• Tidak ada hasil yang ditemukan

Krodha - ISI Denpasar | Institutional Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Krodha - ISI Denpasar | Institutional Repository"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL SKRIP KARYA SENI

KRODHA

I Gede Pradnyana, Ni Ketut Suryatini SSKar.,M.Sn, Dr. Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S,. M.Hum

Program Studi Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan,

Institut Seni Indonesia Denpasar

Email: gedepradnyana@isi-dps.ac.id

Seni karawitan merupakan salah satu warisan seni budaya masa silam yang sudah mengalami proses pembaharuan atau modernisasi yang ditandai dengan masuknya gagasan-gagasan baru yang bersifat inovatif, yaitu segala kemampuan diri dalam berfikir untuk menciptakan sesuatu yang baru bagi diri kita maupun masyarakat dan lingkungan sekitar kita. Inovatif dalam hal ini yaitu adanya penambahan-penambahan alat yang digunakan pada sebuah garapan baru, seperti rebana, angklung kocok, kulkul dari bambu dan lain sebagainya. Istilah karawitan merupakan istilah baru di Bali, namun penggunaan dan pemaknaanya semakin berkembang, artinya semakin banyak yang menggunakan. Modernisasi seperti ini merupakan wujud dari suatu proses perubahan yang diupayakan untuk mencapai keadaan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat modern. Perubahan tersebut tidak hanya sekedar berubah, namun disesuaikan dengan tatanan nilai kehidupan masyarakat pada zamannya. Kreativitas, itulah modal utamanya, karena dengan modal kreativitas yang dimiliki setiap generasi berupaya untuk mengaktualisasikan dan memberikan sentuhan baru pada kesenian yang mereka miliki. Khususnya para seniman yang secara sadar, kreatif dan selektif selalu berusaha memberikan gagasan-gagasan baru sebagai angin segar yang mampu mendorong bangkitnya kesenian masa lampau dengan maksud untuk dapat diwariskan kepada generasi berikutnya dan mendekatkan kesenian tersebut sesuai dengan perkembangan masyarakatnya.

Krodha artinya sifat marah atau amarah. Krodha merupakan salah satu bagian dari sadripu. Pengertian dari sadripu adalah enam musuh yang ada dalam diri manusia. Bagian-bagian dari sadripu antara lain kama, lobha, krodha, mada, moha, dan matsarya. Menurut penata, dari keenam bagian itu, krodha yang penata pilih sebagai judul dari garapan tugas akhir nanti, karena garapan yang akan penata buat merupakan sebuah tabuh kreasi yang bernuansa keras, yang mencerminkan watak seseorang yang lagi marah atau emosi. Tidak semua bagian dari garapan ini bernuansa keras. Ada beberapa bagian yang bernuansa sedang bahkan lambat. Media ungkap yang penata gunakan adalah Gong Kebyar, karena selain keberadaannya mudah dicari, sebagian besar dari pendukung garapan ini sudah biasa memainkan barungan Gong Kebyar. Sifat krodha ini berawal dari badan kasar (gross body) kita, yang di dalamnya terdapat panca maha bhuta, yang artinya lima unsur yang terdapat dalam diri manusia. Kelima unsur itu antara lain, akasa, bayu, teja, apah dan pertiwi. Kata krodha itu bukan selalu berarti keras atau marah, tetapi kembali pada pikiraan, ego dan kecerdasan orang itu sendiri.

(2)

PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Gamelan adalah sebuah orkestra Bali yang terdiri dari bermacam-macam instrumen seperti gong, kempur, reong, ugal/giying, gangsa, kantilan, terompong, jublag, penyahcah, jegog, kajar, kelentong, cengceng, kendang, suling, dan rebab yang menggunakan laras pelog dan slendro (Bandem, 1993 : 60). Menurut deskripsi yang termuat dalam lontar Prakempa bahwa di Bali terdapat 26 jenis perangkat gamelan. Perangkat gamelan yang dibicarakan dalam konteks tulisan ini adalah gamelan Gong Kebyar sebagai media dalam tabuh kreasi yang akan penata buat nantinya untuk garapan tugas akhir. Alasan penata menggunakan Gong Kebyar sebagai media ungkap yang akan digunakan dalam garapan tugas akhir nanti, selain keberadaannya mudah dicari, sebagian besar pendukungnya sudah terbiasa menggunakan atau memainkannya. Jadi itu sedikit mempermudah proses penggarapan nantinya.

Mengikuti klasifikasi di atas tiap-tiap kelompok instrumen itu memiliki teknik permainan yang berbeda-beda. Teknik-teknik tersebut menyebabkan setiap kelompok instrumen memiliki bunyi dan warna nada yang berlainan. Instrumen-instrumen dalam gamelan Gong Kebyar yang termasuk kelompok instrumen yang pertama dipukul seperti gong, kempur, reong, kendang, trompong, dan gangsa dimainkan dengan cara memukul, baik dengan tangan langsung maupun dengan panggul. Menurut penjelasan dari para komponis, bahwa instrumen-instrumen gamelan bali khususnya Gong Kebyar memiliki fungsi-fungsi tertentu. Fungsi-fungsi tersebut diantaranya instrumen pembawa lagu, yaitu sekelompok instrumen yang membawa lagu, seperti terompong, giying, pemade dan kantil memainkan lagu dengan sistem yang dinamakan wilet (pepayasan). Yang kedua adalah pemangku lagu, yaitu instrumen, yang menyangga lagu, seperti penyahcah, calung, dan jegogan yang menyangga melodi. Kemudian yang ketiga adalah pemangku irama, yaitu sekelompok instrumen yang menyangga irama, pemberi aksen pada ruas-ruas lagu, atau fungsi kolotomik, seperti gong, kempur, kelentong dan kajar. Yang terakhir adalah instrumen pemurba irama, yaitu sekelompok instrumen, yang

bertugas memperkaya dan pengatur irama seperti kendang dan cengceng (Bandem, 2013 : 166). Teknik permainan memukul dalam gamelan Bali lazimnya disebut dengan gegebug.

Kata “gegebug” yang dipergunakan dalam dunia

gamelan dapat mengandung dua pengertian yaitu memukul dan menutup bilah nada yang sedang dimainkan. Dengan menutup kembali bilah nada yang telah dipukul, dapat menyebabkan bunyi instrumen sangat merdu kedengarannya. Menutup bilah nada setelah dipukul bisa berarti menutup dengan yang satu lainnya ataupun menutup langsung dengan panggul yang digunakan. Kasus pukulan dan tutupan yang langsung dengan panggul yang digunakannya. Kasus pukulan dan tutupan yang terdapat dalam permainan gangsa, reong dan kendang dalam gamelan Gong Kebyar merupakan ilustrasi yang menarik untuk dibahas (Bandem, 1993 : 60 - 61).

Berdasarkan penjelasan di atas, untuk garapan tugas akhir nanti, penata akan membuat sebuah tabuh kreasi yang berjudul Krodha. Krodha artinya sifat marah atau amarah. Krodha merupakan salah satu bagian dari sadripu. Pengertian dari sadripu adalah enam musuh yang ada dalam diri manusia. Bagian-bagian dari sadripu antara lain kama, lobha, krodha, mada, moha, dan matsarya (Bantas, 2000 : 126). Menurut penata, dari keenam bagian itu, krodha yang penata pilih sebagai judul dari garapan tugas akhir nanti, karena garapan yang akan penata buat merupakan sebuah tabuh kreasi yang bernuansa keras, yang mencerminkan watak seseorang yang lagi marah atau emosi. Tidak semua bagian dari garapan ini bernuansa keras. Ada beberapa bagian yang bernuansa sedang bahkan lambat. Media ungkap yang penata gunakan adalah Gong Kebyar, karena selain keberadaannya mudah dicari, sebagian besar dari pendukung garapan ini sudah biasa memainkan barungan Gong Kebyar.

1.2 Ide Garapan

(3)

imajinasi, cita-cita, interpretasi dalam sebuah penyajian suatu karya. Di dalam konteks penciptaan seni karawitan khususnya penciptaan komposisi karawitan Bali, penata menemukan sebuah ide yang berawal dari sebuah ajaran agama Hindu yaitu sadripu yang artinya enam musuh yang ada di dalam diri manusia. Bagian-bagian dari sadripu yaitu, kama (nafsu birahi), lobha (sifat tamak), krodha (sifat pemarah), mada (sifat pemabuk), moha (kebingungan), dan matsarya (iri hati atau dengki). Dalam kitab Ramayana Sargah I, nomer 4 menyebutkan

bahwa “ragadi musuh maparo rihatya tonggwanya tan madoh ring awak”, yang artinya

hawa nafsu (kemarahan) iri, dengki, angkuh dan kegelapan pikiran adalah musuh terdekat dalam diri manusia di hatilah tempatnya tidak jauh dari diri sendiri (Sunarma, 2004 : 37-38).

Salah satu bagian dari sadripu itu adalah krodha yang artinya sifat marah atau amarah. Setiap orang pasti memiliki sifat krodha, atau pernah emosi atau marah. Emosi yang kita miliki itu kadang memuncak dan kadang mereda dan juga kadang terpendam di dalam tubuh kita. Dari ide itulah penata mencoba menuangkannya dalam sebuah garapan tabuh kreasi yang akan diberi judul Krodha. Dalam tabuh kreasi ini akan didominasi dengan kekebyaran yang mengibaratkan suasana tegang atau marah. Tetapi juga ada melonya yang menandakan suasana sudah agak mereda, dan sedikit demi sedikit sifat krodha yang ada pada diri manusia bisa hilang.

Sifat krodha ini berawal dari badan kasar (gross body) kita, yang di dalamnya terdapat panca maha bhuta, yang artinya lima unsur yang terdapat dalam diri manusia. Kelima unsur itu antara lain, akasa, bayu, teja, apah dan pertiwi. Kata krodha itu bukan selalu berarti keras atau marah, tetapi kembali pada pikiraan, ego dan kecerdasan orang itu sendiri. Dalam kitab Bhagavad-Gita pada sloka 3.37 disebutkan bahwa sri-bagavan uvaca kama esa krodha esa rajo-gunasamudbhavah mahasano maha-papma viddhy enam iha vairinam, yang artinya kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda, wahai Arjuna, hanya hawa nafsu saja, yang dilahirkan dari hubungan dengan sifat nafsu material kemudian diubah menjadi amarah, yang

menjadi musuh dunia ini. Musuh itu penuh dosa dan menelan segala sesuatu (Sri-Srimad A.C, 2006: 201).

Dari ide garapan di atas, penata mencoba mentransformasikan ke dalam sebuah bentuk garapan tabuh kreasi baru yang bernuansa agak keras dengan menggunakan media ungkap Gong Kebyar. Ajaran agama yaitu Sad Ripu menjadi konsep dari pada garapan tabuh kreasi ini.

1.3 Rumusan Konsep Garap

Dalam rumusan konsep garap, ada yang disebut dengan bahan garap, yaitu bahan mentah yang akan digarap oleh seorang komposer dalam sebuah pementasan suatu karya. Di dalam karawitan Bali penggunaan barungan meskipun didasari oleh konsep desa kala patra, maka harus diperjelas dengan konsep garap yang benar-benar matang dan bisa sesuai dengan garapan kita nantinya. Ada beberapa unsur yang dipertimbangkan dalam rumusan konsep garap ini seperti misalnya kemampuan, yaitu suatu anugerah yang dimiliki oleh seseorang yang bisa dipergunakan dalam proses berkesenian yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian yang kedua adalah genetik, yaitu suatu kemampuan yang diwariskan oleh keluarganya sendiri dan diteruskan oleh anak cucu mereka (Suweca, 2009 : 41-42).

Untuk pendukung dalam garapan kreasi Krodha ini, penata melibatkan salah satu sanggar yang ada di Kabupaten Karangasem, khususnya di Kecamatan Sidemen yang bernama sanggar Dharma Prawerti. Di dalam garapan ini penata mencoba mengembangkan teknik-teknik yang sudah ada, baik dalam tempo, ritme, dinamika, dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan dalam garapan ini nantinya, sehingga bisa dipertanggungjawabkan konsep dan judul dari pada garapan tabuh kreasi ini.

KAJIAN SUMBER

(4)

maupun internet. Sumber-sumber yang menjadi referensi dalam tulisan ini terinci sebagai berikut. 2.1. Sumber Pustaka

Untuk sumber pustaka penulis menggunakan beberapa sumber buku diantaranya adalah :

Gamelan Bali di Atas Panggung Sejarah, oleh I Made Bandem, 2013. Dalam buku ini menjelaskan tentang gamelan bali, yaitu Gong Kebyar yang kebetulan penata gunakan sebagai media ungkap dalam garapan tugas akhir nanti.

Tetabuhan Bali I, oleh Pande Made Sukerta, 2010. Buku ini menjelaskan tentang karawitan dan gamelan. Dalam penulisan ini dapat dipergunakan dalam menjelaskan pengertian karawitan dan gamelan.

Ubit-ubitan, Sebuah tehnik Permainan Gamelan Bali, oleh I Made Bandem, 1993. Sumber kajian ini membahas tentang ubit-ubitan yang berjumlah mencapai 14 jenis Ubit-ubitan. Fungsi ubit-ubitan ini adalah pemberi identitas pada masing-masing gamelan Bali, juga sebagai hiasan dalam sebuah komposisi. Dalam garapan ini nantinya bisa memberikan gambaran tentang beberapa jenis ubit-ubitan yang dipergunakan.

Pendidikan Agama Hindu oleh I Wayan Sunarma, dkk, 2004.Pada buku ini membahas tentang pengertian dan bagian- bagian dari sadripu, yang memberikan inspirasi dalam tulisan ini.

Pendidikan Agama Hindu oleh Letkol.Inf.I Ketut Bantas, 2000.Pada buku ini menjelaskan tentang sadripu dan bagian-bagannya, yang dapat menambah penjelasan tentang konsep dan judul yang penata gunakan.

Estetika Karawitan oleh I Wayan Suweca, 2009.Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia.Buku ajar mahasiswa jurusan seni karawitan.Buku ini menjelaskan tentang estetika dalam karawitan, sehingga dapat membantu penata didalam penulisan sekrip karya ini.

2.2. Sumber Diskografi

Untuk sumber diskografi penata menggunakan beberapa acuan tabuh-tabuh

kreasi yang sudah ada, yaitu antara lain sebagai berikut.

Maskumambang, oleh I Nyoman Windha, VCD festival gong kebyar dewasa Pesta Kesenian Bali duta kabupaten Gianyar pada tahun 2007. Video ini berisikan karya komposisi yaitu tabuh kreasi yang kaya akan teknik pukulan serta permaian melodi dan modulasi yang berpariasi.

Delod Berawah, oleh I Wayan Widya, VCD Parade gong kebyar dewasa duta kabupaten Badung pada tahun 2010. Video ini berisikan karya komposisi yaitu tabuh kreasi yang kaya akan teknik pukulan serta kotekan. Dengan mendengarkan kaset ini penata mendapatkan gambaran tentang bagaimana cara memberikan ornamentasi pada sebuah karya tabuh kreasi.

Paksi Bulus, oleh I Made Subandi, VCD Parade gong kebyar dewasa Pesta Kesenian Bali duta Pendamping Singaraja pada tahun 2009. Video ini berisikan karya komposisi yaitu tabuh kreasi yang tingkat kerumitannya sangat tinggi terutama pada bagian gangsa dan reong. Dari sinilah penata bisa memproleh gambaran tentang suatu tabuh yang mempunyai tingkat kerumitan yang tinggi.

Badeng, oleh I Made Subandi, VCD Parade gong kebyar dewasa Pesta Kesenian Bali duta kabupaten Gianyar pada tahun 2012. Video ini berisikan karya komposisi yaitu tabuh kreasi yang kaya akan teknik pukulan serta permaian melodi dan modulasi yang berpariasi.

Bhara Dwaja, oleh Agus Teja Santosa, VCD Parade gong kebyar dewasa Pesta Kesenian Bali duta kabupaten Karangasem pada tahun 2009. Dalam garapan ini, penata tertarik pada bagian gegenderan dan pada permainan terompong yang dimainkan oleh tiga orang pemain yang menjadikan garapan ini sangat megah. Itulah yang menjadi inspirasi penata untuk membuat sebuah garapan.

PROSES KREATIVITAS

(5)

dorongan batin seorang seniman untuk dapat mewujudkan sebuah karya yang berdasarkan pemikiran serta keinginannya. Proses kreativitas adalah suatu langkah yang sangat menentukan dalam mewujudkan suatu garapan karya seni. Dalam hal ini seorang penggarap harus memiliki keterampilan, pengalaman, pengetahuan dan daya kreativitas yang akan dituangkan ke dalam sebuah garapan nantinya.

3.1 Tahap Penjajagan (Eksplorasi)

Tahap penjajagan merupakan langkah awal dari sebuah proses penggarapan karya seni. Awal dari tahapan ini adalah pencarian ide atau bahan yang diangkat untuk dijadikan sebuah karya seni. Dalam upaya untuk memperoleh ide garapan dilakukan melalui pengamatan dari suatu kejadian sosial di masyarakat, mendengarkan kaset, membaca buku, pengalaman pribadi serta masukan-masukan yang mengarah pada garapan karya seni. Ide bisa diperoleh dari mana saja, kapan saja dan dimana saja yang berupa imajinasi, cita-cita, interpretasi dalam sebuah penyajian suatu karya. Di dalam konteks penciptaan seni karawitan khususnya penciptaan komposisi karawitan bali, penata menemukan sebuah ide yang berawal dari sebuah ajaran agama hinduyaitu sadripu yang artinya enam musuh yang ada di dalam diri manusia. Keenam musuh tersebut yaitu, kama (nafsu birahi), lobha (sifat tamak), krodha (sifat pemarah), mada (sifat pemabuk), dan matsarya (iri hati atau dengki). Dari keenam bagian tersebut yang paling sering muncul terutama pada diri penata yaitu sifat Krodha atau marah, yang kadang penata pendam atau pun penata luapkan ke sebuah benda atau yang lain. Dari kejadian itu penata memperoleh sebuah judul untuk karya tugas akhir yaitu Krodha. Dari garapan yang penata buat ini, ada bagian-bagian dimana Krodha itu muncul. Krodha ini muncul pada bagian-bagian akhir garapan. Garapan yang akan penata buat yaitu berupa tabuh kreasi baru dengan menggunakan media ungkap Gong Kebyar. Alasan penata menggunakan media ungkap gamelan Gong Kebyar, selain keberadaannya mudah dicari, juga karena dorongan dan motivasi dari para pendukung yaitu sanggar Dharma Prawerti yang sebelumnya sudah biasa menggunakan gamelan Gong Kebyar.

Dalam upaya untuk memperoleh judul garapan ini, penata melakukan konsultasi atau bertanya-tanya kepada beberapa seniman, baik seniman alam maupun seniman akademik yang nantinya memberikan informasi-informasi tentang garapan yang akan penata buat. Seniman-seniman tersebut seperti I Made Budha (78), yaitu salah satu seniman alam yang sangat mahir dalam permainan kendang. Selain itu ada juga I Wayan Ardana (44), yang juga berprofesi sebagai penabuh dan sekaligus beliau memberikan sedikit informasi tentang Krodha yang akan penata gunakan sebagai judul dari garapan tugas akhir nantinya. Dan yang terakhir yaitu I Ketut Agus Angrama S.Sn (35), yang merupakan alumni dari ISI Denpasar angkatan tahun 2002, yang kebetulan juga mengambil jurusan Karawitan. Penata banyak bertanya-tanya kepada beliau tentang garapan yang penata buat ini. Sehingga dari hasil wawancara itu, penata merasa Krodha tepat untuk judul dari garapan penata untuk tugas akhir nanti.Sedangkan untuk perangkat gamelan untuk latihan, penata menggunakan gamelan milik dari Jero Bendesa Adat Sukahat, yaitu I Gusti Nyoman Okayana, dan tempat latihannya yaitu di wantilan pura Puseh desa adat Sukahat. 3.2 Tahap Percobaan (Improvisasi)

Tahap Percobaan merupakan proses penciptaan suatu karya seni. Tahapan ini adalah lanjutan dari tahap penjajagan, yakni suatu tahap penggarapan yang dilakukan untuk menghasilkan sebuah garapan atau karya yang layak untuk disajikan, ditonton dan didengar. Dalam tahapan ini penata mencoba menuangkan ide dan konsep yang telah didapatkan sebelumnya kedalam sebuah bentuk garapan tabuh kreasi baru.

(6)

pendukung bisa mengerti dan memahami tentang ide dan konsep dari garapan yang akan penata buat. Setelah menjelaskan tentang ide dan konsep, barulah penata menuangkan bagian kawitan. Pada bagian kawitan penata mencoba memulainya dengan kebyar yang diteruskan dengan permainan suling dan diikuti dengan permainan reong, yang penata ibaratkan sebagai awal kemunculan dari krodha itu (amarah yang masih terpendam). Setelah itu dilanjutkan dengan beberapa kebyar dan permainan reong lepas dan permainan kendang.

Di tengah-tengah proses penggarapan ternyata penata menemukan suatu hambatan yang mengganggu proses TA penata ini. Pada saat itu penata ditunjuk oleh penglingsir adat untuk mengkoordinir sekaa Baleganjur (Semara Geger) yang ada di desa adat Sukahat, karena sekaa Baleganjur tersebut akan mengikuti lomba di ajang Pesta Kesenian Bali yang akan diselenggarakan pada bulan Juni 2017. Pada saat itu saya ditunjuk sebagai kordinator dan sekaligus ikut membantu menggarap gending yang akan digunakan pada saat lomba pada bulan junu yang lalu. Dari sana pikiran penata mulai bercabang antara ujian TA dan PKB. Setelah beberapa hari berfikir penata akhirnya memutuskan untuk menunda ujian TA, dan mengambil pekerjaan Baleganjur tersebut, karena penata berfikir ini merupakan panggilan batin yang harus penata lakukan demi mengharumkan nama desa sekaligus menambah wawasan dan pengalaman penata maupun para penabuh di ajang Pesta Kesenian Bali.

3.3 Tahap Pembentukan (Forming)

Tahap ini merupakan tahap akhir yang dilakukan dalam proses kreativitas untuk mewujudkan sebuah garapan karya seni tabuh kreasi, yaitu menjadikan suatu kesatuan komposisi yang utuh dari rancangan notasi yang penata buat yang kemudian penata tuangkan ke dalam suatu bentuk tabuh kreasi baru yang menggunakan media ungkap Gong Kebyar. Dalam tahapan ini bimbingan-bimbingan baik karya cipta maupun karya tulis dilakukan secara insentif, supaya penata bisa memperoleh motivasi, saran atau masukan yang bisa penata gunakan untuk menyempurnakan garapan penata. Menurut penata yang paling sulit dalam tahapan ini adalah penyatuan rasa, yang akan membuat

garapan tersebut benar-benar utuh. Perbaikan demi perbaikan penata lakukan guna menyempurnakan garapan.

Setelah tahapan ini dilakukan, barulah menuju tahap finishing untuk mengakhiri proses kreativitas dengan lebih menghaluskan dan menghayati garapan, agar menjadi sebuah garapan yang utuh dan sesempurna mungkin. Penjiwaan dan kekompakan pendukung sangat dibutuhkan karena hal tersebut sangat berperan dalam penyampaian pesan dan kesan yang terkandung dalam garapan nantinya, dan bisa dimengerti oleh penonton atau penikmat yang menyaksikan atau mendengarnya.

WUJUD GARAPAN 4.1 Deskripsi Garapan

Garapan tabuh kreasi Krodha merupakan sebuah garapan baru yang menggunakan media ungkap Gong Kebyar. Struktur dari garapan ini terdiri dari bagian kawitan, pengawak dan pengecet yang pada setiap bagiannya mempunyai teknik dan pola-pola motif tertentu. Wujud merupakan aspek mendasar yang terkandung pada sebuah cerita atau peristiwa yang dapat dilihat secara langsung atau dengan pengalaman tersendiri tetapi secara wujud itu dapat dibayangkan seperti cerita atau yang telah kita baca dalam buku. Wujud mengacu pada kenyataan yang nampak secara kongkrit (dapat dilihat dan didengar dengan mata dan telinga) maupun kenyataan yang tidak nampak secara kongkrit, abstrak yang hanya bisa dibayangkan, diceritakan dan dibaca. Wujud garapan adalah aspek yang menyangkut baik keseluruhan dari karya seni maupun peranan dari masing-masing bagian dalam keseluruhan (Djelantik,1990 : 17-18).

(7)

4.1.1 Keutuhan (Unity)

Keutuhan yang dimaksud dalam garapan karya ini, bahwa dari awal hingga akhir garapan krodha berhubungan antara bagian satu dengan bagian lainnya. Keutuhan disini juga bermaksud dari awal sampai akhir sama hubungannya antara bagian satu dengan yang lain. Pada garapan ini terdiri dari unsur tri angga yaitu kawitan, pengawak dan pengecet , sehingga garapan ini terkesan utuh. Dari keutuhan pada setiap bagian itu maka garapan nantinya akan terdengar lebih menarik. Misalnya pada bagian pengawak (gegenderan) antara melodi dan kotekan gangsa itu akan kelihatan lebih menyatu dan enak untuk didengar.

4.1.2 Penonjolan (Dominance)

Masing-masing instrumen dapat dimanfaatkan untuk memberikan penonjolan agar karya seni ini memiliki kekuatan dan identitas.Selain itu penonjolan pada garapan ini lebih banyak dengan pengolahan melodi dan ritme. Dalam proses garapan karya seni Krodha ini menonjolkan kotekan-kotekan gangsa yang bervariasi dan permainan reong yang memberikan kesan sedikit keras dan seimbang.Permainan kotekan ini penata tonjolkan pada bagian gegenderan. Selain itu ada juga permainan instrumen suling yang menggunakan patet selisir dan patet tembung pada bagian kawitan dan pengecet, yang terkesan bahwa pada bagian itu ada penonjolan dari pada instrumen suling. Dan pada bagian akhir atau sering disebut bagian ending, didominasi oleh kekebyaran yang merupakan klimaks dari pada garapan ini yang penata ibaratkan sebagai suasana yang sangat kacau atau gaduh yang diakibatkan dari amarah yang tadinya masih terpendam.

4.1.3 Keseimbangan (Balance)

Yang dimaksud dengan keseimbangan dalam karya seni yaitu adanya suatu penekanan yang sama dari masing-masing instrumen. Selain penekanan juga adanya durasi waktu pada setiap bagian dalam garapan ini. Keseimbangan dalam garapan ini dilakukan dengan memberikan durasi panjang dan pendeknya penonjolan yang diberikan pada instrumen seperti melodi, dinamika, tempo dan ritme,

hingga garapan ini terkesan seimbang. Misalnya pada garapan ini, bagian kawitan durasinya sedikit pendek, maka pada bagian pengawak penata berikan durasi waktu yang lebih panjang, dan begitu juga pada bagian bapang, pengecet dan bagian akhir ending. Itulah yang membuat garapan ini menjadi seimbang.

4.2 Struktur Garapan

Dalam struktur sebuah garapan ada hubungan tertentu dari bagian-bagian yang tersusun dan saling berkaitan.Masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda dari unsur-unsur musik yang ada. Garapan tabuh kreasi Krodha tersusun berdasarkan konsep tri angga, yaitu kawitan, pengawak dan pengecet. Adapun pola struktur dalam komposisi tabuh kreasi Krodha adalah sebagai berikut.

4.2.1 Bagian Kawitan

Bagian ini merupakan bagian awal (kawitan) dari garapan tabuh kreasi krodha. Pada bagian ini diawali dengan kebyar dari instrumen gangsa, kantil, penyahcah, jublag, jegog dan diakhiri dengan pukulan gong. Setelah itu dilanjutkan dengan permainan suling yang bersamaan dengan permainan reong. Pada bagian

kawitan ini mendeskripsikan tentang suatu amarah pada diri seseorang, tetapi rasa amarah itu masih terpendam di dalam dirinya. Amarah yang masih terpendam itu penata transformasikan dengan permainan suling yang temponya lambat. Setelah itu diikuti dengan kebyar, dan permainan kendang dan reong yang mengibaratkan rasa amarah itu semakin memuncak. Pada bagian kawitan ini didominasi oleh kebyar yang mengibaratkan suasana tegang. 4.2.2 Bagian Pengawak

(8)

PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Terbentuknya garapan dan sekrip karya dari tabuh kreasi Krodha ini tentunya memerlukan waktu yang cukup lama. Banyak hambatan-hambatan yang penata temukan dari awal penentuan konsep, ide dan menentukan judul dari garapan ini. Tabuh kreasi Krodha merupakan sebuah proses karya seni yang mengambil konsep dan tema tentang ajaran agama hindu yaitu sad ripu yang artinya enam musuh yang ada di dalam masing-masing diri seseorang.

Jadi dalam karya tabuh kreasi Krodha ini penata mencoba mendeskripsikan ide yang penata punya ke dalam sebuah garapan karya seni dalam bentuk tabuh kreasi baru. Durasi dari garapan ini yaitu 10 menit 28 detik. Dalam garapan ini menggunakan struktur tri angga yaitu kawitan, pengawak dan pengecet. Media ungkap yang penata gunakan adalah gamelan Gong Kebyar.

5.2 Saran-saran

Dalam proses berkarya seni tidak semudah yang kita bayangkan. Banyak hambatan- yang pasti akan kita temukan. Oleh karena itu maka diperlukan kesiapan yang memang benar-benar matang untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

Pada kesempatan ini penata ingin menyampaikan beberapa saran yang kiranya bermanfaat bagi orang banyak yang berkecimpung dalam proses karya seni khususnya seni karawitan.

1. Dalam proses berkarya seni, penentuan ide dan konsep yang matang merupakan kunci utama yang harus dipegang erat oleh seorang composer atau penggarap, guna meraih hasil yang maksimal.

2. Bagi para seniman khususnya seniman karawitan jangan pernah berhenti berkarya untuk melestarikan seni budaya yang kita miliki khususnya seni karawitan.

DAFTAR PUSTAKA

Arya Sugiarta, I Gede 2012.

Kreatifitas

Musik Bali Dalam Garapan Baru

.

Persfektif

Cultural

Studies.

Denpasar : UPT Penerbitan ISI

Denpasar.

Aryasa, I WM, Dkk. 1984.

Pengetahuan

Karawitan

Bali

.Denpasar

:

Departemen

Pendidikan

dan

Kebudayaan Direktorat Jendral

Kebudayaan

Proyek

Pengembangan Kesenian Bali.

Bandem, I Made. 1993.

Ubit-Ubitan Sebuah

Teknik Permainan Gamelan Bali

.

Dilaksanakan Atas Biaya Daftar

Isian Kegiatan STSI.

. 2013. Gambela

n Bali di Atas

Panggung Sejarah

. Denpasar : BP

Stikom Bali.

Djelantik, A.A.M. 1990.

Pengantar Dasar

Ilmu Estetika.

Denpasar : Sekolah

Tinggi Seni Indonesia.

Sri- Srimad A.C, Bhaktivedanta Suami

Prabhupada. 2006.

Bhagawvad-Gita Menurut Asliny

a. Jakarta :

Hanuman Sakti.

Sukerta, Pande Made. 2009.

Perubahan dan

Keberlanjutan

Tradisi

Gong

Kebyar

.

Surakarta : Program Pasca Sarjana.

. Pande Made. 2010.

Tetabuhan Bali

I

. Surakarta : ISI Press Solo.

Sunarma, I Wayan.2004,

Pendidikan Agama

Hindu

. Pustaka Tarukan Agung.

Suweca, I Wayan.2009,

Estetika Karawitan

,

Fakultas Seni Petunjukan Institut

Seni

Indonesia.Buku

(9)

DAFTAR INFORMAN

1.

Nama

: I Made Budha

Umur

: 78 tahun

Pekerjaan

: Penabuh

Alamat

:

Banjar

Dinas

Sukahat,

Desa

Lokasari,

Kecamatan Sidemen.

2.

Nama

: I Wayan Ardana

Umur

: 44 tahun

Pekerjaan

:

Penabuh,

guru

agama hindu

Alamat

:

Banjar

Dinas

Sukahat,

Desa

Lokasari,

Kecamatan Sidemen.

3. Nama

:

I

Ketut

Agus

Angrama, S.Sn

Umur

: 35 tahun

Pekerjaan

: Guru Tabuh

Alamat

: Banjar Dinas

Wangsean,

Desa

Talibeng,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berupa angket.Dengan Kualitas pelayanan sebagai variabel bebas,

Bila perletakan mengalami displacement geser / rotasi secara bersamaan dalam 2 arah maka perletakan bulat ( circular ) umumnya akan lebih sesuai dibanding perletakan persegi

TYPE OF REIMBURSABLE EXPENSES UNIT BREAKDOWN OF QUANTITY QUANTITY TOTAL UNIT COST (IDR) AMOUNT (IDR) UNIT COST (IDR) AMOUNT (IDR) Remarks. ORIGINAL CONTRACT

(ah, jika jumlah modal usaha yang anda miliki tidak menapai angka itu, maka anda masih bisa tetap berbisnis elpiji dengan menjadi sub agen atau pangkalan agen. Sub agen

Berdasarkan pengujian hipotesis secara simultan (uji F) yang telah dianalisis, maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan / bersama-sama gross profit margin, return

Untuk operasional kegiatan peran dan fungsi TKPK provinsi, maka tim teknis TKPK Provinsi telah melakukan fasilitasi, koordinasi dan pengendalian terhadap TKPK Provinsi dan

Pembimbing penulisan skripsi saudara Achmad Syarfandi Suardi : 60200113066, mahasiswa Jurusan Teknik Informatika pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan model pembelajaran Induktif Versi Hilda Taba berpengaruh positif