• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN DI DALAM NETHOUSE. Oleh: ANITA MARYAM A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN DI DALAM NETHOUSE. Oleh: ANITA MARYAM A"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN

DI DALAM NETHOUSE

Oleh: ANITA MARYAM

A34304015

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

PENGARUH JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN

DI DALAM NETHOUSE

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: ANITA MARYAM

A34304015

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(3)

RINGKASAN

ANITA MARYAM. Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Sayuran di dalam Nethouse. (Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA DAN JUANG G. KARTIKA).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis pupuk organik yang terbaik sebagai bahan amelioran tanah pada budidaya caisin (Brassica juncea), kangkung (Ipomoea reptans), pakcoi (Brassica rapa cv. Pakchoy) dan selada (Lactuca sativa L.) di dalam nethouse. Penelitian dilaksanakan di dalam nethouse Unit Lapangan Darmaga, University Farm, Institut Pertanian Bogor mulai Februari hingga Mei 2008.

Penelitian ini merupakan penelitian seri dengan masing-masing percobaan menggunakan tanaman caisin (Brassica juncea), kangkung (Ipomoea reptans), pakcoi (Brassica rapa cv. Pakchoy) dan selada (Lactuca sativa L.) sebagai subyek percobaan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan yang digunakan adalah jenis pupuk organik, yaitu: pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi, pupuk kompos dan kontrol (tanpa pupuk organik). Penelitian menggunakan tiga ulangan sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Satu satuan percobaan merupakan satu bedeng sehingga total bedeng untuk masing-masing percobaan adalah 12 bedeng dimana setiap bedeng berukuran 1 m x 2.2 m. Jarak tanam yang digunakan adalah 0.25 m x 0.20 m dengan 1 bibit/lubang untuk caisin, pakchoi, selada dan 3 bibit/lubang untuk kangkung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk kandang ayam memberikan hasil tertinggi terhadap komponen pertumbuhan caisin dengan 30.84 cm tinggi tanaman, 13.97 cm panjang daun, 7.65 cm lebar daun pada 4 MST dan 5.3 daun pada 2 MST. Pupuk kandang ayam juga memberikan hasil panen tertinggi meliputi 28.92 g bobot per tanaman, 1094.39 g bobot per bedeng, 1019.66 g bobot layak pasar per bedeng serta 17.88 cm panjang akar, 1.30 g bobot akar per tanaman dan 38.14 g bobot akar per bedeng.

Pupuk kandang ayam memberikan hasil tertinggi pada kangkung yaitu terhadap komponen tinggi tanaman (30.99 cm) pada 20 HST, jumlah daun (8.9

(4)

daun) pada 15 HST, bobot per tanaman (9.48 g), bobot per bedeng (675.84 g), bobot layak pasar per bedeng (675.84 g) dan bobot akar per tanaman (1.02 g).

Pupuk kandang ayam menghasilkan pertumbuhan tertinggi pada pakcoi yaitu terhadap komponen tinggi tanaman (19.96 cm), panjang daun (12.68 cm), lebar daun (6.47 cm) dan jumlah daun (6.9 daun) pada 4 MST. Pupuk kandang ayam memberikan hasil panen tertinggi yaitu pada bobot per tanaman (22.45 cm), bobot per bedeng (638.71 g), bobot layak pasar per bedeng (630.99 g), panjang akar (17.35 cm), bobot akar per tanaman (0.97 g) dan bobot akar per bedeng (34.06 g).

Pupuk kandang ayam menghasilkan komponen pertumbuhan dan hasil panen selada tertinggi dengan nilai 17.75 cm tinggi tanaman, 9.03 cm lebar daun dan jumlah daun 6.3 daun pada 4 MST, serta menghasilkan 15.85 g bobot per tanaman, 533.20 g bobot per bedeng dan 533.20 g bobot layak pasar per bedeng. Pupuk kandang sapi menghasilkan panjang akar terpanjang pada selada yaitu 10.34 cm.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PENGARUH JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN

SAYURAN DI DALAM NETHOUSE NAMA : Anita Maryam

NRP : A34304015

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr Ir Anas D. Susila, M.Si Juang G. Kartika, SP NIP. 131 669 950 NIP. 132 311 729

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(6)

ketiga dari Samsino dan Ermulat. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan pertama penulis tempuh di TK Al-Athfal Jakarta Selatan pada tahun 1991-1992. Penulis menyelesaikan pendidikan di MI Darunnajah Jakarta Selatan pada tahun 1998, dilanjutkan studi di SLTP Al-Ulum Medan pada tahun 1998-2001, kemudian SMU Darul Ma’arif Jakarta pada tahun 2001-2004.

Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMU, penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Hortikultura tepatnya pada tahun 2008. Penulis juga aktif di Koperasi Mahasiswa IPB pada periode 2006-2007. Tahun 2006 penulis menjadi sekretaris dalam acara Business Plan Competition yang diadakan oleh KOPMA IPB.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan hanya kepada Allah SWT atas kelimpahan nikmat dan keberkahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. Semoga kita termasuk hamba-Nya yang senantiasa istiqomah dan ikhlas menjalankan perintah-Nya.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Sayuran Di Dalam Nethouse” merupakan bagian dari tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh jenis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil panen beberapa jenis tanaman sayuran.

Dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Anas D. Susila, MSi dan Juang G. Kartika, SP selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan saran selama pelaksanaan penelitian.

2. Dr Ir Maya Melati, MSc selaku dosen penguji atas masukan untuk penyempurnaan skripsi.

3. Nopy, Anna, Prima sebagai teman seperjuangan, terima kasih atas kerja sama selama penelitian.

4. Lena, Wulan, Nia, Santi, Syita, Rima, Cenra yang telah membantu selama penelitian dan teman-teman hortikultura 41 untuk persahabatan dan kebersamaan selama 4 tahun.

5. Bapak Muksin, Pak Atin dan segenap karyawan University Farm lainnya yang telah membantu menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan selama penelitian.

6. Bapak dan Ibu untuk segala doa, kasih sayang, perhatian serta dukungan secara moril dan materil yang tak ternilai.

7. Pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Januari 2009

(8)

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani ... 4 Syarat Tumbuh... 6

Budidaya dan Hasil Panen ... 7

Pupuk Organik ... 9

Nethouse... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan ... 14

Pengamatan ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 16

Caisin (Brassica juncea) ... 17

Kangkung (Ipomoea reptans) ... 20

Pakcoi (Brassica rapa cv. Pakchoy) ... 23

Selada (Lactuca sativa L.) ... 26

Pembahasan... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33

Saran... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(9)

DAFTAR TABEL

Teks

Nomor Halaman

1. Komposisi Unsur Hara Pupuk Kandang Berdasarkan Bahan Penyusun ... 10 2. Komposisi Unsur Hara Pupuk Kandang Berdasarkan Kadar Air ... 11 3. Komposisi Unsur Hara Pupuk Kompos Berdasarkan Bahan

Penyusun…... ... 12 4. Suhu dan RH Rata-rata pada Periode Mingguan Pertanaman Caisin, Kangkung, Pakchoi dan Selada... 17 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Percobaan pada Caisin ’Tosakan’... 17 6. Rata-rata Tinggi Tanaman, Panjang Daun, Lebar Daun dan Jumlah Daun Caisin ’Tosakan’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik... 18 7. Rata-rata Bobot per Tanaman, Bobot per Bedeng dan Bobot Layak

Pasar per Bedeng Caisin ’Tosakan’ pada Perlakuan Jenis Pupuk

Organik ... 19 8. Rata-rata Panjang Akar, Bobot Akar per Tanaman dan Bobot Akar per Bedeng Caisin ’Tosakan’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik ... 20 9. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Percobaan pada Kangkung ’Niagara’ ... 20 10. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Kangkung ’Niagara’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik... 21 11. Rata-rata Bobot per Tanaman, Bobot per Bedeng dan Bobot Layak

Pasar per Bedeng Kangkung ’Niagara’ pada Perlakuan Jenis Pupuk

Organik ... 22 12. Rata-rata Panjang Akar, Bobot Akar per Tanaman dan Bobot Akar per Bedeng Kangkung ’Niagara’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik... 23 13. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Percobaan pada Pakcoi ’Gardena’ ... 23 14. Rata-rata Tinggi Tanaman, Panjang Daun, Lebar Daun dan Jumlah Daun Pakchoi ’Gardena’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik ... 24 15. Rata-rata Bobot per Tanaman, Bobot per Bedeng, dan Bobot layak pasar

per Bedeng Pakchoi ’Gardena’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik ... 25 16. Rata-rata Panjang Akar, Bobot Akar per Tanaman dan Bobot Akar per Bedeng Pakchoi ’Gardena’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik . 26 17. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Percobaan pada Selada Keriting ‘Chia Tai’ ... 27

(10)

18. Rata-rata Tinggi Tanaman, Lebar Daun dan Jumlah Daun Selada Keriting ‘Chia Tai’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik ... 28 19. Rata-rata Bobot per Tanaman, Bobot per Bedeng dan Bobot Layak

Pasar per Bedeng Selada Keriting ‘Chia Tai’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik ... 28 20. Rata-rata Panjang Akar, Bobot Akar per Tanaman dan Bobot Akar per Bedeng Selada Keriting ’Chia Tai’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik... 29

Lampiran

1. Hasil Analisis Kandungan Hara Pupuk Organik... 38 2. Hasil Analisis Kandungan Hara Tanah …... ... 38 3. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah... 39

(11)

DAFTAR GAMBAR

Teks

Nomor Halaman

1. Perbandingan Kangkung dengan Perlakuan Jenis Pupuk Organik …... .. 22 2. Perbandingan Pakcoi dengan Perlakuan Jenis Pupuk Organik... 25 3. Perbandingan Selada dengan Perlakuan Jenis Pupuk Organik ... 27 4. Perbandingan Ukuran Tajuk dan Akar Selada dengan Perlakuan Pupuk

(12)

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia yang meningkat dari 179 juta jiwa pada tahun 1990 menjadi 219 juta jiwa tahun 2005 (Badan Pusat Statistik, 2008) menyebabkan meningkatnya kebutuhan pangan, termasuk sayuran. Produksi selada Indonesia tahun 2005 dibawah 1000 ton sedangkan nilai konsumsi selada sebesar 300 ribu ton (Food Agriculture Organization, 2007a). Produksi kubis dan crucifera (termasuk caisin dan pakcoi) pada tahun yang sama sebesar 1.29 juta ton dan konsumsi komoditas ini adalah 1.26 juta ton (Food Agriculture Organization, 2007a). Produksi kangkung Indonesia tahun 2005 adalah 229.99 ton sedangkan konsumsi mencapai 1.02 juta ton (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008). Dikaitkan dengan ketahanan pangan maka dibutuhkan upaya peningkatan produksi pangan dengan laju yang tinggi dan berkelanjutan sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang belum tercukupi.

Faktor penting yang mempengaruhi peningkatan produktivitas sayuran adalah pemupukan, namun demikian penggunaan pupuk anorganik sintetis secara terus menerus mengakibatkan kesuburan tanah menurun (Husnain et al., 2005). Penggunaan pupuk N, P dan K anorganik secara terus-menerus dengan takaran tinggi tanpa pengembalian sisa panen akan mempercepat pengurasan hara lain seperti S, Ca, Mg serta unsur mikro Zn dan Cu sedangkan hara-hara mikro tersebut jarang ditambahkan ke dalam tanah (Las et al., 2006). Hal ini menyebabkan diperlukannya alternatif bercocok tanam dengan bahan amelioran agar kualitas tanah dan lingkungan tetap terjaga.

Sistem pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) berpengaruh pula dalam budidaya sayuran untuk mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama. Salah satu sistem pengendalian OPT secara mekanis adalah penggunaan nethouse. Nethouse dapat menekan serangan OPT tanpa menggunakan pestisida sintetik. Singh et al. (2006) melaporkan bahwa tingkat gejala Leaf Curl Virus (LCV) akibat serangan vektor Bemisia tabaci pada daun cabai berbeda antara yang ditanam dalam nethouse dengan tanpa nethouse. Mesh 50 x 50 lubang/cm2 memiliki gejala LCV terendah (16.8%), mesh 40 x 40

(13)

2

lubang/cm2 memiliki tingkat gejala 22.7% dan tanaman yang ditanam tanpa

nethouse memiliki gejala LCV tertinggi (95.1%). Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa produksi tanaman dapat dipertahankan tanpa menimbulkan dampak pencemaran bagi lingkungan akibat penggunaan pestisida.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pupuk organik yang merupakan salah satu bahan amelioran tanah. Sebagai amelioran tanah, pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas lapang. Juanda et al. (2003) melaporkan tanah yang mengandung 1.76% bahan organik memiliki kapasitas lapang sebesar 24.46% sedangkan pada tanah yang mengandung 2.87% bahan organik memiliki kapasitas lapang yang meningkat menjadi 36.95%.

Peningkatan kesuburan tanah akibat penambahan pupuk organik tersebut pada akhirnya memberikan manfaat bagi tanaman terutama tanaman sayuran yang membutuhkan bahan organik dalam jumlah yang tinggi. Hasil penelitian Kariada dan Sukadana (2000) menunjukkan bahwa sejak musim pertama perlakuan pupuk, perlakuan kascing 5 ton/ha pada sawi menghasilkan produktivitas sebesar 28.09 ton/ha sedangkan perlakuan pupuk buatan (250 kg Urea/ha, 250 kg ZA/ha, 200 kg SP36/ha dan KCl 100 kg KCl/ha) hanya menghasilkan produktivitas sebesar 12.82 ton/ha. Krishnawati (2003) melaporkan bahwa tanaman kentang dengan perlakuan kascing 1 kg/tanaman menghasilkan tinggi tajuk 35% lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa kascing.

Penggunaan pupuk organik juga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik yang harganya semakin tinggi. Harga eceran tertinggi pupuk urea berdasarkan keputusan pemerintah adalah Rp 1200/kg, namun harga pupuk yang harus dibayar oleh petani tetap saja lebih dari Rp 1200/kg, bahkan harga pupuk urea yang diterima oleh petani di Sumatera Barat mencapai Rp 2000/kg (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2008). Dengan menggunakan pupuk organik maka input yang harus dikeluarkan petani lebih rendah karena selain harganya yang lebih murah, pupuk organik juga dapat diproduksi sendiri oleh petani.

Disamping memberikan banyak keuntungan, pupuk organik memiliki beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan pupuk organik yaitu tingkat mineralisasi yang rendah. Tingkat mineralisasi N pada pupuk organik hanya berkisar -2.1 (imobilisasi N) hingga 9.1 % dalam 5 bulan (Stofella et al., 1997).

(14)

Selain itu, kandungan hara pupuk organik sangat sedikit sehingga dibutuhkan dosis pupuk yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman sayuran. Oleh karena itu, waktu dan dosis aplikasi pupuk organik perlu diperhatikan agar dapat menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman sayuran yang optimum. Manajemen pemupukan yang benar juga perlu diperhatikan pada lahan yang menggunakan nethouse, mengingat bangunan nethouse bersifat permanen.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh jenis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil panen caisin, kangkung, pakcoi dan selada yang dibudidayakan dalam nethouse.

Hipotesis

Penggunaan jenis pupuk organik yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap variabel pertumbuhan dan hasil panen caisin, kangkung, pakcoi dan selada serta terdapat satu jenis pupuk organik yang terbaik bagi tanaman sayuran tersebut.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani

Caisin (Brassica juncea)

Caisin atau Brassica juncea diklasifikasikan ke dalam divisi spermatophyta, kelas angiospermae, famili brassicaceae dengan genus brassica (Ware dan McCollum, 1980). Tanaman setahun ini pada umumnya tumbuh tegak namun ada yang tumbuh terkulai. Tinggi tanaman berkisar 20-60 cm dan batang tidak kompak (Opeña dan Tay, 1994). Caisin memiliki petiol yang panjang berwarna hijau dan tipe daun keriting yang berwarna hijau (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Bunga caisin merupakan bunga lengkap dan biseksual, berwarna krem hingga kuning tua. Bunga caisin menghasilkan buah berbentuk silique berisi 10-20 biji. Bentuk biji globose dengan diameter sekitar 1 cm dengan pola bergaris (Opeña dan Tay, 1994).

Kangkung (Ipomoea reptans)

Kangkung (Ipomoea reptans) termasuk ke dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, kelas dicotyledonae dan famili convolvulaceae (Ware dan McCollum, 1980). Kangkung memiliki dua varietas yaitu kangkung air dan kangkung darat. Kangkung air memiliki warna bunga putih kemerah-merahan, ukuran batang dan daun lebih besar dibandingkan dengan kangkung darat, berbatang hijau dan berbiji sedikit. Buah kangkung memiliki diameter 7-9 mm, halus, berwarna kecoklatan dan berisi 2-4 biji (Westphal, 1994). Kangkung darat memiliki karakteristik warna bunga putih hingga merah muda, daun agak kecil, warna batang putih kehijauan hingga keunguan (Palada dan Chang, 2003).

Di Indonesia terdapat kangkung dengan berbagai aksesi seperti aksesi 511 asal Bekasi, 504 asal Bengkulu, 512 asal Cikampek dan sebagainya dengan ciri tanaman dengan tipe tumbuh tegak, warna daun hijau, batang bulat, bunga berbentuk terompet dan warna bunga putih (Kusandryani dan Luthfy, 2006). Panjang daun, lebar daun dan umur berbunga pada aksesi 511 berturut-turut

(16)

adalah 12.6 cm, 2.95 cm dan 60 hari, pada aksesi 504 berturut-turut 12.3 cm, 2.95 cm dan 65 hari, sedangkan aksesi 512 memiliki nilai berturut-turut 11.8 cm, 3.35 cm, 63 hari (Kusandryani dan Luthfy, 2006).

Pakcoi (Brassica rapa cv. Pakchoy)

Pakcoi (Brassica rapa cv. Pakchoy) merupakan tanaman semusim dengan klasifikasi termasuk divisi spermatophyta, kelas angiospermae, famili brassicaceae dan genus brassica. Food Agriculture Organization (2007b) menyatakan tanaman ini tumbuh besar dan kuat dengan petiol yang panjang. Menurut Tay dan Toxopeus (1994) tinggi tanaman pakcoi pada masa vegetatif yaitu 15-30 cm dan pada masa generatif dapat mencapai 70 cm. Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan daun pakcoi tersusun spiral dan menyebar berwarna hijau tua. Petiol rata dan tebal (0.5-1 cm) berwarna hijau atau putih.

Menurut Tay dan Toxopeus (1994) bunga pakcoi merupakan jenis bunga lengkap, biseksual, berangkai dan berwarna kuning. Buah berasal dari bunga berbentuk silique berukuran 2.5-6 x 3.6-6.5 mm yang berisi 10-30 biji. Biji pakcoi berbentuk subglobose berwarna kemerahan hingga coklat kehitaman dengan diameter 1 mm.

Selada (Lactuca sativa L.)

Menurut Ware dan McCollum (1980) taksonomi tanaman selada yaitu kingdom plantae, divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo asterales, famili compositae, genus lactuca dan spesies Lactuca sativa L.. Grubben dan Sukprakarn (1994) menyatakan tanaman selada merupakan tanaman semusim yang tingginya 30 cm dan dapat mencapai 70 cm.

Tipe selada terdiri dari selada daun, selada crop dan selada cos. Selada daun memiliki karakteristik berdaun dengan urat daun yang halus dan tidak membentuk crop. Selada crop membentuk crop yang padat dan pada bagian dalam terdapat daun yang tipis. Selada cos memiliki daun yang sempit namun panjang, berbentuk silinder dan tidak kompak (Grubben dan Sukprakarn, 1994).

Food Agriculture Organization (2007b) menyatakan kultivar selada

(17)

6

menyebar, berwarna hijau cerah, tahan bolting, toleran suhu tinggi dan resisten terhadap tip burn. Selada ini mengalami kematangan hortikultura selama 40-45 hari dan sangat dikenal di pasar Thailand. Terdapat pula kultivar black seeded yang mempunyai daun yang menyebar, ukuran tanaman besar dan vigor, warna daun hijau cerah, daun keriting menjurai, renyah dan cocok untuk campuran salad. Ballade merupakan kultivar dengan tipe crop dengan rasa yang renyah dan bentuk daun keriting. Kultivar ini toleran suhu tinggi dan cocok dibudidayakan di area yang banyak hujan.

Syarat Tumbuh

Caisin (Brassica juncea)

Caisin dapat hidup didaerah tropis seperti di Indonesia maupun subtropis baik fase vegetatif maupun generatif, tidak terlalu berpengaruh terhadap suhu lingkungan. Pertumbuhan caisin dipengaruhi oleh cahaya, drainase yang baik dan tanah yang subur. Bibit caisin yang kekurangan cahaya sangat rentan mengalami etiolasi. Derajat keasaman tanah 5.5-6.5 diperlukan caisin untuk menghasilkan produksi yang baik (Opeña dan Tay, 1994).

Kangkung (Ipomoea reptans)

Kangkung termasuk tipe sayuran dataran rendah yang pertumbuhannya kurang optimal bila ditanam di dataran lebih dari 700 m dpl (Westphal, 1994). Kangkung dapat tumbuh di daerah dengan iklim panas dan tumbuh optimal pada suhu 25-30°C (Palada dan Chang, 2003). Kangkung sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang dengan kelembaban 60%. Kangkung darat tumbuh optimal pada tanah banyak mengandung bahan organik, tinggi kandungan air dengan pH 5.3-6.0 (Westphal, 1994).

Pakcoi (Brassica rapa cv. Pakchoy)

Pakcoi dapat tumbuh di dataran rendah untuk pertumbuhan vegetatif. Benih pakcoi berkecambah dalam 3-5 hari pada suhu 20-25 oC. Tanaman ini tumbuh optimal pada tanah berpasir hingga lempung berliat. Derajat keasaman

(18)

5.5-7.0 baik bagi pertumbuhan tanaman dan hindari naungan untuk mencegah etiolasi (Tay dan Toxopeus, 1994).

Selada (Lactuca sativa L.)

Selada membutuhkan suhu 17–28 oC untuk tumbuh secara normal, namun ada kultivar tahan panas yang dapat tumbuh pada suhu lebih dari 30 oC (Tindall, 1983). Tanaman selada yang tidak toleran suhu tinggi membutuhkan naungan karena kurang tahan cahaya matahari yang terik dan cuaca panas. Keadaan dengan suhu lebih dari 30 oC menyebabkan selada yang tidak tahan suhu tinggi terhambat

proses perkecambahannya, menghambat pertumbuhan tanaman dan merangsang terjadinya bolting sehingga menyebabkan rasa pahit (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Selada daun tumbuh baik pada tanah lempung berpasir, berdrainase baik dengan pH 6-6.8 (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Budidaya dan Hasil Panen

Caisin (Brassica juncea)

Caisin dapat ditanam secara langsung di lahan atau terlebih dahulu disemai. Benih disemai apabila kondisi lingkungan tidak memungkinkan untuk tumbuh dan perkembangan benih. Benih disemai dalam tray atau bedeng persemaian selama tiga minggu. Penyiraman benih dengan 0.1% larutan urea seminggu sekali selama persemaian dapat menghasilkan bibit yang vigor (Opeña dan Tay, 1994). Setelah tiga minggu, selanjutnya dilakukan transplanting dengan jarak tanam 20-25 x 10-15 cm. Tanaman dapat dipanen pada umur 25 hari setelah

transplanting (Williams et al., 1993) atau 40-80 hari setelah tanam (Opeña dan

Tay, 1994).

Pemberian pupuk kompos dengan dosis 10-15 ton/ha dengan kombinasi 60-110 kg N/ha, 40-60 kg P2O5/ha dan 80-100 kg K2O/ha dapat mencapai

(19)

8

Kangkung (Ipomoea reptans)

Perbedaan jumlah biji yang dihasilkan berpengaruh terhadap perbanyakan kangkung. Kangkung darat diperbanyak melalui biji sedangkan kangkung air melalui stek pucuk batang.

Menurut Palada dan Chang (2003), kangkung dapat dipanen pada umur 30-45 Hari Setelah Tanam (HST) tergantung varietas dan tipe tanaman. Penelitian Kusandryani dan Luthfy (2006) menunjukkan kangkung aksesi 511, 504 dan 512 masing-masing memiliki umur panen 42, 43 dan 40 HST. Palada dan Chang (2003) juga menyatakan kangkung dapat dipanen sekali dengan mencabut tanaman hingga ke akarnya atau beberapa kali dengan memotong sepanjang 15-25 cm pada bagian batang. Pemanenan yang sering dilakukan akan menghambat pembungaan dan menstimulasi pertumbuhan tunas samping. Tanaman yang tidak dipanen menyebabkan tunas samping berkembang menjadi daun yang panjang.

Hasil panen kangkung berbeda-beda disebabkan oleh faktor genetik tanaman. Kangkung aksesi 511, 504 dan 512 masing-masing memiliki bobot tanaman per rumpun sebesar 468.5, 470.0 dan 630.5 g (Kusandryani dan Luthfy, 2006). Pemupukan urea 150-300 kg/ha memberikan hasil panen 7-30 ton/ha (Westphal, 1994).

Pakcoi (Brassica rapa cv. Pakchoy)

Perbanyakan pakcoi dilakukan dengan benih. Penanaman dapat dilakukan secara langsung atau dengan disemai. Penanaman secara langsung dengan cara disebar membutuhkan 1-5 kg benih/ha. Penanaman secara disemai dilakukan dengan melakukan transplanting setelah daun berjumlah 4-5 helai dengan jarak tanam 10-20 cm x 10-20 cm. Umur panen berbeda tergantung varietas dan teknik penanaman yang umumnya berkisar 32-39 HST (Chen, 2000).

Pakcoi membutuhkan 10-20 ton/ha pupuk kandang, 55-75 kg N/ha, 40-80 P/ha dan 80-110 K/ha saat tanam dan 55-75 kg N/ha saat 2 MST. Produktivitas dapat mencapai 10-20 ton/ha untuk kultivar dengan ukuran kecil dan 20-30 ton/ha untuk kultivar dengan ukuran besar (Tay dan Toxopeus, 1994).

(20)

Selada (Lactuca sativa L.)

Selada daun pada umumnya ditanam secara langsung dan memerlukan 0.5 kg benih/ha. Penanaman selada crop dilakukan dengan menyemai benih selama 5-6 minggu. Selada daun dapat dipanen pada umur 30-50 HST tergantung varietas sedangkan selada crop dipanen pada umur 60-80 HST. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman hingga ke akar (Grubben dan Sukprakarn, 1994).

Grubben dan Sukprakarn (1994) menyatakan 30 ton/ha pupuk kandang serta N, P2O5 dan K2O masing-masing 100, 100 dan 80 kg/ha diperlukan untuk

menunjang pertumbuhan tanaman dengan baik. Tanaman selada menyerap nitrogen dan kalsium sangat rendah selama bulan pertama setelah penanaman dan sangat tinggi pada minggu terakhir sebelum panen. Nitrogen terlalu tinggi menyebabkan tanaman mudah mengalami tip burn dan terserang penyakit.

Selada crop memiliki produkivitas sebesar 10 ton/ha namun di daerah

tropis biasanya mencapai 5-10 ton/ha. Produktivitas selada daun lebih rendah dibandingkan selada crop yaitu 3-8 ton/ha (Grubben dan Sukprakarn, 1994).

Pupuk Organik

Pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami maupun buatan yang ditambahkan dan dapat meningkatkan kesuburan media tanam dengan menambah satu atau lebih hara esensial (Foth, 1990). Pupuk organik merupakan pupuk yang dibuat dari bahan dasar bahan organik. Bahan organik dihasilkan dari tumbuhan atau kotoran hewan melalui proses dekomposisi dimana senyawa-senyawa polisakarida menjadi penyusun utama dari bahan organik tersebut.

Stephens (2001) menyatakan bahan organik yang terkandung dalam pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air dan hara serta aktivitas mikroba tanah. Plaster (2003) menambahkan karakteristik yang dimiliki pupuk organik ialah mengandung hara yang bervariasi meliputi hara makro dan hara mikro. Sebagian hara langsung tersedia bagi tanaman dan sebagian lagi dilepas secara perlahan. Selain itu pupuk organik dapat menunjang pertumbuhan organisme tanah yang berguna bagi kesuburan tanah. Kondisi demikian pada akhirnya akan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diusahakan.

(21)

10

Pupuk Kandang

Menurut United State Departemen of Agriculture (2007) pupuk kandang adalah feces, urine dan kotoran lain yang diproduksi oleh ternak dan bukan merupakan kompos. Menurut Foth (1990) pupuk kandang memiliki pengaruh yang sangat baik terhadap sifat fisik dan kimiawi tanah serta meningkatkan perkembangan aktivitas jasad renik.

Pupuk yang dibuat dari bahan dasar hewan ini sering digunakan dalam jumlah yang besar mencapai 20 ton atau lebih sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran tanah dan air. United State Departemen of Agriculture (2007b) menyatakan untuk mengurangi potensi pencemaran, penggunaan pupuk kandang harus memperhatikan keasaman bahan, kadar air, tahap dekomposisi, verifikasi bahwa bahan dasar pupuk tidak mengandung bahan yang dilarang, pernyataan bahwa bahan dasar pupuk tidak mengandung bakteri (E. coli, Salmonella) atau patogen tanaman (nematoda dan patogen lain) dan adanya verifikasi bahwa bahan dasar pupuk tidak mengandung pestisida yang melebihi batas konsentrasi yang ditetapkan oleh Undang-Undang NOP (National Organic Program).

Menurut Foth (1990) pupuk kandang dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan sumbernya, yaitu: kotoran ayam, kambing, kuda dan sapi. Kandungan hara dari tiap golongan tersebut bervariasi. Havlin et al. (2005) menambahkan kandungan hara pupuk kandang dipengaruhi oleh bahan penyusunnya, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Pemupukan dengan pupuk kandang pada tanah dapat menyumbangkan hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, P, K serta unsur mikro lain seperti Fe, Zn dan Mo.

Tabel 1. Komposisi Unsur Hara Pupuk Kandang Berdasarkan Bahan Penyusun

Sumber Kotoran N P2O5 K2O ---kg/ton --- Ayam 10.35 4.95 4.50 Kambing 12.60 1.80 9.00 Kuda 5.85 2.25 5.85 Sapi 4.50 1.80 3.60 Sumber: Plaster, 2003

Kandungan hara pada pupuk kandang dipengaruhi oleh kandungan air pupuk kandang. Kandungan hara semakin rendah dengan meningkatnya kadar air. Kandungan hara dalam berbagai nilai kadar air dapat dilihat pada Tabel 2.

(22)

Tabel 2. Komposisi Unsur Hara Pupuk Kandang Berdasar Kadar Air Kadar Air N P2O5 K2O (%) ---kg/ton--- 95 5 3.5 1.5 75 15 10 5 50 20 20 10 30 30 27.5 15 15 50 35 20 Sumber: Ferguson dan Ziegel, 2004

Pupuk Kompos

Kompos yang digunakan sebagai bahan pembenah tanah memiliki banyak keuntungan. Pupuk ini dapat meningkatkan kandungan bahan organik, daya pegang hara dan air oleh tanah serta menjaga pH tanah dalam tingkat stabil. Lebih lanjut, kompos merupakan sumber hara makro dan mikro. Menurut Dick dan McCoy (1993) kompos memberikan hasil yang lebih baik bila digunakan di daerah tropis daripada di daerah temperate karena dekomposisi bahan organik terjadi lebih cepat. Percobaan Stoffella et al. (1997) terhadap tanaman cabai menunjukkan bahwa kompos 50 ton/ha dapat meningkatkan bobot cabai dengan selisih sebesar 23 g/buah dibandingkan dengan tanaman tanpa kompos.

Mineralisasi nitrogen merupakan proses biologis dimana N-organik dilepas sebagai NH4-N dan NO3-N. Pada umumnya, mineralisasi nitrogen pada

kompos dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusun kompos, kematangan dan kondisi lingkungan selama dan sesudah aplikasi pertama. Tingkat mineralisasi kompos menentukan jumlah dan frekuensi aplikasi. Tanaman sayuran membutuhkan kompos dengan tingkat mineralisasi kompos yang cepat karena sayuran merupakan tanaman setahun (Stoffella et al., 1997).

Pupuk kompos seperti halnya pupuk kandang mengandung unsur hara dalam jumlah yang berbeda-beda. Kandungan unsur hara ini tergantung bahan penyusunnya (Tabel 3).

(23)

12

Tabel 3. Komposisi Unsur Hara Pupuk Kompos Berdasarkan Bahan Penyusun

Bahan Penyusun N P K ---kg/ton--- Rumput 6.6 1.9 7.1 Daun jagung 3 1.3 3.3 Kulit pisang - 32.5 417.6 Tajuk the 41.5 6.2 4.0 Serbuk kayu - 10 40-100 Sumber: Stephens, 2001 Nethouse

Nethouse adalah bangunan yang terbuat dari struktur keras, digunakan

untuk proteksi tanaman dan biasanya berukuran besar. Struktur yang biasa digunakan adalah besi dan ditutup dengan net yang terbuat dari nilon (Talekar et

al., 2003).

Dengan struktur dan ukuran ini, udara tetap dapat masuk dan intensitas radiasi berkurang yang nilai pengurangannya tergantung ukuran mesh. Sifat net yang porous juga berfungsi untuk penyaring angin sehingga mengurangi kerusakan akibat angin kencang. Untuk pertanian organik, nethouse penting untuk proteksi terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT). Menurut Marzan (2002) penggunaan nethouse pada musim kemarau lebih efektif daripada pada musim hujan karena hama berada dalam populasi yang tinggi pada musim kemarau.

Faktor yang sangat menentukan keefektifan nethouse terhadap proteksi tanaman yaitu ukuran mesh net. Ukuran mesh yang kecil, misalnya 16 mesh memiliki ukuran lubang yang besar sehingga memungkinkan masuknya beberapa spesies hama. Hama yang dapat masuk kedalam ukuran net 16 mesh adalah

Plutella xylostella, Phyllotreta striolata, leaf miners and aphids. Spesies pertama

dan kedua merupakan spesies yang menyebabkan kerusakan serius pada berbagai varietas sayuran (Talekar et al., 2003).

Ukuran 32 mesh cukup baik dalam memecah angin namun tidak dapat mencegah masuknya aphids. Ukuran 40 mesh atau 64 mesh memiliki ukuran lubang yang lebih kecil sehingga jumlah OPT yang dapat masuk melalui net berkurang. Kekurangan nethouse dengan ukuran ini adalah suhu di dalamnya menjadi lebih panas (Talekar et al., 2003).

(24)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dalam nethouse Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi ini memiliki jenis tanah ultisol dengan ketinggian tempat 250 m dpl. Penelitian dilaksanakan mulai Februari hingga Mei 2008.

Bahan dan Alat

Varietas tanaman yang digunakan adalah caisin ‘Tosakan’, kangkung ‘Niagara’, pakcoi ‘Gardena’ dan selada keriting ‘Chia Tai’. Bahan lain yang digunakan adalah kascing yang merupakan vermi composting sebagai media tanam. Jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi serta kompos dengan dosis 20 ton/ha atau 7.8 kg/bedeng.

Alat yang digunakan yaitu tray semai (128 lubang/tray), timbangan digital, termometer (Haar-Synth. Hygro. Germany), sistem irigasi dan nethouse. Sistem irigasi yang digunakan adalah irigasi mikro. Nethouse yang digunakan berasal dari bahan mesh putih berukuran 6 m x 16 m.

Metode Penelitian

Percobaan ini merupakan percobaan seri yang masing-masing dilakukan terhadap caisin, kangkung, pakcoi dan selada. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Pupuk organik yang digunakan sebagai perlakuan yaitu pupuk kandang ayam (M1), pupuk kandang sapi (M2), pupuk kompos (M3) dan tanpa pupuk organik atau kontrol (M4). Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan.

Model linier yang digunakan pada percobaan ini adalah : Yij = μ + βi + Mj + εij

(25)

14

Dimana,

Yij = nilai pengamatan kelompok ke-i, jenis pupuk organik ke-j

μ = nilai tengah umum βi = pengaruh kelompok ke-i

Mj = pengaruh jenis pupuk organik ke-j

ε ij = pengaruh galat percobaan

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan, data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F). Jika hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut dengan Tukey pada taraf 5%.

Pelaksanaan

Benih sayuran terlebih dahulu disemai dalam tray semai dengan media kascing. Transplanting dilakukan pada 4 minggu setelah semai. Jarak tanam yang digunakan adalah 0.25 m x 0.20 m, dengan jumlah 1 bibit/lubang untuk caisin, pakcoi dan selada serta 3 bibit/lubang untuk kangkung.

Pengolahan lahan dilakukan sebelum tanam dengan membuat bedeng berukuran 1 m x 2.2 m. Dua minggu sebelum tanam, dilakukan pemupukan dengan cara disebar di permukaan tanah kemudian dibalik dengan menggunakan cangkul agar pupuk merata.

Pemeliharaan awal dilakukan penyulaman pada tanaman yang mati. Selain penyulaman, dilakukan penyiangan gulma yang frekuensinya tergantung jumlah gulma yang tumbuh (tiga kali seminggu). Penyiraman dilakukan sesuai dengan kadar air tanah, apabila tidak hujan, penyiraman dilakukan dua hari sekali. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara manual dan menggunakan pestisida organik yang terbuat dari ekstrak daun tembakau.

Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman beserta akarnya. Panen dilakukan ketika tanaman telah mencapai kondisi siap panen. Panen caisin, pakcoi dan selada dilakukan ketika daun terbawah sudah mulai menunjukkan warna sedikit kuning setelah 4 MST sedangkan kangkung dipanen ketika tinggi tajuk telah mencapai 30 cm.

(26)

Pengamatan

Pegamatan yang dilakukan adalah pengukuran suhu dan kelembaban udara (RH) di dalam nethouse, dilakukan setiap hari pada pagi (07.00-08.00 WIB), siang (12.00-13.00 WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB).

Pengamatan pertumbuhan caisin, pakcoi dan selada dilakukan satu minggu sekali sedangkan pengamatan kangkung dilakukan setiap lima hari berupa tinggi tanaman (cm). Pada caisin, pakcoi dan selada diukur dari kotiledon hingga ujung daun terpanjang sedangkan pada kangkung diukur dari kotiledon hingga titik tumbuh.

Pengamatan juga dilakukan terhadap panjang daun dan lebar daun (cm), panjang daun diukur pada daun yang terpanjang sedangkan lebar daun diukur pada daun yang terpanjang di bagian tengahnya. Pengamatan panjang dan lebar daun caisin dan pakcoi dilakukan setiap satu minggu. Pada selada tidak dilakukan pengamatan panjang daun dan pada kangkung tidak dilakukan pegamatan panjang dan lebar daun.

Jumlah daun diamati dengan menghitung daun yang telah membuka penuh. Pengamatan jumlah daun caisin, pakcoi dan selada dilakukan setiap satu minggu sedangkan pengamatan kangkung dilakukan setiap lima hari.

Pengamatan parameter panen dilakukan setelah panen, meliputi bobot per tanaman (g), bobot per bedeng (g), bobot layak pasar per bedeng (g), panjang akar (cm), yang diukur dari kotiledon hingga ujung akar terpanjang, bobot akar per tanaman (g) dan bobot akar per bedeng (g). Bobot layak pasar per bedeng yaitu bobot hasil panen per bedeng dikurangi dengan bagian yang rusak.

Analisis tanah sebelum penanaman dan analisis pupuk organik dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Bogor. Analisis tanah diantaranya penetapan nitrogen, fosfor, kalium dan pH sedangkan analisis pupuk organik diantaranya terhadap kandungan nitrogen, fosfor, kalium dan kadar air. Metode analisis tanah dan pupuk dapat dilihat pada Lampiran 1.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Kangkung tumbuh normal tanpa gejala layu atau menguning selama pengamatan. Seluruh tanaman kangkung yang ditanam tidak mengalami kematian hingga akhir percobaan. Caisin, pakcoi dan selada tumbuh normal namun pada 4 MST terdapat caisin dengan perlakuan kontrol mengalami defisiensi hara, yang terlihat dengan menguningnya daun terbawah. Jumlah tanaman yang mengalami defisiensi hara tersebut hanya 5%. Gejala ini tidak terjadi pada tanaman dengan perlakuan pupuk kandang ayam.

Jenis gulma yang tumbuh di lahan meliputi Axonopus compressus,

Ageratum conyzoides, Melastoma malabatrichum dan Colocasia esculenta.

Gulma tersebut secara umum tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Penyiangan gulma hanya dilakukan secara manual dengan mencabut tanaman hingga ke akar agar pemberantasan lebih efektif.

Hasil analisis pupuk organik menunjukkan bahwa pupuk kandang ayam memiliki kandungan hara tertinggi yaitu nitrogen 1.40%, P2O5 1.34% dan K2O

2.30%. Pupuk kompos memiliki kandungan hara terendah yaitu nitrogen 0.51%, P2O5 0.26% dan K2O 0.08% (Tabel Lampiran 1). Hasil analisis contoh tanah

sebelum penanaman menunjukkan bahwa derajat kemasaman tanah adalah 4.2 (sangat masam), kandungan C-organik 2.04% (rendah), N-total 0.18% (rendah), P2O5 2.90 ppm (sangat rendah) dan K2O tanah 17 ppm (rendah). Kandungan unsur

hara tanah lengkap dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2. Kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Balai Penelitian Tanah dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3.

Suhu rata-rata nethouse yang cukup tinggi dengan RH rendah pada siang hari tidak menyebabkan tanaman mengalami kelayuan permanen. Suhu rata-rata terendah dan tertinggi selama pengamatan berlangsung berturut-turut yaitu 26.1 °C dan 40.8 °C. Kelembaban relatif rata-rata terendah dan tertinggi adalah 39.5% dan 96.3% (Tabel 4).

(28)

Tabel 4. Suhu dan RH Rata-rata pada Periode Mingguan Pertanaman Caisin, Kangkung, Pakchoi dan Selada

Suhu RH

Umur

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

MST --- ºC --- --- % ---

1 26.1 34.4 29.3 96.3 60.1 86.0

2 28.0 33.7 32.0 95.2 60.5 86.2

3 32.2 37.1 30.4 84.7 50.2 85.0

4 33.5 40.8 32.1 80.9 39.5 84.6

Caisin (Brassica juncea)

Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap komponen pertumbuhan tanaman caisin. Perlakuan jenis pupuk organik juga memberikan pengaruh sangat nyata terhadap komponen hasil panen caisin.

Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Percobaan pada Caisin ’Tosakan’ Umur Tanaman (MST) Peubah 1 2 3 4 Tinggi Tanaman ** ** * * Panjang Daun ** * * ** Lebar Daun ** * ** ** Jumlah Daun * * tn tn Bobot Basah/Tanaman - - - ** Bobot Basah/Bedeng - - - **

Bobot Layak Pasar/Bedeng - - - **

Panjang Akar - - - **

Bobot Akar/Tanaman - - - **

Bobot Akar/Bedeng - - - **

Keterangan:

tn : tidak berbeda nyata pada uji F 5% * : berbeda nyata pada uji F 5% ** : berbeda sangat nyata pada uji F 1% - : tidak dilakukan pengamatan MST : Minggu Setelah Tanam

Pertumbuhan

Pupuk kandang ayam menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang sapi, pupuk kompos dan kontrol. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kandang ayam meningkatkan tinggi tanaman sebesar 358.93% dibandingkan kontrol pada 4 MST.

(29)

18

Panjang daun dan lebar daun secara umum dipengaruhi oleh jenis pupuk organik. Panjang daun dengan perlakuan jenis pupuk organik berbeda nyata pada 2 MST dan sangat nyata pada 1, 3 dan 4 MST (Tabel 5). Lebar daun dengan perlakuan jenis pupuk organik berbeda sangat nyata. Pupuk kandang ayam menghasilkan panjang daun dan lebar daun tertinggi yaitu 213.93% dan 286.36% lebih besar dibandingkan kontrol pada 4 MST (Tabel 6).

Pupuk kandang ayam menghasilkan tanaman dengan jumlah daun tertinggi dibandingkan dengan jenis pupuk organik lain. Tabel 6 menunjukkan bahwa pupuk kandang ayam meningkatkan jumlah daun caisin sebesar 65.53% dibandingkan tanaman kontrol pada 2 MST.

Tabel 6. Rata-rata Tinggi Tanaman, Panjang Daun, Lebar Daun dan Jumlah Daun Caisin ’Tosakan’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Umur

(MST) Jenis Pupuk Organik Tanaman Tinggi Panjang Daun Lebar Daun Jumlah Daun

--- cm ---

Pukan Ayam 11.29a 6.63a 3.70a 3.8a

Pukan Sapi 8.31b 3.93b 2.93ab 3.5ab

Kompos 7.03b 3.09b 2.07bc 2.6ab

1

Kontrol 5.97b 3.04b 1.86c 2.5b

Pukan Ayam 16.65a 8.72a 5.04a 5.3a

Pukan Sapi 11.45ab 6.45ab 4.03ab 4.3ab

Kompos 8.47b 4.86b 2.27b 3.6ab

2

Kontrol 6.26b 3.73b 1.88b 3.2b

Pukan Ayam 22.53a 11.95a 7.51a 5.3

Pukan Sapi 14.14b 7.91ab 4.91ab 4.3

Kompos 8.85b 5.28b 2.96b 3.6

3

Kontrol 6.65b 3.80b 1.94b 3.6

Pukan Ayam 30.84a 13.97a 7.65a 5.6

Pukan Sapi 23.09b 12.65a 6.48a 4.7

Kompos 11.10c 6.34b 3.34b 4.7

4

Kontrol 6.72c 4.45b 1.98b 3.6

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey menurut uji Tukey pada taraf 5 %

Hasil Panen

Peubah bobot per tanaman, bobot per bedeng dan bobot layak pasar per bedeng tanaman caisin sangat nyata dipengaruhi oleh jenis pupuk organik yang digunakan. Perlakuan pupuk kandang ayam memberikan hasil tertinggi terhadap

(30)

bobot per tanaman, bobot per bedeng dan bobot layak pasar per bedeng. Tabel 7 menunjukkan bobot per tanaman dengan perlakuan pupuk kandang ayam sebesar 28.92 g. Bobot per bedeng tertinggi dihasilkan dari perlakuan pupuk kandang ayam (1094.39 g), atau meningkat sebesar 498.55% dibandingkan kontrol. Bobot layak pasar per bedeng tertinggi yaitu 1019.66 g.

Tabel 7. Rata-rata Bobot per Tanaman, Bobot per Bedeng dan Bobot Layak Pasar per Bedeng Caisin ’Tosakan’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Jenis Pupuk

Organik Bobot/Tanaman Bobot/Bedeng Pasar/Bedeng Bobot Layak ---g---

Pukan Ayam 28.92a 1094.39a 1019.66a

Pukan Sapi 7.01b 249.63b 236.77b

Kompos 3.25bc 103.48b 98.63bc

Kontrol 1.34c 21.52b 0.00c

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

Panjang dan Bobot Akar

Panjang akar caisin dengan perlakuan jenis pupuk organik memberikan perbedaan yang sangat nyata. Panjang akar tertinggi dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan pupuk kandang ayam. Pupuk kandang ayam dapat meningkatkan panjang akar 199.00% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 8).

Bobot akar per tanaman maupun bobot akar per bedeng berbeda sangat nyata dengan perlakuan jenis pupuk organik. Tabel 8 memperlihatkan bahwa pupuk kandang ayam memberikan bobot akar per tanaman dan bobot akar per bedeng lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pupuk organik lainnya dengan peningkatan masing-masing 209.52% dan 914.36% dibandingkan kontrol.

(31)

20

Tabel 8. Panjang Akar, Bobot Akar per Tanaman dan Bobot Akar per Bedeng Caisin ’Tosakan’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Jenis Pupuk

Organik Panjang Akar Bobot Akar/Tanaman Bobot Akar/Bedeng

Cm ---g---

Pukan Ayam 17.88a 1.30a 38.14a

Pukan Sapi 12.37b 0.73ab 19.01bc

Kompos 11.96b 1.36a 34.31ab

Kontrol 5.98c 0.42b 3.76c

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

Kangkung (Ipomoea reptans)

Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 9, secara umum perlakuan jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah tinggi tanaman dan jumlah daun kangkung. Janis pupuk organik memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 1-4 HST. Perlakuan jenis pupuk organik juga memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot per tanaman, bobot per bedeng, bobot layak pasar per bedeng serta berpengaruh nyata terhadap bobot akar per tanaman sedangkan pada karakter panjang akar dan bobot akar per bedeng, jenis pupuk organik tidak menghasilkan perbedaan yang nyata (Tabel 9).

Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Percobaan pada Kangkung ’Niagara’ Umur Tanaman (HST) Peubah 5 10 15 20 Tinggi Tanaman ** ** ** ** Jumlah Daun tn * ** tn Bobot/Tanaman - - - ** Bobot/Bedeng - - - **

Bobot Layak Pasar/Bedeng - - - **

Panjang Akar - - - tn

Bobot Akar/Tanaman - - - *

Bobot Akar/Bedeng - - - tn

Keterangan:

tn : tidak berbeda nyata pada uji F 5% * : berbeda nyata pada uji F 5% ** : berbeda sangat nyata pada uji F 1% - : tidak dilakukan pengamatan HST : Hari Setelah Tanam

(32)

Pertumbuhan

Pupuk kandang ayam menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Pupuk kandang ayam meningkatkan tinggi tanaman sebesar 65.46% dibandingkan dengan kontrol pada 20 HST (Tabel 10).

Jenis pupuk organik memberikan perbedaan nyata terhadap jumlah daun pada 10 HST dan sangat nyata pada 15 HST. Jumlah daun terbesar pada 10 HST dimiliki oleh tanaman dengan perlakuan pupuk kandang ayam, diikuti oleh pupuk kompos, pupuk kandang sapi dan kontrol. Jumlah daun dengan pupuk kandang ayam meningkat sebesar 81.95% dibandingkan dengan kontrol pada 15 HST (Tabel 10).

Tabel 10. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Kangkung ’Niagara’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Umur

(HST) Jenis Pupuk Organik

Tinggi Tanaman

(cm) Jumlah Daun

Pukan Ayam 18.64a 4.8

Pukan Sapi 13.57b 4.3

Kompos 12.70b 4.4

5

Kontrol 13.09b 3.9

Pukan Ayam 23.77a 6.3a

Pukan Sapi 16.97b 4.7b

Kompos 14.39bc 4.9b

10

Kontrol 13.99c 4.4b

Pukan Ayam 27.51a 8.9a

Pukan Sapi 21.68b 7.6b

Kompos 16.67bc 5.4c

15

Kontrol 16.10c 4.9c

Pukan Ayam 30.99a 11.4

Pukan Sapi 29.68ab 11.7

Kompos 21.14bc 9.9

20

Kontrol 18.73c 9.6

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada menurut uji Tukey pada taraf 5 %

Hasil Panen

Secara umum, tanaman kangkung dengan perlakuan pupuk kandang ayam memiliki hasil panen tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang sapi, pupuk kompos maupun kontrol (Gambar 1).

(33)

22

Gambar 1. Perbandingan Kangkung dengan Perlakuan Jenis Pupuk Organik; (M1) Pupuk Kandang Ayam, (M2) Pupuk Kandang Sapi, (M3) Pupuk Kompos, (M4) Kontrol

Tabel 11 menunjukkan bobot per tanaman tertinggi dihasilkan dari pemberian pupuk kandang ayam dengan peningkatan sebesar 61.90% dibandingkan dengan kontrol. Tabel 11 juga menunjukkan bobot per bedeng paling tinggi dimiliki oleh tanaman dengan pemberian pupuk kandang ayam yang meningkat sebesar 146.69% dibandingkan dengan kontrol. Bobot layak pasar per bedeng tertinggi dihasilkan oleh tanaman dengan pemberian pupuk kandang ayam (675.84 g), diikuti oleh pupuk kandang sapi (357.69 g), pupuk kompos (329.20 g) dan terendah dihasilkan dari perlakuan kontrol (273.96 g).

Tabel 11. Rata-rata Bobot per Tanaman, Bobot per Bedeng dan Bobot Layak Pasar per Bedeng Kangkung ‘Niagara’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Jenis Pupuk

Organik Bobot/Tanaman Bobot/Bedeng

Bobot Layak Pasar /Bedeng ---g---

Pukan Ayam 9.48a 675.84a 675.84a

Pukan Sapi 4.09b 357.69b 357.69b

Kompos 3.65b 329.20b 329.20b

Kontrol 2.97b 273.96b 273.96b

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

Panjang dan Bobot Akar

Bobot akar per tanaman tertinggi dihasilkan oleh pupuk kandang ayam tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kandang sapi dan pupuk

(M3)

(34)

kompos. Berdasarkan Tabel 12, bobot akar per tanaman meningkat 61.90% dibandingkan kontrol.

Tabel 12. Rata-rata Panjang Akar, Bobot Akar per Tanaman dan Bobot Akar per Bedeng Kangkung ‘Niagara’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Jenis Pupuk Organik Panjang Akar Bobot Akar/Tanaman Bobot Akar/Bedeng cm ---g---

Pukan Ayam 13.63 1.02a 87.24

Pukan Sapi 15.27 0.83ab 74.30

Kompos 14.38 0.73ab 60.17

Kontrol 13.39 0.63b 52.50

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

Pakcoi (Brassica rapa cv. Pakchoy)

Perlakuan jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap seluruh komponen pertumbuhan dan hasil panen yang diamati pada setiap minggu pengamatan. Hasil rekapitulasi sidik ragam pakcoi dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Percobaan pada Pakcoi ’Gardena’ Umur Tanaman (MST) Peubah 1 2 3 4 Tinggi Tanaman ** ** ** ** Panjang Daun ** ** ** ** Lebar Daun ** ** ** ** Jumlah Daun ** ** ** ** Bobot/Tanaman - - - ** Bobot/Bedeng - - - **

Bobot Layak Pasar/Bedeng - - - **

Panjang Akar - - - **

Bobot Akar/Tanaman - - - **

Bobot Akar/Bedeng - - - **

Keterangan:

** : berbeda sangat nyata pada uji F 1% - : tidak dilakukan pengamatan MST : Minggu Setelah Tanam

(35)

24

Pertumbuhan

Tanaman dengan pemberian pupuk kandang ayam menghasilkan tinggi tanaman dan panjang daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik lainnya. Pupuk kandang ayam meningkatkan tinggi tanaman sebesar 478.55% dibandingkan kontrol pada 4 MST (Tabel 14). Panjang daun dengan pupuk kandang ayam meningkat sebesar 344.91% dibandingkan dengan perlakuan kontrol pada 4 MST (Tabel 14).

Pupuk kandang ayam menghasilkan lebar daun dan jumlah daun tertinggi diantara jenis pupuk organik lainnya. Pupuk kandang ayam meningkatkan lebar daun dan jumlah daun pakcoi berturut-turut sebesar 534.31% dan 190.79% dibandingkan kontrol pada 4 MST (Tabel 14).

Tabel 14. Rata-rata Tinggi Tanaman, Panjang Daun, Lebar Daun dan Jumlah Daun Pakcoi ’Gardena’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Umur (MST) Jenis Pupuk Organik Tinggi Tanaman Panjang

Daun Lebar Daun

Jumlah Daun --- cm ---

Pukan Ayam 8.10a 6.79a 3.43a 3.5a

Pukan Sapi 4.13b 3.15b 1.23b 2.2b

1 Kompos 4.09b 3.07b 1.22b 2.5b

Kontrol 2.80b 2.16b 0.78b 2.1b

Pukan Ayam 15.20a 10.26a 5.24a 4.6a

Pukan Sapi 5.67b 4.29b 1.72b 2.9b

2 Kompos 6.00b 4.36b 1.78b 2.7b

Kontrol 3.18b 2.53b 0.86b 2.3b

Pukan Ayam 19.41a 11.89a 6.18a 6.2a

Pukan Sapi 7.60b 4.97b 2.31b 3.7b

3 Kompos 8.49bc 5.20b 2.46b 3.5b

Kontrol 3.32c 2.81b 0.90b 2.3c

Pukan Ayam 19.96a 12.68a 6.47a 6.9a

Pukan Sapi 9.33b 6.10bc 2.64bc 3.9b

4 Kompos 11.37b 6.83b 3.18b 3.6b

Kontrol 3.45c 2.85c 1.02c 2.4b

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

Tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun pakcoi tertinggi dihasilkan dari perlakuan pupuk kandang ayam, diikuti pupuk kandang sapi kemudian pupuk kompos. Tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun pakcoi terendah dihasilkan

(36)

dari perlakuan kontrol. Perbandingan ukuran tajuk pakcoi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan Pakcoi dengan Perlakuan Jenis Pupuk Organik; (M1) Pupuk Kandang Ayam, (M2) Pupuk Kandang Sapi, (M3) Pupuk Kompos, (M4) Kontrol

Hasil Panen

Secara umum pupuk kandang ayam menghasilkan bobot per tanaman, bobot per bedeng dan bobot layak pasar per bedeng yang tertinggi diantara jenis pupuk organik lain. Berdasarkan Tabel 15, bobot per tanaman, bobot per bedeng dan bobot layak pasar per bedeng dengan perlakuan pupuk kandang ayam memiliki nilai tertinggi yaitu 22.45 g, 638.71 g, dan 630.99 g.

Tabel 15. Rata-rata Bobot per Tanaman, Bobot per Bedeng dan Bobot layak pasar per Bedeng Pakcoi ’Gardena’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Jenis Pupuk

Organik Bobot/Tanaman Bobot/Bedeng

Bobot Layak Pasar/Bedeng ---g---

Pukan Ayam 22.45a 638.71a 630.99a

Pukan Sapi 8.16b 169.53b 184.55b

Kompos 9.36b 83.77bc 79.05bc

Kontrol 0.21c 0.94c 0.00c

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

(M3)

(M4) (M2)

(37)

26

Panjang dan Bobot Akar

Perlakuan jenis pupuk organik memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peubah panjang akar. Perlakuan pupuk kandang ayam menghasilkan panjang akar terpanjang (17.36 cm) dibandingkan kontrol (3.06 cm) tetapi tidak berbeda nyata dengan pupuk kandang sapi dan pupuk kompos (Tabel 16).

Bobot akar per tanaman dan bobot akar per bedeng dengan perlakuan jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang sangat nyata. Berdasarkan Tabel 16, perlakuan pupuk kandang ayam menghasilkan bobot akar per tanaman dan bobot akar per bedeng paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar 0.97 g dan 34.06 g.

Tabel 16. Rata-rata Panjang Akar, Bobot Akar per Tanaman dan Bobot Akar per Bedeng Pakcoi ‘Gardena’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Jenis Pupuk Organik Panjang Akar Akar/Tanaman Bobot Akar/Bedeng Bobot

Cm ---g---

Pukan Ayam 17.35a 0.97a 34.06a

Pukan Sapi 16.58a 0.68b 8.36b

Kompos 16.23a 0.61b 6.98bc

Kontrol 3.06b 0.05c 0.22c

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

Selada (Lactuca sativa L.)

Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 17, diketahui bahwa perlakuan jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun pada 1 MST dan sangat nyata pada 2 – 4 MST. Jenis pupuk organik juga memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman dan jumlah daun pada 1 – 4 MST serta terhadap peubah bobot per tanaman, bobot per bedeng, bobot layak pasar per bedeng, panjang akar, bobot akar per tanaman dan bobot akar per bedeng.

(38)

Tabel 17. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Percobaan pada Selada Keriting ‘Chia Tai’ Umur Tanaman (MST) Peubah 1 2 3 4 Tinggi Tanaman ** ** ** ** Lebar Daun ** ** ** ** Jumlah Daun * ** ** ** Bobot/Tanaman - - - ** Bobot/Bedeng - - - **

Bobot Layak Pasar/Bedeng - - - **

Panjang Akar - - - **

Bobot Akar/Tanaman - - - **

Bobot Akar/Bedeng - - - **

Keterangan:

* : berbeda nyata pada uji F 5% ** : berbeda sangat nyata pada uji F 1% - : tidak dilakukan pengamatan MST : Minggu Setelah Tanam

Pertumbuhan

Pupuk kandang ayam menghasilkan tinggi tanaman, lebar daun dan jumlah daun paling tinggi. Perbandingan ukuran tanaman selada dengan perlakuan pupuk kandang ayam dan pupuk kandang sapi dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 18 menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kontrol, pupuk kandang ayam meningkatkan tinggi tanaman sebesar 604.37% pada 4 MST. Lebar dan jumlah daun dengan perlakuan pupuk kandang ayam juga mengalami peningkatan masing-masing yaitu 478.16% dan 77.12% dibandingkan dengan kontrol pada 4 MST.

Gambar 3. Perbandingan Selada dengan Perlakuan Jenis Pupuk Organik; (M1) Pupuk Kandang Ayam, (M2) Pupuk Kandang Sapi

(39)

28

Tabel 18. Rata-rata Tinggi Tanaman, Lebar Daun dan Jumlah Daun Selada Keriting ‘Chia Tai’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Umur

(MST) Jenis Pupuk Organik Tinggi Tanaman Lebar Daun Jumlah Daun

--- cm ---

Pukan Ayam 6.56a 3.29a 4.30a

Pukan Sapi 3.87b 1.85b 3.97a

1 Kompos 2.58bc 1.20b 3.66b

Kontrol 2.08c 0.98b 2.92b

Pukan Ayam 8.74a 5.64a 5.02a

Pukan Sapi 5.02b 2.93b 4.42b

2 Kompos 2.95bc 1.45c 3.95ab

Kontrol 2.11c 1.01c 3.00b

Pukan Ayam 12.06a 7.09a 6.17a

Pukan Sapi 6.98b 3.65b 4.99b

3 Kompos 3.35c 1.58c 4.02c

Kontrol 2.11c 1.22c 3.22c

Pukan Ayam 17.75a 9.03a 6.27a

Pukan Sapi 9.68b 5.41b 5.37b

4 Kompos 4.49c 2.07c 4.19b

Kontrol 2.52c 1.57c 3.54b

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

Hasil Panen

Pemberian pupuk kandang ayam menghasilkan bobot per tanaman dan bobot per bedeng selada lebih tinggi dibandingkan pupuk organik lainnya. Bobot per tanaman dengan perlakuan pupuk kandang ayam yaitu 15.85 g dan bobot layak pasar per bedeng memiliki bobot yang sama dengan bobot per bedeng yaitu 533.20 g (Tabel 19).

Tabel 19. Rata-rata Bobot per Tanaman, Bobot per Bedeng dan Bobot Layak Pasar per Bedeng Selada Keriting ‘Chia Tai’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Jenis Pupuk

Organik Bobot/Tanaman Bobot/Bedeng

Bobot Layak Pasar /Bedeng ---g---

Pukan Ayam 15.85a 533.20a 533.20a

Pukan Sapi 10.66b 326.50b 317.48b

Kompos 1.52c 46.55c 0.00c

Kontrol 0.43c 4.98c 0.00c

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

(40)

Panjang dan Bobot Akar

Pupuk kandang sapi menghasilkan panjang akar lebih tinggi dibandingkan pupuk organik lainnya. Tabel 20 menunjukkan bahwa panjang akar tanaman dengan perlakuan pupuk kandang sapi meningkat sebesar 284.39 % dibandingkan kontrol. Hasil ini berbeda dengan bagian tajuk dimana ukuran tajuk selada terbesar dihasilkan dari pemberian pupuk kandang ayam (Gambar 4).

Gambar 4. Perbandingan Ukuran Tajuk dan Akar Selada dengan Perlakuan Pupuk Kandang Ayam (M1) dan Pupuk Kandang Sapi (M2)

Pupuk kandang sapi menghasilkan bobot akar per tanaman tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan pupuk kandang ayam. Bobot akar per tanaman selada dengan perlakuan pupuk kandang sapi dan bobot akar dengan perlakuan pupuk kandang ayam sebesar 0.77 g (Tabel 20). Bobot akar per bedeng tertinggi dihasilkan dari perlakuan pupuk kandang sapi, yaitu 27.24 g namun tidak berbeda nyata terhadap pupuk kandang ayam dengan nilai 22.67 g (Tabel 20).

Tabel 20. Rata-rata Panjang Akar, Bobot Akar per Tanaman dan Bobot Akar per Bedeng Selada Keriting ‘Chia Tai’ pada Perlakuan Jenis Pupuk Organik

Jenis Pupuk Organik Panjang Akar Bobot Akar/Tanaman Bobot Akar/Bedeng cm ---g---

Pukan Ayam 9.54b 0.77a 22.67a

Pukan Sapi 10.34a 0.77a 27.24a

Kompos 5.45c 0.19b 6.51b

Kontrol 2.69d 0.13b 1.74b

Keterangan: Angka dalam 1 kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5 %

(41)

30

Pembahasan

Secara umum, pupuk organik memberikan respon pertumbuhan yang hampir sama terhadap keempat tanaman sayuran yang diuji. Tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun dan jumlah daun tanaman sayuran yang dengan perlakuan pupuk kandang ayam menunjukkan hasil tertinggi diantara perlakuan jenis pupuk organik lainnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan nitrogen pupuk kandang ayam yang lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang sapi dan kompos. Tabel lampiran 1 memperlihatkan bahwa kandungan nitrogen pada pupuk kandang ayam yaitu 1.40%, pupuk kompos 0.51% dan pupuk kandang sapi 0.46%. Hasil penelitian Wijaya (2006) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk 135 kg N/ha pada tanaman bayam menghasilkan tinggi tanaman 30.98 cm sedangkan perlakuan pupuk 45 kg N/ha hanya menghasilkan tinggi tanaman sebesar 25.04 cm. Penelitian tersebut juga menunjukkan jumlah daun bayam dengan perlakuan pupuk 135 kg N/ha yaitu sebesar 21.8 daun dan perlakuan pupuk 45 kg N/ha menghasilkan jumlah daun sebesar 19.0 daun.

Pupuk kandang ayam menghasilkan bobot per tanaman maupun bobot per bedeng keempat jenis sayuran yang diuji lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang sapi, kompos maupun kontrol. Bobot per tanaman pada caisin, pakcoi dan selada dengan perlakuan pupuk kandang ayam meningkat sebesar 205.82%, 184.00% dan 358.61% dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut terjadi akibat tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun dan jumlah daun dengan perlakuan pupuk kandang ayam lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang sapi maupun kompos dan berbanding lurus dengan bobot per tanaman maupun bobot per bedeng. Hasil penelitian serupa telah dilaporkan oleh Tanu et al. (2004) terhadap tanaman Cymbopogon winterianus dimana pemberian pupuk kandang ayam menghasilkan bobot tajuk yang lebih tinggi, yaitu sebesar 19.80 g per tanaman dibandingkan pupuk kompos daun (16.12 g per tanaman).

Perlakuan jenis pupuk organik menghasilkan pertumbuhan akar yang berbeda pada keempat tanaman sayuran yang diuji. Panjang akar tertinggi pada caisin dan pakcoi dihasilkan dari perlakuan pupuk kandang ayam sedangkan panjang akar tertinggi pada selada dihasilkan dari pupuk kandang sapi. Perbedaan ini terjadi karena pengaruh genetik dari tanaman sayuran yang diuji. Hal ini sesuai

(42)

dengan pernyataan Gardner et al. (1991) bahwa tanaman berbeda-beda dalam mengalokasikan hasil fotositat ke bagian tajuk atau akar sesuai dengan faktor genetiknya. Tanaman caisin dan pakcoi dengan perlakuan pupuk kandang ayam memiliki panjang akar yang lebih tinggi karena pada kandungan hara yang tinggi, tanaman caisin dan pakcoi memprioritaskan untuk pertumbuhan akar. Hasil penelitian Retiandalas (2003) menunjukkan bahwa panjang akar caisin dengan perlakuan AB Mix yaitu 23.0 cm sedangkan panjang akar dengan perlakuan NPK 20-15-15 lebih rendah, yaitu 10.15 cm.

Berbeda dengan caisin dan pakcoi, panjang akar tanaman selada yang diberi pupuk kandang sapi (10.34 cm) lebih panjang dibandingkan dengan yang diberi pupuk kandang ayam (9.54 cm). Keadaan ini terjadi karena akar selada peka terhadap hara. Apabila hara tersedia dalam jumlah yang cukup maka tanaman akan membentuk sistem akar yang dangkal. Sebaliknya, tanaman selada dengan perlakuan pupuk kandang sapi cenderung memperluas akar untuk mendapatkan hara. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setiawan (2007) pada tanaman selada dengan sistem THST (Teknologi Hidroponik Sistem Terapung) dimana panjang akar selada dengan perlakuan kontrol (konsentrasi larutan hara 0) yaitu 15.41 cm sedangkan panjang akar dengan perlakuan konsentrasi larutan hara 2.25 mS.cm-1 yaitu 7.92 cm.

Tanaman sayuran dengan pemberian pupuk kandang ayam menghasilkan rata-rata bobot per tanaman yang tertinggi dibandingkan jenis pupuk organik lainnya yaitu pada caisin 28.92 g, kangkung 9.48 g, pakcoi 22.45 g dan selada 15.85 g. Hasil panen ini lebih rendah daripada bobot panen per tanaman ideal yaitu pada caisin dan pakcoi 50 g, kangkung 16 g dan selada 37.5 g (Grubben dan Sukprakarn, 1994; Opeña dan Tay, 1994; Tay dan Toxopeus, 1994; Westphal, 1994). Rendahnya bobot panen pada percobaan ini karena pada percobaan ini hanya digunakan pupuk organik. Diduga jumlah hara dari pupuk kandang ayam yang diserap tanaman belum mencukupi kebutuhan hara tanaman sayuran untuk memproduksi fotosintat. Berdasarkan hasil analisis pupuk pada Tabel Lampiran 1, pupuk kandang ayam mengandung 1.40% N, 1.34% P2O5 dan 2.30% K2O. Dosis

pupuk yang diberikan adalah 20 ton/ha sehingga jumlah yang diberikan ke dalam tanah setara dengan 280 kg N/ha, 268 kg P2O5/ha dan 460 kg K2O/ha. Jumlah ini

(43)

32

telah memenuhi jumlah yang dibutuhkan sayuran daun secara umum yaitu 121-169 kg N/ha, 21-45 kg P2O5/ha, 106-226 kg K2O/ha (Siemonsma dan Piluek,

1994). Namun demikian, tingkat mineralisasi pupuk kandang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari kandungan nitrat dan amonium, apabila jumlah amonium lebih banyak maka mineralisasi pupuk belum sempurna. Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa kandungan amonium (NH4) pada pupuk kandang ayam lebih

tinggi dibandingkan dengan nitrat (N03) yaitu dengan nisbah nitrat/amonium

0.13/0.32. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat mineralisasi pupuk kandang ayam tersebut belum sempurna sehingga ketersediaan hara yang dapat diserap tanaman masih rendah dan bobot per tanaman yang dihasilkan rendah pula. Hasil penelitian serupa telah dilaporkan oleh Pituati et al. (2006) bahwa pakcoi ’Large Green’ dengan perlakuan pupuk dengan nisbah nitrat/amonium 75/25 memiliki bobot per tanaman 53.20% lebih tinggi dibandingkan perlakuan pupuk dengan nisbah nitrat/amonium 25/75.

Rendahnya bobot panen pada percobaan ini dibandingkan dengan bobot panen ideal juga dipengaruhi oleh teknik aplikasi pupuk. Pada percobaan ini pupuk diberikan dengan cara disebar, namun cara ini menyebabkan akar tanaman sayuran kurang optimal dalam menyerap hara. Penelitian Sutrisna et al. (2003) menunjukkan bahwa tanaman bawang daun yang dipupuk urea dengan cara ditugal didekat lubang tanam memiliki produktivitas 15 ton/ha sedangkan yang dipupuk urea dengan cara disebar hanya memiliki produktivitas sebesar 8.4 ton/ha.

(44)

Kesimpulan

Caisin (Brassica juncea) dan pakcoi (Brassica rapa cv. Pakchoy) dengan pemberian pupuk kandang ayam memberikan hasil tertinggi terhadap komponen tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, bobot per tanaman, bobot per bedeng, bobot layak pasar per bedeng, panjang akar, bobot akar per tanaman dan bobot akar per bedeng.

Pupuk kandang ayam memberikan hasil tertinggi pada kangkung (Ipomoea

reptans) yaitu terhadap komponen tinggi tanaman, jumlah daun, bobot per

tanaman, bobot per bedeng, bobot layak pasar per bedeng, dan bobot akar per tanaman.

Pupuk kandang ayam memberikan hasil tertinggi pada selada (Lactuca

sativa L.) yaitu terhadap komponen tinggi tanaman, lebar daun, jumlah daun,

bobot per tanaman, bobot per bedeng, bobot layak pasar per bedeng. Pupuk kandang sapi menghasilkan panjang akar tertinggi.

Pupuk kandang ayam memiliki kandungan nitrogen, fosfor dan kalium tertinggi dibandingkan pupuk kandang sapi dan pupuk kompos.

Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai waktu dan cara aplikasi pupuk organik yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil panen tanaman sayuran yang optimal.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2008. Population of Indonesia by Province 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 and 2005. http://www.bps.go.id/sector/population/ table1.shtml.[19/07/2008].

Chen, N. C. 2000. Evaluating the Potential of Leavy Vegetable, p. 86-94. In: L. M. Engel and N. C. Altoveros (Eds.). Collection, Conservation and Utilization of Indigenouse Vegetable. AVRDC. Shanhua, Taiwan.

Dick, W. A. and E. L. McCoy. 1993. Enhancing Soil Fertility by Addition of Compost. In: H. A. J. Hoitink and H. M. Keener (Eds.). Science and Enginering of Composting: Design, Environmental, Microbiological, and Utilization Aspects. Renaissance Publication. OH, USA.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode2003-2007. Departemen Pertanian. http://www.hortikultura.deptan. go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=129&Itemid=164. [21/08/2008].

Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2004. Pedoman Pengawasan pupuk Bersubsidi. Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Bina sarana Pertanian. Jakarta.

Food Agriculture Organization. 2007a. http://faostat.fao.org?site/336/default

aspx. [24/11/2007].

Food Agriculture Organization. 2007b. http://www.fao.org/docrep/004/ac145e/

AC145E09.htm. [03/04/2007].

Foth, H. D. 1990. Fundamentals of Soil Science. 8rd ed. John Willey and Sons. New York. 360 p.

Ferguson, J. J and M. R Ziegler. 2004. Guidelines for purchase and application of poultry manure for organic crop production. http://edis.ifas.ufl.edu/ HS217. [05/09/2007].

Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jilid pertama. Penerjemah: Herawati Susilo. UI-Press. Jakarta. 428 hal.

Grubben, G. J. H and S. Sukprakarn. 1994. Lactuca sativa L., p. 186-190. In: J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia and Vegetables 8. PROSEA Foundation. Bogor.

Gambar

Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Percobaan pada Caisin ’Tosakan’
Gambar 1.  Perbandingan Kangkung dengan Perlakuan Jenis Pupuk Organik;
Gambar 2.  Perbandingan Pakcoi dengan Perlakuan Jenis Pupuk Organik; (M1)  Pupuk Kandang Ayam, (M2) Pupuk Kandang Sapi, (M3) Pupuk  Kompos, (M4) Kontrol
Gambar 3.  Perbandingan Selada dengan Perlakuan Jenis Pupuk Organik; (M1)  Pupuk Kandang Ayam, (M2) Pupuk Kandang Sapi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, jumlah CMC- Na yang tidak terlalu besar dalam formula dengan perbandingan 30:70 menjadikan formula dengan perbandingan ini tidak mempunyai viskositas yang

Plastik dikirim ke pabrik dalam keadaan telah disortir sesuai jenisnya (bukan jenis polimer tetapi berdasarkan bahan item plastik seperti item berbahan tebal dipisah

Sebagai sebuah kawasan wisata alam, Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi semenjak tahun 2000 mulai menata kawasan ini dengan membuat beberapa unsur

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan masih terdapat respon- den pasien PKMS Gold maupun pasien PKMS Silver yang tidak puas pada pertanyaan mengenai kesem- buhan

Pada baterai, karbon aktif digunakan sebagai bahan anoda baterai litium dimana kemampuan sebagai karbon aktif dalam menyerap energi sangat baik karena memiliki luas

Asia markets closed higher yesterday ahead of the meeting between Kim Jong Un dated June 12, 2018..

Data hasil penilaian terhadap penggunaan produk pengembangan modul pembelajaran matematika terhadap tes kelas yang yang digunakan sebagai penelitian dengan kelas