• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PENGEBORAN BERARAH PADA SUMUR X DI LAPANGAN NATUNA SEA BLOCK A PREMIER OIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PENGEBORAN BERARAH PADA SUMUR X DI LAPANGAN NATUNA SEA BLOCK A PREMIER OIL"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN

PENGEBORAN BERARAH

PADA SUMUR X DI LAPANGAN

NATUNA SEA BLOCK A

PREMIER OIL

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Yasir Fadhillah Yusicha

101316056

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

UNIVERSITAS PERTAMINA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

(2)

Ana

li

sis

P

ere

nc

an

aa

n D

an P

elaksa

na

an P

eng

ebora

n B

era

ra

h P

ad

a S

umur X

Di La

pa

nga

n

Na

tuna Sea

B

lock

Ya

sir F

adhil

lah

Yusic

ha

101316056

(3)

Universitas Pertamina - i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

: Analisis Perencanaan Dan Pelaksanaan

Pengeboran Berarah Pada Sumur X Di Lapangan

Natuna Sea Block A

Nama Mahasiswa

: Yasir Fadhillah Yusicha

Nomor Induk Mahasiswa

: 101316056

Program Studi

: Teknik Perminyakan

Fakultas

: Teknologi Eksplorasi dan Produksi

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : 1 Juli 2020

Jakarta, 8 Juli 2020

MENGESAHKAN

Pembimbing

Raka Sudira Wardana, M.T.

116035

MENGETAHUI,

Ketua Program Studi

Dr. Astra Agus Pramana DN., S.Si, M.Sc

116111

(4)
(5)

Universitas Pertamina - iii

ABSTRAK

Yasir Fadhillah Yusicha. 101316056.

Analisis Perencanaan Dan Pelaksanaan Pengeboran

Berarah Pada Sumur X Di Lapangan Natuna Sea Block A.

Penelitian ini membahas desain pengeboran berarah dan akan dibandingkan hasil desain

dengan aktual yang didapatkan. Yang difokuskan pada tulisan ini yaitu bagaimana tahap

yang dilakukan untuk mendesain alat pengeboran berarah yang sesuai dengan kebutuhan

dalam membentuk trajektori. Sebelum dilakukan desain alat pengeboran berarah, perlu

dilakukan desain trajektori untuk mencapai target dan juga penentuan kedalaman

casing

point. Jika dua hal tersebut sudah dilakukan, maka selanjutnya dapat dilakukan desain

terhadap alat pengeboran berarah yang akan digunakan. Desain ditentukan berdasarkan dari

fungsi dan kelebihan dari setiap alat untuk membentuk trajektori di setiap hole section. Pada

kasus ini alat pengeboran berarah yang akan dianalisis dan digunakan yaitu mud motor dan

Rotary Steerable System (RSS). Metode yang digunakan adalah melakukan analisis dari data

untuk desain pengeboran berarah dan juga evaluasi hasil dari aktual pengeboran di sumur X.

Hasilnya menunjukkan adanya beberapa perubahan dari desain awal terhadap aktual

pengeboran. Perubahan yang terjadi terutama pada kedalaman

casing point

9 5/8" yang

sangat signifikan dan juga perubahan alat pengeboran berarah yang digunakan pada

hole

section

8 1/2". Perubahan tersebut diakibatkan karena adanya

dipping angle

pada saat

melakukan pengeboran hole section 12 1/4" yang mengakibatkan pengeboran terganggu dan

adanya beberapa perubahan dari desain awal.

Kata kunci (sentence case): Pengeboran berarah, trajektori,

casing,

mud motor, Rotary

Streerable System (RSS), dipping angle.

(6)

Universitas Pertamina - iv

ABSTRACT

Yasir Fadhillah Yusicha. 101316056.

Analisis Perencanaan Dan Pelaksanaan Pengeboran

Berarah Pada Sumur X Di Lapangan Natuna Sea Block A.

This thesis discusses the design of directional drilling and will compare the design results

with the actual and also focused on how the steps are carried out to design a directional

drilling tool that suits the needs to build a trajectory. Before the design of directional drilling

tools is carried out, it is necessary to design a trajectory to reach the target and also determine

the depth of the casing point. If these two things have been done, then the next step is to

design the directional drilling tools to be used. The design is determined based on the

function and strengths of each tool to build a trajectory in each hole section. In this case, the

directional drilling tools to be analyzed and used are mud motors and Rotary Steerable

Systems (RSS). The method used is to analyze the design of directional well and also

evaluate the results of the actual drilling from well X. The results show some changes from

the initial design to the actual drilling. The changes that occur mainly in the depth of the 9

5/8" casing point are very significant and also changes in the direction of drilling tools used

in the 8 1/2" hole section. These changes are caused by the dipping angle when drilling a

12/4 "hole section which results in problems while drilling and some changes from the initial

design.

Keywords (sentence case): Directional drilling, trajectory, casing,

mud motor, Rotary

Streerable System (RSS), dipping angle.

(7)

Universitas Pertamina - v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan dan

kesempatan sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir dan mampu menulis

laporan tugas akhir yang berjudul “Analisis Perencanaan dan Pelaksanaan Pengeboran

Berarah

Pada Sumur X di Lapangan Natuna Sea Block A”.

Penulis berharap dari laporan tugas akhir kali ini dapat memberikan manfaat

kepada mahasiswa Universitas Pertamina lebih khususnya kepada mahasiswa Teknik

Perminyakan Universitas Pertamina yang tertarik dalam mempelajari tentang

drilling

sehingga nantinya akan berguna bagi mahasiswa tingkat selanjutnya di Teknik

Perminyakan Universitas Pertamina dalam mempelajari tentang

drilling

. Diharapkan

laporan tugas akhir ini dapat menjadi sumber pembelajaran bagi mereka semua.

Penulis juga berterimakasih kepada Allah SWT dan juga kepada kedua orang tua dan

juga kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam melaksanakan tugas akhir dan

menyelesaikan laporan tugas akhir sehingga semuanya dapat berjalan dengan lancar:

1.

Dr. Astra Agus Pramana DN., S.Si., M.Sc selaku Kepala Program Studi Teknik

Perminyakan Universitas Pertamina..

2.

Raka Sudira Wardana, M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir.

3.

Ajeng Purna Putri Oktaviani, M.T. selaku dosen wali di Teknik Perminyakan

Universitas Pertamina.

4.

Sayid Faisal Abdila selaku Senior Staff Keteknikan Pengeboran

Pengembangan SKK Migas.

5.

Zakariya selaku

Well Exploration Engineering

Manager

Premier Oil.

6.

Dian Sutejo selaku

Well Development Engineering Manager

Premier Oil.

7.

Hartanto Pangestu selaku pembimbing tugas akhir di Premier Oil.

8.

Seluruh staf di Premier Oil.

9.

Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan tugas akhir.

Yasir Fadhillah Yusicha

(8)

Universitas Pertamina - vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PENYATAAN ...ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR SINGKATAN ... x BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Batasan Masalah ... 2 1.4 Tujuan Penelitian ... 3 1.5 Manfaat Penelitian ... 3 1.6 Lokasi Penelitian ... 3 1.7 Waktu Penelitian ... 3 BAB II ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1 Pengeboran Berarah ... 4

2.2 Alat Pengeboran Berarah ... 9

2.2.1 Positive Displacement Motor (PDM) ... 10

2.2.2 Rotary Steerable System (RSS) ... 12

2.3 Alat Survei Pengeboran Berarah ... 15

2.3.1 Magnetic Single Shot Instrument dan Magnetic Multi Shot Instrument ... 15

2.3.2 Measurement While Drilling (MWD) ... 16

2.3.3 Gyroscopic measurement ... 16

BAB III ... 17

METODE PENELITIAN... 17

3.1 Metodologi Penelitian ... 17

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 21

BAB IV ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Analisis Desain Pengeboran ... 22

4.1.1 Desain Casing Point ... 22

(9)

Universitas Pertamina - vii

4.1.3 Desain Pemilihan Alat Pengeboran Berarah ... 31

4.2 Pengeboran Aktual ... 38

4.2.1 Aktual Casing Point ... 38

4.2.2 Aktual Trajektori ... 40

4.2.3 Aktual Alat Pengeboran Berarah ... 45

BAB V ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(10)

Universitas Pertamina - viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Potential Hazard Di Setiap Formasi ... 23

Tabel 2 Kick Tolerance ... 26

Tabel 3 Desain kedalaman casing point ... 26

Tabel 4 Target Reservoir ... 28

Tabel 5 Penjelasan DDI ... 30

Tabel 6 Ringkasan Planned Trajektori Sumur X ... 30

Tabel 7Analisis KTDA Hole section 16” (710 ft MDRT – 1439 ft MDRT)... 32

Tabel 8 Analisis KTDA Hole section 16” (1439 ft MDRT – 3003 ft MDRT) ... 32

Tabel 9 Analisis KTDA Hole Section 12 1/4" ... 34

Tabel 10 Penjelasan Trajektori 12 1/4" ... 35

Tabel 11 Analisis KTDA Hole Section 8 1/2" ... 35

Tabel 12 Analisis KTDA Hole Section 6" x 7" ... 36

Tabel 13 Desain BHA dan Alat pengeboran berarah Sumur X ... 37

Tabel 14 Aktual Casing Point Sumur X ... 38

Tabel 15 Ringkasan Aktual Trajektori Sumur X ... 45

Tabel 16 ROP Mud Motor ... 47

Tabel 17 ROP RSS ... 47

Tabel 18 Aktual Alat Pengeboran Berarah Pada Sumur X ... 50

Tabel 19 Kick Tolerance 12.25" ... 53

Tabel 20 Kick Tolerance 8.5" ... 53

Tabel 21 Kick Tolerance 6" ... 54

Tabel 22 Anticollision Summary Antara Sumur X dan Sumur Y-2 ... 54

Tabel 23 Anticollision Summary Antara Sumur X dan Sumur XY ... 55

Tabel 24 ROP RSS VS Mud Motor Pada Pengeboran Di Gulf Of Thailand ... 55

Tabel 25 Planned Trajektori Sumur X ... 56

(11)

Universitas Pertamina - ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta lapangan Natuna Sea Block A ... 1

Gambar 2 Inaccessible sites ... 4

Gambar 3 Many well on the same site ... 4

Gambar 4 Sidetracking ... 5

Gambar 5 Relief Well ... 5

Gambar 6 Horizontal well ... 6

Gambar 7 Ofsshore multiwell ... 6

Gambar 8 J-Shaped ... 7

Gambar 9 S-Shaped ... 7

Gambar 10 Horizontal well ... 8

Gambar 11 Perbandingan Torque dan RPM Berdasarkan Ratio Lobe ... 11

Gambar 12 Positive Displacement Motor ... 12

Gambar 13 Rotary Steerabele System ... 13

Gambar 14 Rotary Steerable System Push The Bit Rotating House ... 14

Gambar 15 Rotary Steerable System Push The Bit Non-Rotating House ... 14

Gambar 16 Rotary Steerable System Point The Bit ... 15

Gambar 17 Flowchart Desain Pengeboran Berarah ... 17

Gambar 18 Flowchart Desain Kedalaman Casing Point ... 18

Gambar 19 Flowchart Desain Trajektori ... 19

Gambar 20 Flowchart Desain Alat Pengeboran Berarah ... 20

Gambar 21 Geology Statigraphy Untuk Sumur X ... 22

Gambar 22 Pore Pressure dan Fracture Pressure ... 25

Gambar 23 Kedalaman Casing Point di Compass ... 27

Gambar 24 Kedalaman Casing Point di StressCheck ... 27

Gambar 25 Desain 3D Trajektori Sumur X ... 29

Gambar 26 Desain Section View Sumur X ... 29

Gambar 27 Desain Plan View Sumur X ... 29

Gambar 28 AA Platform Slot Allocation ... 31

Gambar 29 Aktual Casing Point Sumur X di COMPASS ... 40

Gambar 30 Aktual Casing Point Sumur X di StressCheck ... 40

Gambar 31 3D Aktual Trajektori Pada Saat Pengeboran Dihentikan ... 41

Gambar 32 Plan View Aktual Trajektori Pada Saat Pengeboran Dihentikan ... 42

Gambar 33 Section View Aktual Trajektori Pada Saat Pengeboran Dihentikan ... 42

Gambar 34 Section View Trajektori Aktual Hit Target dan Not Hit Target ... 43

Gambar 35 Section View Trajektori Aktual Hit Target dan Not Hit Target ... 43

Gambar 36 3D Aktual Trajektori Hit Target Sumur X... 44

Gambar 37 Plan View Aktual Trajektori Hit Target Sumur X ... 44

Gambar 38 Section View Aktual Trajektori Hit Target Sumur X ... 45

(12)

Universitas Pertamina - x

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan

Keterangan

RSS Rotary Steerable System

KOP Kick Off Point

DLS Dog Leg Severity

MWD Measurement While Drilling

GWD Gyro While Drilling

BUR Build Up Rate

PDM Positive Displacement Motor

RPM Rotation Per Minute

ROP Rate Of Penetration

LWD Logging While Drilling

(13)

Universitas Pertamina - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Di wilayah laut Natuna, terdapat lapangan Natuna Sea Block A yang dikelola oleh Premier Oil. Lapangan Natuna Sea Block A memproduksi gas yang dominan di ekspor ke Singapura menggunakan pipeline sepanjang 650 km untuk kebutuhan listrik mereka. Wilayah kerja untuk lapangan Natuna yaitu berada 120 mil dari Pulau Matak. Pulau Matak merupakan salah satu pulau di Laut Natuna yang digunakan sebagai shorebase bagi Premier Oil. Jarak dari Pulau Matak ke Jakarta yaitu 608 mil dan wilayah kerja Natuna Sea Block A terletak di wilayah administrasi Kepulauan Riau. Gambar dibawah merupakan gambar lokasi lapangan Natuna Sea Block A.

Gambar 1 Peta lapangan Natuna Sea Block A

Pada tahun 2019 dilakukan pengeboran 4 sumur dengan target formasi yaitu formasi Upper Arang dan formasi Middle Arang, ke-4 sumur tersebut akan digunakan sebagai sumur produksi yang akan meningkatkan produksi dari Premier Oil di blok Natuna dan juga akan meningkatkan produksi gas nasional. Jenis pengeboran yang dilakukan untuk mencapai target

reservoir yaitu dengan pengeboran berarah. Untuk lapangan Natuna Sea Blok A, pengeboran berarah dilakukan karena pengeboran akan dilakukan di existing platform, pada platform

(14)

Universitas Pertamina - 2 tersebut sudah terdapat sumur-sumur dan juga sudah tersedianya slot yang akan digunakan untuk pengeboran dan juga untuk menghemat luasnya lokasi pengeboran.

1.2

Rumusan Masalah

Perlu dilakukannya analisis desain pengeboran berarah agar sumur X bisa dibor dengan baik mencapai target. Analisa pelaksanaan pengeboran perlu dilakukan agar menjadi lesson learned untuk pengeboran sumur berikutnya. Sebelum dilakukan desain sumur dan penentuan alat pengeboran berarah yang akan digunakan, terdapat hal yang harus ditentukan atau didesain terlebih dahulu yaitu:

• Trajektori

• Ukuran casing dan kedalaman casing point

Ditentukannya trajektori terlebih dahulu karena dari trajektori yang dibentuk akan diketahui bagaimana dog leg severity (DLS) dan sudut inclination yang akan dibentuk untuk mencapai target berdasarkan kedalaman kick off point (KOP). Dari parameter tersebut dapat disesuaikan dengan alat pengeboran berarah yang akan digunakan sesuai dengan batas limitasi dari alat dam kebutuhan pengeboran.

Hal lain yang perlu diperhatikan atau menjadi faktor dalam menentukan alat pengeboran berarah yaitu:

Operational limitation

Operational limitation penting untuk diketahui karena akan sangat berhubungan dengan kemampuan alat pada saat dioperasikan.

Jadi dalam penentuan alat pengeboran berarah yang akan digunakan perlu ditentukan trajektori yang akan dilalui, ukuran dan kedalaman casing, dan juga limitasi dari alat.

1.3

Batasan Masalah

Yang akan menjadi batasan masalah pada tulisan ini yaitu:

1. Penelitian hanya menggunakan data satu sumur yaitu sumur X.

2. Kedalaman casing point yang dianalisa hanya casing 13 3/8”, casing 9 5/8”, liner 7”, dan

openhole sandscreen 4 1/2".

3. Jenis alat pengeboran berarah yang dianalisis untuk digunakan hanya Positive Displacement Motor (PDM), dan Rotary Steerable System (RSS)

4. Jenis alat survei yang dianalisis untuk dipilih hanya Measurement While Drilling

(MWD), dan Gyroscope. Untuk pengeboran pada sumur X akan digunakan Gyro While Drilling (GWD) menggantikan gyroscope konvensional.

(15)

Universitas Pertamina - 3

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah untuk menentukan desain pengeboran berarah termasuk trajektori, casing point dan peralatan pengeboran yang digunakan serta menganalisis pelaksanaan pengeboran untuk dijadikan lesson learned.

1.5

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat terhadap penulis tentang hal baru di teknik perminyakan, khususnya pada topik drilling. Hal baru yang didapatkan seperti:

• Mampu mendesain trajektori untuk pengeboran berarah.

• Memahami prinsip kerja dari alat pengeboran berarah.

• Memahami prinsip dari alat survei pengeboran berarah.

• Memahami bagaimana menentukan kedalaman casing point.

• Memahami faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan alat pengeboran berarah.

• Menentukan jenis dan ukuran alat pengeboran berarah yang sesuai dengan kebutuhan. Setelah penulis mendapatkan banyak manfaat dari penulisan ini, diharapkan bisa menjadi bekal bagi penulis untuk persiapan di dunia kerja. Dengan memiliki ilmu dasar di

drilling, mencakup mendesain trajektori, menentukan alat pengeboran berarah dan akan diteruskan sampai mendesain sebuah sumur akan menjadi dasar yang kuat untuk memasuki dunia kerja. Semoga manfaat yang didapatkan oleh penulis juga bisa didapatkan oleh mahasiswa Teknik Perminyakan Universitas lainnya.

1.6

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian atau lokasi dilaksanakannya tugas akhir yaitu di Premier Oil yang berlokasi di:

Premier Oil CIBIS Nine Building 19th Floor, CIBIS Business Park, Jl. TB Simatupang No.2, RT.13/RW.5, East Cilandak, Pasar Minggu, South Jakarta City, Jakarta 12560.

1.7

Waktu Penelitian

Waktu Pelaksanaan Tugas Akhir atau pelaksanaan penelitian dimulai dari tanggal 6 Januari 2020 sampai 6 April 2020, atau pelaksanaan tugas akhir dilaksanakan selama kurang lebih 3 bulan. Jadwal tersebut sudah sesuai dengan jadwal yang penulis ajukan serta jadwal yang disetujui oleh Premier Oil.

(16)

Universitas Pertamina - 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengeboran Berarah

Pengeboran berarah adalah metode pengeboran dengan mengarahkan atau membelokkan lubang sumur melalui pipa pengeboran dan suatu alat di sepanjang trajektori ke target reservoir yang tidak terletak tepat dibawah lokasi pengeboran (Adam T. Bourgoyne Jr., 1986). Untuk dilakukan pengeboran berarah memiliki beberapa alasan, seperti (sumber): (Smith, 1996)

Inaccessible sites ➔ Sumur yang didesain karena jika menggunakan vertical well tidak bisa mencapai target karena adanya objek di permukaan yang tidak bisa dijadikan tempat untuk dilakukannya pengeboran.

Gambar 2 Inaccessible sites Sumber : (Nguyen, 1996)

Many well on the same site ➔ Sumur yang didesain untuk pengeboran yang dilakukan di site yang sama atau platform yang sama untuk beberapa sumur yang akan bermanfaat untuk penghematan biaya dan juga memaksimalkan luasnya lokasi pengeboran, biasanya dilalakukan untuk pengeboran lepas pantai (offshore drilling).

Gambar 3 Many well on the same site Sumber : (Nguyen, 1996)

(17)

Universitas Pertamina - 5

Sidetracking ➔ Pengeboran yang dilakukan dengan membuat lubang bor yang berbeda dengan original lubang bor. Sidetracking dapat dilakukan dengan sengaja karena adanya masalah pada original lubang bor, dan diatasi dengan melakukan pengeboran dari lubang bor kedua yang berasal dari satu main welbore.

Gambar 4 Sidetracking Sumber : (Smith, 1996)

Relief Well ➔ Sumur yang didesain untuk mengatasi masalah blowout di sumur lain yang nantinya memungkinan untuk dilakukan killwell agar blowout dapat segera dihentikan.

Gambar 5 Relief Well Sumber : (Smith, 1996)

Horizontal well ➔ Merupakan sumur yang memiliki lebih dari 80 derajat sudut yang dibentuk dari daerah vertikal untuk mencapai target reservoir yang tipis tetapi memiliki daerah pengurasan atau drainage area yang panjang. Horizontal well biasanya digunakan untuk pengeboran unconventional hydrocarbon seperti shale oil dan shale gas.

(18)

Universitas Pertamina - 6 Gambar 6 Horizontal well

Sumber : (Smith, 1996)

Offshore multiwell ➔ Sumur yang didesain untuk pengeboran di lepas pantai dan berada di satu platform yang merupakan cara yang paling ekonomis dan efektif untuk mencapai target reservoir.

Gambar 7 Ofsshore multiwell Sumber : (Smith, 1996)

Pengeboran berarah memiliki beberapa tipe sumur. Penentuan dari tipe sumur akan bergantung terhadap kebutuhan dan bagaimana kondisi lapangan yang dihadapi. Tipe sumur dari pengeboran berarah merupakan lajur pengeboran yang akan dilalui oleh rangkaian pipa pengeboran. Untuk tipe dari pengeboran berarahyaitu:

(19)

Universitas Pertamina - 7

• J-Shaped ➔ Merupakan tipe sumur pengeboran berarah yamg memiliki bagian build

dan hold yang didesain untuk mencapai target reservoir yang tidak dapat dicapai dengan sumur vertikal.

Gambar 8 J-Shaped

Sumber : (Directionaldrillingart, 2020)

S-Shaped ➔ Merupakan tipe sumur pengeboran berarah yang memiliki bagian build, hold dan drop atau bahkan jika diperlukan memiliki bagian hold pada akhir bagian dari sumur S-type. Pada pengeboran lepas pantai, sumur tipe ini baik untuk untuk mencapai target ketika dilakukan pengeboran dengan satu platform dan memiliki banyak sumur didalamnya.

Gambar 9 S-Shaped

(20)

Universitas Pertamina - 8

Horizontal well ➔ Merupakan sumur yang memiliki lebih dari 80 derajat sudut yang dibentuk dari daerah vertikal untuk mencapai target reservoir yang tipis tetapi memiliki daerah pengurasan atau drainage area yang panjang. Horizontal well biasanya digunakan untuk pengeboran unconventional hydrocarbon seperti shale oil dan shale gas.

Gambar 10 Horizontal well Sumber : (Smith, 1996)

Pada aplikasinya cukup banyak tipe ataupun trajektoriyang di desain untuk mencapai target reservoir selain tiga tipe yang disebutkan diatas. Tetapi, pada dasarnya terdapat 2 jenis yang sering diaplikasikan di keadaan sebenarnya yang biasanya di desain untuk mencapai target atau disebut common well courses in directional well yaitu J-Shaped dan S-Shaped.

Untuk membuat sumur berarah baik J-Shaped ataupunn S-Shaped harus dilakukan desain trajektori dengan memperhatikan faktor seperti kick off point (KOP), build up section/rate (BUR), tangent section, drop section, hold section, dan dogleg severity. Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan, juga ada 2 faktor-faktor penting yang wajib diperhatikan, yaitu

inclination dan azimuth. Berikut merupakan penjelasan dari parameter dalam pengeboran berarah:

Kick off point (KOP) ➔ Titik di sumur sumur dalam kedalaman vertikal yang tepat berada di bawah lokasi pengeboran di permukaan dimana akan dimulai penyimpangan disumur dari arah vertikal ke arah tertentu dan pada sudut tertentu sesuai dengan desain yang sudah ditentukan. Posisi dari KOP ditentukan dari beberapa faktor seperti geologi dari formasi yang akan ditembus, bentuk dari geometri sumur, dan juga faktor dari anti collision yaitu jarak antara satu dan sumur yang lainnya.

Build up rate (BUR) ➔ Merupakan section dimana penyimpangan dilakukan dari KOP untuk menambah sudut sesuai dengan desain yang sudah dilakukan. Biasanya BUR dinyatakan dalam derajat/100ft.

Build Section ➔ Merupakan bagian dari sumur dimana sudut dari kemiringan sumjur akan ditingkatkan.

(21)

Universitas Pertamina - 9

Drop off rate ➔ Perubahan sudut atau kemiringan dari sumur dimana geometri sumur akan dikembalikan ke dalam keadaan vertikal. Sama seperti BUR, drop off rate juga dinyatakan dalam derajat/100ft atau derajat/30 meter.

Drop section ➔ Merupakan bagian sumur dimana sudut kemiringan dari lubang sumur menurun dari sudut sebelumnya. Untuk menyatakan drop section juga dinyatakan dalam derajat/100 ft atau derajat/30 meter.

Tangent section ➔ Merupakan bagian dimana lubang akan membentuk garis lurus atau lubang menahan defleksi untuk tidak membuat sudut atau menurunkan sudut, dapat juga dikatakan bagian lubang yang memiliki inclination dan azimuth yang dipertahankan sama diseluruh bagian sumur tersebut.

Dogleg severity (DLS) ➔ Merupakan tingkat perubahan arah dari lubang bor. Biasanya untuk dogleg severity dinyatakan dalam derajat/100 ft atau derajat/30 meter.

Inclination ➔ Sudut atau penyimpangan dari arah vertikal yang dinyatakan dalam derajat. Kemiringan atau inclination juga merupakan cara untuk mengukur jalur dari sumur sudah tepat atau belum yang akan diukur menggunakan directonal survey.

Azimuth➔ Sudut proyeksi antara garis vertikal dan ke permukaan horizontal atau atau dalam utara magnetik diukur dalam horizontal dan diukur searah jarum jam. Azimuth

biasanya ditentukan dalam derajat, sehubungan dengan bidang magnetik dari bumi.

2.2

Alat Pengeboran Berarah

Untuk melakukan pengeboran berarah dibutuhkan alat-alat khusus yang fungsinya untuk mengarahkan lubang sumur ke target. Cukup banyak jenis peralatan pengeboran berarah, mulai dari alat yang digunakan sudah cukup lama ataupun peralatan pengeboran berarah yang terbaru. Semakin berkembangnya teknologi, maka akan semakin berkembang pula jenis dari alat pengeboran berarah.

Setiap alat dari pengeboran berarah memiliki limitasi atau batasan dalam beroperasi, seperti limitasi dalam membuat sudut atau dog leg severity, dan juga seperti efektifitas alat dalam beroperasi. Sehingga akan selalu ada perkembangan dari alat pengeboran berarah sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Jenis-jenis alat dari pengeboran berarah yang sering dioperasikan yaitu:

Whipstock

Jetting bits

Positive Displacement Motor (PDM)

(22)

Universitas Pertamina - 10 Untuk penelitian ini, jenis dari alat pengeboran berarah yang akan difokuskan yaitu pada

Positive Displacement Motor (PDM)dan Rotary Steerable System (RSS).

2.2.1

Positive Displacement Motor (PDM)

Positive Displacement Motor (PDM) merupakan alat yang juga digunakan untuk membuat sudut pada pengeboran berarah dan juga dapat digunakan pada saat pengeboran berarah membuat tangent section. Bagian-bagian penting dari PDM yang akan membuat PDM dapat melakukan pengeboran berarah yaitu terdapat bagian power section, transmission section, dan bearing section. Power section merupakan bagian dimana didalamnya terdapat

rotor dan stator, stator merupakan bagian pada motor yang berfungsi sebagai stationer, sedangkan rotor merupakan bagian yang akan berputar pada motor. Power section akan menkonversi hydraulic energy dari lumpur pengeboran yang melewati rotor dan stator

menjadi mechanical power yang akan diberikan ke bit dan nantinya akan memutar bit untuk melakukan pengeboran.

Transmission section yang terletak dibawah rotor yang berfungsi sebagai media untuk meneruskan rotational speed dan torque yang dihasilan oleh motor ke bearing section atau

drive shaft. Pada bagian transmission terdapat bagian bent housing yang berfungsi untuk membuat efek eccentric atau tools tidak berada di tengah dan berfungsi untuk membuat sudut yang digunakan untuk pengeboran berarah. Bearing section berfungsi untuk meneruskan

torque dan rotary speed dari transmission section ke drill bit agar bit dapat berputar dan melakukan pengeboran. Salah satu faktor yang perlu diperhaitkan dalam menentukan PDM yang akan digunakan yaitu berdasarkan dari lobes motor. Lobes motor yaitu ratio antara rotor

dan stator pada power section, ratio tersebut akan berpengaruh kepada Torque dan rotary speed yang akan dihasilkan. Ukuran lobe dipilih berdasarkan dari kebutuhan torsi pada saat pengeboran dilakukan pada section tersebut. Semakin besar perbandingan lobe maka semakin besar torsi yang dapat dihasilkan. Hal sebaliknya berlaku untuk Rotation per Minute (RPM) yang dapat dihasilkan. Semakin besar perbandingan lobe maka akan semakin kecil RPM yang dapat dihasilkan oleh mud motor. Jadi pemilihan mud motorharus dipertimbangkan torsi yang diperlukan pada saat pengeboran dilakukan. Gambar dibawah merupakan grafik antara perbandingan lobe mud motordengan RPM dan torsi yang dapat dihasilkan.

(23)

Universitas Pertamina - 11 Gambar 11 Perbandingan Torque dan RPM Berdasarkan Ratio Lobe

Sumber : (Measurement, 2004)

Cara kerja dari PDM yaitu dengan memompakan lumpur pengeboran ke rangkaian pipa pengeboran. Pada saat lumpur pengeboran melewati bagian dari motor, maka lumpur pengeboran akan memutar rotor yang membuat bit akan berputar untuk melakukan pengeboran berarah. Selain dengan memutar rotor, hal lain yang membuat pengeboran berarah dapat dilakukan dengan PDM yaitu karena adanya bagian bent housing yang membuat PDM dapat membentuk sudut sehingga untuk dilakukan pengeboran berarah dengan teknik

sliding dapat dilakukan. Selanjutnya jika sudut atau inclination yang dibentuk sudah tercapai maka pengeboran akan dilanjutkan dengan teknik rotating untuk membuat tangent section

agar dapat mencapai target pengeboran.

Teknik sliding merupakan teknik yang digunakan pada PDM untuk membentuk sudut untuk mencapai inclination yang diinginkan, dengan menggunakan teknik sliding sangat baik digunakan saat akan membuat KOP. Pada teknik sliding yang membuat alat dapat membentuk sudut karena adanya bent housing pada transmission section yang membuat tools tidak berada ditengah, sehingga digunakan untuk membentuk sudut dalam pengeboran berarah. Saat teknik

sliding digunakan dalam membentuk sudut, yang berputar pada rangkaian pipa pengeboran yaitu hanya bit saja, dan pipa pengeboran dalam kondisi tidak berputar.

Teknik rotating digunakan untuk membuat tangent section, yaitu bagian dimana lubang akan membentuk garis lurus atau lubang menahan defleksi untuk tidak membuat sudut atau menurunkan sudut. Saat menggunakan teknik rotating maka akan dilakukan pengeboran dengan memutar seluruh rangkaian pipa pengeboran, berbeda pada saat menggunakan teknik

sliding. Teknik rotating pada saat membuat tangent section memiliki kekurangan, yaitu lubang bor yang dibentuk akan lebih besar karena ada efek dari bent yang diberikan oleh bent housing

(24)

Universitas Pertamina - 12 Jadi untuk mendapatkan hasil yang optimal pada saat menggunakan PDM untuk pengeboran berarah dilakukan dengan teknik sliding pada saat akan membuat sudut dan menggunakan teknik rotating pada saat akan membuat tanget section.

Gambar 12 Positive Displacement Motor

Sumber : (Measurement, 2004)

2.2.2

Rotary Steerable System (RSS)

Rotary steerable system (RSS) adalah teknologi terbaru yang digunakan pada pengeboran berarah. Secara umum cara kerja dari RSS adalah melakukan pengeboran berarah dengan continous rotation dari seluruh rangkaian pipa pengeboran dengan tidak meggunakan teknik sliding yang digunakan pada PDM. Dengan menggunakan RSS dalam pengeboran berarah diharapkan dapat memberikan kelebihan yang lebih daripada menggunakan PDM. Kelebihanyang didapatkan dengan menggunakan RSS diantaranya:

• Mendapatkan kondisi lubang bor yang lebih baik karena sedikit kontak dengan formasi.

• Arah trajektoriyang lebih akurat dalam mencapai target.

• Lebih mudah di kontrol.

• Dapat menurunkan biaya pengeboran karena dapat meningkatan Rate of Penetration (ROP) dan mengurangi trip time.

(25)

Universitas Pertamina - 13 Dengan beberapa kelebihan yang dimiliki oleh RSS maka untuk saat ini sangat banyak operasi pengeboran yang menggunakan RSS sebagai alat untuk pengeboran berarah.

Gambar 13 Rotary Steerabele System

Sumber : (Schlumberger, 2017)

RSS memiliki dua tipe, kedua tipe dari RSS ini digunakan tergantung bagaimana rencana pengeboran akan dilakukan dan bagaimana permintaan dari operator yang akan menjalankan pengeboran berarah. Walaupun terdapat perbedaan prinsip kerja atau tipe dari RSS, kedua tipe RSS tetap memiliki tujuan yang sama yaitu digunakan untuk pengeboran berarah dan memiliki kelebihan yang sama seperti sudah disebutkan diatas. Kedua tipe dari RSS yaitu push the bit dan point the bit.

Push the bit yaitu teknik dengan memanfaatkan pads yang ada pada RSS untuk memberikan side force terhadap formasi sehingga memberikan beban berlawanan kepada bit. Dengan adanya beban berlawanan terhadap bit, hal tersebut akan membuat bit menggerus formasi dan akan dilakukan pengeboran berarah dengan teknik seperti itu. Push the bit dibagi memjadi 2 bagian kategori, yaitu push the bit dengan applying dynamic side force from a rotating house dan push the bit dengan applying static side force from a non-rotating house. Secara tipe dari dua kategori tersebut merupakan tipe yang sama, yang berbeda hanya cara kerja dari BHA yang terdapat pada rangkaian serta desain dari perusahaan yang menyediakan RSS untuk pengeboran berarah, karena setiap perusahaan memiliki ciri khas masing-masing untuk alat mereka.

Untuk RSS dengan tipe push the bit dengan applying dynamic side force from a rotating house, dapat dioperasikan dengan cara menginjeksikan lumpur pengeboran ke rangkaian pipa pengeboran yang akan masuk ke rotaty valve dan akan membuka pads. Rotary valve akan dikontrol oleh elektronik dri control unit untuk membuka atau menutup ke salah satu arah

pads sesuai dengan keperluan. Saat pads dibuka pada satu arah, maka akan memberikan side force ke formasi, dan akan diberikan force berlawanan arah sehingga dapat dilakukan pengeboran berarah. Saat keseluruhan pads dibuka, maka RSS tidak akan membuat sudut, tetapi akan melakukan pengeboran secara tangent tanpa adanya perubahan sudut.

(26)

Universitas Pertamina - 14 Untuk RSS tipe push the bit dengan applying static side force from a non-rotating house,

dapat dioperasikan dengan menggunakan hydraulic fluid dari hydraulic chamber untuk membuka pads ke salah satu arah atau menutup pads. Jika ingin melakukan pengeboran berarah, maka salah satu pads akan dibuka, tetapi jika ingin melakukan pengeboran tanpa ada perubahan sudut (tangent section) maka keseluruhan pads akan ditutup sehingga tidak ad pads

yang berkontak langsung dengan formasi.

Gambar 14 Rotary Steerable System Push The Bit Rotating House

Sumber : (Pangestu, Rotary Steerable Sytstem, 2006)

Gambar 15 Rotary Steerable System Push The Bit Non-Rotating House

Sumber : (Pangestu, Rotary Steerable Sytstem, 2006)

Point the bit yaitu teknik dengan memanfaatkan mekanisme internal dari alat yaitu dengan memiringkan bit ke arah tertentu untuk membentuk sudut dengan kinerja alat yang mirip dengan efek bending yang ditimbulkan oleh mud motordengan mempertahankan rotasi.

Untuk membuat bit mengarah ke satu arah tertentu, dibutuhkan alat agar bit miring atau mengarah ke satu arah. Pada gambar diatas ditampikan bahwa terdapat alat yang memaksa bit untuk mengarah ke satu arah. Jika diperjelas, alat tersebut memiliki diameter dalam yang berbeda di setiap sisi, sehingga akan memaksa bit untuk mengarah ke satu arah untuk dilakukan pengeboran berarah. Untuk membuat agar bit tetap pada posisi miring,

(27)

Universitas Pertamina - 15 dibutuhkan seals yang berada di dekat bit untuk membuat bit akan selalu pada posisi yang telah ditentukan.

Point the bit juga memiliki dua kategori yaitu point the bit with non-rotating collar dan

point the bit with fully rotating collar. Pada intinya tidak banyak perbedaan untuk kedua bagian tersebut, berbeda dengan push the bit, perbedaan hanya terdapat pada cara kerja untuk membuat point contact agar bit miring ke salah satu arah. Untuk membuat tangent section atau tidak adanya perubahan sudut, maka bit dalam kondisi ditengah dan tidak miring ke salah satu arah. Untuk mengatur miring atau tidak bit ke salah satu arah digunakan sensor dan control system yang terdapat pada rangkaian.

Gambar 16 Rotary Steerable System Point The Bit

Sumber : (Pangestu, Rotary Steerable Sytstem, 2006)

2.3

Alat Survei Pengeboran Berarah

Saat pengeboran berarah dilakukan ataupun setelah pengeboran mencapai target depth (TD) maka perlu dilakukan pengukuran dari lintasan pengeboran atau trajektoriyang telah dilalui apakah benar sudah sesuai dengan rencana pengeboran atau malah berubah arah sehingga nantinya jika tidak diatasi maka membuat sumur tidak mencapai target. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pengukuran yang menggunakan alat tersendiri. Alat-alat yang digunakan untuk pengukuran pemboran berarah yaitu:

2.3.1

Magnetic Single Shot Instrument dan

Magnetic Multi Shot Instrument

Magnetic single shot instrument merupakan alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran inclination, dan azimuth saat dilakukannya pengeboran berarah pada sensitized paper atau photographic film. Magnetic single shot instrument melakukan pengukuran pada saat BHA sudah berada pada kedalaman tertentu. Magnetic single shot instrument atau

magnetic multi shot akan diturunkan ke dalam BHA dan melakukan pengukuran pada kedalaman tertentu. Perbedaan single dan multi shot hanya dalam hal pengambilan datanya saja. Pada multi shot dapat mengambil data pada beberapa kedalaman sedangkan single shot

(28)

Universitas Pertamina - 16 hanya sekali mengambil data. Magnetic single shot instrument memiliki kekurangan yaitu tidak tahan pada suhu yang tinggi. Kekurangan dari Magnetic multi shot instrument yaitu membutuhkan waktu yang lebih lama saat mengambil data.

2.3.2

Measurement While Drilling (MWD)

Measurement While Drilling (MWD) merupakan alat atau instrumen yang digunakan untuk mengetahui kondisi di lubang bor dan juga arah pengeboran dengan memberikan sinyal dari lubang bor ke permukaan. Cara yang dilakukan sehingga sinyal dapat diterima di permukaan dari lubang bor yaitu melalui dengan menggunakan mud telemetry.

Mud telemetry memberikan sinyal ke permukaan dalam bentuk binary code dan di permukaan akan di proses sehingga menghasilkan data yang dibutuhkan untuk dianalisa. Data yang dapat diberikan ke permukaan seperti data inclination yang sudah dicapai dan juga

azimuth pada pengeboran berarah yang telah dilakukan. Selain data pengeboran berarah, MWD juga sebagai alat yang memberikan data sumur ke permukaan yang diambil menggunakan Logging While Drilling (LWD). Jadi, baik data pengeboran berarah atau data keadaaan lubang bor akan diberikan ke permukaan melalui MWD, sehingga MWD merupakan alat yang sangat penting pada operasi pengeboran, jika MWD dalam keadaan rusak atau gagal bekerja maka akan mengganggu keseluruhan dari operasi pengeboran.

2.3.3

Gyroscopic measurement

Sama seperti alat lainnya, gyroscopic merupakan alat yang digunakan untuk mengukur

azimuth dan inclination yang sudah terbentuk pada saat pengeboran berarah. Terdapat perbedaan cara kerja antara gyroscopic dengan alat lainnya yang telah disebutkan diatas. Jika alat yang lainnya bekerja berdasarkan magnetic bumi untuk azimuth, maka untuk gyroscopic

tidak berdasarkan magnetic bumi. Oleh karena itu, gyroscopic digunakan ketika alat survey magnetic tidak dapat digunakan kareneterdapat gangguan atau interference dari casing yang ada di lubang bor.

Untuk saat ini sudah ada teknologi baru dari gyroscopic yaitu Gyroscopic While Drilling

(GWD), yaitu menggunakan survey dengan gyro sewaktu pengeboran dilakukan, sehingga mendapatkan data secara real time dari lubang sumur. Dengan beberapa kelebihan yang telah disebutkan, maka gyro menjadi alat yang akan digunakan jika nantinya dibutuhkan survey

(29)

Universitas Pertamina - 17

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Metodologi Penelitian

Berikut merupakan flow chart untuk pengerjaan tulisan ini. Flow chart dibawah ini merupakan desain yang dilakukan untuk persiapan pengeboran berarah pada sumur X.

Menentukan kedalaman casing point

Memulai Desain

Mendesain trajektori

Evaluasi desain

Menentukan alat pengeboran berarah

Gambar 17 Flowchart Desain Pengeboran Berarah

Hal yang pertama dilakukan yaitu melakukan analisis dalam menentukan kedalaman

casing point. Pada saat penentuan ukuran casing dan kedalaman casing point, terdapat beberapa faktor yang diperhatikan agar letak casing sesuai dengan kebutuhan dalam operasi pengeboran dan juga sudah dalam kondisi yang aman. Faktor yang diperhatikan seperti pore pressure fracture pressure yang akan berdampak terhadap kick tolerance yang dihasilkan,

possible hazard yang dapat terjadi pada saat operasi pengeboran dilakukan, formasi yang akan ditembus. Untuk menentukan casing point di setiap section casing berbeda-beda faktor yang diperhatikan, jadi perlu diperhatikan secara detail untuk penentuan casing point di setiap

section. Selain itu juga harus memiliki data casing point dari offset well untuk membantu penentuan kedalaman casing point.

(30)

Universitas Pertamina - 18 Berikut merupakan flowchart dalam menentukan kedalaman casing point untuk sumur X dan akan dibahas pada Desain Casing Point.

Mengumpulkan data kedalaman casing point dari offset well.

Menganalisis kemungkinan hazard yang akan dihadapi.

Memastikan data pore pressure dan fracture pressure.

Tempatkan casing pada kedalaman yang sudah dianalisa. Memastikan kick tolerance

untuk di setiap section

Gambar 18 Flowchart Desain Kedalaman Casing Point

Tahap selanjutnya yang dilakukan yaitu mendesain trajektori. Dalam mendesain trajektori terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan sepertiI:

1. Surface coordinate

2. Subsurface coordinate

3. Target coordinate

Dengan mengetahui hal tersebut maka dapat di desain bentuk sumur bagaimanakah yang dapat mencapai target. Selain dua hal tersebut terdapat beberapa faktor pendukung lainnya yang tidak kalah penting, seperti geomechanic data yang akan digunakan untuk menentukan membentuk sumur pengeboran berarah pada inclination dan azimuth berapakah agar mendapatkan desain paling optimal.

Berikut merupakan flowchart dalam mendesain trajektori untuk sumur X dan diterapkan pada penulisan ini dan akan dijelaskan pada bagian Desain Trajektori.

(31)

Universitas Pertamina - 19 Mendapatkan data surface dan subsurface

(target) coordinate.

Mendesain trajektori dengan inclination dan azimuth yang sudah direkomendasikan berdasarkan data geomechanic.

TDAK

YA

TIDAK

YA

Mengumpulkan dan menganalisis data

geomechanic untuk menentukan inclination dan

azimuth yang optimal.

Menentukan jenis sumur

directional yang akan dibor

nantinya.

Menganalisis hasil trajektori dan fokus terhadap DLS dan

DDI yang dihasilkan.

Ajukan desain sebagai basis desain. Melakukan diskusi dengan tim subsurface untuk memastikan sudah mencapai target sesuai

rencana.

Gambar 19 Flowchart Desain Trajektori

Selanjutnya akan dibahas cara menentukan alat pengeboran berarah yang sesuai dengan trajektori yang sudah di desain Dalam penentuan jenis dari alat yang digunakan untuk pengeboran berarah perlu dilakukan analisis agar alat yang pilih sesuai dengan kebutuhan dan dapat melakukan pengeboran dengan baik untuk mencapai target reservoir. Alat yang dimaksud yaitu Bottom Hole Assembly (BHA) yang dapat melakukan pengeboran berarah, karena tidak semua BHA dapat melalukan pengeboran berarah, sehingga harus ditentukan dan dianalisis apakah alat yang sudah dipilih dapat melakukan pengeboran dengan baik.

(32)

Universitas Pertamina - 20 Terdapat beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan alat untuk pengeboran berarah. Faktor-faktor yang diperhatikan seperti:

• Trajektoriyang akan dilalui, yaitu memperhatikan inclination yang akan dibuat dengan DLS yang sesuai untuk mencapai inclination yang sudah didesain.

• Ukuran casing dan kedalaman casing point pada setiap section. Dengan mengetahui kedalaman dari casing point maka dapat diketahui DLS dan inclination berapa yang harus dibentuk pada setiap section berdasarkan dari trajektori yang sudah didesain. Hal tersebut juga berhubungan dengan jenis alat yang digunakan di setiap section.

Operational limitation dari sebuah alat, yaitu dengan melihat kemampuan alat yang akan digunakan dan juga kendala yang akan dihadapi saat operasi pengeboran dilakukan.

Berikut merupakan flowchart dalam menentkan kedalaman casing point untuk sumur X dan diterapkan pada penulisan ini lalu akan dibahas pada Desain Pemilihan Alat Pengeboran

Berarah

Memahami kelebihan dan kekurangan dari setiap alat pengeboran berarah. Memastikan trajektori yang sudah di desain

merupakan trajektori yang akan dibor nantinya.

Memperhatikan DLS dan inclination dari trajektori yang berdampak terhadap

directional drilling tools.

Memilih alat sesuai dengan kebutuhan dan batasan dari alat.

Memperhatikan setiap bagian section yang dibentuk pada trajektori berdasarkan

kedalamann casing point.

(33)

Universitas Pertamina - 21

3.2

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data atau metode penelitian adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam menganalisa suatu permasalahan atau dalam kasus ini akan digunakan untuk menganalisa pemilihan peralatan pemboran berarah di lapangan Natuna Sea Block A. Metode pengumpulan data dengan cara:

• Observasi data perencanaan pengeboran sumur X

• Observasi data pelaksanaan pengeboran sumur X

• Studi literatur

Paper

• Diskusi

(34)

Universitas Pertamina - 22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Analisis Desain Pengeboran

4.1.1

Desain

Casing Point

Faktor utama yang diperhatikan untuk penentuan kedalaman casing point pada sumur X di lapangan Natuna Sea Blok A yaitu berdasarkan hazard yang akan terjadi padasetiap formasi yang ditembus. Berikut merupakan geology statigraphy pada sumur X.

Gambar 21 Geology Statigraphy Untuk Sumur X

Sumber: (Pangestu, Basis of Well Design (BOD) , 2019)

Tabel dibawah akan mengklasifikasikan hazard yang akan terjadi di setiap formasi sehingga mempengaruhi penempatan casing point.

(35)

Universitas Pertamina - 23 Tabel 1 Potential Hazard Di Setiap Formasi

Formasi Potential Hazard

Muda Gumbo

Upper Arang Reactive shale, shallow gas,

Middle Arang Deplteted reservoir, loose sand

Selanjutnyapenjelasan mengenai penentuan kedalaman casing point dan hazard yang akan dihadapi sesuai dengan geologystatigraphy akan dijelaskan pada bagian dibawah ini.

4.1.1.1

Kedalaman Conductor 36”

Penentuan casing point untuk 36" conductor dapat ditentukan dari melihat offset well, kedalaman formasi yang sudah kuat untuk menahan pondasi dari casing agar saat pengeboran selanjutnya dilakukan, dapat dilakukan dengan aman dan pondasi tetap dalam kondisi yang kuat. Saat dilakukan instalasi casing conductor yaitu dilakukan dengan teknik driven. Saat

driven dilakukan sampai kedalaman 710 ft TVDRT pada offset well, casing sudah berada pada formasi yang cukup kuat untuk menahan casing dan dapat dilakukan operasi selanjutnya.

4.1.1.2

Kedalaman

Casing Point

13 3/8”

Casing point untuk section 13 3/8" yaitu pada kedalaman 2513 ft TVDRT/ 3100 ft

MDRT. Terdapat beberapa faktor yang diperhatikan pada penentuan casing point 13 3/8". Faktor pertama yaitu karena akan memasuki formasi Upper Arang yang memiliki zona reactive shale. Jika memasuki zona reactive shale maka akan mendapatkan masalah wellbore stability,

sehingga butuh ditangani dengan jenis lumpur tertentu. Contoh jenis lumpur yang bisa mengatasi persoalan wellbore stability dan akan digunakan nantinya yaitu HPWBM, dengan HPWBM diharapkan dapat menyelesaikan masalah tersebut. Terdapat juga potensi shallow gas

pada formasi Upper Arang, sehingga casing point 13 3/8" sebelum memasuki formasi Upper Arang untuk mengatasi potensi shallow gas. Dikarenakan beberapa faktor tersebut casing point

untuk casing 13 3/8" diletakkan sebelum memasuki formasi Upper.

4.1.1.3

Kedalaman

Casing Point

9 5/8”

Casing point untuk section 9 5/8" yaitu pada kedalaman 4500 ft TVDRT/ 9320 ft MDRT yang berguna untuk melindungi zona reservoir Upper Arang. Hal yang paling diperhatikan dalam penentuan casing point 9 5/8" adalah perbedaan tekanan reservoir antara zona reservoir

Upper Arangdan zona reservoir Middle Arang, sehingga harus dipisahkan kedua zona tersebut. Pada resevoir Middle Arang, tekanan reservoir sudah jauh lebih rendah daripada tekanan awal

reservoir atau disebut depleted reservoir, sehingga perbedaan tekanan dengan formasi Upper Arangcukup besar. Karena terdapat perbedaan tekanan antara kedua reservoir tersebut, maka

(36)

Universitas Pertamina - 24 dua zona reservoir yaitu Upper Arang 1 dan Upper Arang 2 dan untuk strategi completion

nantinya. Selain itu juga berhubungan dengan lumpur yang akan digunakan nantinya sehingga diharapkan operasi section selanjutnya dapat berjalan dengan aman.

4.1.1.4

Kedalaman

Liner Point

7”

Untuk hole section 8 1/2" akan menggunakan production liner dengan ukuran 7" yang digantung pada bagian bawah dari casing 9 5/8". Penempatan Liner point 7" yaitu pada kedalaman 9619 ft MDRT / 4730 ft TVDRT yang dianalisa berdasarkan faktor dari completion strategy yang akan dilakukan nantinya. Pada hole section 8 1/2" sudah memasuki zona

reservoir Middle Arang, dimana pada zona reservoir Middle Arang memiliki tiga target yang memiliki perbedaan karaktersitik antara dua zona paling atas yaitu Middle Arang 1 dan 2 dan satu zona paling bawah yaitu Middle Arang 3. Perbedaan antara Middle Arang 1 dan 2 dengan Middle Arang 3 yaitu pada Middle Arang 3 memiliki kondisi dari formasi yang loose sand,

dimana akan dibutuhkan penanganan khusus agar zona tersebut tetap dapat diproduksikan. Dikarenakan perbedaan karakteristik dari zona reservoir Middle Arang lah yang membuat penempatan liner point 7" sebelum memasuki zona terakhir dari reservoir Middel Arang atau pada kedalaman 9619 ft MDRT untuk memproduksikan Middle Arang 1 dan 2.

4.1.1.5

Kedalaman

Openhole Sandscreen

4 1/2”

Setelah dua zona paling atas dari Middle Arang sudah dilindungi oleh liner 7", zona Middle Arang 3 belum diakomodir atau dilindungi oleh casing maupun liner untuk diproduksikan.Karena karakterisik dari zona paling bawah formasinya loose sand, sehingga dibutuhkan sand control untuk mengatasi permasalah sand saat diproduksikan nantinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut akan digunakan openhole sand screen dengan ukuran 4 1/2" dan diletakkan sampai kedalaman 9860.5 ft MDRT/ 4848 ft TVDRT untuk memproduksikan zona Middle Arang 3.

Setelah dilakukan analisis penentuan kedalamn casing point berdasarkan potential hazard, selanjutnya juga diperhatikan dan dianalisis penentuan casing point terhadap pore pressure dan fracture gradient (PPFG). Dari data PPFG, dapat dilihat apakah penentuan kedalaman casing point yang dilakukan berdasarkan potential hazard sudah dalam kondisi aman berdasarkan PPFG. Berikut merupakan PPFG untuk pengeboran sumur X dan penempatan casing point yang sudah dilakukan.

(37)

Universitas Pertamina - 25 Gambar 22 Pore Pressure dan Fracture Pressure

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa penentuan kedalaman casing point yang sudah dilakukan berdasarkan potential hazard masih dalam kondisi aman jika diperhatikan juga faktor dari pore pressure dan fracture pressure. Walaupun dari kedua faktor yang sudah dilakukan untuk penentuan kedalaman casing point dalam kondisi aman dan sesuai dengan kebutuhan, selanjutnya butuh diperhatikan juga faktor kick tolerance. Faktor dari kick tolerance juga cukup penting diperhatikan, karena akan dilihat seberapa besar sumur dapat mentolerir kick yang terjadi pada saat pengeboran dilakukan. Oleh karena hal itu, pada penentuan kedalaman casing point di sumur X, faktor terakhir yang diperhatikan yaitu kick tolerance. Berikut merupakan tabel kick tolerance untuk sumur X.

(38)

Universitas Pertamina - 26 Tabel 2 Kick Tolerance

Di Premier Oil, berdasarkan Well Engineering Standards, minimal nilai kick tolerance

yaitu:

• 50 barrel untuk lubang 12 1/4" dan lebih kecil

• 25 barrel untuk lubang 8 1/2" dan lebih kecil

Untuk sumur X, nilai KT pada lubang 12 1/4” sudah sesuai berdasarkan ketentuan dari perusahaan yaitu nilainya diatas 50 barrel. Untuk lubang 8 1/2" dan lubang 6” nilai KT berada dibawah ketentuan dari perusahaan yaitu dibawah 25 barrel. Walaupun nilai KT dibawah ketentuan dari perusahaan, hal tersebut tidak menjadi masalah dikarenakan faktor yang membuat nilai KT rendah adalah panjang dari setiap section yang cukup pendek. Pada saat panjang intervalyang pendek maka volume yang dihasilkan tidak besar. Tetapi jika panjang interval dipanjangkan maka nilai KT akan naik. Hal itulah yang membuat nilai KT pada hole section 8 1/2” dan 6” dibawah angka minimal perusahaan. Untuk tabel perhitungan KT pada setiap section ditampilkan pada Tabel 19 Kick Tolerance 12.25", Tabel 20 Kick Tolerance

8.5", dan Tabel 21 Kick Tolerance 6"

Setelah dilakukan analisis penentuan kedalaman casing point berdasarkan potential hazard, dari desain tersebut, kemudian disesuaikan dengan analisis terhadap pore pressure

dan fracture pressure, dan yang terakhir yaitu kick tolerance. Berdasarkan dari analisis ketiga faktor tersebut, didapatkan analisis kedalaman casing point dan penentuan kedalaman casing point tersebut memiliki analisis yang kuat dan saling mendukung antara ketiga faktor. Berikut merupakan tabel casing point untuk sumur X di lapangan Natuna Sea Blok A.

Tabel 3 Desain kedalaman casing point

Hole size Kick tolerance (KT) (bbls)

12 1/4" 212.7

8 1/2” 10

6” 2.7

MD

(ftRT) (ftRT) TVD Name Casing size (in) Hole Size (in) String Type 710 710 36" Conductor casing 36" Driven Casing 3100 2513 13 3/8" Surface Casing 13 3/8" 16" Casing 9320 4500

9 5/8" Intermediate

Casing 9 5/8" 12.25" Casing 9619 4730 7" Production Liner 7" 8.5" Liner 9762 4840 4 1/2" Openhole sand screen 4.5" 6" x 7" Openhole sand screen

(39)

Universitas Pertamina - 27 Untuk memperjelas kedalaman casing point, penempatan kedalaman sesuai dengan trajektori ditampilkan pada gambar dibawah beserta kedalaman formasi dan target reservoir.

Gambar 23 Kedalaman Casing Point di Compass

(40)

Universitas Pertamina - 28

4.1.2

Desain Trajektori

Pada sumur ini akan dilakukan pengeboran berarahdengan jenis S type. Pengeboran dilakukan dengan sumur S type agar dapat mencapai 5 target reservoir pada formasi Middle Arang dan Upper Arang. Tabel dibawah akan menjelaskan bentuk dari target reservoir yang harus dicapai.

Tabel 4 Target Reservoir

Nama Target Bentuk Target Radius (ft) Ketebalan (ft)

Upper Arang-1 Circle 81 20.5

Upper Arang-2 Circle 81 34

Middle Arang 1 Circle 81 34

Middle Arang 2 Circle 81 16

Middle Arang 3 Circle 81 54

Untuk membentuk sumur berarah pada penulisan tugas akhir ini digunakan software

COMPASS dari Landmark Halliburton. Dengan menggunakan COMPASS, didapatkan arah pengeboran atau trajektori dari sumur X dengan memasukkan inputan pada COMPASS sehingga sumur akan mencapai target. Inputan pada COMPASS pada saat mendesain trajektori adalah memasukkan coordinate target, kedalaman formasi, kedalaman KOP, dan BUR atau DLS yang diinginkan untuk mencapai target.

Faktor yang diperhatikan pada saat melakukan desain trajektori di COMPASS yaitu

surface coordinate, target coordinate, inclination yang akan dicapai, azimuth, dog leg severity, dan Directional Difficulty Index (DDI) untuk sumur X. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka dapat didesain bentuk sumur yang dapat mecapai target dengan optimal dan aman. Berikut merupakan hasil dari rencana arah pengeboran atau trajektori dari sumur X di lapangan Natuna.

Pada saat melakukan desain menggunakan COMPASS, angka yang dimasukkan awalnya yaitu angka KOP. Dalam penentuan KOP yang sesuai untuk mencapai target reservoir

yaitu berdasarkan dengan nilai DLS yang sudah ditentukan yaitu 3.7 deg/100 ft. Pada sumur ini dengan nilai DLS 3.7 deg/100 ft maka KOP terletak pada kedalaman 1000 ft MD/TVD. Dengan kedalaman KOP 1000 ft MD/TVD, maka target reservoir dapat dicapai. Selanjutnya trajektori akan membuat tangent section dengan inclination 78.57ᵒ. Untuk mencapai keseluruhan target maka trajekotri akan membuat drop section samapai inclination 39.67ᵒ dan pada akhirnya membuat tangent section dengan inclination akhir 39.67ᵒ untuk mencapai target terakhir reservoir yaitu di formasi Midlle Arang . Untuk planned trajektoriditampilkan pada Tabel 25 Planned Trajektori Sumur X. Gambar dibawah merupakan gambar bentuk desain trajektori sumur X.

(41)

Universitas Pertamina - 29 Gambar 25 Desain 3D Trajektori Sumur X

Gambar 26 Desain Section View Sumur X

Gambar 27 Desain Plan View Sumur X

Dengan bentuk seperti pada gambar diatas, didapatkan nilai DDI sebesar 6.413. DDI merupakan tingkatan kesulitan sumur untuk di bor. Untuk sumur x dengan DDI 6.413 dan

(42)

Universitas Pertamina - 30 relatif tinggi, tetapi sumur tersebut tetap bisa di bor dan dioptimalkan untuk diproduksikan. Tabel dibawah menjelaskan setiap nilai pada DDI dan ringkasan planned trajektori.

Tabel 5 Penjelasan DDI

Difficulty Well type Proposed Modifier

Less than 6 Relatively short wells.

Simple profiles with low tortuosity.

Minus 10% 6.0 to 6.4 Either shorter wells with high tortuosity or longer wells

with lower tortuosity

0

6.4 to 6.8 Longer wells with relatively tortuous well paths Plus 5%

Greater than 6.8

Long tortuous well profiles with a high degree of difficulty

Plus 10%

Sumber : (Alistair W. Oag & Schlumberger, 2000) Tabel 6 Ringkasan Planned Trajektori Sumur X

Section Trajektori MD (ft) TVD (ft) Horizontal Displacement (ft) DLS deg/100 ft Incl (deg) Azimuth (deg) Incl last shoe (deg) KOP 1000 1000 0 0 0 0 0 Build 3123.6 2517.8 1230.6 3.7 78.57 131.34 77.7 Tangent 7045.9 3295 5041 0 78.57 131.34 77.7 Drop 9412.6 4571 6760.8 2.57 – 3.49 39.67 55.79 40 Tangent 9772.5 4848 6847.3 0 39.67 55.79 39.67

4.1.2.1

Anticollision

Analisis

Sumur X akan di bor dari slot A pada platform AA. Pada platform AA terdapat 8 slot yang akan digunakan untuk melakukan pengeboran di platform AA. Setiap slot dengan ukuran 36” dapat dilakukan pengeboran untuk 2 sumur, yang berarti 1 slot terdiri dari 2 sumur dan saling berdekatan. Oleh karena itu dilakukan analisis anticollision agar pengeboran dapat dilakukan dengan aman tanpa mengganggu keberadaan sumur yang telah di bor. Berikut merupakan gambar slot pada paltform AA.

(43)

Universitas Pertamina - 31 Gambar 28 AA Platform Slot Allocation

Risiko terjadi tabarakan pada saat pengeboran sumur X yaitu berasal dari sumur sumur Y-2 yang di bor dari slot C yang terletak disebelah slot A dimana merupakan slot yang akan digunakan untuk dilakukan pengeboran sumur X. Separation factor jatuh dibawah 1.5 dari 970 ftMD ke 1000 ftMD. Untuk summary analisis anticollision antara sumur X dengan sumur Y-2 terdapat pada Tabel 22 Anticollision Summary Antara Sumur X dan Sumur Y-2. Risiko tabarakan lainnya yang dapat terjadi yaitu dengan sumur XY yang di bor pada

slot F. Nilai dari separation factor yaitu dibawah 2.5 pada kedalaman 8900 ftMD sampai 9070

ftMD. Untuk summary analisis anticollision antara sumur X dengan sumur XY terdapat pada Tabel 23 Anticollision Summary Antara Sumur X dan Sumur XY.

Dari hasil analisis terhadap anticollision didapatkan kedalaman yang memiliki risiko tabrakan dengan sumur sebelah, sehingga pada kedalaman tersebut perlu diperhatikan atau diantisipasi agar tidak terjadinya tabarakan. Itulah fungsi dari analisis anticollision pada pengeboran sumur X ini.

4.1.3

Desain Pemilihan Alat Pengeboran Berarah

Berikut merupakan analisis yang dilakukan penulis untuk penentuan BHA pada sumur X.

4.1.3.1

Desain Alat Pengeboran Berarah

Hole Section

16”

Digunakan analisis untuk mendukung desain alat pengeboran berarah yaitu menggunakan Kepner Tregoe Decision Analysis (KTDA). Beberapa parameter digunakan pada saat melakukan analisis dengan KTDA. Tabel dibawah merupakan tabel KTDA untuk hole section 16”. X P-2 P XY Z-2 Z Y-2 Y

(44)

Universitas Pertamina - 32 Tabel 7Analisis KTDA Hole section16” (710 ft MDRT – 1439 ft MDRT)

Solusi RSS Mud motor

Musts

Dapat melakukan Pengeboran

Berarah GO GO

Minimal DLS 4 deg / 100 ft GO GO

Dapat bekerja optimal dengan

adanya GWD NO GO GO

Wants Bobot Rating Skor Rating Skor

Membuat kualitas

lubang lebih baik 8 9 72 6 48

Dapat membuat pengeboran lebih cepat

(ROP)

8 9 72 8 64

Lebih mudah di kontrol 7 8 56 7 49

Total 200 Total 161

Tabel 8 Analisis KTDA Hole section16” (1439 ft MDRT – 3003 ft MDRT)

Solusi RSS Mud motor

Musts

Dapat melakukan Pengeboran Berarah

GO GO

Minimal DLS 4 deg / 100 ft GO GO

Wants Bobot Rating Skor Rating Skor

Membuat kualitas

lubang lebih baik 8 9 72 6 48

Dapat membuat pengeboran lebih cepat

(ROP)

8 9 72 8 64

Lebih mudah di kontrol 7 8 56 7 49

Total 200 Total 161

Dari analisis diatas terdapat parameter yang berbeda tergantung dari kebutuhan di setiap section. Bisa diambil kesimpulan dari setiap section berdasarkan parameter apakah “GO” atau “NO GO”.

Hole section 16" akan dilakukan pengeboran sampai casing point 13 3/8" pada kedalaman 2513ft TVDRT / 3100ft MDRT. Pada hole section 16" juga akan dimulainya kick off

untuk pengeboran berarah yaitu pada kedalaman 1000 ftTVDRT / 1000 ft MDRT dan akan membentuk sudut sampai maksimum inclination 78.57 deg dengan maksimum DLS yaitu 3.70

deg/100 ft. Pada hole section 16" hanya ada build section dari KOP sampai casing point 13 3/8" dengan inclination at shoe yaitu 77.7 deg.

Dari data offset well terdapat kemungkinan gangguan atau interference dari casing yang ada di offset well terhadap survey yang akan dilakukan jika menggunakan MWD. Pengeboran dilakukan di platform, lalu memiliki jarak antar slot 3 meter, yang berarti interference berasal

Gambar

Gambar 1 Peta lapangan Natuna Sea Block A
Gambar 2 Inaccessible sites  Sumber : (Nguyen, 1996)
Gambar 4 Sidetracking  Sumber : (Smith, 1996)
Gambar 7 Ofsshore multiwell  Sumber : (Smith, 1996)
+7

Referensi

Dokumen terkait