• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Ubi Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Botani Ubi Kayu"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Ubi Kayu

Ubi kayu berasal dari belahan bumi barat, pusat asal tanaman ini adalah bagian utara Amazon di wilayah Brasil (Rubatzky dan Yamaguchi,1998). Penyebaran tanaman ini antara lain ke Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke Indonesia tahun 1982 (Purwono dan Purnamawati, 2010). Taksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Kelas : Dycotiledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbitaceae Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantz (Prihandata et al. 2007)

Ubi kayu adalah tanaman berumah satu yang diambil patinya, tumbuh setinggi 1-4 m, daun besar yang menjari dengan 5-9 helai belahan lembar daun. Daunnya bertangkai panjang cepat luruh, yang berumur paling lama hanya beberapa bulan (Rubatzky dan Yamaguchi,1998). Ubi kayu berbunga terbaik pada suhu sedang (24°C). Waktu yang dibutuhkan daun dari mulai tampak sampai berukuran penuh ± 2 minggu. Periode ini menjadi lebih lama apabila suhu lingkungan lebih rendah. Ukuran daun yang berkembang penuh meningkat dengan umur tanaman sampai tanaman berumur 4 bulan. Bunga terdapat pada tandan-tandan dekat dengan ujung cabang. Kuncup pada ketiak daun yang berkembang akan membentuk cabang tanaman (Cock, 1981).

Syarat Tumbuh

Ubi kayu memerlukan syarat tumbuh yang sesuai agar produksi optimal, yaitu curah hujan 150-200 mm pada umur 1-3 bulan, 250-300 mm pada umur 4-7 bulan, dan 100-150 mm pada fase menjelang dan saat panen (Wargiono et al.,

(2)

2006). Berdasarkan karakteristik tersebut, iklim di Indonesia dan kebutuhan air ubi kayu dapat dikembangkan di hampir semua kawasan, baik di daerah beriklim basah maupun beriklim kering sepanjang air tersedia sesuai dengan kebutuhan tanaman tiap fase pertumbuhan. Pada umumnya daerah sentra produksi ubi kayu memiliki tipe iklim C, D, dan E, serta jenis lahan yang didominasi oleh tanah alkalin dan tanah masam, kurang subur, dan peka terhadap erosi (Wargiono et al., 1996). Hingga kini sentra penanaman ubi kayu masih berada di daerah Jawa, dimana daerah ini lebih banyak memiliki jenis tanah Alfisol, Ultisol, Inseptisol, yang pada umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah (Suryana, 2006).

Ubi kayu tahan terhadap kekeringan, tetapi untuk mendapatkan hasil yang baik, harus diairi pada musin kering. Tanaman ini banyak dipetik daunnya, terutama untuk panen kedua yang diusahakan umbinya, meskipun pengambilan daun yang terlalu banyak dapat mengurangi hasil umbinya (William dan Peegrine, 1993).

Ubi kayu dapat ditanam secara monokultur atau tumpang sari dengan jagung, kacang tanah, dan buncis. Pada penanaman secara tumpang sari sebaiknya digunakan jarak tanam yang lebih renggang (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Pertanaman monokultur dapat ditanam dengan jarak tanam 1 m x 1 m, 2 m x 0.5 m, dan 1.8 m x 0.6 m. Pada pertanaman tumpang sari dengan jagung, garut, dan kacang tanah, ubi kayu dianjurkan ditanam dengan sistem baris ganda dengan jarak tanam 50 cm antar baris yang dekat, dan 200 cm antar baris yang jauh, dengan jarak tanam antar baris 100 cm (Munip dan Ispandi, 2004).

Perbanyakan tanaman dengan Stek

Pada beberapa tanaman pangan perbanyakan tanaman akan lebih mudah, lebih baik, dan lebih hemat dengan menggunakan perkembangbiakan secara vegetatif daripada dengan menggunakan benih. Beberapa tanaman pangan mencakup kentang, ubi jalar, pisang, dan tebu dapat diperbanyak dengan akar, rimpang, dan bagian vegetatif lainnya (Hartmann et al., 1990).

Perbanyakan tanaman umumnya dilakukan dengan stek batang tanaman sebelumnya. Stek diambil dari bagian tengah batang agar matanya tidak terlalu tua tetapi juga tidak terlalu muda. Perbanyakan dengan biji hanya dilakukan untuk

(3)

pemuliaan tanaman dalam mencari varietas unggul (Purwono dan Purnamawati, 2010). Penggunaan bibit bermutu dan varietas unggul mempunyai beberapa manfaat yaitu menghemat penggunaan bibit, tanaman dapat tumbuh dengan seragam, dan dapat mempetahankan sifat-sifat unggul dari varietas yang bersangkutan (Direktorat Bina Tanaman Pangan, 1983).

Penyediaan bibit ubi kayu yang diperbanyak dengan stek batang mempunyai tingkat penggandaan (multiplication rate) yang rendah. Pada pembibitan secara tradisional, dari satu batang ubi kayu (dengan dua cabang) hanya diperoleh 5-10 stek, sehingga pada kondisi optimal dari satu hektar pertanaman pembibitan, diperkirakan akan diperoleh 50 000-100 000 bibit. Oleh karena itu, luas areal pembibitan minimal adalah 20% dari luas areal yang ditanami. Penggunaan stek pendek dengan 2-3 mata tunas menghasilkan stek lebih cepat (rapid

multiplication), sehingga akan diperoleh 5-10 kali lebih banyak dibandingkan

dengan cara tradisional (Wargiono et al., 2006).

Perbanyakan tanaman ubi kayu lebih banyak dilakukan dengan menggunakan stek. Stek yang disimpan biasanya menghasilkan lebih sedikit tunas dibandingkan dengan stek yang baru. Perbedaan pertumbuhan ini terkait dengan infeksi mikroba pada tanaman yang disimpan (Cock et al., 1982).

Kandungan HCN

Semua bagian tanaman ubi kayu mengandung glikosida. Kandungan glikosida tertinggi terdapat pada pucuk muda. Dua macam glikosida yang terdapat pada tanaman ubi kayu adalah linamarin dan lotaustralin. Konsentrasi dari glikosida tersebut tergantung pada varietas, cuaca, dan kondisi lingkungan sekitar. Rata-rata glikosida ini antara 15-400 ppm (mg HCN/kg), namun adakalanya beberapa varietas memiliki nilai HCN dibawah 10 mg HCN/kg atau HCN yang lebih dari 200 mg HCN/kg (Balagopala et al., 1988).

Umbi umumnya mengandung 10 - 490 mg HCN/kg umbi basah, tergantung pada varietas. Senyawa HCN ini berbahaya jika dikonsumsi lebih dari 1 mg HCN per kg bobot tubuh per hari. Ubi kayu dengan kadar HCN kurang dari 50 mg/kg bobot umbi aman untuk dikonsumsi. Sementara itu, ubi kayu yang mengandung

(4)

lebih dari 100 mg/kg bobot umbi hanya diperbolehkan untuk industri, seperti untuk pembuatan tepung tapioka (Purwono dan Purnamawati, 2010).

Ubi kayu biasanya diklasifikasikan menjadi umbi manis dan pahit. Beberapa penelitian menunjukkkan manis dan pahitnya umbi tidak dapat ditentukan dari besarnya kandungan HCN tersebut (Balagopala et al., 1988).

Varietas Ubi Kayu

Salah satu faktor yang menentukan produksi tinggi pada tanaman ubi kayu adalah varietas. Varietas yang biasa ditanam antara lain Adira 1, Adira 2, Adira 4, Darul Hidayah, Malang 1, Malang 2, Malang 4, Malang 6, UJ-3, dan UJ-5 (Purwono dan Purnamawati, 2010). Penggunaan varietas yang berdaya hasil tinggi merupakan hal yang dapat menarik konsumen dalam pembudidayaan tanaman ini. Selain berdaya hasil tinggi, hal lain yang harus dipenuhi yaitu sifat toleran kekeringan, toleran lahan pH rendah dan tinggi, toleran keracunan Al, dan keefektifan memanfaatkan hara P yang terikat oleh Al dan Ca, seperti varietas Adira 4, Malang 6, UJ-3, dan UJ-5 (Roja, 2009).

Selain dalam hal produksi yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan varietas adalah kadar pati, kadar HCN, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Varietas lokal saat ini juga telah banyak dibudidayakan oleh petani, seperti : Genderuwo, Gatotkaca, Perelek, Ketan, Gambyang, Kaspo, Budin dan Bogor (Sutardi dan Harnowo, 2007).

Varietas yang dipakai dalam penelitian ini adalah Adira 1, Adira 4, Malang 4, dan UJ-5. Menurut Waluya (2011), varietas yang memiliki daya tumbuh terbaik dari awal tanam (1 MST) yaitu Malang 4 , sedangkan Adira 1 dan Adira 4 pada saat 2 MST, dan UJ-5 pada 3 BST.

Varietas Adira 1 merupakan varietas yang memiliki umur panen 215 hari, produksi 22 ton/ha, tahan layu dan tungau merah, Adira 4 merupakan varietas dengan umur panen 240 hari, produksi 35 ton/ha, dan tahan layu. Malang 4 merupakan varietas dengan umur panen 9 bulan dan produksi 39.7 ton/ha, sedangkan UJ-5 merupakan varietas memiliki umur panen 9-10 bulan dan produksi 25-38 ton/ha (Direktorat Perbenihan, Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan, 1976).

(5)

Hama dan Penyakit

Ubi kayu toleran terhadap serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan titik apikal, memperkecil jumlah umbi, ukuran umbi, dan ukuran daun. Hasil produksi umbi dapat berkurang karena adanya gangguan yang memperpendek umur daun dan laju fotosintesis (Cock, 1978).

Menurut Daryanto dan Murjati (1980) hama yang terdapat pada tanaman ubi kayu diantaranya adalah :

1. Termes gilvus Hag. Hama ini merupakan rayap yang sering merusak

tanaman ubi kayu yang baru ditanam atau masih muda sehingga banyak stek yang mati dan harus segera disulam. Usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari rayap adalah dengan menanam stek dalam kebun yang telah bersih.

2. Tertracylus binaculas Harv. Hama ini tidak lain adalah tungau yang

berukuran sangat kecil ± 1.5 mm dan dapat terlihat sebagai titik merah pada sebelah bawah helain daun. Hama seperti ini mula-mula menghisap daun dekat urat-urat daun hingga warna daun menjadi bercak kekuningan dan menjadi coklat tua.

Menurut Sutardi dan Harnowo (2007) pada dasarnya pengendalian hama dan tanaman perlu dilakukan dengan benar yakni mengacu pada metode pengendalain hama terpadu (PHT) yang telah disosialisasikan oleh perlindungan tanaman. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan adalah :

1. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan musuh alami. 2. Perbaikan teknik budidaya.

3. Memotong atau membuang bagian tanam yang terserang. 4. Penggunaan pestisida.

Panen dan Kriteria Panen Ubi Kayu

Panen pada tanaman ubi kayu dapat dilakukan apabila umbi tanaman tersebut telah masak. Kemasakan umbi pada setiap tanaman berbeda-beda , tetapi biasanya umbi dapat dipanen ketika berumur di bawah 12 bulan (Grace, 1977). Panen umbi secara normal dilakukan pada saat tanaman berumur 7 bulan dan maksimum dilakukan pada saat tanaman berumur 18 bulan dari setelah tanam.

(6)

Ubi kayu untuk tepung biasanya dipanen pada umur antara 10 sampai 11 bulan. Apabila tanaman dipanen melebihi umur tersebut maka umbinya akan berserat. Pemanenan biasanya dilakukan secara manual atau menggunakan tangan. Pada tanah yang keras, hal yang pertama dilakukan adalah dengan memotong batang dan membongkar umbinya (Balagopala et al., 1988).

Hasil panen yang diharapkan untuk ubi kayu adalah memiliki kadar pati yang maksimum. Ubi kayu berdasarkan umur panen dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu: (1). tujuh bulan (genjah), (2). sembilan bulan (sedang), (3). sepuluh bulan (dalam). Kualitas pati pada tanaman tidak berubah walaupun panennya ditunda hanya saja bobot umbi akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Balai Penelitian Tanaman Pangan, 2004). Umur panen optimal untuk ubi kayu yang digunakan sebagai bahan dasar tapioka adalah 10-12 bulan. Terdapat kecenderungan peningkatan produktivitas, kadar pati, serta penurunan terhadap kulit dan ampas dengan bertambahnya umur panen (Sunihardi dan Hermanto, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Cerpen “Senyum Karyamin” karya Ahmad Tohari sangat menarik dijadikan sebagai penelitian pada stratifikasi sosialnya, cerpen ini juga dapat dijadikan sebagai

TARGET KINERJA PROGRAM DAN KERANGKA PENDANAAN RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF.. DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMASI KABUPATEN

Pada masing-masing akar ke-8 spesies tanaman yang sangat peka itu terdapat puru banyak sekali. Banyak punr yang

Hal ini juga dibuktikan dari data Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang menunjukkan bahwa penyakit kulit dan jaringan subkutan menjadi peringkat ketiga dari 10 penyakit

marah dan burung itu lalu pergi dengan cacing curiannya. Karena merasa terganggu si nelayan akhirnya menyuruh anjingnya untuk berada di ujung perahu. Hal yang

Adanya hasil positif antibodi virus penyakit Jembrana kemungkinan disebabkan oleh post vaksinasi. Sapi Bali yang ada banyak yang baru dibeli dari Lampung, dimana sapi-sapi

Aparatur desa terdiri dari Kepala desa, Sekretaris desa, ketua LPD, LPM, kepala bidang dan staf desa (bidang penyelenggaraan pemerintah, bidang pelaksanaan

memancarkan pesona yang tiada habisnya. Betapa kekayaan dan keragaman tenun ikat bertutur atau menyampaikan berbagai pandangan dan cara hidup serta adat istiadat seni