EFEK PENAMBAHAN SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE SEBAGAI BINDER DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN TERHADAP SIFAT FISIS PASTA GIGI EKSTRAK AIR-ALKOHOL
DAUN SIRIH (Piper betle L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Daniel Kurniawan
NIM : 078114071
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
EFEK PENAMBAHAN SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE SEBAGAI BINDER DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN TERHADAP SIFAT FISIS PASTA GIGI EKSTRAK AIR-ALKOHOL
DAUN SIRIH (Piper betle L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Daniel Kurniawan
NIM : 078114071
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
vii
PRAKATA
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi.
Sepanjang proses perkuliahan, penelitian hingga penyusunan skripsi,
Penulis telah menerima banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, sebagai Tuhan yang sangat baik dan luar biasa dalam
hidup Penulis.
2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, bimbingan, pengarahan, masukan serta pelajaran tentang
hidup kepada Penulis dalam penyusunan skripsi.
4. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan
waktu, masukan, kritik dan saran kepada Penulis.
5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan
waktu, masukan, kritik dan saran kepada Penulis.
6. Segenap dosen fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
mengajar dan membimbing Penulis selama perkuliahan.
7. Papa, Mama, Sari dan David yang selalu berdoa, memberikan kasih sayang,
viii
8. Yemima yang selalu mendengarkan, memberikan kasih sayang, perhatian,
motivasi, inspirasi, semangat dan dukungan kepada Penulis.
9. Septi, Fany dan Yemima sebagai teman satu tim atas kerjasama, bantuan,
kebersamaan, keceriaan, dan suka duka selama proses penyusunan skripsi.
10.Teman-teman skripsi lantai 1 Lia, Riris, Dinar, Mala, Bella, Tika, Puput,
Yoga, Manda, Ayu, Siska, Cinthya, Ius, dan Robby atas kebersamaan,
keceriaan dan suka duka selama ini.
11.Teman-teman FST 2007 atas kebersamaan yang tidak terlupakan.
12.Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Mas Iswandi, Mas Wagiran, Mas Sigit,
Mas Parlan serta laboran-laboran yang lain yang telah membantu Penulis
selama penelitian.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
Penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa laporan akhir skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari seluruh pihak. Penulis berharap semoga laporan akhir skripsi ini
dapat berguna bagi seluruh pihak, terutama dalam bidang farmasi.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
x
3. Kegunaan ekstrak air-alkohol daun sirih sebagai antibakteri ... 7
3. Mekanisme pembersihan gigi oleh pasta gigi ... 14
xi
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 28
1. Variabel penelitian ... 28
2. Definisi operasional ... 29
C. Alat ... 30
D. Bahan ... 30
E. Tata Cara Penelitian ... 30
1. Verifikasi ekstrak air-alkohol daun sirih ... 30
xii
b. Uji kualitatif ekstrak air-alkohol daun sirih secara
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 31
2. Formula ... 31
3. Pembuatan pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih ... 32
4. Uji sifat fisis past gigi ... 33
a. Uji viskositas ... 33
b. Uji sag ... 33
F. Analisis Data ... 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Verifikasi Ekstrak Air-Alkohol Daun Sirih ... 35
1. Ekstraksi Daun Sirih ... 35
2. Uji kualitatif dengan KLT ... 36
B. Pembuatan Pasta Gigi Ekstrak Air-Alkohol Daun Sirih ... 38
C. Karakterisasi Sifat Fisis Pasta Gigi ... 43
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level .. 25
Tabel II. Formula standar pasta gigi ... 31
Tabel III. Formula modifikasi pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih ... 32
Tabel IV. Percobaan desain faktorial (tiap percobaan direplikasi 3 kali) ... 33
Tabel V. Sifat fisik pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih... 45
Tabel VI. Hasil uji regresi linear antara viskositas dan sag pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih ... 49
Tabel VII. Efek CMC-Na dan gliserin, serta interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih ... 51
Tabel VIII. Persamaan desain faktorial ... 51
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman sirih ... 7
Gambar 2. Struktur gigi ... 8
Gambar 3. Perkembangan karies gigi ... 11
Gambar 4. Viskotester RION ... 16
Gambar 5. Piknometer cup aluminum ... 17
Gambar 6. Tensiometer Instron ... 18
Gambar 7. Struktur natrium sakarin ... 20
Gambar 8. Struktur metil paraben ... 20
Gambar 9. Struktur CMC-Na ... 22
Gambar 10. Struktur Gliserin ... 23
Gambar 11. Tanaman sirih yang diekstraksi ... 35
Gambar 12. Kromatogram KLT ekstrak air-alkohol daun sirih dengan sinar UV 254 nm ... 37
Gambar 13. Matriks CMC-Na yang dihasilkan dari entanglement rantai polimer yang berdampingan ... 41
Gambar 14. Grafik hubungan viskositas terhadap waktu ... 46
Gambar 15. Grafik hubungan sag terhadap waktu ... 46
xvi
DAFTAR PERSAMAAN
Persamaan (1). ... 15
Persamaan (2). ... 24
Persamaan (3). ... 33
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis Ekstrak Air-Alkohol Daun Sirih
dari Javaplant ... 56
Lampiran 2. Proses Ekstraksi Ekstrak Air-Alkohol Daun Sirih
dari Javaplant ... 57
Lampiran 3. Notasi Desain Faktorial dan Percobaan Desain Faktorial ... 59
Lampiran 4. Data Uji Sifat Fisis Pasta Gigi Ekstrak Air-Alkohol Daun Sirih 60
Lampiran 5. Data Hasil Analisis Menggunakan SPSS 18 ... 62
Lampiran 6. Data Hasil Analisis Menggunakan Design Expert ... 64
xviii
INTISARI
Sifat fisis pasta gigi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan dan jumlah bahan yang digunakan. Sodium carboxymethyl cellulose (CMC-Na) merupakan bahan yang digunakan sebagai binder dalam pasta gigi dan berfungsi untuk meningkatkan viskositas sediaan pasta gigi. Sedangkan gliserin merupakan bahan yang digunakan sebagai humektan dan berfungsi untuk meningkatkan konsistensi dan mencegah hilangnya lembab dari sediaan pasta gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penambahan CMC-Na sebagai binder dan gliserin sebagai humektan serta interaksi keduanya terhadap sifat fisis pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih (Piper betle L.).
Penelitian ini merupakan rancangan yang bersifat quasi eksperimental menggunakan desain faktorial dengan dua faktor, yaitu jumlah CMC-Na-jumlah gliserin dan dua level yaitu level tinggi-level rendah. Sifat fisis pasta gigi yang diamati meliputi viskositas dan uji sag setelah 48 jam dari pembuatan dan secara periodik selama 21 hari untuk profil viskositas dan 1 bulan untuk profil sag. Kemudian dilakukan analisa data secara statistik menggunakan Design Expert 7. 1.4 untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sodium carboxymethyl cellulose, gliserin dan interaksi keduanya memberikan efek yang signifikan terhadap viskositas pasta gigi ekstrak daun sirih (Piper betle L.).
xix
ABSTRACT
Physical properties of toothpaste is affected by several factors, such as type and amount of each ingredient used in its formulation. Sodium carboxymethyl cellulose (CMC-Na) used as binder in toothpaste formulation which increases the viscosity of toothpaste. Glycerin used as humectant in toothpaste formulation which increases the consistency and prevents loss of water from toothpaste. This study was aimed to know how the effect of sodium carboxymethyl cellulose as binder, glycerin as humectant and their interactions in determining the physical properties of water-ethanol extract of betel leaf (Piper betle L) toothpaste.
This research was a quasi experimental research using a factorial design with two factors, addition amount of sodium carboxymethyl cellulose-glycerin and two level high-low level. Physical properties such as viscosity and sag of toothpaste were evaluated after 48 hours and periodically for 21 days of storage for viscosity profile and 1 month of storage for sag profile. The data were analyzed statistically using Design Expert 7.1.4 in determining the significancy (p<0,05) of each factor and their interactions in giving effect.
The result of this study showed that sodium carboxymethyl cellulose, glycerin, and their interactions provide significant effect on viscosity as a physical property of water-ethanol extract of betel leaf (Piperbetle L) toothpaste.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Gigi merupakan salah satu organ penting pencernaan. Fungsi dari gigi
adalah mastikasi (pengunyahan), fonetik (bicara), estetis (penampilan), dan
menelan. Gigi juga merupakan jaringan tubuh yang paling keras dibanding yang
lainnya. Namun demikian, gigi rentan mengalami kerusakan, misalnya terjadinya
lubang pada gigi atau karies gigi (Hadi, 2003).
Menurut Lehner (cit., Pradopo, Ashrin, Tedjosasongko, Nuraini, 2009)
karies gigi disebabkan adanya plak gigi, yaitu lengketan berisi bakteri dan
produk-produknya yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Bakteri yang bertanggung
jawab dalam pembentukan plak adalah Streptococcus mutans. Streptococcus
mutans merupakan kuman yang kariogenik karena mampu segera membentuk
asam dari karbohidrat yang diragikan. Streptococcus mutans dapat tumbuh subur
dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena
kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel. Polisakarida ekstra sel ini
terutama terdiri dari polimer glukosa yang menyebabkan matriks plak mempunyai
konsistensi seperti gelatin, akibatnya bakteri terbantu untuk melekat pada gigi
serta saling melekat satu sama lain. Hal ini yang menyebabkan plak semakin lama
semakin tebal (Pratiwi, 2004).
Salah satu cara pencegahan karies gigi adalah mengusahakan agar
pembentukannya atau dengan cara pembersihan plak secara teratur. Menyikat gigi
menggunakan pasta gigi membantu kontrol plak dan merupakan langkah awal
untuk mengontrol karies gigi. Saat ini pasta gigi dilengkapi dengan penambahan
jenis bahan aktif yang mengandung bahan dasar alami ataupun bahan sintetik
sebagai bahan anti kuman. Namun, dewasa ini pasta gigi yang mengandung bahan
dasar alami lebih dipilih daripada pasta gigi yang mengandung bahan aktif. Hal
ini disebabkan karena pasta gigi dengan bahan dasar alami selain bermanfaat
untuk menghambat pertumbuhan bakteri plak, juga lebih aman karena berasal dari
tanaman.
Sirih (Piper betle L.) merupakan salah satu jenis tanaman dari famili
Piperaceae yang telah dikenal luas (Burkill, 1935). Masyarakat Indonesia sudah
sejak lama mengenal daun sirih sebagai bahan untuk “menginang” dengan
keyakinan bahwa daun sirih dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka
kecil di mulut, menghilangkan bau mulut, menghentikan pendarahan gusi, dan
sebagai obat kumur. Daun sirih dapat digunakan untuk pengobatan berbagai
macam penyakit diantaranya obat sakit gigi dan mulut, sariawan, abses rongga
mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut (Syukur dan Hernani, 1999).
Menurut Nalina dan Rahim (2007), ekstrak daun sirih yang mengandung asam
lemak (asam stearat dan asam palmitat) dan ester asam lemak hidroksi (hidroksi
ester asam stearat, palmitat dan miristat) dan hidroksikavikol menunjukkan
aktivitas antibakteri terhadap S. mutans. Menurut Suwondo (2007), ekstrak daun
sirih mempunyai aktifitas anti bakteri terhadap bakteri aerob dan bakteri anaerob
sirih memberikan aktivitas antibakteri terhadap S. mutans pada konsentrasi 1%.
Hal ini disebabkan karena pada ekstrak air-alkohol daun sirih terdapat senyawa
fenol dan turunannya yang dapat memecah ikatan protein sel bakteri (Pratiwi,
2004).
Dalam penelitian ini akan dibuat pasta gigi dari ekstrak daun sirih. Pasta
gigi dengan bahan alami biasanya memanfaatkan minyak atsiri daun sirih.
Digunakan ekstrak air-alkohol daun sirih dalam penelitian ini karena pada
penyimpanan ekstrak cenderung lebih stabil dan lebih tidak mudah teroksidasi
dibandingkan dengan minyak atsiri. Pertimbangan utama pemilihan bentuk pasta
gigi karena senyawa fenol dan turunannya dalam ekstrak air-alkohol daun sirih
sangat mudah teroksidasi sehingga menyebabkan khasiatnya menurun. Salah satu
cara mengatasi hal tersebut adalah dengan membentuk sediaan pasta gigi. Salah
satu komponen pasta gigi yaitu binder akan mengakomodasi ekstrak air-alkohol
daun sirih sehingga meningkatkan stabilitas ekstrak dalam sediaan. Ekstrak
air-alkohol daun sirih akan terperangkap dalam binder yang membentuk matriks,
sehingga melindunginya dari proses oksidasi.
CMC-Na (Sodium Carboxymethylcellulose) merupakan suatu zat yang
biasanya digunakan sebagai binder untuk meningkatkan viskositas dalam suatu
sediaan pasta gigi. Gliserin digunakan dalam formulasi pasta gigi sebagai
humektan yang berfungsi untuk meningkatkan konsistensi dan mencegah
hilangnya lembab dari pasta gigi (Garlen,1996). Komposisi dari CMC-Na dan
gliserin akan memberikan efek yang dapat diukur kebermaknaannya dalam
Desain eksperimen yang memungkinkan untuk mengevaluasi efek
penambahan CMC-Na sebagai binder dan gliserin sebagai humektan secara
simultan adalah desain faktorial. Desain faktorial pada dua level dan dua faktor
(Full Factorial Design 22), merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan
mengevaluasi secara obyektif efek faktor terhadap kualitas suatu sediaan. Faktor
yang diteliti adalah CMC-Na sebagai binder dan gliserin sebagai humektan
dengan variasi jumlah CMC-Na dan gliserin sebagai level yang dipilih.
Signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek dianalisis
dengan Anova pada taraf kepercayaan 95% (p<0.05).
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ada adalah
apakah variasi jumlah CMC-Na dan gliserin pada level yang diteliti memberikan
efek signifikan terhadap sifat fisis pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih (Piper
betle L.) yang meliputi viskositas dan sag?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis, penelitian
tentang Efek Penambahan CMC-Na sebagai Binder dan Gliserin sebagai
Humektan terhadap Sifat Fisis Pasta Gigi Ekstrak Air-Alkohol Daun Sirih (Piper
betle L.) belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah untuk
CMC-Na sebagai binder dan gliserin sebagai humektan terhadap sifat fisis pasta gigi dan
aplikasi desain faktorial dalam analisis pengaruh tersebut.
b. Manfaat metodologis. Manfaat metodologis dalam penelitian ini
adalah untuk menambah informasi dalam bidang kefarmasian mengenai
penggunaan desain faktorial dalam mengamati efek penambahan CMC-Na
sebagai binder dan gliserin sebagai humektan terhadap sifat fisis pasta gigi.
c. Manfaat praktis. Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui efek penambahan CMC-Na sebagai binder dan gliserin sebagai
humektan terhadap sifat fisis dan stabilitas pasta gigi sehingga dapat diterima oleh
masyarakat.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah membuat sediaan pasta gigi dengan
zat aktif berupa ekstrak daun sirih (Piper betle L.).
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah mengetahui efek dari penambahan
CMC-Na sebagai binder dan gliserin sebagai humektan serta interaksi keduanya
dalam menentukan sifat fisis pasta gigi ekstrak daun sirih (Piper betle L.) yang
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Sirih
Tanaman sirih (Piper betle L.) merupakan anggota suku Piperaceae.
Tanaman ini memiliki sinonim Chavica auriculata Miq, C. betle Miq. Sirih
merupakan nama umum/dagang dari tanaman ini (Syamsuhidayat dan Hutapea,
1991).
1. Morfologi
Tanaman perdu, merambat (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Helaian
daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong, pada bagian pangkal
berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau
berambut sangat pendek, tebal, berwarna putih, panjang 5 cm sampai 18 cm, lebar
2,5 cm sampai 10,5 cm. Bunga berbentuk bulir, berdiri sendiri di ujung cabang
dan berhadapan dengan daun. Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur
terbalik atau lonjong, panjang kira-kira 1 mm. Bulir jantan, panjang gagang 1,5
cm sampai 3 cm, benang sari sangat pendek. Bulir betina, panjang gagang 2,5 cm
sampai 6 cm. Kepala putik 3 sampai 5. Buah buni, bulat, dengan ujung gundul.
Bulir masak berambut kelabu, rapat, tebal 1 cm sampai 1,5 cm. Biji membentuk
Gambar 1. Tanaman sirih
2. Kandungan kimia
Daun sirih segar mengandung minyak atsiri 0,7 – 2,6%. Minyak atsiri
juga mengandung allilkatekol 2,7 – 4,6%, kadinen 6,7 – 9,1%, karvakrol 2,2 –
4,8%, karyofilen 0,2 – 11,9%, kavibetol 0,0 – 1,2%, kavikol 5,1 – 8,2%, sineol 3,6
– 6,2%, estragol 7 – 14,6%, eugenol 26,8 – 42,5% dan eugenol metileter 8,2 –
15,8%, juga mengandung pirokatekin (Darwis, 1992).
3. Kegunaan ekstrak air-alkohol daun sirih sebagai antibakteri
Berdasarkan metode difusi agar dengan cakram kertas (metode
Bauer-Kirby), ekstrak air-alkohol daun sirih pada konsentrasi 1% telah mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans (Suwondo, 2007). Adanya
senyawa turunan fenol pada ekstrak air-alkohol dapat mengakibatkan denaturasi
protein pada Streptococcus mutans. Protein yang terdenaturasi tidak dapat
menjalankan aktivitas biologisnya dengan baik (Anonim, 2009).
B. Gigi 1. Struktur gigi
Gigi tersusun pada 2 bagian rahang, yaitu pada rahang atas dan rahang
bawah. Setiap gigi terdiri atas mahkota (bagian di atas gusi) dan akar (bagian yang
2000). Bagian mahkota adalah bagian yang tampak pada mulut. Sedangkan bagian
akar berada di dalam rahang dan berfungsi untuk menjaga gigi tetap pada
tempatnya (Anonim, 2010b).
Gambar 2. Struktur gigi(Anonim, 2010a)
Bagian mahkota pada gigi tertutup oleh enamel. Enamel merupakan
jaringan yang paling keras di tubuh. Di bawah enamel terdapar dentin, yang
merupakan bagian utama dari sebuah gigi. Dentin juga merupakan jaringan yang
keras, tetapi tidak sekeras enamel. Pada keadaan tertentu, dentin dapat menjadi
terasa sangat nyeri dan sensitif. Pada bagian tengah gigi terdapat pulpa, dimana
pada pulpa terdapat saraf dan pembuluh darah. Jaringan yang mengelilingi sebuah
gigi dan melindungi jawbone disebut gusi atau gingiva. Jaringan gingiva yang
sehat melekat dekat pada sekeliling gigi dan terasa kuat apabila disentuh serta
tidak berdarah apabila ditekan dengan keras (Anonim,2010a).
2. Karies gigi
Karies adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya interaksi
antara bakteri plak, diet dan gigi. Tidak diragukan lagi bahwa tanpa adanya plak,
yang kariogenik karena mampu segera membentuk asam dari karbohidrat yang
dapat diragikan (Pratiwi, 2004).
Karies gigi merupakan sebuah yang paling sering penyakit terjadi.
Karies gigi dapat menghancurkan enamel dan dentin pada gigi. Karies gigi
dimulai dengan hilangnya mineral dari permukaan enamel. Tahap ini merupakan
dari awal terjadinya karies dan masih dapat dihentikan. Namun, apabila dibiarkan
proses ini akan mengakibatkan terbentuknya lubang pada bagian dentin dan dapat
berakhir dengan kerusakan total pada seluruh bagian mahkota gigi. Ketika karies
telah mencapai bagian dentin, gigi akan terasa menjadi sangat sensitif dan orang
tersebut akan mengalami apa yang disebut dengan sakit gigi. Pasien akan merasa
sakit apabila memakan sesuatu yang manis, sesuatu yang panas atau dingin, atau
ketika mengigit sesuatu yang keras. Hal ini disebabkan karena bagian pulpa telah
terinfeksi oleh bakteri. Karies disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi pada
plak dapat mencerna gula dan mengubahnya menjadi asam. Asam pada mulut
akan menyerang enamel dan melarutkannya (Anonim, 2010a).
Karies dimulai pada bagian enamel pada gigi (gambar 3a). Pada tahap
awal ini belum ada gejala atau tanda-tanda sakit gigi. Satu-satunya tanda yang
dapat dilihat adalah perubahan warna pada enamel, dimana enamel akan berubah
menjadi berwarna keputih-putihan. Perubahan warna ini disebabkan asam yang
dihasilkan oleh bakteri pada plak telah melarutkan beberapa mineral pada enamel.
Pada tahap ini belum terbentuk lubang karena masih banyak mineral yang berada
pada enamel. Proses ini dapat dicegah dan dihentikan karena enamel akan
mengusahakan mulut selalu dijaga agar tetap bersih sehingga hanya akan ada
sedikit asam yang menyerang enamel. Apabila proses asam menyerang dan
melarutkan enamel ini tidak dicegah maka bagian dentin yang kemudian akan
terserang. Dentin akan berubah menjadi lunak seperti sepon dan berwarna kuning
serta enamel akan menjadi rusak (gambar 3b). Kerusakan tersebut kemudian akan
menyebar melalui dentin menuju ke bagian pulpa. Pada tahap ini, gigi akan terasa
begitu sakit apabila orang yang bersangkutan memakan makanan dingin, panas
maupun manis, atau mengigit sesuatu yang keras. Hal ini disebabkan karena
bagian pulpa telah terinfeksi oleh bakteri (gambar 3c). Kerusakan pada bagian
mahkota gigi dapat menghasilkan enamel dengan tepi yang tajam yang dapat
melukai lidah, pipi atau bibir. Karies dapat menyebabkan kerusakan gigi
sepenuhnya atau abscess sehingga gigi tersebut harus dicabut (gambar 3d)
Gambar 3. Perkembangan karies gigi(Anonim, 2010a)
C. Pasta Gigi 1. Definisi
Pasta gigi adalah sediaan yang digunakan bersamaan dengan sikat gigi
dengan tujuan untuk membersihkan permukaan gigi (Garlen, 1996). Pasta gigi
dikelompokkan ke dalam obat bukan kosmetik. Hal ini dikarenakan obat
mengandung suatu zat aktif untuk mencapai efek yang diinginkan, dan pasta gigi
biasanya mengandung zat aktif, baik alami maupun sintesis (Okpalugo, J. dan
Ibrahim, K., 2009).
Pasta gigi merupakan sebuah sistem dispersi. Pasta gigi terdiri dari air,
Fungsi utama dari pasta gigi adalah untuk membersihkan permukaan gigi. Pasta
gigi membantu menghilangkan sisa makanan, mengurangi plak pada gigi,
mengkilapakan permukaan gigi, dan menyegarkan bau mulut. Pasta gigi juga
memiliki efek terapetik dan kosmetik lainnya, yaitu sebagai pemutih, mengatasi
gigi sensitif, menghambat pertumbuhan plak, dan perlindungan terhadap masalah
gigi dan mulut (Garlen, 1996).
Bahan penyusun pasta gigi terdiri atas abrasive, binder, surfaktan,
humektan, pemanis, perasa, pewarna, pengawet, zat aktif dan bahan tambahan
lainnya (Garlen, 1996).
2. Karakteristik pasta gigi
Pasta gigi dapat berupa pasta opaque, gel, pasta dengan garis-garis
berwarna, setengah gel/setengah pasta, serbuk maupun cairan. Sebagian besar
yang beredar di pasaran adalah dalam bentuk pasta maupun gel. Karakteristik
yang penting dalam sebuah pasta gigi meliputi konsistensi, abrasiveness,
kemampuan membersihkan dan mengkilapkan gigi, penampilan, stabilitas dan
keamanan (Garlen, 1996).
Konsistensi menggambarkan sifat alir pasta gigi. Pasta gigi merupakan
sebuah semi solid yang biasanya dikeluarkan dari dalam tube. Gaya yang
dibutuhkan untuk mengeluarkan pasta gigi dari dalam tube berhubungan erat
dengan viskositas, kerapatan, extrudability dan kohesivitas dari pasta gigi itu
sendiri. Konsisitensi yang ideal bagi sebuah pasta gigi adalah cukup lembut agar
dapat dikeluarkan dengan mudah dari dalam tube, tetapi juga cukup keras untuk
pasta gigi. Konsistensi dari sebuah pasta gigi dapat berubah seiring dengan
bertambahnya waktu. Oleh karena itu, konsistensi pasta gigi penting untuk
diperhatikan dalam aspek formulasi sehingga konsistensi ideal dari pasta gigi
dapat dipertahankan sampai masa pakai pasta gigi tersebut habis (Garlen, 1996).
Abrasiveness merupakan kemampuan pasta gigi untuk dapat menggosok
permukaan gigi. Pasta gigi dapat diformulasikan dengan rentang abrasiveness
yang luas. Idealnya, sebuah pasta gigi harus cukup abrasive untuk dapat
membersihkan gigi dengan baik, menghilangkan partikel makanan serta
mengkilapkan permukaan gigi. Namun, sebuah pasta gigi juga tidak boleh
memiliki nilai abrasiveness yang terlalu tinggi sehingga tidak akan merusak
enamel dan dentin pada gigi. Faktor-faktor yang mempengaruhi abrasiveness dari
suatu pasta gigi adalah struktur kimia dari abrasive yang digunakan, kekerasan
abrasive, bentuk kristal abrasive, ukuruan partikel abrasive, dan konsentrasi
penggunaan abrasive dalam pasta gigi tersebut. Nilai abrasive dari suatu pasta
gigi dapat diukur dengan berbagai metode in vitro, tetapi metode yang paling
sering digunakan saat ini adalah metode abrasi dentin radioaktif atau abrasi
enamel radioaktif (Garlen,1996).
Membersihkan gigi adalah menghilangkan noda, plak, partikel makanan,
dan kotoran-kotoran lainnya dari permukaan gigi. Kemampuan ini dijalankan oleh
peran abrasive dalam pasta gigi. Kemampuan pembersihan dari sebuah pasta gigi
ditentukan oleh besarnya nilai abrasive pasta gigi tersebut. Pasta gigi dengan nilai
abrasive yang tinggi dapat membersihkan gigi dengan lebih baik daripada pasta
yang terlalu tinggi dapat merusak enamel dan dentin. Kemampuan mengkilapkan
gigi yang dimiliki pasta gigi dapat muncul karena agen pengkilap yang digunakan.
Pada umumnya, abrasive dengan kemampuan abrasiveness yang tinggi akan
memiliki kemampuan mengkilapkan gigi yang buruk (Garlen, 1996).
Penampilan pasta gigi seharusnya halus, seragam, mengkilap, dan harus
bebas dari gelembung udara. Selain itu, pasta gigi juga harus memiliki warna yang
menarik dan rasa nyaman atau enak di mulut (Garlen, 1996).
Sebuah pasta gigi harus stabil selama masa pakainya. Pasta gigi tidak
boleh terpisah, harus dapat mempertahankan viskositasnya, harus dapat menjaga
pH-nya, dan harus dapat menjaga besarnya konsentrasi agen terapeutik yang
digunakan. Selain itu, sebuah pasta gigi juga harus aman dan tidak bersifat toksik
bila digunakan (Garlen, 1996).
3. Mekanisme pembersihan gigi oleh pasta gigi
Pasta gigi harus dapat membersihkan permukaan gigi dari noda, partikel
makanan, dan terutama dari plak yang menempel pada permukaan gigi. Plak
adalah lapisan lembut berwarna putih atau kuning, yang menempel pada gigi. Plak
terutama tersusun dari bakteri. Selain itu, plak juga mengandung saliva dan
partikel dari makanan. Pembersihan gigi adalah penghilangan plak, sisa makanan,
dan partikel-partikel lainnya yang menempel pada gigi. Pembersihan gigi ini
dapat tercapai karena peran abrasive dalam pasta gigi. Semakin besar konsentrasi
abrasive dalam pasta gigi, maka kemampuannya dalam membersihkan gigi
4. Sifat fisis dan metode evaluasi pasta gigi
a. Viskositas. Viskositas adalah suatu pertahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, semakin tinggi viskositas maka semakin besar tahanannya (Martin,
Swarbick, Cammarata, 1993). Viskositas (η) digambarkan dengan persamaan
metematika :
……… Persamaan (1)
Dari persamaan itu dapat diketahui bahwa peningkatan gaya geser (shear
stress) akan menaikkan kecepatan geser (shear rate). Namun hal ini hanya
berlaku untuk senyawa dengan tipe Newtonian seperti air, alkohol, gliserin, dan
larutan sejati. Sedangkan untuk sediaan seperti emulsi, suspensi, dispersi, dan
larutan polimer umumnya termasuk tipe Newtonian. Pada tipe
Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan geser. Tipe
non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan (Liebermann, 1996).
Alat yang digunakan untuk mengukur viskositas pasta gigi adalah
Viscotester Rion. Satuan yang dipakai dalam viskositas pada alat ini adalah
Gambar 4. Viskotester RION (Anonim, 2011)
b. Sag. Sag adalah ketidakmampuan pasta gigi untuk mempertahankan
bentuknya setelah dikeluarkan dari dalam tube. Sebuah pasta gigi harus dapat
mempertahankan bentuknya ketika dikeluarkan dari dalam wadahnya. Ketika
diaplikasikan pada sikat gigi, pasta gigi seharusnya tidak melebar dan masuk ke
dalam bulu-bulu sikat gigi. Sifat ini dapat diamati secara visual dengan cara
mengeluarkan pasta gigi keatas bulu sikat gigi atau secarik kertas. Setelah
didiamkan 1 menit, pertambahan diameter dari pasta gigi tersebut harus
seminimal mungkin (Garlen, 1996).
c. Berat jenis. Berat jenis merupakan perbandingan massa dari suatu zat
terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu harus ditentukan pada temperature
yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus (Martin, Swarbrick dan
Cammarata, 1990). Berat jenis pasta gigi diukur menggunakan piknometer cup
aluminum. Penetapan berat jenis suatu pasta gigi dilakukan untuk mengetahui
apakah pada pembuatan pasta gigi tersebut terjadi aerasi berlebihan atau tidak
Gambar 5. Piknometer cup aluminum (Anonim, 2010b)
d. Cohesiveness. Cohesiveness merupakan kemampuan pasta gigi untuk
melekat pada permukaan gigi dan sikat gigi. Cohesiveness diukur dengan cara
mengeluarkan sejumlah tertentu pasta ke atas papan logam lalu dialiri dengan
aliran air yang konstan, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
menghilangkan seluruh pasta dari papan logam maka semakin tinggi cohesiveness
dari pasta gigi tersebut. Tidak terdapat standar industri dalam pengukuran
cohesiveness. Oleh karena itu, pengukuran cohesiveness suatu pasta gigi biasanya
dilakukan dengan suatu pasta gigi lain yang telah memiliki nilai cohesiveness
yang baik sebagai pembandingnya(Garlen, 1996).
e. Extrudability. Extrudability diukur berdasarkan gaya yang dibutuhkan
untuk mengeluarkan pasta gigi dari tube. Extrudability dipengaruhi oleh
konsistensi pasta gigi dan diameter tube. Semakin rendah gaya yang dibutuhkan
maka semakin baik konsistensi pasta tersebut. Pengukuran extrudability dilakukan
dengan cara memberikan beban pada tube pasta gigi yang terbuka. Penambahan
beban dilakukan secara konstan sampai pasta gigi dapat keluar dari tube (Garlen,
Gambar 6. Tensiometer Instron (Clock, 1975)
D. Bahan-bahan Pasta Gigi 1. Abrasive
Abrasive merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam
pembuatan pasta gigi. Sebagian besar abrasive terdiri dari senyawa inorganik
berbentuk serbuk (Mitsui, 1997). Abrasive berfungsi untuk membersihkan atau
menghilangkan sisa-sisa makanan yang menyangkut pada gigi. Pada umumnya,
abrasive digunakan sebanyak setengah dari total formula (Young, 1972).
Penggunaan abrasive dalam pasta gigi biasanya sebanyak 20% hingga 50% dari
formulasi total (Garlen, 1996).
2. Binder
Binder merupakan gom alami maupun sintetik, resin atau hidrokoloid
lainnya, yang digunakan untuk menjaga konsistensi fase padatan dan cairan dalam
bentuk pasta. Binder berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari fase cairan
fase cairan dari pasta. Pada umumnya dalam formula pasta gigi, binder digunakan
dalam konsentrasi 0,9% - 2% (Garlen, 1996).
Binder merupakan salah satu bagian yang penting dalam pasta gigi yang
berfungsi untuk mencegah pemisahan pada pasta gigi. Binder yang biasanya
digunakan dalam pasta gigi adalah pati, tragakan, natrium alginate dan sodium
carboxymethyl cellulose (Young, 1972). Binder digunakan untuk mencegah
pemisahan fase padat dan fase cair pada pasta gigi, memberikan viskositas yang
sesuai serta membentuk pasta gigi. Selain itu, binder juga memberikan pengaruh
dalam dispersi dan pembilasan pasta gigi dalam rongga mulut (Mitsui, 1997).
3. Humektan
Pada umumnya, humektan ditambahkan dalam pasta gigi untuk
mencegah hilangnya kandungan air dari dalam pasta atau mencegah terjadinya
pengerasan pasta selama penyimpanan (Young, 1972). Humektan yang biasa
digunakan pada pasta gigi adalah gliserin, sorbitol, propilen glikol dan polietilen
glikol (Mitsui, 1997).
Suatu humektan untuk dapat digunakan dalam formulasi pasta gigi harus
dapat memenuhi syarat-syarat berikut: harus memiliki dan mempertahankan
kemampuan penyerapan air yang sesuai; kemampuan penyerapan airnya tidak
dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan (temperatur, kelembaban, dll);
harus memiliki kemampuan bercampur yang baik dengan bahan lain; harus aman;
dan sebisa mungkin tidak berwarna, berbau, dan berasa (Mitsui, 1997). Dalam
pembuatan pasta gigi humektan ditambahkan dalam jumlah 10% - 30% (Rieger,
4. Pemanis
Pemanis dibutuhkan untuk dapat memperbaiki rasa dari pasta gigi. Di
Amerika Serikat, natrium sakarin adalah satu-satunya pemanis yang diijinkan
dalam kadar 0,05-0,25% (Garlen, 1996).
Gambar 7. Struktur natrium sakarin (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009)
5. Pengawet
Pada umumnya, penggunaan air, humektan, dan gom alami pada sediaan
pasta gigi memungkinkan untuk terjadinya pertumbuhan mikrobia. Oleh karena
itu, adanya pengawet seperti metil dan propel paraben atau sodium benzoate
biasanya digunakan pada konsentrasi 0,05% - 0,2% (Garlen, 1996).
6. Aquadest
Aquadest dibuat dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion,
osmosis balik, atau proses lain yang sesuai dari air yang memenuhi persyaratan
untuk diminum. Aquadest biasanya digunakan untuk pembuatan sediaan-sediaan
farmasi(Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979).
7. Surfaktan
Surfaktan merupakan agen pembentuk busa yang biasanya digunakan
pada level 0,5% sampai 2,0% untuk membentuk busa yang diinginkan (Garlen,
1996). Fungsi utama dari agen pembentuk busa adalah untuk mendispersikan
pasta gigi ke dalam rongga mulut dengan tujuan untuk membersihkan kotoran
yang berada di dalam mulut. Surfaktan yang digunakan di dalam mulut, selain
harus mempunyai pembusaan dan dispersi sempurna, tidak bersifat toksik atau
mengiritasi, juga harus mempunyai rasa dan bau yang baik (Mitsui, 1997).
E. Sodium Carboxymethyl Cellulose
CMC-Na (Sodium Carboxymethylcellulose) merupakan garam sodium
yang berasal dari sebuah polikarboksimetil eter selulosa dengan berat molekulnya
adalah 90000-700000. Biasanya digunakan sebagai agen penyalut, agen stabilitas,
suspending agen, tablet dan kapsul disintegran tablet pengikat, agen pengabsorbsi
air. CMC-Na biasa digunakan dalam bentuk sediaan oral dan topikal. Utamanya,
sediaan tersebut untuk meningkatkan viskositas atau kekentalan (Anonim, 2008).
CMC-Na merupakan polimer semisintetik yang diperoleh dari substitusi
pelarutan dalam air. CMC-Na berupa cairan kental transparan. CMC-Na dapat
larut dengan baik di dalam air. CMC-Na dapat bercampur baik dengan bahan lain,
stabil dan relatif murah (Mitsui, 1997). CMC-Na bersifat anionik, stabil pada
range pH 5,5 hingga 9,5, bersifat stabil terhadap elektrolit serta ion kalsium dan
cocok untuk sebagian besar formulasi pasta gigi (Rieger, 2000).
CMC-Na dapat meningkatkan viskositas larutan dengan mekanisme
perpanjangan rantai. Rantai polimer CMC-Na terlarut dalam pelarut, biasanya
pelarut yang digunakan adalah air atau kombinasi air dengan alkohol. Viskositas
larutan meningkat seiring meningkatnya konsentrasi polimer karena semakin
banyak rantai yang terbentuk dalam tempat yang terbatas. Dengan meningkatnya
konsentrasi polimer, maka semakin sukar untuk memisahkan rantai polimer satu
sama lain dengan pemberian gaya geser (Gruber, 1999).
Gambar 9. Struktur CMC-Na (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009)
F. Gliserin
Gliserin merupakan nama lain dari gliserol, propan-triol,
berwarna, tidak berbau, higroskopis, rasanya manis, dan berupa cairan viscous.
Gliserin merupakan alkohol dan mempunyai tiga gugus –OH yang
bertanggungjawab terhadap kelarutan di air. Rumus molekul gliserin adalah
C3H8O3 dengan bobot molekul 92,09. Gliserin dapat bercampur dengan air dan
dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan
dalam minyak menguap. Bobot jenisnya tidak kurang dari 1,249 (Anonim, 1999).
H
2
C
Gambar 10. Rumus bangun gliserin (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995)
Gliserin (C3H8O3) berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
seperti sirup dan merupakan cairan yang higroskopik. Gliserin dapat digunakan
sebagai humektan pada konsentrasi hingga 30% (Boylan, 1986). Gliserin bersifat
sebagai pengawet dan sering digunakan sebagai stabilisator dan sebagai suatu
pelarut pembantu dalam hubungannya dengan air dan alkohol (Ansel, 1989).
Secara umum tipe humektan yang digunakan tergantung dari ketersediaannya.
Gliserin menjadi humektan yang sering digunakan karena ketersediaannya dan
harganya yang stabil (Harry, 1982). Selain itu, ketika digunakan sebagai
humektan dalam pasta gigi, gliserin memberikan rasa hangat pada mulut (Garlen,
G. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan teknik untuk memberikan model hubungan
antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang
diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika. Desain faktorial
digunakan dalam percobaan untuk mengevaluasi secara simulatan efek dari
beberapa faktor dan interaksi yang signifikan (Bolton, 1997).
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang
masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda yaitu level rendah dan
level tinggi. Desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui
faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon
(Bolton, 1997).
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain
faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus :
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 ...Persamaan (2)
Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati
X1, X2 = level bagian A, level bagian B
bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan
bo = rata-rata hasil semua percobaan
b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat
percobaan (2n=4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor).
Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk
formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1997). Respon yang ingin diukur harus
dapat dikuantitatifkan.
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi (1) - - +
Percobaan (1) = faktor A level rendah, faktor B rendah Percobaan a = faktor A level tinggi, faktor B rendah Percobaan b = faktor A level rendah, faktor B tinggi Percobaan ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi
Berdasarkan persamaan tersebut dengan substitusi secara matematis,
dapat dihitung besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi.
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada
level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek
menurut Bolton (1997) sebagai berikut :
Efek faktorial I = [(a-(1)) + (ab-b)] / 2
Efek faktorial II = [(b-(1)) + (ab-a)] / 2
Efek faktorial III = [(ab-b) - (a-(1))] / 2
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi efek
masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis,
dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek
H. Landasan Teori
Sirih (Piper betle L.) merupakan anggota suku Piperaceae. Masyarakat
Indonesia sudah sejak lama mengenal daun sirih sebagai bahan untuk menginang.
Daun sirih dapat digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit
diantaranya obat sakit gigi dan mulut, sariawan, abses rongga mulut, luka bekas
cabut gigi, penghilang bau mulut (Syukur dan Hernani, 1999). Ekstrak air-etanol
daun sirih pada konsentrasi 1% mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri
aerob dan anaerob serta bakteri pembentuk plak yang sangat kariogenik.
Dalam penelitian ini akan dibuat bentuk sediaan pasta gigi. Pada
formulasi pasta gigi terdapat binder dan humektan sebagai komponen
penyusunnya. Binder merupakan suatu pembawa yang dapat mengakomodasi
ekstrak air-etanol daun sirih sehingga dapat meningkatkan stabilitas ekstrak dalam
sediaan. Ekstrak air-alkohol daun sirih akan terperangkap dalam binder yang
membentuk matriks, sehingga melindunginya dari proses oksidasi. Sedangkan
humektan dapat menjaga kelembaban dari sediaan pasta gigi sehingga mencegah
terjadinya proses pengerasan selama penyimpanan. Binder yang digunakan adalah
CMC-Na dan humektan yang digunakan adalah gliserin.
Untuk mengetahui sifat fisis pasta gigi dapat diamati dari viskositas dan
sag, serta profil perubahan viskositas dan sag yang terjadi selama penyimpanan.
Variasi penambahan CMC-Na sebagai binder dan gliserin sebagai
humektan diyakini akan memberikan efek yang dapat diukur signifikansinya
dalam menentukan parameter-parameter sediaan pasta gigi seperti sifat fisis.
penambahan CMC-Na sebagai binder dan gliserin sebagai humektan serta
interaksi keduanya yang signifikan adalah desain faktorial (Bolton, 1997). Salah
satu metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek
faktor terhadap kualitas suatu sediaan adalah desain faktorial pada dua level dan
dua faktor (Full Factorial Design 22).
I. Hipotesis
Variasi jumlah CMC-Na dan gliserin pada level yang diteliti memberikan
efek signifikan terhadap sifat fisis pasta gigi ekstrak daun sirih (Piper betle L.)
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian quasi eksperimental dengan
desain penelitian secara desain faktorial.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
penambahan CMC-Na dan gliserin dengan 2 level.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
sifat fisis pasta gigi yaitu viskositas dan sag serta profil viskositas secara periodik
selama 21 hari dan sag selama 1 bulan.
c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah lama penyimpanan, sifat dari wadah penyimpanan, suhu
penyimpanan, intensitas cahaya, kecepatan dan lama pengadukan mixer.
d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali
2. Definisi operasional
a. Ekstrak air-alkohol daun sirih. Ekstrak air-alkoholdaun sirih adalah
ekstrak kering daun sirih berupa serbuk halus, diekstraksi dengan pelarut
air-alkoholdengan perbandingan1:1oleh Javaplant
b. Faktor. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam
penelitian ini digunakan 2 faktor, yaitu penambahan CMC-Na dan gliserin.
c. Level. Level adalah nilai untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2
level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah penambahan CMC-Na
adalah 1,5 gram dan level tinggi 2 gram. Level rendah penambahan gliserin
adalah 11 gram dan level tinggi 21 gram.
d. Respon. Respon adalah besaran yang diamati perubahan efeknya,
besarnya dapat dikuantitatif. Respon dalam penelitian ini adalah sifat fisis pasta
gigi.
e. Sifat fisis pasta gigi. Sifat fisis pasta gigi adalah parameter untuk
mengetahui kualitas fisis pasta gigi, dalam penelitian ini adalah viskositas dan sag
48 jam setelah pembuatan serta stabilitas viskositas setelah 21 hari penyimpanan
dan sag setelah 1 bulan penyimpanan.
f. Viskositas. Viskositas adalah suatu pertahanan dari suatu cairan untuk
mengalir. Satuan viskositas pasta gigi adalah d.Pa.s.
g. Sag. Sag adalah ketidakmampuan pasta gigi untuk mempertahankan
bentuknya selama 1 menit setelah pasta gigi tersebut dikeluarkan dari dalam tube.
Satuan sag adalah milimeter.
i. Desain faktorial. Desain faktorial adalah desain penelitian yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi efek penambahan CMC-Na dan gliserin.
C. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas pyrex
Japan, mixer (Miyako), timbangan METTLER TOLEDO GB 3002 Switzerland,
Viscometer seri VT 04 (RION-JAPAN), dan tube pasta gigi (Ciptadent).
D. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak air-alkohol
daun sirih (Piper betle L.) produksi Javaplant Surakarta, Indonesia; gliserin
(Pharmaceutical grade), CMC-Na (Pharmaceutical grade), kalsium karbonat
(Pharmaceutical grade), metil paraben (Pharmaceutical grade), natrium sakarin
(Pharmaceutical grade), etanol (Pharmaceutical grade) dan aquadest (pH 7) dari
Laboratorium Kimia Analisis Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Indonesia.
E. Tata Cara Penelitian 1. Verifikasi ekstrak air-alkohol daun sirih
a. Ekstraksi daun sirih. Sediaan ekstrak air-alkohol daun sirih dibuat
dengan cara maserasi, yaitu dengan cara merendam simplisia sebanyak 10 gram
dalam 100 ml pelarut air-alkohol selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Setelah
24 jam, ekstrak disaring menggunakan kertas saring dan ampasnya diperas.
diperoleh cairan ekstrak sebanyak 100 ml. Setelah itu cairan ekstrak diuapkan
dengan rotary vacum evaporator sampai berbentuk cairan kental, kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan penangas air dengan suhu antara 500-600C
sampai diperoleh ekstrak kental atau kering, dan hasilnya ditimbang (Suwondo,
2007).
b. Uji kualitatif ekstrak air-alkohol daun sirih secara kromotografi lapis
tipis (KLT). Ekstrak air-alkohol daun sirih hasil ekstraksi dan ekstrak air-alkohol
daun sirih yang dibeli masing-masing ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian
dilarutkan dalam pelarut air-alkohol. Setelah itu, dilakukan penotolan pada
lempeng KLT sebanyak 7 µl tiap totolan. Totolan pertama adalah ekstrak
alkohol daun sirih hasil ekstraksi, totolan kedua adalah campuran ekstrak
air-alkohol daun sirih hasil ekstraksi dan ekstrak air-air-alkohol yang dibeli, dan totolan
yang ketiga adalah ekstrak air-alkohol yang dibeli, lalu dielusi. Fase diam: silika
gel GF254. Fase gerak adalah kloroform : metanol (9 : 1) (Thurairajah dan Rahim,
2003). Deteksi bercak pada lempeng KLT menggunakan sinar UV 254 nm. Rf
masing-masing bercak dihitung, dan bandingkan nilai Rf ketiga ekstrak tersebut.
2. Formula
Tabel II. Formula standar pasta gigi (Young, 1972)
Bahan pasta gigi Satuan (g) Kalsium karbonat 57
Tabel III. Formula modifikasi pasta gigi ekstrak air-alkoholdaun sirih (100 g)
Bahan pasta gigi Satuan (g)
CMC-Na 1,5 Ekstrak air-alkohol daun sirih 1
3. Pembuatan pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih
a. Pembuatan pasta gigi. CMC-Na dikembangkan dalam 30 ml aquadest
selama 24 jam. Setelah itu, masukkan gliserin dan aduk menggunakan mixer
dengan kecepatan putar nomor 2 selama 10 menit. Disisi lain, metil paraben
dilarutkan dalam 1 ml etanol sedangkan natrium sakarin dan ekstrak air-alkohol
daun sirih masing-masing dilarutkan dalam aquadest sisa. Larutan metil paraben
ditambahkan pada campuran CMC-Na dan gliserin dan aduk menggunakan mixer
dengan kecepatan putar nomor 2 selama 5 menit. Kemudian, tambahkan larutan
natrium sakarin dan kalsium karbonat porsi demi porsi serta aduk perlahan selama
5 menit untuk menghomogenkan campuran. Pada tahap akhir tambahkan larutan
ekstrak air-alkohol daun sirih dan aduk selama 5 menit sampai homogen (Young,
Tabel IV. Percobaan desain faktorial (tiap percobaan direplikasi 3 kali).
Bahan pasta gigi gel Formula 1 (g)
Kalsium karbonat 40 40 40 40
Gliserin 11 11 21 21
4. Uji sifat fisis pasta gigi
a. Uji viskositas. Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer
Rion seri VT 04. Pasta gigi dimasukkan ke dalam wadah hingga penuh dan
dipasang pada portable viscotester. Viskositas pasta gigi diketahui dengan
mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas (Instruction Manual Viscotester
VT-04E). Uji ini dilakukan 48 jam setelah pembuatan untuk mengetahui efek
faktor terhadap viskositas, sedangkan untuk memonitor perubahan viskositas,
dilakukan uji pada 7 hari, 14 hari dan 21 hari penyimpanan.
b. Uji sag. Pasta gigi dari tiap formula dimasukkan ke dalam tube pasta
gigi. Setelah itu, pasta gigi dikeluarkan dengan cara menekan bagian ujung tube
pasta gigi pada kaca bundar berskala. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap
diameter awal silinder pasta gigi dan diameter silinder pasta gigi setelah 1 menit.
Nilai sag dihitung dari selisih diameter silinder pasta gigi tersebut (Garlen, 1996).
Uji ini dilakukan 48 jam setelah pembuatan untuk mengetahui efek faktor
terhadap sag, sedangkan untuk memonitor perubahan sag, dilakukan uji pada 7
hari, 14 hari, 21 hari dan 1 bulan penyimpanan.
F. Analisis Data
Data standarisasi ekstrak air-alkohol daun sirih mengacu pada standar
yang tercantum dalam Certificate of Analysis dan verifikasi ekstrak dengan uji
KLT. Data yang terkumpul adalah data uji viskositas, dan uji sag 48 jam setelah
pembuatan, serta profil viskositas secara periodik selama 21 hari dan sag selama 1
bulan penyimpanan. Metode desain faktorial digunakan untuk mengetahui efek
penambahan CMC-Na sebagai binder dan gliserin sebagai humektan dan
interaksinya dalam menentukan sifat fisis pasta gigi.
Profil viskositas selama 21 hari dan sag pasta gigi selama 1 bulan
dibandingkan dengan 48 jam setelah pembuatan dianalisis signifikansinya
menggunakan uji T berpasangan bila distribusi data normal dan menggunakan uji
Wilcoxon bila distribusi data tidak normal.
Analisis data viskositas dan uji sag 48 jam setelah pembuatan
menggunakan Design Expert 7.1.4 (Serial number 2014.7723) dengan uji
ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Dari hasil analisis, diperoleh nilai p
(probability-value), apabila nilai p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa setiap
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Verifikasi Ekstrak Air-Alkohol Daun Sirih 1. Ekstraksi daun sirih
Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kering
air-alkohol daun sirih produksi Javaplant. Data standarisasi ekstrak air-alkohol daun
sirih mengacu pada standar yang tercantum dalam Certificate of Analysis dan
verifikasi ekstrak dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
Gambar 11. Tanaman sirih yang digunakan
Daun sirih yang diekstraksi berwarna hijau tua, dengan panjang 10
hingga 12 cm dan lebar 6 hingga 8 cm, serta berasal dari Kulon Progo,
Yogyakarta. Daun sirih mula-mula diiris kecil-kecil, dikeringkan dan kemudian
dibuat menjadi serbuk. Ekstrak air-alkohol daun sirih dibuat dengan cara
maserasi, yaitu dengan cara merendam simplisia yang sudah dikeringkan dan
diserbuk dalam pelarut air-alkohol selama 24 jam. Dipilihnya metode maserasi
dikarenakan metode ini tidak memerlukan pemanasan dalam proses ekstraksinya
merupakan metode ekstraksi yang efektif dan sederhana yang dilakukan dengan
merendam serbuk simplisia didalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif.
Kemudian zat aktif akan terlarut dalam cairan penyari dan dengan adanya
perbedaan konsentrasi didalam dan diluar sel, maka larutan yang terpekat akan
terdesak keluar.
Ekstrak kental yang diperoleh kemudian digunakan sebagai pembanding
untuk verifikasi ekstrak air-alkohol daun sirih produksi Javaplant secara kualitatif
menggunakan metode KLT.
2. Uji kualitatif dengan KLT
Tujuan dilakukan uji kualitatif ini adalah untuk melakukan verifikasi
terhadap ekstrak air-alkohol daun sirih produksi Javaplant. Verifikasi ekstrak ini
dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak air-alkohol daun sirih produksi
Javaplant yang digunakan dalam penelitian memiliki kandungan senyawa yang
hampir sama dengan ekstrak air-alkohol daun sirih yang dibuat oleh penulis.
Verifikasi ekstrak ini dilakukan dengan cara membandingkan profil kromatogram
ekstrak air-alkohol daun sirih produksi Javaplant dengan ekstrak kental hasil
ekstraksi penulis.
Terdapat 3 totolan pada lempeng KLT, yaitu ekstrak air-alkohol daun
sirih hasil ekstraksi penulis, ekstrak air-alkohol daun sirih produksi Javaplant dan
campuran kedua ekstrak. Campuran kedua ekstrak ini perlu ditotolkan juga pada
Pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak daun sirih sama
dengan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi yaitu air : alkohol (1 : 1). Fase
diam yang digunakan adalah silika gel GF254 dan fase geraknya adalah kloroform :
metanol (9 : 1). Lempeng KLT dikembangkan dengan jarak elusi 10 cm kemudian
dilakukan deteksi dengan sinar UV 254 nm (Thuraijah dkk., 2003).
Gambar 12. Kromatogram KLT ekstrak air-alkohol daun sirih dengan sinar UV 254 nm
Keterangan :
Fase diam = silika gel GF 254 nm Fase gerak = kloroform : metanol (9:1) Jarak elusi = 10 cm
E1 = ekstrak air-alkohol daun sirih produksi Javaplant
Dari kromatogram yang diperoleh, dapat dilihat bahwa totolan ekstrak
air-alkohol daun sirih produksi Javaplant (E1) menghasilkan 2 bercak khas yaitu
pada Rf 0,63 dan 0,83. Totolan campuran kedua eksrak (E2) menghasilkan 2
bercak yaitu pada Rf 0,62 dan 0,83. Totolan ekstrak air-alkohol daun sirih hasil
ekstraksi penulis (E3) juga menghasilkan 2 bercak yaitu pada Rf yang sama
dengan bercak E1 yaitu 0,63 dan 0,83. Selain itu, semua bercak juga
memperlihatkan warna ungu di bawah sinar UV 254 nm.
Suatu ekstrak dapat dikatakan memiliki kandungan senyawa yang
hampir sama dengan pembandingnya secara kualitatif dengan metode KLT
apabila ekstrak tersebut memiliki warna bercak dan nilai Rf yang hampir sama
dengan pembandingnya. Berdasarkan profil kromatogram yang terbentuk, maka
dapat dikatakan bahwa ekstrak air-alkohol daun sirih produksi Javaplant memiliki
kandungan senyawa yang mirip dengan ekstrak kental yang dibuat penulis. Oleh
karena itu, diharapkan ekstrak air-alkohol daun sirih produksi Javaplant
memberikan khasiat yang sesuai dengan klaim khasiat daun sirih.
B. Pembuatan Pasta Gigi Ekstrak Air-Alkohol Daun Sirih
Pasta gigi adalah sediaan yang digunakan bersamaan dengan sikat gigi
dengan tujuan untuk membersihkan permukaan gigi. Pada penelitian ini dibuat
pasta gigi dengan ekstrak air-alkohol daun sirih sebagai bahan antibakteri. Ekstrak
daun sirih akan terakomodasi dalam matriks pembawa pada sediaan pasta gigi,
sehingga ekstrak akan terlindung dari pengaruh reaksi oksidasi yang dapat
keseluruhan. Dalam pembuatan pasta gigi ini terdapat 2 fase, yaitu fase cair dan
fase padat yang tidak larut air. CMC-Na, gliserin, metil paraben, etanol, natrium
sakarin dan ekstrak kering air-alkohol daun sirih dapat larut dalam air sehingga
disebut fase cair, sedangkan kalsium karbonat yang tidak dapat larut air disebut
sebagai fase padat.
Formula yang digunakan pada pembuatan pasta gigi ekstrak air-alkohol
daun sirih ini mengacu pada hasil orientasi yang dilakukan oleh penulis. Formula
yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari formula standar (Young, 1972).
Modifikasi yang dilakukan meliputi perubahan jenis binder dan pengawet yang
digunakan, peniadaan penggunaan surfaktan dan pewarna, serta perubahan jumlah
komposisi bahan yang digunakan. Modifikasi formula ini dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan pasta gigi dengan karakter sifat fisis sesuai dengan yang
diharapkan. Modifikasi yang dilakukan merupakan modifikasi yang tidak
merubah fungsi pokok yang dapat mempengaruhi mekanisme pembersihan gigi
oleh pasta gigi.
Pembuatan pasta gigi ekstrak air-alkohol ini berdasarkan pada cold
method, dimana dalam seluruh prosesnya tidak menggunakan pemanasan. Pada
metode ini, binder dan humektan dicampur terlebih dahulu dengan mixer dalam
wadah. Sementara itu, fase cair seperti aquadest, pengawet, pemanis dan zat aktif
disiapkan secara terpisah. Fase cair kemudian dimasukkan satu per satu ke dalam
campuran binder dan humektan lalu di mixer. Setelah terbentuk campuran yang
kental, abrasive dimasukkan sedikit demi sedikit dengan kecepatan pengadukan
Pada pembuatan pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih ini, CMC-Na
dikembangkan terlebih dahulu dalam aquadest selama 24 jam. Selain itu, natrium
sakarin dan ekstrak air-alkohol daun sirih dilarutkan terlebih dahulu dalam
aquadest, sementara metil paraben dilarutkan dalam etanol. Hal ini dilakukan
untuk mempermudah proses pencampuran antara fase cair yang satu dengan yang
lain. Aquadest dipilih sebagai pelarut ekstrak air-alkohol daun sirih karena
mengacu pada Certificate of Analysis (CoA) ekstrak air-alkohol daun sirih larut
dalam aquadest. Sesuai dengan cold method, maka CMC-Na dan gliserin
dicampurkan terlebih dahulu di dalam wadah menggunakan mixer selama 10
menit. Setelah itu, ke dalam campuran CMC-Na dan gliserin tersebut
ditambahkan larutan metil paraben dalam etanol, dan di mixer selama 5 menit.
Kemudian ditambahkan larutan natrium sakarin yang sebelumnya telah dilarutkan
dalam aquadest ke dalam campuran tersebut. Langkah selanjutnya adalah
penambahan fase padat yaitu kalsium karbonat ke dalam campuran. Penambahan
kalsium karbonat ini dilakukan secara sedikit demi sedikit sampai campuran
homogen. Langkah terakhir, larutan ekstrak air-alkohol daun sirih ditambahkan ke
dalam campuran dan di mixer selama 5 menit.
Pada pembuatan pasta gigi ini digunakan CMC-Na sebagai binder
karena CMC-Na memiliki kemampuan untuk menjaga konstituen cairan dan
padatan dalam suatu bentuk pasta yang halus. Selain itu, CMC-Na juga berfungsi
untuk meningkatkan viskositas dari fase cairan sekaligus meningkatkan viskositas
dari sediaan, sehingga pada akhirnya dapat mencegah keluarnya fase cairan dari
stabil terhadap elektrolit serta ion kalsium dan cocok untuk sebagian besar
formulasi pasta gigi (Rieger, 2000).
Pada umumnya dalam formula pasta gigi, binder digunakan dalam
konsentrasi 0,9% - 2% (Garlen, 1996). Dalam penelitian ini, CMC-Na digunakan
pada konsentrasi 1,5% dan 2% karena berdasarkan hasil orientasi yang telah
dilakukan penulis CMC-Na dengan konsentrasi 1,5% dan 2% sudah memberikan
viskositas yang baik. CMC-Na adalah koloid hidrofilik yang terdispersi dalam
media air (Rieger, 2000). Ketika terpapar air, koloid hidrofilik akan mengalami
perpanjangan rantai polimer (entanglement) dan akan membentuk suatu matriks
sehingga pada akhirnya akan terjadi peningkatan viskositas. Peristiwa
pembentukan matriks tersebut terjadi tanpa adanya crosslinking sehingga matriks
yang terbentuk merupakan matriks yang bersifat dinamis (Collet dan Moreton,
2002).
Gambar 13. Matriks CMC-Na yang dihasilkan dari entanglement rantai polimer yang berdampingan (Collet dan Moreton, 2002)
Gliserin pada formula pasta gigi berfungsi sebagai humektan. Dalam
pasta gigi, humektan berfungsi untuk mencegah hilangnya kandungan air dari
dalam pasta atau mencegah terjadinya pengerasan pasta selama penyimpanan
karena gliserin memiliki 3 gugus hidroksi (-OH) pada strukturnya sehingga dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Dalam pembuatan pasta gigi,
semakin banyak jumlah gliserin yang ditambahkan akan menyebabkan semakin
rendah viskositas yang dihasilkan sediaan pasta gigi tersebut. Hal ini disebabkan
karena gliserin merupakan fase cair dalam pasta gigi sehingga semakin banyak
fase cair maka semakin rendah viskositas yang dihasilkan.
Abrasive merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam
pembuatan pasta gigi (Mitsui, 1997). Abrasive berfungsi untuk membersihkan
atau menghilangkan sisa-sisa makanan yang menyangkut pada gigi (Young,
1972). Abrasive yang digunakan pada pembuatan pasta gigi ekstrak air-alkohol
daun sirih ini adalah kalsium karbonat.
Kebanyakan pasta gigi cukup pahit ketika digunakan, karena itu perlu
digunakan pemanis untuk menutupi rasa pahit tersebut. Pemanis yang digunakan
dalam formula pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih ini adalah natrium sakarin.
Natrium sakarin memiliki sifat mudah larut dalam air dan mempunyai tingkat
kemanisan yang tinggi sehingga hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit
(Garlen, 1996).
Pada umumnya, penggunaan air dan binder yang merupakan derivat
selulosa pada sediaan pasta gigi memungkinkan untuk terjadinya pertumbuhan
mikroba. Oleh karena itu, adanya pengawet seperti metil paraben digunakan untuk
mencegah pertumbuhan mikrobia dalam pasta gigi. Menurut Garlen (1996), metil
pasta gigi ekstrak air-alkohol daun sirih ini digunakan metil paraben pada
konsentrasi 0,2%.
C. Karakterisasi Sifat Fisis Pasta Gigi
Sediaan yang baik adalah sediaan yang dapat memenuhi persyaratan
sifat fisis dan stabil selama penyimpanan. Sifat fisis yang dapat diukur dari
sediaan pasta gigi adalah viskositas, berat jenis, cohesiveness, extrudability dan
sag. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap sifat fisis pasta gigi yang
meliputi viskositas dan sag setelah 48 jam pembuatan. Sedangkan stabilitas fisis
pasta gigi dapat diamati dari perubahan viskositas setelah 21 hari penyimpanan
dan perubahan sag setelah 1 bulan penyimpanan.
Viskositas merupakan suatu besaran yang menunjukkan ketahanan suatu
cairan untuk dapat mengalir. Semakin tinggi viskositas maka tahanan suatu cairan
untuk dapat mengalir semakin besar. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah
viskositas maka tahanan suatu cairan untuk dapat mengalir juga semakin kecil.
Dengan kata lain, bila viskositas semakin tinggi maka semakin kental sediaan
yang dihasilkan dan semakin rendah viskositas maka semakin encer sediaan yang
dihasilkan. Pengukuran viskositas bertujuan untuk melihat profil kekentalan dari
pasta gigi. Pengukuran viskositas dilakukan setelah 48 jam pembuatan, 7 hari, 14
hari dan 21 hari penyimpanan. Pengukuran viskositas setelah 48 jam pembuatan
dilakukan untuk melihat profil viskositas pasta gigi yang merupakan parameter
sifat fisis pasta gigi. Sedangkan pengukuran viskositas secara periodik selama 21