BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hewan Babi
Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai
bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan
omnivora atau hewan pemakan segala. babi sangat suka berada pada
tempat yang kotor dan pemalas (Wijaya, 2009).
Hewan babi dimanfaatkan mulai dari minyak babi untuk penyedap
rasa, bulu babi dipakai sebagai kuas cat dan kotoran babi untuk pupuk
kandang namun secara umum babi lebih banyak dimanfaatkan dagingnya
untuk dikonsumsi. Dilihat dari sisi harga pada tahun 2013 daging babi
lebih murah dibandingkan dengan daging sapi, hal tersebut bisa membuka
peluang produsen makanan untuk mencampur daging babi dengan daging
sapi pada produk makanan untuk mendapat keuntungan yang lebih
banyak. (Dono, 2010)
B. Hukum Daging babi dalam Islam
Hukum dari Daging babi pada Quran Surat An Nahl Ayat 115
Alloh berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai,darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan
menyebut nama selai Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya
Kemudian diterangkan lagi dalam surat al an’am ayat ayat 145 :
Artinya : Katakanlah “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam
keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang".
Sehingga sudah sangat jelas hukum daging babi diharamkan oleh
agama Islam kecuali pada kondisi kondisi tertentu.
C. Kornet Daging Sapi
Kata corned berasal dari bahasa Inggris yang berarti di awetkan
dengan garam. Dari kata tersebut lahirlah istilah corned beef yaitu daging
sapi yang di-awetkan dengan penambahan garam dan dikemas dengan
kaleng. Dalam bahasa Indonesia, kata corned beef diadopsi menjadi
daging kornet (Nugroho, 2008).
Menurut SNI (01-3775-1995) Komposisi kornet sapi terdiri dari
bahan baku utama yaitu daging sapi dan bahan tambahan pangan yang
diijinkan untuk kornet daging sapi yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Syarat mutu dan kriteria uji yang ditetapkan untuk kornet daging
pengawet nitrit, cemaran logam (tembaga, timbal, seng, timah, raksa),
cemaran arsen, dan cemaran mikroba.
D. DNA
Asam nukleat terdapat dalam dua bentuk, yaitu asam deoksiribosa
(DNA) dan asam ribosa (RNA). Keduanya merupakan polimer linier, tidak
bercabang, dan tersusun dari subunit-subunit yang disebut nukleotida
(Stansfield et al, 2006). Asam nukleat mempunyai fungsi yang
menentukan untuk penyimpanan dan pengolahan informasi genetik
(Koolman, 1995).
DNA berperan penting dalam menjaga kelestarian spesies dari
generasi ke generasi. DNA melalui urutan basanya membawa kode
informasi genetik yang spesifik untuk setiap individu dan spesies tertentu.
Informasi genetik pada DNA akan ditranskripsi menjadi RNA dan
selanjutnya RNA akan ditranslasikan menjadi protein. Tidak semua
informasi genetik tersimpan dalam bentuk DNA, pada virus tertentu
seperti retrovirus materi genetik tersimpan dalam bentuk RNA (Gaffar,
2007).
Mitokondria memiliki perangkat genetik sendiri yaitu DNA
mitokondria atau sering disingkat mtDNA. Dengan bantuan DNAnya,
mitokondria mempunyai kemampuan untuk mensintesis sendiri beberapa
proteinnya. Namun bagian terbesar protein mitokondria disandi di dalam
inti sel, kemudian disintesis pada ribosom yang bebas dalam sitoplasma
dan diimpor ke dalam mitokondria (Koolman et al, 1994).
Ukuran genom mitokondria minimum untuk berfungsinya
mitokondria hewan multiseluler adalah 14000 pasang basa dari total
ukuran yang berkisar hingga 39000 pasang basa. DNA mitokondria
merupakan DNA rantai ganda yang berbentuk sirkuler. Ukuran DNA
mitokondria relatif sangat kecil dibandingkan dengan ukuran genom
intinya (Solihin, 1994).
menggunakan primer spesifik ND5. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Sampel burger yang mengandung babi berhasil teramplifikasi
menunjukkan fragmen 227 bp dari gen ND5 mitokondria babi. Batas
deteksi pada DNA babi 1 pg dan 0,5% pada sampel burger yang dicampur
dengan daging babi
Gambar 1. Struktur mtDNA (Andaman, 1992)
Keterangan : A = sekuen ND5 yang akan dituju pada DNA
template
E. Polymerase chain reaction (PCR)
PCR digunakan untuk memperbanyak jumlah DNA pada target
DNA tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang
berkomplemen dengan molekul DNA target yang dituju. Perbanyakan
fragmen DNA dilakukan saecara selektif dan spesifik oleh sepasang
oligonukleotida yang dikenal sebagai primer (Pertiwi 2010). Beberapa
komponen penting yang dibutuhkan dalam reaksi PCR adalah template
deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan larutan buffer (Muladno, 2010;
Gaffar, 2007; Sulistyaningsih, 2007).
1. Template DNA
Template DNA adalah molekul DNA untai ganda yang
mengandung sekuen target yang akan diamplifikasi. Ukuran DNA
bukan merupakan faktor utama keberhasilan PCR, berapapun
panjangnya jika tidak mengandung sekuen yang diinginkan maka
tidak akan berhasil proses suatu PCR, namun sebaliknya jika ukuran
DNA tidak terlalu panjang tapi mengandung sekuen yang diinginkan
maka PCR akan berhasil (Sulistyaningsih, 2007).
2. Primer
Susunan primer merupakan salah satu kunci keberhasilan PCR.
Pasangan primer terdiri dari 2 oligonukleotida yang mengandung
18-28 nukleotida dan mempunyai 40-60% GC content. Sekuen primer
yang lebih pendek akan memicu amplifikasi produk PCR non spesifik.
Ujung 3' primer penting dalam menentukan spesifisitas dan
sensitivitas PCR. Ujung ini tidak boleh mempunyai 3 atau lebih basa
G atau C, karena dapat menstabilisasi annealing primer non spesifik.
Disamping itu ujung 3' kedua primer tidak boleh komplementer satu
dengan yang lain, karena hal ini akan mengakibatkan pembentukan
primer-dimer yang akan menurunkan hasil produk yang diinginkan.
Ujung 5' primer tidak terlalu penting untuk annealing primer, sehingga
memungkinkan untuk menambahkan sekuen tertentu misalnya sisi
restriksi enzim, start codon ATG atau sekuen promoter
(Sulistyaningsih, 2007).
4. Deoxynucleotide Triphosphate (dNTP)
Deoxynucleotide Triphosphate merupakan material utama untuk
sintesis DNA dalam proses PCR yang terdiri dari dATP, dGTP, dCTP,
dan dTTP. Konsentrasi dNTP masing-masing sebesar 20-200
harus seimbang untuk meminimalkan kesalahan penggabungan.
Deoxynucleotide Triphosphate akan menurunkan Mg2+ bebas
sehingga mempengaruhi aktivitas polimerase dan menurunkan
annealing primer. Konsentrasi dNTP yang rendah akan
meminimalkan mispriming pada daerah non target dan menurunkan
kemungkinan perpanjangan nukleotida yang salah. Oleh karena itu
spesifisitas dan ketepatan PCR meningkat pada konsentrasi dNTP
yang lebih rendah (Sulistyaningsih, 2007).
5. Larutan Buffer
Buffer yang digunakan biasanya mengandung 10 mM Tris-HCl pH
8,3, 50 mM KCl, dan 1,5 mM MgCl2. Keberadaan ion Mg2+ sangat
penting. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses
primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim, dan
fidelitas reaksi (Gaffar, 2007). Ion Mg2+ bebas akan mengikat DNA
template, primer dan membentuk kompleks terlarut dengan dNTP
untuk membuat subtrat yang akan dikenali oleh enzim Taq
Polymerase. PCR harus mengandung 0,5-2,5 µM Mg2+ dari total
konsentrasi dNTP (Sulistyaningsih, 2007).
PCR secara konvensional mempunyai prinsip cara kerja yaitu
mengamplifikasi Fragmen DNA tertentu dalam beberapa siklus, berikut
adalah tahapan pada proses PCR :
1. Denaturasi
Denaturasi merupakan reaksi yang berlangsung dalam suhu
tinggi, yaitu 95°C hingga 97°C yang bertujuan untuk memutus ikatan
hidrogen DNA atau terdenaturasi dan DNA menjadi berutas tunggal
(Mulado, 2010).
2. Annealing
Pada tahap ini, primer akan menuju daerah yang spesifik yang
komplemen dengan urutan primer. hidrogen akan terbentuk antara
3. Elongasi
Elongasi adalah proses perpanjangan rantai terjadi terjadi pada
suhu 72 0C karena merupakan suhu optimum Taq polymerase. Primer
yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi
3'nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template
oleh DNA polimerase (Gaffar, 2007).
Dalam PCR ada beberapa metode salah satumya adalah PCR RFLP
(Retriction Fragment Lenght Polymorph), yaitu Salah satu teknik dalam
PCR yaiut analisis Fragmen yang merupakan hasil amplifikasi PCR
langsung digunakan dalam reaksi digesti dengan menggunakan enzim
restriksi. Daerah DNA mitokondria hasil amplifikasi dengan PCR. (lelana
et al, 2003).
Multipleks PCR merupakan salah satu variasi dari teknik PCR
dengan beberapa primer yang digunakan bersama-sama untuk amplifikasi
pada beberapa daerah target (Jain 2007). Multipleks PCR umum
digunakan untuk analisis genotipe yang memerlukan beberapa penciri
secara simultan, deteksi patogen, organisme rekayasa genetik (GMO) atau
untuk analisis mikrosatelit (Römpler 2006).
PCR RAPD adalah penanda berbasis PCR dengan menggunakan
10 basa primer acak. Teknik RAPD tidak memerlukan pelacak DNA atau
informasi mengenai sekuens DNA yang dilacak. Prosedurnya sederhana
dan mudah dalam hal preparasi, dapat dilakukan secara maksimal untuk
sampel dalam jumlah banyak, jumlah DNA yang diperlukan relatif sedikit,
(Syarifuddin 2011; KARP at al., 1996).
F. Real Time PCR
Real-time PCR memiliki kemampuan analisanya yang sensitif dan
spesifik sehingga mengurangi kesalahan pada hasil (Burns et al, 2005).
instrumen real-time PCR mendeteksi amplikon dengan mengukur
peningkatan pewarna (dye) fluorescent yang berpendar ketika terikat
banyak DNA yang terbentuk semakin tinggi pula intensitas fluorescent
yang dihasilkan. SYBR Green dan TaqMan adalah dua macam
fluorescence reporter yang biasanya digunakan dalam Real Time PCR.
Quantitative PCR dimungkinkan dapat mendeteksi secara akurat
konsentrasi DNA hingga hitungan pikogram atau setara dengan sel tunggal
karena sensitifitas dye yang sangat tinggi. Hasil peningkatan fluorescent
digambarkan melalui kurva amplifikasi yang menunjukkan tiga fasa yaitu
fasa awal, fasa eksponensial atau puncak dan fasa plateau atau stabil
(Vaerman, 2004).
Salah satu perbedaan Real time PCR dengan PCR konvensional
adalah penggunaan pewarna yang kemudian dibaca flourosensinya sebagai
gambaran jumlah DNA yang berhasil teramplifikasi. SYBR® green I
adalah pewarna / fluoresen yang proporsional sesuai dengan amplikon
atau produk PCR. Namun SYBR® green I mempunyai kekurangan yaitu
merupakan label fluoresen yang tidak spesifik sehingga dapat
menghasilkan sinyal pengujian false-positive karena terjadinya miss
preaming, cemaran, primer-dimer atau produk yang tidak spesifik, penting
dilakukannya penganalisisan formasi dari kurva pelelehan (melting curve)
(Nur’utami; Pestana et al. 2010).
G. Elektroforesis Gel Agarosa
Gel elektroforesis adalah suatu teknik yang menggunakan medan
listrik untuk memisahkan molekul berdasarkan ukuran. Karena
mengandung gugus fosfat yang bermuatan negatif, di dalam medan listrik
DNA akan bergerak menuju elektroda yang bermuatan positif (Marks,
Dawn B et al, 2000). Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk
memisahkan fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 pb dan
dijalankan secara horizontal, sedangkan elektroforesis poliakrilamid dapat
memisahkan 1 pb dan dijalankan secara vertikal. Elektroforesis 29
poliakrilamid biasanya digunakan untuk menentukan urutan DNA