• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SENAM DISMENOREA TERHADAP PENURUNAN DISMENOREA PRIMER PADA SISWI KELAS VIII DI SMPN 9 BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SENAM DISMENOREA TERHADAP PENURUNAN DISMENOREA PRIMER PADA SISWI KELAS VIII DI SMPN 9 BANDUNG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SENAM DISMENOREA TERHADAP PENURUNAN

DISMENOREA PRIMER PADA SISWI KELAS VIII DI SMPN 9

BANDUNG

Yayat Suryati

1

, Ai Nurlaela

2

Dwi Hastuti

3

1Dosen Magister Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi Stikesayani.ac.id, yayatsuryati@stikesayani.ac.id /yayat_suryati@yahoo.co.id

2Program studi Ilimu keperawata (S-1)Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi 3Dosen Diploma 3 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi

ABSTRAK

Angka kejadian dismenorea di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara mengalami dismenorea, jika hal ini dibiarkan maka akan berdampak psikologis berupa konflik emosional, ketegangan, dan kegelisahan. Maka diperlukan penanganan dengan pengobatan non farmakologis yaitu senam dismenorea. Inti dari senam ini gerakannya lebih dipusatkan pada gerakan dari bagian panggul dimana di daerah tersebut terdapat alat reproduksi wanita beserta otot-otot yang berpengaruh terhadap dismenorea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam dismenorea terhadap dismenorea primer pada siswi kelas VIII. Desain penelitian yang digunakan metode quasi eksperimen one group pre-test post-test. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri kelas VIII yang mengalami dismenorea primer di SMPN 9 Bandung yang berjumlah 52 orang dan sampel yang digunakan berjumlah 28 orang dengan tekhnik pengambilan sampel menggunakan

stratified random sampling, penelitian ini dilaksanakan selama 5 hari berturut-turut dengan durasi 30

menit. Analisis data menggunakan univariat untuk melihat nilai mean dan bivariat untuk melihat adanya pengaruh menggunakan uji t dependent. Hasil penelitian didapatkan bahwa hasil pre test rata-rata intensitas nyeri 4,86, sedangkan hasil post test rata-rata-rata-rata intensitas nyeri 2,54 dan di peroleh nilai

p value < α = 0,001 (α= 0,05). Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa senam

dismenorea ini dapat menurunkan dismenorea primer pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung 2017. Disarankan pihak sekolah dapat memajang gambar senam dismenorea di UKS, sebagai panduan untuk menangani dismenorea.

Kata Kunci : Intensitas Nyeri, Remaja, Senam Dismenorea Kepustakaan : 58 (2002-2017)

(2)

ABSTRACT

The incidence of dysmenorrhea in the world is very large. The average more than 50% of women in every country have dysmenorrhea, if this is left then it will have psychological impacts of emotional conflict, tension, and anxiety. Then required treatment with non pharmacological treatment of gymnastics dysmenorrhea. The core of this gymnastics movement is more focused on the movement of the pelvis where in the area there are female reproductive devices and muscles that affect of dysmenorrhea. This study aims to determine the effect of gymnastics dysmenorrhea to the decrease primary dismenorrhea in students of class VIII. The research design used quasi experimental one group pre-test and post-test method. The population in this study were teenage girls of class VIII who experienced primary dysmenorrhea in SMPN 9 Bandung which amounted to 52 people and the sample used was 28 people with sampling technique using stratified random sampling, this research was conducted for 5 consecutive days with duration 30 minutes. The data analysis used univariate to see the value of the mean and bivariate values to see the effect of using t dependent test. The results showed that the average pre test result of pain intensity 4,86, while the result of post test average of pain intensity 2,54 and get p value <α = 0,001 (α = 0,05). Based on these studies it can be concluded that this dysmenorrhea gymnastics can reduce primary dysmenorrhea in class VIII students in SMPN 9 Bandung 2017. It is recommended that the school can display the image of gymnastics dysmenorrhea in the infirmary, as a guide for dealing with dysmenorrhea.

Keywords: Dysmenorrhoe Gymnastics, Pain Intensity, Teenagers, Bibliography: 58 (2002-2017)

(3)

A. PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih, 2004). Data demografi menunjukan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. World Health Organization (WHO) dalam (Soetjiningsih, 2004) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang.

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat pesat, baik fisik maupun psikologis. Perkembangan yang pesat ini berlangsung pada usia 11-16 tahun pada laki-laki dan 10-15 tahun pada perempuan. Anak perempuan lebih cepat dewasa dibandingkan anak laki-laki. Pesatnya perkembangan pada masa puber dipengaruhi oleh hormon seksual. Organ-organ reproduksi pada masa puber telah mulai berfungsi. Salah satu ciri masa pubertas adalah mulai terjadinya menstruasi pada perempuan.

Setiap bulan wanita melepaskan satu sel telur dari salah satu ovariumnya. Bila sel telur ini tidak mengalami pembuahan maka akan terjadi perdarahan (menstruasi) (Properawati & Misaroh, 2009). Menstruasi adalah perdarahan periodik normal uterus dan merupakan fungsi fisiologis yang hanya terjadi pada wanita. Pada dasarnya haid merupakan proses katabolisme dan terjadi di bawah pengaruh hormon hipofisis dan ovarium (Benson, 2009). Nyeri pada saat menstruasi atau haid sering dikeluhkan seorang wanita sebagai sensasi tidak nyaman, karakteristik nyeri ini sangat khas karena muncul secara reguler dan periodik menyertai menstruasi yaitu rasa tidak enak di perut bagian bawah sebelum dan selama haid disertai mual disebabkan meningkatnya kontraksi uterus. Beberapa remaja terkadang merasakan nyeri dibagian punggung bagian

bawah, pinggang, panggul otot paha atas hingga betis. Hal ini dilaporkan sebagai dismenore (Winkjosastro, 2008).

Angka kejadian dismenorea di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara mengalami dismenorea (Fajaryati, 2010). Di Amerika Serikat diperkirakan 45-90% perempuan mengalami dismenorea, dan 12% nyeri berat, 37% sedang, 49% ringan, yang mengakibatkan 14% remaja putri tidak hadir disekolah. Selain ketidakhadiran disekolah, dismenorea ini juga berdampak pada kerugian ekonomi di Amerika Serikat tiap tahun yang diperkirakan mencapai 600 juta jam kerja dan dua miliar dolar (Anurogo & Wulandari, 2011). Dismenorea di Indonesia tahun 2008 sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan 9,36 dysmenorhea sekunder menurut Santoso (2008). Dismenorea di Jawa Barat cukup tinggi, hasil penelitian didapatkan kejadian sebanyak 54,9% wanita mengalami dismenorea, terdiri dari 24,5% mengalami dismenorea ringan, 21,28% mengalami dismenorea sedang dan 9,36% mengalami dismenorea berat (Aisyiyah, 2015).

Dismenorea adalah nyeri pada daerah panggul akibat menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai segera setelah mengalami menstruasi pertama (menarche). Nyeri berkurang setelah menstruasi, namun pada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami selama periode menstruasi yang bisa disebut dengan dismenorea primer (Properawati & Misaroh, 2009).

Penyebab terjadinya nyeri

dismenorea primer dikarenakan adanya peningkatan produksi prostaglandin. Peningkatan ini akan mengakibatkan kontraksi uterus dan vasokonstriksi pembuluh darah. Alirah darah yang menuju ke uterus menurun sehingga uterus tidak mendapat suplai oksigen yang adekuat sehingga menyebabkan nyeri. Intensitas nyeri berbeda dipengaruhi oleh

(4)

deskripsi individu tentang nyeri, persepsi dan pengalaman nyeri (Kelly & Tracey, 2007).

Dampak psikologis dari dismenorea dapat berupa konflik emosional, ketegangan, dan kegelisahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing. Sedikit tidak merasa nyaman dapat dengan cepat berkembang menjadi suatu masalah besar dengan segala kekesalan yang

menyertainya. Hal tersebut akan

mempengaruhi kecakapan dan

keterampilannya. Kecakapan dan

keterampilan yang dimaksud berarti luas, baik kecakapan personal (personal skill) yang mencakup; kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill) (Kadek, Surinati, & Mastini, 2014).

Secara umum penanganan nyeri terbagi dalam dua kategori yaitu pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis. Secara farmakologis nyeri dapat ditangani dengan terapi analgesik yang merupakan metode paling umum digunakan untuk menghilangkan nyeri. Terapi ini dapat berdampak ketagihan dan memberikan efek samping obat yang berbahaya bagi pasien (Perry & Potter, 2005).

Sedangkan penanganan secara non

farmakologis dapat dilakukan kompres hangat atau mandi air hangat, massase, tidur yang cukup, hipnoterapi, teknik relaksasi dan olahraga rigan seperti senam (Anurogo & Wulandari, 2011).

Senam dismenorea merupakan salah satu teknik relaksasi. Olahraga atau latihan fisik yang dapat menghasilkan hormon endorphin. Endorphin adalah neuropeptide

yang dihasilkan tubuh pada saat

relaksi/tenang. Endorphin dihasilkan otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi.

Olahraga terbukti dapat

meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan olahraga/senam, maka b-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah, dan pernafasan (Harry, 2007). Sehingga olahraga atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dysmenorea.

Hasil studi di SMPN 9 Bandung, dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan salah seorang guru SMPN 9 Bandung yang bertugas di bagian kurikulum dan kesiswaan, didapatkan keterangan bahwa banyak siswi yang mengeluh nyeri pada saat menstruasi. Dan dari beberapa pertanyaan terkait dismenorea yang ditanyakan melalui wawancara secara langsung didapatkan bahwa 14 dari 16 orang siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung juga menyatakan bahwa mereka mengalami nyeri menstruasi/ dismenorea. Responden menangani nyeri tersebut dengan beberapa cara diantaranya, tidur sebanyak 4 orang, mengoles minyak kayu putih sebanyak 4 orang, dan tidak melakukan apa-apa sebanyak 6 orang.

Peran perawat dalam hal ini sebagai

edukator/ pendidik (Doheny dalam

Hutahaean, 2010), yaitu perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan yang diterima klien dengan menangani nyeri pada dismenorea dengan cara mengajarkan senam dismenorea. Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengambil masalah penelitian tentang “Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap

(5)

Penurunan Dismenorea Primer Pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung Tahun 2017”.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

dengan menggunakan metode quasi

eksperimen design. Penelitian ini merupakan

jenis penelitian quasy eksperimen design dengan one group pretest-postest dari kelompok intervensi. Sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu dilakukan pengkuran awal (pre test) untuk menentukan kemampuan atau nilai awal responden sebelum intevensi (uji coba). Selanjutnya intervensi sesuai dengan prosedur intervensi yang telah direncanakan.

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri kelas VIII yang mengalami

dismenorea primer di SMPN 9 Bandung yang

berjumlah 52 orang pada tahun 2017.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah probability sampling yaitu stratified random sampling, dimana metode pengambilan sampel dari populasi yang bersifat heterogen dibagi-bagi dalam lapisan-lapisan (strata). Dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara acak.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang sesuai dengan variabel yang akan di teliti

.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. HASIL

Tabel I : Rerata Intensitas Dismenorea Primer Sebelum diberikan Terapi Senam Dismenorea Pada Siswi Kelas VIII di SMPN 9 Bandung

Berdasarkan hasil tabel 4.I diatas menunjukan hasil bahwa diperoleh nilai rata-rata intensitas dismenorea primer sebelum diberikan intervensi sebesar 4,86 yaitu intensitas

dismenorea termasuk kedalam

kategori nyeri sedang (0-10), (Sd=2,155), didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.

Kategori N Mean (Rata-rata) Standar Deviasi Maximu m Minimum Intensitas Dismenorea sebelum 28 4,86 2,155 10 2

(6)

Tabel 2 : Rerata Intensitas Dismenorea Primer Sesudah diberikan Terapi Senam Dismenorea Pada Siswi Kelas VIII di SMPN 9 Bandung

No Karakteristik Mean (rata-rata) Standar

Deviasi

P Value N

1 Intensitas Dismenorea Primer sebelum diberikan Intervens

4,86 2,155

0,001 28

2 Intensitas Dismenorea Primer Sesudah diberikan Intervensi

2,54 1,139

Berdasarkan tabel III diatas menunjukan hasil yang diperoleh nilai rata-rata intensitas dismenorea primer sebelum 4,86 dengan standar deviasi 2,155 dan nilaii intensitas dismenorea primer sesudah 2,54 dengan standar deviasi 1,139. Hasil uji statistik di peroleh

p value < α = 0,001 (α= 0,05) maka dapat

disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan intensitas dismenorea primer sebelum dan sesudah diberikan terapi senam dismenorea pada siswi kelas VIII, maka dalam hal ini Ho ditolak dibuktikan dengan p value < α = 0,001 (α= 0,05).

2. PEMBAHASAN

a. Gambaran Intensitas Dismenorea Primer sebelum diberikan Senam Dismenorea Sebelum dilakukan intervensi terdapat responden yang mengalami nyeri pada skala 2 ada 4 orang, skala 3 ada 6 orang, skala 4 ada 3 orang, skala 5 ada 4 orang, skala 6 ada 4 0rang, skala 7 ada 4 orang, skala 8 ada 2 orang, dan skala 10 ada 1 orang. Dari analisis data intensitas nyeri dismenorea rata-rata sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenore termasuk kedalam kategori nyeri sedang, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.

Dari hasil pengamatan dilapangan, intensitas dismenorea berbeda-beda, dari mulai nyeri yang ringan sampai nyeri yang hebat. Responden mengatakan pada saat menstruasi terasa kram pada perut bagian bawah tetapi nyeri tersebut masih dapat di tahan dan dapat melakukan aktifitas yang lain salah satunya masih dapat berkonsentrasi dalam belajar, hal ini dikategorikan termasuk pada skala nyeri ringan (1-3). Namun ada responden yang mengeluhkan pada saat

menstruasi terasa kram yang berat sekali pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke arah pinggang, kaki, dan punggung, tidak nafsu makan bahkan sampai ada gejala mual dan terkadang sampai pingsan, hal ini dikategorikan termasuk pada skala nyeri hebat (10).

Hasil dari data responden yang dilakukan pada penelitian ini dengan kriteria remaja yang mengalami dismenorea primer, diperoleh data remaja yang mengalami dismenorea adalah remaja yang memiliki siklus haidnya tiap bulan/ reguler, remaja yang ketika haid tidak meminum obat-obatan pereda nyeri (analgesik), remaja yang ketika haid tidak meminum obat herbal (jamu), remaja yang ketika haid tidak melakukan intervensi lain untuk mengurangi nyeri (terapi es dan panas, distraksi, relaksasi, imajinasi).

Respon yang menonjol muncul pada remaja yaitu terjadinya respon fisik saat dismenorea seperti nyeri perut bagian bawah yang dapat menyebar kearah pinggang dan paha merupakan respon fisik yang umum

(7)

terjadi pada saat dismenorea, bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya (Prawirohardjo, 2007).

Dismenorea adalah rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu aktivitas sehari-hari yang ditandai oleh kram yang terasa pada abdomen bagian bawah dan kadang-kadang diikuti oleh sakit kepala, keadaan mudah tersinggung, depresi serta perasaan lelah (Tiran, 2009).

Penyebab terjadinya nyeri

dismenorea primer dikarenakan adanya peningkatan produksi prostaglandin. Peningkatan ini akan mengakibatkan kontraksi uterus dan vasokonstriksi pembuluh darah. Alirah darah yang menuju ke uterus menurun sehingga uterus tidak mendapat suplai oksigen yang adekuat sehingga menyebabkan nyeri (Kelly & Tracey, 2007).

Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Harahap (2013) bahwa dismenorea atau nyeri haid dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis seperti pengaruh dari hormon prostaglandin dan progesteron. Hal ini sejalan dengan pernyataan Winkjosastro (2008) yang menyatakan selama dismenorea, terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemik dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri di saat datang bulan. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. sifat rasa nyeri adalah kejang, biasanya terbatas pada perut bagian bawah tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan iritabilitas.

Gambaran Intensitas Dismenorea Primer sesudah diberikan Senam Dismenorea Setelah dilakukan intervensi terdapat responden yang mengalami penurunan nyeri pada skala 1 ada 7 orang, skala 2 ada 8 orang, skala 3 ada 7 orang, skala 4 ada 4 orang, skala 5 ada 1 orang, skala 6 ada 1 orang. Dari analisis data intensitas nyeri dismenorea rata-rata sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri ringan, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 6 dan nilai minimum pada skala 1. Dari hasil pengamatan dilapangan, setelah dilakukan intervensi ada beberapa responden yang mengalami nyeri sedang dan mengalami penurunan nyeri masih dalam kategori nyeri sedang, ini karena peneliti tidak mengontrol pola hidup responden seperti kebutuhan nutrisi pada saat menstruasi. Namun, sebagian besar remaja mengatakan mengalami penurunan nyeri ketika menstruasi, semua responden merasakan tubuh terasa lebih nyaman, rileks, dan tidak mengganggu konsentrasi dalam belajar.

Senam dismenorea merupakan gerakan senam untuk membebaskan rasa nyeri saat haid. Gerakan senam dismenorea terdiri dari gerakan pemanasan, gerakan inti dan gerakan pendinginan. Inti dari senam ini adalah gerakannya lebih dipusatkan pada gerakan dari bagian panggul dimana di daerah tersebut terdapat alat reproduksi wanita beserta otot-otot yang berpengaruh terhadap nyeri dismenorea (Laila, 2011).

Melakukan olahraga tubuh akan menjadi rileks dan kadar endorphin akan dihasilkan beragam di antara individu, seperti halnya faktor-faktor seperti kecemasan yang mempengaruhi kadar endorphin. Individu dengan endorphin yang banyak akan lebih sedikit merasakan nyeri. Sama halnya aktivitas fisik yang berat diduga dapat meningkatkan pembentukan endorphin dalam sistem kontrol desendens (Smeltzer & Bare, BG, 2002).

(8)

Hal ini sejalan dengan penelitian Marlinda (2013) Olahraga seperti senam sangat dianjurkan untuk mengurangi dismenorea, karena pada saat melakukan senam, otak dan susunan syaraf tulang belakang akan menghasilkan endorphin, hormon yang berfungsi sebagai obat penenang alami dan menimbulkan rasa nyaman.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Trianingsih (2016) bahwa pada saat exercise, tubuh akan merangsang otak untuk mengirimkan impuls ke hipotalamus melalui HPA (Hipotalamus Pituitary Adrenal)

sehingga dapat merangsang pengeluaran hormon endorphin terutama β-endorphin. Hormon endorphin berperan sebagai analgesik alami di dalam tubuh. Peningkatan metabolisme aliran darah pada pelvis yang muncul selama olahraga dapat mempengaruhi dismenorea. Peningkatan aliran darah tersebut dapat mengurangi nyeri iskemik selama menstruasi.

Pengaruh Senam Dismenorea

Terhadap Penurunan Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan t-dependent, nilai rata-rata intensitas dismenorea primer sebelum diberikan intervensi sebesar 4,86 yaitu intensitas dismenorea primer termasuk kedalam kategori nyeri sedang dengan standar deviasi 2,155. Sedangkan nilai rata-rata intensitas dismenorea setelah diberikan intervensi sebesar 2,54 yaitu intensitas dismenorea primer termasuk kedalam kategori nyeri ringan, maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan intensitas nyeri dismenorea primer sebelum dan sesudah diberikan terapi senam dismenorea pada sisiwi kelas VIII, maka dalam hal ini Ho ditolak dibuktikan dengan p

value < α = 0,001 (α=0,05).

Hasil pengamatan dilapangan setelah dilakukan senam dismenorea sebagian besar remaja mengatakan mengalami penurunan

nyeri ketika menstruasi, semua responden merasakan tubuh terasa lebih nyaman, rileks, dan tidak mengganggu konsentrasi dalam belajar. Terdapat beberapa responden yang sebelum dilakukan intervensi mengalami nyeri ringan (1-3), responden mengatakan pada saat menstruasi terasa kram pada perut bagian bawah tetapi nyeri tersebut masih dapat di tahan dan dapat melakukan aktifitas yang lain salah satunya masih dapat berkonsentrasi dalam belajar.

Hal ini sesuai teori Laila (2011) dan Perry & Potter (2005), bahwa dismenorea primer disebabkan karena beberapa faktor resiko: usia menarche <12 tahun karena pada usia <12 tahun jumlah folikel-folikel ovary primer masih dalam jumlah sedikit sehingga produksi estrogen masih sedikit juga, faktor endokrin atau hormon yaitu jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada darah menstruasi yang merangsang hiperaktivitas

uterus, dan persepsi nyeri setiap individu

berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh hormon

endorphin.

Hal ini didukung oleh teori Andira (2010) dan Anurogo & Wulandari (2011) Penyebab dismenorea primer yaitu peningkatan kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin (salah satu hormon di dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya kontraksi pembuluh-pembuluh darah dan

penurunan aliran darah sehingga

menyebabkan terjadinya proses iskhemia dan necrosis pada sel-sel jaringan. Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak tiga kali lipat terjadi dari fase folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama haid. Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan.

(9)

Senam dismenorea merupakan aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri, terutama nyeri pada saat menstruasi (Malahayati, 2010). Senam yang baik untuk mengatasi dismenorea adalah senam khusus yaitu senam yang fokusnya membantu peregangan otot perut, panggul dan pinggang serta senam sebaiknya dilakukan sebelum haid, sehingga senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dismenorea (Badriyah, 2004).

Kamulasari MIMS Indonesia (2012)

mengatakan bahwa salah satu

penatalaksanaan untuk dismenorea adalah melakukan olahraga atau senam secara teratur yang dapat memicu keluarnya hormon

endorphin yang di nilai sebagai pembunuh

alamiah untuk rasa nyeri. Latihan olahraga justru sangat menguntungkan karena dapat mengurangi rasa sakit, dan juga dapat meringankan atau mencegah terjadinya dismenorea tersebut. Latihan olahraga yang sedang atau cukup berat baik sekali dianjurkan untuk mengurangi penderitaan wanita tersebut.

Olahraga terbukti dapat

meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar

b-endorphin. Ketika seseorang melakukan

olahraga/senam, maka b-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan

b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan

penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah, dan pernafasan (Harry, 2007). Sehingga olahraga atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dysmenorea.

Hal ini sesuai dengan teori Menurut Sugani (2010) bahwa saat melakukan senam, tubuh akan menghasilkan endorphin. Hormon endorphin yang semakin tinggi akan menurunkan atau meringankan nyeri yang dirasakan seseorang sehingga seseorang menjadi lebih nyaman, gembira, dan melancarkan pengiriman oksigen ke otak.

Manfaat yang diperoleh dari senam selama dismenorea yaitu yang pertama dapat meningkatkan efisiensi kerja paru sehingga ketika terjadi dismenorea, oksigen dapat tersalurkan ke pembuluh-pembuluh darah di organ reproduksi yang saat ini terjadi vasokonstriksi yang menimbulkan rasa nyeri, yang disebabkan karena respon dari oksigen tidak tersampaikan sampai pembuluh darah paling ujung; Manfaat yang kedua, pada seseorang yang rutin melakukan senam akan terjadi peningkatan jumlah dan ukuran pembuluh darah yang menyalurkan darah ke seluruh tubuh, termasuk ke organ reproduksi sehingga memperlancar aliran darah ketika terjadi dismenorea. Selain itu senam juga dapat melatih kekuatan otot-otot tertentu sehingga otot-otot tersebut terlihat lebih kuat dan kencang dan kelenturan tubuhpun meningkat (Solihatunisa, 2012)

Hal ini di dukung oleh penelitian Martchelina (2011) dengan judul “Pengaruh Senam Dismenoea Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Saat Menstruasi Pada Remaja Putri Usia 12-17 Tahun SMP 31 di Cipedak Kecamatan Jagakarsa”, yaitu rata-rata penurunan tingkat nyeri pada pengukuran pertama sebesar 5,6%. Rata-rata pengukuran tingkat nyeri pada pengukuran kedua sebesar 3,2%, dari kedua hasil tersebut dapat diketahui terdapat selisih penurunan sebesar 2,4%. Hasil dari p-value sebesar 0,001 <α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh senam dismenoea terhadap penurunan tingkat nyeri saat menstruasi pada remaja putri usia 12-17 tahun SMP 31 di Cipedak Kecamatan Jagakarsa.

(10)

Hasil penelitian Menurut Tarigan (2013) tentang Pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri

Menstruasi (Dismenorea) Pada Remaja Putri Di SMA Kartika Surabaya. Hasil uji ststistik dengan menggunakan wilcoxon diperoleh p value 0,001 maka nilai p value < α (0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan HI diterima. Kesimpulannya didapatkan bahwa ada pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi

(Dismenorea) Pada Remaja Putri Di SMA

Kartika Surabaya Tahun 2013.

Selain itu menurut hasil penelitian Istiqomah (2009) tentang Efektivitas Senam

Dismenorea Dalam Mengurangi Dismenorea Pada Remaja Putri Di SMUN 5 Semarang. Hasil uji paired sample t-Test didapatkan nilai signifikan yaitu 0,001 yang nilainya lebih kecil dari taraf kesalahan α (0,05) atau dengan signifikan 95% dan nilai mean 3,733, sd 3,195, standard error mean 0,825. Nilai t tabel adalah 1,761, maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Efektivitas Senam Dismenorea Dalam Mengurangi Dismenorea Pada Remaja Putri Di SMUN 5 Semarang di terima.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada 28 responden tentang Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung Tahun 2017. Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Rata-rata intensitas nyeri sebelum diberikan terapi senam dismenorea yaitu intensitas nyeri sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri sedang, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.

Rata-rata intensitas nyeri setelah diberikan terapi senam dismenorea yaitu intensitas nyeri sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri ringan, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 6 dan nilai minimum pada skala 1.

Terdapat Pengaruh Senam

Dismenorea Terhadap Penurunan Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung dibuktikan dengan hasil uji statistik didapatkan Intensitas Nyeri yaitu nilai P

Value < α =0,001 (α=0,05).

DAFTAR PUSTAKA

Aisyiyah. (2015). Gambaran Skala Nyeri Haid Pada Usia Remaja. Jurnal Keperawatan. Anurogo, & Wulandari. (2011). Cara jitu

untuk mengurangi nyeri haid.

Yogyakarta: ANDI.

Badriyah. (2004). Petunjuk Islami Kesehatan

Reproduksi bagi Remaja. Jakarta:

Gema Insani.

Baradero, S. M., Dayrit, S. M., & Siswadi, M. (2006). Klien Gangguan Sistem

Reproduksi dan Seksualitas. Jakarta:

EGC.

Bavil, D. A. (2016). Comparison of lifestyles

of young women with and without primary dysmenorrhea.

Benson. (2009). Obstetri ginekologi. Edisi 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan.

Bandung: PT Refika Aditama. Dahlan, M. S. (2012). Besar Sampel Dan Cara

Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

(11)

Dariyo. (2004). Psikologi perkembangan

remaja. Bogor Selatan: Galia Indonesia.

Dharma, K. (2011). Metodologi Penelitian

Keperawatan. Jakarta: Trans Info

Media.

Doheny dalam Hutahaean. (2010). Konsep

dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: CV. Trans

Info Media.

Fajaryati, N. (2010). Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Dismenorea Primer Remaja Putri di SMPN 2 Mirit Kebumen. Komunikasi Kesehatan

Vol 3.

Handrawan, H. (2004). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Harahap, D. U. (2013). Pengaruh Senam

Dismenore terhadap Penurunan Nyeri Dismenore pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Baso.

Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah. (2012). Teori Pengukuran Nyeri &

Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Harry. (2007, Februari 1). Dipetik 10 2016, dari Mekanisme endorphin dalam tubuh:

http:/klikhary.files.com/2007/02/1/d oc+endorphin+dalam+tubuh Hurlock, E. B. (2014). Psikologi

Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.

Jakarta: Erlangga.

Ismarozi. (2015). Efektifitas senam dismenore

terhadap penanganan nyeri haid primer pada remaja.

Istiqomah. (2009). Dipetik 10 2016, dari Efektivitas dismenore dalam mengurangi dismenore di SMUN 5 Semarang: eprint.undip.ac.id/9253/ Judha, Sudarti, & Fauziah. (2012). Teori

Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kadek, Surinati, & Mastini. (2014).

Hubungan dismenore dengan aktivitas belajar.

Kelly, & Tracey. (2007). Rahasia Alami

Meringankan Sindrom Pramenstruasi. Jakarta: Erlangga.

Khamzah, S. N. (2015). Tanya Jawab Seputar

Menstruasi. Yogyakarta: Flashbooks.

Laila, N. N. (2011). Buku pintar menstruasi. Jogjakarta: Buku Biru.

Malahayati. (2010). Solusi Murah Untuk

Cantik, Sehat, Energi. Yogyakarta:

Great Publisher.

Manuaba. (2008). Kapita selekta

penatalaksanaan rutin obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.

Marlinda, R. (2013). Pengaruh Senam

Dismenorea Terhadap Penurunan Dismenorea Pada Remaja Putri Di Desa Sidoharjo Kecamatan Pati.

Martcellina, L. (2011). Pengaruh Senam

Dismenoea Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Saat Menstruasi Pada Remaja Putri Usia 12-17 Tahun SMP 31 di Cipedak Kecamatan Jagakarsa.

Marwoto. (2008). Dipetik 12 20, 2016, dari Pengenalan macam-macam senam

dan manfaatnya:

http://eprints.undip.ac.id

Milton, 1999 dalam Notoatmodjo. (2014).

Metodologi Penelitian Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta.

Morgan, & Hamilton. (2009). Obstetri dan

Ginekologi Panduan Praktik.

Jakarta: EGC.

Nasir, A., Muhith, A., & Ideputri, M. E. (2011). Buku Ajar. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Notoatmodjo, S. (2014). Mrtodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). konsep dan penerapan

(12)

keperawatan: pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Omidvar, S. (2012). Characteristics and

Determinants of Pimary

Dysmenorhea in Young Adults .

American Medical.

Paath, & Erna Francin. (2004). Gizi Dalam

Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.

Perry, & Potter. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan; Konsep, Proses dan Praktik, Vol. 2 Alih Bahasa. Editor Monika Ester Dkk.

Jakarta: EGC.

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses

Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Prawirohardjo, S. (2007). Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-Sp.

Proverawati, S. M., & Misaroh, S. N. (2009).

Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Rahayu. (2013). Efektifitas senam dismenore

dalam mengurangi dismenore pada mahasiswa program studi D III kebidanan.

Riyanto, A. (2011). Pengolahan dan Analisis

Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Rumini, Sundari, & dkk. (2004).

Perkembangan anak dan remaja.

Jakarta: Rineka Cipta.

Sarwono, S. (2010). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Saryono, A. S. (2011). Metodologi Penelitian

Kebidanan DIII, DIV, SI dan S2.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Sigit, P. N. (2010). Konsep dan Proses

Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Smeltzer, S. C., & Bare, BG. (2002). Buku

ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang

Remaja Dan Permasalahannya.

Jakarta: CV. SAGUNG SETO. Solihatunisa, I. (2012). Pengaruh Senam

Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Saat Dismenorea Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam NegeriI Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sugani, & Priandarini. (2010). Cara Cerdas

Untuk Sehat. Jakarta: Transmedia.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sumaryanti dalam Solihatunisa. (2012).

Pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada Mahasiswi Program Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan

Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta:

EGC.

Tarigan, B. D. (2013). Pengaruh Abdominal

Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi (Dismenorea) Pada Remaja Putri Di SMA Kartika Surabaya.

Tiran, D. (2009). Kamus Saku Bidan. Jakarta: EGC.

Trianingsih, N. W. (2016). Efektivitas

Perbedaan Efektivitas Terapi Akupresure Dan Muscle Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Pada Remaja Putri Dengan Dismenorea.

Winkjosastro. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Yusuf. (2009). Psikologi perkembangan anak

dan remaja. Bandung: PT.Remaja

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat pentingnya monitoring dan evaluasi dalam kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) melalui

Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu ( first order autokorelation ) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak

Hasil analisis statistika diperoleh bahwa kadar MDA mitokondria hepar antara kelompok hiper- kolesterol dengan kelompok minyak wijen terdapat perbedaan yang

Saya mahasiswa Program Studi Diploma III Komunikasi Terapan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret yang bertanda tangan di bawah ini,5. Nama :

Berita baik juga kepada pengamal media kerana pembaca yang membayar untuk mendapatkan berita secara cetak didapati turut rela membayar untuk mendapatkan berita online

Ketapang tahun ajaran 2012/2013; (2) Menentukan dua kelas untuk sampel penelitian; (3) Menentukan kelas eksperimen yang diajar dengan menggunakan media kartu

Model discovery learning mempunyai kelebihan yaitu Materi pelajaran yang diberikan dengan metode ini daapt bertahan lama, mudah diingat dan daapt diterapkan pada