• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paparan teknis ini membahas: Dimensi Ketenagakerjaan Dalam Kebijakan Makro Dan Sektoral. Tema-tema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Paparan teknis ini membahas: Dimensi Ketenagakerjaan Dalam Kebijakan Makro Dan Sektoral. Tema-tema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi:"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

Dalam mempersiapkan masukan ILO kepada Komite Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 12 seri paparan teknis singkat (Technical Briefing Notes-TBNs) telah disusun untuk memenuhi dua kegunaan. Pertama, sebagai dokumen latar belakang yang mencakup kebijakan-kebijakan kunci rekomendasi kebijakan berbagai hal terkait dengan pengentasan kemiskinan. Dan kedua, sebagai rancang bangun dalam penyusunan laporan komprehensif: "Terbebas dari Kemiskinan: Masukan ILO atas PRSP Indonesia".

Paparan teknis ini membahas: Dimensi Ketenagakerjaan Dalam Kebijakan Makro Dan Sektoral. Tema-tema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi:

1. Desentralisasi Dan Pekerjaan Yang Layak: Menjalin Hubungan Dengan MDGs;

2. Penciptaan Lapangan Kerja dan Pengembangan Usaha (Pengembangan UKM dan Ekonomi Lokal dan Lapangan Kerja);

3. Pengurangan kemiskinan kaum muda melalui perbaikan jalur dari sekolah menuju bekerja;

4. Pembangunan Desa, Akses, Kesempatan Kerja dan Peluang Memperoleh Penghasilan;

5. Pengenbangan Keterampilan untuk Pertumbuhan Ekonomi dan Kelangsungan Hidup;

6. Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan

Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-hak di tempat Kerja;

7. Buruh Anak di Indonesia; 8. Perlidungan Sosial untuk Semua;

9. Peningkatan Tata Pemerintahan yang baik dalam Pasar Tenaga Kerja melalui Penguatan Dialog Sosial dan Tripartisme;

10. Migrasi: Peluang dan Tantangan Program Strategi Pengentasan Kemiskinan (PRSP) di Indonesia.

(2)

2

Hak Cipta © Kantor Perburuhan Internasional 2004

Pertama terbit tahun 2004

Publikasi Kantor Perburuhan Internasional dilindungi oleh Protokol 2 dari Konvensi Hak Cipta Dunia (Universal Copyright Convention ). Walaupun begitu, kutipan singkat yang diambil dari publikasi tersebut dapat diperbanyak tanpa otorisasi dengan syarat agar menyebutkan sumbernya. Untuk mendapatkan hak perbanyakan dan penerjemahan, surat lamaran harus dialamatkan kepada Publications Bureau (Rights and Permissions), International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland. Kantor Perburuhan Internasional akan menyambut baik lamaran tersebut.

_______________________________________________________________________________ ILO

Seri Rekomendasi Kebijakan:

Kerja Layak dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 2003

I S B N 9 2 2 0 1 5 5 4 0 0

_______________________________________________________________________________

Sesuai dengan tata cara Perserikatan Bangsa Bangsa, pencantuman informasi dalam publikasi publikasi ILO beserta sajian bahan tulisan yang terdapat di dalamnya sama sekali tidak mencerminkan opini apapun dari Kantor Perburuhan Internasional (International Labour Office) mengenai informasi yang berkenaan dengan status hukum suatu negara, daerah atau wilayah atau kekuasaan negara tersebut, atau status hukum pihak pihak yang berwenang dari negara tersebut, atau yang berkenaan dengan penentuan batas batas negara tersebut.

Dalam publikasi publikasi ILO sebut, setiap opini yang berupa artikel, kajian dan bentuk kontribusi tertulis lainnya, yang telah diakui dan ditandatangani oleh masing masing penulisnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing masing penulis tersebut. Pemuatan atau publikasi opini tersebut tidak kemudian dapat ditafsirkan bahwa Kantor Perburuhan Internasional menyetujui atau menyarankan opini tersebut.

Penyebutan nama perusahaan, produk dan proses yang bersifat komersil juga tidak berarti bahwa Kantor Perburuhan Internasional mengiklankan atau mendukung perusahaan, produk atau proses tersebut. Sebaliknya, tidak disebutnya suatu perusahaan, produk atau proses tertentu yang bersifat komersil juga tidak dapat dianggap sebagai tanda tidak adanya dukungan atau persetujuan dari Kantor Perburuhan Internasional.

Publikasi publikasi ILO dapat diperoleh melalui penyalur penyalur buku utama atau melalui kantor kantor perwakilan ILO di berbagai negara atau langsung melalui Kantor Pusat ILO dengan alamat ILO Publications, International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland atau melalui Kantor ILO di Jakarta dengan alamat Gedung PBB, Lantai 5, Jl. M.H. Thamrin 14, Jakarta 10340. Katalog atau daftar publikasi terbaru dapat diminta secara cuma cuma pada alamat tersebut, atau melalui e mail:pubvente@ilo.org ; jakarta@ilo.org.

Kunjungi website kami:www.ilo.org/publns ; www.un.or.id

(3)

3

Pendahuluan

DIMENSI KETENAGAKERJAAN

DALAM KEBIJAKAN

MAKRO DAN SEKTORAL

1

1 Disiapkan oleh Inayatul Islam

Penciptaan lapangan kerja yang produktif dan langgeng untuk mengurangi kemiskinan merupakan salah satu pilar Agenda Pekerjaan yang Layak (Decent Work Agenda/DWA) yang diciptakan Organisasi Buruh Internasional. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa baik di Indonesia maupun di negara-negara lain, ada hubungan yang erat antara kemiskinan dan pasar tenaga kerja. Pada masa pertumbuhan ekonomi yang cepat selama era pemerintahan Suharto, kemiskinan menurun secara berkelanjutan sejalan dengan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian yang lebih produktif, ukuran sektor usaha yang menyediakan pekerjaan bergaji makin besar, keterampilan pekerja meningkat sampai tahap tertentu, dan upah makin tinggi seiring dengan naiknya produktivitas Sayangnya, krisis keuangan tahun 1997 telah membalikkan berbagai kemajuan itu. Kendati krisis tidak menguras seluruh prestasi yang dicapai pada masa sebelum krisis, dan meskipun terjadi pemulihan di sana-sini setelah lima tahun, pasar tenaga kerja Indonesia masih memperlihatkan banyak kelemahan. Makalah ini akan menyoroti kelemahan itu dan menjelaskan ciri-ciri utama dari kerangka kebijakan yang berfokus pada penciptaan lapangan kerja, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi yang penting bagi pembaharuan komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan.

(4)

4

Ketika tingkat kemiskinan meningkat tajam pada saat krisis ekonomi memuncak, banyak tenaga kerja kembali ke sektor pertanian dan ukuran sektor informal perkotaan membesar. Kondisi ini pada gilirannya menciptakan deindustrialisasi. Upah turun tajam sekitar 40 persen.

Sejak itu, tampaknya seperti terjadi pemulihan ekonomi dalam taraf tertentu. Kemiskinan (pendapatan/konsumsi) menurun dari puncaknya pada tahun 1998/1999 dan saat ini (data tahun 2002) posisinya sama dengan tingkat kemiskinan pada tahun 1996. Estimasi awal dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan pada tahun 2002 adalah 17,6 persen, sama dengan yang dicatat pada tahun 1996.2 Upah riil kembali

naik dan pada tahun 2002 mencapai 10-30 persen di atas upah sebelum krisis.3

Walaupun ada tanda-tanda pemulihan yang menjanjikan ini, berbagai indikator pasar tenaga kerja menunjukkan bahwa pemulihan itu masih rapuh. Berbagai rincian yang menunjukkan keadaan ini disajikan dalam lampiran (tabel A1). Simak beberapa angka statistik penting berikut. Pangsa lapangan pekerjaan sektor pertanian menurun sampai 40,1 persen pada tahun 1997, namun pada tahun 2001 naik menjadi 43,3 persen. Pangsa lapangan kerja bergaji mencapai 35,5 persen pada tahun 1997, namun menurun sedikit menjadi 33,3 persen tahun 2001. Sementara itu, pangsa lapangan kerja sektor informal perkotaan (sektor di mana orang miskin terkonsentrasi) pada 1997 mencapai 42,8 persen, tetapi kemudian meningkat menjadi 45 persen pada tahun 2001. Dengan kata lain, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa kondisi ketenagakerjaan yang memburuk pada tahun 1998 ketika Indonesia dilanda resesi akibat krisis ekonomi itu telah berhasil diatasi.

Kenyataan lain juga menunjukkan bahwa tingkat pengangguran naik sangat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2002 mencapai sembilan persen, bandingkan dengan tahun 1997 yang hanya 4,7 persen.4 Harus diakui bahwa pengangguran

Krisis,

pemulihan

ekonomi, dan

pasar tenaga

kerja Indonesia:

kelemahan

struktural yang

permanen

2 Data dipasok oleh Brasukra Sudjana (UNSFIR-UNDP, Jakarta) 3 Alisjahbana dan Manning (2002)

4 Asia Recovery Information Centre database untuk 2003 (www.aric.adb.org)

(5)

5

terbuka di Indonesia justru banyak dialami oleh mereka yang berpendidikan. Data lain menunjukkan bahwa tingkat pengangguran didominasi oleh kaum muda. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Tingkat pengangguran kaum muda pada tahun 2001 tercatat 24,1 persen dibanding dengan 15,5 persen pada tahun 1997. Lebih dari 60 persen orang yang tidak memiliki pekerjaan adalah kaum muda. Kecilnya peluang pekerjaan produktif bagi kaum muda ini Indonesia bisa berkembang menjadi sumber keresahan sosial.

Kesenjangan jender tetap terjadi pada pasar tenaga kerja Indonesia. Walaupun perbedaan upah laki-laki-perempuan terus mengecil dalam beberapa tahun terakhir, tinjauan sekilas atas data pada tabel A1 menunjukkan bahwa pada beberapa indikator penting pasar tenaga kerja, pekerja perempuan tertinggal dari pekerja laki-laki.5 Pada tahun 2001,

misalnya, tingkat partisipasi tenaga kerja (mereka yang berusia 15-64 tahun) untuk perempuan adalah 53,3 persen dibanding dengan 87,3 persen untuk laki-laki. Perempuan pekerja juga kurang terwakili pada sektor pekerjaan bergaji (29,3 persen dibanding 35,6 persen). Pekerja wanita justru lebih terwakili dalam lapangan kerja paruh-waktu (56,4 persen) dan di sektor informal perkotaan (49,9 persen dibanding 42,2 persen), tingkat pengangguran terpaksa (11,5 persen dibanding 7,6 persen) dan lebih rendahnya pencapaian pendidikan (15,5 persen pekerja perempuan berpendidikan menengah dibanding 21,1 persen pekerja laki-laki).6

Berbagai kelemahan pasar tenaga kerja yang disorot dalam bagian sebelumnya menunjukkan perlunya upaya pencapaian dua sasaran utama dalam strategi nasional untuk pengentasan kemiskinan. Sasaran tersebut adalah:

• Perlunya menciptakan lapangan kerja yang langgeng setiap tahun (sekurang-kurangnya dua juta menurut estimasi sekarang) untuk menyerap tenaga kerja pendatang baru dan menghabiskan

Kebijakan

dengan Fokus

Penciptaan

Lapangan Kerja

untuk

Pengentasan

Kemiskinan:

Beberapa

Rekomendasi

5 Kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dikupas dalam Dhanani and Islam (2001).

6 Perkecualian hanya terjadi pada wanita pekerja dengan tingkat pendidikan universitas yang memiliki kesetaraan dengan pria (5,0 persen).

(6)

6

tumpukan penganggur dan setengah penganggur yang lama.

• Perlunya memperkuat lembaga-lembaga pasar tenaga kerja ketimbang merangkul fleksibilitas pasar tenaga kerja dengan cara yang tidak kritis dalam upaya menciptakan lingkungan kesempatan kerja yang layak bagi semua.

Terkait dengan upaya menciptakan lapangan kerja dan memperkuat lembaga-lembaga pasar tenaga kerja terdapat serangkaian rekomendasi kebijakan yang dapat ditempuh. Berikut ini adalah pembahasannya.

Dalam kurun waktu 1999-2002, tingkat pertumbuhan rata-rata Indonesia adalah 3,2 persen. Kondisi tersebut sangat kontras dengan pertumbuhan 7,0 persen dalam kurun waktu 1994 sampai 1997.7 Tingkat pertumbuhan dalam triwulan

kedua tahun 2003 adalah 3,8 persen.8 Tingkat

pertumbuhan setelah krisis yang dicatat sampai sekarang belum cukup untuk menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja baru sebanyak dua juta orang dan untuk menutup akumulasi penganggur dan setengah penganggur. Berdasarkan estimasi terkini elastisitas lapangan kerja, tingkat pertumbuhan minimal lima persen dalam jangka pendek dan jangka menengah merupakan titik kritis dalam menunjang strategi berfokus penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi TINGKAT kemiskinan dalam masa paska krisis di Indonesia.9

Sulit untuk menetapkan secara tegas tentang pemulihan dengan motor lapangan kerja dari krisis keuangan tahun 1997 dan konsekuensinya yang besar kecuali jika perhatian terhadap ketenagakerjaan secara formal dimasukkan menjadi bagian dari target dan tujuan kebijakan makro ekonomi. Otoritas moneter Indonesia, seperti halnya

Indonesia

membutuhkan

kembali

pertumbuhan cepat

dan berkelanjutan

Merefleksikan

sasaran

ketenagakerjaan

dalam kebijakan

makro

7 Asia Recovery Information Centre database untuk 2003 (www.aric.adb.org)

8 Perkiraan terkini tentang pertumbuhan ekonomi tersedia di website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id)

9 Angka lima persen disebut dalam ILO Employment Mission to Indonesia (ILO, 1999a). Perlu dicatat bahwa tingkat pertumbuhan yang diharapkan bisa menyerap tenaga kerja baru sensitif terhadap nilai-nilai utama dari elastisitas ketenagakerjaan yang digunakan. Islam and Nazara (2000) menemukan bahwa tingkat pertumbuhan yang diharapkan bisa me-maintain arus keseimbangan dalam pasar tenaga kerja bervariasi antara 3,5 persen hingga 4,7 persen.

(7)

7

otoritas yang sama di banyak negara, ditugaskan untuk mengendalikan inflasi pada tingkat yang dikehendaki. Dalam jangka menengah, tujuannya adalah untuk mempertahankan tingkat inflasi di bawah 5 persen.10 Pada saat yang sama, kebijakan

fiskal terhambat oleh kebutuhan melakukan “konsolidasi fiskal” untuk mengendalikan ledakan utang dalam negeri pemerintah yang disebabkan oleh krisis. Hal ini diyakini Dapat dimengerti bahwa hal ini berperan menciptakan suatu kerangka kebijakan ekonomi makro yang diarahkan untuk memantau berbagai variabel keuangan dan fiskal.

Dalam kurun waktu 2001-2002, Indonesia mengalami inflasi dua digit (berkisar 11,5-11,9 persen), sementara itu tingkat suku bunga nominal, sebagaimana dicatat pada pertengahan 2001, adalah yang tertinggi di Asia Tenggara. Sejak itu, tingkat bunga nominal turun 350 basis poin dan penurunan tersebut memberikan implikasi pada penurunan tingkat inflasi tahun yang sekarang berkisar pada angka enam persen (seperti tercatat pada Oktober 2003).11 Dalam beberapa hal, otoritas

moneter perlu memecahkan beberapa masalah mendasar. Keuntungan sosial apa yang diperoleh dari upaya mempertahankan tingkat inflasi di bawah lima persen atau, sebaliknya, kerugian sosial apa yang didapat jika kita membiarkan tingkat inflasi mengapung di atas lima persen dalam jangka menengah?12 Apakah mereka telah mempelajari

pengalaman internasional yang menunjukkan bahwa inflasi pada tingkat yang moderat (di bawah 15 persen) tidak berbahaya bagi pertumbuhan, dan juga tidak merugikan kaum miskin?13 Bila tidak ada

jawaban yang meyakinkan atas pertanyaan mendasar ini, inflation targeting hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah ketimbang menghasilkan pemecahan.

Pertimbangkan juga implikasi penerapan kebijakan fiskal yang ketat pada saat pertumbuhan ekonomi tampak lesu. Pemerintah Indonesia telah mengisyaratkan niatnya untuk mencapai sasaran defisit anggaran sebesar 1,3 persen dari PDB untuk 10 Tantangan dan hambatan dalam penerapan “inflation targeting” di

Indonesia dieksplorasi dalam Alamsyah et al (2001)

11 Asia Recovery Information Centre, July Update, 2003. Perkiraan tingkat inflasi tersedia dalam website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) 12 Lihat Akerlof et al (1996) yang memberikan argumentasi bahwa semua

ongkos sosial dari inflasi yang moderat bisa dibesar-besarkan. 13 Fakta-fakta diulas dalam Islam (2003)

(8)

8

tahun 2003, dengan tujuan menyeimbangkan anggaran tahun 2004.14 Untuk mencapai tujuan

fiskal tersebut, pemerintah telah mengasumsikan tingkat pertumbuhan 5 persen untuk tahun 2003, mengusulkan kenaikan pendapatan pajak sebesar 18,7 persen dan telah mengisyaratkan niatnya untuk mengurangi berbagai subsidi bahan bakar, listrik dan butir-butir lain sebesar 39 persen. Keinginan mengurangi subsidi didorong oleh perlunya mengarahkan anggaran belanja ke sasaran yang sesuai. Walaupun tujuannya cukup baik, beberapa pengamat mengungkapkan keprihatinan mereka dengan mengemukakan argumentasi bahwa semua tujuan itu, termasuk proyeksi tingkat pertumbuhan, terlalu ambisius.15

Dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3,8 persen dalam triwulan kedua tahun 2003 (sebagaimana dikemukakan di atas), penilaian ini tampaknya cukup dapat diterima. Lebih penting lagi, kita dapat berargumentasi bahwa walaupun komposisi anggaran itu penting artinya, jumlah keseluruhan anggaran itu bila dikaitkan dengan kebutuhan keuangan dalam strategi nasional mengentaskan kemiskinan, tidak bisa diabaikan.

Tampaknya ada keharusan untuk menyeimbangkan fokus pada variabel keuangan dan fiskal dalam manajemen makro ekonomi dengan komitmen yang yang bisa dipercaya dalam penyediaan kesempatan kerja produktif dan langgeng bagi semua penduduk Indonesia. Komitmen seperti itu dapat terwujud dalam bentuk ‘bursa kerja tahunan’ yang diselenggarakan dalam konteks kesepakatan publik tentang berbagai persoalan yang berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja baik di tingkat nasional maupun lokal. Ini dapat meliputi penetapan target penciptaan lapangan kerja secara eksplisit yang konsisten dengan penyerapan tenaga kerja baru serta pengurangan jumlah penganggur yang ada sekarang (dengan asumsi tentang parameter struktural dalam ekonomi). Target-target utama ini akan menetapkan tingkat pertumbuhan, inisiatif kebijakan yang diperlukan dalam penyusunan anggaran belanja yang berpihak kepada kaum 14 Pemerintah dituntut menerapkan surplus primer(setara dengan 2 persen GDP) dalam beberapa tahun ke depan. Lihat World Bank (2000b). Rancangan APBN 2003 telah diulas di Jakarta Post, 19 Agustus 2002. 15 Lihat Jakarta Post 18 Agustus 2002. Rizal Ramli adalah pengkritik utama

manajemen makroekonomi pemerintah sekarang. Dia mengajukan argumentasi bahwa kebijakan makro hanya melayani kewajiban utang pemerintah. Lihat komentar Ramli di Business Times, 16 Agustus 2002.

(9)

9

miskin. Penggunaan target penciptaan lapangan kerja sebagai bentuk manajemen ekonomi makro pada gilirannya akan menyediakan lingkup pencarian cara-cara dimana proses pertumbuhan dijadikan berbasis tenaga kerja (employment-intensif) atau padat karya, dan dengan demikian mengurangi beban tingkat pertumbuhan itu sendiri untuk menciptakan jumlah kesempatan kerja yang diperlukan untuk memenuhi sasaran kebijakan.

Setiap upaya untuk merancang kerangka kebijakan berfokus ketenagakerjaan harus dipersiapkan oleh kerangka statistik yang tepat yang memungkinkan pemerintah memantau lapangan kerja. Sebagai permulaan, indikator kunci pasar tenaga kerja perlu diperbarui secara teratur. Hal ini yang bisa dilengkapi dengan memperhatikan rekomendasi-rekomendasi yang amat beragam dari studi ILO untuk memperbaiki sistim informasi pasar tenaga kerja (labour market information system -LMIS).16 Ini mencakup perbaikan dalam perancangan

dan pengumpulan data lapangan kerja, upaya-upaya yang lebih keras untuk mengumpulkan informasi tentang pekerjaan mandiri (yang mencakup 40 persen dari keseluruhan tenaga kerja), sistim peringatan dini untuk memantau standar hidup kelompok pekerja miskin dengan cara memfokuskan pada data upah bulanan dari kelompok rentan di angkatan tenaga kerja, memadukan data lapangan kerja dengan indikator kemiskinan, penurunan kesenjangan waktu antara pembuatan, pemrosesan serta penyebaran data, memperkuat kemampuan pejabat-pejabat di tingkat daerah dalam menciptakan data lapangan kerja, dan memastikan bahwa pengumpulan dan pembuatan statistik tenaga kerja didanai sepenuhnya oleh sumber anggaran biasa dari pemerintah. Sebagai tambahan, informasi pasar tenaga kerja yang relevan harus dikembangkan demi kepentingan para pencari kerja, siswa-siswa, peserta pelatihan dan pengusaha.

Keuntungan kunci dari pengintegrasian berbagai masalah lapangan kerja dalam kebijakan makro adalah bahwa cara ini memungkinkan pemerintah menelusuri intensitas lapangan kerja dari pertumbuhan ekonomi melalui berbagai 16 Dhanani (2002)

Penguatan sistim

informasi pasar

tenaga kerja untuk

melengkapi

manajemen

ekonomi makro

yang berfokus pada

ketenagakerjaan.

Inisiatif untuk

meningkatan

intensitas

pertumbuhan

lapangan kerja

(10)

10

estimasi elastisitas lapangan kerja. Makin tinggi elastisitas lapangan kerja berarti makin rendah tingkat pertumbuhan yang diperlukan untuk mencapai target penciptaan lapangan kerja (yaitu, dua juta lapangan kerja yang dikemukakan di atas). Beberapa pertanyaan yang berkaitan tentu muncul pada tahap ini. Bagaimana perilaku historis dari elastisitas ketenagakerjaan? Bagaimana hal ini akan dipengaruhi oleh agenda reformasi mengenai deregulasi lanjutan di dalam negeri, liberalisasi perdagangan dan investasi, serta privatisasi jangka pendek dan jangka menengah?17 Bagaimana

kemungkinan dampak desentralisasi terhadap intensitas ketenagakerjaan dari pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek dan menengah? Sekali lagi, posisi kebijakan yang jelas tentang masalah-masalah ini belum terlihat. Namun demikian, evaluasi seksama yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan masalah-masalah ini sangat diperlukan sebagai bagian dari pengembangan strategi yang tepat dan kredibel, untuk proses pemulihan ekonomi yang didorong oleh sektor ketenagakerjaan.

Lingkup apa yang ada bagi pemerintah untuk meningkatkan elastisitas lapangan kerja, agar dapat mengurangi beban pertumbuhan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja yang diperlukan untuk menyerap tenaga kerja pendatang baru? Suatu strategi pengentasan kemiskinan yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja di Indonesia pada masa paska krisis perlu disertai tindakan yang sesuai yang memastikan kesehatan dan ketahanan sektor pertanian dan memberikan lingkup yang luas bagi usaha kecil dan menengah (UKM) untuk memainkan peran penting dalam kesempatan kerja produktif bagi rakyat jelata Indonesia yang makin lemah di sektor informal.18 Inisiatif ini pada gilirannya

dapat juga meningkatkan distribusi penghasilan dan 17 Kantor ILO Jakarta telah menyelesaikan studi awal mengenai konsekuensi agenda reformasi ekonomi terhadap ketenagakerjaan dalam jangka pendek. Hasilnya, efek agenda reformasi tersebut lebih moderat. Hasil studi ini akan dilaporkan dalam Dhanani and Widarti (2002) dan pokok-pokoknya dalam Islam (2002).

18 Ada sejumlah literatur yang lumayan mengenai usaha kecil dan menengah di Indonesia. Untuk evaluasi kondisi sekarang, lihat Berry et al (2001). Mereka mengajukan argumentasi bahwa selama krisis, usaha kecil menengah beroperasi lebih baik ketimbang perusahaan yang lebih besar, sementara itu selama priode pra-krisis produktivitas mereka tumbuh pada level yang hampir sama dengan usaha besar. Penulis mengusulkan penciptaan lingkungan usaha yang lebih kondusif bagi usaha kecil menengah dan merekomendasikan penyediaan jasa layanan pengembangan bisnis oleh swasta.

(11)

11

dengan demikian memperkuat kapasitas proses pertumbuhan untuk mengentaskan kemiskinan.

Kita juga perlu menyorot peran yang dimainkan oleh sektor/sub-sektor tertentu dalam penciptaan lapangan kerja. Misalnya, bukti yang ada menunjukkan bahwa pakaian jadi, alas kaki, perabot dan elektronik adalah beberapa sub-sektor dalam sektor manufaktur yang mempunyai elastisitas ‘tinggi’ dalam lapangan kerja (di atas 0,5 selama kurun waktu 1985-1997).19 Semua ini juga

merupakan sub-sektor dengan orientasi ekspor yang cukup besar. Ada lingkup dalam aktivitas ini bagi usaha kecil menengah (UKM) untuk memainkan peran penting dalam penciptaan lapangan kerja. Pemerintah juga perlu berupaya menyingkirkan berbagai kendala bagi masuknya sektor/sub-sektor dengan elastisitas tinggi ke dalam lapangan kerja baik dengan cara mengurangi hambatan peraturan ataupun mengatasi praktek-praktek pembatasan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang menguasai pasar (dominan).

Hasil studi ILO secara konsisten telah mengajukan argumentasi bahwa pemerintah perlu memasukkan penggunaan metode produksi berbasis-tenaga kerja ketimbang metode produksi ‘berbasis-peralatan’ dalam kebijakan investasi publik.20 Sektor publik di Indonesia, seperti di negara

berkembang lainnya, menjadi pemeran utama dalam investasi prasarana. Salah satu hasil studi ILO menunjukkan bahwa metode produksi berbasis-tenaga kerja dalam investasi prasarana di Indonesia dapat menciptakan sebanyak 1,2 juta lapangan kerja langgeng selama lebih empat tahun dengan mengabaikan standar kualitas yang selalu dihubungkan dengan teknik produksi padat-peralatan. Ini berati bahwa, bila penciptaan lapangan kerja yang ditimbulkan oleh pertumbuhan berjumlah dua juta per tahun, maka akan ada potensi untuk meningkatkan menjadi 2,3 juta per t a h u n d e n g a n p e n e r a p a n m e t o d e p r o d u k s i berbasis-tenaga kerja dalam kebijakan investasi publik.21 Pemikiran ini cukup penting artinya karena

pemeliharaan prasarana dan investasi akan meningkat secara berarti bila pemulihan ekonomi mulai berjalan.

Penggunaan

metode produksi

berbasis-tenaga

kerja dalam

kebijakan investasi

publik

19 Lihat Islam (2002) 20 ILO (2000a) 21 ILO (1999a)

(12)

12

Hal penting yang berkaitan dengan intervensi kebijakan yang berfokus pada pengentasan kemiskinan adalah sistim pendidikan dan pelatihan. Ada hubungan erat antara pencapaian pendidikan dan kemiskinan di tingkat rumah tangga. Lebih khusus lagi, bukti yang ada menunjukkan bahwa 87 persen masyarakat miskin Indonesia berpendidikan dasar atau kurang. Sederhananya, meningkatkan pendidikan kepala rumah tangga sampai tingkat sekolah lanjutan tingkat pertama akan menurunkan tingkat kemiskinan dari 30 persen menjadi 17 persen.22 Perubahan ini sangat signifikan

dan menunjukkan bahwa semua orang Indonesia perlu mencapai tingkat pendidikan serendah-rendahnya sekolah lanjutan tingkat pertama — suatu target yang sebetulnya sudah dicanangkan oleh pemerintah Indonesia. Target ini juga sejalan dengan komunitas internasional yang mengemukakan argumentasi tentang perlunya ‘pendidikan untuk semua.’23 Pada gilirannya ini akan

memunculkan tantangan besar dalam kebijakan, yaitu bagaimana mengusahakan agar semua hambatan itu disingkirkan untuk mendapatkan partisipasi yang luas dari orang miskin dalam sistim pendidikan dan pelatihan.24 Secara khusus,

perhatian lebih perlu diberikan pada upaya menyingkirkan perbedaan jender dalam sistim pendidikan dan pelatihan yang menjadi bagian dari Sasaran Pembangunan Milenium (Milenium Development Goals/MDGs) yang dicanangkan oleh masyarakat internasional pada tahun 2002.25

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, perbedaan jender tetap terjadi di pasar tenaga kerja Indonesia dan cukup kentara dalam bentuk kesenjangan pencapaian pendidikan antara pekerja laki-laki dan perempuan.

Akses ke sistim

pendidikan dan

pelatihan untuk

meningkatkan hasil

partisipasi dalam

pasar tenaga kerja

22 Fakta-fakta diulas dalam Islam (2002)

23 Mingat dan Winters (2002) memberikan perhatian terhadap sasaran pendidikan untuk semua pada tahun 2015 –tujuan ini dibuat oleh 180 negara yang tergabung dalam Forum Pendidikan Dunia di Dakar, Senegal, pada tahun 2000. Tujuan semacam itu merupakan kelanjutan dari agenda yang ditetapkan dalam konferensi dunia “Pendidikan untuk Semua” yang diselenggarakan di Thailand pada tahun 1990.

24 SMERU (2001) meluncurkan newsletter yang menyoroti kesulitan yang dihadapi kaum miskin untuk mengakses sekolah menengah. Penulis, Oey-Mayling Gardiner, mencatat bahwa ada dua hambatan yang dihadapi kaum miskin, yakni (a) minimnya jumlah sekolah menengah pertama yang didanai pemerintah, (b) biaya-biaya lain, bahkan di sekolah-sekolah pemerintah, menciptakan diskriminasi bagi kaum miskin. Laporan media belakangan ini menunjukkan pengalaman di Banjarnegara (sebuah kota kabupaten di Jawa Tengah) tentang hambatan yang tak mudah dihadapi oleh keluarga biasa dalam kaitannya dengan sekolah anak-anak mereka di sekolah menengah pertama. Tingkat putus sekolah di kabupaten seperti itu mendekati 50 persen! Lihat Jakarta Post, 25 Maret 2002. 25 Lihat UNICEF (2003) yang menyediakan perbaruan penyelidikan global

(13)

13

Pendapat kuat yang berkembang dewasa ini bahwa fleksibilitas pasar tenaga kerja menjadi kunci pertumbuhan lapangan kerja yang pesat. Ini berarti perlunya pendekatan kebijakan di mana pengaturan kelembagaan yang menyangkut peraturan perundang-undangan tentang kewajiban berserikat, perundingan bersama, upah minimum, jaminan kepada mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan jaminan sosial pekerja perlu dihapuskan karena semuanya ini menghambat penciptaan lapangan kerja. Hasil riset terkini – yang menggunakan fakta-fakta internasional—menunjukkan ada kesangsian atas kebenaran klaim seperti itu.26 Hasil analisis

tentang skim santunan bagi mereka yang menganggur juga menunjukkan bahwa efek disinsentif atas ketentuan demikian terlalu dibesar-besarkan27, sementara hasil penelitian dalam

konteks Asia Timur menunjukkan bahwa ketentuan seperti itu dapat dijangkau secara fiskal, bahkan untuk Indonesia.28 Ada juga pendapat profesional

yang kian berkembang yang mengatakan bahwa sistim informal untuk jaminan sosial (berbagai bantuan yang diberikan oleh organisasi-organisasi swasta serta jaringan informal para rekan dan keluarga) tidak perlu efisien dan tidak efektif dalam mengatasi berbagai gejolak ekonomi yang luas (seperti seperti pada tahun 1997) yang menimbulkan risiko pasar tenaga kerja yang sistemik, dalam bentuk lonjakan-lonjakan pengangguran dan setengah-pengangguran.29 Risiko pasar tenaga

kerja pada gilirannya berakar pada ketidak-pastian dan kerawanan ekonomi yang berdampak pada orang kebanyakan. Hasil studi menunjukkan bahwa, di Indonesia, 30 persen penduduk rawan terhadap ririko pasar tenaga kerja dan bentuk-bentuk lain ketidak-pastian ekonomi sehingga mereka terpaksa bertahan di tengah berbagai gejolak kemiskinan.30

Memperkokoh

lembaga-lembaga

pasar tenaga kerja

dalam upaya

menciptakan

pekerjaan yang

layak bagi semua

26 Seperti Baker et al (2002:55) mencatat: Hasil penelitian kami menunjukkan adanya kesenjangan yang kian melebar antara keyakinan bahwa deregulasi di pasar tenaga kerja akan dijalankan dengan institusi yang mengatur soal ini tidak dijalankan dengan baik. Dan bahkan kurangnya bukti-bukti yang menyebutkan bahwa makin lemahnya proteksi kolektif dan sosial terhadap pekerja akan memberikan dampak positif atas prospek mereka. Lihat juga Rama (2001) yang mengambil fakta internasional untuk menunjukkan bahwa adopsi terhadap standard utama perburuhan tidak akan mengganggu pertumbuhan (dan implikasinya malah berupa penciptaan lapangan kerja). Dalam kasus Indonesia, studi tentang dampak upah minimum terhadap ketenagakerjaan malah memberikan keuntungan ketimbang hasil yang tercampur baur. Lihat Islam dan Nazara (2001), SMERU 2002), dan Alatas dan Cameron (2003).

27 Lihat Acemoglu dan Shimmer (2000) 28 Lihat Lee (1998), dan Vroman (1999)

29 Lihat Murdoch (1999). Juga lihat Ginnekan (1999), Beattie (2000), ILO (2000b), ESCAP (2000)

(14)

14

Tampaknya beralasan untuk menyimpulkan bahwa pembubaran lembaga-lembaga pasar tenaga kerja untuk menciptakan kekuatan pasar tanpa regulasi dalam pasar tenaga kerja juga dapat menciptakan lapangan kerja, namun cara ini tidak mampu ‘mengedepankan peluang bagi semua perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan produktif yang layak dalam kondisi bebas, setara, aman, dan bermartabat sebagai manusia.31

Bila demikian, apa yang harus ditempuh untuk kemajuan?

Untuk mengatasi kerawanan dan ketidak-pastian ekonomi, yang timbul dari risiko pasar tenaga kerja, Indonesia dapat mempertimbangkan pemberlakuan suatu pola jaminan kerja untuk memenuhi kebutuhan pekerja di sektor formal. Sementara itu, suatu pola jaminan umum yang dirancang dengan baik untuk masyarakat dapat berfungsi sebagai penjamin pekerjaan bagi pekerja di sektor informal dan mereka yang bekerja di pedesaan.

Pola jaminan umum sudah banyak dikenal di semua negara Asia (termasuk Indonesia) yang mengalami dampak krisis keuangan pada tahun 1997. Kesimpulan umum dari perkembangan ini adalah bahwa pola ini belum sepenuhnya berhasil dalam memenuhi tujuannya. Dampak penciptaan lapangan kerja berkembang biasa-biasa saja dan mereka yang berhak memperoleh bantuan seringkali tidak memperoleh akses ke manfaat potensial program ini, dan ini terutama disebabkan oleh penyusunan pola yang terburu-buru.32 Pemerintah

perlu mencari inspirasi dari pengalaman internasional yang menunjukkan bahwa pola jaminan umum dapat menjadi bagian penting dari pola kerja kebijakan jaring pengaman sosial jangka panjang di negara-negara berkembang.33

31 ILO. Decent Work: Report of the Director-General, Geneva, International Labour Conference, 87th Session 1999.

32 Program penciptaan lapangan kerja secara langsung akan menghasilkan pekerjaan sementara setara dengan kurang dari satu persen dari jumlah angkatan kerja. Lihat Jorgensen and Domelan (1999:16). Lee (1988:55) memperkirakan jika seseorang memasukkan semua belanja sosial langsung ke dalam penciptaan lapangan kerja, efeknya bisa disimpulkan sebagai berikut: tujuh persen dari pengangguran di Thailand; 10 persen dari pengangguran di Indonesia; dan 24 persen dari pengangguran di Korea Selatan.

(15)

15

Agenda pemantapan lembaga-lembaga pasar tenaga kerja perlu juga memperhitungkan persepsi tentang meningkatnya keresahan perburuhan di Indonesia yang sekarang tanpa dapat disangkal lagi telah menimbulkan keprihatinan di kalangan investor dalam dan luar negeri.34 Salah satu cara yang

sesuai dalam mengatasi masalah keresahan perburuhan dan berbagai keprihatinan yang menyertainya adalah ‘dialog sosial’ atau pembangunan konsensus melalui musyawarah dan negosiasi antara pengusaha dan pekerja. Konsep dialog sosial telah berhasil membuahkan prinsip tripartit yang dikembangkan ILO dan yang sudah lama diterapkan di berbagai tempat, yang melibatkan kepesertaan pemerintah, organisasi pengusaha dan organisasi pekerja.

Adapun yang menjadi tantangan dalam proses dialog sosial di Indonesia adalah keseimbangan antara suara, pemberdayaan dan keterwakilan dari kepentingan-kepentingan para pekerja biasa di satu pihak dan kepentingan-kepentingan lingkungan hubungan industrial yang kondusif bagi investasi, pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di sisi yang lain. Ini tampaknya memerlukan fokus perhatian pada koalisi yang luas antara para pengusaha, organisasi pekerja, organisasi masyarakat madani serta intelektual publik yang dapat bekerja bersama pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas penting dalam upaya mencapai pemulihan yang dimotori lapangan kerja. Kita dapat mempertimbangkan penyelenggaraan ‘bursa pekerja’ yang disebut sebelumnya sebagai titik penggerak koalisi dimaksud. Sementara itu, perlu ditekankan bahwa apa pun deklarasi dari pertemuan tersebut hanya akan berfungsi sesuai yang dikehendaki bila semua ini bertolak dari sistim hubungan industrial yang dilandasi hak-hak pekerja. Pemerintah Indonesia telah mulai melangkah dengan jelas ke arah ini dengan meratifikasi semua konvensi utama ILO yang menyangkut ‘prinsip-prinsip dan hak-hak dasar di tempat bekerja’.35

34 Survei the Japan Bank for International Cooperation (JBIC) pada 2001 mencatat bahwa Indonesia terus tertinggal di belakang Cina dan Thailand dalam kompetisi memperebutkan dana investasi Jepang dan kemungkinan besar bakal dikalahkan oleh Vietnam dan India pada dekade ini. JBIC meminta Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah perbaikan iklim investasi. Penting dicatat bahwa Jepang merupakan sumber terbesar investasi asing di Indonesia. Lihat Jakarta Post, 22 Maret 2002. 35 Ini meliputi: hak berserikat, hak untuk berorganisasi, dan hak melakukan

perundingan bersama, pencegahan kerja paksa dan buruh anak, penghapusan diskriminasi pekerja.

(16)

16

Dengan demikian, Indonesia telah menjadi satu-satunya negara di kawasan Asia Timur yang memikul tugas-tugas itu.36 Namun demikian, ratifikasi

hanyalah awal dari semua upaya ini. Tantangan berikut adalah realisasi berkelanjutan atas hak-hak pekerja semua orang Indonesia dengan konteks pertumbuhan yang bertumpu pada ketenagakerjaan.

Paparan Teknis telah menyoroti berbagai kelemahan pasar tenaga kerja yang masih tampak di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Walaupun ada tanda-tanda menggembirakan dengan semakin berkurangnya kemiskinan dan peningkatan upah riil, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa berbagai perubahan yang memburuk dalam struktur ketenaga-kerjaan yang kita lihat sejak tahun 1998 sejak resesi yang ditimbulkan krisis telah berakhirs. Kini pengangguran terbuka lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum krisis, sebagaimana halnya dengan tingkat pengangguran kaum muda. Pertumbuhan upah sektor ketenagakerjaan tidak tampak lagi, sementara produktivitas yang rendah di sektor informal masih terlihat signifikan. Kesenjangan jender masih terus berlangsung di pasar tenaga kerja Indonesia.

Mengingat keterkaitan yang erat antara kemiskinan dan pasar tenaga kerja sebagaimana kita lihat pada masa sebelum krisis, penting artinya memusatkan perhatian pada penciptaan lapangan kerja yang produktif dan langgeng sebagai unsur kunci dalam strategi pengentasan kemiskinan nasional. Ini juga menjadi salah satu tonggak Decent Working Agenda (DWA) dari ILO. Paparan Teknis ini menyimpulkan bahwa tingkat pertumbuhan terlalu rendah untuk menciptakan pemulihan yang dimotori ketenagakerjaan. Para pembuat keputusan perlu mengupayakan pencapaian pertumbuhan tahunan yang berkelanjutan sebesar 5 persen sebagai syarat untuk pencapaian pemulihan yang dimotori sektor ketenagakerjaan. Perlu adanya komitmen yang kredibel untuk menciptakan lapangan kerja untuk menyeimbangkan variabel keuangan dan fiskal, 36 Lihat ILO (1999b).

Kesimpulan dan

rekomendasi

(17)

17

penguatan sistim informasi pasar tenaga kerja, identifikasi berbagai cara di mana intensitas lapangan kerja untuk pertumbuhan dapat dikembangkan, meningkatkan akses perempuan terhadap sistem pendidikan dan pelatihan, mengurangi ketimpangan jender, penekanan pada arti penting jaminan sosial untuk mengatasi risiko p a s a r t e n a g a k e r j a , s e r t a p e n g e m b a n g a n hubungan kerja yang harmonis sebagai bagian dari agenda besar untuk penguatan lembaga-lembaga pasar tenaga kerja.

(18)

18

INDIKATOR Indonesia

1996 1997 1998 1999 2000 2001

Kepesertaan dalam dunia kerja KILM 1: Tingkat Kepesertaan tenaga kerja Laki-laki - 15 + 83.5 83.4 83.2 83.6 84.2 85.8 - 1 5 – 6 4 85.2 85.0 84.8 85.2 85.8 87.3 - 1 5 – 2 4 61.4 60.2 59.9 61.3 60.8 63.6 - 2 5 – 5 4 97.2 97.2 97.1 97.2 97.6 98.0 - 5 5 – 6 4 84.7 84.7 84.7 83.7 83.9 84.6 - 65 + 56.8 57.9 58.8 58.0 59.0 60.1 Wanita - 15 + 50.7 49.9 51.2 51.2 51.7 51.8 - 1 5 – 6 4 52.3 51.4 52.7 52.6 53.2 53.3 - 1 5 – 2 4 43.2 41.5 41.1 41.8 43.1 43.9 - 2 5 – 5 4 57.1 56.6 58.6 58.5 58.1 57.7 - 5 5 – 6 4 50.7 49.3 52.1 49.5 52.6 52.9 - 65 + 27.4 28.3 29.0 27.6 29.4 28.8 Laki-laki + Wanita - 15 + 66.9 66.3 66.9 67.2 67.8 68.6 - 1 5 - 6 4 68.5 67.9 68.5 68.9 69.4 70.2 - 1 5 - 2 4 52.1 50.7 50.3 51.6 51.8 53.5 - 2 5 - 5 4 76.9 76.6 77.6 77.6 77.8 77.8 - 5 5 - 6 4 67.4 67.0 68.6 66.5 68.1 68.9 - 65 + 41.6 42.4 43.4 42.3 43.7 43.6

KILM 2: Nisbah pekerjaan-penduduk

- Laki-laki 80.0 80.0 79.0 78.5 79.4 80.1

- Wanita 47.7 47.1 48.0 47.6 48.2 46.3

- Laki-laki + Wanita 63.6 63.2 63.3 62.9 63.6 63.0

Pekerjaan

KILM 3: Status Pekerjaan

Laki-laki

- Pekerja atau pegawai dengan 38.4 39.4 36.1 36.2 35.7 35.6 upah atau gaji

- Pekerja sendiri dengan 1.8 2.2 2.3 3.4 2.9 4.2 pegawai

- Pekerja dengan tenaga sendiri 52.1 50.3 52.7 51.9 52.9 52.1 - Pekerja anggota keluarga 7.7 8.0 8.8 8.5 8.5 8.1

Lampiran Statistik

Tabel A.1:

Indonesia: Indikator-indikator Utama Pasar Tenaga Kerja (KILM

1-14), 1996-2001

36 Mr Puguh Irawan (CBS, Jakarta) prepared this statistical appendix. This is an update of work that was initially done in 2000 through the Jakarata office of the ILO.

(19)

19

INDIKATOR Indonesia

1996 1997 1998 1999 2000 2001

Wanita

- Pekerja atau pegawai dengan 27.4 29.0 27.7 28.1 28.2 29.3 upah atau gaji

- Pekerja sendiri dengan 0.8 0.8 0.8 2.0 1.2 1.1 pegawai

- Pekerja dengan tenaga sendiri 38.5 34.5 34.9 35.8 31.6 31.1 - Pekerja anggota keluarga 33.4 35.7 36.6 34.2 38.9 38.6

Laki-laki + Wanita

- Pekerja atau pegawai dengan 34.2 35.5 32.9 33.1 32.8 33.3 upah atau gaji

- Pekerja sendiri dengan 1.4 1.7 1.7 2.9 2.3 3.1 pegawai

- Pekerja dengan tenaga sendiri 46.9 44.3 45.9 45.7 44.8 44.3 - Pekerja anggota keluarga 17.5 18.5 19.5 18.3 20.1 19.4

Pekerjaan

KILM 4: Pekerjaan menurut sektor

Laki-laki - Pertanian 42.7 40.1 44.3 43.3 44.4 43.3 - Manufaktur 19.7 20.8 17.8 19.3 19.0 20.3 - J a s a 37.6 39.1 38.0 37.5 36.7 36.4 Wanita - Pertanian 44.8 41.8 46.0 43.1 46.7 44.5 - Manufaktur 15.8 16.2 13.9 15.5 15.0 16.1 - J a s a 39.4 42.0 40.0 41.4 38.3 39.4 Laki-laki + Wanita - Pertanian 43.5 40.7 45.0 43.2 45.3 43.8 - Manufaktur 18.2 19.1 16.3 17.8 17.4 18.7 - J a s a 38.3 40.2 38.8 38.9 37.3 37.5

KILM 5: Pekerja paruh-waktu

- Laki-laki 20.6 18.7 20.9 20.4 18.0 17.4 - Wanita 44.9 42.7 45.3 43.4 40.7 38.2 - Laki-laki + Wanita 29.8 27.8 30.3 29.1 26.7 25.1 Pekerja wanita paruh waktu 57.4 58.3 57.7 56.8 58.3 56.4

KILM 6.a: Jumlah jam kerja

% pekerja yang bekerja < 10 jam/minggu

- Laki-laki 3.7 3.4 3.7 3.5 2.6 2.9

- Wanita 8.0 8.1 8.4 7.5 6.6 6.5

- Laki-laki + Wanita 5.3 5.2 5.5 5.0 4.2 4.3 % pekerja yang bekerja

> 40 jam/minggu

- Laki-laki 54.8 57.6 53.6 54.1 56.7 58.4 - Wanita 32.9 35.2 32.5 34.1 36.0 37.9 - Laki-laki + Wanita 46.4 49.1 45.5 46.5 48.8 50.8

KILM 6.b: Jumlah jam kerja

Jumlah jam kerja per tahun / orang

- Laki-laki 2 1 4 8 2 2 0 0 2 1 3 6 2 1 5 0 2 1 8 3 2 2 0 9 - Wanita 1 7 2 4 1 7 6 5 1 7 1 4 1 7 5 9 1 7 9 1 1 8 4 7 - Laki-laki + Wanita 1 9 8 6 2 0 3 5 1 9 7 3 2 0 0 1 2 0 3 3 2 0 7 5

(20)

20

INDIKATOR Indonesia

1996 1997 1998 1999 2000 2001

KILM 7: Pekerjaan di Sektor Informal Perkotaan

- Laki-laki 38.9 39.3 42.8 42.2 42.8 42.2 - Wanita 49.1 49.0 50.9 51.9 50.4 49.9 - Laki-laki + Wanita 42.5 42.8 45.7 45.8 45.5 45.0

Pengangguran, Setengah Pengangguran & Ketidak-aktifan KILM 8: Pengangguran

- Laki-laki 4.2 4.1 5.0 6.0 6.0 7.1

- Wanita 5.9 5.6 6.1 6.9 7.2 11.8

- Laki-laki + Wanita 4.9 4.7 5.5 6.4 6.5 8.8

Pengangguran, Setengah Pengangguran & Ketidak-aktifan KILM 9: Pengangguran Remaja (Remaja 15 – 24, Dewasa> 24) a. Tingkat pengangguran remaja

- Laki-laki 14.3 14.3 15.7 19.0 19.7 22.3 - Wanita 17.0 17.3 19.1 21.1 20.1 26.5 - Laki-laki + Wanita 15.5 15.5 17.1 19.8 19.9 24.1

b. Nisbah tingkat pengangguran remaja dan dewasa

- Laki-laki 9.3 9.4 6.7 7.1 8.6 7.8

- Wanita 7.4 8.4 8.5 7.6 7.2 4.1

- Laki-laki + Wanita 8.5 9.0 7.4 7.3 3.5 2.0

c. Jumlah penganggur remaja sebagai % dari seluruh angka pengangguran

- Laki-laki 71.1 70.4 63.1 64.8 67.4 65.1 - Wanita 70.4 72.0 71.5 68.8 68.2 57.2 - Laki-laki + Wanita 70.8 71.1 66.8 66.5 67.7 61.2

d. Jumlah penganggur remaja sebagai % dari penduduk remaja (15 - 24) - Laki-laki 8.8 8.6 9.4 11.6 12.0 14.2 - Wanita 7.3 7.2 7.9 8.8 8.7 11.6 - Laki-laki + Wanita 8.1 7.9 8.6 10.2 10.3 12.9 KILM 10: Pengangguran jangka panjang a. Tingkat pengangguran jangka panjang - Laki-laki 1.2 1.3 1.3 1.8 1.5 1.2 - Wanita 1.7 1.7 1.4 1.9 1.7 1.6 - Laki-laki + Wanita 1.4 1.4 1.3 1.8 1.6 1.4 b. Kejadian pengangguran jangka panjang - Laki-laki 27.9 31.1 25.4 29.4 26.4 18.8 - Wanita 28.4 30.7 23.2 28.2 24.7 15.0 - Laki-laki + Wanita 28.1 30.9 24.5 28.9 25.7 16.9

(21)

21

KILM 11: Pengangguran menurut pencapaian pendidikan a.% tingkat pengangguran menurut tingkat pendidikan Laki-laki - Tidak bersekolah 0.5 0.4 0.5 0.5 0.4 2.7 - Tidak tamat SD 1.0 1.1 1.4 1.7 1.4 2.7 - SD 3.1 2.9 3.6 4.4 4.8 5.5 - Menengah 10.8 10.5 12.2 13.8 11.4 12.5 - Perguruan Tinggi 7.9 7.4 8.6 10.3 8.0 8.3 Perempuan - Tidak bersekolah 0.5 0.3 0.4 0.4 0.4 4.9 - Tidak tamat SD 1.1 1.0 1.2 1.3 1.2 4.9 - SD 4.6 4.5 4.8 5.4 5.6 9.6 - Menengah 19.1 18.2 19.6 20.7 18.7 22.7 - Perguruan Tinggi 19.1 15.5 15.1 16.3 14.2 15.3 KILM 12: Setengah-pengangguran terkait-waktu (Bekerja < 30 jam/ minggu yang mencari pekerjaan atau siap melaksanakan pekerjaan tambahan selama jangka waktu yang berkaitan)

a. Setengah-pengangguran terkait-waktu sebagai % dari jumlah tenaga kerja

- Laki-laki 8.8 8.3 6.3 8.9 7.3 7.1

- Wanita 11.8 13.2 11.6 13.2 11.5 10.3 - Laki-laki + Wanita 9.9 10.2 8.4 10.6 8.9 8.4

b. Setengah-pengangguran terkait-waktu sebagai % dari jumlah penganggur

- Laki-laki 9.2 8.7 6.7 9.5 7.7 7.6

- Wanita 12.5 14.0 12.4 14.2 12.3 11.5 - Laki-laki + Wanita 10.4 10.7 8.9 11.3 9.5 9.1

KILM 13: Tingkat ketidak-aktifan

- Laki-laki 2.8 2.8 2.9 2.8 2.1 1.2

- Wanita 42.9 43.4 41.4 41.5 43.3 57.7 - Laki-laki + Wanita 23.1 23.4 22.4 22.4 22.6 29.0

Pencapaian pendidikan & Buta Huruf

KILM 14: Pencapaian pendidikan & Buta Huruf a. % tingkat pengangguran menurut tingkat pendidikan Laki-laki - Tidak bersekolah 6.6 6.5 5.6 5.4 5.4 4.8 - Tidak tamat SD 17.3 18.9 16.6 15.3 13.3 14.2 - SD 52.9 50.8 53.1 53.5 54.9 54.9 - Menengah 19.1 19.6 20.3 21.3 21.8 21.1 - Perguruan Tinggi 4.0 4.2 4.3 4.5 4.7 4.9 INDIKATOR Indonesia 1996 1997 1998 1999 2000 2001

(22)

22

Wanita - Tidak bersekolah 14.5 14.2 13.3 12.2 10.8 10.7 - Tidak tamat SD 21.5 22.7 20.7 19.7 18.4 18.3 - SD 45.9 43.6 46.7 47.7 50.5 50.5 - Menengah 14.6 15.5 15.2 15.6 15.7 15.5 - Perguruan Tinggi 3.5 3.9 4.0 4.8 4.6 5.0 Laki-laki + Wanita - Tidak bersekolah 9.7 9.4 8.6 8.0 7.5 7.1 - Tidak tamat SD 18.9 20.3 18.2 17.0 15.3 15.8 - SD 50.2 48.1 50.6 51.3 53.2 53.2 - Menengah 17.4 18.1 18.4 19.1 19.4 19.0 - Perguruan Tinggi 3.8 4.1 4.2 4.6 4.6 5.0 b. % distribusi pencapaian pendidikan tenaga kerja kelompok usia 25-29 tahun (kelompok usia muda) Laki-laki - Tidak bersekolah 1.5 1.6 1.3 1.2 1.4 0.7 - Tidak tamat SD 8.7 9.0 7.1 6.7 5.2 6.4 - SD 52.6 52.5 54.3 54.4 57.7 57.0 - Menengah 31.2 31.0 31.1 31.3 30.0 29.6 - Perguruan Tinggi 6.0 5.9 6.3 6.4 5.8 6.3 Wanita - Tidak bersekolah 4.3 4.1 3.5 2.7 2.5 1.8 - Tidak tamat SD 14.6 14.3 12.0 10.2 8.9 10.0 - SD 47.7 46.7 51.4 51.9 56.0 57.0 - Menengah 24.4 25.2 24.4 24.9 23.0 22.4 - Perguruan Tinggi 9.1 9.7 8.7 10.3 9.6 8.8 Laki-laki + Wanita - Tidak bersekolah 2.6 2.5 2.1 1.8 1.8 1.1 - Tidak tamat SD 10.9 11.0 9.0 8.0 6.6 7.8 - SD 50.7 50.3 53.2 53.4 57.1 57.0 - Menengah 28.6 28.8 28.5 28.8 27.3 26.9 - Perguruan Tinggi 7.2 7.3 7.2 8.0 7.2 7.3

c. Tingkat buta huruf

- Laki-laki 9.2 7.8 7.5 7.2

- Wanita 19.8 17.2 16.6 16.2

- Laki-laki + Wanita 14.7 12.6 12.1 11.8

INDIKATOR Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Soekaryo, SH.MM.sebagai kepala unit pelaksana teknis dinas pendapatan provinsi Jawa timur Surabaya timur yang memberikan izin untuk penelitian dan memberikan dukungan

Waktu pembuatan takik rebah adalah waktu yang digunakan untuk membuat takikan pada satu sisi batang dan membuangnya ke arah rebah yang dikehendaki. Rata-rata waktu yang

Sampel dalam penelitian ini adalah seorang petani jambu kristal di Desa Bangunsari Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis yang diambil secara sengaja (purposive

Penelitian ini dilatarbelakangi terjadinya penghinaan di dalam kehidupan masyarakat yang mengakibatkan terjadinya gangguan interaksi di dalam kehidupan masyarakat

Apabila berbicara tentang perlindungan konsumen dalam masalah penggunaan kartu kredit ini, dalam banyak hal yang dimaksud dengan konsumen yang harus dilindungi

Penggaris yang bergeser hanya yang di atas Jika bilangan pertama positif, penggaris geser ke kanan sebanyak bilangan tsb.sehingga nol lurus dengan bilangan tsb.. Jika

Pengesahan dan pembatalan pada tera dan tera ulangan Rp 50 untuk tiap pesawat dengan pengertian bahwa mengenai badan ukur, alat penghitung dan keran pistol yang

Berdasarkan hasil observasi peneliti dalam pembelajaran membaca pidato melalui teknik latihan pidato siswa kelas VII SMP Somba Opu pada siklus I ini belum