• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI

DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI

SELATAN

Hasnah Juddawi dkk

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembanguanan ketahanan pangan mempunyai ciri cakupan luas,

adanya keterlibatan lintas sektor, multidisiplin serta penekanan pada basis sumberdaya lokal. Menurut Saliem (2011) pembangunan ketahanan pangan berhasil/terwujud bila dua kondisi terpenuhi, yaitu (1) pada tataran makro, setiap saat tersedia pangan yang cukup (jumlah, mutu, keamanan, keragaman merata dan terjangkau); (2) pada tataran mikro, setiap rumah tangga setiap saat mampu mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bergizi dan sesuai pilihannya, untuk menjalani hidup sehat dan produktif. Bila terjadi kerawanan pangan akan mempunyai dampak besar bagi bangsa, yang meliputi aspek ekonomi (produktivitas rendah), sosial (keresahan/ kerusuhan) serta politik (instabilitas).

Salah satu butir pembangunan ketahanan pangan adalah mengembangkan ketersediaan dan mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan berbasis pangan lokal, melalui (a) menjamin ketersediaan sarana dan prasarana produksi, (b) mengendalikan alih fungsi lahan, (c) melakukan pengkajian dan penerapan berbagai teknologi tepat guna pengolahan pangan berbasis tepung- tepungan dan aneka pangan lokal lainnya, (d) menetapkan hari-hari tertentu sebagai hari mengkonsumsi pangan lokal, (e) mendorong berkembangnya kantin/warung desa /sekolah/perguruan tinggi untuk memanfaatkan bahan-bahan pangan

(2)

lokal.

Upaya diversifikasi pangan yang tertuang dalam salah satu butir kesepakatan tersebut sangat strategis dalam rangka menurunkan konsumsi beras. Saat ini konsumsi beras mencapai 139 kg/kapita/tahun. Menurut Wakil Menteri Pertanian, konsumsi ini perlu diturunkan, idealnya pada kisaran 90 hingga 100 kg/kapita/tahun.

Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan di Jakarta International Convention Center (JICC) bulan Oktober 2010, menyatakan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembanan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga. Dalam masyarakat perdesaan, pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan masih berkembang hingga sekarang meski dijumpai berbagai pergeseran. Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan perlu diaktualisasikan dalam menggerakkan lagi budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut

dengan “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari” yang dibangun dari Rumah Pangan Lestari (RPL) dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Di Sulawesi Selatan, pemanfatan lahan pekarangan masih didominansi tanaman hias, terutama di daerah perkotaan yang sudah mengerti nilai estetika. Dengan inovasi dan kreatifitas lahan pekarangan

(3)

dapat ditata sehingga memiliki multi fungsi baik sebagai bahan pemenuhan kebutuhan gizi serta sumber pendapatan keluarga. Ketersediaan jenis pangan dan rempah yang beraneka ragam, berbagai jenis tanaman pangan seperti padi- padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur, buah, dan pangan dari hewani banyak kita jumpai. Demikian pula berbagai jenis tanaman rempah dan obat-obatan dapat tumbuh dan berkembang dengan mudah di wilayah kita ini. Namun demikian realisasi konsumsi masyarakat masih dibawah anjuran pemenuhan gizi. Oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan gizi masyarakat harus diawali dari pemanfaatkan sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Upaya tersebut ialah memanfaatkan pekarangan yang dikelola oleh keluarga.

Berdasarkan pengamatan, perhatian petani terhadap pemanfaatan lahan pekarangan relatif masih terbatas, sehingga pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum banyak berkembang sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan realisasi konsumsi masyarakat yang masih di bawah anjuran pemenuhan gizi yang ditunjukkan melalui indikator skor pola pangan harapan (PPH) nasional masih rendah 75,7 (2009). Tahun 2010 PPH Provinsi Sulawesi Selatan masih 84,5 dan ditargetkan pada tahun 2015 angka PPH mencapai 90.

Kementerian Pertanian melihat potensi lahan pekarangan ini sebagai salah satu pilar yang dapat diupayakan untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga, baik bagi rumah tangga di pedesaan maupun di perkotaan. Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) yang diinisiasi oleh Badan Litbang Pertanian diharapkan akan memicu lahirnya pemikiran

dan konsep bagi optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, utamanya

melalui pemanfaatan berbagai inovasi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dan lembaga penelitian lainnya. Ke depan diharapkan melalui inisiatif ini akan semakin berkembang upaya-upaya kreatif di tengah

(4)

masyarakat dalam pemanfaatan lahan dan ruang yang ada di sekitar mereka. Oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi keluarga dapat dilakukan melalui pemanfaatkan sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang, merupakan desa pertanian, dengan pengembangan komoditi padi, ikan bandeng dan udang, sedangkan kebutuhan sayuran disuplai dari kecamatan tetangga bahkan dari kabupaten tetangga.

Guna memenuhi kebutuhan sayur rumah tangga dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan dengan diversivikasi komoditi sayuran. Berdasar latar belakang tersebut, Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian dalam hal ini Balai PengkajianTeknologi Pertanian Sulawesi Selatan bekerjasama dengan kelompok wanitani Mekarsari mengembangkan suatu Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL) untuk optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, utamanya melalui pemanfaatan berbagai inovasi yang telah oleh Badan Litbang Pertanian dan lembaga penelitian lainnya. Untuk menuju Pola Pangan Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacangkacangan, gula, sayur dan buah, dan lainnya) bagi keluarga.

1.2. Tujuan

Tujuan jangka pendek :

a. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga melalui pemanfaatan

lahan pekarangannya

b. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat alam pemanfaatan

lahan pekarangan

(5)

kelestarian pemanfaatan pekarangan

d. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga dan menciptakan

ketahanan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri Tujuan jangka panjang adalah :

a. Kemandirian pangan keluarga

b. Diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal

c. Pelestarian tanaman pangan untuk masa depan

d. Peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat

1.3. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan model KRPL ini adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial, di Kabupaten Pinrang khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya, dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang mandiri dan sejahtera.

1.4. Keluaran Yang Diharapkan

a. Terbentuknya kawasan pengembangan pekarangan mendukung Rumah

Pangan Lestari di Perdesaan.

b. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi di setiap rumah tangga

c. Berkembangnya kegiatan ekonomi produktif di perdesaan dan perkotaan

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak Manfaat

Teradopsinya model pemanfaatan pekarangan di kelompok

rumahtangga dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung.

Dampak

a. Menurunnya pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga masyarakat

(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Lahan pekarangan memiliki fungsi multiguna, karena dari lahan yang relatif sempit ini, bisa menghasilkan bahan pangan seperti umbi-umbian, sayuran, buah-buahan; bahan tanaman rempah dan obat, bahan kerajinan tangan; serta bahan pangan hewani yang berasal dari unggas, ternak kecil maupun ikan. Manfaat yang akan diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat : memenuhi kebutuhan konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan juga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga.

Berbagai jenis tanaman pangan seperti padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur, buah, dan pangan dari hewani banyak kita jumpai. Demikian pula berbagai jenis tanaman rempah dan obat-obatan dapat tumbuh dan berkembang dengan mudah di wilayah kita ini. Namun demikian realisasi konsumsi masyarakat masih dibawah anjuran pemenuhan gizi. Oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan gizi masyarakat harus diawali dari pemanfaatan sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Upaya tersebut ialah memanfaatkan pekarangan yang dikelola oleh keluarga. Manfaat yang akan diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat: memenuhi kebutuhan konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan juga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga. Potensi lahan pekarangan sebagai salah satu pilar yang dapat diupayakan untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga, baik bagi rumah tangga di pedesaan maupun di perkotaan.

2.1. Kongsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari

Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan

(7)

pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Mardiharini (2011). Sementara menurut Saliem (2011), Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika.

Lahan pekarangan yang dikelola secara optimal dapat memberikan manfaat bagi rumah tangga dan keluarga yang mengelolanya. Hal ini dapat terlihat dari beragam fungsi dasar pekarangan yaitu menjadi warung hidup, bank hidup, apotik hidup serta fungsi keindahan. Lahan pekarangan yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat antara lain adanya peningkatan gizi keluarga, tambahan pendapatan keluarga, lingkungan rumah asri, teratur, indah dan nyaman. Semakin beragam tanaman pangan atau tanaman obat keluarga (toga) yang dikembangkan serta semakin banyak ternak/ikan yang dibudidayakan, maka diharapkan rumah tangga/keluarga yang mengelola, kehidupannya akan menjadi semakin sejahtera. Lahan pekarangan yang sempit pun dapat ditata dengan baik dengan diciptakan tabulapot (tanaman bumbu dalam pot), kolam ikan dengan ukuran mini, dll sehingga halaman asri, teratur, indah dan nyaman tentunya dengan biaya dan murah dapat memenuhi kebutuhan keluarga (Rachman et al., 2007).

Dalam jangka pendek pemanfaatan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga yang dikelola secara baik diharapkan dapat meningkatkan konsumsi pangan dan gizi bagi rumah tangga/keluarga, sedangkan untuk jangka panjang diharapkan masyarakat yang mengelola pekarangan dapat hidup lebih sejahtera.

Mardiharini (2011) sampai pada kesimpulan bahwa bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan

(8)

sekaligus juga merupakan “terugval basis” atau pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat diambil manfaatnya apabila usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain.

Model kawasan rumah pangan lestari (MKRPL) merupakan suatu model kawasan dengan rumah tangga yang telah menerapkan Rumah Pangan Lestari (RPL) dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, pemanfaatan pekarangan tidak hanya sekedar menanami, tetapi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, mengembangkan ekonomi produktif, dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat. Dalam pelaksanaanya, pekarangan dimanfaatkan secara optimal untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan dilengkapi dengan pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos. Setelah kebutuhan rumah tangga terpenuhi, selanjutnya dapat dikembangkan pemasaran dan pengolahan menjadi aneka produk untuk meningkatkan pendapatan keluarga (Simatupang, 2006 dan Anonim, 2011). Lebih lanjut Simatupang, (2006), menjelaskan bahwa penataan tanaman, kandang, kolam, pembuatan pagar hidup dengan memilih tanaman yang bermanfaat dan disusun bertingkat sesuai ketinggiannya merupakan bagian yang penting untuk mendapatkan manfaat optimal dari pekarangan dengan tetap mengindahkan estetika. Penataan satu RPL sesuai dengan luas pekarangan telah diselesaikan, dapat dilanjutkan dengan penataan kawasannya sehingga mewujudkan KRPL. Untuk itu perhatian ditujukan pada pemanfaatan lahan kosong dan dapat juga di sekitar fasilitas umum (sekolah, kantor, tempat ibadah, pos keamanan) dengan tanaman

(9)

buah (lokal atau langka) atau tanaman tahunan lain yang memberi manfaat seperti pohon salam, melinjo, dan lainnya. Pemanfaatan ruas jalan dapat diisi dengan tanaman buah, atau tanaman pakan ternak seperti glirisidea, dadap, kaliandra yang disusun multi strata dengan nenas, sereh, atau tanaman pendek lainnya.

Agar pemanfaatan pekarangan di suatu kawasan terus berlanjut atau lestari sehingga menjadi Kawasan Rumah Pangan Lestari, maka dalam satu dusun/desa ditumbuhkan kebun bibit desa (untuk sayuran, tanaman pangan) pengolahan limbah menjadi kompos, pengolahan hasil panen yang berlebih dan lembaga pemasaran yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Jika manfaat langsung dirasakan masyarakat, maka pemanfaatan pekarangan dapat menjadi budaya sekaligus memberikan sumbangan pada ketahanan pangan nasional (Anonim, 2011).

Sisi lain dari program KRPL adalah berlangsungnya pemanfatan sumberdaya pangan lokal, berkembangnya kuliner berbasis pangan lokal, dan secara tidak langsung ikut serta mengelola dan memelihara sumberdaya genetik/plasma nutfah lokal (bermacam-macam ubi, buah langka, sayuran, kacang-kacangan, tanaman obat).

2.2. Kongsep dan Batasan Kawasan Rumah Pangan Lestari

Rumah Pangan Lestari: Tempat tinggal bagi keluarga atau rumah tangga yang memanfaatkan pekarangannya secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya (Kementerian Pertanian, 2011).

Penataan Pekarangan: ditujukan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya melalui pengelolaan lahan pekarangan secara intensif dengan tata letak sesuai pemilihan komoditas.

(10)

Pengelompokan Lahan Pekarangan: Dibedakan atas pekarangan perkotaan dan perdesaan, masing-masing memiliki spesifikasi baik untuk menetapkan komoditas yang akan ditanam, besarnya skala usaha pekarangan, maupun cara menata tanaman, ternak, dan ikan.

a. Pekarangan Perkotaan : Pekarangan perkotaan dikelompokkan

menjadi 4, yaitu: (1) Perumahan Tipe 21, dengan total luas lahan sekitar 36 m2; (2) Perumahan Tipe 36, luas lahan sekitar 72 m2; (3)

Perumahan Tipe 45, luas lahan sekitar 90 m2; dan (4) Perumahan

Tipe 54 atau 60, luas lahan sekitar 120 m2.

b. Pekarangan Perdesaan: Pekarangan perdesaan dikelompkkan menjadi 4, yaitu (1) pekarangan sangat sempit (tanpa halaman), (2) pekarangan sempit (<120 m2), (3) pekarangan sedang (120-400 m2),

dan (4) pekarangan luas (>400 m2).

Pemilihan komoditas: ditentukan dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta kemungkinan pengembangannya secara komersial berbasis kawasan. Komoditas untuk pekarangan antara lain: sayuran, tanaman rempah dan obat, serta buah (pepaya, belimbing, jambu biji, srikaya, sirsak). Pada pekarangan yang lebih luas dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak.

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL), diwujudkan dalam satu dusun (kampung) yang telah menerapkan prinsip RPL dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dll), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Suatu kawasan harus menentukan komoditas pilihan yang dapat dikembangkan secara komersial, dilengkapi dengan kebun bibit.

(11)

2.3. Tujuan Program Kawasan Rumah Pangan Lestari

Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), yaitu:

a. Kemandirian pangan rumah tangga pada suatu kawasan,

b. Diversifikasi pangan yang berbasis sumber daya lokal,

c. Konservasi tanaman-tanaman pangan maupun pakan termasuk

perkebunan, hortikultura untuk masa yang akan datang,

d. Kesejahteraan petani dan masyarakat yang memanfaatkan Kawasan

Rumah Pangan Lestari,

e. Pemanfaatan kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat

akan bibit terpenuhi, baik bibit tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, termasuk ternak, unggas, ikan dan lainnya,

f. Antisipasi dampak perubahan iklim.

Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait pusat dan daerah, yang masing-masing bertanggungjawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan. Untuk melestarikan KRPL, para petugas lapangan setempat dan ketua kelompok agar sejak awal dilibatkan secara aktif mulai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Diharapkan keterlibatan ini akan memudahkan proses keberlanjutan dan kemandiriannya.

Keberlanjutan pengembangan rumah pangan lestari dapat diwujudkan melalui pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi tanaman-ternak dan model diversifikasi yang tepat sehingga dapat memenuhi pola pangan harapan dan memberikan kontribusi pendapatan keluarga. Untuk menjamin keberlanjutan usaha pemanfaatan pekarangan, maka ketersediaan bibit menjadi faktor yang menentukan keberhasilan. Oleh karena itu perlu dibangun Kebun Bibit Desa (KBD) dan dikelola secara baik di setiap KRPL.

(12)

Berbeda dengan lahan pertanian secara umum, pekarangan rumah memiliki luasan yang relatif sempit, bersentuhan langsung dengan penghuni rumah, serta memiliki peran yang sangat kompleks. Oleh sebab itu, pemanfaatannya dalam budidaya sayuran harus direncanakan sdemikian rupa sehingga dapat berfungsi optimal, baik dalam hal tingkat produksi maupun dalam pemanfaatan lainnya di rumah tangga. Beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dalam berbudidaya sayuran di pekaranganm diantaranya adalah harus memiliki nilai estetika atau keindahan sehingga selain dapat dimakan juga dapat mempercantik halaman rumah. Strategi yang dapat dilakukan, diantaranya melalui pengaturan jenis, bentuk, dan warna tanaman (Saliem, 2011)

(13)

III. METODE PELAKSANAAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Ketahanan pangan (food security) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Oleh karenanya pemantapan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui pemantapan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi keluarga dapat dilakukan melalui pemanfaatkan sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang, merupakan desa pertanian, dengan pengembangan komoditi padi, ikan bandeng dan udang, sedangkan kebutuhan sayuran disuplai dari kecamatan tetangga bahkan dari kabupaten tetangga.

Guna memenuhi kebutuhan sayur rumah tangga dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan dengan diversivikasi komoditi sayuran. Berdasar latar belakang tersebut, Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian dalam hal ini Balai PengkajianTeknologi Pertanian Sulawesi Selatan bekerjasama dengan kelompok wanitani Mekarsari mengembangkan suatu Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL) untuk optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, utamanya melalui pemanfaatan berbagai inovasi yang telah oleh Badan Litbang Pertanian dan lembaga penelitian lainnya. Untuk menuju Pola Pangan Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacangkacangan, gula, sayur dan buah, dan lainnya) bagi keluarga. Model ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

(14)

Inovasi teknologi pemanfaatan lahan pekarangan perlu ditampilkan dalam bentuk yang mudah diterima oleh pengguna/wanitapetani. Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah untuk mempercepat adopsi teknologi pemanfaatan lahan pekarangan dan terbentuknya kawasan rumah pangan lestari sebagai model, sehingga lokasi ini merupakan sarana komunikasi, evaluasi dan diskusi antara wanitatani, penyuluh, peneliti dan pengambil kebijakan melalui kegiatan kunjungan lapang. Respons dari setiap stake holders merupakan feed back yang akan digunakan untuk menyempurnakan teknologi sehingga secara teknis dapat dilakukan, secara ekonomis menguntungkan dan secara sosial dapat diterima oleh pengguna serta tidak membahayakan lingkungan. 3.2. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan M-KRPL dilaksanakan di Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan, berlangsung dari bulan Januari sampai Desember 2012. Kabupaten Pinrang berjarak 185 km dari kota Makassar ibukota propinsi Sulawesi Selatan dan kecamatan Mattirosompe berjarak 15 km dari Kota Pinrang ibukota Kabupaten Pinrang serta Desa Mattombong berjarak 3 km ke Langnga ibukota Kecamatan Mattirosompe.

3.3. Tahapan Pelaksanaan 3.3.1.Persiapan

Pelaksanaan M-KRPL di Kabupaten Pinrang diawali dengan ; (1) pengumpulan informasi awal tentang potensi sumberdaya dan kelompok sasaran yang dilakukan melalui metode PRA (2) pertemuan dengan Pemda Kabupaten, Bappeda, Dinas Pertanian Daerah dan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian kabupaten Pinrang dengan menyampaikan maksud dan tujuan dari kegiatan program M-KRPL serta untuk mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3) koordinasi dengan

(15)

Dinas Pertanian dan Dinas Terkait lainnya di Kabupaten/Kota, (4) memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Lokasi disepakati yaitu, Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang, sebanyak 25 anggota keluarga.

3.3.2. Pembentukan Kelompok

Kelompok sasaran adalah rumahtangga atau kelompok rumahtangga dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Kelompok dibentuk dari, oleh, dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri. Pada kelompok sasaran dilibatkan 25 anggota kelompok wanita tani. Klasifikasi kegiatan menurut strata luas kepemilikan pekarangan ditentukan berdasarkan hasil PRA. Kelompok yang disepakati yaitu Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Sari, Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Tabel 1.

(16)

Tabel 1. Daftar nama Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Sari, peserta M-KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012

No Nama Jabatan Keterangan

1 Timang Anggota 2 Darmawati Anggota 3 Dada Anggota 4 Pa’Bangnga Anggota 5 Aminah Anggota 6 Maja Anggota 7 Manniaga Anggota 8 Sunni Anggota 9 Hasnah Anggota

10 Sri Agustina Anggota

11 Bara Anggota

12 Andi Wildana Ketua

13 Dilla Anggota

14 Samma Anggota

15 Hasmiati Anggota

16 Andi Nuraeni Sekertaris

17 Hj. Hasnah Anggota

18 Rahmawati Mustari Anggota

19 Aliyah Anggota

20 Hj. Nanda Anggota

21 Sitti Rahma Anggota

22 Hariani Anggota

23 Hj.Sirailu Anggota

24 Muti Anggota

25 Hj. Nurhayati Anggota

3.3.3. Sosialisasi

Sosialisasi bertujuan untuk Menyampaikan maksud dan tujuan

kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait untuk memberi gambaran dan penjelasan mengenai kegiatan M-KRPL. Sosialisasi

(17)

kegiatan, dilaksanakan di rumah ketua KWT Mekar Sari yang dihadiri oleh Badan Ketahanan Pangan dan penyuluh pertanian, aparat desa, anggota kelompok wanita tani sebagai cpcl, penyuluh pertanian, Babinsa, tokoh masyarakat.

3.3.4. Pengembangan Jumlah Rumah Tangga

Dalam satu kelompok wanita tani melibatkan 25 rumah tangga sebagai pelaksana kegiatan M-KRPL, diharapkan dari rumah tangga ini menjadi model bagi rumah tangga lain atau masyarakat sekitar, sehingga nantinya model pemanfaatan pekarangan akan diikuti dan dikembangkan yang pada akhirnya jumlah rumah tangga yang mengadopsi semakin bertambah. Menurut informasi dari peserta, umumya tetangga rumah, tetangga dari dusun dan desa lain dan atau tamu serta keluarga yang berkunjung di rumah peserta tertarik untuk mengadopsi M-KRPL.

3.3.5. Penguatan Kelembagaan Kelompok

Penguatan kelembagaan kelompok dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok dengan tujuan : (1) mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi; (4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong-royongan); dan (5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Penguatan kelembagaan kelompok dilakukan melalui pelatihan.

3.3.6. Kebun Bibit Desa

Untuk menunjang ketersediaan bibit telah dibuat kebun bibit desa (KBD). Kebun bibit desa di tempatkan di rumah ketua kelompok tani dengan pertimbangan pekarangan agak luas, ada sumber air (sumur), dekat jalan raya, terletak ditengah-tengah anggota kelompok. Berbagai jenis tanaman terutama sayuran telah dibibitkan pada KBD meliputi terong, tomat, cabai,

(18)

papaya, mentimun, kangkung, kacang panjang. Setelah benih tumbuh, bibit akan dikokker atau dipindahkan ke polybag kecil lalu disortir dengan pertumbuhan yang seragam untuk dipindahkan ke pekarangan-pekarangan peserta binaan untuk di tanam pada polybag ukuran besar, Talang air yang telah diisi media tumbuh dan bedengan yang dibuat masing-masing binaan. Pemeliharaan dilakukan oleh setiap binaan sampai panen dilakukan. Uraian hasil kegiatan program M-KRPL Kabupaten Pinrang dapat dilihat pada Tabel 2. berikut dibawah ini.

Tabel 2. Uraian Hasil Kegiatan M-KRPL Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Sari, peserta M-KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012

No Uraian Hasil Kegiatan Target / Vol. Waktu Pelaksanaan Ket (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Persiapan X

Bahan, alat, administrasi X Informasi, data lokasi X PRA desa / kelurahan X Seminar proposal X 2 Pembentukan klp. Sasaran

Kelompok wanita tani

3 Sosialisasi X Pertemuan kelompok KWT X Pemda, Bappeda X Distan, Badan Ket. Pangan X Desa/Kel, Camat X

4 Desain Pekarangan X Sempit (untuk Polybag) X Sedang (Rak talang) X Luas (bedengan, Rak,Pb.) X 5 Pelatihan X

Budidaya sayuran X

Pemeliharaan ternak X Pembuatan kolam ikan X

Pembuatan kompos jerami X 6 Pembuatan KBD X

Bak semai X Bedengan pesemaian X

(19)

Lanjutan Tabel 2.

Tabel 2. Uraian Hasil Kegiatan M-KRPL Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Sari, peserta M-KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012

7 Pelaksanaan Lapangan X Semai benih BKD X Mengkokker bibit X Pembuatan Rak talang X Pengisian polybag X Pengisian polybag X Pembuatan bedengan X Penanaman bibit 25 KK X Penyiraman Penyiangan X Pengendalian H/P Panen Pasca panen 8 Monitoring / Pemanduan

Semua tahapan kegiatan X Semua kegiatan awal-akhir X Oleh Tim pelaksana X 9 Evaluasi Program

3 bulan II Tim Evaluasi. X

3 bulan II Tim Evaluasi. X

3 bulan III Tim Evaluasi. X 10 Analisis Data / Pelaporan X X

Sementara (6 bln berjalan) X

Lengkap (12 bln berjalan) X 11 Seminar Hasil Program X

3.3.7. Sistem Agribisnis A. Budidaya Sayuran

Hampir semua jenis tanaman dapat ditanam dalam sistem vertikultur, pot dan bedengan, diantaranya bayam, kangkung, sawi, selada, kenikir, kemangi, seledri, cabai, tomat, terong, pare, kacang panjang, timun, dll. Namun demikian untuk budidaya vertikultur menggunakan wadah talang, bambu ata uparalon yang dipasang secara horizontal, kurang cocok untuk

(20)

sauran jenis buah seperti cabai, terong, tomat, buncis tegak, pare, dll. Hal tersebut disebabkan dangkalnya wadah pertanaman sehingga tidak cukup kuat menahan tumbuh tegak tanaman. Sayuran buah cocok untuk ditanam dalam pot, polybag atau paralon dan bambu yang ditegakkan sehingga dapat menampung media tanam dalam jumlah cukup banyak.

Hal- hal yang harus diperhatikan dalam budidaya sayuran antara lain : a. Penyiapan Wadah Pertanaman

Vertikultur dari Talang Sistem Rak

Langkah-langkah pembuatan unit vertikultur sistem rak adalah sebagai berikut:

1. Buat serangkaian rak dengan tinggi kira-kira 1 m, lebar 1 m, panjang

sesuai kebutuhan,

2. Atur tiga rangkaian rak (talang air) secara berundak, dengan jarak antara undakan adalah kira-kira 30 cm, dan lebar masing-masing rak adalah 15-20 cm,

3. Potong talang air dengan ukuran sesuai rangka rak yang dibuat, lalu masing-masing ujung talang ditutup menggunakan penutup talang lalu dilekatkan menggunakan lem secara permanen,

4. Lubangi dasar talang dengan bor atau pisau, diameter lubang kurang

lebih 1 cm dan jarak anatar lubang berkisar 15-20 cm,

5. Isi talang menggunakan media tanam yang telah disiapkan, dan

lakukan penyusunan pada rak. Wadah Pot

Jenis pot yang digunakan dapat berupa pot plastic, ember, kaleng, pot gerabah, polybag, dll. Pada prinsipnya wadah atau pot tersebut dapat menampung media tanam dalam jumlah yang cukup. Untuk tanaman sayuran daun, volume media tanam yang digunakan minimal seberat 1 kg, sedangkan untuk sayuran buah berkisar 3-20 kg. Apabila belum adalah lubang, maka

(21)

lakukan pelubangan pada dasar pot dalam jumlah yang cukup banyak guna mengatur kelebihan air penyiraman.

Wadah Bedengan

Bedengan digunakan sebagai tempat penanaman. Tujuannya, untuk mencegah agar tanaman tidak tergenang air pada musim hujan. Panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan, untuk mempermudah perawatan dan pembuangan air. Lebar bedengan dibuat 125-150 cm karena digunakan untuk dua baris tanaman. Tinggi bedengan 25-30 cm. Bedengan dibuat lebih tinggi pada musim hujan dengan tujuan agar perakaran tanaman tidak terendam air dalam waktu yang lama dan pembuangan airnya lancar.

Untuk mempermudah pekerjaan, plot terlebih dahulu membuat plot menggunakan tali raffia sesuai dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi bedengan yang kita kehendaki. Gunakan cangkul untuk membentuk bedengan. Caranya, naikkan tanah diluar plot untuk bedengan dan tanah timbunan yang didatangkan dari luar desa atau lokasi, sekaligus haluskan tanah dan ambil sisa-sisa rumput, batu, kerikil dan kotoran lain yang dapat mengganggu tanaman.

2. Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan merupakan campuran tanah, pupuk kandang atau kompos yang telah dihilangkan bongkahannya atau disaring menggunakan saringan kawat berdiameter 0,5-1 cm. Perbandingan media tanam yang umum digunakan adalah 3 bagian tanah, 1 bagian pupuk kandang atau pupuk kompos. Namun demikian, formula tersebut bukan merupakan formula baku, yang penting bahan organik dan sekam yang ditambahkan cukup banyak sehingga media cukup subur.

3. Pembibitan

Wadah pembibitan dapat berupa baki plastic dan pot plastic. Media pembibitan yang digunakan sama seperti di atas namun perlu lebih halus

(22)

dengan menghindari bongkahan atau kerikil dengan cara disaring menggunakan saringan kawat berdiameter lubang 2-5 mm.

Pembibitan umumnya dilakukan untuk benih-benih yang berukuran kecil dan berharga relative mahal seperti sawi, selada, cabai, tomat, dll (kecuali bayam karena bayam umumnya ditanam langsung). Sementara itu, benih berukuran besar umumnya ditanam langsung dalam wadah pertanaman.

Langkah-langkah penanaman bibit atau benih :

 Buat lubang kecil pada media tanam di dalam baki pelastik dengan

kedalaman 0,5-1 cm dengan menggunakan lidi atau kayu kecil. Untuk benih yang dibibitkan dalam wadah pembibitan yang lebar dilakukan dengan cara menebar secara merata benih pada permukaan media tanam atau membuat lubang tanam dengan jarak ± 1 cm.

 Masukkan benih ke dalam lubang tanam dan ditutup tipis menggunakan

kompos atau pupuk kandang halus. Lalu benih ditutup menggunakan pupuk kandang atau kompos halus dengan ketebalan 0,5-1 cm.

 Lakukan penyiraman dengan hati-hati hingga media pembibitan basah

secara merata. Penyiraman dilakukan 2-3 hari sekali pada saat benih baru ditanam atau bibit kecil, pada saat bibit yumbuh agak besar, lakukan penyiraman sekali sehari.

 Letakkan wadah pembibitan pada screen house yang terlindung dari

deraan hujan secara langsung namun terena sinar matahari cukup.

 Setelah bibit memiliki daun sempurna 2 lembar, lakukan pemindahan bibit

pada wadah pembibitan tunggal, misalnya polybag berdiameter 10 cm. Lakukan pemeliharaan seperti biasa hingga siap pindah tanam.

(23)

4. Penanaman

Penanaman di dalam rak vertikultur atau pot dilakukan setelah bibit memiliki daun sempurna 3-5 helai. Langkah-langkah penanaman adalah :

 Pilih bibit yang sehat, tidak cacar, dan seragam

 Buat lubang tanam seukuran wadah bibir. Pada system vertikultur rak

berjenjang, jarak tanam berkisar 10-15 cm. Pada system pot, jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 1 tanaman per pot pada pot berukuran 3-10 kg, sedangkan untuk pot berukuran lebih besar jumlah tanaman bekisar 2-3 tanaman, khususnya untuk sayuran buah merambat seperti pare, timun, oyong, dan tanaman sejenis lainnya.

 Keluarkan bibit secara hati-hati dengan cara menggunting wadah atau

membalikkan wadah sedemikian rupa sehingga media dan perakaran bibit tidak terganggu.

 Masukkan bibit ke dalam lubang tanam, selanjutnya tutup lubang tanam

menggunakan media tanam yang sebelumnya dikeluarkan pada saat membuat lubang tanam.

 Lakukan penyiraman hingga media tanam menjadi basah secara merata.

5. Pemupukan

Untuk sayuran yang dibudidayakan secara organik, jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk kompos, baik berbentuk curah maupun granul. Pemberian pupuk dilakukan pada saat pembuatan media tanam dengan menambah volume pupuk kompos atau pupuk kandang lebih banyak dalam media tanam, misalnya 2 atau 3 bagian dibandingkan tanah dan sekam.

Pupuk susulan dapat berupa pupuk organik cair yang telah tersedia di toko-toko sarana pertanian atau dengan cara membuat sendiri. Intensitas pemberian pupuk organik biasanya dilakukan 3-7 hari sekali dengan cara

(24)

melarutkan 10-100 ml pupuk dalam 1 liter air dan disiramkan secara merata pada media tanam.

Pada sayuran buah, disebabkan masa pertumbuhan yang lebih panjang, maka selain pemberian pupuk organik cair juga dapat dilakukan pemberian pupuk susulan berupa pupuk kandang atau pupuk kompos settiap 30 hari sekali sebanyak 50-100 g atau2-3 genggam pupuk per tanaman.

6. Penyinaran Matahari

Faktor penentu lainnya dalam budidaya sayuran dipekarangan adalah penyinaran matahari. Tanaman sayuran merupakan jenis tanaman yang menginginkan penyinaran matahari penuh. Apabila intensitas matahari tidak mencukupi maka tanaman akan mengalami etiolasi atau tumbuh memanjang dan kurus. Beberapa jenis tanaman, seperti terong dan cabai rawit cukup toleran dengan kurangnya sinar matahari, namun sebagian besar sayuran daun dan buah yang lain sangat sensitive dengan kurangnya intensitas penyinaran.

7. Panen

Sebagian sayuran daun dan bumbu dapat dilakukan panen secara berulang, diantaranya adalah kangkung, kemangi, kenikir, kucai, seledri. Pemanenan sayuran tersebut dilakukan dengan memotong batang atau pucuk untuk kangkung, kemangi, kenikir, dan kucao, sedangkan seledri dipanen dengan cara memotong daun yang sudah cukup tua.

Sebagian sayuran lainnya dipanen hanya sekali dengan cara mencabut tanaman beserta akarnya, diantaranya bayam, sawi, selada, dll.

Sementara itu, sayuran buah, umumnya dipanen secara bertahap sesuai dengan fase pematangan buah atau sesuai keinginan. Pemanenan sayuran buah sebaiknya menggunakan gunting atau pisau tajam, kecuali cabai, yang dapat dipanen menggunakan tangan dengan cara menarik buah berlawanan arah dengan arah buah.

(25)

8. Pengolahan Hasil

Pengolahan hasil terutama ditujukan untuk sayuran buah dan buah-buahan. Tujuanya untuk menambah nilai ekonomis. Misalnya pengolahan buah pepaya dan mangga menjadi manisan atau pengolahan tomat menjadi jus tomat. Pelaksanaan M-KRPL di kabupaten Jeneponto belum sampai pada tahap pengolahan hasil, oleh karena hasil tanaman sayuran yang di panen untuk sementara hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga saja. Kedepannya diharapkan produksi yang dicapai lebih meningkat sehingga hasilnya selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga dapat diolah sehingga bernilai ekonomis dan dapat menambah penghasilan keluarga. 9. Pemasaran

Salah satu tujuan M-KRPL adalah Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat secara lestari dalam serta mengembangkan kegiatan ekonom produktif keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. Untuk mencapai tujuan ekonomi keluarga yang produktif maka hasil dari M-KRPL seharusnya ada yang dipasarkan untuk menambah penghasilan keluarga. Produksi sayuran dan buah dari KWT Sunggu Matene untuk saat ini belum ada yang bisa dipasarkan. Kendala yang dihadapi antara lain produksi masih rendah dan pasar. Belum terjalin kemitraan dengan pedagang sayur keliling maupun dengan pedagang pengumpul. Volume hasil yang masih rendah membuat anggota KWT merasa berat untuk menjualnya ke pasar, sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak dibagikan kepada tetangga atau kerabat yang kebetulan datang berkunjung.

(26)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PPH (Pola Pangan Harapan)

Nilai atau skor PPH yang diperoleh mencerminkan tingkat keragaman konsumsi rumah tangga yang meliputi sembilan bahan pokok. Hasil perhitungan PPH untuk Kelompok binaan KWT Mekar Sari sesudah kegiatan M-KRPL dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Sari, peserta M-KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012

No Nama Skor PPH Keterangan

1 Timang 86,5 A 2 Darmawati 86,5 A 3 Dada 89,0 A 4 Pa’Bangnga 86,5 A 5 Aminah 81,7 B 6 Maja 90,0 A+ 7 Manniaga 97,5 A+ 8 Sunni 86,2 A 9 Hasnah 80,1 B 10 Sri Agustina 89,7 A 11 Bara 87,5 A 12 Andi Wildana 93,2 A 13 Dilla 86,5 A 14 Samma 87,5 A 15 Hasmiati 86,5 A 16 Andi Nuraeni 96,5 A+ 17 Hj. Hasnah 96,2 A+ 18 Rahmawati Mustari 89,0 A 19 Aliyah 86,5 A 20 Hj. Nanda 86,5 A 21 Sitti Rahma 81,5 B 22 Hariani 86,5 A 23 Hj.Sirailu 81,5 B 24 Muti 62,5 C 25 Hj. Nurhayati 65,0 C Rata-rata PPH 86,2 Keterangan:

A = Skor > 85,0 = 20 keluarga binaan (80%)

B = Skor 76,0 - 84,5 (Sulawesi Selatan) = 3 keluarga binaan (12%) C = Skor < 75,7 (Standar Nasional) = 2 keluarga binaan (8%)

(27)

Berdasarkan Tabel 3. Rata-rata Skor PPH yang diperoleh sebesar 86,2. Nilai ini masih lebih tinggi dari perolehan nilai PPH secara nasional tahun 2009 yaitu 75,7 dan nilai PPH Provinsi Sulawesi Selatan 84,5, dengan sebaran 20 orang (80%) diatas skor PPH provinsi, 3 keluarga binaan (12%) antara skor nasional dan provinsi Sulawesi Selatan dan hanya 2 keluarga binaan (8%) dibawah skor nasional, bahkan 4 keluarga binaan (16%) diatas 90,0 Tabel 4. PPH berdasarkan Energi Pangan Kelompok Wanita Tani (KWT)

Mekar Sari, peserta M-KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012

No Nama KWT Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak & lemak Buah/biji Berminyak Kacang

Kacangan Gula Sayur & Buah Lain-lain Total AKE 1 Timang 138,7 - 283,2 43,5 - - 4,6 127 1,2 598,1 2 Darmawati 149,1 - 268,2 8,7 - - 16,0 222,4 3,4 667,8 3 Dada 291,7 38,3 153,2 43,5 - - 17,4 175,0 0,9 720,0 4 Pa’Bangnga 120,4 - 130,6 96,0 - - 0,7 72,3 1,3 421,3 5 Aminah 89,5 - 72,6 34,8 8,3 - 1,1 116,3 0,5 323,1 6 Maja 102,9 16,4 116,4 80,0 33,4 - 5,1 172,4 0,7 527,3 7 Manniaga 165,7 - 102,1 54,1 16,7 45,8 1,2 205,5 2,7 593,7 8 Sunni 246,3 - 153,5 130,5 8,3 - 1,2 179,4 0,5 719,7 9 Hasnah 80,6 21,1 90,4 - 16,7 - 11,6 26,5 0,0 247,0 10 Sri Agustina 180,5 - 49,6 - - 35,8 0,7 105,5 1,3 273,5 11 Bara 180,5 - 108,8 39,3 16,7 - 5,1 202,9 0,3 553,6 12 Andi Wildana 141,2 - 103,2 1,7 - 40,0 13,2 148,3 0,0 447,6 13 Dilla 109,7 - 51,9 43,5 - - 5,1 5,5 0,5 216,3 14 Samma 80,6 - 25,8 52,2 16,7 - 5,1 139,7 0,0 320,1 15 Hasmiati 119,7 - 248,5 21,8 - - 7,3 67,1 0,1 464,4 16 Andi Nuraeni 85,9 15,7 162,6 8,7 - 52,6 3,7 204,5 0,6 534,3 17 Hj. Hasnah 69,3 - 97,4 21,8 - 57,2 2,2 33,0 0,3 281,2 18 Rahmawati Mustari 83,4 9,5 60,4 27,1 - - 3,6 72,7 0,3 257,1 19 Aliyah 101,4 - 195,3 17,4 - - 2,9 98,3 1,3 416,7 20 Hj. Nanda 171,6 - 54,2 17,4 - - 4,6 100,3 0,2 348,3 21 Sitti Rahma 235,6 - 157,3 - - - 3,6 36,5 0,7 433,7 22 Hariani 60,4 15,7 331,2 1,7 - - 1,5 84,6 0,0 495,1 23 Hj.Sirailu 123,0 - 66,3 - - - 1,5 68,5 0,2 254,4 24 Muti 89,5 - - 21,8 - - 4,4 46,7 0,1 162,3 25 Hj. Nurhayati 260,0 18,9 - 73,2 - - 2,3 30,4 6,1 390,9 Rata-rata Energi 135,1 5,4 123,3 33,5 4,7 9,3 5,0 109,4 0,9 426,7 Skor Maksimum 25,0 2,5 24,0 5,0 1,0 10,0 2,5 30,0 - 100,0 Skor PPH 25,0 2,5 24,0 5,0 1,0 9,3 2,5 30,0 0 99,3

Hal ini menunjukkan bahwa program M-KRPL telah dapat meningkatkan keragaman konsumsi pangan terutama pada kelompok sayur dan buah. Rendahnya nilai PPH yang diperoleh pada 2 keluarga binaan disebabkan oleh karena keluarga binaan M-KRPL tersebut belum mengelola pengadaan kebutuhan protein seperti kolam ikan atau ternak ayam/kambing, Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut kelompok binaan masih harus

(28)

membeli. Faktor lainnya mungkin disebabkan oleh jumlah anggota rumah tangga yang banyak sehingga total energi yang diperoleh per individu juga rendah.

4.2. Agribisnis M-KRPL

Program M-KRPL berpeluang sangat besar untuk dikembangkan di Kabupaten Pinrang, hal ini terlihat dari keaktifan dari para peserta binaan dalam merespon kegiatan ini. Diharapkan untuk pengembangan ke depan program ini mampu meningkatkan nilai skor PPH masyarakat secara keseluruhan, tentu dengan dukungan teknologi dan dukungan dari stakeholder yang terkait. Melalui program M-KRPL diharapkan pengeluaran rumah tangga juga akan berkurang terutama pengeluaran yang berhubungan dengan kebutuhan pangan umbi-umbian, sayur dan buah serta pangan hewani. Pengeluaran rumah tangga binaan KRPL kabupaten Pinrang dapat dilihat pada Tabel 5a,b dan c.

Tabel 5a. Pengeluaran Keluarga Binaan (1-10) peserta M-KRPL, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012

No Uraian Keluarga tani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Padi-padian 11.345 26.845 23.950 9.110 7.230 8.455 12.685 18.915 6.230 6.230 2 Umbi-umbian - - 6.325 - - 1.250 - - 1.625 - 3 Pangan hewani 53.150 48.250 22.300 32.000 15.000 22.500 40.355 30.000 15.000 8.533 4 Minyak & lemak

2.375 475 2.375 11.000 1.900 4.370 2.165 7.125 - - 5 Buah Berminyak - - - - 750 3.000 1.500 750 1.500 - 6 Kacang2an - - - - - - 458 - - 358 7 Gula 3.750 13.200 10.325 600 900 4.200 960 960 8.910 600 8 Sayur dan Buah

19.825 59.375 23.180 7.575 16.863 18.175 16.225 12.775 15.575 31.675 9 Lain-lain 9.220 21.641 7.015 10.611 3.576 5.650 32.699 5.966 710 1.750 Total 99.665 169.786 95.470 70.896 46.219 67.600 107.047 76.491 49.550 49.145

(29)

Umumnya kebutuhan untuk umbi-umbian diperoleh dari kebun sendiri, belum dari KRPL karena belum menghasilkan. Kebutuhan sayur keluarga binaan terutama bayam, terong, kangkung, tomat, sawi, kacang panjang dan cabe dari kebun KRPL, sudah terpenuhi, sehingga pengeluaran rumah tangga dapat berkurang Rp.265.000,- (Rp.200.000,- – 250.000,-)/bulan, bahkan keluarga binaan mendapatkan tambahan pendapatan Rp.75.000,- - Rp.100.000,-/bulan.

Tabel 5b. Pengeluaran Keluarga Binaan (11-20) peserta M-KRPL Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012

No Uraian Keluarga tani 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 1 Padi-padian 18.401 43.730 19.730 6.230 11.430 7.030 5.673 28.765 7.855 10.730 2 Umbi-umbian - - - - - 1.750 - 1.525 - - 3 Pangan hewani 12.260 15.000 9.092 3.750 39.650 44.050 15.000 15.615 14.773 9.000 4 Minyak & lemak

5.025 95 2.375 2.850 1.188 475 1.188 1.082 950 950 5 Buah Berminyak 1.500 - - 1.500 - - - - - - 6 Kacang2an - 400 - - - 526 572 - - - 7 Gula 4.200 8.351 4.200 3.510 6.000 2.920 1.800 3.000 2.400 3.750 8 Sayur dan Buah

8.325 21.275 3.050 9.500 11.775 36.600 9.475 19.875 18.975 20.388 9 Lain-lain 2.104 854 3.733 394 1.069 8.084 4.330 5.675 8.690 3.940 Total 51.815 89.705 42.180 27.734 71.112 101.435 38.037 75.538 53.643 48.758

(30)

Tabel 5c. Pengeluaran Keluarga Binaan (21-25) peserta M-KRPL Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012

No Uraian

Keluarga tani

21 22 23 24 25 Perkapita Rata-rata Max Min

1 Padi-padian 34.345 4.673 9.665 7.230 54.230 3.206 16.028 10.846 935 2 Umbi-umbian - 1.750 - - 4.000 146 729 1.265 - 3 Pangan hewani 47.717 29.571 663 - - 4.346 21.729 10.630 - 4 Minyak & lemak

- 95 - 1.188 6.300 444 2.222 2.200 - 5 Buah Berminyak - - - - - 84 420 600 - 6 Kacang2an - - - - - 19 93 114 - 7 Gula 3.000 1.200 1.200 3.600 1.875 763 3.816 2.640 120 8 Sayur dan Buah

6.113 21.550 7.500 30.125 21.700 3.740 18.699 11.875 610 9 Lain-lain 4.190 2.488 2.365 1.363 51.935 1.600 8.002 10.387 79 Total 95.365 61.326 21.393 43.505 140.040 14.348 71.738 33.957 4.279

(31)

V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Adanya kegiatan M-KRPL khususnya aktivitas menanam sayuran di

lahan p ekarangan menambah wawasan dan keterampilan ibu-ibu dan anggota keluarga dalam pemanfaatan lahan pekarangan

2. Kebutuhan pangan khususnya sayuran dan makanan tambahan dari

umbi dapat terpenuhi dari lahan pekarangan yang dikelola dengan baik dan sungguh-sungguh

3. Kegiatan ekonomi produktif keluarga dapat berjalan dan terciptanya lingkungan hijau yang bersih dan sehat.

Saran

1. Analisis finasial dan kajian curahan tenaga kerja serta pasar perlu

dilakukan agar hasil petani kooperator dapat terjual dengan harga yang layak

2. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari perlu disosialisasikan ke seluruh

Kabupaten

3. Perlu adanya dukungan stakeholders untuk mengebangkan KBD di setiap

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Perkembangan Situasi Konsumsi Penduduk di Indonesia. Badan Ketahanan Pangan (BKP). Jakarta.

Husnah, N. dan Farida Arief B., 2012. Kawasan Rumah Pangan Lestari dan Perkembangannya di Sulawesi Selatan. Publikasi Populer. BPTP Sulawesi Selatan.

Kementerian Pertanian, 2011. Pedoman umum model kawasan rumah pangan lestari. Jakarta.

Mardiharini, M. dkk., 2011. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.

Rachman, Handewi .P.S. dan M. Ariani. 2007. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan Program. Makalah pada “Workshop Koordinasi Kebijakan Solusi Sistemik Masalah Ketahanan Pangan Dalam Upaya Perumusan Kebijakan Pengembangan Penganekaragaman Pangan“, Hotel Bidakara, Jakarta, 28 November 2007. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.

Saliem H.P. 2011. Kawasan rumah pangan lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan.

Sastro, Y., 2011. Budidaya Sayuran di Pekarangan Sempit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta.

Simatupang, P. 2006. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Ketahanan Pangan Wilayah. Makalah Pembahas pada Seminar Nasional “Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Sebagai Penggerak Ketahanan Pangan Nasional” Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB dan Universitas Mataram, Mataram 5 – 6 September 2006.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011. Petunjuk

Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor

(33)

Gambar

Tabel  1.  Daftar  nama  Kelompok  Wanita  Tani  (KWT)  Mekar  Sari,  peserta  M- M-KRPL  Dusun  Beru,  Desa  Mattombong,  Kecamatan  Mattirosompe  Kabupaten Pinrang, 2012
Tabel 2.  Uraian Hasil Kegiatan M-KRPL Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar  Sari,  peserta  M-KRPL  Dusun  Beru,  Desa  Mattombong,  Kecamatan  Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
Tabel  3.    Skor  Pola  Pangan  Harapan  (PPH)  Kelompok  Wanita  Tani  (KWT)  Mekar  Sari,  peserta  M-KRPL  Dusun  Beru,  Desa  Mattombong,  Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
Tabel  5a.  Pengeluaran  Keluarga  Binaan  (1-10)  peserta  M-KRPL,  Desa  Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
+2

Referensi

Dokumen terkait

RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru pada satuan pendidikan

On tato parlor Salatiga, dalam merubah citra produk dan menjelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi penerapan strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh

Bari dapat dipergunakan untuk menganalisa data pasien sehingga didapat informasi jumlah pasien RSUD Palembang Bari dari berbagai dimensi (waktu, pasien, asuransi,

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur

Basuki Pratama Engineering Dengan PT Hitachi Construction Machinery Indonesia bahwa seringkali terjadi gesekan antara kepentingan perusahaan dengan kesejahteraan

32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sebenarnya terdapat kewajiban Kepala Daerah untuk memelihara kententeraman dan ketertiban masyarakat, sementara itu Kepolisian

Berdasarkan survei awal, wilayah Pantai Kalasey mengalami abrasi dan mengakibatkan hilangnya sebagian lahan daratan yang disebabkan oleh proses laut berupa gelombang dan

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang lamtoro 0,5% b/v; 1% b/v; 2% b/v; dan 4% b/v berkemampuan membunuh cacing gelang babi dengan