• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA

OTONOMI DAERAH

DI KABUPATEN KULON PROGO

Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih

Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis dampak diberlakukannya Otonomi Daerah terhadap kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kulon Progo. Data yang dianalisis adalah data keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tahun anggaran 1996 sampai dengan 2008, data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Alat analisis data menggunakan Deskriptif dan time series.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah, rasio efisiensi belanja cenderung menurun, artinya Belanja Daerah cenderung efisien sehingga pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan meskipun dalam angka yang relatif kecil..

Kata kunci: kinerja keuangan, pertumbuhan ekonomi, Otonomi Daerah

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa pra reformasi / orde baru didasarkan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-Undang tersebut selain mengatur pemerintahan daerah, juga menjelaskan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan kepada pemerintah daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia yang didasari UU No. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No 25 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah membawa konsekuensi pada daerah yang bersangkutan untuk melakukan penataan di berbagai segi.

Pemerintah bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga legislatif, terlebih dahulu menentukan Arah Kebijakan Umum (AKU) dan prioritas anggaran dalam pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. AKU dan prioritas anggaran merupakan sintesa dari hasil penjaringan aspirasi masyarakat sehingga diperoleh kebijakan jangka pendek (tahunan) dan kebijakan jangka menengah (lima tahunan) yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan daerah. Untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan Otonomi Daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan daerah. Usaha pemerintah daerah dalam menggali sumber dana yang berasal dari potensi daerah yang dimiliki serta kemampuan mengelola dan memanfaatkan sumber dana yang ada tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan

(2)

terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya.

Menurut Widodo (Halim, 2004:283) dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis termotivasi untuk meneliti kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah mengambil judul Analisis Kinerja Keuangan Dan Pertumbuhan Ekonomi Sebelum Dan Sesudah Diberlakukannya Otonomi Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat efisiensi belanja, efektifitas PAD dan kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kulon Progo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah dan bagaimana prediksi tahun 2015.

2. Bagaimana perbandingan kinerja keuangan antara sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah.

3. Bagaimana pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Kulon Progo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah dan prediksi tahun 2015.

4. Bagaimana perbandingan pertumbuhan ekonomi antara sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah.

3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat efisiensi belanja, efektifitas PAD dan kemandirian keuangan daerah

Kabupaten Kulon Progo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah dan bagaimana prediksi tahun 2015. 2. Untuk mengetahui perbandingan kinerja

keuangan antara sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah.

3. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Kulon Progo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah dan prediksi tahun 2015. 4. Untuk mengetahui perbandingan

pertumbuhan ekonomi antara sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah

TINJAUAN TEORI

1. Otonomi Daerah

Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom yang dimaksud adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Keuangan Daerah

Menurut Mamesah (Halim, 2004: 18-19) keuangan daerah dapat diartikan hak dan kewajiban yang dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau Daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

(3)

Untuk bisa menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsinya, pemerintah daerah dilengkapi dengan seperangkat kemampuan pembiayaan dimana menurut pasal 55, sumber pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari tiga komponen besar yaitu: 1) Pendapatan asli daerah, 2) Pendapatan yang berasal dari pusat, 3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pendapatan yang berasal dan besarnya dana dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Dengan demikian, ada beberapa proyek pemerintah pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk di dalam anggaran pemerintah daerah (APBD).

Lahirnya Otonomi Daerah tersebut memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur dan mengurus sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan sumber-sumber penerimaan lainnya, secara terarah dan sistematis melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.

3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, maupun melayani kebutuhan sosial masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Menurut Mardiasmo (2005: 122) manfaat pengukuran kinerja adalah: a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran untuk menilai kinerja manajemen, b) Memberikan arah mencapai target kinerja c) Untuk mengevaluasi pencapaian kinerja, membandingkan , dan mengkoreksi untuk memperbaiki kinerja, d) dasar memberikan penghargaan dan hukuman, e) alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam memperbaiki kinerja organisasi, f) mengidentifikasi kepuasan pelanggan, g)

memahami proses kegiatan instansi pemerintah, h) Memastikan bahwa pengambilan keputusan obyektif.

Seiring dengan makin majunya penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi, yang ditandai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka setiap pengelola keuangan daerah harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangannya dalam bentuk neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan daerah.

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan analisis rasio terhadap APBD. Ada beberapa jenis rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD antara lain: 1. Rasio efisiensi belanja

Menurut Mahmudi (2007: 152) rasio efisiensi belanja merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan antara realisasi pengeluaran/belanja daerah dengan anggaran belanja daerah. Semakin kecil rasio belanja maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Anggaran pemerintah efisien jika rasionya kurang dari 100, dan sebaliknya. Formulanya adalah sebagai berikut:

2. Rasio efektifitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Widodo (Halim, 2004:285) Rasio efektifitas PAD menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. PAD efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 100. Namun demikian, semakin besar rasio efektifitas menggambarkan kinerja pemerintah yang semakin baik. Formulanya adalah sebagai berikut:

Realisasi Belanja

Rasio efektifitas belanja = ––––––––––––––––––– X 100% Anggaran Belanja

(4)

3. Rasio kemandirian keuangan daerah Menurut Widodo (Halim, 2004:284) kemandirian keuangan daerah atau otonomi fiskal menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan penerimaan daerah.Tingkat kemandirian menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Bentuk partisipasi masyarakat : membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah.

Ada empat macam pola hubungan (Paul Hersey dan Kenneth Blanchard) yang memperkenalkan hubungan situasional yang dapat digunakan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, antara lain: 1) Pola hubungan instruktif, peranan pemerintah pusat dominan. 2) Pola hubungan konsultatif, campur tangan pemerintah pusat semakin berkurang, daerah sedikit mampu melaksanakan otonomi. 3) Pola hubungan

partisipatif, peranan pusat semakin berkurang, kemandiriannya daerah mendekati mampu melaksanakan urusan Otonomi Daerah. 4) Pola hubungan delegatif, daerah telah mandiri, campur tangan pusat sudah tidak ada. Pedoman dalam pola hubungan daerah dengan kemampuan daerah dapat dikemukakan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1

Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah

Kemampuan Kemandirian % Pola

Keuangan Hubungan

Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif Rendah 25% - 50% Konsultatif Sedang 50% - 75% Parsitipasif Tinggi 75% - 100% Delegatif Sumber: Nataluddin (Halim, 2004: 189)

Formula yang digunakan untuk mengukur kemandirian keuangan daerah adalah sebagai berikut:

Agar formula tersebut dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan maka unsur penerimaan daerah selain pendapatan asli daerah (dana ekstern) harus dihitung konstan.

4. Pertumbuhan Ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya, oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2000: 144). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau pun dari adanya perubahan struktur ekonomi (Arsyad: 13).

Pertumbuhan ekonomi suatu Negara dan daerah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dan . Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Akan tetapi, perubahan PDB/PDRB dari tahun ke tahun tidak hanya disebabkan oleh perubahan tingkat kegiatan ekonomi tetapi juga oleh adanya kenaikan harga-harga. Oleh karena itu perlu ditentukan perubahan yang sebenamya terjadi dalam kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun dengan cara menghilangkan pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai PDB/PDRB pada berbagai tahun sehingga PDB/PDRB yang digunakan dalam menghitung pertumbuhan ekonomi adalah PDB/PDRB menurut harga konstan.

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Penerimaan Asli Daerah Total Penerimaan Daerah

(5)

5. Analisis Trend Terhadap Kinerja Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi

Analisis trend dilakukan untuk mengetahui perkiraan kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada tahun-tahun yang akan datang.

Dengan menggunakan dasar data-data masa sebelumnya yang dikumpulkan, kemudian dianalisa untuk meramalkan waktu yang akan datang. Data-data yang dikumpulkan dengan rangkaian waktu disebut dengan rangkaian waktu (time series).

METODA PENELITIAN

1. Obyek Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan terhadap Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.

2. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, meliputi: a)Data keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tahun anggaran 1996 sampai dengan 2008 meliputi tar-get pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan asli daerah, total penerimaan daerah, anggaran belanja dan relisasi belanja daerah. b) Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

3. Variabel

Kinerja keuangan

Kinerja keuangan merupakan keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang dicapai sesuai dengan anggaran dengan kualitas dan kuantitas yang terukur. Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah, digunakan analisis rasio efisiensi belanja, rasio efektifitas PAD dan rasio kemandirian keuangan daerah.

Adapun formulanya adalah sebagai berikut:

Pertumbuhan Ekonomi

Definisi pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2000:144). Menurut pendapat lain, pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk ataupun dari adanya perubahan struktur ekonomi (Arsyad, 2004: 13). Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah/daerah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan.

4. Metode analisis data

Analisis Deskriptif

Analisis ini digunakan untuk mengetahui deskripsi data dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.

Analisis Trend

Analisis trend dilakukan untuk memprediksi kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada tahun-tahun yang akan datang. Dalam perhitungan ini menggunakan analisis time series dengan persamaan trend: Y’ = a + bX, % 100 belanja Anggaran belanja Realisasi belanja efisiensi Rasio = Χ % 100 PAD Penerimaan Target PAD Penerimaan Realisasi PAD s efektifita Rasio = Χ % 100 Daerah Penerimaan Total Daerah Asli Penerimaan Daerah Keuangan n Kemandiria Rasio = Χ

(6)

di mana :

Y’ = Perkembangan Efisiensi Belanja atau Efektivitas PAD atau Kemandirian Keuangan Daerah atau Pertumbuhan Ekonomi

a = Besarnya Y, saat X=0.

B = Besarnya Y , jika X mengalami perubahan X = Waktu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Visi Misi Pemerintah Kabupaten Kulon Progo

Visi pemerintah Kabupaten Kulon Progo seperti yang tertera dalam RPJM Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2011 adalah Membangun Kulon Progo Dalam Kebersamaan Menuju Penguatan Ekonomi Lokal Berbasis Ekonomi Kerakyatan Demi Mewujudkan Masyarakat Kulon Progo Yang Mandiri, Aman, Sejahtera, Dinamis Berlandaskan Iman Dan Taqwa.

Dengan Visi Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2011 ini diharapkan akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spirituil menuju Kabupaten Kulon Progo yang mandiri dan aman. Berdasarkan visi tersebut yang di dukung dengan keberhasilan etos kerja pada periode pembangunan lima tahun sebelumnya dan dengan semangat etos kerja yang baru “membangun desa menumbuhkan kota” maka misi pembangunan jangka menengah Kabupaten Kulon Progo adalah : 1)Meningkatkan kapasitas dan keberpihakan kelembagaan pemerintah kepada rakyat/ masyarakat untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik. 2) Meningkatkan profesionalisme dan jiwa enterpreneur aparatur. 3)Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan desa. 4) Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.5)Mengembangkan perekonomian rakyat terutama agribisnis dan pariwisata. 6) Memfasilitasi pengembangan dunia usaha dan investasi daerah.7) Meningkatkan ketentraman, ketertiban, keimanan dan ketaqwaan. 8)

Melestarikan budaya dan melestarikan fungsi lingkungan hidup.

2. Pemerintahan Umum

Kelembagaan di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan Peraturan Daerah No. 2, 3,4, 5 dan 6 Tahun 2008 meliputi: 1) Sekretariat daerah terdiri dari 9 (sembilan) bagian dan sekretariat DPRD terdiri dari 3 (tiga) bagian. 2) Dinas daerah terdiri dari 12 (dua belas) dinas. 3) Lembaga teknis daerah terdiri dari 10 (sepuluh). 4) UPTD terdiri 20 (dua puluh) UPTD. 5) Kecamatan terdiri dari 12 (dua belas) kecamatan. Secara ad-ministratif Kabupaten Kulon Progo terbagi 88 desa dan 12 kecamatan.

Untuk membantu pelaksanaan pemerintah desa di Kabupaten Kulon Progo terdapat 930 dusun, 1.884 RW dan 4.469 RT. Dari 88 desa yang ada 74 desa dikategorikan sebagai desa pedesaan dan 14 desa merupakan desa perkotaan.

3. Perekonomian Daerah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kondisi perekonomian daerah dapat digambarkan dengan nilai pertambahan barang dan jasa di suatu daerah yang ditunjukkan dari perhitungan PDRB. Sementara itu pertumbuhan ekonomi dapat dihitung menggunakan pertumbuhan nilai PDRB atas dasar harga konstan. Adapun perkembangan pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kab. Kulon Progo

(Dihitung Menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan)

No. Tahun Pertumbuhan ( % )

1. 2003 4,19 2. 2004 4,49 3. 2005 4,77 4. 2006 4,05 5. 2007 4,12 6. 2008 4,71

(7)

Keuangan daerah

Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah urusan yang harus dikelola Kabupaten Kulon Progo sebagai konsekuensi pelaksanaan Otonomi Daerah maka kebutuhan dana semakin meningkat. Realisasi belanja selama 5 tahun adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Realisasi Belanja Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2004-2008 No Tahun APBD (Rp) 1. 2004 311.299.867.330,10 2. 2005 286.529.399.140,21 3. 2006 458.909.842.111,94 4. 2007 492.840.107.093,71 5. 2008 598.059.933.717,75

SumberData: DPPKA Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

Peningkatan realisasi belanja Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun juga diikuti dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai gambaran kondisi Pendapatan Asli Daerah selama 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 4

Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kulon Progo

No Tahun Realisasi PAD (Rp) 1. 2004 19.834.963.142,21 2. 2005 24.332.483.446,02 3. 2006 35.203.275.122,35 4. 2007 38.637.833.503,34 5. 2008 42.289.208.476,81

SumberData: DPPKA Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

Pembahasan

1. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo

Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah, digunakan analisis rasio yang terdiri dari rasio efisiensi belanja, rasio efektifitas PAD dan rasio kemandirian keuangan daerah. 1.1. Analisis Kinerja Keuangan pemerintah

Kabupaten Kulon Progo Menggunakan Rasio Efisiensi Belanja. Formula rasio efisiensi belanja:

Pengukuran kinerja Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menggunakan rasio efisiensi belanja, sebelum dan sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah tersedia dalam tabel berikut:

Rasio Efisien Belanja

Realisasi Anggaran Belanja Anggaran Belanja

(8)

Dari table.5 dapat diketahui bahwa rasio efisiensi belanja Kabupaten Kulon Progo tahun 1996 sampai dengan 2008 berkisar antara 80,96% sampai 98,68%. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah melakukan efisiensi anggaran. Efisiensi belanja tertinggi terjadi pada .ahun 2001 yaitu sebesar 80,96% dan terendah terjadi pada tahun 1997 yaitu 98,68 %.

1.2. Analisis Kinerja Keuangan pemerintah Kabupaten Kulon Progo menggunakan Rasio Efektifitas PAD

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugasnya dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 100%. Namun demikian, semakin besar rasio efektifitas menggambarkan kinerja pemerintah yang semakin baik. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

Realisasi Penerimaan PAD

Rasio efektifitas PAD = ––––––––––––––––––––––– X 100% Target Penerimaan PAD Tabel 5

Perhitungan Rasio Efisiensi Belanja Kabupaten Kulon Progo Tahun Anggaran 1996 sampai dengan 2008

Tahun Realisasi Belanja Anggaran Belanja Rasio Efisiensi Belanja ( % ) Keterangan

1 2 3 4 = 2/3 5 1996 17.486.109.134,80 17.952.803.331,80 94,40 1997 21.643.384.353,94 21.931.805.013,94 98,68 1998 31.448.138.382,85 34.060.008.484,56 92,33 1999 54.196.173.883,14 57.891.805.770,49 93,62 2000 64.764.434.720,96 71.537.537.201,00 90,53 Sebelum Otonomi Daerah 2001 189.645.232.379,24 234.251.297.556,01 80,96 2002 248.670.968.622,07 275.702.583.105,40 90,20 Masa-masa peralihan 2003 282.170.746.713,20 289.159.189.404,65 97,58 2004 311.299.867.330,10 322.333.090.561,31 96,48 2005 286.529.399.140,21 307.526.546.189,49 93,17 2006 458.909.842.111,94 476.712.196.279,69 96,27 2007 492.840.107.093,71 537.649.945.398,00 91,67 2008 598.059.933.717,75 626.369.590.535,65 95,48 Sesudah diberlakukan Otonomi Daerah

(9)

Dari tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa rasio efektifitas PAD Kabupaten Kulon Progo Tahun 1996 sampai dengan 2008 berkisar antara 103,25% sampai 123,21%. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah melakukan pemungutan PAD secara efektif. Rasio efektifitas PAD tertinggi pada tahun 2002 yaitu sebesar 123,21% dan terendah terjadi tahun 2004 sebesar 103,25%.

1.3. Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Menggunakan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan penerimaan daerah. For-mula yang digunakan untuk mengukur kemandirian keuangan daerah adalah sebagai berikut:

Pendapatan Asli Daerah

Rasio KKD = –––––––––––––––––––––––– x 100%

Total Penerimaan Daerah

Agar formula tersebut dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan maka unsur penerimaan daerah selain pendapatan asli daerah (dana ekstern) harus dihitung konstan.

Tabel 6

Perhitungan Rasio Efektifitas PAD Kabupaten Kulon Progo Tahun Anggaran 1996 sampai dengan 2008

Tahun Realiasi PAD Target Penerimaan PAD Rasio Efektifitas PAD (%) Keterangan

1 2 3 4=2/3 5 1996 2.144.440.805,67 1.986.661.111,29 107,92 1997 3.060.074.921,05 2.698.195.919,96 113,41 1998 4.220.839.097,81 3.634.164.369,35 116,14 1999 5.635.413.893,56 4.811.981.940,34 117,11 2000 6.726.479.335,45 6.393.136.211,00 105,21 Sebelum otono daerah 2001 10.132.945.695,54 8.573.860.083,00 118,18 2002 16.225.501.698,51 13.168.930.591,00 123,21 Masa Peralihan 2003 18.250.897.191,88 16.639.670.938,00 109,68 2004 19.834.963.145,21 19.210.285.827,00 103,25 2005 24.332.483.446,02 23.450.286.823,51 103,76 2006 35.203.275.122,35 30.074.914.284,76 117,05 2007 38.637.833.503,34 35.344.379.551,00 109,32 2008 42.289.208.476,81 39.736.227.720,00 106,42 Sesudah diberlakuka Otonomi Daer

(10)

Dari tabel 7 di atas terlihat bahwa secara riil kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kulon Progo dalam mencukupi kebutuhan pembiayaan untuk melakukan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan sosial masyarakat masih rendah. Rasio kemandirian keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo hanya berkisar antara 4,58 sampai 13,70, artinya pola hubungan yang instruktif, dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah, hal ini disebabkan betapa dominanya transfer dari pemerintah pusat dalam APBD.

Rasio kemandirian keuangan yang digunakan untuk pengukuran kinerja penerimaan yang

berasal dari dana ekstern dihitung konstan. Dari tabel 7 tersebut dapat diketahui rasio kemandirian keuangan daerah selama lima tahun sebelum diberlakukannya otonomi selalu mengalami peningkatan yaitu 11,75 menjadi 28,40 dan sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah (tahun 2003 sampai dengan 2008) tetap mengalami kenaikan yaitu 6,37 menjadi 13,61. Hal ini menunjukkan perkembangan kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah menunjukkan peningkatan. 1.4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten

Kulon Progo

Tabel 7

Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun Anggaran 1996 sampai dengan 2008

Tahun Pendapatan Asli Daerah (RP)

Total Penerimaan Daerah (Rp)

Total Penerimaan Daerah yang faktor ekstem PAD dihitung

konstan (Rp) Rasio KKD Riil (%) Rasio K konstan 1 2 3 4 5=2/3 6=2 1996 2.144.440.805.67 18.251.904.606,98 18.251.904.606,98 11,75 11,75 1997 3.060.074.921,05 22.338.228.964,16 19.035.483.924,20 13,70 16,08 1998 4.220.839.097,81 32.507.983.260,00 20.125.297.239,02 12,98 20,97 1999 5.635.413.893,56 57.049.027.812,50 21.904.872.301,71 9,88 25,73 2000 6.726.479.335,45 68.909.630.478,05 23.687.503.746,58 9.76 28.40 2001 10.132.945.695,54 221.037.330.913,64 221.055.330.913,64 4,58 4,58 2002 16.225.501.698,51 251.631.711.572,63 223.002.691.159,52 6,45 7,28 2003 18.250.897.191,88 286.643.223.482,64 286.643.223.482,64 6,37 6,37 2004 19.834.963.145,21 296.569.118.854,58 288.227.289.435,97 6,69 6,88 2005 24.332.483.446,02 307.791.005.156,51 292.724.809.736,78 7,91 8,31 2006 35.203.275.122,35 448.371.802.782,26 303.595.601.413,11 7,85 11,60 2007 8.637.833.503,34 522.937.813.610,66 307.030.159.794,10 7,39 12,58 2008 2.289.208.476,81 581.934.155.009,44 310.681.534.767,57 7,27 13,61

(11)

Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dapat digunakan untuk memperoleh keterangan tentang laju pertumbuhan ekonomi daerah serta dapat digunakan pula untuk menganalisa perubahan tingkat kemakmuran secara riil atas dasar harga konstan pada suatu wilayah.

Tabel 8

Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kulon Progo Sebelum Otonomi Daerah (Dihitung Menggunakan Indikator PDRB

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993)

No Tahun PDRB ADHK Pertumbuhan (%) 1. 1995 415.042 -2. 1996 436.330 5,13 3. 1997 447.571 2,58 4. 1998 384.783 -15,08 5. 1999 346.062 -10,06 6. 2000 352.854 1,96

Krisis ekonomi tahun 1997 berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo. Pada tahun 1997 pertumbuhan ekonomi sebesar 2,76% turun drastis menjadi -15,08% (perekonomian melemah) pada tahun 1998. Pada tahun 1999 masih mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebesar -10.06%. selanjutnya tahun 2000 pertumbuhan ekonomi mulai membaik dengan pertumbuhan sebesar 1,96%.

Tabel 9

Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kulon Progo Sesudah Diberlakukannya Otonomi Daerah (Dihitung Menggunakan Indikator PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Tahun 2000)

No Tahun PDRB ADHK Pertumbuhan (%) 1. 2002 1.284.808 -2. 2003 1.338.700 4,19 3. 2004 1.398.744 4,49 4. 2005 1.465.477 4,77 5. 2006 1.524.848 4,05 6. 2007 1.587.630 4,12 7. 2008 1.662.370 4,71

Dengan melihat tabel 8 dan tabel 9 dapat dibandingkan pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Kulon Progo sebelum Otonomi Daerah cenderung tidak stabil. Sedangkan pertumbuhan ekonomi sesudah adanya kebijakan Otonomi Daerah relatif stabil.

SIMPULAN DAN SARAN

Sebelum Otonomi Daerah, rasio efisiensi belanja cenderung menurun akan tetapi perekonomian tidak tumbuh. Hal ini dimungkinkan karena dalam penelitian ini tidak mengindentifikasi penyebab terjadinya varians dalam analisis efisiensi belanja sehingga ada kemungkinan memang terjadi efisiensi yang tinggi. Akan tetapi dapat juga karena ada sebagian kegiatan yang tidak dilaksanakan atau dikarenakan penyusunan anggaran yang masih menggunakan sistem tradisional sehingga terdapat kemungkinan penentuan anggaran yang kurang tepat yang berakibat pada hasil pengukuran kinerja menggunakan ukuran efisiensi belanja menjadi tinggi.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Yogyakarta: STIE YKPN.

Badan Pusat Statistik. Kulon Progo Dalam Angka. Berbagai edisi. Yogyakarta.

Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

Halim, Abdul. 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

_____. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat. Mahmudi. 2007. Analisa Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIMYKPN.

Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah Tahun 2003-2013.

Purwanto, Suharyadi.2003. Statistika Untuk Ekonomi & Keuangan Modem. Jakarta: Salemba Empat.

Republik Indonesia. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29/2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggung-jawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. _____. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah.

_____. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

_____. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Publik. _____. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah.

_____. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Todaro, P Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Eriangga.

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk paling sederhana dari satu koordiansi pengaturan lampu lalu lintas adalah pada suatu jalan satu arah di mana tidak ada lalu lintas yang dapat masuk ke

Selain itu, bedasarkan penelitan-penelitian sebelumnya, belum ada yang menggunakan variabel ISO 14001 sebagai variabel moderating, dan bedasarkan penelitian yang

Analisis Naskah Serat Mumulen menunjukkan bahwa pemaknaan yang dilakukan terhadap naskah Serat Mumulen mempresentasikan simbol-simbol sesaji berupa makanan, bunga

Sebagai dampak dari sebuah konflik yang terjadi dalam Masyarakat Nagasaribu inilah yang membuat disentegrasi, yang menciptakan jurang pemisah hanya karena keegoisan

2.. Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor

Dari hasil perancangan dan pembuatan dudukan kontainer target dapat disimpulkan jembatan miring dengan ukuran 730 mm x 1125 mm serta dudukan dengan ukuran 660 mm x

Tabel 6.. Jika dibandingkan dengan Standar Nasional nilai tersebut sudah berada jauh di atas batas maksimum. Sehingga air limbah dari kegiatan penambangan terus

hipotesis menunjukkan bahwa kohesivitas berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja dengan nilai estimasi faktor muatan model sebesar 0,79, hal ini