BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi menjelaskan bahwa organisasi merupakan jaringan
hubungan kontraktual antara manajer (agent) dengan pemegang saham,
kreditur, dan pihak lainnya (principal). Dalam teori ini, agen diasumsikan
sebagai individu yang rasional, memiliki kepentingan pribadi dan berusaha
memaksimalkan kepentingan pribadinya. Manajer sebagai agen bertanggung
jawab untuk mengoptimalkankeuntungan para pemilik (principal), namun di
sisi lain manajer juga memiliki kepentingan memaksimalkan kesejahteraan
mereka sehingga ada kemungkinan besar agen tidak selalu bertindak demi
kepentinganpribadi (Adi dan Nur, 2013).
Keputusan manajer untuk melakukan aktivitas tax avoidance
merupakan salah satu masalah keagenan. Keputusan manajer untuk
melakukan tax avoidance mungkin dilakukan untuk kepentingan pribadi
manajer (misalnya kepentingan terhadap laba tinggi). Namun demikian, bisa
saja keputusan ini bukan merupakan keputusan yang paling sesuai dengan
kepentingan pemegang saham. Manajer mungkin saja hanya mengambil
keputusan tax avoidance berdasarkankepentingan jangka pendek. Di sisi lain
panjang. Dari sinilah muncul masalah keagenan di mana kepentingan
manajerberbeda dengan kepentingan pemegang saham (Wahyudi, 2015). Hal
tersebut menimbulkan asimetris informasi antara pemegang saham dengan
manajer perusahaan. Masalah keagenan ini perlu diselesaikan. Pearce dan
Robinson (2008) menyatakan bahwa pemilik dapat mengambil
tindakan-tindakan lain untuk meminimalkan masalah keagenan, salah satunya adalah
dengan menciptakan tim eksekutif lintas unit-unit perusahaan yang berbeda
dapat membantu memutuskan pengukuran kinerja pada sasaran organisasi
daripada sasaran pribadi. Di Indonesia, yang termasuk tim eksekutif salah
satunya adalah peran auditor eksternal dalam memeriksa kewajaran laporan
keuangan dan kinerja perusahaan. Peran pihak eksternal, akan membatasi
tindakan-tindakan yangmenyebabkan masalah keagenan.
Selain itu untuk meminimalkan masalah keagenan perusahaan juga
memerlukan adanya suatu pengendalian internal dan sistem manajemen
risiko yang efektif. Richardson et al. (2013) berpendapat bahwa manajemen
risiko dan pengendalian internal yang efektif memungkinkan Dewan
Komisaris melakukan monitoring danmengelola risiko yang lebih baik untuk
mengurangi kemungkinan-kemungkinan risiko dan konflik kepentingan yang
terjadi di perusahaan, termasuk risiko perpajakan yang rumit. Dengan
demikian perusahaan diharapkan akan lebih terhindar dari kemungkinan
2. Teori Legitimas (Legitimacy Theory)
Teori legitimasi adalah salah satu teori yang banyak disebutkan dalam
bidang akuntansi sosial dan lingkungan. Lanis dan Richardson (2015) juga
menggunakan teori ini sebagai salah satu perspektif untuk mengembangkan
teori pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan (corporate social
responsibility disclosure).
Legitimacy theory menyatakan bahwa organisasi harus secara
terus-menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan
sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat. Untuk bisa
mempertahankan kelangsungan hidupnya, perusahaan mengupayakan sejenis
legitimasi atau pengakuan baik dari investor, kreditor, konsumen, pemerintah
maupun masyarakat sekitar. Untuk mendapatkan legitimasi dari pemerintah,
perusahaan mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh pemerintah dan perusahaan melakukan aktivitas pertanggungjawaban
sosial guna memperolah legitimasi dari masyarakat. Selain itu, perusahaan
juga seharusnya tidak melakukan tindakan penghindaran pajak, karena jelas
bahwa tindakan penghindaran pajak dapat merugikan penerimaannegara dari
sektor pajak yang seharusnya dapat digunakan untukkepentingan masyarakat
umum. (Indah 2016)
3. Tax Avoidance
Menurut Pohan (2013:23), tax avoidance merupakan upaya
tanpa bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dimana
metode dan tekhnik yang digunakan cenderung memanfaatkan
kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu
sendiri untuk memperkecil jumlah pajak terhutang.
Tax avoidance merupakan upaya penghindaran pajak dengan
memenuhi ketentuan perpajakan dan menggunakan strategi di bidang
perpajakan yang digunakan. Penghindaran pajak ini dilakukan karena banyak
Wajib Pajak badan maupun pribadi merasa terbebani untuk membayar pajak.
Berdasarkan hal tersebut Wajib Pajak berusaha untuk meringankan
kewajiban pembayaran pajak dengan cara meminimalkan jumlah pajak yang
harus dibayar (Dewi dan Sari, 2015)
Tax avoidance merupakan usaha yang sama dengan cara
mengekploitasi celah-celah yang terdapat dalam undang-undang perpajakan,
karena aparat perpajakan tidak dapat melakukan tindakan apa-apa. Pada
hakekatnya, tax avoidance merupakan perbuatan yang sifatnya mengurangi
utang pajak secara ilegal dan bukan mengurangikesanggupan atau kewajiban
pajak melunasi pajak-pajaknya (Pohan,2015:24).
Menurut Mulyani (2013), self assessment system merupakan sistem
perpajakan yang sangat rentan menimbulkan penyelewengan dan
pelanggaran. Penyelewengan dan pelanggaran tersebut merupakan suatu
bentuk dari penghindaran atau perlawanan pajak. Penghindaran pajak
a. Perlawanan Pasif
Perlawanan pajak secara pasif diakibatkan oleh adanya
hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak. Perlawanan ini tidak
dilakukan secara aktif apalagi agresif oleh para wajib pajak.
b. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif mancakup ruang lingkup semua usaha dan perbuatan
yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dengan tujuan
menghindari pajak.
Menurut Suryana (2013) penghindaran pajak lazim dilakukan
perusahaan global dengan cabang di berbagai negara. Modusnya usang tapi
selalu berhasil yaitu:
a. Pembayaran biaya manajemen royalti atas HAKI (Hak Atas Kekayaan
Intelektual) atas logo dan merek kepada perusahaan induk. Peningkatan
royalti akan meningkatkan biaya yang pada akhirnya mengurangi laba
bersih sehingga PPh badan juga turun.
b. Pembelian bahan baku dari perusahaan satu grup. Pembelian bahan baku
dilakukan dengan harga mahal dari perusahaan satu grup yang berdiri di
negara bertarif pajak rendah.
c. Berhutang atau menjual obligasi kepada afiliasi perusahaan induk dan
membayar kembali cicilan dengan bunga sangat tinggi. Tingkat suku
d. Menggeser biaya usaha (termasuk gaji pegawai headquarters) ke negara
bertarif pajak tinggi (cost center) seperti Inggris dan mengalihkan profit
ke negara bertarif pajak rendah (profit center) seperti Bermuda. Dengan
demikian keuntungan perusahaan terlihat kecil dan tidak perlu membayar
pajak korporasi.
e. Menarik dividen lebih besar dengan menyamarkan biaya royalti dan jasa
manajemen untuk menghindari pajak korporasi.
f. Mengecilkan omset penjualan. Perusahaan menjual rugi barang kecabang
perusahaan di negara bertarif pajak rendah, sehingga penjualan ekspor
terlihat merugi. Kemudian dari cabang tersebut, barang dijual dengan
harga normal ke konsumen akhir.
Dari pengertian tersebut terlihat bahwa perencanaan perusahaan
dengan melakukan penghindaran pajak merupakan cara satu-satunya cara
legal yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak dalam rangka mengefisiensikan
pembayaran pajaknya.
4. Return on Assets
ROA adalah perbandingan antara laba bersih dengan total aset pada
akhir periode, yang digunakan sebagai indikator kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba (Kurniasih & Sari, 2013). ROA adalah suatu
indikator yang mencerminkan performa keuangan perusahaan. ROA
menunjukan bahwa besarnya laba yang diperoleh perusahaan dengan
yang mampu diraih oleh perusahaan aka performa keuangan perusahaan
tersebut dapat dikategorikan baik (Maharani dan Suardana, 2014). Hal
tersebut menandakan bahwa manajemen perusahaan semakin efektif dalam
memanfaatkan aset perusahaan untuk menghasilkan laba.
Annisa (2017) menyatakan bahwa ROA memiliki beberapa manfaat
antara lain :
a. Jika perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik maka
dengan analisis ROA dapat diukur efisiensi penggunaan modal yang
menyeluruh dan sensitive terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan
keuangan perusahaan.
b. Dapat diperbandingkan dengan rasio industri sehingga dapat diketahui
posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah
dalalm rencana strategi.
c. Selain berguna untuk kepentingan control, analisis ROA juga berguna
untuk kepentingan perencanaan.
Return on Assets merupakan satu indikator yang mencerminkan
performa keuangan perusahaan, semakin tinggi nilai ROA, maka akan
semakin bagus performa perusahaan tersebut. ROA berkaitan dengan laba
bersih perusahaan dan pengenaan pajak penghasilan untuk wajib pajak
(Kurniasih dan Sari, 2013).
Leverage merupakan rasio yang menunjukan besarnya komposisi
tingkat hutang yang dilakukan perusahaan dalam melakukan suatu
pembiayaan (Kurniasih dan Sari, 2013). Menurut Brigham dan Houston
(2001) dalam Pradnyadari (2015) ada 3 jenis leverage, yaitu :
a. Operating leverage
Operating leverage merupakan penggunaan aktiva atau operasi
perusahaan yang disertai dengan biaya tetap. Setiap perusahaan memiliki
biaya operasi tetap tanpa memperhatikan jumlah biaya tersebut. Biaya
operasi tetap dikeluarkan agar volume penjualan menghasilkan
penerimaan lebih untuk menutup seluruh biaya operasi tetap dan variabel.
b. Financial Leverage
Kebijakan perusahaan mendapatkan modal pinjaman dari luar ditinjau
dari bidang manajemen keuangan, merupakan penerapan kebijakan
financial leverage, dimana perusahaan membiayai kegiatannya
(operasional) dengan menggunakan modal pinjaman serta menanggung
suatu beban tetap yang bertujuan untuk meningkatkan laba per lembar
saham.
c. Total Leverage
Total leverage didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam
menggunakan biaya tetap, baik biaya tetap operasi maupun biaya tetap
financial untuk memperbesar pengaruh perubahan volume penjualan
leverage dapat dipandang sebagai refleksi keseluruhan pengaruh dari
struktur biaya tetap operasi dan biaya tetap financial perusahaan.
Leverage dihitung dari total hutang dibagi dengan total asset
perusahaan. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi menunjukan
bahwa perusahaan lebih banyak bergantung pada hutang dalam membiayai
asset perusahaan. Hutang bagi perusahaan memiliki beban tetap yang berupa
beban bunga. Semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan maka beban
bunga yang harus dibayarkan juga semakin tinggi. Perusahaan yang memiliki
hutang tinggi akan mendapatkan insentif pajak berupa potongan atas bunga
pinjaman sehingga perusahaan yang memiliki beban pajak tinggi dapat
melakukan penghematan pajak dengan cara menambah hutang perusahaan
(Suyanto dan Supramono, 2012).
6. Corporate Social Responsibility
Corporate Sosial Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu
organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap
lingkungan dan sosial kedalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi dibidang hukum
(Nasir et al., 2013).
Hoi et al. (2014) menemukan bahwa perusahaan dengan kegiatan CSR
yang lebih tidak bertanggung jawab, terutama mereka dengan kegiatan CSR
yang tidak bertanggung jawab dan berlebihan pada tahun tertentu, memiliki
sheltering), perbedaan buku pajak yang lebih besar antara
diskresioner/permanen, dan tingkat beban kas pajak yang lebih rendah.
CSR merupakan sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan
pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai
perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya
(financial) saja (Nasir et al., 2013). Tapi tanggung jawab perusahaan harus
berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial
juga ada sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup
menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable).
Berdasarkan pengertian diatas CSR merupakan komitmen perusahaan
untuk berkontribusi terhadap bekerjanya pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dengan karyawan dan perwakilan mereka dalam komunitas
setempat dan masyarakat secara luas untuk meningkatkan kualitas hidup dan
lingkungan, dengan cara yang baik dimana baik untuk dunia usaha dan juga
untukpembangunan.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai
topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.1 sebagai
Tabel 2.1
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Triyudho S (2016) Pengaruh Kualitas
Audit dan Corporate
Social Responsibility
terhadap Tax Avoidance
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variable kualitas audit berpengaruh signifikan negative terhadap tax avoidance. Sedangkan hasil dari variable
corporate social responsibility
berpengaruh signifikan positif terhadap tax avoidance.
2 Maharani, I Gusti Ayu Cahya dan Suardana, Ketut Ali (2014)
Pengaruh Corporate Governance,
Profitabilitas Dan Karakteristik Eksekutif Pada Tax Avoidance
Perusahaan Manufaktur
Variabel yang
berpengaruh negatif adalah proporsi dewan komisaris, kualitas audit, komite audit, dan ROA, sedangkan risiko perusahaan
berpengaruh positif terhadap tax avoidance
3 Dyah Hayu Pradipta dan Supriyadi (2015)
Pengaruh Corporate Social Responsibility
(CSR), Profitabilitas,
Leverage, dan
Komisaris Independen terhadap Praktik Penghindaran Pajak
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CSR dan profitabilitas berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak. Sedangkan variabel leverage dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak
4 Luke dan Zulaikha (2016)
Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Agresivitas Pajak
agresivitas pajak. ROA berpengaruh negatif pada ETR sebagai proksi agresivitas pajak. Intensitas Persediaan berpengaruh positif pada ETR sebagai proksi agresivitas pajak 5 Winarsih et.al. (2014) Pengaruh Good
Corporate Governance
dan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Tindakan Pajak Agresif
Ukuran dewan
komisaris berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif. Ukuran dewan direksi, ukuran komite audit dan CSR tidak berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif 6 Maesarah et.al. (2014) Pengaruh Karakteristik
Perusahaan dan
Corporate Social Responsibility terhadap Penghindaran Pajak
Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Profitabilitas, leverage,
capital intensity,
inventory intensity, dan CSR tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak
7 Femitasari L. (2014) Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional dan Corporate Social Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak
CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap agresivitas pajak
8 Darmawan dan Sukartha (2014)
Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Leverage, Return On Asset dan Ukuran
Perusahaan pada
Penghindaran Pajak.
Corporate governance, ROA dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak leverage tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. 9 Prakosa (2014) Pengaruh Profitabilitas,
Kepemilikan Keluarga,
dan Corporate
Governance terhadap
Profitabilitas,
Penghindaran Pajak di Indonesia
signifikan terhadap penghindaran pajak. Komite audit, leverage, ukuran perusahaan dan kompensasi rugi fiskal
tidak signifikan
berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.
Profitabilitas,
kepemilikan keluarga dan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak. Komite audit, leverage, ukuran perusahaan dan kompensasi rugi fiskal
tidak signifikan
berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.
10 Ratmono dan Sagala (2015)
Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai Sarana Legitimasi : Dampaknya
terhadap Tingkat
Agresivitas Pajak.
CSR berpengaruh
negatif terhadap
agresivitas pajak
perusahaan.
11 Tommy Kurniasih dan Maria M. Ratna Sari (2013)
Pengaruh Return On Assets, Leverage,
Corporate Governance, Ukuran Perusahaan Dan Kompensasi Rugi
Fiskal Pada Tax
Avoidance
ROA berpengaruh negatif terhadap tax avoidance,
leverage tidak
berpengaruh terhadap tax avoidance, corporate
governance tidak
berpengaruh terhadap tax avoidance, ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap tax
avoidance, dan
C. Kerangka Pemikiran
Semakin tinggi nilai Return On Asset (ROA) , berarti semakin tinggi nilai dari
laba bersih perusahaan dan akan semakin rendah tingkat penghindaran pajak.
Ketika laba meningkat penghindaran pajak menurun hal ini disebabkan tingginya
nilai ROA akan dilakukan perencanaan pajak yang matang sehingga
menghasilkan pajak yaang optimal dan kecenderungan melaukan aktivitas
penghindaran pajak mengalami penurunan (Annisa, 2017).
Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi kemungkinan melakukan
tindakan tax avoidance yang tinggi, tingkat tax avoidance yang tinggi ditandai
dengan rendahnya nilai ETR. Suatu perusahaan yang memiliki sumber dana
pinjaman tinggi, maka perusahaan akan membayar beban bunga yang tinggi.
Beban bunga yang tinggi akan mengurangi jumlah laba, dengan berkurangnya
jumlah laba akan mengurangi jumlah beban pajak (Adisamartha dan Noviari,
2015)
Corporate Social Responsibility berpengaruh mengurangi praktik
penghindaran pajak, dimana, semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR yang
dilakukan oleh perusahaan, maka semakin tinggi nilai ETR. Nilai ETr yang
tinggi menunjukan bahwa perusahaan tidak melakukan tax avoidance.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat digambarkan kerangka pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Variabel Independent Variabel Dependent
H1(−)
H2(−)
H3(+)
D. Hipotesis
1. Pengaruh ROA terhadap tax avoidance
Semakin tinggi nilai Return On Asset (ROA) , berarti semakin tinggi
nilai dari laba bersih perusahaan dan akan semakin rendah tingkat
penghindaran pajak. Ketika laba meningkat penghindaran pajak menurun hal
ini disebabkan tingginya nilai ROA akan dilakukan perencanaan pajak yang
matang sehingga menghasilkan pajak yaang optimal dan kecenderungan
melaukan aktivitas penghindaran pajak mengalami penurunan (Annisa,
2017).
Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pradipta dan
Supriyadi (2015) serta penelitian yang dilakukan oleh Prakosa (2014) dan
Kraft (2014) yang menunjukan hasil bahwa profitabilitas berpengaruh negatif
terhadap praktik penghindaran pajak. Hal ini menunjukan jika profitabilitas
perusahaan meningkat maka penghindaran pajak akan mengalami
Leverage (X2)
Corporate Social Responsibility (X3)
peningkatan, hal ini dikarenakan perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi
memiliki beban pajak yang tinggi pula, sehingga perusahaan akan lebih
agresif dalam melakukan penghindaran pajak, sehingga nilai ETR yang
dihasilkan akan semakin rendah.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis pertama yang akan diuji
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
H1 : ROA berpengaruh negatif terhadap ETR sebagai proxyTax Avoidance
2. Pengaruh leverage terhadap tax avoidance
Leverage merupakan rasio yang menunjukan besarnya komposisi
tingkat hutang yang dilakukan perusahaan dalam melakukan suatu
pembiayaan (Kurniasih dan Sari, 2013). Manajer dituntut untuk membuat
keputusan yang memperhitungkan kepentingan stakeholder, sehingga
manajer akan dinilai kinerjanya berdasarkan kemampuannya
mengimplementasikan strategi untuk mencapai tujuan. Salah satu keputusan
penting yang harus diambil manajemen adalah menentukan sumber-sumber
pendanaan bagi perusahaan, yang tercermin dari struktur modal perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Widyawati (2016)
menunjukan bahwa leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap ETR
sebagai proxy tax avoidance. Hal ini dikarenakan semakin tinggi leverage
perusahaan, maka semakin tinggi tindakan penghindaran pajaknya. Tax
avoidance yang tinggi ditandai dengan nilai ETR yang rendah. Perusahaan
cenderung melakukan tindakan tax avoidance. Hal ini dikarenakan
perusahaan yang memiliki hutang tinggi akan mendapatkan insentif pajak
berupa potongan atas bunga pinjaman. Hasil yang sama juga dinyatakan
dalam penelitian Mustika (2017).
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis pertama yang akan diuji
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
H2 : Leverage berpengaruh negatif terhadap Tax Avoidance dengan proksi
ETR
3. Pengaruh corporate social responsibility terhadap tax avoidance
Corporate Social Responsibility merupakan bentuk tanggung jawab
perusahaan terhadap lingkungan sosial yang bertujuan sebagai penarik
perhatian masyarakat terhadap citra perusahaan tersebut. Jika suatu
perusahaan semakin peduli akan pentingnya CSR maka perusahaan tersebut
semakin sadar akan pentingnya pajak bagi masyarakat dan negara sehingga
tidak melakukan tindakan tax avoidance (Andhari dan Sukartha, 2017).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat, dkk (2016) menunjukan
bahwa CSR berpengaruh signifikan terhadap ETR sebagai proksi tax
avoidance, artinya bahwa semakin tinggi pengungkapan CSR suatu
perusahaan maka semakin rendah tingkat tax avoidance perusahaan yang
ditandai dengan semakin tinggi nilai ETR. Semakin tinggi nilai perusahaan
melakukan aktivitas CSR, maka semakin tinggi sikap tanggung jawab yang
jumlah beban pajak yang telah ditetapkan. Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian Mustika (2017) yang menyatakan bahwa CSR
berpengaruh positif terhadap ETR sebagai proksi tax avoidance. Hasil
penelitian Femitasari (2014) yang menyatakan bahwa CSR berpengaruh
positif dan signifikan terhadap agresivitas pajak.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis pertama yang akan diuji
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
H3 : Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap Tax