• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Produksi Brangkasan Sorgum Mendukung Ketersediaan Pakan dan Peningkatan Pendapatan Petani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Produksi Brangkasan Sorgum Mendukung Ketersediaan Pakan dan Peningkatan Pendapatan Petani"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Produksi Brangkasan Sorgum Mendukung Ketersediaan

Pakan dan Peningkatan Pendapatan Petani

(Increasing Production of Forage Sorghum Supporting Feed Availability and Increase Farmer’s Income)

Syuryawati, Lalu MS, Pabendon MB

Balai Penelitian Tanaman Serealia, PO Box 1173 Makassar syurya_wati@yahoo.co.id

ABSTRACT

Sorghum is the cereal crops used as sources for food, feed and raw material indutries. This crops have many superiorities particularly suitable to grow in suboptimal land. Numbu variety as sweet sorghumis appropriate used as feed because it was high forage production. To obtain high production of sorghum including forage population, therefore density arrangement (plant distance) is needed. This research conducted at Maros Experimental Station, inAugust-December 2016, using randomized block design by six level population density of Numbu sorghum variety with three replications.The results showed in the age of 110 days that 60×10 cm plant distance (166,667 plant/ha) produced 80.70 t/ha,while the lowest is 70×20 cm (71,429 plant/ha) produce 39.0 t/ha. Total cost of forage production at six population level vary from IDR 8,791,500-9,888,000/ha. The highest forage production at 60×10 cm plant distance gave highest benefit as high as IDR 18,357,000/ha by R/C 2.86, meanwhile the lowest is 70×20 cm as much as IDR 4,583,000/ha by R/C 1.51. Forage production at 60×10 cm plant distance much provitable, very efficient and cost ratio/kg forage is IDR 123 lower compared to the other plant population level. Forage sorghum can be made silage through fermentation process to increase nutrition, economic value and the long time storage.

Key Words: Forage Sorghum, Production, Feed, Income ABSTRAK

Sorgum merupakan tanaman serealia yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Banyak keunggulannya terutama daya adaptasi yang luas dapat ditanam pada lahan suboptimal dengan produksi cukup tinggi. Sorgum memiliki multi fungsi termasuk brangkasan tanaman untuk pakan. Varietas Numbu sebagai sorgum manis cocok digunakan sebagai pakan karena produksi biomassanya tinggi. Untuk menghasilkan produksi tinggi termasuk brangkasan tanaman perlu pengaturan populasi tanaman (jarak tanam). Berkaitan hal ini, dilakukan penelitian untuk mengevaluasi produksi brangkasan sorgum melalui pengaturan jarak tanam guna mendukung penyediaan pakan dan pendapatan petani. Penelitian dilakukan di KP Maros pada Agustus-Desember 2016, menggunakan rancangan acak kelompok pada enam tingkat populasi varietas Numbu dengan tiga ulangan. Dari hasil penelitian diperoleh pada umur 110 hst bobot brangkasan tertinggi pada jarak tanam 60×10 cm (166.667 tanaman/ha) sebesar 80,7 t/ha dan yang terendah jarak tanam 70×20 cm (71.429 tanaman/ha) sebanyak 39 t/ha. Total biaya usaha tani produksi brangkasan sorgum pada enam jarak tanam berkisar Rp. 8.791.500-9.888.000/ha. Produksi brangkasan yang memberikan keuntungan tertinggi pada perlakuan jarak tanam 60×10 cm sebesar Rp. 18.357.000/ha (R/C 2,86) dan yang terendah pada jarak tanam 70×20 cm sebanyak Rp. 4.583.000/ha (R/C 1,51). Produksi brangkasan sorgum pada jarak tanam 60×10 cm sangat menguntungkan dan lebih efisien, serta rasio biaya per kilogram brangkasan tanaman juga lebih rendah yaitu Rp. 123 dari jarak tanam lainnya. Brangkasan sorgum dapat dibuat silase melalui fermentasi untuk meningkatkan gizi, nilai ekonomi dan tahan simpan sehingga dapat menyediakan pakan di musim kemarau dan menambah pendapatan petani.

(2)

PENDAHULUAN

Sorgum (Sorghum bicolor L Moench) adalah tanaman serealia yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Sorgum mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang luas. Potensi dan keunggulan yang dimiliki sorgum antara lain dapat ditanam pada lahan suboptimal berupa lahan kering, rawa, dan lahan masam yang tersedia cukup luas di Indonesia, sekitar 38,7 juta hektar, dengan produktivitas yang cukup tinggi, dan kandungan protein lebih tinggi dari beras (Warta IPTEK 2012). Keunggulan utama yang dimiliki sorgum adalah daya adaptasi agroekologi yang luas menjadikannya dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya seperti padi, jagung, dan kedelai. Oleh karena itu komoditas sorgum relatif tidak akan berkompetisi dengan tanaman pangan utama. Borghi et al. (2013) menjelaskan sorgum merupakan tanaman biji-bijian alternatif yang dapat tumbuh di lingkungan kurang terkelola, dimana tanaman bijian lainnya tidak dapat tumbuh dengan baik.

Tanaman sorgum mempunyai banyak keunggulan, dalam budidaya menghasilkan produksi tinggi, keperluan input lebih sedikit, dapat ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dan dapat diratun (sekali tanam panen beberapa kali) yang akan mengurangi biaya produksi, serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit sehingga resiko gagal relatif kecil (Rahmi et al. 2007). Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak. Sorgum termasuk lima besar sereal penting di dunia, yang merupakan bahan makanan pokok untuk sekitar 500 juta manusia di lebih dari 30 negara semi-arid, selain juga menjadi bahan pakan (Akinseye et al. 2017).

Budidaya sorgum sudah dilakukan dibeberapa daerah terutama di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo). Pengembangan sorgum diutamakan pada daerah-daerah yang pernah melakukan pertanaman sorgum. Pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupaya mengembangkan sorgum sebagai pangan, pakan, dan energi alternatif. PTPN XII pada tahun 2013 telah mengembangkan sorgum seluas 1.154 ha dan pada tahun 2014 ditingkatkan menjadi 3.000 ha (Anonimus 2013).

Sorgum memiliki multi fungsi dan hampir tidak ada bagian tanaman yang terbuang mulai dari biji untuk pangan, energi dan pakan, sedangkan batang dan daun berupa brangkasan tanaman untuk pakan (ruminansia), sehingga perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan. Dalam upaya peningkatan produksi sorgum, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) hingga tahun 2013 telah melepas 15 varietas sorgum dengan berbagai karakteristik keunggulan, termasuk varietas Numbu dan Kawali yang dilepas 2001 dengan potensi hasil 4-5 ton/ha (Balitsereal 2015). Varietas Numbu merupakan salah satu sorgum manis yang berumur dalam (>95 hari) dan cocok digunakan sebagai pakan (forage sorghum) karena produksi biomassanya tinggi. Pengolahan limbah sorgum seperti brangkasan tanaman untuk pakan ternak perlu dikembangkan untuk mendapatkan nilai tambah dari usaha tani sorgum, dengan melakukan fermentasi brangkasan untuk menghasilkan silase yang memiliki nilai gizi tinggi dan nilai ekonominya serta dapat disimpan lebih lama.

Penyediaan varietas unggul sorgum untuk menghasilkan produksi tinggi termasuk brangkasan tanaman perlu memperhatikan pengaturan populasi tanaman (jarak tanam). Untuk mengatasi kelangkaan penyediaan pakan pada waktu atau musim

(3)

kemarau,penanaman sorgum dapat dilakukan karena mempunyai kemampuan tumbuh yang tinggi. Berkaitan hal ini, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi produksi brangkasan tanaman sorgum melalui pengaturan jarak tanam guna mendukung penyediaan pakan dan pendapatan petani.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Maros pada bulan Agustus-Desember 2016. Percobaan menggunakan enam tingkat populasi yang menggunakan varietas Numbu dengan tiga kali ulangan. Adapun tingkat populasi tanaman tersebut yaitu:

1. Jarak tanam 60×10 cm = 166.667 tanaman/ha 2. Jarak tanam 60×15 cm = 111.111 tanaman/ha 3. Jarak tanam 60×20 cm = 83.333 tanaman/ha 4. Jarak tanam 70×10 cm = 142.857 tanaman/ha 5. Jarak tanam 70×15 cm = 95.238 tanaman/ha 6. Jarak tanam 70×20 cm = 71.429 tanaman/ha

Tiap kombinasi percobaan tanam luas petak 5×9 m2. Takaran pupuk NPK yang diberikan adalah 250 kg urea + 200 kg phonska/ha. Pemberian pupuk dilaksanakan dua kali pada 10 dan 35 hari setelah tanam (hst). Pada pemupukan pertama, diberikan setengah dosis urea dan seluruh pupuk phonska. Pemupukan kedua dilakukan untuk memberikan seluruh sisa pupuk N. Pemeliharaan dilakukan secara optimal meliputi pengairan, penyiangan, pembumbunan serta pengendalian hama dan penyakit. Sorgum dipanen pada saat masak fisiologis, biji sudah mengeras dan malai telah menguning. Variabel yang diamati penampilan agronomik yaitu panjang batang, diameter batang, jumlah ruas dan bobot brangkasan sorgum pada umur panen 110 hst.

Penelitian ini selain ditinjau dari aspek teknis/budidaya juga ditinjau dari sisi ekonomi. Untuk mengetahui nilai ekonominya, pengumpulan data mulai dari persiapan lahan sampai panen hasil mencakup jumlah dan harga input yang digunakan (sarana produksi dan tenaga kerja), serta jumlah dan harga output yang dihasilkan dalam hal ini brangkasan batang sorgum. Selain itu dikumpulkan juga data pendukung dari studi referensi dan data penunjang lainnya. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, input-output (keuntungan) dan analisis efisiensi usaha tani dengan R/C rasio. Jika nilai R/C >1 berarti usaha taninya efisien, karena jumlah penerimaan yang diperoleh lebih besar dari jumlah biaya yang dikeluarkan (Soekartawi 1995; Kadariah 1998; Hanafie 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi brangkasan sorgum dan pendapatannya

Pengaturan populasi atau jarak tanam mempengaruhi lingkungan fisik secara langsung maupun tidak langsung melalui kompetisi tanaman dalam memanfaatkan air, cahaya, dan unsur hara dalam tanah. Untuk memanfaatkan secara optimal sinar surya dalam proses fotosintesis adalah dengan memodifikasi populasi atau jarak tanam. Soleh et al. (2009) menyatakan bahwa jarak tanam yang optimum akan memberikan pertumbuhan bagian atas tanaman yang baik sehingga dapat lebih banyak cahaya matahari dan pertumbuhan bagian akar juga baik, sehingga dapat memanfaatkan lebih banyak unsur hara. Hasil penelitian Snider et al. (2012) menunjukkan bahwa populasi tanaman tidak mempengaruhi tinggi tanaman, namun sangat berpengaruh terhadap bobot batang.

(4)

Bobot brangkasan tanaman sorgum varietas Numbu pada perlakuan kepadatan populasi tanaman per hektar cukup bervariasi, berkisar 39,0-80,7 t/ha (Tabel 1). Bobot brangkasan tertinggi dihasilkan pada jarak tanam 60×10 cm (populasi tanaman 166.667/ha) sebesar 80,7 t/ha dan yang terendah jarak tanam 70×20 cm (populsi tanaman 71.429/ha) sebanyak 39 t/ha. Produksi brangkasan tanaman, selain dipengaruhi oleh populasi tanaman atau jarak tanam juga faktor varietas dan lingkungannya. Hasil penelitian di kebun percobaan (KP). Bontobili, Gowa Sulawesi Selatan, bobot biomassa Kawali dan Numbu jarak tanam 75×25 cm masing-masing menghasilkan 21,38 t/ha dan 25,82 t/ha (Fatmawati & Yasin 2016). Penelitian Efendi et al. (2013) di KP Bajeng menghasilkan bobot biomassa Watar Hammu Putih 53,8 t/ha dan Numbu 45,3 t/ha. Subagio & Syuryawati (2013) menjelaskan bahwa produksi yang tinggi umumnya diperoleh dari varietas berumur dalam dan cocok untuk digunakan sebagai pakan (forage sorghum).

Produksi biomassa/brangkasan tanaman sorgum masih dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan sistem tanaman ratun secara optimal dan dapat mengurangi biaya produksi. Bobot biomassa segar tanaman primer mencapai 43,0 t/ha dan pertanaman ratun pertama mampu menghasilkan biomassa 22,6 t/ha (Efendi dan Pabendon 2010). Potensi sistem ratun pada tanaman sorgum sangat menjanjikan, terutama pada lahan kering dimana tanaman palawija sudah tidak dapat tumbuh (Tsuchihashi & Goto 2004).

Tabel 1. Penampilan agronomik dan brangkasan varietas Numbu pada beberapa jarak tanam pada umur 110 hst KP Maros (2016)

Variabel pengamatan Jarak tanam (cm)

60×10 60×15 60×20 70×10 70×15 70×20 Panjang batang (cm) 266,8 261,3 259,4 270,2 261,5 247,2 Diameter batang (mm) 21,8 19,3 20,4 18,1 20,1 20,3 Jumlah ruas 13,0 13,0 14,0 12,0 13,0 12,0 Bobot brangkasan (t/ha) 80,7 55,7 50,3 47,7 47,3 39,0

Untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diterima dari produksi biomassa/brangkasan tanaman sorgum dilakukan analisis finansial usaha taninya.Menurut Soekartawi (2011) bahwa analisis usaha tani dilakukan petani untuk mengetahui keunggulan komparatif, kenaikan hasil, subsitusi, pengeluaran biaya usaha tani dan pertimbangan harga. Pada penelitian ini, hasil analisis finansial terhadap sarana produksi yang digunakan menunjukkan bahwa biaya sarana produksi pada semua jarak tanam yang dievaluasi nilainya sama sebesar Rp. 2.345.000/ha karena jumlah input yang digunakan sama. Untuk penggunaan tenaga kerja biayanya bervariasi berkisar Rp. 6.446.500-7.543.000/ha. Besarnya biaya tenaga kerja yang digunakan tergantung pada kegiatannya, antara lain biaya pemupukan, penyiangan, dan panen. Penggunaan tenaga kerja dalam hari orang kerja (HOK) ditentukan oleh kecepatan kerja. Kecepatan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur tenaga kerja, pengalaman dan keterampilan berusaha tani, kondisi pertanaman dan lahan, serta produksi (Syuryawati & Faesal 2016). Total biaya usaha tani produksi brangkasan sorgum berdasarkan evaluasi enam jarak tanam berkisar Rp. 8.791.500 sampai Rp. 9.888.000/ha (Tabel 2).

Berdasarkan produksi brangkasan tanaman sorgum yang dihasilkan pada masing-masing jarak tanam, yang memberikan keuntungan tertinggi dicapai pada jarak tanam 60×10 cm sebesar Rp. 18.357.00/ha dengan nilai R/C 2,86. Nilai ini merupakan hasil perbandingan antara jumlah penerimaan (revenue) penjualan produksi brangkasan sorgum

(5)

70×20 cm sebanyak Rp. 4.583.000/ha dengan nilai R/C 1,51. Pada jarak tanam 60×15 cm keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 10.703.500/ha (R/C 2,22), selanjutnya jarak tanam 60×20 cm sebesar Rp. 8.519.000/ha (R/C 1,94), kemudian jarak tanam 70×10 sebesar Rp. 7.582.000/ha (R/C 1,83) dan jarak tanam 70×15 cm sebanyak Rp. 6.765.000/ha (R/C 1,69).

Untuk mengetahui efisiensi usaha tani digambarkan dengan nilai R/C (revenue of cost). Apabila dihasilkan nilai R/C >1 berarti usaha taninya efisien, karena jumlah penerimaan usaha tani yang diperoleh lebih besar dari jumlah biaya yang dikeluarkan. Pada keenam populasi tanaman sorgum ini menunjukkan nilai R/C >1 yang artinya usaha tani sorgum ini secara finansial efisien sehingga memungkinkan untuk diterapkan petani karena memberikan keuntungan. Produksi brangkasan sorgum pada jarak tanam 60×10 cm sangat menguntungkan sehingga lebih layak diusahakan dan nilai R/C 2,86 yang lebih tinggi dari jarak tanam lainnya sehingga lebih efisien, karena dalam setiap penggunaan biaya Rp. 1 dalam produksi brangkasan sorgum akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 2,86. Selain itu, rasio biaya per kilogram brangkasan tanaman sorgum pada populasi tersebut juga menunjukkan angka yang lebih rendah yaitu Rp. 123, yang berarti untuk menghasilkan 1 kg brangkasan tanaman sorgum populasi ini hanya membutuhkan biaya Rp. 123, sedangkan pada jarak tanam lainnya memerlukan biaya yang lebih besar (Tabel 2).

Kebutuhan pakan dan kandungan nutrisinya

Pemanfaatan tanaman sorgum dari hasil daun dan batang segar berupa brangkasan tanaman untuk dijadikan pakan (sapi) dapat membantu ketersediaan pakan, dan dapat disimpan dalam waktu lama melalui fermentasi. Di samping itu pengelolaan brangkasan tanaman ini memberikan tambahan pendapatan dari usaha tani sorgum. Biomassa/brangkasan tanaman sorgum merupakan salah satu bahan pakan dari beberapa sumber pakan sapi seperti biomassa jagung, tebu, dan beberapa jenis legum, sehingga mendukung diversifikasi pakan ternak dalam kebutuhan konsumsinya. Komposisi nutrisi antara biomassa sorgum dan jagung tidak berbeda jauh antara lain pada kandungan protein kasar dan lemak kasar. Bahkan pada kandungan serat kasar persentase kadar biomassa sorgum lebih tinggi dapat mencapai 27,3-32,8% sedangkan pada biomassa jagung 26,4% serat kasar (Tabel 3). Demikian pada kadar NDF (neutral detergent fiber) dan ADF (acid detergent fiber) sorgum cukup tinggi. Varietas Numbu, Hegari Genjah dan Kawali memiliki kadar NDF masing-masing 76,89; 73,08; dan 72,85%, sedangkan kadar ADF masing-masing 44,87; 41,80; dan 41,30%, ini masih sesuai dengan kebutuhan sumber pakan ternak ruminansia (Pratiwi 2011).

Batang dan daun sorgum memiliki rasa manis dan renyah serta dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak, terutama sapi. Di Australia, batang dan daun sorgum telah dikembangkan sebagai forage sorghum dan sweet sorghum untuk pakan (Irawan & Sutrisna 2011). Kebutuhan konsumsi rata-rata setiap ekor sapi adalah 15 kg daun segar/hari (Edy 2011). Potensi daun sorgum manis adalah 14-16% dari bobot biomassa segar batang atau sekitar 3 ton daun segar/ha dari total produksi 20 t/ha. Setiap hektar tanaman sorgum dapat menghasilkan 2,62 ton bahan kering (Widiyanto 2016). Pemberian secara langsung daun sorgum pada ternak harus melalui proses pelayuan terlebih dahulu sekitar 2-3 jam. Nutrisi daun sorgum setara dengan rumput gajah dan pucuk tebu. Kandungan nutrisi limbah sorgum tidak berbeda nyata dengan jerami jagung dan pucuk tebu (Balitnak 2006).

Kebutuhan hijauan pakan sapi adalah 60% dari kebutuhan pakannya atau rata-rata 29 kg/ekor/hari dengan kisaran 11-39 kg/ekor/hari. Hal ini sangat tergantung dari bobot badan

(6)

Tabel 2. Analisis finansial produksi brangkasan sorgum berdasarkan jarak tanam. KP Maros (2016)

Uraian Jarak tanam (cm)

60×10 60×15 60×20 70×10 70×15 70×20

Biaya sarana produksi (Rp./ha)

Benih 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000 175.000 Pupuk urea 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 Pupuk phonska 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 Gramoxone 440.000 440.000 440.000 440.000 440.000 440.000 Pengairan 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 Jumlah 2.345.000 2.345.000 2.345.000 2.345.000 2.345.000 2.345.000 Biaya tenaga kerja

Pengolahan tanah 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 Menanam 917.500 646.500 631.500 779.500 1.022.000 934.500 Memupuk 2× 1.187.500 1.398.000 1.148.500 1.334.500 1.195.000 1.281.500 Penyiangan 3× 1.577.000 1.572.500 1.581.000 1.556.500 1.576.500 1.569.500 (Manual + herbisida) Pembumbunan (2×) 944.500 548.500 815.000 901.500 1.006.000 822.000 Panen 1.916.500 1.281.000 1.565.000 1.196.000 1.645.500 1.114.500 Jumlah 7.543.000 6.446.500 6.741.000 6.768.000 7.445.000 6.722.000 Total biaya produksi 9.888.000 8.791.500 9.086.000 9.113.000 9.790.000 9.067.000

Produksi brangkasan sorgum (t/ha) 80,7 55,7 50,3 47,7 47,3 39,0

Penerimaan (Rp./ha) 28.245.000 19.495.000 17.605.000 16.695.000 16.555.000 13.650.000 Keuntungan (Rp./ha) 18.357.000 10.703.500 8.519.000 7.582.000 6.765.000 4.583.000

R/C rasio 2,86 2,22 1,94 1,83 1,69 1,51

Rasio biaya/kg brangkasan sorgum 123 158 181 191 207 233

Harga brangkasan sorgum Rp. 350/kg; Upah tenaga kerja Rp. 50.000/HOK; Upah penyiraman: Rp. 200.000/penyiraman (termasuk bensin dan upah tenaga kerja)

(7)

Tabel 3. Komposisi kimia biomassa sorgum dan jagung Biomassa Bahan kering (%) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Abu (%) Ekstrak tanpa nitrogen (%) Jagung 36,10 8,34 3,52 26,4 5,61 56,1 Sorgum Atlas 24,25 5,40 4,40 27,3 8,07 54,8 FS-1A 24,60 7,30 2,90 23,6 9,72 36,4 FS-22 24,30 6,70 4,80 32,8 12,8 -

Sumber: Joseph & Blessin (2013)

sapi (Wiguna & Suprapto 1997). Kebutuhan pakan sapi dewasa 6,90 kg bahan kering/ekor/hari dan untuk anak sapi 3,99 kg bahan kering/ekor/hari (Looper 2016). Dalam penelitian ini, produksi brangkasan segar sorgum yang dihasilkan sebanyak 80,7 ton, bila diasumsikan kebutuhan pakan ternak sebesar 29 kg/ekor/hari maka hasil penelitian ini mampu memenuhi kebutuhan ternak 2.783 ekor sapi.

Pembuatan silase dari brangkasan sorgum meningkatkan kandungan gizi, ekonomi dan dapat disimpan. Hasil temuan dari produk silase dengan teknologi starbio memberikan keuntungan Rp 387.400/ekor dalam waktu 5 bulan, sedangkan teknologi bioplus sebesar Rp. 365.219 per lima bulan. Pertambahan bobot sapi dengan teknologi starbio berkisar 313,31-959,15 gram/ekor/hari (tergantung bobot saat introkulasi teknologi) yang lebih baik dari teknologi bioplus mencapai 215,63-775,00 gram/ekor/hari (Wiguna & Suprapto 1997).

KESIMPULAN

Produksi brangkasan sorgum tertinggi diperoleh pada jarak tanam 60×10 cm dengan populasi 166.667 tanaman/ha sebesar 80,7 t/ha. Produksi brangkasan sorgum ini mampu memenuhi kebutuhan pakan untuk 2.783 ekor sapi dengan asumsi 29 kg/ekor/hari. Keuntungan tertinggi diperoleh pada jarak tanam 60×10 cm yaitu sebesar Rp. 18.357.000/ha dengan nilai R/C 2,86 dan rasio biaya/kg brangkasan sorgum lebih rendah Rp. 123.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada Suwarti SP, MP atas kerjasamanya dalam penelitian ini sebagai penanggungjawab kegiatan teknis di lapangan sehingga penelitian terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Akinseye F, Adam M, Agele S, Hoffmann MP, Traore PC, Whitbread AM. 2017. Assessing crop model improvements through comparison of sorghum (Sorghum bicolor L Moench) simulation models: A case study of West African varieties. F Crop Res. 201:19-31.

Anonimus. 2013. PTPN XII perluas pertanaman sorgum [Internet]. [Diakses 9 Februari 2013]. Available from: http//www.antaranews.corn//berita

(8)

Balitnak. 2006. Potensi sorgum sebagai sumber pakan ternak. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. Balitsereal. 2015. Sorgum: Varietas dan teknik budidaya. Maros (Indonesia): Balai Penelitian

Tanaman Serealia.

Borghi E, Crusciol CAC, Nascente AS, Sousa VV, Martins PO, Mateus GP, Costa C. 2013. Sorghum grain yield, forage biomass production and revenue as affected by intercropping time. Eur J Agron. 51:130-139.

Efendi R, Aqil M, Pabendon MB. 2013. Evaluasi genotype sorgum manis (Soeghum bicolor L Moench) produksi biomassa dan daya ratun tinggi. J Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 32:116-125.

Efendi R, Pabendon MB. 2010. Seleksi genotipe sorgum manis untuk produksi biomassa dan daya ratun tinggi. Perakitan varietas sorgum untuk bahan bioethanol dan bahan pangan. Laporan Akhir Tahun Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros (Indonesia): Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Edy S. 2011. Aspek budidaya, prospek, kendala dan solusi pengembangan sorgum di Indonesia [Internet]. [Diakses 18 April 2013]. Available from: http://edy sof.woedpress.com

Fatmawati, Yasin MHG. 2016. Karaktek agronomis dan hasil beberapa galur sorgum. Buletin Penelitian Tanaman Serealia. 1:32-37.

Hanafie R. 2010. Pengantar ekonomi pertanian. Yogyakarta (Indonesia): Penerbit Andi.

Irawan B, Sutrisna N. 2011. Prospek pengembangan sorgum di Jawa Barat mendukung diversifikasi pangan. Forum Agro Ekonomi. 29:99-113.

Joseph SW, Blessin CW. 2013. Composition of sorghum plant grain. Chapter 4. p. 118-166. Kadariah. 1998. Evaluasi proyek analisis ekonomi. Jakarta (Indonesia): LPFE-UI.

Looper M. 2016. Beef cattle research update. Fayetteville (USA): United States of Agriculture University of Arkansas and Country Goverments Cooperating.

Pratiwi II. 2011. Analisis kandungan ADF dan NDF limbah tiga varietas tanaman sorgum (Sorghum bicolor L Moench) sebagai sumber pakan ternak ruminansia. J Agricola. 1:149-152. Rahmi, Syuryawati, Zubachtirodin. 2007. Teknologi budidaya sorgum. Maros (Indonesia): Balai

Penelitian Tanaman Serealia.

Soekartawi. 1995. Analisis usaha tani. Jakarta (Indonesia): Penerbit Universitas Indonesia.

Soekartawi. 2011. Teori ekonomi produksi dengan pokok pembahasan analisis fungsi Con Douglass. Jakarta (Indonesia): Rajawali Pers.

Soleh MAT, Siddique MAB, Asaduzzaman M, Alam MN, Karim MM. 2009. Varietal performance of transplant aman rice under different hill densities. Bangladesh J Agric Res. 34:33-39. Snider JL, Raper RL, Schwab EB. 2012. The effect of row spacing and seeding rate on biomass

production and plant stand characteristics of non-irrigated photoperiod-sensitive sorghum (Sorghum bicolor L Moench). Ind Crops Prod. 37:527-535.

Subagio H, Syuryawati. 2013. Wilayah penghasil dan ragam penggunaan sorgum di Indonesia. Dalam: Sumarno, Damardjati DS, Syam M, Hermanto, penyunting. Sorgum: Inovasi teknologi dan pengembangannya. Jakarta (Indonesia): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm. 24-37.

Syuryawati, Faesal 2016. Kelayakan finansial penerapan teknologi budi daya jagung pada lahan sawah tadah hujan. J Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 35:71-80.

Tsuchihashi N, Goto Y. 2004. Cultivation of sweet sorghum (Sorghum bicolor L Moenc) and determination of its haervest time to make use as the raw material for fermentation, practiced

(9)

Warta IPTEK. 2012. Potensi tanaman sorgum untuk menopang ketahanan pangan nasional. Widiyanto E. 2016. Potensi sorgum sebagai pakan ternak di lahan kering.

Wiguna IA, Suprapto. 1997. Pengkjian sistem usaha pertanian (SUP) berbasis sapi potong di Bali. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bali (Indonesia): Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Denpasar. hlm. 909-926.

DISKUSI Pertanyaan

Darimanakah menentukan harga jual brangkasan sorgum dan apakah produksi gandumnya juga diukur?

Jawaban

Gambar

Tabel 1. Penampilan agronomik dan brangkasan varietas Numbu pada beberapa jarak tanam pada  umur 110 hst KP Maros (2016)
Tabel 2. Analisis finansial produksi brangkasan sorgum berdasarkan jarak tanam. KP Maros (2016)
Tabel 3. Komposisi kimia biomassa sorgum dan jagung  Biomassa  Bahan  kering (%)  Protein  kasar (%)  Lemak  kasar (%)  Serat  kasar (%)  Abu (%)  Ekstrak tanpa nitrogen (%)  Jagung  36,10  8,34  3,52  26,4  5,61  56,1  Sorgum  Atlas  24,25  5,40  4,40  27

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa penelitian yang ada, penulis membuat pengembangan penelitian perancangan lampu penerangan otomatis, yang mana dari penelitian tersebut diharapkan dapat

Kemudian saya diarahkan ke pembimbing yaitu Mas Nanang, kemudian saya dikenalkan sistem-sistem yang ada di kecamatan, yaitu SiMARDi (Sistem Informasi Manajemen

Terkait dengan permasalahan yang penulis angkat mengenai keabsahan BAP penyidikan saksi yang dijadikan sebagai alat bukti surat dalam surat tuntutan yang dibuat

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas pelatihan keterbukaan diri dalam meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal pada penyandang disabilitas

Masalah umum dalam penelitian ini adalah ³$SDNDK SHQJJXQDDQ PHWRGH diskusi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi Peserta Didik

Sedangkan, hasil sintesa kedua karakteristik tersebut bisa disampaikan sebagai berikut : maksud perjalanan didominasi oleh perjalanan bekerja dan kuliah, moda sebelum

Penulis berharap di masa mendatang akan ada yang melakukan penelitian lebih dalam pada lirik lagu band My First Story dengan data yang lebih banyak. Melalui penelitian ini

[r]