1 A. Latar Belakang Masalah.
Indonesia adalah negara berkembang yang mempunyai tingkat perkembangan penduduk yang cepat sehingga dapat menimbulkan kerentanan sosial di semua daerah termasuk Kota Tarakan. Jumlah penduduk Kota Tarakan tahun 2011 menurut hasil proyeksi penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) adalah 204.281 Jiwa dan penyebaran penduduknya juga belum merata. Permasalahan ini dapat berpengaruh perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat sehingga harus diatasi melalui program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Tarakan.1
Dilihat dari pengolahan proyeksi penduduk 2011 untuk kepadatan penduduk di masing-masing kecamatan tidak merata yaitu dari 4 (empat) kecamatan yang ada, kecamatan Tarakan Barat tingkat kepadatan penduduk mencapai 2.556 jiwa per km disusul Tarakan Tengah dengan kepadatan penduduk 1.153 Jiwa km Tarakan Timur 783 jiwa km Tarakan Utara paling rendah yaitu 213 jiwa km 2
1
BPS Kota Tarakan, 2012, Kota Tarakan Dalam Angka (Tarakan City in Figures), Tarakan. hlm. 51.
2 Ibid.
Penyebaran penduduk yang tidak merata ini dapat mengakibatkan adanya kesenjangan tingkat kesejahteraan masing-masing kecamatan disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Dengan tingkat kepadatan dan penyebaran penduduk yang tidak merata yang berdampak pada kesejahteraan tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Tarakan dalam melaksanakan program dan kegiatan yang merupakan penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangannya.
Program dan kegiatan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan salah satunya adalah dengan menganggarkan belanja daerah dalam bentuk hibah dan bantuan sosial. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pedoman Pengelolaan keuangan Daerah (PMDN 13 Tahun 2006) menyebutkan bahwa tujuan belanja daerah hibah dan bantuan sosial merupakan program yang bertujuan untuk :
1. Menunjang peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah.
2. Menunjang peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
3. Menunjang peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan layanan dasar umum.
4. Meningkatkan partisipasi penyelenggaraan pembangunan daerah atau secara fungsional terkait dengan dukungan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Belanja hibah dan bantuan sosial tersebut ditetapkan melalui regulasi yaitu Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran yang ditetapkan dalam APBD yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan bertujuan untuk merencanakan
kegiatan dan program yang akan dilaksanakan. Menurut Suharyanto3 anggaran diperlukan karena :
1. Alat ekonomi pemerintah untuk mengarahkan perkembangan sosial-ekonomi, kesenimbungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat;
2. Adanya keterbatasan sumber daya (scarcity of resources) dan pilihan (choice);
3. Menjadi instrumen akuntabilitas publik yaitu bahwa pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat.
APBD merupakan informasi keuangan yang meliputi daur/ siklus yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran yang memiliki beberapa fungsi diantaranya :
1. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola negara/ daerah selama periode tertentu.
2. Sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijakan yang telah dipilih pemerintah karena persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/ Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus didapatkan terlebih dahulu sebelum anggaran dijalankan.
3. Sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilihnya dikarenakan anggaran pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat/ Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.4
APBD secara umum merupakan penjabaran anggaran-anggaran alokasi dana kepada masyarakat (Public money) dan kepentingan publik untuk dapat diarahkan semaksimal mungkin untuk dapat dirasakan oleh masyarakat di daerah, sedangkan penggunaannya harus dapat menghasilkan daya guna (output) untuk mencapai target/ tujuan dari pelayanan publik (public service) dalam bentuk anggaran yang berbasis kepada masyarakat
3
Hadriyanus Suharyanto, 2005, Konsep Anggaran Kinerja Dalam Anggaran Berbasis Kinerja Konsep dan Aplikasinya, Magister Adminitrasi Publik Universitas Gajah Mada Yogyakarta, hlm. 4.
4
yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah sebagai Pemangku kepentingan (stakeholder).5
Dalam bentuk yang sederhana anggaran kepada masyarakat yang dituangkan dalam APBD berisi rencana yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan dan belanja dalam bentuk dokumen yang dapat menggambarkan kondisi mengenai pendapatan, belanja dan kegiatan.6
Selanjutnya, dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58 Tahun 2005) menyebutkan bahwa APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah terdiri atas :
1. Pendapatan Daerah;
Meliputi semua penerimaan uang melalui kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah yang terdiri atas : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang syah.
2. Belanja Daerah;
Meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayaran kembali oleh daerah.
3. Pembiayaan Daerah.
Meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya yang terdiri dari :
a. Penerimaan pembiayaan;
Terdiri dari : SiLPA tahun anggaran sebelumnya; pencairan dana cadangan; hasil penjualan kekayaan daerah yang
5
Sri Linangkung Erawati, 2009, Penerapan Prinsip Good Governence Dalam Pengelolaan Belanja Bantuan Sosial Pada Pemerintah Daerah di Wilayah Kalimantan Selatan, Tesis Magister Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, hlm 1-6.
6
dipisahkan; penerimaan pinjaman; dan penerimaan kembali pemberian pinjaman.
b. Pengeluaran pembiayaan.
Terdiri dari : pembentukan dana cadangan; penyertaan modal pemerintah daerah; pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman.
Belanja daerah dalam Pasal 26 PP 58 Tahun 2005 dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau Kabupaten/ Kota yang terdiri dari :
1. Urusan wajib;
Yaitu : Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
2. Urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Klasifikasi belanja menurut fungsi dalam Pasal 27 ayat (5) PP 58 Tahun 2005 digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan dengan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:
1. Pelayanan umum;
2. Ketertiban dan keamanan; 3. Ekonomi;
4. Lingkungan hidup;
5. Perumahan dan fasilitas umum; 6. Kesehatan;
7. Pariwisata dan budaya; 8. Agama;
9. Pendidikan;
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan dalam Pasal 27 ayat (7) PP 58 Tahun 2005 disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari :
1. Belanja pegawai; 2. Belanja barang dan jasa; 3. Belanja modal;
4. Bunga; subsidi; 5. Hibah;
6. Bantuan sosial;
7. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan belanja tidak terduga.
Pemerintah Kota Tarakan dalam rangka mengatasi kerentanan sosial permasalahan yang ada dimasyarakat salah satu cara yang diberikan adalah dengan menganggarkan belanja daerah dalam bentuk hibah dan bantuan sosial sebagaimana terdapat dalam jenis belanja daerah yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (7) PP 58 Tahun 2005.
Hibah dan bantuan sosial sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PMDN 13 Tahun 2006) beserta perubahannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 (PMDN 57 Tahun 2007) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 (PMDN 21 Tahun 2011) yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat menganggarkan dana hibah dan bantuan sosial dalam belanja daerah yaitu klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan yang mempunyai tujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Pasal 37 PMDN 13 Tahun 2006 dan perubahannya menyebutkan bahwa hibah dan bantuan sosial merupakan belanja daerah kelompok belanja tidak langsung yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Pedoman Pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD yang dianggarkan dalam belanja daerah telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 (PMDN 32 Tahun 2011) Jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 (PMDN 39 Tahun 2012) tentang Pedoman Pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dibentuk oleh pemerintah mempunyai maksud agar tercipta tertib administrasi, akuntabilitas dan transparansi pengelolaan hibah dan bantuan sosial yang diberlakukan untuk semua pemerintah daerah tidak terkecuali di pemerintah Kota Tarakan.
Untuk dapat menganggarkan belanja hibah dan bantuan sosial dalam perda APBD, PMDN 32 Tahun 2011 dan PMDN 39 Tahun 2012 mengharuskan kepada daerah termasuk pemerintah Kota Tarakan untuk membuat suatu regulasi dalam bentuk peraturan kepala daerah tentang mekanisme pemberian hibah dan bantuan sosial.
Dengan dikeluarkan PMDN 32 Tahun 2011, pemerintah Kota Tarakan terpaksa melakukan penekanan terhadap mata anggaran hibah dan bantuan sosial, data tahun 2011 dan 2012 penerima hibah dan bantuan sosial di Kota Tarakan mengalami penurunan, di tahun 2011 anggaran hibah dan bantuan
sosial mencapai Rp. 140 miliar lebih, sementara untuk tahun 2012 telah turun menjadi Rp. 67 miliar lebih.7
Dengan memperhatikan uraian diatas menjadi dasar peneliti dalam menyusun Tesis yang mengangkat judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah di Kota Tarakan”.
B. Rumusan Masalah.
Dengan memperhatikan latar belakang yang telah dikemukan diatas, yang dapat diambil untuk dijadikan rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimanakah mekanisme pemberian hibah dan bantuan sosial di Kota Tarakan?
2. Apakah hambatan yang dihadapi dalam mekanisme pemberian hibah dan bantuan sosial di Kota Tarakan?
3. Bagaimanakah efektifitas mekanisme pemberian hibah dan bantuan sosial dalam pengelolaan keuangan di Kota Tarakan?
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian adalah pernyataan yang hendak dicapai dengan berpedoman pada perumusan masalah.8 Selaras dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan, selaras dengan itu maka penelitian ini mempunyai tujuan yaitu :
7
http://www.tarakan-tv.com, 20 Maret 2012 09:36. 8
1. Tujuan Diskriptif;
yaitu : untuk dapat mengetahui serta menggambarkan mekanisme pemberian dana hibah dan bantuan sosial di Kota Tarakan.
2. Tujuan Kreatif;
yaitu : untuk mengindentifikasi hambatan dalam mekanisme pemberian dana hibah dan bantuan sosial di Kota Tarakan.
3. Tujuan Inovatif;
yaitu : untuk mengetahui efektifitas mekanisme pemberian dana hibah dan bantuan sosial dalam pengelolaan keuangan daerah di Kota Tarakan;
D. Manfaat Penelitian.
Manfaat yang akan didapat dan menjadi harapan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis;
yaitu : penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang Hukum Administrasi Negara pada umumnya dan Hukum Keuangan Negara pada khususnya.
2. Manfaat Praktis;
yaitu : penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang mekanisme pemberian dana hibah dan bantuan sosial dengan mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaannya agar dapat mengetahui efektifitasnya dalam pengelolaan keuangan daerah
serta diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang bermanfaat untuk pemerintah Kota Tarakan.
E. Keaslian Penelitian
Setelah melakukan penelusuran pada bagian referensi dan penelusuran hasil penelitian dalam media cetak maupun elektronik, penelitian tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah di Kota Tarakan” belum pernah dilakukan.
Dalam media elektronik yang pernah peneliti temukan, hanya mengangkat persoalan penyimpangan pengelolaan anggaran hibah dan bantuan sosial yang berdampak pada persoalan hukum. Pada penelusuran hasil penelitian di perpustakaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta dalam penelitian Tesis ditemukan beberapa yang mengangkat belanja bantuan sosial dalam prinsip good governence dan evaluasi belanja bantuan sosial diantaranya :
1. Sri Linangkung Erawati, Magister Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada Yogyakarta Tahun 2009 dengan judul Tesis : “Penerapan Prinsip Good Governence Dalam Pengelolaan Belanja Bantuan Sosial Pada Pemerintah Daerah di Wilayah Kalimantan Selatan” yang mengangkat rumusan masalah :
a. Sejauhmana pemerintah daerah menerapkan prinsip-prinsip Good Govenence dalam pengelolaan Belanja Bantuan Sosial?
b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan tidak tercapainya penerapan prinsip-prinsip Good Govenence dalam pengelolaan Belanja Bantuan Sosial?
Hasil penelitian ini memiliki kesimpulan adalah : Pengelolaan belanja bantuan sosial di Kalimantan Selatan secara umum belum sepenuhnya menerapkan prinsip “good governence” yang disebabkan beberapa faktor yaitu : Pembuat/ sumber kebijakan, pelaksana dan penerima diantaranya :
a. Faktor pembuat/ sumber kebijakan yang berpengaruh pada : ketidakjelasan peraturan tentang tujuan, penggunaan, penerima dan penentuan besaran alokasi belanja bantuan sosial; belum adanya peraturan yang mengharuskan pemerintah daerah untuk melakukan publikasi; perubahan peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah; belanja bantuan sosial yang dikeluarkan dengan Surat Perintah Pembayaran Langsung; tidak adanya sanksi yang tegas; penempatan belanja bantuan sosial di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah;
b. Faktor pelaksana yang berpengaruh pada : kompetensi pemerintah daerah (pemahaman aparatur mengenai pengelolaan Bantuan sosial); komitmen pemerintah daerah; kurang aktifnya bendahara bantuan sosial; kelalaian bendahara bantuan sosial dan kurangnya kesadaran pemerintah daerah dalam memberikan public service (Pelayanan publik);
c. Faktor penerima berpengaruh terhadap pengelolaan belanja bantuan sosial khususnya prinsip akuntabilias karena kurangnya pemahaman, kesadaram, dan tanggung jawab penerima bantuan keuangan untuk mempertanggungjawabkan dana yang telah diterima.
2. Sisca Veronica Milei, Magister Ekonomika Pembangunan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta Tahun 2010 yang mengangkat judul Tesis : “Evaluasi Penyusunan Anggaran Belanja Bantuan Sosial Dinas Sosial Provinsi Gorontalo” yang mempunyai rumusan masalah “Bagaimana Proses Penyusunan Anggaran Belanja Bantuan Sosial Pada Dinas Sosial Provinsi Gorontalo?”
Adapun hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah :
a. Penyusunan anggaran belanja bantuan sosial di provinsi Gorontalo pengajuannya telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu : sesuai dengan waktu yang ditentukan dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
b. Pada saat penetapan perstujuan anggaran dimungkinkan tidak sepenuhnya disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari anggaran yang diajukan dikarenakan kemapuan keuangan Provinsi Gorontalo yang terbatas;
3. Pada penelusuran hasil penelitian di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, dalam penelitian Tesis ditemukan juga penelitian yang mengangkat belanja bantuan sosial yang berjudul : “Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Kebijakan Belanja Bantuan Sosial
di Kabupaten Morowali” yang diteliti oleh Fardiyanto yuhartono Mala, dengan mengangkat rumusan masalah :
a. Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan anggaran kebijakan belanja bantuan sosial di pemerintah Kabupaten Morowali?
b. Apakah kendala yang dihadapi dalam mekanisme pelaksanaan anggaran kebijakan belanja bantuan sosial di pemerintah Kabupaten Morowali?
c. Upaya-upaya hukum yang harus ditempuh agar mekanisme pelaksanaan anggaran kebijakan belanja bantuan sosial di pemerintah Kabupaten Morowali dapat dilaksanakan secara baik? Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Mekanisme pelaksanaan anggaran kebijakan belanja bantuan sosial di pemerintah Kabupaten Morowali adalah sebagai berikut :
a. Proses mekanisme pelaksanaan anggran kebijakan belanja bantuan sosial pada APBD Tahun 2010 – Tahun 2012, APBD perubahan dan pertanggungjawaban APBD terdapat ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan APBD;
b. Pemerintah Kabupaten Morowali belum melaksanakan sepenuhnya tahapan APBD yang berkenaan dengan pelaksanaan, penatausahaan pendapatan belanja yang diatur dengan PMDN 13 Tahun 2006;
c. Pemerintah Kabupeten Morowali belum melaksanakan asas otonomi dalam arti sesungguhnya.
d. Struktur belanja bantuan sosial dibandingkan dengan APBD Tahun 2010, Tahun 2011 dan Tahun 2012 terdapat kemajuan dan memperhatikan program kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, namun realisasinya belum menerapkan asas umum penyelenggaraan negara Pasal 20 UU 32 Tahun 2004 dan Pasal 122 PMDN 13 Tahun 2006 Jo. PMDN 21 Tahun 2011.
2. Hambatan yang dihadapi dalam mekanisme pelaksanaan anggaran kebijakan belanja bantuan sosial di pemerintah Kabupaten Morowali adalah :
a. Belum mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang APBD dan Perda tentang APBD belum sepenuhnya dipatuhi pelaksanaan angagaran masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD);
b. Belum merinci pengawasan DPRD tentang mekanisme pengawasan yang dilakukan DPRD.
Dengan demikian penelitian ini adalah asli dikarenakan berdasarkan pengamatan penulis belum ada penelitian yang sama baik ditinjau dari segi fokus dan lokus penelitiannya. Namun, jika kemudian ada kemungkinan ditemukan penelitian yang sama, maka penelitian ini dianggap sebagai salah satu bagian untuk melengkapi penelitian tersebut.