• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1509000058Bab 10 Aspek Lingkungan dan Sosial RPI2JM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1509000058Bab 10 Aspek Lingkungan dan Sosial RPI2JM"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

BAB

10

ASPEK

LINGKUNGAN

DAN

SOSIAL

10.1 Aspek Lingkungan

Kebijakan nasional penataan ruang secara formal ditetapkan

bersamaan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun

1992 tentang Penataan Ruang (UU 24/1992), yang kemudian

diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 (UU

26/2007). Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata

ruang nasional yang semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan

dengan kriteria aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun,

setelah lebih dari 25 tahun diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas

tata ruang masih belum memenuhi harapan. Bahkan cenderung

sebaliknya, justru yang belakangan ini sedang berlangsung adalah

indikasi dengan penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan.

Pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan makin terlihat secara

kasat mata baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.

Isu-isu lingkungan hidup yang semakin menguat dewasa ini, termasuk

pada aras global, secara substantif merupakan suatu wacana korektif

terhadap paradigma pembangunan (developmentalism). Krisis lingkungan

hidup yang semakin luas di Indonesia dewasa ini, ditengarai karena

antara lain perencanaan pembangunan yang bias pertumbuhan ekonomi

ketimbang ekologi. Sehingga sebagai akumulasinya dalam dekade

terakhir ini kita seperti menuai bencana lingkungan. Banjir, longsor,

kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, degradasi hutan dan

keanekaragaman hayati, serta pencemaran sungai, laut dan udara,

(2)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

hidup yang harus ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah jauh lebih

besar ketimbang manfaat (benefit) ekonomi yang diperoleh.

Dengan diberlakukannya kebijakan nasional penataan ruang tersebut,

maka tidak ada lagi tata ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata

ruang menjadi produk dari rangkaian proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena

itu, penegasan sanksi atas pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur

dalam UU 26/2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus

diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang

bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah.

Guna membantu mengupayakan perbaikan kualitas rencana tata ruang

wilayah maka Kajian Lingkungan Hidup Strategis [KLHS] atau Strategic

Environmental Assessment [SEA] menjadi salah satu pilihan alat bantu

melalui perbaikan kerangka pikir [framework of thinking] perencanaan tata

ruang wilayah untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup.

Pengarusutamaan (mainstreaming) pembangunan berkelanjutan telah

ditetapkan sebagai landasan operasional pelaksanaan pembangunan,

seperti tercantum dalam RPJP dan RPJM Nasional. Lebih dari itu, selain

UUD 45, UU tentang Lingkungan Hidup, UU tentang Penataan Ruang

serta UU Otonomi Daerah telah menegaskan arti pentingnya lingkungan

hidup. Secara filosofis maupun fenomena riel, pendekatan konsep

keruangan sangat identik dengan fenomena lingkungan hidup yang

dinamis dan sistemik.

Fenomena ini menjadi dasar argumentasi perhatian pada lingkungan

hidup dalam konstelasi pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah

melalui implementasi UU Penataan Ruang. Oleh karena itu, setiap proses

perumusan visi, misi, tujuan, dan strategi pembangunan sampai dengan

pelaksanaannya yang memerlukan alokasi kegiatan disuatu lokasi atau

kawasan tertentu akan senantiasa mengandung kepentingan pelestarian

(3)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Dalam konteks mekanisme implementasi strategi pembangunan,

perhatian pada lingkungan hidup ini seyogyanya ditempatkan sejak awal

proses penetapan strategi sampai dengan pelaksanaannya. Sejumlah

studi dan upaya untuk mengenalkan serta menerapkan kajian lingkungan

hidup strategis telah dilakukan sejak 5 (lima) tahun terakhir atas inisiatif

KLH, Bappenas, dan Depdagri. Orientasi kegiatan tidak saja menyangkut

pembangunan regional dan pembangunan daerah tetapi juga

pembangunan sektoral, serta pengujian konsep, kebijakan, metode, dan

teknis analisis.

Menyadari bahwa instrumen lingkungan hidup yang tersedia saat ini

baru pada tingkat proyek (pelaksanaan AMDAL), maka masih dibutuhkan

satu alat kaji pada tingkat strategis, setara dengan strategi pembangunan

nasional maupun daerah. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah tentang

AMDAL dinyatakan bahwa salah satu instrumennya yaitu AMDAL

Regional telah dihapuskan, sehingga sebuah format kajian mengenai

lingkungan hidup pada aras strategis dalam konteks pembangunan

semakin diperlukan.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau yang secara

internasional dikenal sebagai Strategic Environmental Assessment (SEA),

dalam satu dekade terakhir dapat dikatakan masih dalam tahap awal

pengembangan di Indonesia. Yang dimaksud dengan tahap awal adalah

bahwa KLHS baru dalam tahap penapisan (screening) dan pelingkupan

(scoping) serta masih dalam bentuk kajian yang belum diimplementasikan

secara riel. Dengan kata lain, KLHS belum menjadi bagian dari kebijakan

pembangunan nasional. Namun dari pengalaman selama ini, dapat ditarik

satu kesimpulan bahwa KLHS sudah sampai pada taraf sangat

dibutuhkan, dan perlu segera diterapkan secara riel serta diformalkan

dalam konteks kebijakan nasional maupun daerah.

Sebagai satu konsep yang baru tetapi sangat dibutuhkan maka

(4)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

konstitusi, kelembagaan maupun pendekatan, metode, dan teknis

pelaksanaannya telah dicoba untuk dirumuskan. Tentunya

alternatif-alternatif ini perlu diujicoba pula, khususnya dalam konteks kebijakan

penyelenggaraannya.

Memahami permasalahan dan tantangan di atas, maka sasaran

pembangunan lingkungan hidup yang ditetapkan pemerintah dapat dirinci

sebagai berikut:

 Meningkatkan kualitas air permukaan (sungai, danau, dan situ),

sekaligus pengendalian dan pemantauan terpadu antarsektor.

 Terkendalinya pencemaran pesisir dan laut melalui usaha konservasi

tanah.

 Meningkatkan kualitas udara, khususnya di daerah perkotaan,

melalui kebijakan transportasi yang ramah lingkungan.

 Pengurangan penggunaan bahan perusak ozon (BPO) secara

bertahap.

 Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim

global.

 Pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara

berkelanjutan sesuai dengan IBSAP (Indonesian Biodiversity

Strategy and Action Plan) 2003–2020.

 Meningkatkan upaya pengelolaan sampah perkotaan dengan

menempatkan faktor lingkungan sebagai penentu kebijakan.

 Meningkatkan sistem pengelolaan limbah B3.

 Tersusunnya informasi dan peta wilayah yang rentan terhadap

kerusakan lingkungan dan bencana alam (banjir, kekeringan, gempa

bumi, tsunami, dan lainnya).

 Tersusunnya aturan pendanaan bagi pelestarian lingkungan hidup

yang inovatif.

(5)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

 Meningkatkan kesadaran rakyat akan pentingnya konservasi

lingkungan hidup dan sumberdaya alam.

Sementara itu, pembangunan lingkungan hidup secara khusus

diarahkan untuk:

 Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan.

 Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat

nasional dan daerah.

 Meningkatkan upaya harmonisasi pengembangan hukum lingkungan

dan penegakannya secara konsisten terhadap pencemaran

lingkungan.

 Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat

kegiatan pembangunan.

 Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup, baik

di tingkat nasional maupun daerah, terutama dalam menangani

permasalahan yang bersifat akumulatif, fenomena alam yang

musiman, dan bencana.

 Membangun kesadaran rakyat agar peduli pada isu lingkungan hidup

dan berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas

lingkungan hidup; dan

 Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk

informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan dan

informasi kewaspadaan dini terhadap bencana.

Selanjutnya, arah pembangunan di atas dijabarkan dalam

program-program pembangunan yang langsung terkait dengan urusan lingkungan

hidup dan pengelolaan sumberdaya alam, sebagaimana tercantum dalam

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 tahun 2005 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004 – 2009.

Program ini bertujuan untuk menjamin kualitas ekosistem agar fungsinya

(6)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Kegiatan pokok yang tercakup antara lain penyusunan tata ruang dan

zonasi untuk perlindungan sumberdaya alam, terutama wilayah-wilayah

yang rentan terhadap gempa bumi tektonik dan tsunami, banjir,

kekeringan, serta bencana alam lainnya;

10.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Mengacu pada UU SPPN, UU Lingkungan Hidup, dan RPJM

2004-2009 serta UU Otonomi Daerah berikut arahan penyelenggaraan

pemerintahan daerah dari Dirjen PUOD, konsep KLHS secara filosofis dan

konseptual sangat relevan menjadi bagian pokok arah kebijakan

pembangunan, dengan mengingat bahwa pembangunan lingkungan

merupakan dasar bagi pembangunan berkelanjutan. Konsep KLHS

memiliki kapasitas untuk menjadi payung yang mengintegrasikan

permasalahan riel dan kebutuhan pembangunan dengan proses

pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih bersifat holistik dan

sistemik bukan kepentingan pragmatis sektoral semata yang sarat dengan

konflik dan perilaku eksploitatif sumberdaya alam. Bahkan dari sisi

kepentingan politik, penerapan konsep KLHS memiliki potensi sebagai

integrator kekuatan-kekuatan politik yang berkembang melalui mekanisme

dinamika partai politik, yaitu kampanye politik dan sistem pemilihan umum.

Namun demikian, permasalahan yang muncul dan menjadi perhatian

untuk dicarikan terobosan solusinya dalam kondisi saat ini adalah pada

tatanan metode penerapannya, karena dalam acuan struktur kebijakan

khususnya dalam kaitannya dengan institusionalisasinya masih ditemui

inkonsistensi, serta belum terdefinisi secara operasional dan sistematik.

Belum lagi dengan adanya kemungkinan ketidakserasian antarkebijakan

sektoral yang seringkali menimbulkan konflik, dimana masing-masing

kebijakan sektoral dipayungi oleh kekuatan hukum yang setara

tingkatannya (antar Undang-Undang, Peraturan Presiden hingga

(7)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Mengingat kondisi di atas, terlihat perlunya dilakukan

terobosan-terobosan kreatif untuk menghasilkan inovasi dalam merancang kebijakan

strategis pembangunan melalui pemanfaatan instrumen peraturan

perundangan yang berlaku serta legitimasi kelembagaan, dimana

keterlibatan rakyat yang secara riel terkait langsung dengan fenomena

lingkungan hidup menjadi kuncinya. Pada prakteknya, sesuai dengan

definisi yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan UU Tata Ruang (UU No. 26 tahun 2007), di

manapun ada kehidupan atau kegiatan manusia pasti terkait secara

sistem atau fungsional dengan permasalalan lingkungan hidup. Oleh

karena itu menjadi semakin mendesak untuk dilakukan terobosan dalam

merumuskan development administration KLHS (terkait dengan sistem

politik, sosial-budaya-ekonomi dan birokrasi) mengikuti konteks

perkembangan kepentingan pembangunan Indonesia masa kini dan

mendatang.

Menyadari banyaknya permasalahan lingkungan hidup yang berskala

regional ataupun nasional bahkan lintas negara, dan tidak cukup

memadainya instrumen AMDAL yang hanya berorientasi pada skala

proyek, kini telah dikembangkan satu instrumen yang berskala regional

sampai internasional pada tataran strategis. Instrumen ini kemudian

dipopulerkan dengan istilah Strategic Environment Assessment (SEA),

yang kemudian diterjemahkan sebagai Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS). KLHS kini tidak hanya menjadi perhatian, tetapi juga telah

ditetapkan sebagai mandatory atau directive di sejumlah negara di Asia

dan Afrika, Australia, dan Selandia Baru, serta beberapa badan dunia

seperti Uni Eropa, World Bank, dan Asian Development Bank.

Mengikuti perkembangan ini, KLH telah berinisiatif untuk

mengembangkannya sejak lebih dari lima tahun lalu. Sebagaimana tahap

inisiasi pada umumnya, kegiatan yang terkait dengan pemikiran KLHS ini

(8)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

lain, kegiatan-kegiatan tersebut belum dapat dikatakan sebagai kegiatan

KLHS seutuhnya, sehingga dapat dikatakan masih “nearly SEA”. Namun,

sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran dan kebutuhan

penyelesaian masalah lingkungan hidup pada tataran regional dan

strategis di Indonesia, maka instrumen KLHS ini dituntut untuk segera

menjadi acuan dasar dalam mengkaji kebutuhan, perumusan tujuan, dan

strategi pembangunan nasional maupun daerah.

Tuntutan ini semakin kuat sejalan dengan UU SPPN (Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional) dan RPJM 2004 – 2009. Sesuai

dengan perannya masing-masing, maka KLH, Bappenas, dan Depdagri

semakin intensif bekerja untuk merumuskan KLHS ini sebagai satu

instrumen nasional dan regional. Bahkan KLHS ini telah diupayakan untuk

menjadi pegangan utama dalam merumuskan setiap strategi

pembangunan berikut monitoring dan evaluasinya, baik dalam konteks

kewilayahan maupun sektoral.

Ada dua definisi KLHS yang lazim diterapkan, yaitu definisi yang

menekankan pada pendekatan telaah dampak lingkungan (EIA-driven)

dan pendekatan keberlanjutan (sustainability-driven). Pada definisi

pertama, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak

lingkungan dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan.

Sedangkan definisi kedua, menekankan pada keberlanjutan

pembangunan dan pengelolaan sumberdaya.

Definisi KLHS untuk Indonesia kemudian dirumuskan sebagai proses

sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dari, dan

menjamin diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan dalam,

pengambilan keputusan yang bersifat strategis [SEA is a systematic

process for evaluating the environmental effect of, and for ensuring the

(9)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun,

mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap

lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam

kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya berada pada relung

pengambilan keputusan. Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam

siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang,

maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing hirarki rencana

tata ruang wilayah [RTRW]. KLHS bisa menentukan substansi RTRW,

bisa memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa

dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap (komplementer)

atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari

beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas.

Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk

meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan Hidup (AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan lingkungan

lainnya, menciptakan tata pengaturan yang lebih baik melalui

pembangunan keterlibatan para pemangku kepentingan yang strategis

dan partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah administrasi, serta

memperkuat pendekatan kesatuan ekosistem dalam satuan wilayah

(kerap juga disebut “bio-region” dan/atau “bio-geo-region”). Sifat pengaruh KLHS dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu KLHS yang bersifat

instrumental, transformatif, dan substantif. Tipologi ini membantu

membedakan pengaruh yang diharapkan dari tiap jenis KLHS terhadap

berbagai ragam RTRW, termasuk bentuk aplikasinya, baik dari sudut

langkah-langkah prosedural maupun teknik dan metodologinya.

Pendekatan KLHS dalam penataan ruang didasarkan pada kerangka

bekerja dan metodologi berpikirnya. Berdasarkan literatur terkait, sampai

saat ini ada 4 (empat) model pendekatan KLHS untuk penataan ruang,

(10)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan Hidup/AMDAL (EIA-Mainframe). KLHS dilaksanakan menyerupai AMDAL yaitu mendasarkan telaah pada efek dan

dampak yang ditimbulkan RTRW terhadap lingkungan hidup.

Perbedaannya adalah pada ruang lingkup dan tekanan analisis

telaahannya pada tiap hirarhi KRP RTRW.

KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan Hidup

(Environmental Appraisal). KLHS ditempatkan sebagai

environmental appraisal untuk memastikan KRP RTRW menjamin

pelestarian fungsi lingkungan hidup, sehingga bisa diterapkan

sebagai sebuah telaah khusus yang berpijak dari sudut pandang

aspek lingkungan hidup.

KLHS sebagai Kajian Terpadu/Penilaian Keberlanjutan (Integrated Assessment Sustainability Appraisal). KLHS diterapkan sebagai bagian dari uji KRP untuk menjamin keberlanjutan secara holistik,

sehingga sudut pandangnya merupakan paduan kepentingan aspek

sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Dalam prakteknya, KLHS

kemudian lebih ditempatkan sebagai bagian dari kajian yang lebih

luas yang menilai atau menganalisis dampak sosial, ekonomi dan

lingkungan hidup secara terpadu.

KLHS sebagai pendekatan Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya

Alam (Sustainable Natural Resource. Management) atau

Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya (Sustainable Resource Management). KLHS diaplikasikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, dan a) dilaksanakan sebagai bagian yang tidak

terlepas dari hirarki sistem perencanaan penggunaan lahan dan

sumberdaya alam, atau b) sebagai bagian dari strategi spesifik

pengelolaan sumberdaya alam. Model a) menekankan

pertimbanganpertimbangan kondisi sumberdaya alam sebagai dasar

(11)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

fungsi RTRW sebagai acuan aturan pemanfaatan dan perlindungan

cadangan sumberdaya alam.

Aplikasi-aplikasi pendekatan di atas dapat diterapkan dalam bentuk

kombinasi, sesuai dengan : hirarki dan jenis RTRW yang akan

dihasilkan/ditelaah, lingkup isu mengenai sumberdaya alam dan

lingkungan hidup yang menjadi fokus, konteks kerangka hukum RTRW

yang dihasilkan/ditelaah, kapasitas institusi dan sumberdaya manusia

aparatur pemerintah selaku pelaksana dan pengguna KLHS, serta tingkat

kemauan politis atas manfaat KLHS terhadap RTRW.

Tabel 10.1

(12)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 10.1 Kerangka Kerja KLHS

Kegiatan penapisan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan KLHS

terhadap sebuah konsep/muatan rencana tata ruang. Langkah ini

diperlukan atas alasan-alasan: a) memfokuskan telaah pada KRP yang

memiliki nilai strategik, b) memfokuskan telaah pada KRP yang

diindikasikan akan memberikan konsekuensi penting pada kondisi

lingkungan hidup, dan c) memberikan gambaran umum metodologi

pendekatan yang akan digunakan. Karena penyusunan RTRW wajib

dilakukan maka tahap penapisan tidak diperlukan, sementara penyusunan

RTR dengan tingkat kerincian Kawasan bisa ditapis terlebih dulu dengan

menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :

 Apakah rancangan RTR berpotensi mendorong timbulnya

percepatan kerusakan sumber daya alam (hutan, tanah, air atau

pesisir) dan pencemaran lingkungan yang kini tengah berlangsung

(13)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

 Apakah rancangan RTR berpotensi meningkatkan intensitas

bencana banjir, longsor, atau kekeringan di wilayah-wilayah yang

saat ini tengah mengalami krisis ekologi? dan/atau

 Apakah rancangan RTR berpotensi menurunkan mutu air dan udara

termasuk ketersediaan air bersih yang dibutuhkan oleh suatu wilayah

yang berpenduduk padat? dan/atau

 Apakah rancangan RTR akan menyebabkan meningkatnya jumlah

penduduk golongan miskin sebagai akibat adanya pembatasan baru

atas akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam yang semula

dapat mereka akses? dan/atau

 Apakah rancangan RTR berpotensi mengancam keberlanjutan

penghidupan (livelihood sustainability) suatu komunitas atau

kelompok masyarakat tertentu di masa mendatang?

Jawaban positif bagi salah satu pertanyaan diatas sudah cukup untuk

memberikan alasan bahwa rancangan RTR tersebut memiliki potensi efek

penting dan perlu dipertimbangkan untuk dilengkapi dengan KLHS.

Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka untuk

mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang

akan timbul berkenaan dengan rencana KRP RTR Wilayah dan Kawasan.

Berkat adanya pelingkupan ini, pokok bahasan dokumen KLHS akan lebih

difokuskan pada isu-isu atau konsekuensi lingkungan dimaksud.

Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan

evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya

RTRW; serta pengujian efektivitas RTRW dalam menerapkan

prinsip-prinsip keberlanjutan. Telaah dan analisis teknis mencakup : a) pemilihan

dan penerapan metoda, serta teknik analisis yang sesuai dan terkini, b)

penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai

dengan kebutuhan rekomendasi, dan c) sistematisasi proses

pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi yang dijaring.

(14)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

 Telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan,

 Telaah hubungan timbal balik kegiatan manusia dan fungsi

ekosistem.

 Telaah kerentanan masyarakat dan kapasitas adaptasi terhadap

perubahan iklim dan bencana lingkungan.

Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi

pokok/dasar RTRW (misalnya: pilihan struktur dan pola ruang), b) program

atau kegiatan penerapan muatan RTRW (misalnya: pilihan intensitas

pemanfaatan ruang), dan/atau c) kegiatan-kegiatan operasional

pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya: penerapan kode bangunan

yang hemat energi).

Pengambilan keputusan dilakukan untuk memilih alternatif terbaik

yang bisa dilaksanakan yang dipercaya dapat mewujudkan tujuan

penataan ruang dalam kurun waktu yang ditetapkan. Alternatif terpilih

tidak hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial

akan tetapi juga dapat menjamin terpeliharanya fungsi lingkungan secara

terus menerus. Berbagai metodologi yang lazim diterapkan dalam

pengambilan keputusan, antara lain: compatibility [internal dan eksternal]

appraisal, benefit-cost ratio, analisis skenario dan multikriteria, analisis

risiko, survai opini untuk menentukan prioritas, dll.

Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak lanjut

dapat diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pada

dasarnya efektivitas penerapan rekomendasi KLHS berkaitan langsung

dengan efektivitas RTRW bagi wilayah rencananya, sehingga tata

laksananya bisa mengikuti aturan pemantauan efektivitas RTRW.

Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen

kegiatan diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat.

(15)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

bervariasi bergantung pada aras (level of detail) RTRW, peraturan

perundangan yang mengatur keterlibatan masyarakat, serta komitmen

dan keterbukaan dari pimpinan organisasi pemerintahan baik di tingkat

pusat maupun daerah. Secara umum boleh dikatakan bila KLHS

diaplikasikan pada tingkat nasional atau provinsi, maka keterlibatan atau

partisipasi masyarakat harus lebih luas dan intens dibanding KLHS pada

tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS diaplikasikan untuk tingkat

kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat atau

konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan efektif. Hal ini

disebabkan cakupan muatan RTRW yang bersifat operasional memiliki

ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan langsung dengan

kegiatan masyarakat.

Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi

masyarakat untuk menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan

tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya

tata laksana penyaluran aspirasi masyarakat, termasuk pada tahap

pengambilan keputusan.

Komponen-komponen kerja KLHS dilaksanakan dengan

memperhatikan proses formal yang berjalan. Kombinasi berbagai alternatif

pelaksanaannya sangat ditentukan oleh kekhususan proses pengambilan

keputusan yang sedang terjadi pada masing-masing RTRW. Dalam kasus

dimana proses perencanaan RTRW belum terbentuk atau dilaksanakan,

seluruh komponen kerja KLHS bisa dijadikan bagian yang tak terpisahkan

dari langkah-langkah pekerjaan penyusunan RTRW. Pada situasi dimana

KLHS hadir sebagai kebutuhan untuk mendukung proses pengambilan

keputusan di tahap akhir proses perencanaan, proses kerjanya bisa

terpisah (stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara kedua

hal diatas akan terjadi, misalnya pengintegrasian beberapa komponen

kerja di tahap-tahap tertentu dan memisahkannya pada tahap yang lain.

(16)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

dilaksanakan atas alasan-alasan tertentu tanpa mengurangi nilai penting

dari pelaksanaan KLHS itu sendiri.

Kecenderungan penurunan kualitas lingkungan terkait dengan tata

ruang wilayah sebagai produk dari rangkaian proses penataan ruang,

yang diawali tahapan perencanaan tata ruang, oleh karena itu, perbaikan

kuaitas rencana tata ruang wilayah menjadi mutlak dan sangat strategis

untuk segera direalisasikan guna menghambat laju penurunan kualitas

lingkungan dan daya dukung lingkungan. KLHS bisa menjadi pilihan alat

bantu untuk memperbaiki kualitas rencana tata ruang wilayah melalui

perbaikan kerangka berfikir perencanaan tata ruang, yang berimplikasi

pada perbaikan prosedur/proses dan metodologi/muatan perencanaan.

10.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH

AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap

lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk

pengambilan keputusan. Hal -hal yang dikaji dalam proses AMDAL :

aspek fisik-kimia, ekologi, sosial -ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan

masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha

dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu

sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk mel aksanakan suatu

rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang

harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau

kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas

dampak besar dan penting terhadap lingk ungan hidup, baik dampak

negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau

kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi

dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.

Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting

(17)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

 Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana

usaha dan/atau kegiatan;

 Luas wilayah penyebaran dampak;

 Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

 Banyaknya komponen lingk ungan hidup lain yang akan terkena

dampak;

 Sifat kumulatif dampak;

 Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

Menurut PP No. 27/1999 pasal 3 ayat 1 Usaha dan/atau kegiatan

yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar d an penting

terhadap lingkungan hidup meliputi :

 Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam

 Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak

terbaharu

 Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan

pemborosan, Pencemaran dan keru sakan lingkungan hidup, serta

kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;

 Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan

alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

 Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempe ngaruhi

pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan

cagar budaya;

 Introduksi jenis tumbuh -tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad

renik;

Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) di Indonesia

diberlakukan berdasar PP 51 tahun 1993 (sebelumnya PP 29 tahun 1986)

sebagai realisasi pelaksanaan UU no. 4 tahun 1982 tentang Lingkungan

Hidup yang saat ini telah direvisi menjadi UU no. 23 tahun 1997. AMDAL

merupakan instrumen pengelolaan lingkungan yang diharapkan dapat

(18)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Hasil studi AMDAL merupakan bagian penting dari perencanaan

pembangunan proyek itu sendiri. Sebagai instrumen pengelolaan

lingkungan yang bersifat preventif, AMDAL harus dibuat pada tahap paling

dini dalam perencan aan kegiatan pembangunan. Dengan kata lain,

proses penyusunan dan pengesahan AMDAL harus merupakan bagian

dari proses perijinan satu proyek. Dengan cara ini proyek -proyek dapat

disaring seberapa jauh dampaknya terhadap lingkungan. Di sisi lain studi

AMDAL juga dapat memberi masukan bagi upaya -upaya untuk

meningkatkan dampak positif dari proyek tersebut.

Dalam PP 51 Tahun 1993 ditetapkan 4 jenis studi AMDAL, yaitu :

 AMDAL Proyek , yaitu AMDAL yang berlaku bagi satu kegiatan yang

berada dalam kewenangan satu instansi sektoral. Misalnya rencana

kegiatan pabrik tekstil yang mempunyai kewenangan memberikan

ijin dan mengevaluasi studi AMDALnya ada pada Departemen

Perindustrian.

 AMDAL Terpadu / Multisektoral, adalah AMDAL yang berlaku bagi

suatu rencana kegiatan pembangunan yang bersifat terpadu, yaitu

adanya keterkaitan dalam hal perencanaan, pengelolaan dan proses

produksi, serta berada dalam satu kesatuan ekosistem dan

melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi. Sebagai contoh

adalah satu kesatuan kegiatan pabrik pulp dan kertas yang

kegiatannya terkait dengan proyek hutan tanaman industri (HTI)

untuk penyediaan bahan bakunya, pembangkit tenaga listrik uap

(PLTU) untuk menyediakan energi, dan pelabuhan untuk distribusi

produksinya. Di sini terlihat adanya keterlibatan lebih dari satu

instansi, yaitu Departemen Perindustrian, Departemen kehutanan,

Departemen Pertambangan dan Departemen Perhubungan.

 AMDAL Kawasan, yaitu AMDAL yang ditujukan pada satu rencana

kegiatan pembangunan yang berlokasi dalam satu kesatua n

(19)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Contohnya adalah rencana kegiatan pembangunan kawasan

industri. Dalam kasus ini masing -masing kegiatan di dalam kawasan

tidak perlu lagi membuat AMDALnya, karena sudah tercakup dalam

AMDAL seluruh kawasan.

 AMDAL Regional, adalah AMDAL yang diperuntukan bagi rencana

kegiatan pembangunan yang sifat kegiatannya saling terkait dalam

hal perencanaan dan waktu pelaksanaan kegiatannya. AMDAL ini

melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi, berada dal am satu

kesatuan ekosistem, satu rencana pengembangan wilayah sesuai

Rencana Umum Tata Ruang Daerah. Contoh AMDAL Regional

adalah pembangunan kota -kota baru.

Secara teknis instansi yang bertanggung jawab dalam merumuskan

dan memantau penyusunan AMDAL di In donesia adalah BAPEDAL

(Badan Pengendalian Dampak Lingkungan). Sebagaimana diatur dalam

PP 51 tahun 1993, kewenangan ini juga dilimpahkan pada instansi

-instansi sektoral serta BAPEDALDA Tingkat I. Dengan kata lain BAPEDAL

Pusat hanya menangani studi -studi AMDAL yang dianggap mempunyai

implikasi secara nasional. Pada tahun 1999 diterbitkan lagi

penyempurnaan ini adalah untuk memberikan kewenangan proses

evaluasi AMDAL pada daerah. Materi baru dalam PP ini adalah

diberikannya kemungkinan partisipasi masyaraka t di dalam proses

penyusunan AMDAL Sebagaimana telah dievaluasi oleh banyak pihak,

proses AMDAL di Indonesia memiliki banyak kelemahan , yaitu :

 AMDAL belum sepenuhnya terintegrasi dalam proses perijinan satu

rencana kegiatan pembangunan, sehingga tidak te rdapat kejelasan

apakah AMDAL dapat dipakai untuk menolak atau menyetujui satu

rencana kegiatan pembangunan.

 Proses partisipasi masyarakat belum sepenuhnya optimal. Selama

(20)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

tetapi suaranya belum sepenuhnya diterima didalam proses

pengambilan keputusan.

 Terdapatnya berbagai kelemahan didalam penerapan studi -studi

AMDAL. Dengan kata lain, tidak ada jaminan bahwa berbagai

rekomendasi yang muncul dalam studi AMDAL serta UKL dan UPL

akan dilaksanakan oleh pihak pemrakarsa.

 Masih lemahnya metode -metode penyusunan AMDAL, khusunya

aspek “sosial budaya”, sehingga kegiatan-kegiatan pembangunan

yang implikasi sosial –budayanya penting, kurang mendapat kajian

yang seksama.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan teknologi

pembuatan perencanaan dan keputusan yang berasal dari barat, negara

industri yang demokratis dengan kondisi budaya dan sosial berbeda,

sehingga ketika program ini diterapkan di negara berkembang dengan

kondisi budaya dan sosiopolitik b erbeda, kesulitanpun muncul. Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL di Indonesia telah lebih dari

15 tahun diterapkan. Meskipun demikian berbagai hambatan atau

masalah selalu muncul dalam penerapan AMDAL, seperti juga yang

terjadi pada penerapan AMDAL di negara-negara berkembang lainnya.

Hambatan tersebut cenderung terfokus pada faktor-faktor teknis, seperti :

 Tidak memadainya aturan dan hukum lingkungan,

 Kekuatan institusi,

 Pelatihan ilmiah dan profesional,

 Ketersediaan data.

Karakter budaya serta perilaku sosial dan politik orang Indonesia

sangat mempengaruhi bentuk penerapan AMDAL. Inisiatif program dan

kebijakan lingkungan di Indonesia sangat bersifat “top down” oleh pemerintah sendiri. Inisiatif “top down” tersebut muncul bukan karena

adanya kebut uhan penganalisisan dampak, tetapi sebagai tanggapan

(21)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

menanggapi masalah lingkungan terutama melalui konferensi lingkungan

internasional di Stockholm tahun 1972 dan Rio De Janiero tahun 1992 .

Berbeda dengan di negara barat, program dan kebijakan lingkungan

dibuat karena adanya kebutuhan masyarakat, sehingga inisiatif bersifat

“bottom up ”.

Penerapan AMDAL di Indonesia tidak semudah di negara barat,

karena kondisi masyarakat yang berbeda, yang tidak dapat sepenuhnya

memberi dukungan terhadap tindakan pemerintah. Walaupun banyak isu

lingkungan dalam agenda sosial, tetapi isu tersebut masih dianggap

kurang penting. Masyarakat juga cenderung lebih mempertahankan hidup

dengan menggantungkan pada sum berdaya alam daripada melakukan

tindakan untuk melindungi kehidupan liar, spesies langka dan

keanekaragaman hayati. Agenda sosial untuk perlindungan lingkungan

tersebut juga lemah dan mempunyai sedikit kesempatan untuk diangkat

menjadi agenda politik. Kemi skinan, buta huruf, kurangnya informasi,

sangat berkuasanya elit politik dan ekonomi, rejim politik yang terlalu

mengontrol dan otoriter, merupakan faktor adanya situasi tersebut.

Pengelolaan lingkungan sebenarnya merupakan kegiatan yang

dilakukan antar instansi , karena mencakup multi disiplin. Untuk efektifitas

AMDAL, seharusnya instansi lingkungan dan sektoral pemerintah harus

melakukan koordinasi, berbagi informasi dan bekerjasama untuk

menerapkan AMDAL dalam siklus proyek, melakukan evaluasi terhadapa

usaha penilaian dan perencanaan lingkungan, serta mneyusun

rekomendasi. Kerjasama ini tampaknya kurang terjadi pada pelaksanaan

AMDAL di Indonesia. Dalam penyusunan rancangan program, komisi

AMDAL, yang berada di masing -masing sektor kementrian dan propin si

bekerja sendiri -sendiri. Komisi dapat menyetujui laporan AMDAL tanpa

adanya konsultasi dengan departemen lain yang bertanggung jawab

terhadap lokasi proyek, kontrol gangguan dan ijin egiatan. Jadi program

(22)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

secara resmi bagi staf pemerintah untuk bekerjasama menghindari atau

mengurangi dampak lingkungan selama perancangan proyek dan selama

proses kesepakatan pelaksanaan proyek.

Pada umumnya pelaksanaan AMDAL tidak mengikutsertakan

partisipasi masyarakat dalam perencanaan proyek dan pengambilan

keputusan. Konsultasi dengan masyarakat secara resmi pada

proyek-proyek yang diusulkan biasanya hanya dilakukan pada waktu survei untuk

mengumpulkan informasi. Konsultasi masyarakat dianggap tidak penting,

karena dianggap semua telah sepakat. Kalaupun ada keinginan

masyarakat untuk menolak usulan proyek, karakter budaya yang ada akan

menghambat pengungkapan keinginan tersebut. Sebaliknya di negara

barat, pemerintah justru mensponsori diadakannya konsult asi masyarakat

dalam setiap usulan pembangunan, yang mana pertikaian dan perdebatan

dapat terjadi, dan semuanya adalah untuk tujuan atau kepentingan

bersama.

Dalam kondisi pelaksanaan AMDAL di Indonesia tersebut, faktor

budaya seharusnya menjadi perhatian utama disamping faktor teknis,

ketika mengkaji kesulitan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan atau

program seperti AMDAL, yang berasal dari Barat dan diterapkan di negara

dengan budaya yang berbeda.

Tidak adanya lagi Komisi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal)

sektoral dan ditetapkannya satu Komisi Amdal Pusat di bawah

Kementerian Negara Lingkungan Hidup di mana semua stakeholders

(para pihak terkait) duduk di dalamnya, baik wakil dari departemen terkait,

pakar dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan

wakil masyarakat-merupakan kemajuan penting. Demikian penegasan

Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan (Bapedal) Sonny Keraf saat membuka Workshop Nasional

"Pengembangan Kapasitas Desentralisasi Proses Amdal", Senin (31/7

(23)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

ke daerah. Di pusat hanya akan ada satu komisi Amdal yang menilai

kegiatan yang mempunyai potensi berdampak negatif secara nasional.

Sementara di masing -masing propinsi dan kabupaten/kota akan dibentuk

satu komisi Amdal yang menangani proses Amdal di daerah

bersangkutan.

"Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 27/1999, semua

kebijakan dan proses mengenai Amdal hanya satu pintu. Dengan

demikian tidak ada lagi egosektoral yang selama ini mungkin terjadi, di

mana sektor lebih menekankan kegiatan produksi dan pertumbuhan

ekonomi, sementara Amdal hanya dipandang sebagai dokumen formal

yang bisa digarap sambil jalan .

Dalam peraturan pemerintah yang akan diberlakukan November 2000

itu dinyatakan, penilaian Amdal menjadi syarat mutlak pemberian izin

usaha. Dengan demikian, tidak akan ada izin usaha sebelum Amdal

dianggap memenuhi syarat. Dengan masuknya pelbagai pakar terkait dari

perguruan tinggi, diharapkan Amdal bisa menjadi dokumen ilmiah yang

berdasarkan kebenaran dan kejujuran. "Kepentingan untuk menjadikan

Amdal sebagai rekomendasi murni, tidak dibelenggu kepentingan politis

dan ekonomis, harus dikedepankan.

Pelibatan wakil LSM dan masyarakat sangat penting, sehingga tidak

ada lagi keluhan bahwa masyarakat harus menerima dampak suatu

kegiatan tanpa memiliki suara untuk menyetujui atau menolak. Hal ini

dikuatkan dengan Keputusan Kepala Bapedal No 8/2000, yang

mensyaratkan par tisipasi masyarakat dalam proses penilaian Amdal.

"Desentralisasi kewenangan Amdal merupakan bentuk penyelesaian

masalah yang paling strategis untuk menyerap aspirasi masyarakat,

penyederhanaan prosedur Amdal, peningkatan efektivitas pelaksanaan

(24)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Penyerahan wewenang proses Amdal dan perizinan ke daerah

menimbulkan pelbagai implikasi, antara lain masalah sumber daya

manusia. Karena itu, kelembagaan di daerah perlu diperkuat khususnya di

level pemerintah.

Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan

lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan

dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak

berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi

proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau

kegiatan.

Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan

Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut SPPL, adalah pernyataan

kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk

melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak

lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau

kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL.

UKL-UPL merupakan salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi

dalam pelaksanaan penerbitan izin lingkungan, sehingga bagi usaha

dan/atau kegiatan yang UKL-UPLnya ditolak maka pejabat pemberi izin

wajib menolak penerbitan izin bagi usaha dan/atau kegiatan

bersangkutan. UKL-UPL dinyatakan berlaku sepanjang usaha dan/atau

kegiatan tidak melakukan perubahan lokasi, desain, proses, bahan baku

dan/atau bahan penolong. Bagi UKL-UPL yang telah dinyatakan sesuai

dengan isian formulir atau layak, maka UKLUPL tersebut dinyatakan

kadaluarsa apabila usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam

jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak rekomendasi atas UKL-UPL diterbitkan.

Prosedur Operasional Standar (Standard Operating Procedure)

(25)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

meminimalkan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh usaha dan/ atau

kegiatan sesuai prosedur operasional yang berlaku.

10.2 Aspek Sosial

Komponen pengamanan sosial adalah bagian paling penting untuk

memahami upaya pencegahan terhadap munculnya dampak sosial di

masyarakat. Pelaksanaan upaya pengamanan sosial adalah suatu

kegiatan yang dilaksanakan untuk melihat dan memastikan bahwa

pelaksanaan program telah sesuai dengan kaidah-kaidah pengamanan

sosial. Secara garis besar mekanisme penerapan pengamanan sosial

dilaksanakan dengan alur sebagai berikut:

 Wajib melakukan sosialisasi upaya pengamanan lingkungan di setiap

tahapan kegiatan/siklus program, dimulai dari kegiatan sosialisasi,

perencanaan, pengusulan kegiatan, pelaksanaan konstruksi sampai

dengan tahapan pemanfaatan dan pemeliharaan.

 Menyiapkan usulan kegiatan berdasarkan format standar yang telah

disediakan yang memuat spesifikasi teknis, anggaran dan rencana

kerja, termasuk dalam hal ini kesesuaiannya dengan ketentuan

pengamanan sosial.

 Semua usulan kegiatan dari masyarakat akan dikaji oleh tenaga ahli

dari segi kelayakan, teknis, dan kesesuaian dengan pedoman.

 Menapis usulan kegiatan dari sisi dampak lingkungan berdasarkan

kriteria penapisan lingkungan. Serta jika diperlukan juga melakukan

penapisan khusus untuk semua usulan kegiatan masyarakat yang

membutuhkan tanah dan perubahan penggunaan air (misal

reklamasi, irigasi); proyek ekonomi yang berdampak lingkungan

untuk memastikan alignment, air larian, dsb. memenuhi standar

praktek yang baik.

(26)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Sebagai acuan pelaksanaan maka keberhasilan dalam pelaksanaan

pengamanan sosial dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagai

berikut:

 Masyarakat memahami pentingnya tindakan pengamanan sosial.

 Masyarakat tidak mengalami kerugian dengan adanya pelaksanaan

program.

 Tidak terjadi konflik di masyarakat selama dan setelah pelaksanaan

program.

 Infrastruktur dibangun di atas lahan yang status pemanfaataan

lahannya sudah jelas.

 Menghindari/meminimalkan terjadinya ganti rugi lahan.

 Masyarakat adat tidak melakukan protes terhadap pelaksanaan

program.

 Tidak terjadi perselisihan/konflik diantara masyarakat adat selama

pelaksanaan program.

 Tidak terjadi/menghindari terjadinya penggusuran.

 Tidak terjadi /menghindari terjadinya pemukiman kembali.

 Tidak terjadi pencemaran lingkungan (genangan, banjir, timbulan

sampah padat/cair, kebisingan,bau, dll) di lokasi sasaran.

 Dilaksanakannya langkah mitigasi dan pemantauan dampak

lingkungan.

 Masyarakat tidak melakukan protes atas infrastruktur terbangun.

10.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta

Karya

Dalam Standard on Social Responsibility ISO 2006, tanggung jawab

sosial mencakup 7 isu pokok yaitu: pengembangan masyarakat,

konsumen, praktek kegiatan institusi yang sehat, lingkungan,

(27)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Meskipun belum ada standar baku tanggung jawab sosial,

unsur-unsur tanggung jawab sosial terus mengalami perkembangan seiring

dengan perkembangan masyarakat, globalisasi, dan pasar bebas. The

World Bank Institute menjabarkan komponen tanggung jawab sosial

sebagai berikut.

 Proteksi Lingkungan. Tanggung jawab lingkungan ditekankan pada

menemukan cara penggunaan sumber daya alam secara

berkelanjutan untuk mengurangi dampak operasionalisasi terhadap

lingkungan.

 Jaminan Kerja. Terkait dengan kebebasan berserikat bagi pekerja

dan pengenalan secara efektif terhadap hak dan kewajiban pekerja,

khususnya hak untuk berunding secara kolektif.

 Hak Asasi Manusia. Pengembangan tempat kerja yang bebas dari

diskriminasi dengan mengedepankan etika professional yang

memperhatikan kreativitas dan pembelajaran, dan keseimbangan

antara pekerjaan terhadap aspek lain di luar pekerjaan.

 Keterlibatan dalam komunitas. Merupakan tindakan untuk

mengoptimalkan dampak dari donasi uang, waktu, produk,

jasa,pengaruh, pengetahuan manajemen dan sumber daya lainnya

pada masyarakat di mana infrastruktur tersebut dibangun.

 Standar bisnis. Standar ini meliputi aktifitas secara luas seperti etika,

imbalan keuangan, perlindungan lingkungan, standar kerja, dan

HAM.

 Pasar. Mencakup aktivitas bisnis secara luas yang menggambarkan

hubungan antara perusahaan dengan konsumen, yang antara lain

meliputi etika pemasaran, penetapan harga, pengenalan produk,

kualitas dan keamanan produk.

 Pengembangan ekonomi dan badan usaha. Dalam menjalankan

usahanya, perusahaan harus memperhatikan daya saing,

(28)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

kewiraswastaan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan

keuangan mikro.

 Proteksi Kesehatan. Di banyak negara industri, tempat kerja dikenal

sebagai tempat penting untuk melakukan promosi kesehatan,

sehingga perusahaan dapat berperan sebagai mitra pemerintah

dalam pengembangan kesehatan.

 Pengembangan kepemimpinan dan pendidikan. Perusahaan dapat

memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar dengan

memberikan akses pendidikan, sehingga perusahaan dapat

memberikan dampak positif pada proses pemberdayaan melalui

standar pengembangan kepemimpinan dan pendidikan dalam

perusahaan dan menularkan praktek-praktek terbaik kepada mitra

perusahaan yang masih berada dalam tingkat perekonomian

berkembang atau transional.

 Bantuan bencana kemanusiaan. Perusahaan bekerjasama dengan

pemerintah, masyarakat dan LSM memegang peran penting dalam

mendukung operasi bencana kemanusiaan. Perusahaan diharapkan

dapat menerapkan konsep “respon proaktif” dan memusatkan pada

tindakan pencegahan melalui upaya pemberdayaan.

10.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta

Karya

Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas merupakan salah satu

faktor penentu daya tarik suatu kawasan/wilayah, di samping faktor

kualitas lingkungan hidup, image, dan masyarakat (budaya). Sementara

itu, kinerja infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya

saing global, selain kinerja ekonomi makro, efisiensi pemerintah, dan

efisiensi usaha.

Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah bagaimana

(29)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

kesenjangan antar-kawasan nusantara: antara Kawasan Barat Indonesia

dengan Kawasan Timur Indonesia, antara Pulau Jawa dan pulau-pulau

lainnya, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, antara kota

Jakarta dan kota-kota lainnya. fenomena yang terkait adalah urbanisasi

yang cukup tinggi dengan laju antara 1% hingga 1,5% per tahun akibat

tingginya mobilitas penduduk. Secara teoritik, kota merupakan mesin

pertumbuhan ekonomi (the engine of economic growth), sehingga proses

pengembangan wilayah terjadi karena adanya perkembangan kota

sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yang lalu diikuti dengan penyebaran

pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitarnya. Diperkirakan dalam 20

hingga 25 tahun ke depan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia akan

mencapai 65% (Pustra, 2007), dan pada akhir tahun 2014 jumlah

penduduk perkotaan diperkirakan mencapai 53 – 54%.

Tingkat urbanisasi yang relatif tinggi belum disertai oleh kamampuan

untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang disebabkan oleh

pertumbuhan penduduk oleh urbanisasi tersebut maupun “backlog” yang

telah ada sebelumnya. Demikian juga ketersediaan infrastruktur belum

merata ke semua golongan masyarakat, terutama masyarakat miskin.

Menghadapi tantangan di atas, maka diperlukan pendekatan

pembangunan yang bersifat kewilayahan dan direncanakan dengan

matang sesuai dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan ekonomi

dan sosial serta ketersedian infrastruktur suatu wilayah agar infrastruktur

pekerjaan umum dan permukiman dapat mendukung pengembangan

ekonomi dan wilayah secara efisien dan efektif.

Tantangan penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan

permukiman ke depan juga erat terkait dengan pembangunan

berkelanjutan yang menjadi bagian dari 3 (tiga) pilar pembangunan

(ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan

sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa

(30)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

menjaga kawasan dan lingkungan hunian yang aman, nyaman, produktif

dan berkelanjutan tanpa mengakibatkan degradasi lingkungan. Isu ini di

Indonesia semakin penting sejalan dengan meningkatnya kesadaran

ekologi yang dipicu oleh keprihatinan terhadap kerusakan lingkungan

yang semakin parah dan serius dan sudah pasti apabila tidak ditangani

dengan baik akan memberikan dampak yang buruk terhadap kehidupan

sosial ekonomi masyarakat sekarang dan di masa mendatang.

Pelayanan infrastruktur dasar di Indonesia saat ini kondisinya relatif

tertinggal dibandingkan beberapa negara Asia lainnya. Pembangunan dan

pengelolaan infrastruktur ke-PU-an dan permukiman selama 10 tahun

terakhir belum dilakukan secara baik, sebagaimana ditunjukkan oleh

pendanaan infrastruktur yang masih under-investment (< 2% PDB).

Anggaran pemeliharaan terbatas, demand lebih besar dari supply

terutama untuk daerah-daerah cepat tumbuh, dan Standar Pelayanan

Minimum (SPM) belum sepenuhnya terpenuhi.

Sementara di sisi lain kesepakatan MDGs untuk memenuhi sasaran

mutu pelayanan infrastruktur terutama penyediaan air bersih dan sanitasi

untuk masyarakat berpenghasilan rendah sudah tidak bisa ditunda lagi.

Selain itu, tidak dapat diabaikan pula berbagai kesepakatan

pembangunan infratruktur bersama, seperti pada kesepakatan kerjasama

ekonomi regional: APEC, AFTA, BIMP-EAGA, IMT-GT, SIJORI, Program

ASEAN Highway, dan Asia Railway yang akan menuntut upaya

sungguh-sungguh dari segenap pelaku pembangunan infrastruktur ke-PU-an.

Karena itu upaya untuk memobilisasi berbagai sumber pembiayaan perlu

terus dilakukan dan ditingkatkan dengan mengembangkan skema

pembiayaan melalui kerja sama pemerintah-swasta (KPS), bank, dan dari

lembaga non bank khusus infrastruktur, serta dana preservasi jalan.

Dari sisi penyelenggaraan, banyaknya daerah pemekaran baru serta

delivery system yang diterapkan, termasuk adanya tugas pembantuan dan

(31)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

berupa pengaturan, pembinanan, pengawasan, dan fasilitasi bantuan

teknis dalam dalam penguatan kapasitas kelembagaan ke-PU-an di

daerah. Pelaksanaan pembangunan juga masih diwarnai praktik-praktik

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) walaupun melalui kebijakan selama

ini telah pula dilakukan pembenahan cukup signifikan untuk menghapus

praktik-praktik tersebut.

Isu lainnya yang juga memerlukan perhatian serius untuk lima tahun

yang akan datang adalah pentingnya seluruh jajaran ke-PU-an untuk terus

meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas yang didukung

secara optimal oleh jajaran birokrasi melalui reformasi birokrasi yang

mengedepankan transparansi dan akuntabilitas birokrasi serta

mewujudkan disiplin dan etos kerja yang prima.

Dengan demikian, tantangan pembangunan infrastruktur ke depan

adalah bagaimana untuk terus meningkatkan ketersediaan infrastruktur

yang berkualitas dengan kinerja yang semakin dapat diandalkan agar

daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks global dapat terus

meningkat. Demikian pula dengan infrastruktur yang berperan dalam

mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah

diharapkan akan dapat terus mendorong percepatan peningkatan

pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, sekaligus mewujudkan

kesejahteraan sosial dan kenyamanan lingkungan.

Tantangan umum lainnya yang dihadapi dalam pembangunan

infrastruktur, khusunya bidang PU dan permukiman di Indonesia adalah

kendala alamiah berupa struktur wilayah geografis; disparitas dan

distribusi penduduk di Jawa dan luar Jawa; menurunnya kinerja

infrastruktur yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah seperti

jalan provinsi/kabupaten/kota; serta sulitnya pembebasan tanah untuk

pembangunan infrastruktur yang menyebabkan terhambatnya kelancaran

(32)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

Selanjutnya tantangan dan isu strategis masing-masing sub-sub

bidang ke-Cipta Karya-an diuraikan di bawah ini.

Tantangan pembangunan

 Perlunya menetapkan target-target kinerja yang lebih jelas untuk

meningkatkan kinerja TPA yang berwawasan lingkungan di kota

metro/besar yang sampai saat ini masih belum menuai hasil yang

optimal. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan

sampah yang masih rendah, sementara konflik sosial yang berkaitan

dengan pengelolaan TPA sampah sampai saat ini masih sering

terjadi di samping ketersediaan sarana dan prasarana persampahan

masih belum memadai.

 Meningkatkan keterpaduan penanganan drainase dari lingkungan

terkecil hingga wilayah yang lebih luas dalam satu wilayah

administrasi maupun antar kabupaten/kota dan provinsi.

 Makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap aspek

kesehatan akan menuntut pelayanan sanitasi sesuai dengan kriteria

kesehatan dan standar teknis.

 Memperluas akses pelayanan sanitasi dan peningkatan kualitas

fasilitas sanitasi masyarakat yang akan berpengaruh terhadap

kualitas kehidupan dan daya saing sebuah kota dan sebagai bagian

dari jasa layanan publik dan kesehatan.

 Mendorong dan meningkatkan keterlibatan dunia usaha (swasta)

dalam pendanaan pembangunan prasarana air minum.

 Mengembangkan kemampuan masyarakat dalam penyediaan air

minum baik dalam pengolahan maupun pembiayaan penyediaan air

minum.

 Setiap tahun terjadi penambahan kebutuhan rumah akibat

penambahan keluarga baru, rata-rata sekitar 820.000 unit rumah,

(33)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

 Meningkatkan keandalan bangunan baik terhadap gempa maupun

kebakaran melalui pemenuhan persyaratan teknis dan persyaratan

administrasi/perizinan.

 Meningkatkan kesadaran masyarakat agar dalam membangun

bangunan gedung memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga

dapat meminimalkan terjadinya banjir, longsor, kekumuhan, dan

rawan kriminalitas.

 Mendorong penerapan konsep gedung ramah lingkungan (green

building) untuk mengendalikan penggunaan energi sekaligus

mengurangi emisi gas dan efek rumah kaca dalam kerangka mitigasi

dan adaptasi terhadap isu pemanasan global.

 Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang khususnya

pemanfaatan ruang bagi permukiman.

 Menyelaraskan pertumbuhan pembangunan kota-kota metropolitan,

besar, menengah, dan kecil mengacu pada sistem pembangunan

perkotaan nasional.

 Melanjutkan program pengembangan kawasan agropolitan.

Isu strategis sub-sub bidang ke-Cipta Karya-an

 Keterlibatan swasta dalam penanganan sampah khususnya untuk

kawasan perkotaan sudah cukup tinggi namun pihak swasta lebih

mengutamakan mengelola persampahan pada kawasan elit dengan

kemampuan membayar dari konsumen yang sudah cukup tinggi.

Potensi swasta dan masyarakat yang sangat besar dalam

pengembangan kawasan belum dikelola dengan optimal.

 Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan

persampahan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan

masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah

(34)

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019

PEMERINTAH KABUPATEN TORAJA UTARA Provinsi Sulawesi Selatan

 Penanganan sistem drainase perkotaan di Indonesia masih bersifat

parsial, sehingga belum dapat menyelesaikan permasalahan banjir

dan genangan secara tuntas.

 Melengkapi peraturan perundang-undangan yang lebih operasional

sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah di tingkat pusat dan daerah dan meningkatkan

law enforcement-nya.

 Masih rendahnya kapasitas SDM maupun kelembagaan

penyelenggaraan air minum di daerah; perlunya perubahan mindset

penyelenggaraan, tugas, dan kewenangan dalam pelayanan air

minum; makin sulitnya penyediaan air baku; serta masih rendahnya

cakupan dan kualitas pelayanan penyelenggaraan air minum.

 Intervensi swasta yang sulit dibendung kadang berakibat pada tidak

konsistennya pembangunan dengan rencana tata ruang dan tata

bangunan yang ada.

 Memperkuat instrumen pengaturan mulai dari perencanaan sampai

dengan pengendalian dalam pembangunan dan pemanfaatan

bangunan gedung dan lingkungan, serta mendorong daerah untuk

lebih optimal dalam pengelolaan gedung dan penataan lingkungan

dengan melengkapi Perda tentang Bangunan Gedung; Ruang

Terbuka Hijau; Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK);

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; dan pengelolaan sanitasi.

 Meningkatkan jumlah bangunan gedung yang andal (keselamatan,

kesehatan, kenyamanan dan kemudahan) serta meningkatkan

kualitas pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara.

 Meningkatkan jumlah kawasan/bangunan bersejarah dan tradisional

yang direvitalisasi dan pemenuhan Standar Pelayanan Minimum

(SPM) untuk penataan lingkungan.

(35)

RENCANA PROGRAM INVESTASI

(BPKSDM) Departemen PU menerima mandat sebagai pembina jasa

konstruksi nasional untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor

18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Tantangan ke depan

pemerintah perlu lebih serius melaksanakan pembinaan jasa

konstruksi mengingat meningkatnya concern terhadap jasa

konstruksi. Sementara di lain pihak pembinaan jasa konstruksi yang

selama ini berjalan ditengarai dan dipersepsikan lebih menjadi

bagian dari tugas Departemen PU semata dan belum menjadi

tanggung jawab semua pihak.

 Meningkatnya perhatian pemerintah daerah terhadap pembinaan

jasa konstruksi sebagai tindak lanjut Surat Edaran Mendagri No.

601/2006 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah

dengan membentuk unit kerja yang mengkoordinasikan pembinaan

jasa konstruksi dan pengalokasian APBD untuk pembinaan jasa

konstruksi perlu mendapat apresiasi yang positif. Namun unit

struktural pembina jasa konstruksi daerah belum jelas dengan

berlakunya PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

karena tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa pembinaan jasa

konstruksi masuk dalam rumpun urusan pekerjaan umum. Selain itu,

petunjuk teknis mengenai pembentukan unit struktural pembina jasa

konstruksi di daerah belum tersedia dan Tim Pembina jasa

konstruksi di tingkat pusat sesuai PP 30/2000 yang bertugas untuk

mengkoordinasikan pembinaan jasa konstruksi antar departemen

dan LPND terkait dalam rangka pembinaan jasa konstruksi daerah

(provinsi) belum terbentuk.

 Asosiasi konstruksi juga masih lebih cenderung mengutamakan

kepentingan-kepentingan politis, sementara forum jasa konstruksi

belum intens dan kurang maksimal melakukan pembinaan.

 Memperkuat pasar konstruksi dan meningkatkan profesionalisme

Gambar

Tabel 10.1
Gambar 10.1 Kerangka Kerja KLHS

Referensi

Dokumen terkait

Pembiayaan adalah kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara koperasi dengan anggota, calon anggota koperasi lainnya, dan atau

Motor bakar adalah salah satu pesawat kalor yang mengubah energi panas hasil pembakaran bahan bakar dalam selinder menjadi energi mekanik yang keluar pada poros

Maafkan jika aku telah mengusikmu,” ujar sang Prabu sambil berusaha melangkah.. “Sang Prabu,

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Dalam pembelajaran, macromedia flash merupakan gabungan konsep pembelajaran dengan teknologi audio-visual yang mampu menghasilkan fitur-fitur baru yang dapat

Dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam pemanfaatan biomassa jerami padi yang sebagian besar tidak memiliki nilai ekonomis, jerami padi dapat digunakan sebagai

Kamulyan, B., 2008 , Liquid Smoke atau lebih dikenal sebagai asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari

(3) Seksi Angkutan dan Teknis Sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pengawasan teknis penye1enggaraan angkutan jalan