatkan ketaatan pasien dalam minum obat antihipertensi.
xii
other cardiovascular disease. The role of pharmacist in delivering information is mostly determining the compliance of patient’s medicines usage. Giving information is not sufficient yet to help patients. There is needs of tool assistance innovation to raise understanding and at the end the compliance of medicines usage, as well.
The main goal of this research is to know Outpatient’s Compliance Difference At Panti Rini Hospital Yogyakarta Among Outpatient Given Information vs Information plus Compliance Tool Asistance And Its Outcome Within Juny-July 2009 Period (Study of Antihypertensive Medicine Usage). This is a false experimental sort of research with analytic design. Data is analyzed by parametric statistic using T test and, if it is non-parametric, Mann Whitney with 90% of confidence interval.
The whole patients who receive medicine from antihypertensives are 59 patients. It consists of 29 patients of treatment and 30 patients of control. The compliance difference between treatment group and control, based on the number of antihypertensive medicine consumed, obtains score P=0,02. The outcome based on the gap between systolic and diastolic blood pressure on the beginning and ending of therapy on treatment group is shown by mark p as 0,43 and 0,46; while control group is shown by mark p as 0,08 and 0,25. From this research, it can be concluded that the existence of delivering information plus compliance tool assistance can raise patients’ compliance in taking antihypertensive medicine.
xiii
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x
INTISARI ... xi
ABSTRACT ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 5
xiv
B. Ketaatan Penggunaan Obat ... 8
1. Definisi ... 8
2. Alasan Ketidaktaatan Penggunaan Obat ... 9
3. Akibat Ketidaktaatan ... 11
4. Upaya Meningkatkan Kepatuhan Penggunaan Obat ... 11
C. Hipertensi ... 12
1. Definisi ... 12
2. Epidemiologi ... 15
3. Patofisiologi ... 16
4. Manifestasi Klinik ... 18
5. Penatalaksanaan Terapi... 18
6. Kegagalan Terapi ... 22
D. Obat Antihipertensi ... 23
E. Landasan Teori ... 28
F. Hipotesis ... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30
B. Definisi Operasional ... 31
C. Subjek Penelitian ... 33
xv
1. Analisis situasi ... 35
2. Pembuatan alat bantu ketaatan ... 35
3. Pembuatan wawancara terstruktur ... 35
4. Pengumpulan data ... 36
5. Wawancara ... 37
6. Tahap penyelesaian data ... 37
H. Tahap Cara Analisis Hasil ... 37
I. Kesulitan Penelitian ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Profil Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang Menerima Golongan Obat Antihipertensi ... 43
B. Profil Obat Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang Menggunakan Golongan Obat Antihipertensi.. .. 45
1. Profil obat secara umum ... 45
2. Profil obat antihipertensi... 52
C. EvaluasiDrug Related Problem ... 53
xvi
Perlakuan dan Kontrol ... 65
E. Rangkuman Pembahasan ... 67
BAB V KESIMPULAN ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
xvii
Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 ... 15 Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah menurut WHO... 15 Tabel IV. Terapi hipertensi berdasarkan JNC VII ... 21 Tabel V. Terapi hipertensi pada keadaan khusus berdasarkan JNC VII.... 22 Tabel VI. Baseline Profil Pasien Rawat Jalan pada Kelompok Perlakuan
dan Kontrol yang Menerima Obat Antihipertensi di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 44 Tabel VII. Baseline Profil Obat Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 yang Menerima Obat Antihipertensi... 45 Tabel VIII.Profil Jumlah Obat yang Diterima Pasien Rawat Jalan di
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 45 Tabel IX. Golongan dan Jenis Obat Selain Obat Antihipertensi yang
Diterima Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 46 Tabel X. Distribusi Jenis Obat Antihipertensi Yang Diterima Pasien
Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Kelas Terapinya... 50 Tabel XI. Distribusi Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi Yang
xviii
Diterima Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Pada Kelompok Kontrol Berdasarkan Kelas Terapinya ... 51 Tabel XIII. Profil Jumlah Obat Antihipertensi Pasien Rawat Jalan di
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 52 Tabel XIV. Pengelompokan Kejadian DTP Obat Antihipertensi pada
Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009... 53 Tabel XV. Kelompok Kasus DTP Obat Antihipertensi dengan Efek Obat
Yang Merugikan pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009... 54 Tabel XVI. Kelompok Kasus DTP Obat Antihipertensi dengan
Ketidaktaatan pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 55 Tabel XVII. Persentase Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini
Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Jumlah Obat Antihipertensi yang Diminum ... 61 Tabel XVIII. Hasil Uji Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti
xix
Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Periode Juni-Juli 2009 Berdasarkan Aturan Pakai Obat... 63 Tabel XX. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Akhir
Terapi pada Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Periode Juni-Juli 2009... 65 Tabel XXI. Selisih Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Pasien
xx
xxi
Lampiran 2. Panduan wawancara... 79
Lampiran 3. Kuisioner... 81
Lampiran 4. Data Pasien Kelompok Perlakuan... 82
Lampiran 5. Data Pasien Kelompok Kontrol ... 93
Lampiran 6. OutputUji Jenis Kelamin... 106
Lampiran 7. OutputUji Umur ... 107
Lampiran 8. OutputUji Tingkat Pendidikan ... 110
Lampiran 9. OutputUji Sistolik awal... 111
Lampiran10.OutputUji Diastolik awal... 114
Lampiran 11. OutputUji Jumlah Obat ... 117
Lampiran 12. OutputUji Jumlah Obat Antihipertensi ... 120
Lampiran 13. Output Uji Ketaatan berdasarkan obat antihipertensi yang digunakan ... 123
Lampiran14. Output Uji Ketaatan berdasarkan aturan pakai obat antihipertensi... 126
Lampiran15. Output Uji Dampak terapi berdasarkan selisih tekanan darah sistolik ... 129
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular yang sangat penting. Hal tersebut terlihat, baik di negara-negara yang telah maju maupun negara yang sedang berkembang. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sekitar 16,2 juta kematian, terutama di negara berkembang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dengan salah satu faktor resikonya adalah hipertensi (Anonim, 2008). Hipertensi umumnya bersifat asimtomatik, segera dapat dideteksi dan dapat diatasi sebelum mengakibatkan komplikasi pada organ tubuh. Orang yang menderita penyakit tersebut biasanya tidak menyadarinya karena hipertensi berjalan secara terus menerus seumur hidup dan sering tanpa disertai keluhan yang khas sebelum terjadi komplikasi pada organ tubuh. Selain itu, hipertensi juga dapat memicu berbagai penyakit lain yang mematikan, seperti stroke, gagal-ginjal, dan jantung koroner (Graham-Clarke, 1999).
Data Global Burden of Hypertension pada tahun 2000 menunjukkan bahwa lebih dari setengah populasi orang dewasa di dunia (sekitar 1 milyar orang) yang mengalami hipertensi dan kemungkinan akan bertambah sekitar 60% (1,56% milyar) pada 2025, terutama pada negara yang berkembang (Ahmed, Khaliq, Shah, Anwar, 2008). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% (Anonim, 2009a).
Pengobatan hipertensi sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga menyangkut keterlibatan pasien secara berkelanjutan dalam proses terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya jangka panjang, sehingga ketaatan dalam minum obat sangat menentukan keberhasilan suatu terapi (Anonim,2008).
Ketidaktaatan terhadap obat antihipertensi pada pasien yang menderita hipertensi dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi tidak terkontrol, serta meningkatkan angka mortalitas dan resiko penyakit kardiovaskular lain (Albert dan Thomas, 2006).
Untuk mengatasi masalah tersebut, tugas seorang Farmasis yang menjalankan
Pharmaceutical Care yaitu dengan cara memberikan pelayanan informasi dan edukasi mengenai penggunaan obat yang tepat, sehingga dapat mencegah dan meminimalkan terjadinya Drug Related Problems. Pemberian informasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan mendemonstrasikan menggunakan alat visual, multimedia,verbal dan form kepatuhan.
Dari uraian di atas muncul pertanyaan bagaimana ketaatan pasien dalam
minum obat jika pasien diberi informasi vs informasi plus alat bantu sehingga
dilakukan penelitian tentang “Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS
Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat
Bantu Kataatan Serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap
Penggunaan Obat Antihipertensi)”. Penelitian ini merupakan kerjasama antara
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan pihak Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta. Rumah Sakit Panti Rini merupakan Rumah Sakit tipe D. Lokasi Rumah
Sakit Panti Rini yang terletak di daerah Kalasan diharapkan mempermudah penelitian
ini, pasien yang berobat ke Rumah Sakit tersebut sebagian besar bertempat tinggal di
daerah setempat sehingga mempermudah peneliti dalam melakukan home visit
terhadap pasien. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Panti Rini, selama 5 tahun
terakhir penyakit hipertensi termasuk dalam sepuluh penyakit terbesar di Rumah
Sakit Panti Rini.
1. Permasalahan
a. Seperti apakah profil pasien rawat jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009
yang menerima obat antihipertensi meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan antara kelompok kontrol dan perlakuan?
b. Seperti apakah profil obat pasien rawat jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009 yang menerima obat antihipertensi meliputijumlah obat, golongan, dan jenis obat antara kelompok kontrol dan perlakuan?
c. Apakah terjadiDrug Therapy Problemspada pasien rawat jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli 2009 yang menerima obat antihipertensi, baik kelompok
d. Apakah terdapat perbedaan ketaatan dan dampak terapi pada pasien rawat
jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli yang menerima obat antihipertensi
antara kelompok kontrol dan perlakuan?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS
Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat
Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Periode Juni – Juli 2009 (Kajian terhadap
Penggunaan Obat antihipertensi) belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait
dengan masalah ketaatan pasien terhadap penggunaan obat antihipertensi telah diteliti
oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut ini:
a. The Association between compliance with antihypertensive drugs and
modification of antihypertensive drug regimen(Wijk, 2004).
b. High Adherence To Antihypertensive Therapy Lowers Cardiovascular Risk
(Lowry, 2009).
3. Manfaat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengambilan
keputusan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care, secara khusus
di RS Panti Rini Yogyakarta dan secara umum di RS di Indonesia. Pada akhirnya
B. Tujuan 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan mengamati perbedaan ketaatan penggunaan obat
antihipertensi pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009
antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu.
2. Tujuan khusus
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. mengetahui profil pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode
Juni-Juli 2009 pada kelompok kontrol dan perlakuan yang menerima obat
antihipertensi meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
b. mengetahui profil obat pasien rawat jalan RS Panti Rini Periode Juni-Juli
2009 yang menerima obat antihipertensi meliputi jumlah obat, golongan,
dan jenis obat pada kelompok kontrol dan perlakuan.
c. mengevaluasi kerasionalan pengobatan yang terkait denganDrugTherapy
Problemspada pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode
Juni-Juli 2009 yang menerima obat antihipertensi, baik kelompok kontrol
maupun perlakuan.
d. mengetahui perbedaan ketaatan dan dampak terapi pada pasien rawat
jalan RS Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 yang menerima
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Drug Therapy Problems
Drug therapy problems adalah setiap kejadian yang tidak diinginkan, yang
dialami oleh pasien yang terlibat atau dicurigai terlibat dalam terapi obat, yang akan
mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan. Drug therapy problems
termasuk dalam ruang lingkup praktek asuhan kefarmasian (pharmaceutical care).
Tujuan mengidentifikasi drug therapy problems adalah untuk membantu pasien
mendapatkan outcome dan tujuan terapi yang diinginkan (Strand, Morley, Cipolle, 2004).
Seperti permasalahan klinik pada umumnya, drug therapy problems tidak dapat
dipecahkan ataupun dicegah kecuali penyebab dari masalah tersebut telah diketahui
secara jelas. Tidak hanya perlu untuk mengenal dan mengorganisir drug therapy
problems, namun juga penyebab utamanya (Strand, Morley, Cipolle, 2004).
Tabel I. Penyebab-penyebabdrug therapy problems(DTPs) (Strand, L.M., Morley, P.C., Cipolle, R.J., 2004)
No Jenis DTP Contoh Penyebab DTP
1 Ada obat tanpa indikasi
( unnecessary drug therapy)
Tidak ada indikasi obat yang tepat untuk terapi obat saat itu
Polifarmasi yang seharusnya cukup terapi tunggal
Kondisi medis lebih baik jika diterapi tanpa obat (non farmakologi)
Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan obat lain yang lebih aman
Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok menimbulkan masalah
Lanjutan tabel I
No Jenis DTP Contoh Penyebab DTP
2 Ada indikasi tanpa obat (need for additional therapy)
Kondisi medis yang memerlukan obat tertentu
Terapi pencegahan dengan obat diperlukan untuk mengurangi resiko timbul kondisi medis baru
Perlu tambahan obat untuk mencapai efek sinergis atau tambahan
3 Obat tidak efektif (ineffective drug)
Obat bukan yang paling efektif
Kondisi medis sukar disembuhkan dengan obat tersebut Bentuk sediaan obat tidak tepat
Obat tidak efektif untuk indikasi yang sedang ditangani 4 Dosis terlalu
rendah
(dosage too low)
Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan efek yang diharapkan
Interval dosis terlalu panjang untuk menghasilkan efek Interaksi obat mengurangi jumlah zat aktif obat
Durasi terapi obat terlalu pendek untuk menghasilkan efek yang diharapkan
5 Efek obat merugikan (adverse drug reaction)
Obat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan obat yang diberikan
Pelindung produk obat dibutuhkan untuk mencegah faktor resiko.
Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan
Obat diberikan atau diubah terlalu cepat Obat menimbulkan alergi
Obat kontraindikasi 6 Dosis terlalu
tinggi (dose too high)
Dosis terlalu tinggi
Frekuensi obat terlalu cepat Durasi obat terlalu panjang
Interaksi obat menyebabkan reaksi toksik pada produk obat
Obat diberikan terlalu cepat 7 Ketidaktaatan
(noncompliance)
Pasien tidak mengerti instruksi yang diberikan Pasien memilih tidak mengkonsumsi obat Pasien lupa minum obat
Harga obat terlalu mahal
Pasien tidak dapat menelan atau meminum obat sendiri dengan benar
B. Ketaatan penggunaan obat (Patient Compliance) 1. Definisi
Ketaatan terhadap aturan pengobatan dinamakan "Patient Compliance" (PC), merupakan suatu kemampuan pasien dalam meminum obat sesuai dengan dosis yang sudah diresepkan dokter yang sesuai dengan indikasi, efikasi yang cukup, dan dapat menghasilkan outcome yang diinginkan tanpa memberikan efek yang merugikan. Kepatuhan yang dimaksud, digunakan untuk kepatuhan terhadap obat yang diresepkan, bukan kepatuhan terhadap perintah yang mengharuskan atau yang bersifat otoriter(Strand, Morley, Cipolle, 2004).
Ketaatan dapat didefinisikan sebagai tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasihat medis atau kesehatan. Istilah “ketidaktaatan pasien” memberi kesan bahwa pasien bersalah karena penggunaan obat yang tidak tepat. Walaupun hal ini merupakan kasus yang sering dalam banyak situasi, dokter dan apoteker tidak melengkapi pasien dengan instruksi yang memadai atau memberikan instruksi dengan cara yang tidak dimengerti pasien(Siregar, 2006).
2. Alasan ketidaktaatan penggunaan obat a. Regimen terapi
Faktor yang berkaitan dengan ketidaktaatan meliputi: 1) terapi multi obat,
pada umumnya makin banyak jenis obat yang digunakan pasien, semakin tinggi
resiko ketidaktaatan, 2) frekuensi pemberian, pemberian obat pada jangka waktu yang
sering, meningkatkan ketidaktaatan sebab pasien merasa kegiatan normal pasien
terganggu, pasien lupa dan tidak mau susah, 3) durasi dari terapi, berbagai studi
menunjukkan bahwa tingkat ketidakpuasan menjadi lebih besar apabila periode
pengobatan lama, 4) efek merugikan, perkembangan dari efek suatu obat tidak
menyenangkan, memungkinkan menghindari dari ketaatan, 5) pasien asimtomatik
yaitu tidak ada gejala atau gejala sudah reda. Pada kondisi tertentu, pasien dapat
merasa lebih baik setelah menggunakan obat dan merasa bahwa ia tidak perlu lagi
menggunakan obat lebih lama, 6) harga obat, pasien cenderung tidak taat dalam
menggunakan obat yang harganya mahal, 7) pemberian atau konsumsi obat,
meskipun pasien sudah berusaha patuh terhadap instruksi, mungkin pasien menerima
kuantitas obat yang salah disebabkan pengukuran obat yang tidak benar atau
penggunaan alat ukur yang tidak tepat, 8) rasa obat, masalah rasa obat-obatan adalah
yang paling umum dihadapi dengan penggunaan cairan oral oleh anak-anak (Siregar,
b. Pasien
Faktor yang berkaitan dengan ketidaktaatan meliputi: 1) pasien tidak
memahami instruksi yang diberikan, 2) pasien lebih memilih untuk tidak mengkonsumsi obat, 3) pasien lupa minum obat, 4) pasien tidak dapat menelan atau meminum sendiri obat yang diresepkan dengan tepat(Strand, Morley, Cipolle, 2004).
c. Penyakit
Faktor yang berkaitan dengan ketidaktaatan meliputi: 1) pasien merasa
kondisnya lebih baik sehingga menghentikan pengobatan, 2) pasien merasa tidak ada
perkembangan yang lebih baik pada kondisi kesehatannya sehingga pengobatan
dihentikan, 3) pasien dengan penyakit kronis biasanya mendapatkan pengobatan
dalam waktu yang cukup lama, sehingga pasien menjadi bosan dan menghentikan
pengobatan (Siregar, 2006).
d. Interaksi pasien dengan profesional kesehatan
pengertian dapat serius, 5) pasien takut bertanya, pasien sering ragu bertanya kepada pelaku pelayan kesehatan untuk menjelaskan kondisi kesehatan mereka atau pengobatan yang diajukan, 6) kurangnya waktu konsultasi, professional pelayan kesehatan kebanyakan bersifat kurang berinteraksi dengan pasien karena tekanan pekerjaan, 7) ketersediaan informasi tercetak, ketaatan pada pengobatan mungkin meningkat, dengan tersedianya informasi tercetak dalam bahasa yang sederhana (Siregar, 2006).
3. Akibat ketidaktaatan
Ketidaktaatan akan mengakibatkan kegagalan terapi, mengalami efek toksis (keracunan) obat, penyakit menjadi kambuhan (sering kambuh), biaya / pengeluaran menjadi besar untuk obat, dokter, transportasi, lebih-lebih bila harus dirawat di rumah sakit (Albert dan Thomas, 2006).
4. Upaya meningkatkan kepatuhan penggunaan obat
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketaatan pasien minum
obat, misalnya: memberikan informasi yang jelas kepada pasien, berbagai
pengalaman menunjukkan bahwa pasien akan lebih taat apabila pasien merasa ikut
terlibat dalam proses penyembuhan. Hal ini dapat diupayakan dengan komunikasi
yang baik antara dokter dan pasien, membuat petunjuk pemakaian obat yang
sesederhana mungkin, mengatur waktu minum obat yang paling enak dan sesuai
dengan aktivitas pasien, terangkan kemungkinan efek samping yang bisa terjadi, dan
pasien kontrol, pada pasien bayi/anak, pasien lanjut usia, pasien yang sulit bergerak
karena penyakitnya atau pasien-pasien yang tidak kooperatif, pastikan bahwa ada
anggota keluarga/orang lain yang akan selalu menjaga agar pasien taat minum obat,
memonitoring keadaan pasien secara teratur, dan meminta pasien untuk membeli atau
menggunakan kontainer obat (Albert dan Thomas, 2006).
C. Hipertensi 1. Definisi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah arterial yang persisten (DiPiro, 2005). Hipertensi merupakan faktor resiko
utama untuk kematian maupun kesakitan dari penyakit kardiovaskular. Hipertensi
yang tidak ditanggulangi merupakan faktor resiko untuk penyakit jantung koroner,
stroke dan gagal ginjal (Massie, 2002).
Hipertensi bukanlah suatu penyakit, biasanya tidak memiliki simptom (tanda) dan pasien tidak dapat langsung mati karenanya. Orang yang menderita penyakit tersebut biasanya tidak menyadarinya karena hipertensi berjalan secara terus menerus seumur hidup dan sering tanpa disertai keluhan yang khas sebelum terjadi komplikasi pada organ tubuh. Selain itu, hipertensi juga dapat memicu berbagai penyakit lain yang mematikan, seperti stroke, gagal-ginjal, dan jantung koroner (Graham-Clarke, 1999).
Lebih dari 95% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya. Apabila tidak
dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, seperti usia, genetik, lingkungan, berat badan
ataupun ras. Hipertensi ini tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol. Apabila
penyebab langsung hipertensi dapat diidentifikasi, maka kondisi ini dinyatakan
sebagai hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder ditemukan pada sekitar 5% dari
populasi hipertensi. Penyebab hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal, endokrin,
dan abnormalitas vaskuler (Walker,1999).
Secara umum bila dalam satu keluarga ada yang menderita hipertensi, maka
kemungkinan terjadinya kejadian hipertensi pada anggota keluarga yang lain akan
meningkat. Biasanya laki-laki akan lebih dulu mendapatkan hipertensi daripada
wanita. Faktor-faktor metabolisme seperti obesitas, resistensi insulin dan intoleransi
glukosa dapat menyebabkan regulasi yang abnormal, baik terhadap volume vaskuler
maupun resistensi perifer yang akhirnya juga dapat meningkatkan tekanan darah
(Walker,1999).
Tekanan darah arterial merupakan ukuran tekanan pada dinding arteri dalam
mmHg. Dua nilai tekanan darah arterial yang diukur adalah tekanan darah sistolik
dan tekanan darah diastolik. Sistolik terjadi saat kontraksi ventrikel kiri yang akan
mendorong darah ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan kenaikan tekanan
darah yang menggambarkan titik tertinggi. Diastolik terjadi setelah kontraksi, saat
ventrikel kiri berelaksasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah dan
menggambarkan titik terendah. Perbedaan antara sistolik dan diastolik disebut
Gambar 1. Mekanisme Kerja Sistolik, Diastolik (Anonim,2008)
Tekanan darah dapat memperkirakan irama diurnal yang berfluktuasi
sepanjang hari. Tekanan darah mencapai nilai terendah selama malam hari, mulai
meningkat pada pagi hari dan mencapai puncak pada siang hari. Mean tekanan darah
arterial (MAP) kadang-kadang digunakan untuk merepresentasikan tekanan darah.
Secara matematis, MAP berkaitan dengan tekanan darah sistolik (SBP) dan tekanan
darah diastolik (DBP) (Kimble,2005).
MAP = (SBP - DBP)/3 + DBP
Tekanan darah arterial dihasilkan dari pengaruh aliran darah dan resistensi
aliran darah. Secara matematis sebagai produk dari cardiac output (CO) dan total
perifer resistance (TPR) (Kimble, 2005).
Tabel II. klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (Chobanian, et al., 2003) Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80-89
Stage 1 140 – 159 90-99
Stage 2 >160 >100
Tabel III. klasifikasi tekanan darah menurut WHO (Khatib, 2005)
Tekanan Darah Grade 1 Grade 2 Grade 3
Sistolik (mmHg) 140-159 160-179 >180
Diastolik (mmHg) 90-99 100-109 >110
2. Epidemiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit hipertensi antara lain:
a. umur : penyakit hipertensi umumnya bermula pada usia muda, sekitar 5-10% pada umur 20-30 tahun. Bagi pasien yang berusia 40-70 tahun, setiap peningkatan tekanan sistolik sebesar 20 mmHg atau tekanan diastolik sebesar 10 mmHg akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular. Seiring dengan bertambahnya usia, maka cenderung akan meningkatkan tekanan darah. Prevalensi penyakit hipertensi paling dominan terjadi pada kelompok umur 31-55tahun (Anonim,2009b)
pada wanita dari penyakit kardiovaskular sehingga tekanan darah wanita lebih tinggi daripada laki-laki (Anonim,2009b).
3. Patofisiologi
Berbagai faktor humoral dan neural diketahui dapat mempengaruhi tekanan
darah. Faktor-faktor tersebut, antara lain : sistem saraf adrenergik yang berperan
dalam mengontrol reseptordan, sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) yang
bertugas dalam pengaturan sistemik dan aliran darah ke ginjal, fungsi ginjal dan
aliran darah ke ginjal yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit,
beberapa faktor hormonal (insulin, hormon tiroid, vasopressin, hormon adrenal
korteks), dan endotelium vaskular yang memiliki peranan dalam mengatur pelepasan
bradikinin, nitrit oksida, prostasiklin, endotelial (Kimble,2005).
Ginjal memiliki peranan yang penting dalam pengaturan tekanan darah
arterial, khususnya melalui system renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Penurunan
tekanan darah dan aliran darah ke ginjal, penurunan volume konsentrasi sodium dan
aktivasi sistem saraf simpatetik dapat memicu bertambahnya sekresi enzim renin dari
sel juxtaglomerular di ginjal. Renin merupakan suatu enzim proteolitik yang berperan
dalam sejumlah stimuli, seperti pengurangan tekanan perfusi ginjal, pengurangan
volume intravascular, sirkulasi katekolamin, peningkatan kekuatan arteriolar, dan
hipokalemia (Massie, 2002).
Renin mengkatalisasi konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I di
converting enzym (ACE). Setelah berikatan dengan reseptor yang spesifik (AT1 dan
AT2), angiotensin II menghasilkan efek biologis terhadap berbagai jaringan. Sirkulasi
dari angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah, termasuk vasokonstriksi secara
langsung. Angiotensin II juga menstimulasi sintesis aldosteron dari korteks adrenal,
menyebabkan terjadinya reabsorbsi sodium dan air yang akan meningkatkan volume
plasma dan tekanan darah. Beberapa faktor dapat mempengaruhi pelepasan renin,
khususnya perubahan perfusi ginjal. Kenaikan tekanan darah merupakan suatu
feedback negatif dari adanya pelepasan renin (Massie, 2002).
4. Manifestasi Klinik
Peningkatan tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa adanya gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ sasaran seperti pada mata, jantung, otak, dan ginjal. Gejala-gejala yang biasa muncul pada penyakit hipertensi yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, mata berkunang-kunang, telinga berdengung, susah tidur, rasa berat di tengkuk. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sebagai berikut: sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah. Sedangkan pada anak, gejalanya anak mudah gelisah, cepat lelah, sesak napas, susah minum dan biru di tangan dan bibir (Anonim,2009b).
5. Penatalaksanaan Terapi
Tujuan umum dari terapi hipertensi adalah untuk mengurangi hipertensi yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sedangkan tujuan tambahannya adalah untuk perawatan penderita hipertensi dalam mencapai target tekanan darah yang dituju. Target tekanan darah yang dituju oleh JNC 7 :
a. pada kebanyakan pasien < 140/90 mmHg. b. pasien dengan diabetes < 130/80 mmHg.
Algoritma dari penatalaksanaan hipertensi berdasarkan JNC VII :
Gambar 3. Algoritma Terapi Hipertensi berdasarkan JNC VII (Chobanian, et al., 2003)
Modifikasi Gaya Hidup
Tidak mencapai sasaran terapi tekanan darah
Terapi Farmakologi
Hipertensi tanpa penyakit tambahan Hipertensi dengan penyakit tambahan
Hipertensi tingkat 1 Umumnya menggunakan Diuretik jenis thiazide Dapat dianjurkan menggunakan ACE inhibitor, ARB, CCB, -bloker, atau kombinasi
Obat-obatan untuk hipertensi dengan penyakit tambahan Hipertensi tingkat 2
Umumnya kombinasi 2 jenis obat (biasanya diuretic jenis tiazid dan ACE inhibitor, atau ARB,-bloker, CCB)
Tidak tercapai sasaran
Optimasi dosis atau tambah obat sampai sasaran tekanan darah tercapai selama dikonsultasikan dengan ahli
1) Terapi nonfarmakologi
Joint National Comittee 7 (JNC 7) merekomendasikan perubahan gaya hidup
pada pasien dengan prehipertensi dan hipertensi, antara lain :
a) mengurangi berat badan. Mempertahankan berat badan normal (BMI :
18,5- 24,9 kg/m2) dapat menurunkan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg
setiap penurunan 10 kg berat badan.
b) pembatasan konsumsi sodium. Pengurangan sodium dapat mengurangi
tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.
c) mengatur pola makan. Mengkonsumsi banyak buah, sayuran, makanan
rendah lemak, dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg.
d) membatasi konsumsi alkohol. Batasi alkohol 30 ml untuk pria dan 15 ml
untuk wanita, dapat mengurangi tekanan darah sistolik sebesar 2-4 mmHg.
e) aktivitas fisik. Berolah raga 30 menit/hari dapat mengurangi tekanan darah
sistolik sebesar 4-9 mmHg.
2) Terapi Farmakologis
Penggunaan obat antihipertensi, ada beberapa tipe kelas antihipertensi,
diantaranya : diuretik, β blocker, ACE Inhibitor, angiotensin II receptor blocker (ARB) dan calsium channel blocker (CCB). Agen-agen ini digunakan dalam terapi
hipertensi, baik sendiri maupun kombinasi.
Tabel IV.Terapi hipertensi berdasarkan JNC VII (Chobanian, et al., 2003) Permulaan terapi obat Klasifikasi
(mmHg) Tanpa keadaan
Khusus
Keadaan Khusus
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Tidak ada
Stage 1 140 -159 90 – 99 Diuretik tipe
thiazid kebanyakan.
Dapat mem pertimbangkan ACEI, ARB, BB,
CCB atau Kombinasi
Stage 2 >160 >100 obat●(biasanya
diuretik tipe thiazid dan ACEI atau ARB, BB atau
CCB
• = terapi kombinasi awal digunakan pada mereka yang mempunyai resiko hipotensi
ortostatik
± = terapi pasien dengan penyakit ginjal kronik atau diabetes, tujuan tekanan darah <
130/80 mmHg
ACEI = angiotensin converting enzim inhibitor; ARB = angiotensin II reseptor blocker; BB =beta blocker; CCB =calsium channel blocker
Tabel V.Terapi hipertensi pada keadaan khusus berdasarkan JNC VII (Chobanian, et al., 2003)
Rekomendasi obat antihipertensi Keadaan
Khusus Diuretik -bloker ACEI ARB CCB Antagonis
Aldosteron Gagal
jantung ● ● ● ● ●
Post Infark
Miokardia ● ● ●
Resiko tinggi penyakit koroner
● ● ● ●
Diabetes
● ● ● ● ●
Penyakit ginjal kronis
● ●
Prevensi
Stroke ● ●
6. Kegagalan terapi
Kegagalan terapi dapat ditinjau secara medis, klinis, dan edukasional.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan terapi ditinjau secara medis
antara lain: 1) pemilihan obat yang salah, 2) dosis obat terlalu rendah, 3) pemberian
obat yang tidak tepat, sehingga pasien tidak mendapatkan efek terapi yang optimal.
patofisiologi masing-masing pasien. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
kegagalan terapi ditinjau secara edukasional antara lain: 1) informasi obat yang
kurang jelas, 2) penjelasan dari apoteker yang keliru, 3) pengetahuan pasien yang
kurang mengenai suatu penyakit dan obat sehingga meningkatkan ketidaktaatan
pasien dalam minum obat.
Ketidaktaatan terhadap obat antihipertensi pada pasien yang menderita
hipertensi dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi tidak terkontrol, serta
meningkatkan angka mortalitas dan resiko penyakit kardiovaskular lain (Albert dan
Thomas, 2006).
D. Obat Antihipertensi
a) Diuretik
Diuretik terutama tipe thiazid merupakan agen lini pertama dalam terapi hipertensi. Empat subkelas diuretik dalam terapi hipertensi adalah : tiazid, loop, potassium sparing dan antagonis aldosteron. Potasium-sparing diuretic merupakan agen antihipertensi lemah saat digunakan sendiri. Diuretik menyebabkan pengurangan volume plasma dan stoke volume, yang akan mengurangi cardiac output dan tekanan darah.
(1) Diuretik thiazid
nefrotik. Mekanisme aksinya yaitu dengan menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal, yang akan meningkatkan ekskresi natrium dan air. Efek samping hidroklorothiazid dapat menyebabkan terjadinya ortostatik hipotensi, hipotensi, hipokalemia, anoreksia, reaksi alergi. Dosis hidroklorothiazid untuk mengatasi edema yaitu sebesar 25-100 mg/ hari yang terbagi dalam 1-2 dosis dengan batas maksimal 200 mg/hari; dosis hidroklorothiazid untuk mengatasi hipertensi pada orang dewasa yaitu sebesar 12,5 – 50 mg/ hari dan bila dosis ditingkatkan lebih dari 50 mg/ hari hanya akan meningkatkan sedikit respon serta mengakibatkan terjadinya gangguan elektrolit (Lacy, 2006).
Contoh diuretik thiazid yang lain yaitu klortalidon, bendrofluometazid, indapamid, siklopenthiazid, metolazon, xipamida (Anonim,2006).
(2) Diuretikloop
Loop diuretik merupakan kelas diuretik kuat yang digunakan untuk edema pulmonari, juga untuk pasien gagal jantung kronis dan digunakan untuk mengurangi tekanan darah. Contoh dari diuretikloopadalah furosemid, bumetanid, torasemid.
20-80 mg/dosis dan dapat ditingkatkan 20-40 mg/dosis dalam interval 6-8 jam, untuk mengatasi edema yang parah dapat digunakan dosis hingga 600 mg/ hari. Pada kasus hipertensi, dosis oral furosemid yang digunakan sebesar 20-80 mg/hari yang terbagi dalam 2 dosis; dosis furosemid pada injeksi intravena yaitu 20-40 mg/dosis, dan dapat diulang 1-2 jam bila diperlukan serta dapat meningkatkan dosis sebesar 20mg/dosis hingga mencapai efek yang diinginkan. Interval dosis furosemid selama 6-12 jam untuk mengatasi edema pulmonary dengan dosis sebesar 40mg-80mg (Lacy, 2006).
(3) Diuretik antagonis aldosteron
b) Angiotensin converting enzym inhibitor(ACEI)
Mekanisme aksi dari ACE inhibitor belum sepenuhnya diketahui. Namun dipercaya bahwa ACEI menghambat aktivitas dari angiotensin converting enzyme
(ACE), yang merubah angiotensin I menjadi angiotensin II, sebuah vasokonstriktor kuat. Baik angiotensin I maupun ACE secara normal diproduksi oleh tubuh, dan disebut sebagai substansi endogen. Aktivitas vasokonstriksi dari angiotensin II adalah menstimulasi sekresi dari hormon endogen aldosteron oleh korteks adrenal. Aldosteron meningkatkan retensi air dan sodium, yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Dengan mencegah konversi dari angiotensin I menjadi angiotensin II, maka air dan sodium tidak lagi tertahan, dan akan menurunkan tekanan darah (Roach, 2004). Berbagai macam contoh ACEI adalah kaptopril, lisinopril, lamipril, imidapril, enalapril, quinapril, dan perindopril.
awal kaptopril sebesar 12,5 mg-25mg/hari yang terbagi dalam 2-3 dosis dan 25-100 mg/ hari yang terbagi dalam 2 dosis (Lacy, 2006).
c)Angiotensin II receptor blocker(ARB)
Angiotensin II Receptor Blocker memiliki mekanisme aksi yaitu dengan memblok reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) yang diketahui menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, pelepasan anti diuretik hormon (ADH), namun tidak memblok reseptor AT2, yang memiliki efek vasodilatasi, perbaikan jaringan dan menghambat pertumbuhan sel. Tidak seperti ACEI, ARB tidak memblok pelepasan bradikinin. Contoh ARB yaitu irbesartan, valsartan, losartan, kandesartan, telmisartan (DiPiro, 2005).
Losartan merupakan salah satu contoh ARB yang memiliki indikasi untuk mengatasi hipertensi, diabetes nefropati tipe 2, dan hipertrofi ventrikel kiri. Efek samping losartan yang mungkin terjadi yaitu menyebabkan nyeri dada, fatigue, batuk, diare, hiperkalemia, ortostatik hipotensi, hipotensi, dan nyeri abdominal. Bila losartan berinteraksi dengan NSAID maka akan mengurangi efek losartan dan saat losartan berinteraksi dengan simetidin maka akan meningkatkan absorpsi losartan. Dosis losartan yang digunakan yaitu sebesar 25-100mg / hari (Lacy, 2006).
d)Calsium channel blocker(CCB) atau antagonis kalsium
efek inotropik negatif. Dihidropiridin merupakan agen vasodilator perifer yang poten. Contoh CCB yaitu nifedipin, amlodipin, verapamil, diltiazem (DiPiro,2005).
Amlodipin memiliki indikasi untuk mengatasi hipertensi, terapi angina, dan prevensi angina. Mekanisme aksinya yaitu dengan menghambat masukan ion kalsium, meningkatkan relaksasi otot polos koroner dan vasodilatasi, serta meningkatkan pengangkutan oksigen miokardium pada pasien dengan angina. Efek samping amlodipin yang mungkin terjadi yaitu edema perifer, palpitasi, pusing, somnolence, dan fatigue. Dosis amlodipin untuk mengatasi hipertensi yaitu sebesar 2,5-10 mg dan digunakan sekali sehari; sedangkan dosis amlodipin untuk mengatasi angina yaitu sebesar 5-10 mg/ hari (Lacy, 2006).
E. Landasan teori
Perilaku pasien dalam penggunaan obat sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu terapi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh komunikasi, informasi dan
edukasi yang diterima oleh pasien, oleh karena itu diperlukan interaksi antara pasien dan
lingkungan. Penggunaan obat oleh pasien bergantung dari informasi yang diperoleh,
terkadang pasien tidak menggunakan obat secara tepat karena kurangnya informasi
referensi tertulis maupun dari tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dengan
pemahamannya akan penggunaan obat yang benar.
Farmasis merupakan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab memberikan
informasi obat kepada pasien. Sesuai dengan tujuan yaitupatient oriented. Pemberian
informasi oleh farmasis dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu informasi
Pemberian informasi disertai alat bantu ketaatan berupa kotak obat dan label
kepatuhan akan lebih mempermudah pemberian informasi dan meningkatkan
pemahaman pasien tentang penggunaan obat yang tepat sebab lebih melibatkan
banyak indera sehingga pasien lebih mudah mengingat informasi yang diberikan.
Dengan label kepatuhan, pasien akan lebih mudah mengingat penggunaan obat yang
teratur dan benar, alat bantu akan membantu pasien untuk lebih taat dalam
menggunakan obat. Dengan demikian alat bantu akan meningkatkan ketaatan dan
dampak terapi selain itu akan mengurangi biaya terapi serta meningkatkan kualitas
hidup pasien.
F. Hipotesis
Ada perbedaan ketaatan penggunaan obat pada pasien yang mendapat
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS
Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien yang Diberi Informasi versus Informasi plus
Alat Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian
terhadap Penggunaan Obat antihipertensi) merupakan jenis penelitian eksperimental
semu dengan rancangan penelitian analitik dengan pola searah. Penelitian
eksperimental semu ialah bila peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel luar,
sehingga perubahan yang terjadi pada efek tidak sepenuhnya oleh pengaruh perlakuan
(Pratiknya 1986).
Dalam penelitian ini dilakukan eksperimen yang belum atau tidak memiliki
ciri- ciri rancangan eksperimen yang sebenarnya, karena variabel-variabel yang
seharusnya dikontrol atau dimanipulasi. Oleh sebab itu validitas penelitian menjadi
kurang cukup untuk disebut eksperimen yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan setting tempat penelitian ini termasuk penelitian lapangan (di
komunitas). Dan berdasarkan bidang ilmu penelitian ini merupakan penelitian klinis
komunitas, mata kuliah yang terkait meliputi Farmasi Klinis, Farmasi Sosial,
Farmakoterapi, serta Komunikasi dan Konseling. Metode pengumpulan data yang
dilakukan yaitu dengan pemberian alat bantu/alat peraga yang dibandingkan dengan
kontrol, dan observasi pasien dilakukan dengan mengunjungi pasien di rumah (home
visit) serta wawancara dengan pasien.
B. Definisi operasional
1. Ketaatan penggunaan obat yang dimaksud disini dapat dilihat dari jumlah obat yang digunakan dan aturan pakai obat yang dibandingkan antara perlakuan dan
kontrol.
2. Ketaatan dapat dinilai dari jumlah obat yang diminum, pasien dikatakan taat jika seluruh obat dihabiskan sehingga ketaatannya sebesar 100%.
3. Penentuan golongan obat antihipertensi, dilakukan berdasarkan diagnosis penyakit hipertensi yang dilakukan oleh dokter dan berdasarkan jenis obat yang tertulis di dalam resep yang masuk ke dalam golongan obat antihipertensi. 4. Alat bantu ketaatan berupa kotak obat yang dirancang sedemikian rupa,untuk
mempermudah pasien setiap mengkonsumsi obat, dan dilengkapi dengan tabel
ketaatan yang dicentang setiap pasien meminum obat agar pasien menjadi lebih
taat dalam mengkonsumsi obat yang diresepkan.
5. Perlakuan ialah pasien yang setuju mengikuti penelitian ini dan diberi alat bantu ketaatan yang dirancang sedemikian rupa, selanjutnya pasien di home visit
minimal dua kali. Jumlah perlakuan sebanyak 29 pasien.
6. Kontrol ialah pasien yang setuju mengikuti penelitian ini, namun tidak diberi alat bantu ketaatan. Pasien dihome visitsatu kali saat obat habis dan digunakan
7. Profil pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
8. Profil obat meliputi jumlah obat yang diresepkan, jumlah obat antihipertensi yang diresepkan, golongan dan jenis obat antihipertensi, serta golongan dan
jenis obat selain obat antihipertensi.
9. Dalam evaluasi obat, digunakan nama generik sehingga nama paten tidak disebutkan satu per satu.
10. Evaluasi dosis, dan interaksi obat berdasarkan sumber referensi dari bukuDrug Information Handbook (Lacy, 2006), Drug Interaction Fact (Tatro,2006) dan
MIMS (Anonim, 2008).
11. Dampak terapi (outcome) dalam penelitian ini dievaluasi berdasarkan selisih tekanan darah sebelum dan sesudah terapi yang dibandingkan antara kontrol
dan perlakuan.
12. Drug Therapy Problems yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah setiap masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat antihipertensi, yang meliputi butuh tambahan obat, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, efek samping obat yang berbahaya dan interaksi obat, dan ketidakpatuhan pasien. 13. Periode Juni-Juli 2009 yang dimaksud pada penelitian ini yaitu tanggal 8 Juni
2009 – 28 Juli 2009.
14. Pasien home visit merupakan subyek penelitian yang bertempat tinggal di Daerah Kalasan dan sekitarnya yang telah menerima dan menyetujui
C. Subyek penelitian
Subyek penelitian meliputi pasien dewasa (berumur minimal 17 tahun)
menjalani rawat jalan di RS Panti Rini Yogyakarta. Kriteria inklusi subyek adalah
pasien yang menjalani rawat jalan di RS Panti Rini periode Juni-Juli 2009; menerima
salah satu atau lebih obat antihipertensi; pasien menggunakan obat yang memerlukan
ketaatan atau aturan pakai berdurasi lama (30 hari) atau penggunaan terus-menerus
untuk mencapai tingkat keberhasilan terapi; pasien yang bersedia bekerja sama
berdasarkan persetujuan dengan informed-consent. Kriteria eksklusi adalah pasien
yang telah mengikuti program edukasi atau mendapat informasi ini sebelumnya atau
pernah mengikuti penelitian lain yang serupa, subyek yang tidak menggunakan obat
antihipertensi dan tidak bersedia bekerjasama dan memberikan informasi selama
penelitian berlangsung. Metode sampling dengan metodepurposive sampling.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang terdiri atas
8 subjudul yaitu 6 kajian golongan obat dan 2 penelitian sosial, sehingga
pengumpulan data dilakukan secara bersama-sama dan dibagi berdasarkan kajian
masing-masing, satu pasien bisa menjadi pasien beberapa peneliti. Home visit juga
dilakukan secara bersama-sama sehingga tiap peneliti dapat melakukan home visit
tidak hanya pasiennya saja tapi dapat melakukan home visit terhadap pasien dengan
kajian lain. Jumlah keseluruhan pasien yang diperoleh sebanyak 156 pasien yaitu 78
pasien kontrol dan 78 pasien perlakuan. Untuk kajian golongan obat antihipertensi
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien rawat
jalan yang menerima obat antihipertensi dan dilayani oleh farmasis klinis Rumah
Sakit Panti Rini periode Juni-Juli 2009 yang ditulis oleh dokter, perawat, dan
apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil home visit pasien yang dilakukan
minimal dua kali untuk perlakuan dan sekali untuk kontrol digunakan untuk
membantu menggambarkan ketaataan pasien dalam menggunakan obat serta dampak
terapinya.
E.Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan (1). alat-alat sederhana yang akan dirancang
untuk membantu ketaatan pasien dalam penggunaan obat berupa pil despenser, dan
tabel ketaatan, (2). Alat pengukur tekanan darah pasien, yaitu tensimeter, (3).
panduan wawancara terstruktur.
Gambar 5. Alat Bantu Ketaatan F. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Instalasi Farmasi dan ruang tunggu pasien RS Panti
G. Tata Cara Penelitian 1. Analisis Situasi
a. Analisis situasi meliputi diskusi dengan pihak manajemen RS Panti Rini
mengenai ketidaktaatan pasien yang sering muncul dan studi pustaka. Menyusun
teknis pelaksanaan dengan unit Farmasi.
b. Penetapan kajian penelitian dan penetapan kriteria inklusi serta ekslusi sebagai
dasar untuk menentukaan subyek penelitian secara prospektif selama bulan Juni-Juli
2009.
2. Pembuatan Alat Bantu Ketaatan
a. Perancangan alat bantu ketaatan berdasarkan studi pustaka dan wawancara
dengan beberapa ahli. Alat bantu yang dirancang adalah pil dispenser berupa kotak
bersekat. Kotak dibagi menjadi 21 bagian agar dapat digunakan untuk pengobatan
sebanyak 3 kali sehari selama 7 hari. Alat ini dilengkapi dengan tabel ketaatan
bergambar ayam berkokok (pagi hari), matahari (siang hari), dan bulan (malam hari).
Tabel ini harus diberi tanda (√) setelah pasien minum obat.
b. Sebelum digunakan, alat bantu diuji cobakan pada beberapa orang yang
memiliki beberapa kriteria menyerupai subyek uji.
3. Pembuatan Wawancara Terstruktur
a. Pembuatan wawancara terstruktur menggunakan bahasa sederhana yang
mudah dipahami. Wawancara terstruktur dilakukan pada akhir homevisit untuk
b. Sebelum digunakan, wawancara terstruktur diuji cobakan pada beberapa
orang yang memiliki kriteria menyerupai subyek uji.
4. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung pasien dan
medical record pasien. Bila diperlukan data dapat dikonfirmasi dengan wawancara
dengan pasien/keluarga dan/atau tenaga kesehatan. Sebelum memilih subjek uji,
dibuat suatu aturan main untuk menentukan subjek uji yang menjadi kontrol dan
subjek uji yang menjadi perlakuan.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan subyek adalah non random, dimana
pasien yang ditemui pada minggu pertama digunakan sebagai perlakuan dan pasien
yang ditemui pada minggu berikutnya sebagai kontrol begitu seterusnya secara
berselang-seling.
b. Pasien yang terpilih sebagai subjek uji, sebelumnya diminta mengisi
informed-consent sebagai tanda persetujuan mengikuti penelitian. Informed- consent
ditanda tangani oleh subjek uji dan saksi (keluarga/kerabat dekat, namun jika tidak
ada saat itu, peneliti bisa menjadi saksi).
c. Pasien yang telah setuju mengikuti penelitian, selanjutnya diberi alat bantu
ketaatan berupa kotak tempat obat yang disertai tabel ketaatan bagi subyek uji
perlakuan kemudian peneliti membantu pasien menyiapkan obat yang telah
diresepkan kedalam kotak obat dan meminta pasien untuk memberi tanda centang
diberi alat bantú, cukup informasi verbal mengenai ketaatan penggunaan obat.
Ketaatan pasien dapat dilihat dari jumlah obat yang digunakan, apakah sesuai dengan
aturan yang seharusnya atau tidak.
5. Wawancara
Wawancara terstruktur dilakukan terhadap pasien kelompok perlakuan maupun
kontrol tentang pemahaman dan kepuasan pasien terhadap informasi penggunaan
obat. Wawancara mengenai pemahaman pasien tentang penggunaan obat diberikan di
awal, sedangkan wawancara kepuasan pasien terhadap informasi dan alat bantu,
diberikan di akhir pengambilan data.
6. Tahap Penyelesaian Data a. Pengolahan data
Semua data yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu selanjutnya
dikelompokkan lagi untuk memperoleh data dengan kajian golongan obat
antihipertensi. Data tersebut memuat data rekam medis pasien yaitu keluhan,
diagnosa , identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan, nomor RM, alamat, hasil wawancara pasien mengenai perkembangan
kondisi pasien dan kepuasan pasien terhadap alat bantu, dicatat pula obat yang
diresepkan, dosis obat , aturan pakai, serta hasil pengukuran tekanan darah dan untuk
melihat ketaatan pasien dihitung dari jumlah yang obat yang dikonsumsi. Data
b. Evaluasi Data
Statistik yang digunakan parametrik atau non parametrik ditentukan oleh sebaran
data, bila parametrik menggunakan uji T-test dan bila non parametrik menggunakan
Mann Whitney(Pratiknya, 1986).
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan ketaatan penggunaan obat karena informasi plus alat
bantu, pada penggunaan obat golongan antihipertensi berdasarkan uji statistik dengan
taraf kepercayaan 90%.
H. Tata Cara Analisis Hasil
Pembahasan data dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pembahasan mengenai profil pasien, profil obat pasien dan permasalahan dalam penggunaan obat, data-data tersebut kemudian dibahas secara deskriptif dengan bantuan tabel atau gambar. 1. Pembahasan profil pasien
a. Persentase umur pasien, perhitungan presentase dengan cara menghitung jumlah pasien pada tiap kelompok uji dan dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien setiap kelompok uji, kemudian dikalikan 100%. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui apakah umur antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda bermakna atau tidak, taraf kepercayaan yang digunakan adalah 90%. Bila sebaran data normal digunakan uji parametrikT-testsedangkan jika sebaran data tidak normal
digunakan uji nonparametrik Mann-Whitney. Jika P>0,1 artinya berbeda tidak
b. Persentase jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien pada masing-masing kelompok uji dibagi jumlah keseluruhan pasien kelompok uji, kemudian dikalikan 100%. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui apakah jenis kelamin antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda bermakna atau tidak, taraf kepercayaan yang digunakan adalah 90%. Uji yang digunakan adalah uji nonparametrik Chi-Square, bila P<0,1 artinya berbeda bermakna, sedangkan bila P>0,1 artinya tidak berbeda bermakna.
c. Persentase pasien berdasarkan tingkat pendidikan dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien pada tiap tingkat pendidikan, baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dibagi jumlah keseluruhan pasien, kemudian dikalikan 100%. Untuk mengetahui perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan uji statistik non parametrikKolmorgorof–Smirnov, taraf kepercayaan yang digunakan 90%, bila P<0,1 artinya berbeda bermakna, sedangkan bila P>0,1 artinya tidak berbeda bermakna.
2. Pembahasan profil obat kasus a. Profil obat secara umum
2) Persentase jenis obat (selain golongan obat antihipertensi) yang digunakan oleh pasien dihitung berdasarkan jumlah penggunaan suatu jenis obat dibagi jumlah pasien dikali 100%, dilakukan pada masing-masing kelompok uji.
b. Profil obat secara khusus (terapi obat antihipertensi)
1) Persentase golongan dan jenis obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien dihitung berdasarkan jumlah penggunaan golongan dan jenis obat antihipertensi tertentu dibagi jumlah pasien dikali 100%, dilakukan pada masing-masing kelompok uji.
2) Persentase jumlah dan jenis obat antihipertensi yang digunakan pasien dihitung berdasarkan jumlah kasus pasien yang menggunakan jumlah dan jenis obat antihipertensi tertentu dibagi jumlah pasien dikali 100%, dilakukan pada masing-masing kelompok uji.
3. Evaluasi kerasionalan obat yang terkait denganDrug Therapy Problems
a.Persentase jumlah kejadian DTP dihitung berdasarkan jumlah pasien yang mengalami DTP dibagi jumlah seluruh pasien kemudian dikalikan 100%, dilakukan pada masing-masing kelompok uji.
b.Evaluasi masalah utama kejadian DTP dilakukan dengan mengidentifikasi kejadian DTP yang terjadi, baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.
4.Evaluasi ketaatan serta dampak terapi yang dirasakan pasien
a.Persentase ketaatan pasien berdasarkan jumlah obat antihipertensi yang diminum
Jumlah obat antihipertensi yang diminum
Jumlah obat antihipertensi yang diresepkan
Selanjutnya perbedaan ketaatan antara kelompok perlakuan dan kontrol dihitung
dengan membandingkan persentase ketaatan antara kedua kelompok tersebut
menggunakan uji statistik. Jika sebaran data normal digunakan uji parametrik T-test
namun, jika sebaran data tidak normal digunakan uji statistik non parametrik
Mann-Whitney. Taraf kepercayaan yang digunakan 90%, jika p>0,1 berarti berbeda tidak
bermakna dan jika P<0,1 berarti berbeda bermakna.
b. Evaluasi ketaatan berdasarkan aturan pakai dibandingkan antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji statistik yaitu chi-square.
Taraf kepercayaan yang digunakan 90%, jika p>0,1 berarti berbeda tidak bermakna
dan jika p<0,1 berarti berbeda bermakna.
c. Evaluasi dampak terapi pasien dihitung dengan mencari selisih tekanan darah awal
terapi dan akhir terapi, baik itu tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik
pada masing-masing pasien
I. Kesulitan Penelitian
Selama penelitian terdapat beberapa kesulitan antara lain bahan untuk
merancang alat bantu sulit diperoleh karena jumlahnya yang terbatas, hal ini diatasi
dengan melakukan pemesanan barang terlebih dahulu. Pada tahap pengambilan data,
mengatasi kesulitan ini, peneliti menggunakan bahasa yang menarik serta pemberian
souvenir.
Pada saat home visit, kesulitan yang sering ditemui adalah pencarian alamat
pasien dan pengaturan penggunaan alat yang akan digunakan untuk memonitoring
tanda vital. Keterbatasan bahasa menjadi kendala dalam melakukan wawancara.
Kesulitan yang menjadi kelemahan penelitian ini ialah ketidakjujuran pasien dan
untuk mengatasi hal tersebut, sejak awal peneliti telah memberi informasi kepada
pasien agar bila lupa minum obat tidak perlu takut, atau berusaha menutupi, justru
obat yang lupa diminum tetap diletakkan di kotak obat yang telah disiapkan tersebut.
Kesulitan lain yang sering dijumpai yaitu pasien gugur dikarenakan pasien
meninggal, menjalani rawat inap, maupun alamat yang tidak dapat ditemukan. Oleh
karena itu peneliti berusaha memperoleh data pasien selengkap-lengkapnya agar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS
Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat
Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya (Kajian terhadap Penggunaan Obat
Antihipertensi) dilakukan selama periode Juni-Juli 2009 dengan membandingkan
ketaatan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Profil pasien dan profil
obat pada kelompok perlakuan dan kontrol dapat mempengaruhi perbedaan ketaatan,
oleh karena itu diharapkan kriteria awal subyek uji pada kedua kelompok tidak
berbeda bermakna, sehingga penelitian ini benar-benar mampu membandingkan
perbedaan ketaatan antara pasien yang diberi alat bantu dengan pasien yang hanya
memperoleh informasi saja.
A. Profil Pasien Rawat Jalan pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol yang Menerima Obat Antihipertensi di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009
Profil pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang menerima obat antihipertensi periode Juni-Juli 2009 meliputi profil pasien berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tekanan darah sistolik awal, dan tekanan darah diastolik awal. Berdasarkan jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan, berdasarkan umur pasien adalah pasien dengan umur ≥ 17
tahun, sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan dikelompokkan dari tingkat SD,
SLTP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
Tabel VI.BaselineProfil Pasien Rawat Jalan pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol yang Menerima Obat Antihipertensi di Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Baseline Profil Pasien
Kriteria Perlakuan Kontrol p
n = 29 n = 30
Laki-laki : 31% Laki-laki : 30% Jenis kelamin
Perempuan : 69% Perempuan : 70% 0,93*** Umur (tahun) 63,86±10,130 60±(25-87) 0,38* Tingkat
pendidikan
Tidak Berpendidikan : 6,9% SD : 13,8%
SMP : 13,8% SMA : 48,3% Perguruan tinggi: 17,2%
Tidak Berpendidikan: 16,7% SD : 16,7%
SMP : 20% SMA : 23,3% Perguruan tinggi: 23,3%
0,67***
Sistolik awal (mmHg)
147,79±24,76 146,80±26,04 0,73** Diastolik awal
(mmHg)
90 (60-126) 81,50 (60-150) 0,15**
Keterangan :
n = jumlah subjek penelitian *) uji statistikIndependent T-Test
**) uji statistikMann Whitney
***) uji statistikChi-square
x± SD digunakan jika data terdistribusi normal
median (minimal-maksimal) digunakan jika data tidak terdistribusi normal
Berdasarkan tabel VI, menunjukkan nilai p=0,93 untuk jenis kelamin, nilai
p=0,38 untuk umur, nilai p=0,67 untuk tingkat pendidikan, nilai p=0,73 untuk
tekanan darah sistolik awal, dan nilai p=0,15 untuk tekanan darah diastolik awal.
Berdasarkan nilai p yang diperoleh pada masing-masing pengelompokan berdasar
jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tekanan darah sistolik awal, dan tekanan
darah diastolik awal menunjukkan bahwa antara pasien kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol berbeda tidak bermakna. Kondisi awal pasien diharapkan berbeda
tidak bermakna agar perbedaan ketaatan benar-benar dipengaruhi oleh perbedaan
diharapkan yaitu kondisi awal pasien antara kelompok perlakuan dan kontrol berbeda
tidak bermakna sehingga penelitian ini benar-benar mampu membandingkan ketaatan
antara kedua kelompok tersebut.
B. Profil Obat Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Tabel VII.BaselineProfil Obat Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Juni-Juli 2009
Baseline Profil Obat
Kriteria Perlakuan Kontrol p*
Jumlah Obat 5 (2-7) 4 (1-10) 0,65 Jumlah Obat
Antihipertensi
1 (1-3) 1 (1-4) 0,53
Keterangan :
*) uji statistikMann Whitney
median (minimal-maksimal) digunakan jika data tidak terdistribusi normal 1. Profil obat secara umum
Tabel VIII. Profil Jumlah Obat Pasien Rawat Jalan di RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Perlakuan Kontrol
Jumlah obat
Jumlah pasien Persentase (%)
Jumlah pasien Persentase (%)
1 - - 1 3,3
2 2 6,9 2 6,7
3 2 6,9 3 10
4 10 34,5 10 33,33
5 7 24,1 7 23,33
6 6 20,7 4 13,3
7 2 6,7 1 3,3
8 - - 1 3,3
9 - - -
-10 - - 1 3,3
Profil obat secara umum ini menggambarkan jumlah keseluruhan obat yang
diterima pasien pada kelompok perlakuan dan kontrol serta jenis obat yang diterima
yang diterima pasien pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diperoleh nilai
p=0,65 yang berarti jumlah obat yang diterima antara pasien kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol berbeda tidak bermakna.
Berdasarkan tabel VIII, pada kelompok perlakuan jumlah obat yang diterima
pasien yaitu minimal 2 macam obat dan maksimal 7 macam obat. Sedangkan pada
kelompok kontrol jumlah obat yang diterima pasien yaitu minimal 1 macam obat dan
maksimal 10 macam obat. Jumlah obat yang paling banyak diterima pasien baik
kelompok perlakuan maupun kontrol yaitu 4 macam obat dengan persentase 34,5%
untuk kelompok perlakuan dan 33,33% untuk kelompok kontrol. Banyaknya obat
yang diterima oleh pasien dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
ketaatan pasien dalam meminum obat. Semakin banyak obat yang diterima maka
cenderung akan menurunkan minat pasien untuk minum obat, hal ini dapat
disebabkan karena pasien merasa malas dan sering merasa terganggu aktivitasnya
saat pasien harus minum obat dalam jumlah yang banyak.
Tabel IX. Golongan dan Jenis Obat Selain Obat Antihipertensi Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Jenis Obat Perlakuan Kontrol
Nama Generik Jumlah Persentase (%)
Jumlah Persentase (%) Obat Saluran Pencernaan
Activateddimetilpolysiloksan - - 1 3,33
Al(OH)3 2 6,90 -
-Attapulgit - - 1 3,33