• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM

KAJIAN ASPEK PASAR

BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL

UNTUK PRODUK FORTIFIKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ICHSAN RAMDHANI F34103101

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM

KAJIAN ASPEK PASAR

(2)

BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL

UNTUK PRODUK FORTIFIKASI

Oleh:

ICHSAN RAMDHANI F34103101

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ……… i DAFTAR ISI .………. ii DAFTAR GAMBAR ……….. iv DAFTAR TABEL ……….. v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ……….. 1 A. LATAR BELAKANG ………...………. 1 B. TUJUAN ………...……….. 4 C. RUANG LINGKUP ……… 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 5

A. PERMINTAAN ……….. 5 B. KEBUTUHAN MASYARAKAT ………... 7 1. Vitamin A ……… 7 2. Vitamin E ……… 10 3. Demografi ………... 12 C. NILAI IMPOR ……… 14 D. INDUSTRI FORTIFIKASI ………. 16 1. Fortifikasi ……… 16

2. Peramalan Almost Ideal Demand System (AIDS) ………... 19

III. METODOLOGI ……… 21

A. KERANGKA PEMIKIRAN ………... 21

B. PENELITIAN TERDAHULU ……… 24

C. TATA LAKSANA ……….. 26

1. Jenis dan Sumber Data …...………. 26

2. Pengumpulan Data ………...………... 26

D. TAHAPAN PENELITIAN ………. 27

1. Metode Analisis ……….. 27

(4)

b. Prakiraan Nilai Impor ... 27

(1). Teknik Rata-rata Bergerak ... 28

(2). Analisis Model Regresi ... 28

c. Prakiraan Permintaan Industri Pangan Fortifikasi ... 28

2. Penyusunan Data ……… 29

a. Proyeksi Populasi ……… 29

b. Model Almost Ideal Demand System (AIDS) ……… 30

(1). Pendugaan Model Almost Ideal Demand System (AIDS) … 30 (2). Nilai Elastisitas ……… 31

IV. PEMBAHASAN ……… 32

A. KEBUTUHAN MASYARAKAT ……… 32

B. NILAI IMPOR ……… 36

1. Data Tahun 1998 ………..……… 37

2. Teknik Peramalan Deret Waktu ...……… 38

a. Peramalan Rata-rata Bergerak ……...……… 38

b. Model Regresi ……….……… 41

(1). Pendugaan Model Regresi ……… 41

(2). Pengujian Model Regresi ……….. 43

c. Prakiraan Nilai Impor ……… 44

C. PERAMALAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM (AIDS) ... 46

1. Pendugaan Parameter dan Pengujian Model …..………. 48

2. Elastisitas Permintaan Produk Pangan Fortifikasi ...……… 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN ..………... 53

A. KESIMPULAN …...……… 53

B. SARAN …...……… 54

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat racun vitamin A pada manusia ………. 9

Tabel 2. Nilai konversi vitamin A ……….. 10

Tabel 3. Jenis α-tokoferol yang tersedia secara komersial ... 11

Tabel 4. Konversi IU dan "α-tokoferol ekuivalen" ... 11

Tabel 5. Kebutuhan vitamin A dan vitamin E per hari dalam AKG Masyarakat Indonesia ... 13

Tabel 6. Nilai koefisien elastisitas ……….. 20

Tabel 7. Jenis dan Sumber Data ... 26

Tabel 8. Data Nilai Impor Provitamin, Vitamin A dan Vitamin E ... 37

Tabel 9. Parameter Model Regresi Nilai Impor Provitamin A dan Vitamin A ... 41 Tabel 10. Parameter Model Regresi Nilai Impor Vitamin E ... 42

Tabel 11. Ukuran baku stastistik model regresi nilai impor provitamin A dan vitamin A ... 43 Tabel 12. Ukuran baku stastistik model regresi nilai impor vitamin E ... 44

Tabel 13. Hasil Perhitungan Harga Agregat ... 46

Tabel 14. Hasil Perhitungan Total Pendapatan Real ………... 47

Tabel 15. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Pangsa Pengeluaran ... 49

(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur molekul β-karoten ………... 8 Gambar 2. Alpha tokoferol dan tokotrienol ……… 10 Gambar 3. Diagram Aliran Sistem Permintaan

Vitamin A dan Vitamin E ... 21 Gambar 4. Diagram Lingkar Sebab Akibat Sistem Permintaan ... 23 Gambar 5. Proyeksi populasi penduduk Indonesia tahun 2000-2025 ... 33 Gambar 6. Proyeksi kebutuhan betakaroten dan tokoferol di Indonesia

berdasarkan demografi penduduk Indonesia ... 35 Gambar 7. Grafik Hasil Forecasting Nilai Impor

Provitamin dan Vitamin A ... 39 Gambar 8. Grafik Hasil Forecasting Nilai Impor Vitamin E ... 40 Gambar 9. Grafik HasilNilai Impor Provitamin dan Vitamin Adan

Peramalannya ... 44 Gambar 10.Grafik HasilNilai Impor Vitamin Edan Peramalannya ... 45

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Lampiran 1. Proyeksi Penduduk tahun 2000-2025 oleh BPS

dan USAID (www.datastatistik.com)... 59 Lampiran 2. Kebutuhan Masyarakat Indonesia terhadap Vitamin A dan Vitamin E dalam satu tahun ……… 62 Lampiran 3. Angka Kecukupan Gizi bagi Orang Indonesia ………... 63 Lampiran 4. Kuisioner Pakar Industri ... 64

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi yang sangat besar. Menurut data yang diperoleh dari BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2007 mencapai 224.904.900 jiwa dengan laju rata-rata pertumbuhan penduduk mencapai 1,3 % per tahunnya. Besarnya jumlah populasi tersebut menyebabkan tingginya jumlah kebutuhan masyarakat terhadap berbagai produk pangan dan juga akan meningkatkan jumlah kebutuhan akan nutrisi yang harus dipenuhi oleh masyarakat setiap harinya. Jumlah kebutuhan nutrisi bagi masyarakat adalah jumlah minimal yang harus dipenuhi agar masyarakat memiliki kecukupan gizi. Berbagai penyakit akan lebih mudah timbul apabila zat gizi mikro (vitamin dan mineral) pada tubuh tidak mencukupi.

Permasalahan kekurangan zat gizi mikro terjadi tidak hanya di Indonesia saja, namun terjadi juga di berbagai negara lain, sehingga pada bulan September 1990 di New York, diadakanlah World Summit for Children. Pertemuan tersebut dihadiri oleh pemimpin-pemimpin politik diseluruh dunia, untuk mengesahkan "Deklarasi untuk Anak" dan mentargetkan tahun 2000 sebagai tahun untuk menghapuskan defisiensi zat gizi mikro utama. Lalu pada Konferensi Gizi Internasional yang diadakan bulan Desember 1992 di Roma, tujuan dari deklarasi tersebut secara bulat disetujui oleh 159 negara (termasuk Indonesia).

Salah satu permasalahan defisiensi zat gizi mikro yang terjadi di Indonesia adalah kekurangan vitamin A (KVA). Pada tahun 1999 Helen Keller Internasional (HKI) melaporkan kejadian buta senja terjadi pada wanita usia subur di Propinsi Jawa Tengah mencapai 1 sampai 3,5%. Menurut laporan penelitian HKI tentang Kecukupan Gizi Balita 1999, dilaporkan bahwa 50 persen atau hampir 10 juta balita Indonesia tidak mendapatkan makanan yang cukup kandungan vitamin A. Data terbaru dari survei sistem pemantauan status gizi dan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah RI dan Helen Keller Internasional (HKI) pada tahun 2004 menunjukkan bahwa banyak propinsi di Indonesia memiliki tingkat rabun senja diatas prevalensi

(9)

2% pada ibu tidak hamil. Bahkan didaerah kumuh perkotaan di Makasar, hampir 10% dari ibu tidak hamil mengalami rabun senja. Tingginya prevalensi tersebut menunjukkan bahwa kekurangan vitamin A merupakan masalah potensial bagi masyarakat di Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai target tersebut, diantaranya adalah mengadakan program suplementasi bagi ibu hamil, ibu nifas dan balita, selain itu pemerintah Indonesia juga mengeluarkan anjuran untuk Industri memfortifkasi produknya dengan berbagai zat gizi mikro. Salah satu aturan yang dikeluarkan pemerintah adalah melalui Menteri Kesehatan yang mengeluarkan sebuah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 632/Menkes/SK/VI/1998 tentang fortifikasi tepung terigu. Kemudian untuk mengatur tentang tata cara fortifikasi bahan pangan, pemerintah mengeluarkan sebuah regulasi berupa Peraturan Pemerintah No 28 Pasal 35 tahun 2004.

Upaya pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan vitamin A dan vitamin E, sangat bergantung pada impor dari berbagai negara. Tercatat pada saat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, volume impor vitamin A mencapai 434.764 kg (BPS, 2007), atau dua kali lipat dari volume impor biasanya. Menurut laporan Helen Keller Indonesia pada tahun 1999, hal tersebut disebabkan berubahnya pola konsumsi terhadap pangan di masyarakat. Sehingga pemerintah melakukan program suplementasi vitamin A bagi ibu hamil, ibu nifas, dan balita dengan vitamin A diperoleh dengan cara impor dari negara lain. Volume impor vitamin A dan vitamin E yang begitu tinggi, mencerminkan bahwa belum adanya produsen nasional yang dapat memenuhi permintaan vitamin A dan vitamin E Indonesia.

Adanya komitmen dari pemerintah untuk mengatasi kekurangan zat gizi mikro, dan dikeluarkannya anjuran untuk memfortifikasi produk sehari-hari dengan zat gizi mikro serta belum adanya produsen lokal yang dapat memenuhi kebutuhan vitamin A dan vitamin E merupakan pendorong untuk didirikannya sebuah industri yang mampu memproduksi vitamin A dan vitamin E dalam memenuhi permintaan industri fortifikasi.

(10)

Minyak sawit mengandung karoten dan tokoferol yang cukup tinggi. Biasanya kandungan betakaroten dalam minyak sawit dapat digunakan untuk menanggulangi defisiensi vitamin A (Muhilal, 1991). Selain itu, betakaroten dapat digunakan untuk mencegah penyakit jantung koroner dan kanker, serta mengganti sel-sel yang telah rusak (Iwasaki dan Murakoshi, 1992). Tokoferol dikenal sebagai antioksidan alam dan juga sebagai sumber vitamin E. Minyak sawit yang bermutu baik mengandung tokoferol berkisar antara 500-800 ppm (Fauzi et al., 2005).

Pada industri pengolahan minyak goreng dari minyak sawit, kandungan betakaroten dan tokoferol dalam minyak sawit biasanya dibuang pada saat proses bleaching. Hal ini dilakukan karena adanya betakaroten dalam minyak sawit akan menyebabkan minyak goreng menjadi berwarna merah, dan hal tersebut tidak disukai oleh konsumen minyak goreng di Indonesia.

Ditemukannya teknologi yang dapat memisahkan betakaroten dan tokoferol dalam minyak sawit dengan cara adsorpsi dan desorpsi, merupakan hal yang menjadi pemicu utama didirikannnya unit pemisahan betakaroten dan tokoferol pada industri pengolahan minyak goreng dari minyak sawit. Unit tersebut akan menghasilkan betakaroten dan tokoferol yang merupakan sumber vitamin A dan vitamin E yang dapat digunakan sebagai bahan fortifikasi yang ditambahkan kedalam produk-produk industri pangan.

Pembangunan unit pemurnian betakaroten dan tokoferol pada industri pengolahan minyak goreng dari minyak kelapa sawit memerlukan berbagai pertimbangan, sehingga dibutuhkan sebuah analisa untuk mengetahui kelayakan didirikannya unit pemurnian tersebut. Besarnya jumlah penduduk Indonesia yang mengalami kekurangan zat gizi mikro, tingginya volume impor vitamin A dan vitamin E Indonesia, dan berkembangnya industri-industri pangan yang memfortifikasi produknya adalah peluang usaha pendirian unit pemurnian betakaroten dan tokoferol.

Hal yang paling mendasar yang perlu dikaji dalam sebuah kelayakan industri adalah permintaan. Menurut Umar (2003), tidak ada satupun proyek bisnis yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang atau jasa yang dihasilkan dari proyek tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji pola

(11)

dan besarnya permintaan betakaroten dan tokoferol melalui pendekatan jumlah permintaan vitamin A dan vitamin E dimasyarakat, volume impor vitamin A dan vitamin E indonesia, dan permintaan pada industri pangan fortifikasi.

B. Tujuan

1. Mengetahui kebutuhan masyarakat terhadap vitamin A dan vitamin E secara demografi, saat ini dan masa mendatang.

2. Mengetahui prakiraan volume impor Indonesia terhadap vitamin A dan vitamin E di masa yang akan datang.

3. Mengembangkan model prakirakan permintaan betakaroten dan tokoferol dari industri pangan fortifikasi.

4. Mengetahui permintaan pasar betakaroten dan tokoferol dimasa yang akan datang.

C. Ruang Lingkup

Kajian dalam penelitian ini merupakan kajian inferensial pengembangan model prakiraan permintaan. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan permintaan terhadap vitamin A dan vitamin E di masyarakat, prakiraan volume impor provitamin, vitamin A dan vitamin E dan pengembangan model Almost Ideal Demand System (AIDS) terhadap permintaan betakaroten dan tokoferol pada industri pangan fortifikasi.

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Permintaan

Permintaan pasar untuk suatu produk, menurut Kotler (2001) didefinisikan sebagai volume total atau jumlah keseluruhan yang akan dibeli oleh kelompok pelanggan dalam wilayah geografis tertentu, periode tertentu, lingkungan pemasaran tertentu, dan dibawah program pemasaran tertentu. Sedangkan pasar menurut Umar (2003), definisikan sebagai tempat dimana produk yang sulit dihasilkan produsen ditawarkan kepada pasar potensialnya, sulit atau bahkan tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Oleh karena itu, permintaan pasar bukanlah merupakan angka yang tetap namun merupakan fungsi dari kondisi tertentu.

Dalam sebuah pasar terdapat barang yang ditawarkan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan, menurut Kotler (2000) semua barang tersebut dinamakan produk. Produk merupakan penawaran berwujud dari perusahaan kepada pasar yang mencakup kualitas, bentuk, merek, dan kemasan produk. Produk menurut jenis konsumennya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu produk konsumen, dan produk industri. Produk konsumen adalah produk yang dibeli konsumen akhir (masyarakat) untuk dikonsumsi, sedangkan produk industri adalah produk yang dibeli untuk pemrosesan lebih lanjut atau penggunaan yang terkait dengan bisnis. Menurut Kotler (2001) terdapat tiga kelompok produk dan jasa industri, yaitu kelompok bahan dan suku cadang, keompok bahan modal, serta kelompok perlengkapan dan jasa.

Pasar yang menawarkan produk dan jasa industri memiliki karakter pasar bisnis. Menurut Kotler (2001), karakteristik pasar bisnis berbeda dengan pasar konsumen. Karakteristik pasar bisnis apabila dilihat dari struktur dan permintaan pasar, pembeli dalam pasar bisnis berjumlah sedikit namun lebih besar, pelanggan bisnis lebih terkonsentrasi secara geografis, permintaan pembeli bisnis berasal/diturunkan dari permintaan konsumen akhir, permintaan kebanyakan pasar bisnis lebih inelastis, permintaan tidak terlalu dipengaruhi perubahan harga dalam jangka pendek, dan permintaan dalam pasar bisnis lebih berfluktuasi. Karakteristik pasar bisnis apabila dilihat dari

(13)

sifat unit pembelian, melibatkan banyak pembeli dan proses pembelian lebih profesional. Sedangkan karakteristik pasar bisnis dilihat dari tipe keputusan dan proses pembeliannya, pembeli bisnis pada umumnya menghadapi keputusan pembelian yang lebih kompleks, prosesnya lebih formal, dan antara pembeli dan penjual membangun hubungan kerjasama dalam jangka panjang yang lebih dekat.

Terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pembelian bisnis, karena dapat memberikan pengaruh besar dalam penentuan sebuah pembelian bisnis. Faktor yang dapat mempengaruhi dalam penentuan pembelian bisnis adalah faktor lingkungan (ekonomi, teknologi, politik/ hukum, persaingan, budaya), faktor organisasional (tujuan, kebijakan, prosedur, struktur organisasi, sistem), faktor interpersonal (otoritas, status, empati, kepersuasifan), dan faktor individual (usia, pendidikan, posisi pekerjaan, kepribadian, sikap terhadap resiko) (Kotler, 2001).

Jumlah permintaan terhadap suatu produk di pasar memiliki banyak ketidakpastian. Prakiraan adalah suatu usaha untuk menduga apa yang akan terjadi di masa mendatang dengan menggunakan suatu metode ilmiah. Walaupun kejadian masa mendatang penuh dengan ketidakpastian, sehingga banyak orang yang meragukan keabsahan hasil dari suatu prakiraan, akan tetapi dengan metode ilmiah telah berkembang metode dan teknik prakiraan yang dapat menduga dengan lebih baik perihal kejadian pada masa datang. Selain itu juga prakiraan merupakan bagian integral dari aktifitas pengambilan keputusan manajemen. Prakiraan permintaan (demand forecasting) merupakan titik pangkal dalam perencanaan produksi di industri.

Keadaan yang dihadapi dalam melakukan prakiraan sangat bervariasi baik dari segi horizon waktu, faktor-faktor yang menentukan hasil aktual dari kejadian yang diduga, dan tipe pola yang digunakan sebagai dasar melakukan prakiraan. Secara garis besar metode peramalan dikelompokan menjadi dua, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dapat diterapkan dengan syarat kondisi tertentu, yaitu tersedianya informasi tentang masa lalu, informasi tersebut dapat dikuantifikasi dalam bentuk data numerik,

(14)

dan dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek yang berkenaan dengan pola masa lalu akan berlanjut ke masa yang akan datang (assumption of continuty). Peramalan dengan metode kuantitatif dibagi menjadi dua cara, yaitu metode deret waktu (time series) dan metode kausal. Sedangkan metode kualitatif dibagi menjadi dua kelompok yaitu metode yang bersifat eksploratif, dan metode yang bersifat "normatif".

Menurut Lehman (1991), metode terbaik yang dapat digunakan dalam membuat prakiraan permintaan dalam jangka pendek (kurang dari 6 bulan) adalah ekstrapolasi sederhana. Metode yang dapat digunakan dalam jangka menengah (1-5 tahun) adalah regresi kuantitatif. Sedangkan untuk jangka panjang (5-30 tahun) metode terbaik yang dapat digunakan adalah membangun model.

B. Kebutuhan Masyarakat 1. Vitamin A

Vitamin A adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning, dan larut dalam lemak atau pelarut lemak. Dalam makanan, vitamin A biasanya terdapat dalam bentuk ester retinil, yaitu terikat pada asam lemak rantai panjang. Di dalam tubuh vitamin A mempunyai beberapa bentuk ikatan aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retinal (bentuk aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam) (Almatsier, 2002).

Aktivitas biologis vitamin A bagi manusia dan hewan, diperoleh dari senyawa alami maupun senyawa sintetik. Senyawa dengan aktivitas vitamin A yang terdapat dalam tanaman, termasuk dalam kelompok karotenoid. Karotenoid adalah suatu pigmen alami yang dapat ditemui pada tanaman, gangang, hewan vertebrata dan mikroorganisme. Pigmen ini berwarna kuning sampai merah, mempunyai ciri tertentu yang dapat menunjukkan sifat dasarnya.

Karotenoid akan diubah menjadi vitamin A pada proses metabolisme tubuh setelah dikonsumsi oleh manusia atau hewan. Kegunaan karotenoid adalah dapat berperan sebagai pemusnah radikal bebas, anti penuaan dini, dan dapat juga meningkatkan imunitas tubuh, serta dapat menurunkan

(15)

gejala penyakit tertentu pada wanita hamil dan menyusui. Karotenoid yang dikonsumsi bersamaan dengan tokoferol dan asam askorbat dapat mencegah penyakit degeneratif.

Karotenoid merupakan prekursor vitamin A yang disebut sebagai provitamin A. Diantara ratusan karotenoid yang terdapat di alam hanya alfa, beta, dan gamma karoten serta kriptosantin yang berperan sebagai provitamin A. β-karoten merupakan bentuk provitamin A yang paling aktif, yang tersusun oleh dua molekul retinol yang saling berkaitan (Almatsier, 2002).

β-karoten mempunyai dua struktur cincin yang sama pada kedua sisi rantai karbon alifatik, yaitu berupa cincin β-ionon (∆5-1, 1,5-trimetil-siklo-heksan). Oleh karena itu, β-karoten disebut pula β-β-karoten (Andarwulan dan Koswara, 1992). Struktur molekul β-karoten dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul β-karoten (Machlin, 1991)

Fungsi utama dari vitamin A adalah untuk proses penglihatan, selain itu juga vitamin A diperlukan untuk menjaga pertumbuhan agar tumbuh secara normal (Guthrie, 1986). Sedangkan menurut Machlin (1991), β -karoten berfungsi untuk mencegah kebutaan (xerophtalmia). Dari studi epidemiologi menemukan bahwa, asupan antioksidan khususnya β-karoten memberikan efek pencegahan perkembangan semua jenis kanker, dan dapat mengurangi resiko kejadian penyakit jantung koroner (Umegaki, et al, 1994; Poppel dan Golbohm 1995 dalam Masni, 2004).

β-karoten sebagai provitamin A dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan vitamin A dalam program penanggulangan kekurangan vitamin A di Indonesia. Sejak tahun 1997 bantuan yang diberikan oleh UNICEF

(16)

berupa kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) telah dihentikan. (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1998).

Mengkonsumsi β-karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara sintetis, lalu difortifikasikan kedalam makanan. Hal tersebut disebabkan didalam tubuh β-karoten alami akan diabsorbsi dan dimetabolisme. Sekitar 25% β-karoten yang diabsorbsi pada mukosa usus, akan tetap disimpan dalam bentuk utuh. Sedangkan 75% sisanya diubah menjadi retinol (vitamin A) dengan bantuan enzim 15,15' β-karetinoid oksigenase (Fennema,1996). Berikut ini adalah kisaran dosis vitamin A yang dilaporkan menjadi racun didalam tubuh manusia.

Tabel 1. Sifat racun vitamin A pada manusia

Kategori Usia dilaporkan beracun Kisaran dosis yang Akut Dewasa 1-30 x 106 IU a Anak-anak (1-6 tahun) 0,2-0,6 x 106 Bayi (< 1 tahun) 0,1-0,75 x 106 Kronis Dewasa 50-1000 x 103 Anak remaja 50-300 x 103 Bayi 12-200 x 103

Embriotoksik Wanita dewasa 25-500 x 103b

a IU = 0,30 µg all-trans-retinol. Dihitung dari kebutuhan sehari-hari yang dianjurkan

untuk laki-laki dewasa dan wanita dalam betuk vitamin A, yaitu 3333 IU dan 2677 IU (184)

b Kisaran berdasarkan dari kejadian yang dilaporkan

Kebutuhan vitamin A dinyatakan dalam International Unit (IU) atau dalam United States Pharmecopeia (USP) unit, yang keduanya memilki nilai sama (1IU = 1USP). Satu IU vitamin A didefinisikan sebagai hasil percobaan menggunakan tikus yang nilainya ekuivalen dengan 0,344 mikrogram kristal retinil asetat (sama dengan 0,300 mikrogram retinol atau 0,6 mikrogram β-karoten). Untuk menentukan nilai vitamin A yang dikonsumsi manusia, dalam sistem metrik digunakan aktivitas biologis ekuivalen dari 1 mikrogram (mcg) retinol sebagai standar. Pada tahun 1967, FAO/WHO mengusulkan bahwa kebutuan vitamin A dapat dinyatakan sebagai berat ekuivalen retinol.

(17)

Tabel 2. Nilai konversi vitamin A

Jumlah dan satuan Jumlah dan satuan = 0,3 mikrogram retinol

= 0,344 mikrogram retinil ester = 0,6 mikrogram β-karoten 1 IU (atau 1 unit USP)

vitamin A

= 1,2 mikrogram campuran karoten lain yang mempunyai aktivitas vitamin A

= 1 mikrogram retinol = 6 mikrogram β-karoten

= 12 mikrogram provitamin A karotenoid lain = 3,33 IU retinol

1 RE vitamin A

= 10 IU β-karoten

Sumber : Andarwulan dan Koswara, 1992

2. Vitamin E

Vitamin E merupakan istilah umum untuk sejumlah senyawa tokol dan trienol. Aktivitas biologi vitamin E dinyatakan oleh berbagai turunan dari tokoferol dan tokotrienol dimana tokoferol memiliki aktivitas terbesar (Goldberg et al., 1997). Struktur molekul α-tokoferol dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Alpha tokoferol dan tokotrienol (Fennema, 1996)

Vitamin E seringkali disebut sebagai vitamin anti encephalomalasia, atau faktor anti sterilitas vitamin reproduktif sterilamin, atau vitamin kesuburan (fertility) dan faktor X. Vitamin E mempunyai fungsi utama sebagai antioksidan (Muhilal, 1998). Selain itu, fungsi penting lainnya adalah fungsi struktural dalam memelihara integritas membran sel, sintesis DNA, merangsang reaksi kekebalan, mencegah penyakit jantung koroner, mencegah keguguran dan sterilisasi, dan mencegah gangguan menstruasi.

Vitamin E merupakan nutrien (zat gizi) esensial bagi hewan tingkat tinggi dan juga manusia. Sebagian besar vitamin E berasal dari jaringan

(18)

E. Struktur yang mempunyai aktivitas vitamin E paling tinggi adalah α -tokoferol. Di dalam jaringan tanaman, α-tokoferol umumnya terdapat dalam bentuk tidak teresterifikasi.

Vitamin E komersial dijual dalam bentuk dl- α-tokoferol asetat dan ester-tokoferol (α-tokoferil asetat), merupakan bentuk-bentuk yang lebih stabil terhadap panas dan oksidasi dibandingkan alkohol bebasnya (bentuk alami), tetapi memiliki aktivitas vitamin E yang sama. Dalam bentuk tersebut, vitamin E ditambahkan kedalam bahan pangan, campuran vitamin, obat-obatan dan makanan ternak. Vitamin E sintetis dapat membebani sekaligus meracuni kulit, karena vitamin ini diambil dari produk minyak bumi. Berikut ini adalah jenis tokoferol yang dijual secara komersial dan aktivitasnya dan nilai konversi senyawa vitamin E.

Tabel 3. Jenis α-tokoferol yang tersedia secara komersial

Bentuk ( IU per miligram )

dl- α- tocopheryl acetate (all-rac) 1,00

dl- α- tocopherol (all-rac) 1,10

d,α- tocopheryl(RRR) 1,36

d,α- tocopherol(RRR) 1,49

dl- α- tocopherylacid succinate (all-rac) 0,89 d,α- tocopherylacid succinate (RRR) 1,21

Sumber : Machlin ,1991

Tabel 4. Konversi IU dan "α-tokoferol ekuivalen"

Sumber : Andarwulan dan Koswara, 1992

Senyawa Vitamin E α-tokoferol ekuivalent Aktivitas IU d- α-tokoferol 1,0 mikrogram 1,49 IU d- α-tokoferoll asetat 0,91 mikrogram 1,36 IU d- α-tokoferil asam suksinat 0,81 mikrogram 1,21 IU l- α-tokoferol 0,74 mikrogram 1,10 IU l- α-tokoferol asetat 0,67 mikrogram 1,00 IU l- α-tokoferil asam suksinat 0,10 mikrogram 0,15 IU

(19)

3. Demografi

Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Meliputi di dalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan (www.wikipedia.co.id, 2008). Analisis kependudukan, merujuk pada masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.

Proyeksi penduduk bukan merupakan ramalan jumlah penduduk tetapi suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan pada asumsi dari komponen-komponen laju pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran, kematian dan perpindahan (migrasi). Ketiga komponen inilah yang menentukan besarnya jumlah penduduk dan struktur umur penduduk di masa yang akan datang (BPS, 2008).

Terdapat beberapa indikator penting tentang umur dan jenis kelamin maupun jumlah penduduk, yaitu rasio jenis kelamin, rasio ketergantungan, dan tingkat pertumbuhan penduduk (BPS, 2008). Rasio Jenis Kelamin (RJK) adalah perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. RJK ini dapat berguna dalam pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender. Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk berumur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun keatas dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun. Rasio ini dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar menunjukan keadaan ekonomi suatu negara. Sedangkan pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Indikator tingkat pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara dimasa yang akan datang (BPS, 2001).

(20)

Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Kelahiran bayi membawa konsekuensi terhadap pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang bayi tersebut, termasuk pemenuhan gizi, kecukupan kalori, dan perawatan kesehatan. Beberapa indikator fertilitas tahunan adalah jumlah kelahiran, angka kelahiran kasar, angka kelahiran menurut umur, dan angka fertilitas total (BPS, 2001).

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk (Utomo, 1985). Menurut WHO (2000), kematian didefinisikan sebagai suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Beberapa indikator mortalitas yang umum dipakai adalah A yaitu angka kematian kasar (AKK) atau crude death rate (CDR), angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKBa 0-5 tahun), angka kematian anak (AKA 1-5 tahun), angka kematian IBU (AKI), dan angka harapan hidup (UHH) atau Life Expectancy (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Secara demografi, kebutuhan masyarakat terhadap vitamin A dan vitamin E memiliki keragaman. Faktor usia, ras dan aktivitas merupakan faktor yang sangat menentukan jumlah kecukupan gizi yang harus dipenuhi oleh masyarakatnya. Di Indonesia kebutuhan vitamin A dan vitamin E berkisar antara 375 RE sampai dengan 950 RE untuk vitamin A, dan 4 mg sampai dengan 15 mg untuk vitamin E.

Tabel 5. Kebutuhan vitamin A dan vitamin E per hari dalam AKG masyarakat Indonesia.

No Umur Vitamin A (RE) Vitamin E (mg) Anak 1 0-6 bulan 375 4 2 7-12 bulan 400 5 3 1-3 tahun 400 6 4 4-6 tahun 450 6 5 7-9 tahun 500 7

(21)

Laki-laki 6 10-12 tahun 600 11 7 13-15 tahun 600 15 8 16-18 tahun 600 15 9 19-29 tahun 600 15 10 30-49 tahun 600 15 11 50-64 tahun 600 15 12 60 + tahun Wanita 13 10-12 tahun 600 11 14 13-15 tahun 600 15 15 16-18 tahun 600 15 16 19-29 tahun 500 15 17 30-49 tahun 500 15 18 50-64 tahun 500 15 19 60 + tahun 500 15 Hamil 20 Timester 1,2,3 + 300 + 0 Menyusui 21 6 bln pertama + 350 + 0 21 6 bln kedua + 350 + 0

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2007

C. Volume Impor

Dalam teori manajemen klasik, yang dikategorikan sebagai pesaing adalah perusahaan-perusahaan yang menawarkan produk dengan tipe dan karakteristik yang relatif sama (Porter, 1985). Pesaing dalam sebuah pasar bisnis merupakan industri-industri produsen yang menawarkan produk dengan tipe dan karakteristik yang relatif sama, baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri.

Masuknya produk dari luar negeri kedalam sebuah negara, untuk memenuhi permintaan dalam negeri dilakukan melalui impor. Menurut undang-undang RI nomor 8 tahun 1983 impor didefinisikan setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. Menurut Sukardi (2008), volume impor merupakan nilai faktual yang menggambarkan permintaan yang belum dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri.

Data volume impor merupakan masa lampau berupa data deret waktu (time series). Untuk menduga data deret waktu, digunakan teknik prakiraan

(22)

deret waktu. Teknik prakiraan deret waktu adalah cara yang bertujuan untuk mengungkapkan pola data deret waktu masa lalu, sehingga berdasarkan pola deret waktu tersebut dilakukan prediksi ke masa yang akan datang. Teknik prakiraan deret waktu tidak memperhatikan alasan mengapa deret waktu itu memiliki pola, hal tersebut hanya dianggap sebagai suatu kotak hitam (black box). Dalam memilih teknik prakiraan deret waktu, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah tipe pola data deret waktu tersebut (Machfud, 1999).

Menurut Makridakis, Wheelwright dan McGee (1992), langkah penting dalam memilih suatu metode deret waktu yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola datanya. Pola data deret waktu dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

1. Pola horizontal, terjadi bilamana data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan atau stasioner terhadap nilai rata-ratanya.

2. Pola musiman, terjadi bilamana suatu deret data dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan atau hari pada minggu tertentu).

3. Pola siklis, terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis atau ekonomi.

4. Pola tren, terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan jangka panjang dalam data.

Dalam membuat prakiraan deret waktu dapat juga digunakan model regresi. Menurut Arief (2006), regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain, sedangkan regresi dalam bentuk model dapat digunakan untuk membuat prakiraan dari data deret waktu (time series).

Model regresi adalah salah satu dari model kausal. Teknik atau model kausal berasumsi bahwa kejadian yang diramalkan (sebagai peubah terikat) mempunyai hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih peubah-peubah bebas. Model kausal bertujuan mengungkapkan bagaimana hubungan sebab-akibat tersebut dan kemudian untuk hubungan yang diperoleh tersebut

(23)

digunakan untuk menduga nilai peubah terikat (sesuatu yang diduga) pada masa mendatang.

Untuk melihat apakah fungsi persamaan yang dihasilkan oleh regresi mempunyai kemampuan peramalan, maka kita perlu melihat seberapa jauh terjadinya error antara nilai variabel-variabel yang sebenarnya menurut observasi dengan nilai variabel-variabel menurut perhitungan simulasi dalam periode yang diteliti. Beberapa indikator diantaranya, yaitu Root- Mean- Square Error (RMSE), Root- Mean Square Percent Error, Mean- Absolut-Error (MAE), Mean Percent Absolut-Error, Theil's Indeks, dan nilai koefisien korelasi. (Arief, 2006; Sudjana, 1995)

Menurut Arief (2006) Root- Mean Square Percent Error adalah indikator dalam pengujian validasi model yang digunakan untuk mengukur seberapa dekat nilai masing-masing endogen mengikuti nilai data aktualnya, dan Theil's Indeks bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan model bagi simulasi. Dan menurut Sudjana (1995), agar dapat mengetahui ukuran derajat hubungan data kuantitatif, dapat digunakan koefisien korelasi.

D. Industri Fortifikasi 1. Fortifikasi

Fortifikasi pangan adalah penambahan nutrien (zat gizi) ke dalam bahan pangan. Tujuan utama fortifikasi adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan, sehingga meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi. Adanya fortifikasi bertujuan untuk menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.

Untuk menggambarkan proses penambahan zat gizi ke pangan, istilah-istilah lain seperti enrichment (pengkayaan), nutrification (Harris, 1968) atau restoration telah saling dipertukarkan, meskipun masing-masing mengimplikasikan tindakan spesifik. Fortifikasi mengacu kepada

(24)

penambahan zat-zat gizi pada taraf yang lebih tinggi dari pada yang ditemukan pada pangan asal atau pangan sebanding. Enrichment biasanya mengacu kepada penambahan satu atan lebih zat gizi pada pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar internasional (identitas pangan). Restoration mengacu kepada penggantian zat gizi yang hilang selama proses pengolahan, dan nutrification berarti membuat campuran makanan atau pangan lebih bergizi. Menurut Banernfeind (1994) istilah nutrification lebih spesifik terhadap ilmu gizi, sementara semua istilah-istilah yang lain diadopsi dari disiplin dan aplikasi lain.

The Joint Food and Agricuktural Organization World Health Organization (FAOIWO) Expert Commitee on Nutrition (FAO/WHO, 1971 dalam Siagian 2003) menganggap istilah fortification paling tepat menggambarkan proses dimana zat gizi makro dan zat gizi mikro ditambahkan kepada pangan yang dikonsumsi secara umum. Untuk mempertahankan dan untuk memperbaiki kualitas gizi, masing-masing ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan. Istilah double fortification dan multiple fortification digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi, masing-masing ditambahkan kepada pangan atan campuran pangan. Pangan pembawa zat gizi yang ditambahkan disebut vehicle, sementara zat gizi yang ditambahkan disebut fortificant.

Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).

2. Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang signifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan.

3. Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi, misalnya susu formula bayi.

(25)

4. Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega.

Menurut Siagian (2003), fortifikasi di Indonesia sangat efektif untuk dikembangkan dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Hal tersebut dikarenakan biaya yang rendah, mampu menjangkau semua segmen populasi sasaran, dan teknologi yang memadai serta mudah ditransfer. Namun kendala yang mungkin dihadapi dalam program fortifikasi adalah fortifikan (senyawa fortifikasi) masih perlu diimpor, dan pemakaian pangan pembawa (food vehicle) yang sesuai.

Upaya penanggulangan kekurangan gizi mikro, telah berhasil menambahkan vitamin A dan vitamin E kedalam produk-produk pangan seperti minyak salad, margarin, mentega kacang tanah, susu skim cair, susu skim bubuk, es krim, mellorin, parefin, mentega, keju, tepung terigu, roti, cake, kue-kue, tepung jagung, beras, break fast cereal, snack, potato chips, minuman sari buah, sari buah berbentuk bubuk, makanan bayi baik cair maupun bubuk, konfectionaris, teh bubuk, teh daun, gula, garam, dan MSG (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Senyawa fortifikan yang digunakan untuk menambah zat gizi mikro harus disesuaikan dengan standar yang ditetapkan. Menurut standar CODEX INS. No 160a (ii) betakaroten alami didefinisikan sebagai karoten yang diperoleh dari ekstraksi wortel (Daucus carota), ubi jalar (Ipoemoea batatas), minyak dari buah sawit (Elais guinensis) atau dari tanaman lain yang telah dimurnikan dengan menggunakan pelarut. Penyusun utama zat warnanya adalah alpha-karoten dan betakaroten, dengan betakaroten sebagai unsur mayor. Sedangkan zat warna seperti delta-karoten dan gamma-karoten merupakan unsur minor. Selain zat warna didalamnya juga boleh terkandung minyak, lemak, wax alami dari sumbernya. Pelarut yang diperbolehkan dalam proses ekstraksi adalah aseton, metanol, etanol, propanol, hexan, karbon dioksida dan minyak nabati.

(26)

Sedangkan menurut standar Codex INS No 307b Konsentrat tokoferol didefinisikan sebagai bentuk dari vitamin E yang didapat dari minyak nabati menggunakan proses destilasi menggunakan uap, yang terdiri dari berbagai tokoferol (d-alpha-, d-beta-, d-gamma-, d-delta-tocopherol).

2. Peramalan model AIDS

Menurut Lehman (1991), pada industri yang baru berdiri, data yang dapat digunakan untuk mengkaji pasar adalah berupa data-data sekunder tentang kondisi perekonomian. Oleh karena itu, dalam kajian pasar provitamin A, vitamin A dan vitamin E digunakanlah model ekonometrik guna menggambarkan keadaan pasar sekaligus meramalkan keadaan pasar dimasa datang.

Model merupakan penjelasan dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1984). Model ekonometrika merupakan suatu pola khusus dari suatu model aljabar yang bersifat stochastic, yaitu mencakup satu atau lebih peubah pengganggu (Intriligator, 1978). Suatu model yang baik harus memenuhi kriteria ekonomika, statitika, matematika, dan ekonometrika, akan tetapi penekanannya tetap pada evaluasi ekonomi (Koutsoyiannis, 1984 dan Gujarati, 1987).

Almost Ideal Demand System (AIDS) pertama kali diterapkan oleh Deaton dan Muelbauer (1980). AIDS ini dikenal sebagai fungsi yang sangat fleksibel. AIDS dapat digunakan untuk menguji restriksi-restriksi secara statistik seperti adding up, kehomogenan, simetri, additivitas, dan homotheticity. Selain itu, AIDS mudah digunakan dalam mengestimasi (tidak perlu menggunakan pendugaan non linier), dan mempunyai bentuk fungsi yang konsisten dengan data pengeluaran rumah tangga yang diketahui.

Melalui pendugaan model AIDS dapat juga diketahui elastisitas permintaan terhadap harga dan pengeluaran masyarakat baik pangan maupun non pangan. Elastisitas terhadap permintaan merupakan ukuran kepekaan perubahan jumlah permintaan barang. Ketika harga sebuah

(27)

barang turun, jumlah permintaan terhadap barang tersebut biasanya akan naik. Sedangkan semakin rendah harganya akan semakin banyak produk dikonsumsi (www.wikipedia.co.id, 2007).

Penggunaan paling umum dari konsep elastisitas ini adalah untuk meramalkan apa yang akan terjadi dengan jumlah permintaan konsumen (quantity demanded) apabila harga suatu barang/jasa dinaikkan. Bagi produsen, pengetahuan ini digunakan sebagai pedoman seberapa besar ia harus mengubah harga produknya. Hal ini sangat berkaitan dengan seberapa besar penerimaan penjualan yang akan diperoleh. Berikut ini adalah tabel nilai koefisien elastisitas.

Tabel 6. Nilai koefisien elastisitas Koefesien Elastisitas n = 0 Inelastis sempurna 0 < n < 1 Inelastis n = 1 Elastis uniter 1 < n < ∞ Elastis n = ∞ Elastis sempurna Sumber : wikipedia.co.id, 2007

(28)

III. METODOLOGI

A. Kerangka Pemikiran

Aspek pasar merupakan salah satu aspek yang menjadi pertimbangan bagi para pelaku usaha dalam mempertimbangkan layak atau tidaknya didirikan sebuah industri. Didalam sebuah pasar terdapat hal mendasar yang penting untuk dikaji, yaitu kajian prakiraan permintaan konsumen terhadap produk. Kajian tersebut penting dilakukan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan besarnya suatu industri, dan memberikan gambaran tentang permintaan terhadap produk, sehingga dapat diketahui keberlangsungan unit industri menurut pasarnya.

Konsumen yang menjadi target pasar dari unit pemurnian β-karoten dan tokoferol adalah industri pangan yang memfortifikasi produknya dengan vitamin A dan vitamin E sebagai upaya nutrifikasi terhadap produknya. Untuk membuat prakiraan permintaan pasar business to business, dapat dilakukan dengan pendekatan terhadap konsumen langsung dari industri calon konsumen. Permintaan konsumen langsung terhadap industri yang memfortifikasi pangannya dengan vitamin A dan vitamin E, akan menjadi gambaran permintaan industri tersebut terhadap unit pemurnian β-karoten dan tokoferol.Untuk dapat mengembangkan prakiraan permintaan β-karoten dan tokoferol di Indonesia, perlu diperhatikan sistem permintaan β-karoten dan tokoferol yang ada di Indonesia. Berikut ini adalah gambar sistem permintaan β-karoten dan tokoferol di Indonesia.

Gambar 3. Diagram aliran sistem permintaan vitamin A dan vitamin E

Permintaan

Masyarakat Industri Pangan

Fortifikasi Impor

bertambah berkurang

(29)

Dari gambar sistem permintaan β-karoten dan tokoferol, terdapat tiga entitas dari sistem yang perlu diperhatikan yaitu masyarakat (sebagai konsumen produk pangan fortifkasi), industri pangan fortifikasi (sebagai konsumen industri), dan impor (produsen dari luar negeri). Masyarakat sebagai konsumen produk pangan fortifikasi, mempunyai permintaan terhadap isolat β-karoten dan tokoferol dalam rangka memenuhi kebutuhannya terhadap nutrisi. Permintaan dimasyarakat ini akan mempengaruhi permintaan yang ada di industri pangan fortifikasi. Sedangkan permintaan yang belum dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri, akan dipenuhi melalui impor.

Dalam menghitung prakiraan permintaan β-karoten dan tokoferol di Indonesia, pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan melalui proyeksi kebutuhan vitamin A dan vitamin E menurut angka kecukupan gizi penduduk Indonesia. Dengan menggunakan proyeksi populasi penduduk Indonesia secara demografi, dapat diperoleh prakiraan permintaan vitamin A dan vitamin E minimal yang terdapat dimasyarakat. Sementara dalam pasar industri, permintaan β-karoten dan tokoferol akan lebih besar dari pada permintaan konsumen langsung. Hal ini dikarenakan adanya diferensiasi pada produk yang difortifikasi untuk memenuhi kebutuhan dimasyarakat.

Untuk membuat prakiraan permintaan dalam jangka waktu menengah (1-5 tahun mendatang) dapat menggunakan data volume impor provitamin, vitamin A dan vitamin E sebagai data faktual. Volume impor provitamin, vitamin A dan vitamin E yang dapat digunakan berupa data deret waktu volume impor provitamin, vitamin A dan vitamin E Indonesia pada tahun 1996 sampai tahun 2006. Dalam membuat prakiraan permintaan dengan data deret waktu, beragam cara dapat digunakan. Pola data deret waktu akan sangat mempengaruhi teknik peramalan yang baik untuk digunakan.

Sedangkan untuk membuat sebuah prakiraan dalam jangka waktu yang panjang (5-30 tahun), perlu digunakan sebuah model. Model berfungsi sebagai abstraksi dari sistem yang terdapat di lingkungan. Model permintaan adalah abstraksi dari sistem permintaan yang ada, sehingga adanya model permintaan dapat digunakan untuk memprakirakan jumlah permintaan.

(30)

Pada sistem permintaan, terdapat banyak variabel yang mempengaruhi sebuah pemintaan. Ketidaktersediaan data jumlah permintaan masa lampau merupakan kendala utama dalam memprakirakan permintaan. Hal ini disebabkan objek penelitian merupakan unit usaha yang baru akan dibangun.

Untuk dapat membuat prakiraan permintaan digunakan model kausal. Terdapat tiga entitas yang penting dalam pengkajian sistem permintaan, yaitu jumlah permintaan, pendapatan penduduk dan harga produk. Berikut ini adalah gambar diagram lingkar sebab akibat sistem permintaan yang dapat menjelaskan secara sederhana sebuah sistem permintaan.

Gambar 4. Diagram lingkar sebab akibat sistem permintaan

Dari gambar diagram sebab akibat tersebut dijelaskan bahwa pendapatan penduduk memiliki korelasi secara positif terhadap volume permintaan, artinya meningkatnya pendapatan penduduk berpotensi meningkatkan volume permintaan. Selanjutnya permintaan juga memiliki korelasi positif dengan harga produk, artinya meningkatnya volume permintaan akan menaikan harga produk. Sedangkan harga produk berkorelasi secara negatif terhadap pendapatan penduduk, artinya dengan naiknya harga produk akan mengurangi daya beli konsumen.

Pengembangan model permintaan yang mempertimbangkan korelasi antara permintaan, harga produk, dan pendapatan penduduk telah dikembangkan pertama kali oleh Deaton dan Muelbauer pada tahun 1980. Model yang dikembangkan oleh Deaton dan Muelbauer dikenal sebagai

(31)

Almost Ideal Demand System (Model AIDS). Pada kajian pasar β-karoten dan tokoferol, model yang digunakan harus dapat diterapkan dalam produk-produk pangan. Hal ini didasarkan karena konsumen dari unit pemurnian β-karoten dan tokoferol adalah konsumen industri pangan yang melakukan fortifikasi produknya dengan vitamin A dan vitamin E.

Dengan membuat sebuah asumsi, bahwa permintaan β-karoten dan tokoferol akan selalu ada selama adanya industri yang memfortifikasi produkya dengan vitamin A dan vitamin E maka selanjutnya perlu diketahui industri yang paling potensial menjadi fokus pelayanan dari unit pemurnian. Industri yang melakukan fortifikasi akan dikelompokan menjadi tiga kelompok, yang didasarkan pada jenis permintaan produk yang diminta oleh industri tersebut. Kelompok satu adalah kelompok komoditas pangan yang dapat difortifikasi oleh β-karoten dan tokoferol yang terlarut dalam stearin. Kelompok dua adalah kelompok komoditas pangan yang difortifikasi oleh β -karoten dan tokoferol yang telah dienskapsulasi. Sedangkan kelompok tiga adalah kelompok komoditas pangan yang difortifikasi oleh β-karoten dan tokoferol yang terlarut dalam olein.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian Pengembangan Model Permintaan Dalam Kajian Aspek Pasar Betakaroten dan Tokoferol Untuk Produk Fortifikasi, merupakan penelitian bertujuan memberikan pertimbangan kelayakan bisnis sebuah usaha, dilihat dari permintaan di pasar tujuan. Sebelum penelitian ini telah dilakukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan teknologi proses yang digunakan dalam unit pemurnian β-karoten dan tokoferol dengan judul Kinetika Desorpsi Isotermal β-karoten Olein Sawit Kasar dari Atapulgit (2007), dan Bioaviabilitas isolat β-karoten dan tokoferol dari Minyak Sawit pada Makhluk Hidup (2008).

Penggunaan model AIDS dalam penelitian ini merupakan pengembangan fungsi model ekonometrik yang diterapkan dalam mengkaji pasar dan pemasaran sebuah industri. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang menyangkut penggunaan model AIDS antara lain oleh Deaton

(32)

dan Muelbauer (1980) dengan data setelah perang di Inggris (1954-1974), Ray (1980) dengan data India (1957-1976), menggunakan estimasi linier. Deaton dan Muelbauer (1980) menerapkan model ini untuk delapan kelompok barang konsumsi (termasuk makanan dan bukan makanan), dengan menggunakan estimasi Ordinary Least Square (OLS).

Blanciforti dan Green (1983) mengestimasi sistem permintaan untuk data makanan di Amerika Serikat (1948-1978) dengan menggunakan AIDS dengan pendekatan linier, memakai estimasi OLS. Kemudian membandingkan hasilnya dengan estimasi AIDS non linier dan sistem pengeluaran Linier (LES). Mereka menyimpulkan bahwa model AIDS merupakan sistem yang cocok menganalisa permintaan untuk komoditi makanan.

Suryana (1986), menggunakan Model AIDS untuk mengestimasi sistem permintaan komoditi lemak dan minyak, dengan estimasi linier (memakai OLS), untuk sebagian besar data deret waktu di Amerika serikat. Studi ini menyatakan bahwa AIDS bekerja dengan baik, sebagian besar nilai elastisitas harga bersifat inelastis, ada hubungan komplemen dan substitusi antara minyak dan lemak dan tes homogenitas sebagian besar diterima.

Penggunaan model AIDS oleh Rusniawan dalam menganalisis konsumsi rumah tangga untuk komoditas bukan makanan di Jawa Barat dapat menerangkan hubungan elastisitas pengeluaran, harga sendiri, dan harga silang dari bahan bakar, alat kecantikan, tranrportasi, dan sandang sesuai dengan perilaku rumah tangga dengan baik. Dan penggunaan model AIDS oleh Daud (1986) dalam menganalisis permintaan pangan di Pulau Jawa menunjukkan hasil pendugaan yang baik dalam melihat hubungan antara pilihan setiap jenis kelompok makanan dengan tingkat pendapatannya. Sementara Benny pada tahun 2002, menggunakan Model AIDS untuk mengestimasi permintaan tiga jenis kayu di Indonesia.

(33)

C. Tata Laksana

1. Jenis dan sumber data

Pada kajian aspek pasar dan pemasaran unit pemurnian β-karoten dan tokoferol pada industri minyak goreng digunakan beberapa jenis dengan sumber yang beragam. Berikut ini adalah kebutuhan data yang diperlukan dalam menyusun kajian aspek pasar dan pemasaran unit pemurnian β-karoten dan tokoferol pada industri minyak goreng.

7. Jenis dan sumber data

No Data yang dibutuhkan Jenis Data Sumber Data 1. Data proyeksi populasi Sekunder USAID, dan

Badan Pusat Statistik. 2. Data Angka Kecukupan

Gizi Masyarakat Indonesia

Sekunder Badan Pusat

Statistik 3. Data Impor Provitamin,

Vitamin A dan Vitamin E

Sekunder Badan Pengawas Obat dan Makanan

RI, dan Badan Pusat Statistik. 4. Data Output Industri Sekunder Badan Pusat

Statistik 5 Data Nama dan Jenis

Industri Sekunder Departemen Perindustrian 6. Data Segementasi

Industri

Primer Pakar Industri di Asian Agri 7. Data Pendapatan

Masyarakat Indonesia Sekunder Badan Statistik Pusat 8. Data Konsumsi

Penduduk Sekunder Badan Statistik Pusat

2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara secara mendalam dengan pakar di industri. Sedangkan data sekunder diperoleh dari publikasi resmi yang dikeluarkan instansi terkait, dan studi pustaka.

(34)

D. Tahapan Penelitian 1. Metode Analisis

a. Prakiraan Permintaan Berdasarkan Demografi

Prakiraan permintaan berdasarkan demografi merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan potensi pasar. Menurut Kotler (1997), potensi pasar total adalah jumlah penjualan maksimum yang mungkin tersedia untuk seluruh perusahaan di dalam industri selama periode tertentu, di bawah suatu tingkat usaha pemasaran industri dan kondisi lingkungan tertentu. Kolter merumuskan potensi pasar adalah sebagai berikut :

Q = n.q.p dimana :

Q = potensi pasar total

n = jumlah pembeli dalam produk/ pasar spesifik dengan asumsi-asumsi yg telah ditentukan.

q = kuantitas yang dibeli oleh pembeli rata-rata p = harga dari unit rata-rata

Beberapa asumsi yang digunakan dalam membuat prakiraan permintaan berdasarkan demografi penduduk ialah :

1. n = semua penduduk Indonesia berdasarkan usia.

2. q = jumlah kebutuhan yang dibutuhkan setiap orang per harinya. berdasarkan umurnya (angka kecukupan gizi).

3. p = harga rata-rata produk di pasar.

b. Prakiraan Permintaan Impor

Volume impor merupakan data faktual yang menggambarkan jumlah permintaan yang belum terlayani oleh produsen di dalam negeri. Adanya volume impor ini adalah sebuah peluang bagi produsen di dalam negeri agar mampu menghasilkan output yang dibutuhkan. Data impor yang dimiliki oleh Badan Pusat Statsisik Indonesia merupakan data deret waktu (time series).

(35)

(1). Teknik Rata-Rata Bergerak (Moving Average)

Prakiraan volume impor provitamin, dan vitamin A serta vitamin E dengan parameter T atau dinotasikan sebagai MA (T) dirumuskan sebagai berikut.

Waktu Rata-rata bergerak Prakiraan

T X = FT+1 = X

T+1 X = FT+2 = X

T+2 X = FT+3 = X

dst

Parameter T akan menentukan sejauh mana efek pemulusan, dan kecermatan ukuran prakiraan. Semakin besar T, maka semakin besar efek pemulusan yang terjadi.

(2). Analisis Model Regresi

Dalam menduga permintaan volume impor selain metode deret waktu, penelitian ini juga menggunakan metode kausal berupa analisis model regresi. Penggunaan model kausal dilakukan dengan cara memasukkan dan menguji variabel-variabel yang diduga mempengaruhi variabel dependen. Analisis model regresi pada penelitian ini menggunakan indeks tahun sebagai variabel independent dan volume impor sebagai variabel dependen.

c. Prakiraan Permintaan Industri Pangan Fortifikasi

Model matematika fungsi permintaan yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah model empiris fungsi permintaan Almost Ideal Demand System (AIDS). Pendekatan linier dari model AIDS untuk permintaan pangan adalah :

T T T X1 + X2 + X3 + ……….. Xt X1 + X2 + X3 + ……….. Xt X1 + X2 + X3 + ……….. Xt

(36)

dimana :

Wi = share / sumbangan komoditi ke –i terhadap anggaran belanja konsumen

i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 ……..

y = pengeluaran total rumah tangga untuk komoditi pangan Pj = harga agregat

P* = indeks stone

αi*,rij,βi

= parameter model AIDS yang akan diduga, berturut-turut

untuk intersep, harga agregat, dari tiap-tiap grup komoditi dan pengeluaran

2. Penyusunan Data a. Proyeksi Populasi

Data proyeksi populasi pada umumya diperoleh dari data proyeksi populasi tahun 2000-2025 yang dipublikasikan oleh SUPAS. Pada penelitian ini kelompok usia akan dibedakan menurut perbedaan angka kecukupan gizi oleh masing-masing kelompok. Kelompok ke-1 adalah kelompok bayi usia 0-2 tahun. Kelompok ke-2 adalah kelompok bayi 3-4 tahun. Kelompok ke-3 adalah kelompok anak-anak usia 5-9 tahun. Kelompok ke-4 adalah kelompok wanita usia 10-19 tahun. Kelompok ke-5 wanita dengan usia 20 tahun keatas. Kelompok ke-6 adalah laki-laki berusia 10 tahun keatas. Kelompok ke-7 adalah ibu yang sedang hamil. Kelompok ke-8 adalah ibu yang nifas. Dan kelompok ke-9 adalah ibu yang sedang menyusui anak.

Beberapa asumsi yang dipakai dalam melengkapi kelompok demografi penduduk, yaitu :

1. Jumlah Ibu hamil sama dengan 1,1 x CBR x Jumlah Penduduk. 2. Jumlah Ibu nifas sama dengan 1,0 x CBR x Jumlah Penduduk. 3. Jumlah Ibu menyusui sama dengan jumlah bayi 0-2 tahun.

(37)

b. Model Almost Ideal Demand System (AIDS)

Penyusunan data yang diperlukan untuk pendugaan model permintaan dengan pendekatan linier model AIDS adalah sebagai berikut :

1. Data pendapatan domestik setiap kelompok komoditas.

2. Menghitung proporsi pendapatan tiap-tiap jenis produk terhadap total pendapatan kelompok komoditas. (wij). Sedangkan harga

satuan setiap jenis produk diperoleh dengan membagi nilai pendapatan dengan jumlah produk yang terjual (pij).

3. Menghitung harga agregat masing-masing kelompok komoditas dengan pendekatan Indeks Stone (ln pj = Σ wij ln pij ; i = 1, 2, 3,...,

kj), nilai wij dan pij diperoleh dari (2). Sehingga hanya diperoleh

satu nilai harga yang yang merupakan gambaran harga terboboti untuk masing-masing kelompok.

4. Menghitung nilai Indeks Stone (ln p = Σ wj ln pj ; j = 1, 2, 3)

seperti pada tahap (3) menggunakan harga agregat (pj) dan proporsi

pendapatan agregat (wj) yang diperoleh dengan membagi jumlah pendapatan setiap kelompok komoditi dengan total pendapatan semua kelompok komoditi. Total pendapatan riil (y/P) diperoleh dengan rasio total pendapatan dengan nilai indeks stone.

5. Model permintaan domestik dibentuk dari input data pj, wj, dan y/p pada tahun yang sama dan dilakukan perhitungan seperti tahap (4), sehingga dari setiap tahunnya diperoleh pendekatan harga agregat (Pj), proporsi pendapatan agregat (Wi) setiap kelompok komoditi serta total pendapatan riil domestik.

(1). Pendugaan Model Almost Ideal Demand System (AIDS)

Pendugaan parameter-parameter model permintaan aproksimasi linier dari AIDS dilakukan dengan Ordinay Least Square (OLS), karena model diatas linier dalam parameter dugaan, sebagai akibat dari penggunaan indeks stone. Kaidah uji untuk melihat berpengaruh tidaknya parameter-parameter harga dan

(38)

pengeluaran didalam regresi, dipakai uji T, dan untuk melihat kesusaian model permintaan dipakai pengujian F. Dan pengujian-pengujian apakah restriksi-restriksi / pembatas-pemabatas permintaan, seperti simetri dan homogenitas dipenuhi oleh model dipakai kaidah uji F dan uji T.

(2). Nilai Elastisitas

Elastisitas permintaan merupakan ukuran kepekaan perubahan jumlah barang terhadap harga. Elastisitas permintaan untuk harga dan pengeluaran dihitung dengan rumus yang diturunkan dari fungsi permintaan.

1. ηi = 1 + βi / Wi elastisitas pengeluaran

2. ei = yii / Wi -1- βi elastisitas harga sendiri

(39)

IV. PEMBAHASAN

A. Kebutuhan Masyarakat

Kebutuhan terhadap vitamin A dan vitamin E di masyarakat sangat dipengaruhi jenis kelamin, usia, berat badan seseorang dan apakah wanita hamil, nifas ataupun sedang menyusui bayi. Terdapat 9 kelompok yang berbeda menurut kebutuhan vitamin berdasarkan angka kecukupan gizi. Setiap kelompok umur memiliki perbedaan jumlah kebutuhan vitamin untuk memenuhi kecukupan gizi per harinya.

Kelompok bayi 0-2 tahun memiliki kebutuhan terhadap vitamin A sebesar 400 RE dan 5 mg vitamin E per harinya. Kelompok bayi 3-4 tahun memiliki kebutuhan akan vitamin A sebesar 450 RE dan 6 mg vitamin E per harinya. Kelompok anak-anak usia 5-9 tahun memiliki kebutuhan vitamin A sebesar 500 RE dan 7 mg vitamin E per harinya. Kelompok laki-laki usia 10 tahun keatas memiliki kebutuhan akan vitamin A sebesar 600 RE dan 15 mg vitamin E per harinya. Kelompok wanita 10-19 tahun memiliki kebutuhan akan vitamin A sebesar 600 RE dan 15 mg vitamin E per harinya. Kelompok wanita dengan usia 20 tahun keatas memiliki kebutuhan vitamin A sebesar 500 RE dan 15 mg vitamin E setiap harinya. Sedangkan pada wanita hamil, wanita nifas dan ibu menyusui memerlukan tambahan vitamin A sebesar 300 RE per hari, 200.000 IU per tahun, dan 350 RE perhari.

Pada gambar 5 diperlihatkan bahwa trend jumlah populasi penduduk Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada kelompok bayi 0-2 tahun, kelompok bayi 3-4 tahun, kelompok anak-anak 5-9 tahun, kelompok wanita 10-19 tahun, kelompok ibu hamil, ibu nifas, dan ibu menyusui memiliki kecenderungan yang tetap dalam menyusun demografi populasi penduduk Indonesia. Sedangkan pada kelompok wanita usia 20 tahun keatas, dan kelompok laki-laki usia 10 tahun keatas mempunyai kecenderungan yang terus meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa pada setiap tahunnya kebutuhan vitamin A dan vitamin E akan terus meningkat, seiring kelompok wanita usia 20 tahun keatas dan kelompok laki-laki usia 10 tahun keatas.

(40)

Proyeksi Populasi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2025

berdasarkan demografi 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 tahun pr esent ase j u m lah pendud uk Ibu menyusui ibu hamil laki-laki 10+ wanita 20+ wanita 10-19 thn anak-anak 5-9 thn bayi 3-4 thn bayi 0-2 thn

(41)

Dari kebutuhan vitamin A dan vitamin E pada setiap kelompoknya, dapat dihitung kebutuhan vitamin A dan vitamin E dalam setiap tahunnya. dengan cara mengalikan jumlah penduduk Indonesia setiap kelompoknya (n) dengan kebutuhan vitamin A dan vitamin E setiap kelompoknya (q). Untuk nilai kebutuhan vitamin A akan dikonversi menjadi nilai kebutuhan betakaroten dengan nilai konversi 1 RE = 6 µg betakaroten. Sedangkan nilai kebutuhan vitamin E akan dikonversi menjadi kebutuhan akan tokoferol dengan nilai konversi 1:1. Sehingga kebutuhan betakaroten dan tokoferol di Indonesia dapat diproyeksikan berdasarakan demografi penduduk seperti pada gambar 6.

Pada gambar 6, dapat kita lihat bahwa kebutuhan betakaroten dan tokoferol keduanya cenderung meningkat dalam setiap tahunnya. Kebutuhan betakaroten dimasyarakat lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan terhadap tokoferol. Kebutuhan betakaroten pada tahun 2000 diprakirakan mencapai 275 ton dan diperkirakan akan meningkat hingga tahun 2025 mencapai 357 ton. Sedangkan kebutuhan akan tokoferol pada tahun 2000 diprakirakan mencapai 989 ton dan diproyeksikan akan terus meningkat hingga tahun 2025 mencapai 1362 ton.

Selain jumlah kebutuhan betakaroten yang lebih sedikit dari kebutuhan tokoferol, nilai peningkatan tehadap kebutuhan betakaroten pun lebih kecil. Hal ini disebabkan jumlah kebutuhan terhadap vitamin E, pada kelompok wanita usia 20 tahun keatas dan kelompok laki-laki usia 10 tahun ke atas memiliki nilai kebutuhan yang tinggi.

Untuk dapat menghitung potensi pasar diberikan asumsi berupa harga rata-rata betakaroten adalah Rp. 87.452.200,00 per kg dan tokoferol adalah Rp. 5.434.330,00 per kg Sehingga didapat bahwa potensi pasar betakaroten pada tahun 2008 mencapai 97,6 triliun rupiah dan diproyeksikan akan meningkat hingga tahun 2025 mencapai 119,1 triliun rupiah. Sedangkan potensi pasar tokoferol pada tahun 2008 mencapai 6 triliun rupiah dan diproyeksikan akan meningkat hingga tahun 2025 mencapai 7,4 triliun rupiah.

(42)

Kebutuhan Vitamin Masyarakat Indonesia

menurut kecukupan gizi berdasarkan demografi

y = 14.977x + 979.74 R2 = 0.9994 y = 3.3221x + 273.2 R2 = 0.999 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 1600.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Gambar 6. Proyeksi kebutuhan betakaroten dan tokoferol di Indonesia berdasarkan demografi penduduk Indonesia (♦ betakaroten, ■ tokoferol)

(43)

B. Volume impor

Volume impor merupakan data faktual yang menggambarkan jumlah permintaan yang belum terlayani oleh para produsen di dalam negeri. Adanya volume impor ini adalah sebuah peluang bagi produsen di dalam negeri agar mampu menghasilkan output yang dibutuhkan. Untuk memenuhi kebutuhannya Indonesia mengimpor provitamin, vitamin A dan vitamin E dari beberapa negara. Kode impor yang digunakan untuk menunjukkan volume impor untuk provitamin dengan kode HS 293610, untuk vitamin A dengan kode HS 293621, dan vitamin E dengan kode HS 293528.

Menurut data BPS (2007), beberapa negara yang menjadi pengimpor provitamin dan vitamin A ke Indonesia, berikut dengan persentasenya adalah Jepang (0,328 %), China (0,004 %), Singapore (0,123 %), India ( 0,22 %), United States (0,013 %), Perancis (0,019 %), Jerman (0,204 %), Belgia (0,308 %), Swiss (0,201%), dan Denmark (0,048 %). Sedangkan Beberapa negara yang menjadi pengimpor vitamin E ke Indonesia, berikut dengan persentasenya adalah Jepang (0,026 %), China (0,077 %), Singapore (0,224 %), United States (0,112 %), Belanda (0,041 %), Spanyol (0,002 %), Perancis (0,02 %), Jerman (0,351 %), Belgia (0,024 %), Swiss (0,103 %), Denmark (0,015 %), dan Australia (0,004 %).

Data impor yang dimiliki oleh Badan Pusat Statisitik Indonesia merupakan data deret waktu (time series). Data deret waktu (time series) merupakan data yang dikumpulkan, dicatat, atau diobservasi sepanjang waktu secara berurut. Periode waktu dapat berupa tahun, kuartal, bulan, minggu, dan dibeberapa kasus hari atau jam. Deret waktu dapat dianalisis untuk menemukan pola variasi masa lalu yang, sehingga dapat dipergunakan untuk memprakirakan nilai masa datang. Prakiraan deret waktu dapat membantu dalam manajemen operasi, dan membuat perencanaan bahan baku, fasilitas produksi, serta jumlah staf yang bertujuan memenuhi permintaan dimasa mendatang.

Dalam penelitian ini akan dibuat prakiraan volume impor pada tahun 2007, 2008, dan 2009. Tujuan dari prakiraan volume impor, adalah untuk dijadikan pertimbangan tentang ada atau tidaknya permintaan terhadap

(44)

vitamin A dan vitamin E dimasa yang akan datang, dan juga mengetahui besar kecilnya permintaan vitamin A dan vitamin E yang ada di pasar nasional yang belum terpenuhi oleh produsen dalam negeri.

1. Data Tahun 1998

Menurut laporan Helen Keller Internasional sejak pertengahan tahun 1997 dengan cepat kondisi masyarakat Indonesia berubah menjadi krisis kesehatan dan gizi. Keadaan ekonomi yang tidak stabil telah menjadi ancaman yang menakutkan dan menyediakan sebagai akibat dari penurunan nilai mata uang rupiah, inflasi yang tinggi, PHK besar-besaran dan penurunan daya beli masyarakat.

Terjadinya krisis kesehatan dan gizi di Indonesia, berubahnya pola konsumsi terhadap pangan di masyarakat. Untuk itu pemerintah melakukan program suplementasi vitamin A terhadap bayi, anak-anak, ibu hamil, dan ibu nifas, dengan mengimpor vitamin A dari negara lain. Menurut data BPS (2007), volume impor vitamin A pada tahun 1998 mencapai 434.764 kg, yaitu dua kali lipat dari volume impor rata-rata setiap tahunnya. Sehingga pada penelitian ini data volume impor vitamin A pada tahun 1998 tidak dimasukan ke dalam pendugaan prakiraan permintaan volume impor. Berikut ini adalah volume impor Indonesia.

Tabel 8. Data Volume impor provitamin, vitamin A dan vitamin E Volume impor Tahunan Indonesia Provitamin dan vitamin A vitamin E No Tahun

Net (kg) value ($) Net (kg) value ($) 1 1996 215879 6447506 334451 7568088 2 1997 215878 4361138 289163 5807806 3 1998 434764 3768190 216853 4267221 4 1999 265864 3327421 256478 3999958 5 2000 287095 5460193 354463 5149897 6 2001 240869 4428988 351893 4319302 7 2002 279456 4490952 469044 4257535 8 2003 231674 3254245 322732 3271740 9 2004 258052 3912221 351283 4596649 10 2005 208769 3308535 313884 3684993 11 2006 352130 5118302 355554 4552030 Rata-rata 271857.273 4352517 328708.91 4679565

(45)

2. Teknik Prakiraan Deret Waktu

Teknik prakiraan deret waktu (time series) berusaha untuk mengungkapkan pola data deret waktu masa lalu, dan berdasarkan pola deret waktu tersebut dilakukan prediksi ke masa yang akan datang. Teknik prakiraan deret waktu tidak memperhatikan alasan mengapa deret waktu itu memiliki pola, hal tersebut hanya dianggap sebagai suatu kotak hitam (black box). Dalam memilih teknik prakiraan deret waktu, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah tipe pola data yang dimiliki oleh data deret waktu tersebut.

Dilihat dari tipe pola datanya, data volume impor provitamin dan vitamin A mempunyai tipe pola data horizontal, dan begitu juga volume impor vitamin E memiliki pola data yang sama yaitu pola data horizontal. Dari gambar grafik volume impor provitamin dan vitamin A serta volume impor vitamin E data berfluktuasi disekitar rata-rata. Sementara dari hasil dari pengujian unit akar diketahui bahwa data volume impor provitamin dan vitamin A, dan data volume impor vitamin E tidak mempunyai unit akar, artinya pola data kedua kelompok impor tersebut tidak memiliki kecenderungan (trend).

a. Peramalan Rata-rata Bergerak (moving average)

Teknik prakiraan permintaan dengan menggunakan rata-rata bergerak (moving average) adalah salah satu metode peramalan yang sesuai digunakan terhadap data deret (time series) dengan pola data horizontal. Kelebihan dari teknik prakiraan permintaan dengan rata-rata bergerak ini adalah mudah dan cepat bereaksi serta murah. Akan tetapi kekurangan dari teknik ini tidak bereaksi cukup baik terhadap adanya pengaruh kecenderungan, musiman, dan siklik. Pada penelitian kali ini digunakan beberapa variasi koefisien pergerakkan MA(T). Tujuan dari variasi koefisien ini adalah sebagai pembanding dari teknik prakiraan permintaan yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan T = 1, T = 2, T = 3 dan T = 4.

(46)

Hasil prakiraan permintaan volume impor provitamin dan vitamin A dengan menggunakan teknik rata-rata bergerak dengan menggunakan koefisien pergerakan MA(T) yang berbeda dapat dilihat pada gambar 7. Volume impor dugaan dengan koefisien pergerakan (T=1) adalah 352.130 kg dengan R2 = 0,574, yang artinya

volume impor volume impor provitamin dan vitamin A akan berfluktuasi naik dan turun berkisar pada nilai 352.130 kg. Pada volume impor dugaan dengan koefisien pergerakan (T=2) diperoleh hasil 280.449,5 kg dengan R2 = 0,361, yang artinya volume impor volume impor provitamin dan vitamin A akan berfluktuasi naik dan turun berkisar pada nilai 280.449 kg. Sedangkan pada pendugaan volume impor dengan menggunakan koefisien pergerakan (T=3 dan T=4) diperoleh nilai R2 yang sama yaitu 0,192799. Karena nilai R2 yang dimilikinya terlalu kecil prakiraan volume impor dengan koefisien pergerakan (T=3 dan T=4) dapat diabaikan. Berikut ini merupakan gambar hasil prakiraan volume impor provitamin dan vitamin A menggunakan teknik rata-rata bergerak (moving average).

Grafik Hasil Forcasting Nilai Impor Provitamin dan Vitamin A dengan Moving Average

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000 1996 1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 data aktual m=1 m=2 m=3 m=4

Gambar 7. Grafik Hasil Forecasting Volume impor Provitamin dan Vitamin A

Gambar

Gambar 1. Struktur molekul β-karoten (Machlin, 1991)
Tabel 1. Sifat racun vitamin A pada manusia
Tabel 2. Nilai konversi vitamin A
Tabel 3. Jenis α-tokoferol yang tersedia secara komersial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti juga semak in tinggi perolehan pendapatan akan menyebabkan penurunan jumlah penduduk miskin.Hasil regresi ini ditunjang dengan data bahwa adanya

27 Untuk membuat lubang pin, maka pilih permukaan yang ditunjukkan tanda panah, kemudian klik Sketch. 28 Buat sketch

Bu araştırmanın amacı 2014 yılında uygulamaya konan yönetmeliğin öğretmene rehberlik etme sürecine etkisini ortaya koymak için yeni rehberlik ve denetim

terhadap fenomena kehidupan dalam Mata Pelajaran IPA di SD akan dapat dijadikan pegangan bagi guru untuk mengukur hasil belajat yang berkaitan dengan pengembangan kreativitas

Etnomatematika pada kerajinan anyaman Bali dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran, menambah wawasan siswa mengenai keberadaan matematika yang

Mode transportasi tradisional (becak, andong) menjadi alternatif pilihan menuju tempat wisata. Demi memenuhi kepuasan wisatawan moda alternative selain kendaraan pribadi

sekalipun isi dan tujuannya baik. Kemudian para peserta didik pada umumnya menganggap bahwa belajar itu hanya untuk memperoleh, ijazah atau hanya untuk

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.... i