SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
Luluk Ardyatmoko 6661072720
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Pebimbing II: Titi Stiawati, S. Sos, M.Si.
Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Program Gerakan 1000 Bank Sampah, Pengelolaan sampah
Titi Stiawati, S. Sos, M.Si.
Keywords: Policy Implementation, 1000 Waste Bank Action Program, Waste Management
Effort in waste management in urban areas is still facing unsolved problem. Increasing of citizen population causes increasing level of consumption. The impact of this case is increasing of waste volume that happened in Tangerang City for example. The midden which are can be found on the road, in the drainase, along the river, etc. This study aims to determine how the city
“Hidup adalah petualangan yang asik, mencari pengetahuan, mengemban
tanggung jawab, cara berbuat baik serta beribadah kepada yang maha kuasa.”
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada kita semua. Shalawat serta
salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, kepada keluarga, sahabat serta tak lupa juga kita yang senantiasa selalu
istiqomah dan ikhlas untuk menjadi umatnya. Serta berkat Rahmat, Karunia dan
Ridho-Nya pula peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial dengan judul “IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN 1000 BANK SAMPAH DI KOTA TANGERANG”. Peneliti menyadari selama proses menyelesaikan skripsi ini tentunya menerima banyak
bantuan, bimbingan dorongan, dan petunjuk nasihat dari berbagai pihak, sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik terutama kedua orangtuaku yang
aku banggakan selalu mendoakan, memotivasi dan memberi dukung secara moril
dan materil agar peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam proses pembuatan skripsi ini saya mendapat bimbingan, arahan,
koreksi, dan saran, dari semua pihak, untuk itu dalam kesempatan ini saya
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
3. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
4. Ibu Mia Dwianna W, M.I.Kom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
5. Bapak Gandung Ismanto, S.Sos., M.M., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
6. Ibu Rina Yulianti, S.Ip, M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administarsi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
7. Bapak Anis Fuad, S.Sos, M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
8. Bapak Maulana Yusuf, S.Ip, M.Si., Dosen Pembimbing I skripsi. Terimakasih
atas semua kebaikan dalam membimbing dan memberi arahan dalam
penyusunan skripsi ini;
9. Ibu Titi Stiawati, S.Sos, M.Si., Dosen Pembimbing II skripsi. Terimakasih
yang sebesar-besarnya atas kebaikan dan kesabaran dalam membimbing, serta
mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada sikap dan kesalahan yang kurang
11.Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Terimakasih
atas ilmu pengetahuan selama perkuliahan;
12.Eva, yang selalu memotivasi dan telah bersedia selalu diganggu waktunya
dalam mengerjakan pembuatan skripsi ini;
13.Adik-adik ku yang hebat, Gamgsar Hertono, Tri Pria Septiadi, dan Ratia Wuri
Ramadhan;
14.Dinas Kebersihan dan Pertamanan bidang bina program, Bapak H. Taufik
Syahzaeni, S.T, M.Si., Ibu Leni Nuraeni, Ibu Astrini Zuniarti dan rekan-rekan
dinas lainnya, yang telah membantu dan memberikan informasi terhadap
pembuatan skripsi ini;
15.Teman-teman terbaikku Harry, Bancut, Iman, Rizki, Ferdian, Reza, Novan,
Ferry, Aboy, Gita, Nova dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah membuat cerita dan kenangan manis serta sepenggal
perjalanan kehidupan yang takkan pernah terlupakan;
16.Teman Adm. Negara 2007 dan UNTIRTA yang sukses setelah melakukan
perkuliahan dengan baik;
17.Anak-anak UMC yang telah memberikan kesempatan untuk belajar tentang
memperbolehkan rumahnya dijadikan tempat untuk membuat skripsi;
20.Semua pihak yang telah membantu peneliti untuk membuat skripsi ini, terima
kasih untuk segalanya.
Selain itu, peneliti menyadari pula banyaknya kekurangan dari apa yang
telah dipaparkan dan dibahas dalam skripsi ini. Maka dari itu peneliti dengan
segala keterbukaan, kerendahan hati, dan juga kelapangan dada bersedia
menerima segala masukan baik itu saran maupun kritik yang dapat membangun
peneliti dalam melangkah dan memutuskan, serta membuat karya lebih baik dan
lebih bermanfaat lagi untuk kemudian hari.
Tangerang, Juli 2014
LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ORISINALITAS MOTTO
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 16
1.3Pembatasan Masalah ... 16
1.4Perumusan Masalah ... 17
1.5Tujuan Penelitian ... 17
1.6Manfaat Penelitian ... 18
1.7Sistematika Penelitian ... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR 2.1 Deskripsi Teori ... 24
2.1.1 Konsep Kebijakan Publik ... 24
2.1.1.1Pengertian Kebijakan ... 24
2.1.1.2Pengertian Publik ... 26
2.1.1.3Pengertian Kebijakan Publik ... 28
2.1.2 Implementasi Kebijakan ... 30
2.1.3 Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik ... 32
2.1.4 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik ... 34
2.1.5 Faktor Penentu Pelaksanaan Kebijakan ... 44
2.1.6 Pengertian Sampah ... 45
2.3Kerangka Berpikir Dan Asumsi Dasar ... 60
2.3.1 Kerangka berpikir ... 60
2.3.2 Asumsi Dasar ... 66
BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Metodelogi Penelitian ... 67
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 69
3.3 Instrumen Penelitian ... 70
3.4 Informan Penelitian ... 70
3.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 72
3.6 Member Chek ……….. 80
3.6 Lokasi dan Jadwal Penelitian ... 81
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ………. 83
4.1.1. Deskripsi Kota Tangerang ...………... 83
4.1.2. Gambaran Umum Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang …… 87
4.2. Informan Penelitian ……….………. 111
4.3. Deskripsi Data dan Analisis Data Penelitian ………...….. 112
4.4. Pembahasan ...………...…… 133
BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan ………... 139
5.2. Saran ………... 140
DAFTAR PUSTAKA
CURRICULUM VITAE
1 1.1. Latar Belakang Masalah
Kota Tangerang adalah kota yang terletak di Provinsi Banten, sebelah
barat DKI Jakarta. Kota yang dijuluki sebagai Kota Industri karena memiliki
lebih dari seribu pabrik. Banyak aktifitas industri pabrik atau manufaktur
berjalan di Kota Tangerang. Dalam kurun beberapa waktu perkembangan
dan pembangunan Kota Tangerang terus meningkat karena Kota Tangerang
merupakan gerbang menuju DKI Jakarta dan Penyangga DKI Jakarta.
Kota Tangerang memiliki fungsi sebagai kota penyangga bagi DKI
Jakarta, maka perkembangan pembangunan Kota Tangerang diperkirakan
berkembang pesat dalam pengembangan perumahan horizontal, perumahan
vertikal, perdagangan dan jasa, industri, pergudangan, juga kawasan
pengembangan bandara, hal ini memberikan konsekuensi terhadap
meningkatnya timbulan dan permasalahan di berbagai sektor khususnya
masalah penumpukan sampah.
Pada saat ini Kota Tangerang memiliki jumlah penduduk sebanyak
2.060.000 jiwa, dan dalam sehari produksi sampah masyarakat Kota
Tangerang berjumlah 6.015 meter kubik. Tingginya jumlah penduduk dan
timbulan sampah tersebut merupakan beban berat bagi Pemerintah Kota
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini dapat dapat menyebabkan
penumpukan sampah di TPA Rawakucing.
Komitmen Pemerintah Kota Tangerag terkait penanganan sampah
antara lain :
a. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah;
b. Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,
penanganan dan pemanfaatan sampah;
c. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah
d. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan
sampah.
Pengelolaan sampah yang ideal adalah tanggung jawab dari
pemerintah daerah dan masyarakat. Jumlah penduduk terus meningkat,
begitu pula pola konsumsi. Volume sampah pun kian meluap di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Berdasarkan hal tersebut kegiatan penyusunan
pengelolaan persampahan Kota Tangerang merupakan kegiatan yang
penting bagi pengelolaan sampah Kota Tangerang.
Berdasarkan fakta di lapangan tumpukan sampah di saluran drainase
dan sungai akan beresiko mengakibatkan pendangkalan sungai yang
berujung pada banjir dan rusaknya kualitas air sungai yang masih dijadikan
rumah tangga atau sebagai bahan baku pembuatan air mineral. Penyebab
umumnya adalah sampah organik, plastik, kaleng-kaleng atau
sampah-sampah yang sulit terurai. Sampah-sampah-sampah tersebut perlu mendapatkan
perhatian lebih dalam proses penanganan yang tepat. Sampah yang tidak
ditangani dengan tepat dapat menumpuk menjadi gunungan sampah di TPA
atau dipinggir jalan atau di saluran air.
Berbicara mengenai timbunan sampah perkotaan di suatu negara,
pastinya tidak terlepas dari tiga faktor utama yang mempengaruhinya, yaitu
tingkat konsumsi, tingkat pendapatan, dan kepadatan penduduk di daerah
perkotaan (World Bank 1999: 5). Tingkat konsumsi masyarakat dianggap
sangat mempengaruhi timbunan sampah pada suatu wilayah atau negara.
Pola hidup konsumtif yang digambarkan dalam tingginya tingkat
konsumsi, mendorong orang tidak hanya memenuhi kebutuhan primer,
namun juga mengejar kebutuhan sekunder maupun kebutuhan tersiernya.
Hal ini, pada akhirnya, menambah jenis dan jumlah sampah yang
dihasilkan oleh individu setiap harinya.
Peningkatan sampah dipicu oleh pertumbuhan penduduk. Hampir
setiap negara dan daerah mengalami problema sampah. Tapi di
negara-negara maju yang masyarakatnya telah sadar lingkungan serta didukung
oleh teknologi modern telah berhasil mengatasi sampah. Termasuk sampah
Saat ini masih banyak masyarakat yang berperilaku buruk tentang
sampah, mereka membuang sampah sembarangan. Perilaku ini tidak
mengenal tingkat pendidikan maupun strata sosial. Di lingkungan
perkantoran, lingkungan perumahan bahkan lingkungan pendidikan masih
banyak dijumpai orang-orang yang membuang sampah sembarangan.
Akibatnya, sampah berserakan dimana-mana. Di selokan, di sungai, di
jalanan, di pasar, di gedung atau dimana saja. Padahal sudah disediakan
tempat untuk membuang sampah, namun masih saja membuang sampah di
sembarang tempat.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan lingkungan dan masyarakat serta dapat menurunkan
citra kota. Tidak optimalnya pengelolaan sampah di suatu daerah atau kota
dicirikan dengan banyaknya tumpukan sampah terbuka di pinggir jalan
maupun di lahan kosong, sungai yang dijadikan tempat pembuangan
sampah, pembakaran sampah yang menimbulkan asap dan gas beracun yang
membahayakan kesehatan, serta operasional penimbunan akhir sampah
secara terbuka (open dumping). Sistem open dumping akan mengakibatkan
pencemaran air tanah akibat lindi (limbah cair), meningkatnya populasi
faktor penyakit, dan timbulnya polusi yang merusak lapisan ozon dan
mengakibatkan perubahan iklim yang berdampak pada sektor pertanian,
perikanan, angkutan laut dan kegiatan ekonomi terkait.
Besarnya jumlah penduduk dan keragaman aktivitas di Kota
prasarana sampah perkotaan. Diperkirakan hanya sekitar 74,1% sampah di
Kota Tangerang yang dapat terangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
yang operasi utamanya adalah pengurugan (landfilling). Banyaknya sampah
yang tidak terangkut kemungkinan besar tidak terdata secara sistematis,
karena biasanya dihitung berdasarkan ritasi truk menuju TPA.
Untuk mengatasi persoalan sampah sebenarnya telah diatur oleh
pemerintah melalui UU Nomor 18 Tahun 2008 dan Peraturan Daerah Kota
Tangerang Nomor 3 Tahun 2009. Di dalamnya berbunyi bahwa pengelolaan
sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Masyarakat
dan pelaku usaha sebagai penghasil sampah juga bertanggung jawab
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah melalui
kebijakan tersebut memberi ruang yang cukup banyak bagi Pemerintah
Daerah untuk merencanakan dan mengelola sampah kawasannya. Kendati
kewenangan itu telah didistribusikan, namun tidak serta merta penanganan
sampah menjadi simpel. Kondisi pengelolaan sampah di Kota Tangerang
masih tampak semerawut. Adanya kendala seperti kesulitan TPA (Tempat
Pembuangan Akhir), terbatasnya armada pengangkut, teknologi pengelolaan
sampah yang masih sedikit, kurangnya kesadaran masyarakat untuk
membuang sampah pada tempatnya hingga minimnya pengetahuan Sumber
Daya Manusia (SDM) soal penanganan sampah.
Masyarakat dan pemerintah kurang memperhatikan sampah yang
sungai. Sampai saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan
adalah kumpul, angkut dan buang, dan andalan utama sebuah kota dalam
menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling
pada sebuah TPA. Namun pengelola kota cenderung kurang memberikan
perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus-kasus
kegagalan TPA. Pengelola kota tampaknya beranggapan bahwa TPA yang
dipunyainya dapat menyelesaikan semua persoalan sampah, tanpa harus
memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana tersebut. Padahal
pemikiran tersebut membuat TPA dapat menjadi bom waktu bagi pengelola
kota.
Sistem pengelolaan sampah saat ini hanya terfokus di bagian hilir,
yakni bagaimana cara mengelola sampah. Sedangkan di bagian hulu yang
merupakan aspek paling penting, yaitu manusia yang menghasilkan sampah
seolah-olah dibiarkan oleh pemerintah tanpa law enforcement (penegakan
hukum) dan sanksi tegas. Kepedulian dan kesadaran masyarakat masih
rendah dalam menjaga kebersihan. Situasi ini yang harus dibenahi terlebih
dahulu agar timbul kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan.
Penanganan sampah itu harus dimulai dari manusianya karena sampah
timbul dari manusia. Kalau manusianya bisa dibina dan dibenahi, maka
persoalan sampah tidak sampai krusial. Pemerintah juga harus tegas
memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar peraturan tentang
Untuk mengatasi persoalan sampah yang ada di hulu atau di rumah
tangga, Pemerintah Kota Tangerang melakukan program gerakan 1000
Bank Sampah di Kota Tangerang. Hal ini dilandasi oleh Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, peraturan menteri
negara lingkungan hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang pedoman
pelaksanaan reduce, reuse dan recycle melalui bank sampah, serta kebijakan
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 mengenai pengelolaan sampah di
Kota Tangerang.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek
terpenting dalam manajemen pengelolaan sampah terpadu. Mengatasi
masalah sampah harus dimulai dari rumah tangga di lingkup RT/RW,
Kelurahan dan Kecamatan kemudian berlanjut ke skala yang lebih luas yang
dikenal dengan penyelenggaraan program gerakan 1000 Bank Sampah Kota
Tangerang. Esensi dari program ini adalah peran aktif warga masyarakat
untuk melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah. Seperti yang
diketahui, jenis sampah ada yang organik dan ada yang non organik.
Masyarakat harus memilah dulu sebelum membuang sampah ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Pemilahan bertujuan untuk memudahkan jika
akan diterapkan teknologi lanjutan di TPA.
Sampah organik sebaiknya diolah sendiri oleh masyarakat menjadi
pupuk kompos. Jika hal ini memberatkan maka sebaiknya ada suatu unit
menjadi kompos atau bahkan menjadi suatu energi lain. Sementara sampah
non organik, seperti sampah plastik, kertas, bungkus kemasan atau logam
disalurkan ke tempat penampungan khusus untuk didaur ulang.
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Tangerang,
Agus Sudrajat (14 Februari 2014) mengatakan program bank sampah
merupakan program untuk mengurangi penumpukan sampah di TPA Rawa
Kucing, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang serta mampu mengurangi
angka pengangguran. "kita mencoba mengurangi timbunan (penumpukan)
sampah dari sumbernya dengan membentuk bank sampah di Tingkat
RT/RW, yang dikelola warga setempat, sehingga tidak perlu dibuang ke
TPA," katanya.
Gerakan 1000 Bank Sampah bertujuan untuk mengoptimalkan upaya
pengurangan penanganan sampah di sumbernya. Bank sampah merupakan
strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat memanfaatkan
ekonomi langsung dari sampah. Jadi, mekanisme Bank Sampah merupakan
penerapan konsep reduce, reuse, recycle (3r) sehingga manfaat langsung
yang dirasakan tidak hanya ekonomi, namun pembangunan lingkungan yang
hijau, bersih, nyaman dan sehat.
Selain itu, Bank Sampah adalah tempat pemilahan dan pengumpulan
sampah yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai
1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sampah sejak
dari sumber
2. Menjadikan sampah lebih bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis
dengan pelaksanaan pengurangan, pemakaian kembali dan
pendaurulangan sampah untuk menghasilkan pendapatan.
3. Mengatasi masalah timbulan sampah di zona perumahan, terutama
bagi yang belum terlayani oleh dinas kebersihan dan pertamanan
Mekanisme Bank Sampah meliputi proses pemilahan sampah di
rumah tangga, berdasarkan jenis sampah organik, sampah anorganik dan
sampah b3 (bahan berbahaya dan beracun). Setelah di pilah sampah-sampah
tersebut disetorkan ke bank sampah di dekat rumah-rumah warga. Petugas
dan pengurus Bank Sampah akan melakukan penimbangan sampah-sampah
yang telah dibawa warga ke Bank Sampah dan sampai pada pencatatan.
Pencatatan adalah proses mendata sampah-sampah dan menulis berapa hasil
dari penimbangan sampah yang nantinya akan dimasukan kedalam buku
Tabel 1.1
Daftar harga sampah pada bank sampah
Kode Jenis sampah Harga rata-rata rp/kg
1. Plastik botol 2.040
2. Plastik lembaran 600
3. Plastik keras 1.000
4. Kaleng 650
5. Alumunium 10.000
6. Duplek 500
7. Kardus 925
8. Koran 800
9. Kertas 1.125
10. Besi 2.000
Sumber: DKP Kota Tangerang 2012
Proses mekanisme bank sampah DKP Kota Tangerang juga turut
menyediakan prasarana dan sarana untuk melakukan pemilahan sampah.
pemilahan sampah, buku nasabah, kartu bank sampah, buku kas, alat
timbang, papan petunjuk lokasi bank sampah dan pelatihan mengenai
mekanisme bank sampah.
Berdasarkan pada observasi awal yang peneliti lakukan menemui
beberapa kendala dalam permasalahan bank sampah antara lain.
Permasalahan pertama yang ditemui masih kurangnya kesadaran masyarakat
dalam menangani sampah yang ada di lingkungan. Peneliti masih
menemukan sampah yang berserakan di lingkungan perumahan penduduk.
Ada juga penduduk yang masih buang sampah sembarangan. Di dukung
dengan pendapat Ibu Nanik, seorang mentor bank sampah di wilayah
Sangiang Jaya (28 Maret 2014), masih banyak warga yang belum sadar
lingkungan hijau bersih dan pentingnya menjaga lingkungan dari sampah
yang mereka hasilkan.
Permasalahan kedua ditemukan masih buruknya sarana prasarana
bank sampah dan mekanisme program gerakan 1000 bank sampah dalam
pengelolaan sampah di Kota Tangerang. Dengan di dukung hasil wawancara
dengan Ibu Nanik, seorang mentor Bank Sampah di wilayah Sangiang Jaya
(28 Maret 2014), sering kali Bank Central Sampah Kota Tangerang dalam
mekanisme pengelolaan datangnya telat 3 hari sampai 4 hari ke lokasi Bank
Sampah yang ada di lokasi RT/RW untuk mengambil hasil timbangan
pemilahan sampah warga. Sehingga sampah yang telah di timbang
menumpuk di lokasi. Untuk mengurangi sampah yang menumpuk kami
Sedangkan menurut Ewi Pratiwi (24 Maret 2014) yang tinggal di
Cipondoh dekat dengan Kecamatan dan Puskesmas Cipondoh, mengatakan
bahwa kotak pemilahan sampah yang ada di puskesmas diletakan tidak
strategis tidak kelihatan oleh masyarakat karena posisinya ada di samping
Puskesmas dan ketutupan sama pohon.
Permasalahan yang ketiga ditemui, masyarakat masih kurang terlibat
dalam partisipasi pengelolaan bank sampah dalam mengatasi permasalahan
sampah. Menurut pendapat, Mentor Sumardjono di daerah Larangan (25
Maret 2014) masyarakat menengah keatas kurang antusias dalam
mendukung program bank sampah karena mereka sudah merasa
berkecukupan ekonominya dan mengandalkan tukang sampah yang
mengambil sampah. Karena sudah merasa iuran bulanan dan ada angkutan
sampah yang datang mengambil perminggu serta ada tukang sampah yang
ambil perharinya.
Penanganan sampah di hulu pada tahun 2012 realisasi bank sampah
baru berjalan sebanyak 120 lokasi bank sampah. Berikut tabel penyebaran
Tabel 1.2
Penyebaran lokasi bank sampah pada tahun 2012
No. Lokasi Bank Sampah Jenis Lokasi
No. Lokasi Bank Sampah Jenis
Lokasi
1 Kecamatan Karawaci Perkantoran 31 Sangiang Jaya Rw. 03 Perumahan
2 Karawaci Baru Rw. 07 Perumahan 32 Sangiang Jaya Rw. 12 Perumahan
3 Kelurahan Margasari Rw. 02 Perkantoran 33 Cimone Jaya Rw. 01 Perumahan
4 SMAN 8 Tangerang Sekolah 34 Pasar Anyar Pasar
5 Karawaci Baru Rw. 03 Perumahan 35 Pasar Malabar Pasar
6 Karawaci Baru Rw. 05 Perumahan 36 Perumahan Cimone Mas Permai 2 Perumahan
7 Karawaci Baru Rw. 06 Perumahan 37 SDN Kunciran 2 & 5 Sekolah
8 SDN Karawaci Baru 2,4,6 Sekolah 38 SMAN 9 Tangerang Sekolah
9 Bugel Rw. 01 Perumahan 39 Kantor Kecamatan Neglasari Perkantoran
10 Bugel Rw. 03 Perumahan 40 Kantor Kecamatan Mekarsari Perkantoran
11 Bugel Rw. 04 Perumahan 41 Perumahan Puri Kartika Rw. 09 Perumahan
12 Bugel Rw. 08 Perumahan 42 Kelurahan Paninggilan Utara Perkantoran
13 Bugel Rw. 07 Perumahan 43 Kelurahan Sudimara Barat Perkantoran
14 Pabuaran Tumpeng Rw. 01 Perumahan 44 Perumahan Griya Ciledug Rw. 16 Perumahan
15 Pabuaran Tumpeng Rw. 04 Perumahan 45 Cikokol Rw. 01 Perumahan
16 Kelurahan Bugel Perkantoran 46 Cikokol Rw. 02 Perumahan
17 Cimone Jaya Rw. 08 Perumahan 47 Cikokol Rw. 03 Perumahan
23 Kantor Kecamatan Cibodas Perkantoran 53 Cikokol Rw. 11 Perumahan
24 PKM Baja Perkantoran 54 Cikokol Rw. 13 Perumahan
25 Kecamatan Tangerang Perkantoran 55 Cikokol Rw. 14 Perumahan
26 Kantor Kecamatan Pinang Perkantoran 56 Kantor Kelurahan Cikokol Perkantoran 27 Kantor Kelurahan Kunciran Jaya Perkantoran 57 Komplek Polri Batuceper Rw. 07 Perumahan 28 Kantor Kelurahan Pinang Perkantoran 58 Kelurahan Karangsari Perkantoran
29 Sangiang Jaya Rw. 01 Perumahan 59 Kelurahan Poris Gaga Perkantoran
No. Lokasi Bank Sampah Jenis Lokasi
No. Lokasi Bank Sampah Jenis
Lokasi 65 Perum P&K Cipondoh Rw. 05 Perumahan 98 Perumahan Keuangan Perumahan
66 PKM Pabuaran Tumpeng Perkantoran 99 SMPN 3 Tangerang Sekolah
67 Kelurahan Pabuaran Tumpeng Perkantoran 100 SMAN 3 Tangerang Sekolah
68 SMAN 4 Tangerang Sekolah 101 Kunciran Indah Rw. 02 Perumahan
69 Perum Taman Permata Perumahan 102 Kunciran Indah Rw. 08 Perumahan
70 Cipondoh Makmur Perumahan 103 Kunciran Indah Rw. 09 Perumahan
71 Perum Poris Indah Perumahan 104 Kunciran Indah Rw. 14 Perumahan
72 Kompleks Garuda Perumahan 105 Perum Taman Asri Cipadu Jaya Perumahan
73 Kecamatan Cipondoh Perkantoran 106 SMPN 16 Tangerang Sekolah
74 Puskesmas Cipondoh Perkantoran 107 SMAN 7 Tangerang Sekolah
75 SDN Cipondoh 1,2,7 Dan 8 Sekolah 108 SMPN 13 Tangerang Sekolah
76 SMAN 10 Tangerang Sekolah 109 Larangan Selatan Rw. 02 Perumahan
77 Kantor Puspem Perkantoran 110 Perumahan Pinang Griya Perumahan
78 PKM Sukasari Perkantoran 111 Perum Buana Permai Perumahan
79 Batu Ceper Rw. 08 Perumahan 112 SDN Paninggilan Sekolah
80 Kecamatan Batu Ceper Perkantoran 113 Kecamatan Larangan Perkantoran
81 Pedurenan Rw. 01 Perumahan 114 Larangan Indah Rw. 10 Perumahan
82 Pedurenan Rw. 02 Perumahan 115 Pkm Ciledug Perkantoran
83 Pedurenan Rw. 03 Perumahan 116 Kantor Kecamatan Ciledug Perkantoran
84 Pedurenan Rw. 04 Perumahan 117 SMAN 5tangerang Sekolah
85 Pedurenan Rw. 05 Perumahan 118 SDN Tangerang 3 & 5 Sekolah
86 Pedurenan Rw. 06 Perumahan 119 Pasar Babakan Pasar
87 Pedurenan Rw. 07 Perumahan 120 Kecamatan Tangerang Perkantoran
88 Pedurenan Rw. 08 Perumahan Sumber: DKP Kota Tangerang
89 Pedurenan Rw. 09 Perumahan
90 Pedurenan Rw. 10 Perumahan
91 Pedurenan Rw. 11 Perumahan
92 Pedurenan Rw. 12 Perumahan
Berdasarkan sumber dari data DKP pada tahun 2013 Bank Sampah
yang berdiri bertambah 180 bank sampah dengan anggaran Rp.
1.500.000.000,. Tahun 2014 ada 20 bank sampah, dari tahun 2012 sampai
2014 baru terselenggara Bank Sampah sebanyak 320 bank sampah. Masih
jauh dari angka 1000, yang dimana pemerintah kota menargetkan ada 1000
bank sampah ada di Kota Tangerang.
Menurut pendapat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (14
Februari 2014) dari semua bank sampah yang telah berdiri hanya beberapa
yang masih berjalan dengan optimal dikarenakan masih sangat sulit
merubah perilaku masyarakat terhadap kesadaran dan partisipasi dalam
menangani sampah.
Berdasarkan permasalahan pengelolaan sampah dan kendala-kendala
yang telah disebutkan diatas, maka peneliti berkeinginan melakukan
penelitian mengenai implementasi program gerakan 1000 Bank Sampah di
Kota Tangerang dalam hal mengatasi masalah sampah di kota tangerang.
Volume sampah yang meningkat perharinya membuat Pemerintah Kota
Tangerang harus terus memberikan perhatian yang serius. Menggalakkan
sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat yang ada di kota tangerang
tentang pentingnya membangun lingkungan yang hijau, bersih, nyaman dan
sehat. Dalam program gerakan 1000 bank sampah dilaksanakan Pemerintah
serta kesadaran dari masyarakat untuk turut menciptakan kota tangerang
yang hijau, bersih, nyaman dan sehat. Salah satunya adalah meluncurkan
program gerakan 1.000 bank sampah yang tersebar di 13 kecamatan, 104
kelurahan, pasar dan sekolah hingga 2014 mendatang yang dimotori oleh
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Tangerang.
Berdasarkan paparan permasalahan diatas peneliti tertarik melakukan
penelitian lebih mendalam dan dituangkan kedalam skripsi yang berjudul :
IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN 1000 BANK SAMPAH DI KOTA TANGERANG.
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menangani sampah yang
ada di lingkungan.
2. Masih buruknya sarana prasarana bank sampah dalam mekanisme
program 1000 bank sampah dalam pengelolaan sampah di Kota
Tangerang.
3. Kurangnya partisipasi masyarakat terkait pengelolaan bank sampah
dalam mengatasi persoalan sampah di Kota Tangerang.
1.3. Pembatasan Masalah
Peneliti menyadari bahwa perlu ada kajian mengenai kebijakan
Kota Tangerang dan program gerakan 1000 bank sampah di Kota
Tangerang.
Dalam hal ini peneliti memfokuskan penelitiannya hanya pada
pelaksanaan implementasi gerakan 1000 bank sampah yang ada di Kota
Tangerang dalam menangani masalah sampah Kota Tangerang termasuk
daerah yang melaksanakan program pengelolaan bank sampah dari
tingkatan RT/RW, perkantoran sampai ke sekolah-sekolah.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Implementasi Program Gerakan 1000 Bank Sampah Di Kota Tangerang?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya
suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Adapun tujuan penelitian
ini secara umum adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana
implementasi Program Gerakan 1000 Bank Sampah di Kota Tangerang
dalam mewujudkan Kota Tangerang yang bersih, asri, hijau, dan sejahtera,
serta secara khusus tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan gerakan 1000 bank sampah
yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang.
2. Untuk mengetahui peranan bank sampah dalam mengelola sampah yang
3. Untuk mengetahui kendala apa saja yang terjadi dalam mekanisme
pelaksanaan gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah
pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang konsep pelaksanaan
program gerakan 1000 bank sampah di Kota Tangerang.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
atau referensi bagi aparat Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Tangerang dalam hal pelaksanaan program gerakan 1000 bank sampah
di Kota Tangerang.
3. Secara akademis, penelitian ini sebagai syarat menyelesaikan skripsi
1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan proposal penelitian ini tersusun atas sistematika sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan, terdiri dari :
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup penelitian dan
deduktif, dari ruang lingkup yang paling umum hingga mendalam ke
masalah yang lebih spesifik, yang relevan dengan judul skripsi.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam hal ini mendeteksi aspek permasalahan yang
muncul dan berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. Identifikasi
masalah dapat diajukan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan. Untuk
mengidentifikasi masalah peneliti biasanya melakukan observasi terlebih
dahulu.
1.3 Pembatasan Masalah
Batasan akan lebih mempersempit masalah yang akan diteliti, sehingga
objek penelitian, subjek penelitian, lokus penelitian, hingga periode
penelitian secara jelas termuat.
1.4 Rumusan Masalah
Selanjutnya dibagian rumusan masalah, peneliti mengidentifikasi masalah
secara implisit secara tepat atas aspek yang akan diteliti seperti terpapar
dalam latar belakang masalah dan pembatasan masalah.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian akan mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian terhadap permasalahan yang sudah
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian akan menjelaskan manfaat teoritis dan manfaat praktis
dari diadakannya penelitian ini.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan menjelaskan tentang isi per bab secara singkat dan
jelas dalam melakukan penelitian.
BAB II Tinjauan Pustaka dan Asumsi Dasar Penelitian, terdiri dari :
2.1 Tinjauan Pustaka
Landasan teori mengkaji tentang implementasi program gerakan 1000 bank
sampah di Kota Tangerang, kemudian menyusunnya secara teratur dan rapi
yang digunakan untuk merumuskan dasar penelitian. Dengan mengkaji
berbagai teori dan konsep maka peneliti memiliki konnsep penelitian yang
jelas, sehingga dapat menyusun pertanyaan yang rinci untuk penyelidikan,
serta dapat menemukan hubungan antara variabel yang diteliti. Hasil
penting kajian teori lainnya, peneliti mendapatkan kerangka konseptual.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukakn oleh
peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah baik
2.3 Kerangka Berpikir
Sub ini menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari
deskipsi teori.
2.4 Asumsi Dasar Penelitian
Asumsi dasar penelitian merupakan jawaban sementara atas permasalahan
yang ada, yang diteliti, dan akan diuji kebenarannya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN, terdiri dari :
3.1 Metode Penelitian
Sub ini menjelaskan metode yang dipergunakan dalam penelitian
Implementasi Program Gerakan 1000 Bank Sampah di Kota Tangerang.
3.2 Instrumen Penelitian
Sub instrumen penelitian menjelaskan mengenai alat yang dipergunakan
dalam melakukan analisis dalam penelitian Implementasi Program Gerakan
1000 Bank Sampah di Kota Tangerang.
3.3 Teknik Penelitian
Sub bab teknik penelitian menjelaskan tentang jenis alat pengumpul data
yang digunakan dalam penelitian Implementasi Program Gerakan 1000
3.4 Informan Penelitian
Dalam sub bab ini menjelaskan informan penelitian yang mana akan
memberikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan.
3.5 Teknik Analisis Data
Menjelaskan teknik analisis beserta rasionalisasinya yang sesuai dengan
sifat data yang diteliti.
3.6 Member Chek
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian dilaksanakan.
BAB IV HASIL PENELITIAN, terdiri dari :
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Penjelasan mengenai objek penelitian yang meliputi alokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel (dalam penelitian
ini menggunakan istilah informan) yang telah ditentukan serta hal lain yang
berhubungan dengan objek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan data penelitian dengan menggunakan teori yang sesuai dengan
4.3 Temuan Lapangan
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
mempergunakan teknik analisis data kualitalif.
4.4 Pemabahasan
Merupakan pembahasan lebih lanjut dan lebih rinci terhadap hasil
penelitian.
BAB V PENUTUP, terdiri dari : 5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan
juga mudah dipahami. Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan
serta asumsi dasar penelitian.
5.2 Saran
Memiliki isi berupa tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang
yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis. Saran praktis
biasanya lebih operasional sedangkan pada aspek teoritis lebih mengarah
pada pengembangan konsep atau teori.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan skripsi.
LAMPIRAN
24
2.1. Tinjauan Pustaka
Landasan teori mengkaji tentang implementasi program gerakan 1000
bank sampah di Kota Tangerang, kemudian menyusunnya secara teratur dan
rapi yang digunakan untuk merumuskan dasar penelitian. Dengan mengkaji
berbagai teori dan konsep maka peneliti memiliki konsep penelitian yang
jelas, sehingga dapat menyusun pertanyaan yang rinci untuk penyelidikan,
serta dapat menemukan hubungan antara variabel yang diteliti.Hasil penting
kajian teori lainnya, peneliti mendapatkan kerangka konseptual.
2.1.1. Konsep Kebijakan Publik
2.1.1.1.Pengertian Kebijakan
Makna kebijakan dalam bahasa inggris modern Wicaksono
(2006:53) adalah "a courseof action or plan,a set of political purposes
as opposed to administration" (seperangkat aksi atau rencana yang
mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna administrasi).
Berbeda dengan pandangan Dunn (2003:53) dalam bukunya
Pengantar Analisis Kebijakan Publik, beliau mendefinisikan kata
kebijakan dari asal katanya. Secara etimologis, istilah policy
kata dalam bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara-Kota)
dan pur (Kota).
Dalam buku Policy Analysis for the Real World yang diterbitkan
tahun 1984 dan telah direvisi pada tahun 1990, Hogwood dan Gunn
menyebutkan sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian
modern (Wicaksono 2006:53), diantaranya:
a. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field of activity)
Contohnya: statemen umum pemerintah tentang kebijakan ekonomi, kebijakan industry, atau kebijakan hukum dan ketertiban. b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan (as expression of general purpose or desired state of affairs)
Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja seluas mungkin atau pegembangan demokrasi melalui desentralisasi.
c. Sebagai proposal spesifik (as specific proposal)
Contohnya: membatasi pemegang lahan pertanian hingga 10 hektar atau menggratiskan pendidikan dasar.
d. Sebagai keputusan pemerintah (as decesions of government)
Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden.
e. Sebagai otorisasi formal (as formal authorization)
Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau lembaga-lembaga pembuat kebiijakan lainnya.
f. Sebagai sebuah program (as a programe)
Contonya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program peningkatan kesehatan perempuan.
g. Sebagai output (as output)
Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti sejumlah lahan yang diredistribusikan dalam program reformasi agraria dan jumlah penyewa yang terkena dampaknya.
h. Sebagai hasil (as outcome)
Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak terhadap pendapatan petani dan standar hidup dan output agricultural dari program reformasi agararia.
i. Sebagai teori atau model (as a theory or model)
j. Sebagai sebuah proses (as a process)
Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di (setting), pengambilan keputusan untuk implementasi dan evaluasi.
Kebijakan dan politik menjadi istilah yang sama sekali berbeda.
Bahasan serta retorika kebijakan menjadi instrumen utama rasionalitas
publik. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Laswell sebagai berikut:
"The word policy commonly use to designate the most important choices made either in organized or in private life... policy is free for many undesirable connotation clustered about the word political, which is often beleived to imply partisanship or corruption"
(kata "kebijakan" pada umumnya dipakai untuk menunjukan pilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi atau privat... "kebijakan" bebas dari konotasi yang dicakup dalam kata politis yang diyakini mengandung makna "keberpihakan" dan "korupsi") (Wicaksono 2006:57).
Dengan demikian, dari beberapa pengertian kebijakan diatas maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah rangkaian rencana atau konsep
pokok dan asas yang menjadi acuan dalam pelaksanaan suatu aktivitas
dalam rangka pencapaian tujuan yang mengandung unsur politik dicirikan
oleh perilaku yang konsisten dan proses menuju hasil, baik dari yang
membuatnya maupun yang mentaatinya.
2.1.1.2. Pengertian Publik
Dalam istilah sehari-hari di Indonesia, kata publik lebih
dipahami sebagai "negara" atau umum." Hal ini dapat dilihat dalam
menterjemahkan istilah-istilah public goods sebagai barang barang
umum, public transportation sebagai kendaraan umum atau public
Dalam bahasa Yunani, istilah public seringkali dipadankan pula
dengan istilah Koinon atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata
common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karenanya
public seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi
aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi
oleh pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan
bersama.
a. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang lebih ambigu,
b. Sektor publik lebih banyak menghadapi problem dalam mengimplementasikan keputusan-keputusannya,
c. Sektor publik lebih memanfaatkan lebih banyak orang yang memiliki motivasi yang sangat beragam,
d. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha mempertahankan peluang dan kapasitas,
e. Sektor publik lebih banyak memperhatikan kompensasi atas kegagalan pasar,
f. Sektor publik lebih banyak melakukan aktivitas yang memiliki signifikasi simbolik,
g. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen dan legalitas,
h. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar dalam merspon isu-isu keadilan dan kejujuran,
i. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik, dan j. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan
Dengan demikian public merupakan sebuah ruang yang berisi
aktivitas manusia yang kompleks dan memiliki motivasi beragam
dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau
aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.
2.1.1.3. Pengertian Kebijakan Publik
Sebelum menjelaskan tentang implementasi kebijakan publik
terlebih dahulu harus dimengerti apa yang dimaksud dengan kebijakan
publik, dan bagaimana langkah-langkah mengimplementasikannya.
Dari bebagai kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy,
yang dipahami oleh Nugroho (2004:3) sebagai
“Suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi”.
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami
sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan
suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita
harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang
menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka
formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik harus dilakukan dan
disusun dan disepakati oleh para pejabat yang berwenang dan ketika
kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik;
apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan
termasuk pula peraturan bupati maka kebijakan publik tersebut
berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para pakar kebijakan
mengenai pengertian kebijakan publik, dan kesemuanya tidak ada
yang keliru dan saling melengkapi. Dye mengatakan bahwa Public
policy is whats government do, why they do it, and what different it
make (Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan
pemerintah, mengapa mereka melakukan dan apa perbedaan yang
dihasilkan) (Wicaksono 2006:64). Dalam bukunya yang lain,
Understanding Public Policy beliau menyebutkan bahwa kebijakan
publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
dan tidak dilakukan.
Laswell salah seorang pakar kebijakan yang telah mendirikan think-tank awal di Amerika yang dikenal dengan nama American Policy Commission mendefinisikan Public policy is a projected program of goals, values and practices (kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu dan praktek-praktek tertentu) Nugroho(2004:4).
Sedangkan Dunn (2003:44) dalam Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi kedua berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.
Di sisi lain, kebijakan publik sangat berkait dengan administasi
Negara ketika public actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan
dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat
masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan “administrasi negara.” Kebutuhan masyarakat tidak
seluruhnya dapat dipenuhi oleh individu atau kelompoknya melainkan
diperlukan keterlibatan pihak lain yang dibentuk oleh masyarakat itu
sendiri. Pihak lain inilah yang kemudian disebut dengan administrasi
negara.
Dengan demikian Kebijakan publik merupakan Suatu aturan
yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku
mengikat seluruh warganya. Mengkoordinasi tujuan tertentu,
nilai-nilai tertentu berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi
berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan.
2.1.2. Implementasi Kebijakan
Kajian implementasi merupakan suatu proses merubah gagasan atau
program mengenai tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan
perubahan tersebut. Implementasi kebijakan juga merupakan suatu proses
dalam kebijakan publik yang mengarah pada pelaksanaan dari kebijakan
yang telah dibuat. Dalam praktiknya, implementasi kebijakan merupakan
suatu proses yang begitu kompleks, bahkan tidak jarang bermuatan politis
karena adanya intervensi dari berbagai kepentingan. Eugene
melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang” (Agustino 2006:153).
Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang
terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan
didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier dalam
bukunya Implementation and Public Policy yang diterbitkan pada tahun
1983 mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:
“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang akan diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya” (Agustino 2006:153).
Van Meter dan Van Horn mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai berikut: “Policyimplementation encompasses those actions by public and private individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy decisions.”
(Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan) (Agustino 2006:153).
Sementara Grindle merumuskan definisi yang berbeda dari beberapa
definisi-definisi di atas, beliau memandang implementasi sebagai berikut: “Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual project dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai” (Agustino 2006:153).
Dari definisi-definisi di atas dapat diketahui bahwa implementasi
a. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan yang akan dicapai dengan adanya penerapan kebijakan tersebut;
b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan yang diejawantahkan dalam proses implementasi;
c. Adanya hasil kegiatan, idealnya adalah tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut.
d. Adanya analisis kembali setelah kebijakan tersebut dilaksanakan
Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, di mana pelaksana
kebijakan melaksanakan aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya
akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran
kebijakan itu sendiri. Selain itu perlu di ingat, bahwa implementasi
kebijakan merupakan hal yang sangat peting dalam keseluruhan tahapan
kebijakan, karena melalui tahap ini keseluruhan prosedur kebijakan dapat
diketahui dan dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian
tujuan kebijakan tersebut.
2.1.3. Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik
Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijkan,
dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi
kebijakan, yakni: Pendekatan top down dan bottom up. Dalam bahasa Lester
dan Stewart (2008:108) istilah itu dinamakan dengan the command and
control approach (pendekatan kontrol dan komando, yang mirip dengan top
down approach) dan the market approach (pendekatan pasar, yang mirip
dengan bottom up approach). Masing-masing pendekatan mengajukan
model-model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan
Sedangkan pendekatan top down, misalnya dapat disebut sebagai
pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi
kebijakan, walaupun hari diantara pengikut pendekatan ini terdapat
perbedaan-perbedaan, sehingga meneruskan pendekatan bottom up, namun
pada dasarnya mereka bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam
mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi.
Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan yang dilakukan
tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun
diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik-tolak dari
perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah
ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh
administratur-administratur atau birokrat-birokrat pada level bawahnya. Jadi ini
pendekatan top down adalah sejauhmana tindakan para pelaksana
(administratur dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah
digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat.
Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah
pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat
mungkin terjadi oleh karena street-level-bureaucrats tidak dilibatkan dalam
fomulasi kebijakan. Sehingga intinya mengarah pada sejauhmana tindakan
para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah
digariskan para pembuat kebijakan dilevel pusat. Fokus tersebut membawa
konsekuensi pada perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai
Dengan demikian implementasi kebijakan adalah proses pengambilan
keputusan yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan
oleh administratur-administratur atau birokrat-birokrat mengarah pada
prosedur dan tujuan organisasi.
2.1.4. Model-Model Implementasi Kebijakan
Dalam literatur ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi
kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Diantara beberapa model
implementasi kebijakan disumbangkan dari pemikiran George C. Edward III
dengan Direct and Indirect Impact on Implementation, Donald Van Meter
dan Carl Van Horn dengan A Model of The Policy Implementation, Daniel
Mazmanian dan Paul Sabatier dengan A Framework for Policy
Implementation Analysis, dan Merille S. Grindle dengan Implementation as
A Political and Administration Process. Namun, guna pembatasan dalam
penelitian ini maka peneliti memilih untuk menyajikan salah satu teori yang
dianggap relevan dengan materi pembahasan dari objek yang diteliti. Hal ini
bukan berarti bahwa peneliti men-justifikasi teori-teori lain tidak lagi
relevan dalam perkembangan teori implementasi kebijakan publik,
melainkan lebih kepada mengarahkan peneliti agar lebih fokus terhadap
variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini.
A. Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III
Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward
III disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation.
yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan
implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi,
komunikasi, dan disposisi (Agustino 2006:156).
1. Faktor Sumber Daya
Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Indikator-indikator yang dipergunakan untuk melihat sejauhmana sumber daya dapat berjalan dengan rapi dan baik adalah:
(a) Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf / pegawai, atau lebih tepatnya street-level bureaucrats. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf / pegawai yang tidak memadai, mencukupi ataupun tidak kompeten dibidangnya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan staf pelaksana kebijakan. Misalkan saja implementasi program gerakan 1000 bank sampah, harus mempertimbangkan luas lokasi Kota Tangerang, sehingga dapat ditentukan berapa banyak pegawai yang akan melaksanakan program bank sampah dalam mengatasi persoalan sampah.
(b) Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk. Pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan, implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan, implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan tersebut patuh terhadap hukum.
gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik implementor tersebut tidak terlegitimasi. Tetapi dalam konteks yang lain, efektivitas kewenangan dapat menyurut manakala diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri maupun demi kepentingan kelompoknya.
(d) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya dan memiliki wewenang, akan tetapi tanpa didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, maka implementasi kebijakan tidak akan berhasil.
2. Faktor Komunikasi
Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan “Bagaimana hubungan yang dilakukan”. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik,yang juga dari komunikasi tersebut membentuk kualitas partisipatif masyarak at. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:
(a) Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali komunikasi yang telah melalui beberapa tingkatan birokrasi menyebabkan terjadinya salah pengertian (miskomunikasi). (b) Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana
kebijakan haruslah jelas, akurat, dan tidak bersifat ambigu, sehingga dapat dihindari terjadinya perbedaan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan seperti yang telah ditetapkan (tidak tepat sasaran).
3. Faktor Disposisi (sikap)
Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada variabel disposisi menurut Edward III antara lain:
a) Pengangkatan birokrat; pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga. Disposisi atau sikap para implementor yang tidak mau melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan akan menimbulkan hambatan-hambatan bagi tercapainya tujuan dari pengimplementasian kebijakan.
b) Insentif; Edward III menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi kecenderungan sikap para pelaksana kebijakan adalah dengan memanipulasi insentif. Pada umunya, orang bertindak berdasarkan kepentingan meraka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh pembuat kebijakan dapat mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin dapat memotivasi para pelaksana kebijakan untuk dapat melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan dalam upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
4. Faktor Struktur Birokrasi
baik, yaitu dengan melakukan Standard Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan fragmentasi.
(a) Standard Operating Prosedures (SOPs); adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
(b) Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit.
B. Implementasi Kebijakan Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn
Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald
Van Metter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The
Policy Implementasi. Proses implementasi ini merupakan sebuah
abstraksi atau permormansi suatu implementasi kebijakan yang
pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja
implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam
hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik
yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.
Ada enam variabel, menurut Van Metter dan Van Horn yang
mempengaruhi kinerja kebijaka publik tersebut, adalah:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil. 2. Sumber Daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap -tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumbernya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumberdaya manusia, sumber-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah: Sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu. Karena mau tidak mau, ketika sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumber daya waktu. Saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan. Karena ini sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Van Metter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumberdaya tersebut. 3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindaklaku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas gambaran yang pertama.Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan ageb pelaksana.Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana
oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang dilaksanakan bukanlah akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.
5. Komunikasi Antara Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publikyang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
C. Implementasi Kebijakan Model Daniel Mazmania dan Paul Sabatier
Model implementasi kebijakan publik yang lain ditawarkan
oleh Daniel Mazmania dan Paul Sabatier. Model implementasi yang
ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy
Implementation Analysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat
bahwa peran penting dar implementasi kebijakan publik adalah
kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang