• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT ARNOTT S INDONESIA BEKASI. Oleh : MOLID NURMAN HADI F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT ARNOTT S INDONESIA BEKASI. Oleh : MOLID NURMAN HADI F"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU

DI PT ARNOTT’S INDONESIA BEKASI

Oleh :

MOLID NURMAN HADI F24102076

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT

DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT ARNOTT’S INDONESIA BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOLID NURMAN HADI F24102076

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT

DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT ARNOTT’S INDONESIA BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOLID NURMAN HADI F24102076

Dilahirkan pada tanggal 2 Desember 1984 Di Banyumas, Jawa Tengah

Tanggal Lulus : 12 Januari 2007

Menyetujui, Bogor, Januari 2007

Mengetahui, Ir. Budi Nurtama, MAgr

Pembimbing I

Riris Triwati, STP. Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

(4)

Molid Nurman Hadi. F24102076. Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam Rangka Pengembangan Produk Baru di PT Arnott’s Indonesia Bekasi. Di bawah bimbingan : Budi Nurtama dan Riris Triwati. 2007.

RINGKASAN

Pengembangan produk baru adalah suatu usaha ekstensifikasi dari suatu perusahaan pangan yang merupakan hasil kerja sama antara bagian pengembangan produk, pemasaran, produksi, pengawasan mutu, dan bagian persediaan bahan. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan perusahaan dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar.

Formulasi produk merupakan bagian dalam tahap pengembangan produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam penciptaan produk baru. Pada tahap ini dicari beberapa alternatif formulasi bahan baku produk sampai dihasilkan formulasi yang optimum hingga dihasilkan produk bermutu yang secara ekonomis menguntungkan dan secara organoleptik dapat diterima dan disukai oleh konsumen.

Penelitian ini difokuskan untuk memperoleh rancangan formula pembuatan biskuit lebih khususnya yaitu lighter biscuit yang optimum. Tahap awal dari penelitian ini adalah melakukan uji variasi beberapa bahan baku yaitu bahan pengembang, tepung, pati, shortening, serta uji variasi proses mixing (pencampuran). Kemudian dilanjutkan dengan perancangan formula pembuatan lighter biscuit yang optimum menggunakan program Design Expert version 7 dan secara organoleptik diterima. Jumlah formulasi yang dilakukan sebanyak 12 formula biskuit dengan respon produk yang diukur yaitu % weight loss, % L increase, dan tebal.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lighter biscuit terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama meliputi : soft flour, pati modifikasi, shortening, gula dan skim. Bahan tambahan meliputi : bahan pengembang, lesitin, garam, air dan flavor susu. Proses pembuatan biskuit terdiri atas penyiapan bahan, menimbang, mixing (pencampuran), proofing (pengistirahatan), laminasi, pencetakan dan baking (pemanggangan).

Analisis respon formula menunjukkan hasil bahwa nilai % WT loss paling tinggi yaitu 19.67% terdapat pada formula 3 yang menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.25%, pati modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan yang terendah sebesar 14.43% terdapat pada formula 5 yang menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.0%. Model persamaan polinomial dari respon % weight loss adalah linear. Model ini memiliki nilai p ”prob>F” lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar <0.0001. Hal ini berarti bahwa respon % WT loss sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen formula yang dilakukan.

Untuk respon % L increase, nilai tertinggi sebesar 7.45 % terdapat pada formula 7 yang menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan yang terendah sebesar 2.69% terdapat pada formula 1 yang menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.25%. Model persamaan polinomial dari respon % L increase adalah linear.

(5)

Hal ini berarti bahwa respon % L increase sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen formula yang dilakukan.

Analisis respon tebal menunjukkan bahwa nilai tebal tertinggi terdapat pada formula 6 dan 1 yaitu sebesar 0.828 cm. Formula 6 menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.25%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan pada formula 10 digunakan soft flour sebesar 39.5%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Nilai tebal terendah sebesar 0.7120 cm terdapat pada formula 5 yang menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.0%. Model persamaan polinomial memiliki nilai p ”prob>F” lebih besar dari 0,05. Nilai ini menunjukkan bahwa model linear yang direkomendasikan tidak bersifat signifikan dan respon tebal tidak dipengaruhi oleh komponen-komponen formula yang dilakukan.

Formula yang terpilih dari proses optimasi yaitu formula ke-1 (F new 1), dengan komposisi soft flour 39.62%, pati modifikasi A 4.318%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Formula ini diprediksi akan menghasilkan biskuit dengan tebal 0.823901 cm, nilai % WT loss 17.84%, nilai % L increase 5.65% dengan nilai desirability sebesar 0.964662 artinya formula tersebut akan menghasilkan produk yang memiliki karakteristik paling optimal dan sesuai dengan keinginan kita sebesar 96.47%. Setelah divalidasi diperoleh biskuit dengan nilai tebal 0.95 cm, % WT loss 18.03% dan % L increase 4.53%.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Molid Nurman Hadi, dilahirkan pada tanggal 2 Desember 1984 di Banyumas dan merupakan putra kelima dari pasangan Djadi Hadi dan (almh) Kuswati. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Wangon III (1990-1996), pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Wangon (1996-1999), dan pendidikan menengah umum di SMUN 1 Jatilawang (1999-2002).

Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif sebagai pengurus BKIM (Badan Kerohanian Mahasiswa Islam) IPB periode 2004-2005 sebagai staf BKIMedia dan periode 2005-2006 sebagai kepala Badan Otonom BKIMedia, serta anggota HIMITEPA. Penulis pernah terlibat dalam kepanitian Seminar Nasional Pangan Halal, BAUR 2004 dan Simposium Nasional Lembaga Dakwah Kampus. Penulis juga pernah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Cinangka Bogor pada tahun 2005. Terakhir penulis menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dalam bentuk magang-penelitian di PT Arnott’s Indonesia Bekasi dengan judul “Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam Rangka Pengembangan Produk Baru di PT Arnott’s Indonesia Bekasi” di bawah bimbingan Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Riris Triwati, STP.

(7)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas rahmat, karunia, serta berkah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam Rangka Pengembangan Produk Baru di PT Arnott’s Indonesia Bekasi”. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan kaum muslimin yang senantiasa memegang teguh ajaran-Nya.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada :

1. Ir. Budi Nurtama, M.Agr. selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa sabar dan bijaksana dalam membimbing dan mendukung penulis.

2. Riris Triwati, S.TP. atas kesediaan untuk menjadi pembimbing magang sekaligus Pembimbing II yang senantiasa membantu dan membimbing serta banyak memberikan masukan-masukan kepada penulis.

3. Nur Wulandari, S.TP., MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

4. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis.

5. Keluarga tercinta Bapak, Ibu dan Kakak atas doa, kasih sayang, nasihat, dorongan dan motivasi yang diberikan.

6. Teman sebimbinganku Ruri, atas bantuan dan dukungannya terhadap penulis.

7. Saudara-saudaraku tercinta dan seperjuangan di Wisma Jundullah: Rikza, Hafid, Renato, Fanani, Slamet dan semuanya atas kebersamaan, bantuan, dukungan serta kasih sayangnya.

8. Sahabat-sahabat golongan C khususnya C3: Hana, Bobby dan Yudhan atas kebersamaan, bantuan dan dorongannya kepada penulis

(8)

9. Sahabat-sahabat TPG 39 lainnya atas dukungan, kebersamaan, dan persahabatan yang penuh warna.

10.Mba Lia, Bu Darwati, Mba Erni, Bu Yani, Mas Setyo, Mba Indah dan teman-teman magang di lab R&D PT Arnott’s Indonesia Bekasi atas bantuan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab itu masukan dan kritik yang membangun selalu penulis tunggu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2007

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ……….. iii

DAFTAR TABEL ……….. v

DAFTAR GAMBAR ………. vi

DAFTAR LAMPIRAN ………. vii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ………... B. TUJUAN MAGANG-PENELITIAN ……… C. KEGUNAAN MAGANG-PENELITIAN ………. II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN .. B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ... C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... D. KETENAGAKERJAAN ... III. TINJAUAN PUSTAKA A. PENGEMBANGAN PRODUK ………. B. BISKUIT 1. Definisi ... 2. Jenis Biskuit ... 3. Karakteristik Biskuit ... C. BAHAN BAKU BISKUIT 1. Tepung ... 2. Gula ... 3. Lemak dan Minyak ... 4. Emulsifier ... 5. Bahan Pengembang ... 6. Pati Jagung ... 7. Garam ... 1 3 3 4 5 6 8 10 12 12 13 13 14 14 16 18 19 21 24 28

(10)

D. PEMBUATAN BISKUIT ... E. MIXTURE DESIGN……….

IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT ……….... 1. Bahan ... 2. Alat ... B. METODOLOGI PENELITIAN ... 1. Persiapan ... 2. Penelitian Pendahuluan ... 3. Penelitian Utama ...

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROSES PEMBUATAN LIGHTER BISCUIT ... B. PENELITIAN PENDAHULUAN... C. PENELITIAN UTAMA ... 1. Rancangan Percobaan ... 2. Analisis Respon ... 3. Optimasi Formula ... 4. Validasi ...

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... B. SARAN ... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 29 31 33 33 33 33 33 34 37 38 40 43 43 45 53 56 57 57 58 61

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tingkat kemanisan produk hidrolisis pati dibandingkan dengan sukrosa ...

17

Tabel 2. Karakteristik beberapa CO2 carrier………. 23

Tabel 3. Kadar bahan pengembang (% terhadap tepung) dalam uji variasi bahan pengembang ……….………. 34 Tabel 4. Jenis dan kadar tepung (% terhadap tepung) dalam uji variasi tepung ……….. 35 Tabel 5. Kadar pati jagung (% terhadap tepung) dalam uji variasi pati ………... 35 Tabel 6. Kadar shortening (% terhadap tepung) dalam uji variasi shortening………. 36 Tabel 7. Metode dan waktu pencampuran (mixing) dalam uji variasi pencampuran (mixing) ………. 36 Tabel 8. Formulasi lighter biscuit ………. 37

Tabel 9. Rancangan formula mixture design ... 44

Tabel 10. Hasil analisis %WT loss ... 45

Tabel 11. Hasil analisis % L increase ………. 48

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus struktur lemak ... 18

Gambar 2. Proses pembuatan biskuit skala laboratorium ………... 30

Gambar 3. Grafik contour plot hasil uji % WT loss ………. 47

Gambar 4. Grafik tiga dimensi hasil respon % WT loss ………….... 47

Gambar 5. Grafik contour plot hasil uji % L increase... 49

Gambar 6. Grafik tiga dimensi hasil respon % L increase ………… 50

Gambar 7. Grafik contour plot hasil respon tebal ... 52

Gambar 8. Grafik tiga dimensi hasil respon tebal ... 53

Gambar 9. Contour plot desirability produk terhadap formulasi ... 54

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil uji variasi bahan baku ... 61

Lampiran 2. Hasil anova respon % WT loss ………. 62

Lampiran 3. Persamaan polinomial respon % WT loss ………. 63

Lampiran 4. Hasil anova respon % L increase ………. 64

Lampiran 5. Persamaan polinomial respon % L increase …………. 65

Lampiran 6. Hasil anova respon tebal ……… 66

Lampiran 7. Persamaan polinomial respon tebal ……….. 67

Lampiran 8. Hasil optimasi formula ……….. 68

Lampiran 9. Hasil uji rating dan deskripsi formula terpilih lighter biscuit ……… 69

(14)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem perdagangan semakin ketat dan kompetitif pada era globalisasi ini. Banyak sekali industri baru yang muncul dan menjual produknya ke pasar khususnya industri yang bergerak di bidang pangan. Produsen berlomba-lomba untuk menarik perhatian masyarakat dengan menghasilkan produk yang memberikan kepuasan kepada konsumen. Oleh karena itu, peran mutu produk yang dihasilkan menjadi sangat nyata dalam rangka persaingan antar produsen. Hal ini dipertegas oleh meningkatnya pandangan dan kesadaran konsumen terhadap mutu sehingga terjadi suatu kecenderungan dimana hanya produk yang memenuhi tuntutan konsumen yang diterima oleh konsumen, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan tren orientasi produsen dari profit oriented menjadi consumer satisfaction oriented (Soekarto, 1990).

Selain mengendalikan dan menjamin mutu produk, usaha lain yang dapat dilakukan industri pangan agar tetap eksis dan memenangkan persaingan dalam dunia bisnis pada era globalisasi ini antara lain dengan melakukan terobosan-terobosan baru yang kreatif dan inovatif. Terobosan-terobosan tersebut dapat diwujudkan, salah satunya melalui pengembangan produk baru dan memanfaatkan semaksimal mungkin peluang bisnis yang ada.

Pengembangan produk baru adalah suatu usaha ekstensifikasi dari suatu perusahaan pangan hasil kerja sama antara bagian pengembangan produk, pemasaran, produksi, pengawasan mutu, dan bagian persediaan bahan. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan perusahaan dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Usaha-usaha pengembangan produk baru ini bertujuan untuk menciptakan produk-produk unggulan yang sering disebut sebagai food trend leader, bermutu tinggi, aman dan sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Formulasi produk merupakan bagian dalam tahap pengembangan produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam penciptaan

(15)

produk sampai dihasilkan formulasi yang optimum hingga dihasilkan produk bermutu yang secara ekonomis menguntungkan dan secara organoleptik dapat diterima dan disukai oleh konsumen.

Salah satu produk makanan yang sudah banyak di pasaran dan banyak dikonsumsi sejak dulu adalah biskuit. Persaingan industri pangan khususnya biskuit, akhir-akhir ini menjadi semakin ketat. Banyak sekali produk-produk baru bermunculan, mulai mengganti produk lama yang mulai ditinggalkan. Namun, tidak sedikit pula produk lama yang masih bertahan hingga sekarang.

Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diizinkan. Secara umum biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer (SII No. 0177, 1990). Riset berskala laboratorium mengenai biskuit telah banyak dilakukan, baik dalam rangka reformulasi maupun formulasi produk baru.

Biskuit banyak disukai konsumen karena beberapa hal, antara lain rasanya yang enak dan bervariasi, harga relatif murah, cukup mengenyangkan, hingga kandungan gizi yang lengkap. Jenis dan bentuk biskuit yang beredar di pasaran pun beragam. Mulai dari yang sederhana, seperti berbentuk kotak, bulat sampai berbentuk binatang. Penyajiannya pun beragam, ada yang langsung dimakan hingga dikombinasikan dengan coklat atau lainnya. Hal yang paling dianggap sebagai keuntungan menjual biskuit adalah harganya yang murah dengan jumlah per kemasan cukup banyak.

Berdasarkan hal itu, Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and Development Product Department atau R&D) PT Arnott’s Indonesia mempunyai ide untuk membuat lighter biscuit. Lighter biscuit merupakan salah satu jenis biskuit yang memiliki bobot ringan namun bervolume besar (less weight high volume) sehingga diharapkan meminimalisasi biaya jika diaplikasikan dalam skala produksi. Di samping itu terkait juga dengan pengemasan. Biskuit dengan jenis yang sama, namun jika volumenya lebih besar akan tampak lebih banyak per kemasan dengan bobot yang lebih ringan.

(16)

B. TUJUAN MAGANG-PENELITIAN

Secara umum tujuan kegiatan magang-penelitian di Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and Development Product Department atau R&D) PT Arnott’s Indonesia adalah untuk melatih keterampilan lapangan dan pengembangan wawasan berpikir mahasiswa yang berkaitan dengan penguasaan konseptual dalam usaha pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara integral dan profesional. Selain itu kegiatan ini juga memiliki tujuan khusus yaitu mendapatkan formula terbaik dan terpilih lighter biscuit yaitu biskuit dengan bobot yang ringan namun memiliki volume yang besar (less weight high volume) dalam rangka pengembangan produk baru biskuit skala laboratorium.

C. KEGUNAAN MAGANG-PENELITIAN

Penelitian ini mendukung pengembangan produk baru biskuit di PT Arnott’s Indonesia. Formulasi hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan sebagai formula produk baru setelah dilakukan riset pasar yang lebih mendalam dan diaplikasikan dalam skala produksi.

(17)

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Sejarah PT. Arnott’s Indonesia dimulai dengan berdirinya perusahaan yang bergerak di bidang makanan kering dengan nama PT. Tatas Mulya pada tahun 1977. Sejalan dengan perkembangan pasar yang kurang menyukai produk ini, maka perusahaan mulai membuat makanan kecil dalam bentuk chips. Pada tahun 1982 secara resmi dibuat akte pendirian perusahaan yang menjadi cikal bakal PT. Arnott’s Indonesia.

Pada tahun 1984, perusahaan ini berkembang menjadi dua, yaitu PT. Tatas Mulya yang berlokasi di Pulo Mas dan PT. Cipta Rasa Primatama yang pindah ke Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada Januari 1985, PT. Tatas Mulya berganti nama menjadi PT. Bukit Manikam Sakti (PT. BMS). Selanjutnya pada tahun 1986, PT. BMS berpindah lokasi ke Bekasi.

Pada tahun 1985, PT. BMS bekerja sama dengan Arnott’s Biscuit Limited Australia yang merupakan perusahaan biskuit terbesar di Australia. Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 1865 dan hingga kini telah menguasai hampir 60% pangsa pasar dunia. Berbekal pengalaman lebih dari 134 tahun, menjadikan Arnott’s sebagai market leader dalam industri dan distribusi biskuit yang memiliki kualitas dan bahan baku terbaik. Dengan adanya kerjasama antara PT. Bukit Manikam Sakti dengan. Arnott’s Biscuit Limited Australia maka nama PT. BMS berubah menjadi PT. Helios Arnott’s Indonesia (PT. HAI) dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan terkenal di Indonesia.

Pada awalnya, PT. HAI memiliki dua lokasi yang terpisah, yaitu di Pulo Gadung untuk bagian pemasaran, sedangkan pabrik dan departemen lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun, terhitung sejak 1 April 1998, keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik berlokasi di Bekasi Barat, tepatnya di Jl. H. Wahab Affan No 8 (Jalan Raya Bekasi km. 28) Medan Satria, Bekasi Barat.

(18)

Sejalan dengan perkembangan industri, pada bulan Desember 1998, PT. Helios Arnott’s Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnott’s Indonesia dan berafiliasi langsung ke Campbell Soup Company yang merupakan salah satu perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi makanan dan dikelola dengan baik. Dengan berjalannya waktu, beberapa produk andalan PT. Arnott’s Indonesia yang ada di pasaran saat ini adalah :

1. Milk Plus 9. Good Time Teddy dan Good Time Smiley 2. Nyam-Nyam 10. Tri and Two

3. Stikko 11. Golden ’n Cheese

4. Joddy 12. Mic Mac Sanwidch Crackers

5. Prestige 13. Tim Tam Wafer dan Tim Tam Biscuit

6. Piroutte

7. Corinthians 8. Rondoletti

Selain produk-produk di atas, PT. Arnott’s Indonesia juga memproduksi biskuit bayi untuk perusahaan lain. Biskuit bayi yang diproduksi adalah :

1. Milna Baby Biscuit 2. Farley’s Baby Biscuit 3. Nestle Baby Biscuit 4. SGM Baby Biscuit 5. Promina Baby Biscuit

B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN

PT. Arnott’s Indonesia terletak di Jl. H. Wahab Affan No. 8 (Jalan Raya Bekasi km. 28) Medan Satria, Bekasi Barat. Luas keseluruhan areal pabrik adalah sekitar 6,7 Ha. Lokasi perusahaan ini cukup baik untuk keperluan industri karena berada dekat dengan bahan baku produk, sumber tenaga kerja, dan daerah pemasaran untuk distribusi produk. Lokasi perusahaan juga didukung dengan adanya jalan tol Cikampek yang dekat

(19)

dengan perusahaan sebagai salah satu sarana yang juga memudahkan distribusi produk, terutama untuk distribusi ke daerah luar Jakarta.

Terdapat beberapa pabrik di sekitar perusahaan, antara lain pabrik pakan ternak, pabrik baja dan pabrik otomotif. Akan tetapi, keberadaan pabrik-pabrik di sekitar PT. Arnott’s Indonesia ini tidak mengganggu kegiatan produksi di perusahaan.

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

Bentuk struktur organisasi pada PT. Arnott’s Indonesia adalah struktur organisasi proyek dengan hubungan organisasi terutama pada orang-orang yang bekerja pada proyek yang sama. Struktur organisasi perusahaan terdiri dari beberapa kelompok dari fungsi yang berbeda dengan setiap kelompok yang menitikberatkan pada pengembangan produk tertentu atau lini produksi.

Kendali perusahaan berada pada Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan. Pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing manajer departemen, kemudian dilanjutkan pada staf serta karyawan. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing bagian.

1. Presiden Direktur

Presiden Direktur merupakan pucuk pimpinan tertinggi di dalam perusahaan yang mempunyai kekuasaan penuh dan bertanggung jawab atas maju atau mundurnya perusahaan. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Presiden Direktur antara lain :

• Menentukan kebijaksanaan perusahaan secara menyeluruh.

• Mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk mencapai tujuan.

• Mengadakan koordinasi yang tepat dari semua direktur untuk menjamin kelancaran organisasi melalui pertanggungjawaban masing-masing direktur.

(20)

2. Direktur Finance dan Accounting

Tugas, wewenang dan tanggung jawab bagian ini adalah :

• Menyelenggarakan perencanaan, pembinaan dan pengawasan sistem keuangan, akuntansi dan administrasi.

• Melakukan administrasi yang tertib.

• Menjamin terciptanya pengawasan internal perusahaan. 3. Direktur Marketing

Tugas, tanggung jawab dan wewenang Direktur Marketing antara lain : • Merumuskan strategi dan program pemasaran

• Mengawasi pelaksanaan dan pencapaian target yang telah ditentukan • Memantau dan menganalisa keadaan ekonomi dan pasar, baik dalam

maupun luar negeri, agar dapat mempertimbangkan pengembangan pasar atau produk yang dihasilkan.

• Melakukan negosiasi dengan pembeli dalam membuat kontrak penjualan ekspor.

4. Direktur Sales (Penjualan)

Tugas, wewenang dan tanggung jawab Direktur Sales (Penjualan) meliputi : • Mengamati dan mengikuti perkembangan pasar, harga dan promosi, baik

untuk produk sendiri maupun produk saingan

• Memeriksa kredit langganan dan pengiriman barang ke para pelanggan • Bekerja sama dengan bagian pemasaran dalam menyusun target penjualan • Mengadakan kunjungan secara periodik ke pelanggan dan wilayahnya

untuk mengetahui langsung kegiatan pesaing dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan.

• Menerima inormasi dari pengiriman mengenai kebutuhan kuota yang dimiliki perusahaan

5. General Manager (Manajer Utama)

Manajer Utama harus mengawasi kegiatan operasional yang terjadi di lapangan, mengawasi fungsi pendukung seperti warehouse dan purchasing.

(21)

6. Plant Manager (Manajer Pabrik)

Tugas, wewenang dan tanggung jawab manajer pabrik meliputi : • Mengawasi kerja manajer produksi

• Memberi laporan kepada presiden Direktur mengenai aktivitas perusahaan dalam hal pengoperasian

• Mengadakan pengawasan dan pengecekan kualitas produk

• Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dalam lingkungan perusahaan.

D. KETENAGAKERJAAN

Segala hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peraturannya telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama antara PT. Arnott’s Indonesia dengan Serikat Kerja Tingkat Perusahaan. Karyawan di PT. Arnott’s Indonesia bekerja dengan jangka waktu kerja yang dibedakan menjadi dua status, yaitu :

1. Pekerja Kontrak

Pekerja kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan menerima gaji berdasarkan jumlah hari hadir.

2. Pekerja Tetap

Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu yang tidak ditentukan berdasarkan hari kerja yang melebihi dua puluh hari dalam satu bulan dan tidak melebihi tiga bulan secara terus-menerus dengan menerima gaji baik bulanan maupun borongan. Dalam rangka memperlancar jalannya kerja dalam proses produksi maka perusahaan membagi waktu kerja sebagai berikut :

a. Karyawan kantor

Kegiatan kerja dimulai dari pukul 08.00 sampai dengan 16.30 dengan waktu istirahat selama 30 menit.

b. Karyawan bagian produksi

Kegiatan kerja dibagi menjadi tiga kelompok jam kerja (shift) yang secara bergantian setiap minggunya, yaitu :

(22)

• Shift I : Pukul 06.30 sampai dengan 15.00, dengan waktu istirahat 30 menit

• Shift II : Pukul 15.00 sampai dengan 22.30, dengan waktu istirahat 30 menit

• Shift III : Pukul 22.30 sampai dengan 06.30, dengan waktu istirahat 30 menit

Selama satu minggu terdapat lima hari kerja, yaitu Senin sampai Jumat kecuali hari libur nasional dan hari libur perusahaan yang sudah ditetapkan. Jumlah jam kerja dalam satu minggu adalah 40 jam.

PT. Arnott’s Indonesia sebagai perusahaan yang berkredibilitas tinggi juga memberikan fasilitas kepada karyawannya. Beberapa fasilitas yang diberikan perusahaan antara lain berupa jaminan sosial dan kesejahteraan karyawan dalam bentuk sistem pemberian upah yang diatur menurut status pekerja. Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan kesehatan pada dokter, perawatan di rumah sakit, biaya persalinan istri pekerja dan keluarga berencana.

Fasilitas penunjang kerja juga diberikan kepada karyawan dalam bentuk alat kerja yang berupa pakaian kerja yang diberikan oleh perusahaan. Peralatan keselamatan kerja seperti kaca mata las, sarung tangan dan topi selalu tersedia bagi karyawan yang memerlukan. Sedangkan fasilitas lainnya adalah koperasi karyawan, klinik dan jasa dokter yang terbuka setiap hari kerja, tempat peribadatan (musholla) dan sarana olah raga.

(23)

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGEMBANGAN PRODUK

Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan industri dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Pengembangan produk adalah suatu kegiatan menghasilkan produk yang baru atau produk lama yang dimodifikasi dengan tambahan rasa baru atau pencampuran rasa yang sudah ada. Secara umum, produk baru (new product) adalah produk yang belum pernah ada sebelumnya atau produk hasil modifikasi dan inovasi dari produk yang sudah ada sebelumnya dari aspek produksi seperti bahan baku, proses, karakteristik produk maupun kemasan. Pada dunia industri, produk baru mengandung pengertian yaitu produk yang sebelumnya belum pernah diproduksi oleh suatu perusahaan meskipun produk tersebut telah atau pernah diproduksi oleh perusahaan lain. Beberapa modifikasi dan inovasi yang dapat dilakukan terkait pengembangan produk

baru antara lain modifikasi flavor, warna, bentuk, substitusi bahan baku

utama dengan bahan baku lainnya dengan tujuan menurunkan biaya produksi atau meningkatan nilai gizi produk tersebut tanpa mengurangi dan menurunkan mutunya (Soekarto, 1990).

Produk baru dapat digolongkan menjadi tiga jenis. Pertama, fresh new

product atau produk yang benar-benar baru, yaitu produk tersebut belum

pernah diproduksi dan dikomersialkan oleh suatu perusahaan. Kedua, produk

modifikasi atau modified product yaitu produk baru hasil modifikasi produk

yang sudah ada di suatu perusahaan. Modifikasi dapat dilakukan pada jenis

kemasan, formula bahan, jenis bahan baku atau penggunaan flavor yang

berbeda. Ketiga, “me too”, yaitu produk baru hasil tiruan produk perusahaan

lain yang sebelumnya produk tersebut belum diproduksi oleh perusahaan.

Produk “me too” ini biasanya dibuat oleh perusahaan ’follower’ atau

perusahaan ‘challenger’ dengan maksud untuk merebut daerah pemasaran

(24)

lebih murah dibandingkan harga produk sejenis dari perusahaan ‘leader’

(Feigenbaum, 1989).

Terdapat beberapa alasan yang menjadi faktor pendorong perlunya pengembangan produk baru. Alasan-alasan tersebut antara lain yaitu untuk meningkatkan mutu produk yang sudah ada baik dari segi kandungan gizi maupun penampakannya. Adanya produk baru diharapkan dapat meningkatkan efisiensi proses produksi serta meminimalkan biaya produksi. Di samping itu, pengembangan produk diperlukan untuk memenuhi keinginan dan tuntutan konsumen yang selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Tidak kalah pentingnya, pengembangan produk perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing guna menghadapi persaingan industri yang semakin ketat khususnya industri pangan (Feigenbaum, 1989).

Tahap-tahap yang perlu dilalui dalam kegiatan pengembangan produk pangan baru yaitu pencarian dan pemilihan ide, pengembangan formula dan

proses, panel test, consumer sampling, pendugaan umur simpan (shelf life),

pengemasan, tahap produksi, market testing, dan tahap komersialisasi. Dalam

setiap tahapan tersebut perlu dilakukan evaluasi dengan berbagai pertimbangan sehingga produk tersebut layak untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya (Feigenbaum, 1989).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan produk baru adalah optimasi formulasi bahan baku serta daya terima konsumen. Di samping itu, produk baru tersebut harus memenuhi beberapa kriteria antara lain dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dengan biaya produksi yang minimal, dapat bersaing dengan produk pesaing yang sejenis, sesuai

dengan kebutuhan dan prioritas konsumen serta mengikuti trend yang sedang

berkembang seperti pangan fungsional, health food, makanan bernutrisi tinggi.

Menurut Feigenbaum (1989) formulasi produk merupakan bagian dalam tahap pengembangan produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam penciptaan produk baru. Pada tahap ini dicari beberapa alternatif formulasi bahan baku produk sampai dihasilkan formulasi yang optimum hingga dihasilkan produk bermutu yang secara ekonomis

(25)

menguntungkan dan secara organoleptik dapat diterima dan disukai oleh konsumen.

Kegiatan formulasi untuk produk yang akan dikembangkan meliputi bahan dan komposisi bahan. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mencari alternatif bahan-bahan yang digunakan mencakup bahan utama dan bahan tambahan, mempertimbangkan masalah ketersediaan bahan, fungsi serta harga bahan yang akan digunakan. Ketersediaan bahan berkaitan dengan kelangsungan produksi, harga bahan baku akan menyangkut biaya produksi yang berpengaruh terhadap harga produk akhir. Di samping itu, pengetahuan tentang fungsi dan manfaat bahan baku juga merupakan hal yang penting agar tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan bahan baku yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan produk (Feigenbaum, 1989).

Kegiatan pengembangan produk yang berhubungan dengan formulasi ini meliputi optimasi biaya produksi, peningkatan mutu atribut organoleptik produk yang meliputi warna, rasa, tekstur serta penampakannya. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai optimal biaya diantaranya menggunakan bahan baku yang lebih murah tanpa menurunkan mutu akhir produk, penyederhanaan formula misalnya perubahan formula dari yang awalnya menggunakan 3 jenis bahan diganti menjadi 2 jenis bahan dengan tanpa mengurangi mutu dan daya terima konsumen terhadap produk yang dihasilkan.

B. BISKUIT

1. Definisi Biskuit

Biskuit merupakan makanan kering hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu dan bahan tambahan lain membentuk suatu formula adonan sehingga menghasilkan suatu produk dengan sifat dan struktur tertentu (Matz, 1978). Menurut Whiteley yang dikutip oleh Sunaryo (1985), biskuit atau produk sejenisnya harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu dibuat dari bahan-bahan serealia seperti gandum, jagung, oat, barley dan sebagainya dengan kadar air kurang lebih 5%. Apabila diisi dengan

(26)

bahan-bahan pembentuk (krim, jam, jelli dan sebagainya) kadar airnya dapat melebihi 5% dan apabila bahan utamanya lebih dari 60% bukan serealia maka tidak dapat disebut sebagai biskuit.

Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diizinkan. Biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras,

crackers, cookies, dan wafer (SII No. 0177, 1990).

2. Jenis Biskuit

Biskuit dapat dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu biskuit keras,

crackers, cookies dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit manis yang

dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses

fermentasi, berbentuk pipih, biasanya berasa asin, relatif renyah dan jika

dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. Cookies adalah jenis

biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, cukup renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya mempunyai tekstur berongga-rongga. Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, mempunyai pori-pori kasar, relatif rendah dan bila dipatahkan penampang potongannya membentuk rongga-rongga (SII No. 0177, 1990).

3. Karakteristik Biskuit

Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak

licin, bentuk dan ukuran seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering,

renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan (Vail et al., 1978). Bahan

pembentuk biskuit dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat berfungsi untuk membentuk adonan

(27)

yang kompak. Bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang

dan kuning telur (Matz, 1978).

C. BAHAN BAKU BISKUIT

1. Tepung

Tepung merupakan komponen penting dan merupakan bahan dasar

pada pembuatan biskuit dan produk bakery lainnya. Terdapat

bermacam-macam jenis tepung, tergantung pada sumber bahan baku, tujuan penggunaanya, kandungan protein dan lain-lain. Contoh tepung yang sudah banyak beredar di pasaran antara lain tepung terigu (gandum), tepung beras, tepung jagung, tepung kacang hijau. Namun, jenis tepung yang paling terkenal dan paling banyak digunakan adalah tepung terigu. Tepung ini dibuat dari biji gandum.

1.1. Jenis Tepung Terigu

Menurut Sutomo (2006), di pasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi berlainan. Beberapa jenis tepung terigu yang dikenal di masyarakat :

a. Hard Wheat ( Terigu Protein Tinggi)

Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat)

dengan kandungan proteinnya 11-13%. Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik

ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan

baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan.

(28)

b. Medium Wheat (Terigu Protein Sedang)

Jenis terigu medium wheat mengandung protein 10%-11%.

Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour

atau tepung serba guna. Tepung ini dibuat dari campuran tepung

terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya

diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang,

seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka cake dan muffin.

c. Soft Wheat (Terigu Protein Rendah)

Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah. Tepung jenis ini cocok untuk membuat kue kering, biskuit, pastel dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi.

d. Self Raising Flour

Jenis tepung terigu ini sudah ditambahkan bahan pengembang dan garam. Penambahan ini menjadikan sifat tepung lebih stabil dan tidak perlu menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan. Jika sukar didapat, tambahkan satu sendok teh

baking powder ke dalam sekilo tepung sebagai gantinya. Self raising flour sangat cocok untuk membuat cake, muffin, dan kue

kering.

e. Enriched Flour

Jenis tepung terigu ini sudah disubstitusi dengan beragam vitamin atau mineral dengan tujuan memperbaiki nilai gizi terkandung. Biasanya harganya relatif lebih mahal. Cocok untuk kue kering dan bolu.

(29)

f. Whole Meal Flour

Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedak dan lembaganya sehingga warna tepung lebih gelap/krem.

Terigu whole meal sangat cocok untuk makanan kesehatan dan

menu diet karena kandungan serat (fiber) dan proteinnya sangat tinggi.

2. Gula

Secara kimia gula lebih dikenal dengan nama sukrosa. Jenis gula

yang beredar di pasaran pun beragam. Gula dapat dibedakan berdasarkan bentuk, jenis dan sifat bahan baku, dan proses pembuatan serta tingkat kemanisan. Berdasarkan bentunya gula dapat dibedakan menjadi gula kristal, gula halus dan sirup. Berdasarkan bahan bakunya gula dapat dibedakan menjadi gula tebu, gula bit, gula aren dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan tingkat kemanisan gula sintetik umumnya lebih manis dibandingkan gula non sintetik (Manley, 1983).

Sukrosa atau yang lebih dikenal dengan gula pasir merupakan jenis gula yang paling banyak ditemukan. Sifat fisik dari gula pasir sendiri adalah berbentuk kristal putih dengan ukuran yang bervariasi tergantung ukuran granulanya. Semakin kecil ukuran granula berarti semakin halus dan lembut atau yang lebih dikenal dengan nama gula halus. Menurut Manley (1983) jenis gula inilah yang semakin banyak digunakan oleh

industri bakery maupun biskuit karena tidak akan menyebabkan tekstur

dan rasa ‘berpasir’ pada produk yang dihasilkan.

Di samping itu, terdapat juga gula kristal berwarna coklat atau

dikenal dengan brown sugar. Jenis gula ini dibedakan berdasarkan warna

dan ukuran partikel. Warna coklat yang dihasilkan tergantung dari jumlah sirup yang ditambahkan dan menyelimuti kristal melalui reaksi pencoklatan atau reaksi Maillard. Penggunaan gula coklat pada produk

bakery maupun biskuit akan berpengaruh pada warna dan flavor produk

(30)

flavor agak gosong dibandingkan penggunaan gula kristal putih maupun

gula halus (Manley, 1983).

Jenis gula yang lain adalah gula cair. Jenis gula ini sangat sering digunakan oleh industri yaitu sukrosa dalam bentuk cair (larutan). Beberapa keuntungan dari penggunaan gula cair ini antara lain lebih akurat dalam pengukuran, lebih murah dibandingkan gula kristal karena dalam proses produksinya merupakan hasil sebelum tahap pengkristalan, mudah larut dan menyatu dengan bahan lain selama pencampuran. Dalam penyimpanannya, gula cair umumnya terdiri dari 67% padatan dan mengandung tidak lebih dari 5% gula invert untuk mencegah kristalisasi (Manley, 1983).

Di samping itu juga dikenal gula dalam bentuk sirup. Jenis gula ini dapat dibedakan menjadi dua kelas, yaitu turunan dari sukrosa baik sebagian maupun total dan turunan dari material pati khususnya pati jagung melalui proses hidrolisis. Pada kedua jenis ini kuantitas dan kualitas molekul rantai gula yang lebih pendek sangat penting (Manley, 1983).

Pati yang banyak digunakan untuk membuat gula adalah pati jagung. Namun tidak jarang pula digunakan pati kentang, tapioka sebagai bahan bakunya. Dalam proses pembuatannya, pati akan dipecah melalui hidrolisis oleh asam atau menggunakan enzim khusus ataupun kombinasi keduanya. Setelah pati dihidrolisis, akan terbentuk senyawa yang larut dan manis. Perbandingan tingkat kemanisan produk hidrolisis pati dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Tingkat kemanisan produk hidrolisis pati dibandingkan dengan

sukrosa*

Jenis gula Tingkat kemanisan (1 unit = 100)

Fruktosa 173 Sukrosa 100

Dextrose 74

(31)

3. Lemak dan Minyak

Lemak merupakan bahan baku yang penting dalam pembuatan biskuit dan merupakan satu dari tiga komponen terbesar dalam pembuatan biskuit selain tepung dan gula, namun harganya relatif mahal. Sifat fisik dan kimia lemak cukup kompleks. Nilai kalori dari lemak paling tinggi dibandingkan karbohidrat dan protein yaitu 9 kkal (Winarno, 1997).

Secara kimia lemak merupakan campuran trigliserida yang terdiri dari asam lemak yang berbeda jenis maupun sama. Rumus kimia dari lemak dapat dilihat pada Gambar 1.

OH R1

OH R2

OH R3

Gliserol Trigliserida Gambar 1. Rumus struktur lemak

Jenis asam lemak bervariasi berdasarkan panjang rantai karbonnya dan dapat bersifat jenuh maupun tidak jenuh. Semakin panjang rantai karbonnya semakin tinggi titik lelehnya. Asam lemak jenuh tidak memiliki rantai karbon dengan ikatan rangkap sehingga senyawa ini lebih stabil dari rekasi oksidasi. Sedangkan pada asam lemak tidak jenuh terdapat satu atau lebih ikatan rangkap pada rantai karbonnya dengan

bentuk konfigurasi cis maupun trans (Winarno, 1997). Berdasarkan

bentuknya lemak dapat dibedakan menjadi lemak padat dan lemak cair. Dalam pembuatan biskuit, lemak dapat digunakan langsung sebagai bahan baku dalam adonan, pengisi, penyemprot maupun pelapis. Dalam adonan, lemak berperan dalam pembentukan tekstur biskuit. Penggunaan lemak akan menghasilkan biskuit yang lebih lembut (tidak terlalu keras) dibandingkan tanpa lemak. Penggunaan lemak sebagai krim pengisi maupun pelapis, berfungsi sebagai pembawa dan melepaskan

(32)

Selama pencampuran adonan, terdapat persaingan antara fase cair dan lemak pada permukaan tepung. Air atau larutan gula berinteraksi dengan protein yang terkandung dalam tepung menghasilkan gluten yang membentuk jaringan yang ekstensibel dan kohesif (Manley, 1983). Ketika beberapa lemak melapisi tepung, jaringan yang terbentuk terganggu sehingga akan berpengaruh pada tekstur biskuit yang dihasilkan yaitu setelah dipanggang akan menjadi lebih lembut, lunak dan lebih mudah larut dalam mulut. Jika kandungan lemak tinggi, fungsi lubrikasi dalam adonan menjadi lebih nyata, sehingga sedikit air dibutuhkan untuk mencapai konsistensi yang diinginkan. Di samping itu akan semakin sedikit gluten yang terbentuk, pembengkakan dan gelatinisasi pati berkurang sehingga menghasilkan tekstur yang lebih lembut. Pada

pembuatan cake, lemak berfungsi menyediakan udara untuk proses

ekspansi (pengembangan) dan berperan dalam pembentukan tekstur selama pemanggangan. Menurut Joyner (1953), lemak menghambat difusi

gas menuju dinding sel selama tahap kritis antara suhu 38-58 0C ketika

adonan menjadi lebih lembut dan sebelum pati pecah yang memberikan kekuatan dan elastisitas yang lebih.

4. Emulsifier

Proses pengolahan, distribusi dan penyimpanan produk

panggangan (bakery) membutuhkan bahan tambahan pangan yang dapat

mempertahankan kualitas dan kesegaran yaitu emulsifier. Produk

panggangan (bakery) tanpa emulsifier dideskripsikan menjadi keras,

kering, apek, berkerak atau tidak memiliki rasa (Brandt, 1996). Emulsifier

adalah senyawa yang berfungsi sebagai penstabil campuran dua cairan

immiscible. Dalam hal pangan, dua cairan immiscible ini menunjukkan air

dan minyak/lemak.

Menurut Manley (1991), emulsifier atau zat pengemulsi

didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan

(33)

dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan

permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keajaiban

struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya.

Sifat fisik dan kimia emulsifier cukup kompleks, namun prinsip

kerjanya sederhana yaitu berperan pada molekul polar dan non polar. Molekul polar bersifat mengikat air (mempunyai afinitas terhadap air) disebut hidrofilik sedangkan bagian non polar bersifat mengikat lemak

(mempunyai afinitas terhadap lemak) disebut lipofilik. Fungsi emulsifier

pada kondisi banyak mengandung lemak atau banyak mengandung air berbeda-beda tergantung pada ukuran dan kondisi fraksi polar dan non

polar dari komponen molekul emulsifier. Oleh karena itu, penting untuk

menentukan jumlah emulsifier yang paling efektif untuk tiap aplikasi

(Manley, 1991).

Interaksi antara emulsifier dan komponen tepung sangat beragam

dan dapat memperbaiki fungsi dan penampakan produk panggangan (bakery). Emulsifier akan membentuk kompleks dengan fraksi amilosa

dari pati. Komponen emulsifier yang mengandung asam lemak jenuh

tunggal juga akan membentuk struktur helikal dengan amilosa yang mempengaruhi reaksi gelatinisasi pati dan mengurangi kecenderungan amilosa berdifusi keluar dari granula pati dengan adanya air hangat. Kemampuan mengkompleks amilosa dari pati ini mempengaruhi sifat

menahan atau menyimpan gas dalam adonan. Interaksi emulsifier dengan

protein tepung ditandai dengan adanya perubahan sifat viskoelastis gluten

yang akan memperbaiki toleransi adonan terhadap mixing dan machining.

Mekanisme interaksi tersebut cukup sulit dimengerti, namun keterlibatan

ikatan ionic dengan protein tepung sangat penting. Sifat emulsifier yang

dapat mengkompleks pati dan protein juga berperan untuk memperbaiki

sheetability atau pembuatan lembaran dari adonan dengan kadar lemak

rendah (Manley, 1991).

Menurut Timmermann (2000), daya kerja emulsifier menurunkan

(34)

(polar) yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya dalam pengemulsian. Untuk memilih pengemulsi yang cocok untuk pemakaian pada produk pangan olahan tertentu, telah

dikembangkan apa yang disebut sistem HLB (Hidrophilic/Lipophilic

Balance atau perimbangan hidrofilik/lipofilik). Bila emulsifier tersebut

memiliki kecenderungan terikat lebih kuat pada air atau nilai HLBnya tinggi, dapat membantu terbentuknya emulsi minyak dalam air (M/A).

Contohnya, antara lain susu, es krim, dan mayonnaise. Sebaliknya bila

emulsifier memiliki kecenderungan terikat lebih kuat terhadap minyak atau

nilai HLB rendah, akan terbentuk emulsi air dalam minyak (A/M). Contohnya, antara lain adalah mentega dan margarin.

Menurut Manley (1991), emulsifier alami masih sedikit jumlahnya

dan hanya lesitin yang cukup dikenal. Lesitin dari kedelai merupakan

lesitin alami yang banyak digunakan. Fungsi emulsifier dalam bahan

pangan antara lain :

1. Penstabil emulsi minyak dalam air

2. Penstabil emulsi air dalam minyak

3. Memodifikasi kristalisasi lemak

4. Mengubah konsistensi, ketebalan dan pembentukan gel pati melalui

pembentukan kompleks antara pati, protein dan gula

5. Memberikan efek lubrikasi pada adonan dengan kandungan lemak

rendah

5. Bahan Pengembang

Menurut Bode (1987) di dalam Ernst Brose, et al. (1996), bahan

pengembang merupakan sistem komponen satu atau lebih senyawa kimia. Jika terdapat panas, senyawa kimia yang berperan sebagai bahan pengembang akan terdekomposisi menjadi gas dan senyawa kimia lain. Bahan pengembang merupakan sumber karbondioksida yang akan membentuk volume adonan. Bahan pengembang yang digunakan adalah

(35)

Natrium bikarbonat atau lebih dikenal dengan nama baking soda

merupakan sumber gas yang memiliki harga murah, tingkat toksisitas rendah, mudah digunakan, relatif tidak meninggalkan rasa pada produk

akhir. Menurut Bretschneider (1969) di dalam Ernst Brose, et al. (1996),

pada suhu 60 0C, natrium bikarbonat akan melepaskan karbondioksida

pada adonan. Jika tanpa leavening acid juga akan terbentuk natrium

karbonat dan memberikan efek lebih alkali serta bau seperti sabun (soapy

off-flavor) pada adonan. Reaksi natrium bikarbonat dalam menghasilkan

gas CO2 adalah sebagai berikut :

2 NaHCO3 Na2CO3 + H2O + CO2

Natrium Natrium Air Karbon

bikarbonat Karbonat dioksida

Menurut Brose, et al.(1996), baking powder merupakan campuran

yang terdiri dari CO2 carrier, satu atau lebih leavening acid dan

separation agent. CO2 carrier berfungsi sebagai sumber CO2, leavening

acid berperan dalam pelepasan CO2 dan separating agent berperan dalam

mencegah preeeliminary CO2 yang disebabkan oleh reaksi asam dengan

alkali. Di samping itu, separating agent dapat meningkatkan umur simpan

baking powder dan menstandarisasi baking powder dalam hal kuantitas

dan ukuran kemasan.

Senyawa yang termasuk CO2 carrier antara lain natrium

bikarbonat, ammonium bikarbonat, ammonium karbonat dan potassium karbonat. Pada umumnya, industri banyak menggunakan natrium

bikarbonat atau lebih dikenal dengan baking soda. Karakteristik beberapa

CO2carrier dapat dilihat pada tabel 2. Senyawa yang tergolong leavening

acid antara lain asam tartarat, asam sitrat, natrium acid pirophospat,

kalsium laktat dan kalsium sulfat. Senyawa atau bahan yang banyak

digunakan sebagai separating agent antara lain pati, tepung, kalsium

karbonat maupun campuran ketiganya. Pati jagung paling banyak

digunakan sebagai separating agent. (Brose et al., 1996). Baking powder

(36)

49% SAPP (Sodium Acid Pyro Phosphat) dan 10% maizena serta 5%

kalsium karbonat (CaCO3). Penggunaan kedua bahan pengembang ini

berpengaruh terhadap diameter, panjang atau lebar adonan. Reaksi yang terjadi selama pencampuran dan pemangganngan adalah sebagai berikut :

Na2H2P2O7 + 2NaHCO3 Na4P2O7 + 2CO2 + 2H2O

Sodium Acyd Tetra Sodium Pyrophosphat Pyrophosphat

Menurut Brose, et al. (1996), natrium bikarbonat akan

menghasilkan CO2 jika terdapat leavening acid seperti SAPP. Kalsium

karbonat (CaCO3) dan maizena berfungsi sebagai separating agent yang

akan mengikat dan mempertahankan CO2 yang dihasilkan dalam adonan.

CaCO3 merupakan garam yang bersifat basa kuat dan merupakan senyawa

yang bersifat stabil. Senyawa ini akan terurai jika diberi perlakuan panas yang sangat tinggi.

Tabel 2. Karakteristik beberapa CO2carrier

Karakteristik Natrium

bikarbonat Kalium bikarbonat Ammonium Bikarbonat Kalium karbonat

Rumus kimia

NaHCO3 KHCO3 NH4HCO3 K2CO3

Berat Molekul

84.01 100.11 79.05 138.21

Penampakan Putih, kristal Putih, kristal Putih, kristal Putih, kristal

Bau Tidak berbau Tidak berbau Ammonia Tidak berbau

Ammonium bikarbonat juga digunakan pada pembuatan biskuit kali ini. Bahan pengembang jenis ini biasanya digunakan pada produk dengan kadar air rendah dan benar-benar kering karena dapat meninggalkan rasa pada produk akhir. Bahan pengembang jenis ini berpengaruh pada tebal adonan. Reaksi ammonium bikarbonat dalam

(37)

NH4HCO3 NH3 + H2O + CO2

Ammonium ammonia

Bikarbonat

6. Pati Jagung

Polisakarida penyimpan yang paling penting di alam adalah pati yang khas bagi sel tanaman. Pati terdapat dalam sel bentuk gumpalan besar atau granula. Molekul pati terhidrasi pada tingkat yang cukup tinggi karena mempunyai gugus hidroksil yang terbuka (Thenawijaya, 1997). Pati merupakan polisakarida yang tersusun oleh unit-unit glukosa dengan ikatan alfa glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya serta lurus atau bercabang rantai molekulnya (Winarno, 1997).

Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan terutama karena mensuplai kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang tinggi. Lebih dari 80 persen tanaman pangan terdiri dari biji-bijian atau umbi-umbian dan tanaman sumber pati lainnya (Greenwood dan Munro, 1979)

Pati banyak terdapat pada tanaman sebagai cadangan karbohidrat, dan merupakan sumber karbohidrat utama bagi manusia. Pati memiliki karakteristik tertentu berdasarkan bentuk, ukuran, distribusi ukuran, komposisi, dan kekristalan granulanya (Belitz, dan Grosch, 1999). Dalam bentuk aslinya secara alami, pati merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976).

Pati tidak larut pada air dingin dan akan membentuk massa pasta yang padat dan keras apabila dicampur dengan air dingin. Oleh karena itulah pati sangat sulit dijadikan massa adonan yang nantinya mengalami pencetakan. Sifat pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang

(38)

komposisinya masih lengkap. Pati jagung atau yang dikenal dengan nama dagang maizena merupakan produk utama dari industri penggilingan

jagung dengan teknik basah (wet mill) (Greenwood, 1975).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik,

yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, dan umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976).

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara seperti protein dan lemak (Banks dan Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung 12 – 30% amilosa, 75 – 80% amilopektin dan 5 – 10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Greenwood, 1979).

Pati mempunyai sifat dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga dibawah mikroskop akan terlihat hitam putih. Sifat ini disebut

sifat birefringence. Pada waktu granula mulai pecah sifat birefrengence ini

akan hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk

normalnya disebut birefrengence end point temperature atau disingkat

BEPT (Winarno, 1997).

Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa. Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk tidak beraturan demikian juga umurnya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron

(39)

ini tergantung sumber patinya. Untuk pati jagung memiliki diameter

berkisar antara 21 – 96 μm, kentang 15 – 10 μm, ubi jalar 15 – 55 μm,

tapioka 6 – 36 μm, gandum 3 – 38 μm, dan beras 3 – 9 μm (Fennema,

1976).

6.1. Granula Pati

Granula pati mempunyai ukuran diameter 3-26 μm, namun

rata-rata ukuran granula pati jagung adalah 15 μm. Pati dengan ukuran granula

besar mempunyai ketahanan terhadap panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati dengan granula yang berukuran kecil.

Pengamatan dengan DSC (Differential Scanning Calorimetry)

menunjukkan bahwa pati dengan ukuran kecil mempunyai suhu awal gelatinisasi lebih rendah dibandingkan dengan pati yang berukuran granula lebih besar (Wirakartakusumah, 1981).

Secara mikroskopik, dalam granula pati campuran molekul berstruktur linier dan bercabang tersusun membentuk lapisan-lapisan tipis yang berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela tersebut tersusun terpusat mengelilingi titik awal yang disebut hilus atau hilum. Penampakan cincin atau lamela pada granula pati adalah akibat dari pengendapan lapisan molekul pati yang terjadi pada waktu yang berlainan

dan tidak sama kadarnya. Selanjutnya Hodge et al., (1976) menjelaskan

bahwa ikatan paralel terbentuk antara molekul linier yang berdekatan atau dengan cabang yang terluar dari molekul bercabang. Ikatan ini dihubungkan dengan ikatan hidrogen, menghasilkan daerah kristalisasi atau misela. Daerah yang kurang padat yang disebut daerah amorf mudah dimasuki air. Misela menyebabkan granula pati memiliki sifat

birefringence, yaitu sifat yang dapat merefleksikan atau memantulkan

cahaya terpolarisasi sehingga akan tampak seperti susunan kristal hitam

putih di bawah mikroskop (Whistler et al., 1996).

Letak hilum dalam granula pati ada yang ditengah dan ada yang

(40)

gandum) mempunyai hilum yang terletak ditengah, sedangkan pada granula pati kentang dan sagu mempunyai letak hilum di tepi. Bentuk butir pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Greenwood, 1975). Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim sedangkan amorf sifatnya labil terhadap asam kuat dan enzim. Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan (Hodge dan Osman, 1976). Sampai saat ini diduga bahwa amilopektin merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap sifat-sifat kristal dari granula pati.

6.2. Amilosa

Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan α-(1,4)

dari struktur cincin piranosa, yang membentuk rantai lurus umumnya dikatakan sebagai linier dari pati. Meskipun sebenarnya jika amilosa

dihidrolisa dengan β-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil

hidrolisis yang sempurna (Greenwood, 1975). β-amilase menghidrolisa

amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α

-(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa. Banyaknya satuan glukosa dalam setiap rantai tergantung pada sumbernya. Biasanya setiap rantai mengandung 850 atau lebih unit gluosa

dan dari setiap rantai lurus tersebut terdapat satu titik cabang ikatan α-(1,6)

glikosida. Berat molekul amilosa beragam tergantung pada sumber dan metoda ekstraksi yang dipergunakan.

Suatu karakteristik dari amilosa dalam suatu larutan adalah kecenderungan membentuk struktuk koil yang sangat panjang dan fleksibel yang selalu bergerak melingkar. Struktur ini yang mendasari terjadinya interaksi iod-amilosa membentuk warna biru, dan ini dapat ditentukan kadarnya dengan mengunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 – 660 nm (Greenwood, 1975).

(41)

6.3. Amilopektin

Amilopektin seperti amilosa juga mempunyai ikatan α-(1,4) pada

rantai lurusnya, serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya. Ikatan

percabangan tersebut berjumlah sekitar 4 – 5% dari seluruh ikatan yang ada pada amilopektin (Hodge dan Osman, 1976 ; Fennema, 1976).

Biasanya amilopektin mengandung 1000 atau lebih unit molekul glukosa untuk setiap rantai. Berat molekul bervariasi tergantung sumbernya. Amilopektin pada pati umbi-umbian mengandung sejumlah kecil ester fosfat yang terikat pada atom karbon yang ke 6 dari cincin glukosa (Greenwood dan Munro, 1979).

Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang

terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makanan yang berasal

dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati yang mengandung amilosa yang tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal karena proses mekarnya terjadi secara terbatas.

7. Garam

Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah natrium klorida (NaCl). Garam sangat diperlukan tubuh, namun bila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk tekanan darah tinggi. Selain itu garam juga digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai bumbu. Untuk mencegah penyakit gondok, garam dapur juga sering ditambahi

iodium (Anonimc, 2006)

Natrium klorida, juga dikenal dengan garam dapur, atau halit, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling mempengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak organisme multiselular. Sebagai komponen utama pada

(42)

garam dapur, natrium klorida sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan.

Penggunaan garam bervariasi dalam produk bakery tergantung

kebutuhan fungsi. Pada umumnya, tingkat atau kandungan garam akan menurun secara gradual dalam makanan karena melebihi tingkat atau kandungan natrium dalam banyak makanan. Beberapa fungsi garam dalam

pembuatan produk bakery antara lain :

1. Berkontribusi dalam flavor produk

2. Menurunkan aw (water activity) produk (Cauvan & Young, 2000)

3. Menghambat aktivitas kamir dan dapat digunakan untuk mengontrol

fermentasi dalam pembuatan roti (Williams & Pullen, 1998)

4. Memodifikasi reologi adonan

5. Berkontribusi dalam pembentukan warna coklat pada roti

D. PEMBUATAN BISKUIT

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lighter biscuit

terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama meliputi : soft

flour, pati modifikasi, shortening, gula dan skim. Bahan tambahan

meliputi : bahan pengembang, lesitin, garam, air dan flavor susu.

Proses pembuatan biskuit yang dilakukan pada penelitian ini secara

umum meliputi tahap penimbangan, mixing (pencampuran), proofing

(pengistirahatan), laminasi, pencetakan, dan baking (pemanggangan).

Diagram alir proses pembuatan biskuit secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2..

(43)

Dilarutkan dalam air hangat Creaming

(5-8 menit)

Dicampur (mixing) selama 10-15 menit

dengan kecepatan tinggi Proofing ± 5-10 menit

Laminasi (dipipihkan) tebal ± 0.25 cm Pencetakan

Pemanggangan dengan oven suhu 180-210 0C ± 5 menit

Pemanasan dengan microwave

suhu 130 0C ± 8-10 menit Biskuit

Gambar 2. Proses pembuatan biskuit skala laboratorium Gula + Shortening + Lesitin Ammonium bikarbonat Flavor Tepung, pati modifikasi, skim, air Na-bikarbonat, baking powder, garam + air

(44)

E. MIXTURE DESIGN

Program Design Expert version 7 ini adalah suatu program yang

mempunyai berbagai metode rancangan percobaan dan analisis untuk data statistik. Metode rancangan penelitian tersebut terdiri dari desain faktorial,

Response Surface Methods (RSM), Mixture Design techniques, dan Combined Designs. Desain faktorial merupakan suatu rancangan

percobaan untuk mengidentifikasi faktor perlakuan yang penting sekali

dan berpengaruh pada suatu penelitian. Response Surface Methods (RSM)

yaitu suatu metode rancangan percobaan untuk menemukan rancangan

proses yang ideal. Mixture Design techniques yaitu untuk mencari

formulasi yang optimal pada berbagai formula yang dibuat, Combine

Design yaitu untuk menggabungkan (combine) variabel-variabel proses,

campuran komponen dan faktor yang berpengaruh dalam satu desain, sehingga dapat menghasilkan suatu kondisi proses dan formula yang

optimal (Anonim b, 2005).

Optimasi pada salah satu atau seluruh aspek produk adalah tujuan dalam pengembangan produk. Hasil evaluasi sensori seringkali digunakan untuk menentukan apakah produk yang optimum telah dikembangkan

dengan benar. Metode Mixture Design (MD) seringkali diterapkan dalam

mengoptimasi formula suatu produk. MD merupakan kumpulan dari teknik matematika dan statistika yang berguna untuk permodelan dan analisa masalah sebuah respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery, 2002). Respon yang digunakan dalam MD adalah fungsi dari proporsi perbedaan komponen atau bahan dalam suatu formula (Cornell,1990).

Menurut Cornell (1990), MD terdiri dari enam tahap yaitu menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen dari campuran, mengidentifikasi batasan-batasan pada komponen campuran, mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih disain percobaan yang sesuai. MD digunakan untuk menentukan dan secara

(45)

ditampilkan secara grafik sebagai respon yang dapat digunakan dalam menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon.

Menurut Cornell (1990), metode MD tidak hanya terdiri dari dua orde. Namun yang sering digunakan adalah orde pertama dan kedua. Orde pertama dari MD dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (1), sedangkan orde kedua digambarkan pada persamaan (2).

Y = b0 + b1X1 + b2X2 (1)

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2 (2)

Orde pertama seringkali memberikan deskripsi bentuk geometri permukaan respon yang kurang memadai. Oleh karena itu penggunaan orde kedua lebih dianjurkan.

Rancangan mixture design ini berfungsi untuk menemukan

formula yang optimal yang sesuai yang kita inginkan. Untuk mencapai kondisi tersebut harus memperkirakan respon produk atau parameter produk yang menjadi ciri yang penting serta dapat meningkatkan mutu

produk. Respon yang dipilih tersebut akan dijadikan input data yang

selanjutnya diproses oleh program rancangan RSM mixture design,

sehingga membentuk gambaran dan kondisi proses yang optimal (Anonim

(46)

IV. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan - bahan yang digunakan dalam magang-penelitian ini adalah tepung terigu kadar protein rendah, tepung terigu kadar protein sedang, tepung terigu kadar protein tinggi, maizena, pati modifikasi, shortening, margarin, butter, minyak (oil), gula, susu skim, natrium bikarbonat, ammonium bikarbonat, baking powder, sodium acyd pyrophosphat, kalsium karbonat, garam, lesitin, flavor dan air yang diperoleh di PT Arnott’s Indonesia Bekasi.

2. Alat

Alat - alat yang digunakan dalam magang-penelitian ini adalah timbangan, gelas ukur, sendok, mixer, oven, microwave, loyang, laminator, cetakan, stop watch dan sigmat yang terdapat di PT Arnott’s Indonesia Bekasi.

B. METODE PENELITIAN

Kegiatan magang penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu penelitian pendahuluan, tahap persiapan dan penelitian utama. Tahap persiapan meliputi penyiapan bahan baku dan bahan tambahan untuk pembuatan lighter biscuit. Penelitian pendahuluan meliputi uji variasi bahan pengembang, variasi pati, variasi tepung, variasi shortening, dan variasi pencampuran (mixing). Penelitian utama meliputi formulasi lighter biscuit menggunakan rancangan percobaan mixture design dan uji organoleptik.

1. Persiapan

Tahap persiapan pada kegiatan magang penelitian ini meliputi penyiapan bahan baku dan bahan tambahan. Bahan-bahan yang harus

Gambar

Tabel 2. Karakteristik beberapa CO2 carrier  Karakteristik  Natrium
Gambar 2. Proses pembuatan biskuit skala laboratorium Gula  +  Shortening + Lesitin Ammonium bikarbonat Flavor Tepung, pati modifikasi, skim, air  Na-bikarbonat,  baking powder, garam + air
Tabel 3. Kadar bahan pengembang (% terhadap tepung) dalam uji variasi  bahan pengembang   Formula  Bahan  pengembang  F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8  Sodium bikarbonat  0.8% - 1.6% 0.8% 0.8% - 0.8% 0.8% Baking powder 1.0% 1.0% 1.0% -  2.0% -  1.0% 1.0% Ammonium  bikarbonat  - - - - - -  0.5% 1.5%
Tabel 4. Jenis dan kadar tepung (% terhadap tepung) dalam uji variasi  tepung                     Formula  Jenis tepung  F1  F2  F3  Soft flour  100% -  -  Bread flour   - 100%  -  Medium flour  - -  100%
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan di atas, maka akan dilakukan penelitian formulasi sistem niosom menggunakan surfaktan Span 20 dengan peningkatan konsentrasi yang dapat mempengaruhi

kembali diperintah oleh seorang penguasa yang masih ka.fir (Armando Cortesao: 188). Penguasa yang masih kafir ini dalam berita Portugis tidak diterangkan secarajelas.

Butuh peran orang tua yang saya tahu itu tak mudah ketika seorang bocah belajar tentang pelajaran sejarah di rumah, untuk juga sedikit bercerita tentang idola sebuah sikap,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan (secara parsial) Minat Belajar terhadap Prestasi Belajar siswa kelas X

Nilai TSP yang diperoleh adalah &lt; 1 yang berarti bahwa kemampuan rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan dari hasil usahatani padi

Jika hasil panen tidak sesuai dengan harapan, petani perempuan di Gampong Blang Pala memilih untuk tidak menjual hasil pertanian mereka ke pasar. Menurut mereka,

Abstrak - Dalam pembentukan perjanjian ketenaga kerjaan, terdapat dua macam yaitu PKWT dan PKWTT. Namun dalam pelaksanaanya, penerapan PKWT yang dilaksanakan oleh

Parameter dalam penelitian ini adalah kadar asam laktat, pH, kadar gula reduksi, kadar air dan organoleptik fruitghurt dari lapisan putih (mesocarp) kulit buah semangka (