• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem pengkondisian udara gedung auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sistem pengkondisian udara gedung auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

i

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA GEDUNG AUDITORIUM

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat sarjana S-1

Diajukan oleh:

RONALD HINDARTO NIM: 105214023

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

AIR CONDITIONING (AC) SYSTEM OF

SANATA DHARMA UNIVERSIT

IE’S

AUDITORIUM

YOGYAKARTA

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement

to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering

by

RONALD HINDARTO Student Number: 105214023

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

ABSTRAK

Perancangan sistem pengkondisian udara dilakukan untuk memperoleh temperatur, kelembaban, kebersihan, kesejukan udara dan pendistribusian udara yang nyaman pada gedung auditorium. Pada skripsi ini penulis menggunakan Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebagai gedung auditorium yang akan dirancang. Pengkondisian udara yang dirancang adalah

Ground Floor, meliputi Stage, Bookshop, Ruang Operator dan pada First Floor

meliputi Ruang Seminar, Stage, Sekretariat Ruang Seminar dan IT Room pada Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sistem pengkondisian udara yang digunakan dalam percangan ini menggunakan sistem air-udara. Sistem air-udara ini menggunakan AHU (Air Handling Unit) dan FCU (Fan Coil Unit). Komponen utama pada mesin pendingin/refrigerasi adalah evaporator, kompresor, katup ekspansi, kondenser. Komponen pendukung sistem pengkondisian udara yang digunakan adalah pompa, air cooled chiller, AHU dan FCU. Refrigeran yang digunakan adalah R-134a. Dengan diagram Psychometric

dapat ditentukan suhu ruangan yang dikondisikan dengan Dry Bulb sebesar 77°F dengan kelembaban (RH) sebesar 52%.

Perhitungan beban pendinginan untuk gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diperoleh sebesar 144,98 TR. Pada perancangan sistem pengkondisian udara ini menggunakan Air Cooled Chiller Carrier 30GTN GTR150-60Hz, AHU I Carrier 39G 1926 BCG 15-800, AHU II Carrier 39G 1926 BCG 15-800, AHU III Carrier 39G 1722 BCG 15-710, FCU I Carrier 42 GWC – 016, FCU II Carrier 42 GWC – 008, FCU III Carrier 42 GWC – 016, FCU IV

(7)
(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala

rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi merupakan sebagian persyaratan yang wajib ditempuh oleh setiap

mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini juga wujud pemahaman dari hasil belajar

mahasiswa selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai perancangan sistem

pengkondisian udara (AC) untuk Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Dalam skripsi ini penulis merancang sistem pengkondisian udara

pada gedung auditorium dengan menggunakan sistem AC sentral.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skrispi ini melibatkan banyak

pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., Dosen Pembimbing Skripsi.

4. A. Prasetyadi, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik.

5. Romo H. Van Opzeeland, SJ., Ketua Panitia Pembangunan Gedung

(9)

ix

6. M. Suseno, selaku pemberi izin untuk meninjau proyek pembangunan

Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Orang tua penulis yang memberikan motivasi dan semangat paling kuat serta

membiayai penulis dalam menyelesaikan kuliah dan skripsi ini.

8. Rudy Hindarto dan Robby Hindarto, sebagai kakak kandung penulis.

9. Teman-teman Teknik Mesin USD angkatan 2010.

10. Seluruh staff pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan

kepada penulis.

11. Serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah

ikut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang

perlu diperbaiki dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan

kritik, serta saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya. Semoga skripsi

ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca. Terima kasih.

Yogyakarta, 1 Juni 2014

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

1.4 Langkah Perancangan ... 3

1.5 Batasan Masalah ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

(11)

xi

2.2 Mekanisme Perpindahan Kalor ... 13

2.3 Tujuan Penyegaran Udara ... 14

2.4 Sistem Penyegaran Udara ... 14

2.5 Mesin Pendingin dengan Siklus Kompresi Uap ... 18

2.6 Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara ... 23

2.7 Komponen Utama Mesin Pendingin/Refrigasi ... 25

2.8 Komponen Pendukung Dalam Sistem Penyegaran Udara .. 31

2.9 Refrigeran ... 33

3.4 Rumus yang Digunakan Dalam Perhitungan Beban Pendinginan ... 43

3.5 Perhitungan Beban Pendinginan pada Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ... 47

(12)

xii

BAB IV PEMILIHAN AIR COOLED CHILLER, AHU dan FCU ... 95

4.1 Air Cooled Chiller ... 95

4.2 AHU (Air Handling Unit) ... 100

4.3 FCU (Fan Coil Unit) ... 106

BAB V RANCANGAN SISTEM PERPIPAAN DAN DUCTING ... 113

5.1 Sistem Perpipaan yang Digunakan ... 113

5.2 Debit Air Pendingin melalui Unit Penyegar Udara ... 114

5.3 Perhitungan Sistem Perpipaan Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ... 117

5.4 Perhitungan Head Pump Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ... 126

5.5 Sistem Ducting Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ... 128

BAB VI KESIMPULAN ... 137

6.1 Kesimpulan ... 137

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nilai Koefisien Perpindahan Panas Melalui Dinding ... 49

Tabel 3.2 Maximum Solar Heat Gain Factors untuk Kaca ... 51

Tabel 3.3 Shading Coefficients untuk Kaca ... 52

Tabel 3.4 Cooling Loads Factors untuk Kaca dengan Interior Shading

...

53

Tabel 3.5 Sensible and Latent Heat Gain pada Manusia ... 56

Tabel 3.6 CFM untuk Ventilasi ... 57

Tabel 3.7 Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Bookshop

...

59

Tabel 3.8 Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Ruang

Operator ... 64

Tabel 3.9 Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Ruang

Seminar ...

70

Tabel 3.10 Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan IT Room

...

75

Tabel 3.11 Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Sekretariat

Ruang Seminar ...

81

Tabel 3.12 Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Stage ... 87

Tabel 4.1 Unit Sizes and Modular Combinations Carrier Tipe 30GTN-3PD Malaysia ...

(14)

xiv

Tabel 4.2 Spesifikasi Air Cooled Chiller Tipe 30GTN, GTR150-60Hz

...

98

Tabel 4.3 Jenis-jenis AHU Carrier 39G ... 102

Tabel 4.4 Spesifikasi FCU Carrier 42GW ... 108

Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Laju Aliran Pendinginan ... 117

Tabel 5.2 Equivalent Feet of Pipe for Fittings and Valves ... 121

Tabel 5.3 Tabel Perhitungan Friction Loss dan Pressure Drop Perpipaan Jalur 1 ... 124

Tabel 5.4 Tabel Perhitungan Friction Loss dan Pressure Drop Perpipaan Jalur 2 ... 125

Tabel 5.5 Recommended Maximum Duct Velocity for Low Velocity System (FPM) ... 130

Tabel 5.6 Perhitungan Friction Loss dan Ukuran Ducting AHU 1 ... 135

Tabel 5.7 Perhitungan Friction Loss dan Ukuran Ducting AHU 2 ... 136

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ground Floor Proyek Pembangunan Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ...

4

Gambar 1.2 First Floor Proyek Pembangunan Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ...

5

Gambar 1.3 Stage Proyek Pembangunan Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ...

5

Gambar 1.4 Proyek Pembangunan Gedung Auditorium Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta ...

6

Gambar 1.5 Rancangan Sistem Pengkondisian Udara ... 7

Gambar 2.1 Sistem Air-Udara ... 16

Gambar 2.7 Langkah Kerja Kompresor ... 27

Gambar 2.8 Kondensor Berpendingin Udara ... 28

(16)

xvi

Gambar 3.1 Denah Ground Floor Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ...

38

Gambar 3.2 Denah First Floor Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ...

39

Gambar 3.3 Sistem Pengkondisian Udara di Dalam Ruangan Ber-AC

...

93

Gambar 3.4 Psychrometric Charts untuk 2 AHU di Stage ... 94

(17)

xvii

Gambar 5.6 Sistem Perpipaan Ground Floor Jalur 2 (2 FCU) ... 126

Gambr 5.7 Friction Loss for Air Flow in Galvanized Steel Round Ducts ... 131

Gambar 5.8 Equivalent Round Duct Sizes ... 132

Gambar 5.9 Sistem Ducting AHU 1 dan AHU 2 ... 133

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa sekarang ini tuntutan kebutuhan hidup makin lama makin

banyak. Salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan

rasa nyaman di dalam beraktivitas. Kenyamanan di dalam beraktivitas dapat

dicapai dengan tersedianya lingkungan yang bersih, sejuk, dan bebas dari polusi.

Tentu keadaan yang seperti ini sudah sangat jarang ditemukan di lingkungan

tempat tinggal kita, khususnya daerah perkotaan.

Dalam kondisi seperti ini, manusia dituntut untuk aktif di dalam berbagai

kegiatan/aktivitas. Akan tetapi, dengan keadaan udara yang panas, kotor dan

kurangnya suplai oksigen yang kita hirup dalam udara dapat menyebabkan

manusia lebih cepat lelah, mengantuk, malas beraktivitas, dan sangat

dimungkinkan timbulnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan saluran

pernapasan.

Udara kotor dapat disebabkan karena adanya berbagai macam polusi

udara. Polusi udara ini dapat disebabkan dari berbagai macam sumber, yaitu asap

knalpot kendaraan bermotor, asap rokok, asap dari pabrik-pabrik yang beroperasi,

asap pembakaran sampah, bakteri/virus, bau keringat manusia. Berbagai macam

upaya telah dilakukan manusia untuk mengurangi udara panas dan kotor. Salah

(19)

berbagai macam bangunan dan kendaraan. AC pada bangunan dapat berupa AC

sentral atau AC split. Untuk bangunan dengan ukuran yang besar, seperti gedung

serbaguna, rumah sakit, bank, perkantoran, hotel, mall dan lain-lain lebih cocok

menggunakan AC sentral, tetapi bangunan dengan ukuran kecil ataupun sedang

akan lebih cocok menggunakan AC split.

Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta merupakan

salah satu gedung yang berperan penting dalam mendukung acara-acara besar,

seperti wisuda, seminar umum dan lain-lain khususnya untuk acara intern

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Oleh karena itu, untuk mendukung

seluruh kegiatan yang ada di dalamnya, maka sirkulasi udara di dalam gedung

auditorium harus dibuat sedemikian rupa sehingga pengunjung di dalamnya

merasa nyaman dan betah.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan sistem pengkondisian udara adalah:

1. Mengkondisikan udara dalam suatu ruangan pada suhu yang nyaman.

2. Mengkondisikan udara dalam suatu ruangan pada kelembaban (RH) tertentu.

3. Mengkondisikan ruangan agar udara segar tercukupi.

4. Menjaga agar udara di dalam ruangan bersih dan terbebas dari polusi, baik itu

dari debu, kuman, virus, bakteri, maupun bibit penyakit.

5. Menghilangkan bau-bau yang menyengat dari ruangan.

(20)

7. Mengatur sistem aliran udara supaya kondisi udaranya baik serta suhu dan

kelembabannya merata.

1.3 Manfaat

Manfaat adanya sistem pengkondisian udara:

1. Membuat pengunjung merasa nyaman untuk melakukan aktivitas di dalam

gedung auditorium.

2. Memberikan suplai udara segar pada pengunjung gedung auditorium.

3. Meningkatkan produktifitas para staff yang bekerja di dalam gedung auditorium.

1.4 Langkah Perancangan

Langkah perancangan sistem pengkondisian udara sebagai berikut:

1. Menentukan gedung yang akan dijadikan sebagai latar perancangan.

2. Mengetahui atau menggambar terlebih dahulu denah ruangan.

3. Melakukan perhitungan beban pendinginan dalam setiap ruangan.

4. Menentukan Air Cooled Chiller yang akan digunakan sesuai beban pendinginan.

5. Menentukan AHU (Air Handling Unit) dan FCU (Fan Coil Unit).

6. Menggambar dan merancang sistem pengkondisian udara, baik itu ducting

(21)

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam perancangan ini adalah merancang sistem

pengkondisian udara (AC) untuk gedung auditorium yang masih dalam proses

pembangunan yang terletak di Jalan Affandi, Mrican, Depok, Sleman,

Yogyakarta.

Sistem pengkondisian yang dipilih adalah sistem AC sentral,

 AC sentral ini dirancang menggunakan mesin pendinginan udara (Air Cooled

Chiller), AHU (Air Handling Unit) dan FCU (Fan Coil Unit).

Air Cooled Chiller, AHU dan FCU yang digunakan pada rancangan ini sudah

terdapat dipasaran.

 Temperatur udara lingkungan yang terletak diluar dan didalam ruangan

dianggap tetap (tidak berubah terhadap waktu).

(22)

Gambar 1.2 First Floor Proyek Pembangunan Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(23)
(24)
(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Tentang Chiller, AHU dan FCU

2.1.1 Chiller

Chiller adalah sebuah mesin yang memindahkan panas dari suatu cairan melalui kerja suatu kompresi uap ataupun siklus refrigerasi absorpsi, cairan ini

kemudian dapat diedarkan melalui penukar panas ke udara dingin atau peralatan

lain yang memerlukan. Sehingga dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa chiller bertugas mendinginkan air, sehingga semua mesin yang mendinginkan air disebut chiller (dengan catatan diperuntukannya di bawah ini).

Untuk air yang didinginkan chiller, ada dua perbedaan peruntukannya:

1. Untuk kebutuhan bangunan dan peralatannya, biasanya menggunakan air

dengan temperatur 4 – 7°C.

2. Untuk kebutuhan industri, biasanya menggunakan cairan glycool dengan

temperatur -5 – -8°C.

Untuk perbedaan chiller dari segi pendinginan kondensernya, maka dibagi dua: 1. Air Cooled Chiller, yaitu chiller yang menggunakan udara sebagai media

(26)

2. Water Cooled Chiller, yaitu chiller yang menggunakan air sebagai media pendingin kondensernya.

2.1.2 AHU (Air Handling Unit)

Sesuai dengan fungsinya, AHU merupakan seperangkat alat yang dapat

mengontrol suhu, kelembaban, tekanan udara, tingkat kebersihan (jumlah

partikel/mikroba), pola aliran udara, jumlah pergantian udara dan sebagainya, di

ruang produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang telah ditentukan. Unit

atau sistem yang mengatur tata udara ini disebut AHU (Air Handling Unit). Disebut “unit” karena AHU terdiri dari beberapa alat yang masing-masing

memiliki fungsi yang berbeda.

Pada dasarnya AHU terdiri dari:

1. Cooling Coil (Evaporator)

Evaporator berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban relatif (RH)

udara yang akan didistribusikan ke ruangan produksi. Hal ini dimaksudkan

agar dapat dihasilkan output udara sesuai dengan spesifikasi ruangan yang telah ditetapkan. Proses pendinginan udara sendiri dilakukan dengan

mengalirkan udara yang berasal dari campuran udara balik (return air) dan udara luar (fresh air) melalui kisi-kisi evaporator yang bersuhu rendah. Proses tersebut menyebabkan terjadinya kontak antara udara dan permukaan

kisi evaporator yang akan menghasilkan udara dengan suhu yang lebih

rendah. Proses ini juga akan menyebabkan kalor yang berada dalam uap air

yang terdapat di dalam udara ikut berpindah ke kisi evaporator, sehingga uap

(27)

yang keluar dari evaporator juga akan berkurang. Evaporator harus dirancang

sedemikian rupa sehingga kisi-kisinya memiliki luas permukaan kontak yang

luas, sehingga proses penyerapan panas dari udara di dalam evaporator dapat

berlangsung dengan efektif.

2. Static Pressure Fan (Blower)

Blower adalah bagian dari AHU yang berfungsi untuk menggerakkan udara di sepanjang sistem distribusi udara yang terhubung dengannya. Blower yang digunakan dalam AHU berupa blower radial yang memiliki kisi-kisi penggerak udara yang terhubung dengan motor penggerak blower. Motor ini berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi gerak. Energi gerak

inilah yang kemudian disalurkan ke kisi-kisi penggerak udara hingga

kemudian dapat menggerakkan udara. Blower ini dapat diatur agar selalu menghasilkan frekuensi perputaran yang tetap, hingga akan selalu

menghasilkan output udara dengan debit yang tetap. Dengan adanya debit udara yang tetap tersebut maka tekanan dan pola aliran udara yang masuk ke

dalam ruang produksi dapat dikontrol.

3. Filter

Filter merupakan bagian dari AHU yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme (partikel asing) yang

mengkontaminasi udara yang masuk ke dalam ruang produksi. Filter

biasanya ditempatkan di dalam rumah filter (filter house) yang didesain sedemikan rupa agar mudah untuk dibersihkan dan/atau diganti. Hal penting

(28)

filter harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat “memaksa” seluruh udara

yang akan didistribusikan tersebut melewati filter terlebih dahulu. Filter yang digunakan untuk AHU dibagi menjadi beberapa jenis atau tipe, tergantung

efisiensinya, yaitu (a) pre-filter (efisiensi penyaringan 35%); (b) medium filter (efisiensi penyaringan 95%); dan (c) High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter (efisiensi penyaringan 99,997%). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemasangan filter ini adalah posisi penempatan filter

harus diatur berdasarkan jenis dan efisiensi penyaringan filter yang akan menentukan kualitas udara yang dihasilkan.

4. Ducting

Ducting adalah bagian dari AHU yang berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara. Secara umum, ducting merupakan sebuah sistem saluran udara tertutup yang menghubungkan blower dengan ruangan produksi, yang terdiri dari saluran udara yang masuk (ducting supply) dan saluran udara yang keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU

(ducting return). Ducting harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat mendistribusikan udara ke seluruh ruangan produksi yang membutuhkan,

dengan hambatan udara yang sekecil mungkin. Desain ducting yang tidak tepat akan mengakibatkan hambatan udara yang besar sehingga akan

menyebabkan efisiensi energi yang cukup besar. Ducting juga harus didesain agar memiliki insulator di sekeliling permukaannya, yang berfungsi untuk

menahan penetrasi panas dari udara luar yang memiliki suhu lebih tinggi bila

(29)

5. Dumper

Dumper adalah bagian dari ducting AHU yang berfungsi untuk mengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke dalam ruangan produksi. Besar

kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur sesuai dengan pengaturan

tertentu pada dumper. Hal ini amat berguna terutama untuk mengatur ruangan yang ditentukan saja atau beberapa ruangan saja. Unit ini dikontrol oleh

manual on/off switch atau dengan thermostat. Karena sangat sederhana sehingga unit ini sangat ekonomis untuk menginstal dari sistem pemanas menyalurkan atau

pusat dengan unit pengkondisian udara. Kelemahannya adalah FCU bisa saja

bersuara bising karena berada di dalam ruangan yang dikondisikan itu sendiri.

Konfigurasi unit ini banyak, termasuk horizontal (ceiling mount) atau vertikal (lantai terpasang). Untuk komponennya sendiri tidak jauh beda dengan AHU,

(30)

2.2 Mekanisme Perpindahan Kalor

Panas didefinisikan sebagai bentuk energi yang berpindah antara dua

sistem yang dikarenakan perbedaan temperatur. Sedangkan dalam kehidupan

sehari-hari, kalor sering digunakan untuk mengartikan tenaga dalam (energi

internal). Dalam termodinamika, kalor dan energi internal adalah dua hal yang

berbeda, energi adalah suatu sifat tetapi kalor bukan merupakan sifat. Suatu benda

mengandung energi tetapi bukan kalor, energi berhubungan dengan suatu keadaan

sedangkan kalor berhubungan dengan proses. Maka dalam termodinamika, kalor

berarti heat transfer. Perpindahan kalor (heat transfer) adalah energi sebagai hasil dari perbedaan temperatur. Adapun mekanisme perpindahan kalor dapat terjadi

secara konduksi, konveksi dan radiasi.

2.2.1 Perpindahan Kalor Secara Konduksi

Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses mengalirnya kalor dari

daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur lebih rendah di

dalam satu medium atau antar medium berlainan yang bersinggungan secara

langsung.

2.2.2 Perpindahan Kalor Secara Konveksi

Perpindahan kalor secara konveksi adalah perpindahan kalor yang

disebabkan karena adanya fluida yang mengalir. Perpindahan kalor konveksi

(31)

sumber gerakan dari luar yang menyebabkan fluida mengalir, misalnya kipas,

pompa, kompresor, blower dan sebagainya.

2.2.3 Perpindahan Kalor Secara Radiasi

Perpindahan kalor secara radiasi adalah perpindahan panas oleh adanya

gerakan gelombang elektromagnetik. Pada perpindahan panas konduksi dan

konveksi memerlukan adanya media, tetapi pada perpindahan kalor secara radiasi

di ruang hampa atau tanpa adanya perantara medium juga dapat terjadi.

2.3 Tujuan Penyegaran Udara

Tujuan dari penyegaran udara adalah supaya temperatur, kelembaban,

kebersihan dan distribusi udara dalam ruangan dapat dipertahankan pada tingkat

yang diinginkan.

2.4 Sistem Penyegaran Udara

Jenis sistem penyegaran udara yang digunakan dalam percangan adalah

sistem air-udara. Adapun sistem penyegaran udara lainnya adalah sistem udara

(32)

2.4.1 Sistem Air-Udara

Dalam sistem air-udara, seperti terlihat pada Gambar 2.1, unit koil-kipas

udara atau unit induksi dipasang di dalam ruangan yang akan disegarkan. Air

dingin (dalam hal pendinginan) atau air panas (dalam hal pemanasan) dialirkan ke

dalam unit tersebut, sedangkan udara ruangan dialirkan melalui unit tersebut

sehingga menjadi dingin atau panas. Selanjutnya, udara tersebut bersirkulasi di

dalam ruangan. Demikian pula untuk keperluan ventilasi, udara luar yang telah

didinginkan dan dikeringkan atau udara luar yang telah dipanaskan dan

dilembabkan dialirkan dari mesin penyegar sentral ke ruangan yang akan

disegarkan.

Oleh karena berat jenis dan kalor spesifik air lebih besar dari pada udara,

maka baik daya yang diperlukan untuk mengalirkan maupun ukuran pipa yang

diperlukan untuk memindah kalor yang sama, adalah lebih kecil.

Seperti terlihat pada Gambar 2.1, untuk sistem air-udara jumlah

pemasukan udara ke dalam ruangan biasanya sama dengan jumlah udara luar

untuk ventilasi atau jumlah udara yang dikeluarkan dari ruangan. Udara luar

tersebut di atas, didinginkan dan dikeringkan, atau dipanaskan dan dilembabkan

dan termasuk sebagian dari beban kalor ruangan. Udara tersebut dinamai udara

primer. Pada umumnya, sebagian dari kalor sensibel dari ruangan diatasi oleh unit

(33)

Gambar 2.1 Sistem Air-Udara

2.4.2 Sistem Udara Penuh

Pada sistem udara penuh campuran udara luar dan udara ruangan

didinginkan dan dilembabkan, kemudian dialirkan kembali ke dalam ruangan

(34)

Gambar 2.2 Sistem Udara Penuh

2.4.3 Sistem Air Penuh

Pada sistem air penuh air dingin dialirkan melalui FCU untuk penyegaran

(35)

Gambar 2.3 Sistem Air Penuh

2.5 Mesin Pendingin Dengan Siklus Kompresi Uap

2.5.1 Proses Siklus Kompresi Uap

Mesin pendingin dengan siklus kompresi uap menggunakan empat

komponen utama yaitu : kompresor, kondensor, katup ekspansi dan evaporator.

Sistem ini menggunakan kompresor utnuk mengalirkan refrigeran yang ada di

dalam sistem. Kompresor menghisap uap refrigeran dari ruang penampung uap.

Di dalam penampung uap, tekanannya diusahakan supaya tetap rendah agar

refrigeran senantiasa berada dalam keadaan uap dan bertemperatur rendah. Di

(36)

pencairannya kembali. Energi yang diperlukan untuk kompresi diberikan oleh

motor listrik yang menggerakkan kompresor. Uap refrigeran yang bertekanan dan

bertemperatur tinggi pada akhir kompresi dapat dengan mudah dicairkan dengan

mendinginkannya dengan air pendingin atau dengan udara lingkungan temperatur

normal. Di mana uap refrigeran melepaskan kalor laten pengembunannya kepada

air pendingin atau udara pendingin di dalam kondenser, sehingga mengembun dan

menjadi cair. Selama refrigeran mengalami perubahan dari fase uap ke fase cair,

terdapat campuran refrigeran dalam fase uap dan cair, tekanan pengembunan dan

temperaturnya pengembunannya konstan.

Kalor yang dikeluarkan di dalam kondenser adalah jumlah kalor yang

diperoleh dari udara yang mengalir melalui evaporator (kapasitas pendinginan)

dan kerja (energi) yang diberikan oleh kompresor kepada refrigeran. Uap

refrigeran menjadi cair sempurna di dalam kondensor, kemudian dialirkan ke

dalam pipa evaporator melalui katup ekspansi. Dalam hal ini, temperatur

refrigeran cair biasanya 5-10°F lebih rendah dari temperatur refrigeran cair jenuh

pada tekanan kondensasinya. Temperatur tersebut menyatakan besarnya derajat

pendinginan lanjut (degree of subcooling).

Untuk menurunkan tekanan dari refrigeran cair bertekanan tinggi yang

dicairkan di dalam kondensor supaya dapat mudah menguap maka dipergunakan

alat yaitu katup ekspansi dan pipa kapiler. Diameter dalam dan panjang dari katup

ekspansi ditentukan berdasarkan besarnya perbedaan tekanan yang diinginkan,

antara bagian yang bertekanan tinggi dan bagian yang bertekanan rendah, dan

(37)

katup ekspansi didistribusikan secara merata ke dalam pipa evaporator. Di dalam

evaporator, refrigeran akan menguap dan menyerap kalor dari udara ruangan yang

dialirkan melalui permukaan luar dari pipa evaporator. Apabila udara didinginkan

di bawah titik embun, maka air yang ada dalam udara, akan mengembun pada

permukaan evaporator.

Gambar 2.4 Siklus Kompresi Uap

Cairan refrigeran diuapkan secara berangsur-angsur karena menerima

kalor laten penguapan, selama mengalir di dalam pipa evaporator. Selama proses

penguapan, di dalam akan terdapat campuran refrigeran dalam fase cair dan gas.

Oleh sebab itu, biasanya dilakukan pemanasan lanjut (superheating) sebesar 5– 10°F lebih tinggi dari uap jenuh, agar refrigeran masuk ke dalam kompresor

semuanya berwujud gas. Selanjutnya refrigeran masuk ke dalam kompresor dan

siklus tersebut terjadi secara berulang-ulang. Tujuan lain dari subcooling dan

(38)

Gambar 2.5 Diagram P-h

Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap yang ditunjukkan

pada Gambar 2.5:

1 – 2 : Proses kompresi berlangsung di kompresor

2 – 2a : Proses penurunan suhu

2a – 3a : Proses pengembunan refrigeran

3a – 3 : Proses pendinginan lanjut (subcooling)

3 – 4 : Proses penurunan tekanan (throtling) berlangsung di katup ekspansi

4 – 1 : Proses penguapan berlangsung di evaporator

2.4.2 Perhitungan Siklus Kompresi Uap

Perhitungan siklus kompresi uap dengan berdasarkan diagram P-h dapat

(39)

oleh mesin pendingin. Daya kompresor yang diperlukan untuk mengkondisikan

udara pada temperatur tertentu adalah:

Wkomp = m. (h2-h1) (BTU/menit) ... (2.1)

Pada persamaan (2.1):

m : massa aliran refrigeran (lb/menit)

h1 : besarnya entalpi pada saat masuk kompresor (BTU/lb)

h2 : besarnya entalpi pada saat keluar dari kompresor (BTU/lb)

Refrigeration Effect (RE) adalah

RE = h1-h4 (BTU/lb) ... (2.2)

Pada persamaan (2.2):

h4 : besarnya entalpi pada saat masuk evaporator (BTU/lb)

Kalor yang diserap evaporator adalah

Qin = mr (h1-h5) (BTU/menit) ... (2.3)

Dari persamaan (2.2) dan (2.3), maka laju aliran massa refrigeran dapat ditulis:

(40)

Kalor yang dilepas kondensor adalah

Qout = m (h2-h3) (BTU/menit) ... (2.5)

Pada persamaan (2.5):

m : massa aliran refrigeran (lb/menit)

h2 : besarnya entalpi pada saat keluar dari kompresor (BTU/lb)

h3 : besarnya entalpi pada saat proses subcooling (BTU/lb)

COP yang dihasilkan oleh mesin pendingin adalah

COPR = ... (2.6)

2.6 Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara

Sistem penyegaran udara untuk kenyamanan manusia dirancang agar

temperatur, kelembaban, kebersihan dan pendistribusian udara dapat

dipertahankan pada keadaan yang diinginkan. Oleh sebab itu, perancangan harus

mempertimbangkan faktor-faktor pemilihan sistem penyegaran udara. Adapun

faktor-faktor pemilihan sistem penyegaran udara meliputi:

a. Faktor kenyamanan

Kenyamanan pada sistem penyegaran udara yang dirancang ditentukan oleh

beberapa parameter, antara lain: aliran udara, kebersihan udara, bau, kualitas

(41)

sistem penyegaran udara dirancang dapat diatur dengan sistem pengaturan

yang ada pada mesin penyegar udara.

b. Faktor ekonomi

Dalam proses pemasangan, operasi dan perawatan, serta sistem pengaturan

yang digunakan harus diperhitungkan pula segi-segi ekonominya. Oleh sebab

itu, dalam percancangan sistem penyegaran udara harus mempertimbangkan

biaya awal, operasional dan biaya perawatan yaitu sistem tersebut dapat

beroperasi maksimal dengan biaya total yang serendah-rendahnya.

c. Faktor operasi dan perawatan

Pemilihan sistem penyegaran udara yang paling disukai adalah sistem yang

mudah dipahami konstruksi, susunan dan cara menjalankannya. Beberapa

faktor pertimbangan operasi dan perawatan meliputi:

 Konstruksi sederhana

 Tahan lama

 Mudah direparasi jika terjadi kerusakan

 Mudah perawatannya

 Dapat fleksibel melayani perubahan kondisi operasi

(42)

2.7 Komponen Utama Mesin Pendingin/Refrigerasi

Komponen utama dari mesin pendingin/refrigerasi terdiri dari kompresor,

kondensor, katup ekspansi dan evaporator.

2.7.1 Kompresor

Dalam sistem penyegaran udara, fungsi dari kompresor adalah untuk

mengalirkan dan menaikkan tekanan refrigeran dalam mesin pendingin agar dapat

berlangsung proses pendingin. Kompresor terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

 Kompresor torak (reciprocating compressor)

 Kompresor rotary (rotary compressor)

 Kompresor sentrifugal (centrifugal compressor)

 Kompresor hermetik (hermetic compressor)

 Kompresor semi hermetik (semi-hermetic compressor)

Perancangan penyegaran udara ini akan digunakan jenis kompresor torak

(reciprocating compressor) dengan pertimbangan efisiensi tinggi, tidak berisik dan umur pakai lebih panjang. Pada Gambar 2.6 menunjukkan bagian-bagian dari

(43)

Gambar 2.6 Kompresor Torak

Adapun cara kerja kompresor torak sebagai berikut:

Lubang yang dilalui refrigeran menuju ke kompresor dan dari kompresor

dikontrol oleh katup masuk (suction valve) dan katup keluar (discharge valve). Kedua katup tersebut terletak pada bagian tutup silinder. Gerak naik turun katup

menyebabkan refrigeran dapat mengalir keluar melalui saluran keluar (discharge) dan dapat masuk melalui saluran masuk (suction). Pada saat torak bergerak ke bawah (menjauhi dari katup masuk) maka tekanan di dalam silinder menjadi

berkurang lebih kecil dibanding tekanan di atasnya, dengan demikian refrigeran

akan dapat mendorong katup masuk ke sebelah dalam dan mengalirlah refrigeran

masuk ke dalam silinder kompresor. Pada saat gerak katup ke atas dan katup

tertutup (karena telah dicapai keseimbangan) tekanan di dalam silinder naik

sedikit demi sedikit sesuai dengan jarak yang sudah ditempuh torak. Akibat daya

(44)

katup keluar ke arah atas dan dapat mengalirkan refrigeran tersebut menuju

kondensor pada tekanan dan temperatur tinggi.

Gambar 2.7 Langkah Kerja Kompresor

Berdasarkan Gambar 2.7 torak berada di titik mati atas, katup masuk dan

katup keluar tertutup. Katup keluar tertutup karena gaya tekan dari luar

terhadapnya, sedangkan katup masuk tertutup karena tekanan yang ada pada ruang

antara (clearance) kepala torak dengan tutup silinder. Jika torak bergerak ke bawah tekanan di dalam silinder menjadi menurun karena volumenya membesar.

Pada saat tekanannya lebih kecil dari tekanan masuk, katup saluran masuk terbuka

dan uap akan mengalir masuk ke dalam silinder. Kejadian ini akan terus terjadi

sampai torak mencapai titik mati di bawah. Setelah mencapai titik mati di bawah,

katup masuk akan tertutup lagi ke atas, volume di dalam silinder mengecil, berarti

uap yang ada di dalamnya tertekan dan tekanannya menjadi naik. Pada saat

tekanan uap tersebut lebih besar dari gaya pegas pada katup keluar maka katup

(45)

2.7.2 Kondensor

Fungsi dari kondensor adalah untuk mendinginkan atau mengembunkan

uap refrigeran di dalam sistem penyegaran udara sehingga refrigeran tersebut

berubah fase menjadi cair. Jumlah kalor yang dilepaskan oleh kondensor ke media

pendingin merupakan jumlah kalor yang diterima dari evaporator dan kalor akibat

kompresi oleh kompresor. Berdasarkan media pendinginannya, kondensor dibagi

menjadi 3 macam yaitu:

 Kondensor berpendingin udara (air-cooled)

 Kondensor berpendingin air (water-cooled)

 Kondensor jenis campuran (evaporative)

Pada perancangan sistem penyegaran udara akan digunakan kondensor

berpendingin udara (air-cooled). Pada Gambar 2.8 menunjukkan salah satu jenis dari kondensor berpendingin udara.

(46)

Kondensor berpendingin udara menggunakan udara yang berada di sekitar

kondensor untuk mendinginkan koil-koil kondensor. Kondensor ini memiliki

biaya perawatan yang lebih murah dan pengoperasiannya mudah. Kondensor tipe

ini harus dipasang pada bagian atap gedung, supaya mendapatkan udara pendingin

yang cukup.

2.7.3 Katup Ekspansi

Fungsi dari katup ekspansi adalah untuk menurunkan tekanan cairan

refrigeran dari tekanan tinggi ke tekanan rendah dan mengatur jumlah refrigeran

yang masuk ke dalam evaporator sesuai dengan beban pendinginan yang harus

dilayani oleh evaporator. Katup ekspansi yang banyak digunakan adalah:

 Katup ekspansi otomatis termostatik

 Katup ekspansi manual

 Katup ekspansi tekanan konstan

 Pipa kapiler

Orifice Plates

2.7.4 Evaporator

Fungsi dari evaporator adalah menyerap kalor pada suatu produk yang

akan didinginkan serta untuk menguapkan cairan refrigeran yang ada di dalam

sistem penyegaran udara. Temperatur refrigeran di dalam evaporator selalu lebih

(47)

sekelilingnya dapat diserap oleh refrigeran. Evaporator menguapkan cairan

refrigeran juga bertujuan agar tidak merusak kompresor. Pada chiller, evaporator digunakan untuk mendinginkan air dan merubah fase refrigeran menjadi gas. Air

yang telah didinginkan pada chiller akan digunakan untuk mengkondisikan udara ruangan. Evaporator pada chiller yang digunakan adalah Direct Expansion Evaporator, namun terdapat dua jenis evaporator yang sering digunakan pada

chiller yaitu:

Flooded Evaporator

Direct Expansion Evaporator

(48)

2.8 Komponen Pendukung Dalam Sistem Penyegaran Udara

2.8.1 Pompa

Dalam hal ini, pompa berfungsi untuk mensirkulasikan air dingin dari

evaporator chiller menuju ke header supply atau AHU atau FCU yang ada di ruangan yang akan dikondisikan udaranya serta untuk memompakan air ke

evaporator dari chiller untuk didinginkan. Pada perancangan penyegaran udara ini digunakan pompa sentrifugal, dengan pertimbangan perawatan dan

pengoperasiannya yang mudah.

2.8.2 Kipas dan Blower

Kipas berfungsi untuk mengalirkan udara dari luar ruangan ke dalam

ruangan atau sebaliknya. Blower juga mempunyai fungsi yang sama, hanya saja

blower mampu menghisap udara dalam kapasitas yang sangat besar dengan beda tekan yang besar.

2.8.3 Pemisah Minyak Pelumas

Kompresor torak merupakan salah satu jenis kompresor yang

membutuhkan pelumasan untuk mengurangi gesekan antara bagian ring-piston

dan dinding silinder. Pelumas (refrigerator oil) yang digunakan untuk melumasi kompresor akan bercampur dengan refrigeran. Pelumas akan mengganggu proses

perpindahan kalor yang terjadi di evaporator dan kondensor.

Untuk mencegah terjadinya minyak pelumas ikut masuk ke dalam

(49)

pelumas di antara kompresor dan kondenser. Pemisah tersebut akan memisahkan

pelumas dari refrigeran dan akan mengalirkannya kembali ke dalam ruang engkol

kompresor.

Gambar 2.10 Pemisah Minyak Pelumas dengan Penyaring

Minyak yang terpisah tersebut akan berkumpul ke bagian bawah dari

pemisah minyak pelumas. Apabila permukaan minyak pelumas telah mencapai

suatu ketinggian tertentu, minyak pelumas tersebut akan mengalir ke dalam ruang

engkol kompresor secara otomatis apabila pelampung mencapai suatu posisi

tertentu.

2.8.4 Saringan

Saringan berfungsi sebagai penyaring kotoran yang akan mengganggu.

Kotoran yang ada dalam refrigeran yang bersirkulasi dapat menempel dan

(50)

2.9 Refrigeran

Refrigeran adalah suatu zat yang mudah diubah bentuknya dari gas

menjadi cair atau sebaliknya, dipakai untuk menyerap kalor dari evaporator dan

membuang kalor di kondensor.

Dalam pemilihan refrigeran, sifat-sifat refrigeran yang perlu diperhatikan

adalah:

1. Tekanan evaporator dan tekanan kondensor diusahakan lebih besar dari

tekanan atmosfir untuk mencegah udara masuk dan memudahkan mencari

kebocoran.

2. Mempunyai viskositas yang rendah.

3. Tidak beracun dan berbau merangsang atau menyengat.

4. Tidak mudah terbakar dan meledak.

5. Tidak bersifat korosif.

6. Mempunyai titik didih dan tekanan kondensasi yang rendah.

7. Mempunyai susunan kimia yang stabil, tidak terurai jika dimampatkan

(dikompresi), diembunkan dan diuapkan mempunyai kalor laten yang besar

agar kalor penguapan yang terjadi di evaporator besar sehingga dapat

menyerap kalor dalam jumlah yang besar pula dan refrigeran yang

bersirkulasi sedikit.

(51)

9. Ramah lingkungan (tidak merusak ozon).

2.10 Sistem Perpipaan

2.10.1 Sistem Perpipaan Pada Refrigeran

Dalam menentukan ukuran pipa refrigeran perlu diperhatikan faktor-faktor

yang berhubungan dengan ekonomi dan kerugian akibat gesekan (friction loss). Jika dilihat dari segi ekonomi tentunya dipilih ukuran pipa sekecil mungkin, akan

tetapi dari segi lain akan dijumpai beberapa kerugian yang akan timbul akibat

kerugian gesek, baik pada pipa suction maupun pada pipa discharge, yang nantinya akan mempengaruhi kapasitas sistem. Selain itu, adanya penurunan

tekanan (pressure drop) pada liquid line akan menyebabkan refrigeran cair mengalir tidak lancar dengan konsekuensi katup ekspansi tidak akan bekerja

normal.

2.10.2 Sistem Perpipaan Pada Air Dingin dan Udara Dingin

Kunci keberhasilan dari sistem pendinginan adalah sebagian besar

tergantung pada perencanaan sistem perpipaan. Dalam pemasangan perpipaan

diusahakan tidak terlalu banyak belokan dan sambungan guna untuk mengurangi

timbulnya kerugian gesekan (friction loss) dan kerugian tekanan (pressure loss) yang terjadi.

Pipa-pipa yang mengalirkan air dingin atau udara dingin untuk

(52)

dingin atau udara dingin dengan udara luar. Tujuan lain dari isolasi adalah untuk

mengurangi masuknya kalor ke fluida kerja dari dinding pipa. Bahan isolasi dapat

menggunakan asbestos, serat kaca, magnesium karbida, kalsium silikat, busa

polistilen dan bulu binatang ternak. Untuk mencegah perembesan air embun

(53)

BAB III

BEBAN PENDINGINAN

Dalam perancangan sistem penyegaran udara, beban pendinginan

merupakan hal yang paling penting. Untuk memperoleh kenyamanan maka beban

pendinginan perlu diperhitungkan. Beban pendinginan yang dihitung juga akan

menentukan sistem perpipaan dan ukuran ducting dari sistem penyegaran udara.

Sumber beban pendinginan suatu ruangan ada 2 macam, yaitu beban kalor

sensibel dan beban kalor laten. Beban kalor sensibel adalah beban karena kalor

yang dilepas atau diperlukan untuk merubah temperatur. Sedangkan beban kalor

laten adalah beban karena kalor yang dilepas atau diperlukan untuk berubah fase.

3.1 Kalor Sensibel

Sumber-sumber kalor sensibel suatu ruangan adalah:

1. Manusia.

2. Penyinaran matahari.

3. Udara luar yang masuk ke ruangan.

4. Peralatan listrik yang dioperasikan di dalam ruangan (motor listrik, televisi,

(54)

5. Benda yang bertemperatur tinggi, seperti kopi panas, air panas dan makanan

panas yang dibawa ke dalam ruangan.

6. Perbedaan suhu permukaan dinding luar dengan permukaan dinding dalam.

3.2 Kalor Laten

Sumber-sumber kalor laten suatu ruangan adalah:

1. Manusia.

2. Udara luar yang masuk ke ruangan.

3. Perbedaan kelembaban udara luar dan udaran ruangan (ventilasi).

4. Adanya perubahan fase zat yang terjadi di dalam ruangan.

3.3 Kondisi Umum Bangunan

Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta terletak di

Jalan Affandi (Gejayan), Mrican, Depok, Sleman, Yogyakarta pada 7,3° LS dan

110,23° BT. Untuk memudahkan perhitungan beban pendinginan, kondisi udara

Yogyakarta dianggap sama dengan kondisi udara Jakarta yang terletak pada 6° LS

(55)

3.3.1 Denah Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Gambar 3.1 menyajikan denah Ground Floor dan Gambar 3.2 menyajikan denah First Floor Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(56)
(57)

3.3.2 Ground Floor

Kondisi dari ruang sebagai berikut:

Luas : 592,02 ft2

Tinggi : 13,12 ft

Volume : 7769,22 ft3

Luas pintu dan jendela kaca : 116,25 ft2

Daya yang digunakan dalam ruangan:

Lampu TL : 10 x 40 W

Komputer : 2 x 350 W

Printer : 80 W

Jumlah pengunjung : ± 15 orang

b. Ruang Operator

Kondisi dari ruang sebagai berikut:

Luas : 236,81 ft2

Tinggi : 13,12 ft

(58)

Luas pintu dan jendela kaca : 109,79 ft2

Daya yang digunakan dalam ruangan:

Lampu TL : 6 x 40 W

First Floor terdiri dari ruangan dengan ukuran yang berbeda. a. Ruang Seminar

Kondisi dari ruang sebagai berikut:

Luas : 4714,592 ft2

Tinggi : 14,763 ft

Volume : 69605,208 ft3

Luas pintu dan jendela kaca : 310 ft2

Daya yang digunakan dalam ruangan:

Lampu TL : 50 x 40 W

Proyektor : 150 W

Speaker : 6 x 150 W

Mixer Sound System : 135 W

(59)

b. IT Room

Kondisi dari ruang sebagai berikut:

Luas : 161,458 ft2

Tinggi : 13,12 ft

Volume : 2118,88 ft3

Luas pintu dan jendela kaca : 22,6 ft2

Daya yang digunakan dalam ruangan:

Lampu TL : 4 x 40 W

Kondisi dari ruang sebagai berikut:

Luas : 866,494 ft2

Tinggi : 13,12 ft

Volume : 11371,32 ft3

Luas pintu dan jendela kaca : 133,47 ft2

Daya yang digunakan dalam ruangan:

Lampu TL : 12 x 40 W

(60)

Printer : 80 W

TV : 75 W

Jumlah pengunjung : ± 10 orang

3.3.4 Stage

Sistem penyegaran udara yang digunakan pada Stage adalah sistem udara penuh. Pada sistem udara penuh ini, sistem pengkondisian udaranya hanya

menggunakan AHU. Kondisi ruang sebagai berikut:

Luas : 9472,24 ft2

Tinggi : 32,8 ft

Volume : 310769,06 ft3

Luas pintu dan jendela kaca : 490,83 ft2

Daya yang digunakan dalam ruangan:

Lampu TL : 100 x 80 W

Speaker : 30 x 150 W

Proyektor : 2 x 150 W

Jumlah pengunjung : ± 1500 orang

3.4 Rumus yang Digunakan dalam Perhitungan Beban Pendinginan

Komponen-komponen yang menghasilkan kalor terhadap ruangan

merupakan faktor utama dalam mempengaruhi besar kecilnya beban pendinginan.

Sumber kalor yang ditimbulkan dapat berasal dari luar maupun dari dalam

(61)

3.4.1 Konduksi Melalui Lantai, Kaca, Dinding, dan Atap Bangunan

Besarnya beban kalor konduksi melalui kaca, dinding, langit-langit/atap,

lantai, partisi, pada bangunan dapat dihitung dengan persamaan (3.1):

Q = U x A x T (BTU/hr) ... (3.1) Pada persamaan (3.1):

Q : kalor konduksi melalui kaca, lantai, dinding dan atap bangunan (BTU/hr)

U : koefisien perpindahan kalor dari lantai, kaca, dinding, dan atap bangunan

(BTU/hr.ft2.°F)

A : luas permukaan dari lantai, kaca, dinding dan atap bangunan (ft2)

ΔT : perbedaan temperatur antara permukaan dinding luar dan permukaan

dinding dalam ruangan, tetapi untuk pendekatan dapat dipergunakan

kondisi udara luar dan dalam ruangan (°F).

3.4.2 Radiasi Sinar Matahari Melalui Kaca

Besarnya beban kalor radiasi sinar matahari melalui kaca dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan (3.2):

Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr) ... (3.2) Pada persamaan (3.2):

Q : kalor dari radiasi sinar matahari melalui kaca (BTU/hr)

SHGF : faktor kalor dari sinar matahari (BTU/hr.ft2)

A : luas permukaan kaca yang terkena sinar matahari (ft2)

(62)

CLF : faktor beban pendinginan pada kaca

3.4.3 Lampu dan Peralatan Listrik

Besarnya beban kalor yang dihasilkan oleh lampu atau peralatan listrik

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.3):

Q = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr) ... (3.3) Pada persamaan (3.3):

Q : kalor yang dihasilkan oleh lampu atau peralatan listrik (BTU/hr)

W : daya dari lampu atau peralatan listrik (BTU/hr)

BF : ballast factor

CLF : faktor beban pendinginan pada lampu atau peralatan listrik

3.4.4 Manusia

Besarnya beban kalor yang dihasilkan manusia menjadi 2 macam, yaitu

kalor sensibel dan kalor laten. Kalor sensibel yang dihasilkan manusia dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan (3.4):

Qs = qs x n x CLF (BTU/hr) ... (3.4)

Sedangkan kalor laten yang dihasilkan manusia dapat dihitung dengan persamaan

(3.5):

QL = qL x n (BTU/hr) ... (3.5)

Pada persamaan (3.4) dan (3.5):

Qs : kalor sensibel yang dihasilkan manusia (BTU/hr)

(63)

Qs : kalor sensibel yang dihasilkan per orang (BTU/hr)

qL : kalor laten yang dihasilkan per orang (BTU/hr)

n : jumlah manusia

CLF : faktor beban pendinginan pada manusia

3.4.5 Ventilasi

Besarnya beban kalor yang dihasilkan ventilasi terdiri atas kalor sensibel

dan kalor laten. Kalor sensibel dari ventilasi dapat dihitung menggunakan

persamaan (3.6):

Qs= 1,1 x CFM x ΔT (BTU/hr) ... (3.6)

Sedangkan untuk menghitung kalor laten dapat digunakan persamaan (3.7) :

QL= 0,68 x CFM x ΔW’ (BTU/hr) ... (3.7)

Pada persamaan (3.6) dan (3.7):

Qs : beban pendinginan kalor sensibel dari ventilasi (BTU/hr)

QL : beban pendinginan kalor laten dari ventilasi (BTU/hr)

CFM : laju aliran udara pada ventilasi (ft3/min)

ΔT : perbedaan temperatur antara diluar dan di dalam ruangan (°F)

(64)

3.5 Perhitungan Beban Pendinginan pada Gedung Auditorium Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Perhitungan beban pendinginan pada Gedung Auditorium Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Kondisi Udara Perancangan

 Kondisi udara di dalam ruangan:

Temperatur bola kering : 77°F

Kelembaban relatif rata-rata (RH) : 52%

Dari diagram Psikometri diperoleh:

Temperatur bola basah : 65°F

Entalpi (h) : 30 BTU/lb

Perbandingan kelembaban (W) : 72 gr/lb

 Kondisi udara di luar ruangan:

(Asumsi diambil sama dengan kondisi udara di Jakarta)

Temperatur bola kering : 90°F

Temperatur bola basah : 84,5°F

Dari diagram Psikometri diperoleh:

Entalpi (h) : 49 BTU/lb

Perbandingan kelembaban (W) : 172 gr/lb

 Kondisi udara di dalam ruangan yang tidak terkena radiasi sinar matahari

langsung diasumsikan:

Temperatur bola kering : 75°F

(65)

b. Menentukan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh (U) pada kaca,

dinding, langit-langit/atap dan lantai

 Kaca

Kaca yang digunakan adalah kaca single dengan tebal ¼ inchi. Nilai U = 1,04 BTU/hr.ft2.°F (Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tabel A.5 hal.449).

 Dinding

Dinding terbuat dari beton yang terdiri dari lapisan plester, batu bata, dan besi

beton. Plester dibuat dengan campuran antara semen dan pasir, kemudian

dicat putih. Sehingga tebal dinding keseluruhan 6 inchi. Dari Tabel 3.1

(66)

Tabel 3.1 Nilai Koefisien Perpindahan Panas Melalui Dinding

(67)

 Langit-langit dan lantai diasumsikan tidak mengalami perpindahan panas. Hal

ini dikarenakan ruangan Bookshop dan Ruang Operator pada Ground Floor

dikondisikan pada suhu dan kelembaban udara yang sama.

 Pintu yang terbuat dari kaca diasumsikan sama dengan jendela.

3.5.1 BOOKSHOP (Ground Floor)

 Beban kalor konduksi melalui kaca:

Q = U x A x ΔT (BTU/hr)

Q = 1,04 BTU/hr.ft2.°F x 116,25 ft2 x (90°F – 77°F)

= 1571 BTU/hr

Beban kalor konduksi melalui dinding bagian timur dan utara (sama):

Q = 0,2 BTU/hr.ft2.°F x 320,65 ft2 x 13°F

= 833,69 BTU/hr

 Beban kalor radiasi matahari melalui kaca:

Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr)

Kaca jendela diasumsikan terdapat lapisan pelindung sinar matahari. Nilai

SHGF (Solar Heat Gain Factors) diasumsikan pada LU = LS, maka pada Tabel 3.2 diambil nilai terdekat dari 7,3 °LS yaitu 8°LU, sehingga diperoleh

nilai SHGF : N = 35, E = 231, W = 231, S = 108. Seluruh kaca diasumsikan

(68)

S = 0,79. Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

barat adalah:

Q = 231 x 67,81 ft2 x 0,29 x 0,31

= 1408,2 BTU/hr

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca di sebelah utara adalah:

Q = 35 x 48,43 ft2 x 0,29 x 0,88

= 432,57 BTU/hr

Tabel 3.2 Maximum Solar Heat Gain Factors untuk Kaca

(69)

Tabel 3.3 Shading Coefficients untuk Kaca

(70)
(71)

 Beban kalor peralatan listrik/lampu

Q = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr)

Ballast Factor (BF) pada lampu TL diasumsikan 1,25 sedangkan peralatan listrik lainnya diasumsikan 1 (Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, hal. 111). Lampu hanya dinyalakan selama waktu kerja,

sehingga lama waktu penyalaan lampu sama dengan waktu penggunaan AC,

maka nilai CLF = 1.

Besarnya beban kalor yang dihasilkan lampu TL adalah:

Q = 3,4 x 400 W x 1,25 x 1

= 1700 BTU/hr

Besarnya beban kalor yang dihasilkan komputer adalah:

Q = 3,4 x 700 W x 1 x 1

= 2380 BTU/hr

Besarnya beban kalor yang dihasilkan printer adalah: Q = 3,4 x 80 W x 1 x 1

= 272 BTU/hr

 Beban kalor dari manusia

Qs = qs x n x CLF (BTU/hr)

QL = qL x n (BTU/hr)

(72)

beraktivitas (standing, light work, walking slowly), maka perhitungannya adalah:

Qs = 315 x 15 x 1

= 4725 BTU/hr

QL = 325 x 15

= 4875 BTU/hr

Maka besarnya Qtotal = 9600 BTU/hr

 Beban kalor dari ventilasi

Qs= 1,1 x CFM x ΔT (BTU/hr)

QL= 0,68 x CFM x ΔW’ (BTU/hr)

Untuk ventilasi, diasumsikan setiap orang membutuhkan udara segar

(73)

Tabel 3.5 Sensible and Latent Heat Gain pada Manusia

(74)

Tabel 3.6CFM untuk Ventilasi

(75)

Pada sambungan ducting juga diasumsikan terdapat kebocoran sebesar 0% dari total CFM. Suplai Air Fan Gain (draw through) sebesar 0%.

Selisih suhu udara kering di dalam dan di luar ruangan adalah:

90°F – 77°F = 13°F

Selisih kelembaban di dalam dan di luar ruangan adalah:

172 gr/lb – 72 gr/lb =100 gr/lb

Sehingga:

Qs = 1,1 x (7x15) x 13

= 1963,5 BTU/hr

QL = 0,68 x (7x15) x 100

= 7140 BTU/hr

Maka besarnya Qtotal = 9103,5 BTU/hr

(76)

Tabel 3.7 Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Bookshop

Tabel Perhitungan Total Beban Pendinginan Bookshop

Ruang : Bookshop

Proyek : Gedung Auditorium USD Yogya Engr. : Ronald

Lokasi : Jln. Affandi, Depok, Sleman, Yogya Calc. By : Ronald

Temperatur Temperatur RH W

Daily range : 22

Bola Kering Bola Basah

(77)

Manusia SHG LHG CLF Jumlah orang

Cooling Loads 15286,7 12015 27301,7

(78)

3.5.2 RUANG OPERATOR (Ground Floor)

Dalam perhitungan Ruang Operator, kondisi udara dan ketentuan

rancangan disamakan dengan Bookshop (termasuk BF, CLF, SHGF dan lain-lain). Selain itu, bahan kaca dan pintu yang digunakan pun sama dengan bahan yang

digunakan pada Bookshop, sehingga nilai koefisien perpindahan panas menyeluruhnya (U) sama dengan Bookshop. Perhitungan beban pendinginannya sebagai berikut:

 Beban kalor konduksi melalui kaca:

Q = U x A x ΔT (BTU/hr)

Q = 1,04 BTU/hr.ft2.°F x 109,79 ft2 x (90°F – 77°F)

= 1484,36 BTU/hr

 Beban kalor radiasi matahari tidak perlu dihitung karena ruangan ini tidak

terkena radiasi sinar matahari secara langsung.

 Beban kalor peralatan listrik/lampu

Q = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr)

Ballast Factor (BF) pada lampu TL diasumsikan 1,25 sedangkan peralatan listrik lainnya diasumsikan 1 (Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, hal. 111). Lampu hanya dinyalakan selama waktu kerja,

sehingga lama waktu penyalaan lampu sama dengan waktu penggunaan AC,

maka nilai CLF = 1.

Besarnya beban kalor yang dihasilkan lampu TL adalah:

Q = 3,4 x 200 W x 1,25 x 1

(79)

Besarnya beban kalor yang dihasilkan mixer soundsystem adalah: Q = 3,4 x 200 W x 1 x 1

= 680 BTU/hr

 Beban kalor dari manusia

Qs = qs x n x CLF (BTU/hr)

QL = qL x n (BTU/hr)

Orang-orang di Ruang Operator yang melakukan aktivitas dapat

diperhitungkan dari Tabel 3.5. Diasumsikan nilai CLF = 1 dan terdapat 5

orang yang beraktivitas (seated, light work, typing), maka perhitungannya adalah:

Qs = 255 x 5 x 1

= 1275 BTU/hr

QL = 255 x 5

= 1275 BTU/hr

Maka besarnya Qtotal = 2550 BTU/hr

 Beban kalor dari ventilasi

Qs= 1,1 x CFM x ΔT (BTU/hr)

QL= 0,68 x CFM x ΔW’ (BTU/hr)

Untuk ventilasi, diasumsikan setiap orang membutuhkan udara segar

(80)

Pada sambungan ducting juga diasumsikan terdapat kebocoran sebesar 0%

dari total CFM. Suplai Air Fan Gain (draw through) sebesar 0%. Selisih suhu udara kering di dalam dan di luar ruangan adalah:

90°F – 75°F = 15°F

Selisih kelembaban di dalam dan di luar ruangan adalah:

172 gr/lb – 72 gr/lb = 100 gr/lb

Sehingga:

Qs = 1,1 x (15x5) x 15

= 1237,5 BTU/hr

QL = 0,68 x (15x5) x 100

= 5100 BTU/hr

Maka besarnya Qtotal = 6337,5 BTU/hr

Hasil perhitungan beban pendinginan pada Ruang Operator dapat dilihat pada

(81)

Tabel 3.8 Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Ruang Operator

Tabel Perhitungan Total Beban Pendinginan Ruang Operator

Ruang : Ruang operator

Proyek : Gedung Auditorium USD Yogya Engr. : Ronald

Lokasi : Jln. Affandi, Depok, Sleman, Yogya Calc. By : Ronald

Temperatur Temperatur RH W

Daily range : 22

Bola Kering Bola Basah

(82)

Manusia SHG LHG CLF Jumlah orang

Cooling Loads 5696,86 6375 12071,86

(83)

3.5.3 RUANG SEMINAR (First Floor)

Dalam perhitungan Ruang Seminar, kondisi udara dan ketentuan

rancangan disamakan dengan Bookshop (termasuk BF, CLF, SHGF dan lain-lain). Selain itu, bahan kaca dan pintu yang digunakan pun sama dengan bahan yang

digunakan pada Bookshop, sehingga nilai koefisien perpindahan panas menyeluruhnya (U) sama dengan Bookshop. Perhitungan beban pendinginannya sebagai berikut:

 Beban kalor konduksi melalui kaca:

Q = U x A x ΔT (BTU/hr)

Q = 1,04 BTU/hr.ft2.°F x 310 ft2 x (90°F – 77°F)

= 4191,2 BTU/hr

Beban kalor konduksi melalui dinding bagian barat:

Q = 0,2 BTU/hr.ft2.°F x 597,92 ft2 x 13°F

= 1554 BTU/hr

Beban kalor konduksi melalui dinding bagian utara:

Q = 0,2 BTU/hr.ft2.°F x 1335,85 ft2 x 13°F

= 3525,21 BTU/hr

 Beban kalor radiasi matahari melalui kaca:

Q = SHGF x A x SC CLF (BTU/hr)

Kaca jendela diasumsikan terdapat lapisan pelindung sinar matahari. Nilai

SHGF (Solar Heat Gain Factors) diasumsikan pada LU = LS, maka pada Tabel 3.2 diambil nilai terdekat dari 7,3 °LS yaitu 8°LU, sehingga diperoleh

(84)

dapat menyerap sebagian panas dan cahaya matahari serta terdapat interior shading oleh Venetian Blinds atau Roller Shades. Dari Tabel 3.3 menggunakan Venetian Blinds diperoleh nilai SC = 0,29. Nilai CLF diperoleh dari Tabel 3.4, yaitu pada pukul 13.00 sebesar : N = 0,88; E = 0,22; W = 0,31;

S = 0,79. Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca yang terletak di sebelah

utara adalah:

Q = 35 x 96,87 ft2 x 0,29 x 0,88

= 865,24 BTU/hr

Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca di sebelah timur adalah:

Q = 231 x 32,29 ft2 x 0,29 x 0,22

= 475,88 BTU/hr

 Beban kalor peralatan listrik/lampu

Q = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr)

Ballast Factor (BF) pada lampu TL diasumsikan 1,25 sedangkan peralatan listrik lainnya diasumsikan 1 (Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, hal. 111). Lampu hanya dinyalakan selama waktu kerja,

sehingga lama waktu penyalaan lampu sama dengan waktu penggunaan AC,

maka nilai CLF = 1.

Besarnya beban kalor yang dihasilkan lampu TL adalah:

Q = 3,4 x 2000 W x 1,25 x 1

(85)

Besarnya beban kalor yang dihasilkan proyektor adalah: Q = 3,4 x 150 W x 1 x 1

= 510 BTU/hr

Besarnya beban kalor yang dihasilkan speaker adalah: Q = 3,4 x 900 W x 1 x 1

= 3060 BTU/hr

Besarnya beban kalor yang dihasilkan mixer soundsystem adalah: Q = 3,4 x 135 W x 1 x 1

= 459 BTU/hr

 Beban kalor dari manusia

Qs = qs x n x CLF (BTU/hr)

QL = qL x n (BTU/hr)

Orang-orang di Ruang Seminar yang melakukan aktivitas dapat

diperhitungkan dari Tabel 3.5. Diasumsikan nilai CLF = 1 dan terdapat 150

orang yang beraktivitas (seated, light work, typing), maka perhitungannya adalah:

Qs = 255 x 150 x 1

= 38250 BTU/hr

QL = 255 x 150

= 38250 BTU/hr

(86)

 Beban kalor dari ventilasi

Qs= 1,1 x CFM x ΔT (BTU/hr)

QL= 0,68 x CFM x ΔW’ (BTU/hr)

Untuk ventilasi, diasumsikan setiap orang membutuhkan udara segar

sebanyak 25 CFM, terdapat pada Tabel 3.6.

Pada sambungan ducting juga diasumsikan terdapat kebocoran sebesar 0%

dari total CFM. Suplai Air Fan Gain (draw through) sebesar 0%. Selisih suhu udara kering di dalam dan di luar ruangan adalah:

90°F – 77°F = 13°F

Selisih kelembaban di dalam dan di luar ruangan adalah:

172 gr/lb – 72 gr/lb = 100 gr/lb

Maka besarnya Qtotal = 325125 BTU/hr

Hasil perhitungan beban pendinginan pada Ruang Seminar dapat dilihat pada

(87)

Tabel 3.9 Data Hasil Perhitungan Total Beban Pendinginan Ruang Seminar

Tabel Perhitungan Total Beban Pendinginan Ruang Seminar

Ruang : R. Seminar

Proyek : Gedung Auditorium USD Yogya Engr. : Ronald

Lokasi : Jln. Affandi, Depok, Sleman, Yogya Calc. By : Ronald

Temperatur Temperatur RH W

Daily range : 22

Bola Kering Bola Basah

(88)

Manusia SHG LHG CLF Jumlah orang

Cooling Loads 127056 293250 420306,03

Gambar

Gambar 5.6 Sistem Perpipaan Ground Floor Jalur 2 (2 FCU) .............. 126
Gambar 1.1 Ground Floor Proyek Pembangunan Gedung Auditorium
Gambar 1.2 First Floor Proyek Pembangunan Gedung Auditorium
Gambar 1.4 Proyek Pembangunan Gedung Auditorium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Sistem Pengukuran Kinerja dengan Komitmen Organisasi (H3c) Hasil penelitian Sholihin dan Pike (2010) dan Lau dan Moser (2008) menemukan bahwa penggunaan

Berdasarkan uraian diatas maka ingin dilalakukannya o penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pengrajin songket tradisional

Tahu (APA + MENGAPA) sebagai objek yang ada sehingga terjawab objek-objek keilmuan yang ditanyakan dengan kata BAGAIMANA, DI MANA. Akhirnya berpikir ilmiah menjadi penting dalam

Karena itu, saya menganjurkan para membaca yang berminat untuk membaca buku- buku saya yang lain, terutama The Art and Science of Raja Yoga (Seni dan Ilmu

Kesimpulan dari pengertian masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu daerah atau wilayah, kemudian berinteraksi antara satu sama lain, adanya

Pada awalnya sesar hanyalah sebuah perlapisan yang terbentuk dalam kurun waktu tertentu, lalu dengan adanya gaya endogen dari dalam bumi yang menekan mereka

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum konsentrasi asam pikrat pada penentuan kreatinin berdasarkan reaksi Jaffe adalah pada

Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan ketahanan otot ditandai dengan pasien lemah dan tidak berdaya, serta rambut, badan serta mulut pasien tampak