• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua atau orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Mandiri atau sering juga disebut berdiri di atas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Kemandirian dalam konteks individu tentu memiliki aspek yang lebih luas daripada sekedar aspek fisik.1

Setiap siswa pada dasarnya ingin mendapat pendidikan. Namun dalam kenyataan sehari-hari terkadang ditemukan siswa yang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar, yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya. Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan lebih, sedangkan yang berkemampua kurang biasanya terabaikan. Atau dengan perkataan lain, siswa yang berkategori di luar rata-rata (sangat pintar dan sangat bondoh) tidak mendapatkan kesempatan yang memadai untuk berkembang berkembang sesuai dengan kapasitasnya, sehingga mereka kesulitan yang disebut kesulitan belajar.2 Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara seorang yang

1 Zainun Mu’tadin, “Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis Pada Remaja, http://www.e-psikologi.com/remaja/250602.htm., hlm. 1.

2 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan; Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya 1995), hlm. 172.

(2)

mengalami kesulitan belajar, misalnya cacat untuk tidak mendapatkan pendidikan.

Undang-Undang Dasar 1945 sendiri mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu sebagai perwujudan cita-cita nasional tersebut telah diundangkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.3

Sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam dan oleh keluarga, termasuk pendidikan agama, nilai budaya, nilai susila dan norma perilaku. Sementara itu, pendidikan luar biasa sebagai bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional secara khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik/mental dan kelainan perilaku. pendidikan luar biasa ini biasa diselenggarakan di taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah lanjutan tingkat pertama biasa (SLTPLB) dan sekolah menengah luar biasa (SMLB).4 Dengan demikian, pemerintah memiliki tanggung

jawab untuk memberikan layanan pendidikan terhadap rakyat sebagai usaha untuk mencerdaskan bangsa dan meninggikan martabat kemanusiaan tanpa memandang

3 Lihat, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dan Penjelasannya Pasal 3, (Jakarta: Cemerlang, 1992), hlm. 7.

4Lihat, Depdikbud, Kurikulum Pendidikan Luar Biasa; Landasan, Program dan

(3)

siapa dan dalam keadaan bagaimana ia harus mendapat pendidikan, baik itu normal atau cacat.

Cacat adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat lanjut yang tidak reversibel, dalam hal ini terdapat suatu kelainan fungsi dari alat bersangkutan. Kerusakan jasmani dan rohani itu pada umumnya mengakibatkan gangguan kehidupan sosial terutama kehidupan kemasyarakatan.5 Akan tetapi para penyandang cacat fisik juga berhak untuk mendapat pendidikan karena pendidikan yang tinggi akan meningkatkan harga diri bagi para penyandang cacat fisik seperti orang normal lainnya. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi memberikan wawasan dan pengantar yang lebih luas, sehingga mempengaruhi berbagai aspek kepribadian.

Mencermati kenyataan tersebut, maka para penyandang cacat membutuhkan perhatian khusus dalam belajarnya sehingga ia dapat belajar dengan mandiri. Dalam lingkungan keluarga, orang tua diharapkan dapat memberikan kesempatan pada anak agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Dengan demikian anak akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi mandiri.

Kemandirian, seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini. latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas tanpa bantuan, dan tentu saja tugas-tugas tersebut disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Mengingat kemandirian akan banyak memberikan dampak yang positif bagi perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuannya. Seperti telah diakui segala sesuatu yang dapat diusahakan sejak

(4)

dini akan dapat dihayati dan akan semakin berkembang menuju kesempurnaan. Oleh karena itu, penciptaan lingkungan belajar merupakan salah satu faktor penting dalam memecahkan kesulitan siswa dalam belajar. Dan upaya itu harus dikembangkan secara optimal untuk kemudahan mencari ilmu pengetahuan yang komplek.6

Dari berbagai faktor penyebab kesulitan belajar pada siswa, ini bermuara pada faktor ekstern belajar.7 Untuk itu guru sebagai pengelola yang secara

langsung melakukan kontak baik dengan lingkungan maupun peserta didik, harus responsif terhadap keadaan yang ada disekitarnya. Selain itu guru yang mengajar pada sekolah luar biasa harus mempunyai kesabaran yang ekstra, karena guru tersebut menghadapi anak penyandag cacat secara baik.

Dalam proses belajar mengajar di sekolah (SLB), diharapkan para penyandang cacat fisik dapat mencapai tujuan belajar dengan sebaik-baiknya. Tetapi pada kenayatannya, berbagai hal dapat menghambat tercapainya tujuan belajar tersebut. Banyak anak yang tidak dapat mencapai tujuan belajar karena mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar, dan kesulitan belajar tersebut dapat menjadi masalah baik bagi anak sendiri maupun bagi guru.

Pengelolaan proses belajar mengajar merupakan hal yang amat penting dalam pengajaran di sekolah. Dapat dikatakan bahwa proses tersebut menepati posisi penting dalam usaha mensukseskan kegiatan pengajaran dan pendidikan pada umumnya. Menurut Muhammad Ali, dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran, komponen-komponen itu dapat dikelompokkkan ke dalam tiga kategori utama yaitu : 1) Baru, 2) Isi atau materi pelajaran, 3) Siswa. Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana, seperti metode, media dan penataan lingkungan tempat belajar,

6 Thomas Gordon, Guru Yang Efektif, (Jakarta: Rajawali, 1990), hlm. 156.

(5)

sehingga tercipta situasi belajar-mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan.8

Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ialah dengan cara melalui perbaikan proses belajar mengajar. Konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, jadi guru sebagai personil yang menduduki posisi yang strategis, dituntut untuk terus mengikuti perkembangan konsep-konsep baru dalam dunia pengajaran tersebut. Sehingga mutu pengajaran akan terus meningkat.

Pengelolaan proses belajar mengajar akan mencapai tujuan apabila semua faktor yang ada dalam proses belajar mengajar berjalan dengan sempurna. Akan tetapi apabila salah satu faktor pendukung tidak terpenuhi maka tujuan pembelajaran tidak tercapai dengan sempurna. Sebuah lembaga pendidikan yang khusus untuk belajar para siswa penyandang cacat fisik (tuna daksa) tentunya menggunakan sarana dan prasarana yang berbeda, dan anak cacat fisik (tuna daksa) mengalami gangguan dalam proses bersikap, emosi dan melaksanakan aktifitas dan peran sosialnya. Sehingga mereka memerlukan pembinaan untuk memandirikan dan membangun dirinya sebagai manusia yang berguna bagi dirinya maupun masyarakat.

Anak cacat fisik (tuna daksa) memiliki potensi yang berkembang dan dapat dikembangkan, meskipun potensi itu sangat sedikit. Agar potensi dapat dikembangkan secara optimal diperlukan fasilitas dan latihan khusus. Ingin meluruskan persepsi masyarakat yang menganggap bahwa anak cacat merupakan parasit atau beban bagi orang lain. Padahal tidak selamanya anak cacat itu menggantungkan diri pada orang lain, merekapun bisa melaksanakan aktifitas belajar sendiri. Dengan kata lain dapat bersikap mandiri.

Kemudahan dalam belajar siswa, berpangkal pada kemampuan untuk menyesuaikan dengan lingkungannya. Semakin cepat siswa dalam menyesuaikan

8 Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), hlm. 4.

(6)

diri, maka semakin mudah pula dalam mencpaai tujuan. Sejalan dengan pemikiran ini Hull dalam teori belajarnya yang dikenal dengan Drive Stimulus

Reduction Reinforcement. Menurut Hull bahwa “Proses belajar terjadi melalui

adaptasi biologis dari suatu organisme terhadap lingkungan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya”.9

Dari kenyataan di atas kita harus menyadari bahwa penciptaan lingkungan fisik belajar merupakan salah satu alternatif dalam memecahkan kesulitan siswa dalam belajar dan upaya itu harus dikembangkan secara optimal untuk kemudahan mencari ilmu pengetahuan yang komplek.10 Dari berbagai faktor penyebab kesulitan belajar pada siswa, ini bermuara pada faktor ekstern belajar.11 Untuk itu guru sebagai pengelola yang secara langsung melakukan kontak baik dengan lingkungan maupun peserta didik, maka harus mempunyai daya tangkap terhadap keadaan yang ada disekitarnya. Selain itu guru yang mengajar pada sekolah luar biasa harus mempunyai kesabaran yang ekstra, karena guru tersebut menghadapi peserta didik yang mempunyai batasan-batasan dalam melaksanakan kegiatan belajar.

Jadi pengelolaan proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik diharapkan nantinya dapat mempengaruhi kemandirian peserta didik dalam belajar, bersikap dan dapat memenuhi segala keperluannya sendiri, seperti yang telah diungkapkan dalam al-Qur’an surat ar-Rad ayat 11 :

!

"#$%&'

(

)*

+

,

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaannya”. (QS. al-Rad: 11)12

9 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 31.

10 Thomas Gordon, op. cit., hlm. 156. 11 Dimiyati dan Mudjiono, op. cit., hlm. 80.

(7)

Dari latar belakang pemikiran di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pengelolaam proses belajar mengajar terhadap kemadirian anak penyandang cacat dengan mengangkatnya menjadi judul skripsi: “PENGELOLAAN PROSES BELAJAR MENGAJAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEMANDIRIAN SISWA PENYANDANG CACAT FISIK (TUNA DAKSA) DI SLB NEGERI BANTUL YOGYAKARTA”.

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari sinilah peneliti ingin melakukan penelitian di SLB Negeri Bantul Yogyakarta dengan alasan:

1. SLB Negeri Bantul yang berada di pusat kota, seberapa besar minat penyandang cacat fisik (tuna daksa) untuk belajar di tempat tersebut

2. Penyandang cacat fisik (tuna daksa) kebanyakan dalam hidupnya sangat bergantung dengan lingkungan. Bagaimanakah kemandirian belajar siswa penyandang cacat fisik di SLB Negeri Bantul.

3. Pengelolaan proses belajar mengajar merupakan hal yang utama dalam kegiatan belajar mengajar, dan bagaimana pengelolaan proses belajar untuk penyandang cacat fisik (tuna daksa) di SLB Negeri Bantul Yogyakarta.

C. Penegasan Istilah

Agar lebih jelas dan tidak terjadi kesalahpahaman terhadap judul skripsi tersebut, maka penulis deskripsikan istilah-istilah dan batasan masalahnya sebagai berikut :

1. Pengelolaan

W.J.S. Purwadarminto dan Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan pengelolaan adalah “penyelenggaraan”.13 Suharsimi Arikunto

13 W.J.S. Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 468.

(8)

mendefinisikan pengelolaan adalah “penyelenggaraan atau penyusunan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar efektif dan efisien”.14

2. Proses

Proses adalah jalannya, bekerjanya, cara mengerjakannya.15 3. Belajar

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan tingkah laku baik perilaku kognitif, afektif maupun psikomotorik.16 Menurut Oemar Hamalik

belajar adalah suatu proses, belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan, jadi merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.17 Sedangkan menurut Sertain yang dikutip oleh Akyas Azhari menjelaskan bahwa belajar adalah sebagai “a change in behavior as a result of experience”.18 Jadi yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses untuk

mencapai tujuan yang berupa perubahan tingkah laku baik itu perilaku kognitif, afektif maupun psikomotorik sebagai hasil dari pengalaman.

4. Mengajar

Menurut Nasution yang dikutip oleh Suryobroto, mengajar merupakan aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi belajar mengajar.19

Jadi proses belajar mengajar adalah jalan untuk mencapai tujuan berupa perubahan tingkah laku, baik itu prilaku kognitif, afektif, maupun psikomotorik dengan melibatkan suatu aktifitas pengorganisasian atau mengatur lingkungan dimana terjadi interaksi antara siswa dengan guru, sehingga terjadi transfer berupa ilmu, pengalaman dan tingkah laku.

14 Suharsini Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa, (Jakarta: Rajawali, 1992), hlm. 8.

15 Suharto dan Tata Iryanto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Indah, 1989), hlm. 169.

16 Djamaluddin Darwis, “Strategi Belajar Mengajar”, dalam M. Chabib Thoha dan Abdul Mu’thi, PBM PAI di Sekolah, (Semarang: Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo, 1998), hlm. 196-197.

17 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 29. 18 Akyas Azhari, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Toha Putra, 1996), hlm. 37.

19 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 18.

(9)

5. Pengaruh

Pengaruh adalah daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda dan sebagainya)20

6. Kemandirian

Kemandirian merupakan sifat dari perilaku mandiri yang merupakan salah satu unsur. Menurut Brower yang dikutip oleh Chabib Thoha mengartikan kemandirian adalah suatu perasaan otonom, sehingga pengertan perilaku mandiri adalah suatu kepercayaan pada diri sendiri, dan perasaan otonom diartikan sebagai perilaku yang terdapat dalam diri seseorang yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam tidak karena terpengaruh oleh orang lain.21

Jadi, kemandirian adalah suatu bentuk perasaan yang meyakini bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu hal tanpa bantuan atau bimbingan dari orang tua.

7. Siswa

Siswa adalah peserta didik adalah “anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalu proses pendidikan”.

8. Penyandang cacat fisik (tuna daksa)

Menurut Nagar Rasyid tuna daksa adalah “Anak yang menyandang cacat pada tubuhnya sejak lahir atau mendapatkannya sesudah lahir atau kecacatannya akan dialami seumur hidup”.22

Yang dimaksud cacat fisik yaitu cacat yang dibawa sejak lahir atau karena sebab-sebab yang mengakibatkan cacat seumur hidup dan karena kecacatannya menjadikan dia kurang beruntung pada suatu lingkungan tertentu.

20 W.J.S. Purwadarminto, op. cit., hlm. 160.

21 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 121.

22 Nagar Rasyid, Menelusuri Hari depan Anak Penyandang Cacat Fisik, (Bandung: Aditorium PKK, 1990), hlm. 11.

(10)

9. Sekolah Luar Biasa

SLB merupakan “Sekolah khusus yang menyelenggarakan pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak yang mempunyai perbedaan perkembangan dalam fisik, mental serta sosial jika dibandingkan dengan anak normal.

Dari uraian di atas yang dimaksud judul skripsi ini adalah suatu penelitian tentang sejauh mana pengelolaan proses belajar mengajar terhadap kemandirian siswa penyandang cacat fisik (tuna daksa) di SLB Negeri Bantul Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Melihat betapa penting pemahaman terhadap pengelolaan proses belajar mengajar kaitannya dengan kemadirian siswa penyandang cacat fisik, maka penulis terdorong untuk ambil bagian didalamnya. Karena itu, agar tidak terjadi pembahasan yang melebar, maka penulisan skripsi ini membatasi pokok permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengelolaan proses belajar mengajar di SLB Negeri Bantul, Yogyakarta ?

2. Bagaimanakah wujud sikap kemandirian siswa di SLB Negeri Bantul Yogyakarta ?

3. Sejauh manakah pengaruh pengelolaan proses belajar mengajar terhadap kemandirian siswa penyandang cacat fisik (tuna daksa) di SLB Negeri Bantul Yogyakarta ?

E. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan informasi langsung di lapangan tentang pengelolaan proses belajar mengajar di SLB Negeri Bantul Yogyakarta

2. Untuk mengetahui wujud sikap kemandirian siswa penyandang cacat fisik (tuna daksa) di SLB Negeri Bantul Yogyakarta

(11)

3. Untuk mengetahi pengaruh pengelolaan proses belajar mengajar terhadap kemandirian siswa penyandang cacat fisik (tuna daksa) di SLB Negeri Bantul Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.

1) Kategori dharuriyat dalam memelihara akal yaitu seperti pemenuhan kebutuhan sandang manusia berupa makanan dan minuman, guna mempertahankan hidup. Dengan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan

Marketing atau Pemasaran adalah suatu perpaduan dari aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan untuk mengetahui kebutuhan konsumen serta mengembangkan promosi,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kacang tanah di lahan kering Desa

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam