II. BAHAN DAN METODE
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Budidaya Laut Lombok, Dusun Gili Genting, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
2.2 Materi Uji
Induk abalon yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 jenis (spesies) abalon berbeda yaitu Haliotis asinina dan Haliotis squamata (Gambar 1 dan Lampiran 1). Kedua jenis induk abalon diperoleh dari hasil pemeliharaan induk abalon Balai Budidaya Laut Lombok. Total induk abalon yang digunakan untuk penelitian ini sebanyak 160 ekor dengan jumlah untuk masing-masing spesies sebanyak 40 ekor jantan dan 40 ekor betina. Induk abalon Haliotis asinina yang digunakan memiliki panjang cangkang 5,56 ± 0,39 cm dan bobot 49,57 ± 10,04 g untuk betina, serta panjang cangkang 5,49 ± 0,40 cm dan bobot 45,85 ± 9,11 g untuk jantan.. Sedangkan induk abalon Haliotis squamata yang digunakan memiliki panjang cangkang 5,71 ± 0,29 cm dan bobot 40,10 ± 3,86 g untuk betina, serta panjang cangkang 5,69 ± 0,38 cm dan bobot 42,16 ± 9,17 g untuk jantan (Lampiran 2).). Sebelum dilakukan pemijahan, abalon jantan dan betina dipelihara secara terpisah dalam keranjang plastik industri (krat) berukuran 0,6 m x 0,4 m x 0,3 m, diberi pakan secara ad libitum berupa Gracillaria sp. serta pakan tambahan berupa pasta dengan tambahan vitamin E (Lampiran 3).. (a) (b) Gambar 1 Abalon: (a) Haliotis asinina dan (b) Haliotis squamata
2.3 Rancangan Penelitian
Persilangan abalon Haliotis asinina dan Haliotis squamata dilakukan secara resiprok yaitu meliputi persilangan truebreed dari tiap spesies dan hibridisasi kedua spesies secara vice-versa jantan dan betinanya, masing-masing dengan 4 ulangan (Tabel 1).
Tabel 1 Perlakuan pemijahan silang abalon H. asinina dan H. squamata
Keterangan:
AA : Haliotis asinina dipijahkan dengan sesamanya (Truebreed).
AS : Pemijahan induk jantan Haliotis asinina dan induk betina Haliotis squamata (Hybrid).
SA : Pemijahan induk jantan Haliotis squamata dan induk betina Haliotis asinina (Hybrid).
SS : Perlakuan Haliotis squamata dipijahkan dengan sesamanya (Truebreed). Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Model rancangan yang digunakan adalah: Yij = µ + βi + εij Keterangan: Yij = nilai pengamatan; i = 1, 2, 3, …n µ = nilai tengah umum βi = pengaruh perlakuan ke-i; i = 1, 2, 3, …n εij = pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Parameter uji yang diamati meliputi performa reproduksi dan benih yaitu efektivitas teknik pemijahan, derajat pembuahan, perkembangan embrio, daya tetas telur, perkembangan larva, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, dan karakteristik fenotip benih. Data dianalisis untuk koefisien keragaman (CV) dan heritabilitas, sedangkan perkembangan embrio, perkembangan larva, dan kualitas air dianalisis secara deskriptif. ♀ ♂ H.asinina H.squamata H. asinina AA SA H. squamata AS SS
2.4 Prosedur Penelitian 2.4.1 Penelitian Pendahuluan Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan ini dilakukan sebagai acuan penentu teknik dan skala pemijahan abalon dengan peluang pemijahan terbaik. Uji dilakukan dengan memijahkan induk abalon pada dua tingkat kematangan gonad berbeda yakni TKG I dan TKG II (Lampiran 4) menggunakan teknik pemijahan semi alami dengan skala lab, teknik pemijahan semi alami dengan skala massal, teknik pemijahan alami dengan skala lab, serta teknik pemijahan alami dengan skala massal. Uji dilakukan selama 4 masa pemijahan (Maret-Mei 2012) yakni pada bulan gelap dan terang (Lampiran 5). Teknik pemijahan semi alami yang digunakan yakni teknik dry up sekitar 30 menit dengan cara mengangkat induk abalon dari dalam air dan dibiarkan berada pada tempat yang tanpa air, dilanjutkan dengan teknik kejut suhu dengan menaikkan turunkan suhu 3-5°C selama 15 menit menggunakan heater. Pemilihan teknik ini didasari oleh penelitian Susanto et al. 2008 serta Soleh dan Suwoyo 2008. Pada skala massal digunakan jumlah induk sebanyak 10 individu. Hasil terbaik penelitian pendahuluan digunakan dalam penelitian utama. 2.4.2 Penelitian Utama Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian utama ini antara lain persiapan wadah pemijahan abalon, persiapan wadah pemeliharaan larva abalon, seleksi induk abalon matang gonad, pemijahan induk abalon, penetasan telur abalon, pemeliharaan larva abalon, pengamatan karakterisasi fenotip, serta pengukuran kualitas air. 2.4.2.1 Persiapan Wadah Pemijahan Abalon Wadah pemijahan induk abalon berupa bak fiber berdimensi 1,5 m 0,7 m 0,6 m (Gambar 2). Wadah dibersihkan terlebih dahulu menggunakan kaporit dan dibilas. Gambar 2 Wadah pemijahan abalon
2.4.2.2 Persiapan Wadah Pemeliharaan Larva Abalon
Persiapan wadah pemeliharaan larva abalon dilakukan 10 hari sebelum waktu pemijahan. Wadah yang akan digunakan sebagai tempat pemeliharaan larva abalon berupa container box 50 L. Pada wadah pemeliharaan larva dilengkapi dengan substrat penempelan berupa potongan PVC bergelombang berukuran luas penampang 30 22 cm sebanyak 7 buah dan 15 11 cm sebanyak 9 buah yang digantung pada wadah (Gambar 3). Wadah dan substrat penempelan yang akan digunakan diamplas terlebih dahulu sehingga memiliki permukaan yang kasar, hal ini bertujuan memudahkan pakan alami dan trokofor menempel. Sebelum digunakan, wadah dan substrat dicuci serta dijemur di bawah sinar matahari. Setelah wadah dan substrat siap, kemudian diisi air laut hingga ¾ bagian wadah. Selanjutnya dilakukan penebaran pupuk, silikat, serta pakan alami Nitzchia sp. ke dalam wadah. Dosis pupuk yang digunakan (Lampiran 6) adalah 1 ml/l media pemeliharaan, dosis silikat yakni setengah dari dosis pupuk, serta jumlah pakan yang ditebar adalah 5 l. (a) (b) (c) (d) Gambar 3 Persiapan wadah dan substrat pemeliharaan larva abalon: (a) Pembersihan wadah,, (b) Penjemuran wadah, (c) Penjemuran substrat,, (d) Penyusunan substrat pada wadah pemeliharaan larva abalon 2.4.2.3 Seleksi Induk Abalon Matang Gonad Seleksi dilakukan untuk mendapatkan induk abalon yang memiliki perkembangan gonad lebih dari 60% menutupi hepatopankreas dan warna gonad yang cerah.. Gonad betina terlihat berwarna kehijauan dan gonad jantan berwarna gading (Gambar 4). Tingkat kematangan gonad ini dapat dilihat dengan cara
menguak otot abalon pada sisi yang berlawanan dari letak lubang-lubang di bagian cangkang menggunakan spatula. Setelah diseleksi, induk diukur panjang cangkang dan bobotnya untuk dicari yang seragam. (a) (b) Gambar 4 Seleksi induk abalon matang gonad: (a) abalon betina, (b) abalon jantan 2.4.2.4 Pemijahan Induk Abalon Wadah pemijahan diisi air laut sebanyak ¾ dari volume bak. Pemijahan silang dilakukan dengan pperbandingan jantan dan betina yang digunakan adalah 1:1. Setelah dilakukan seleksi, induk abalon dimasukkan ke dalam wadah pemijahan yang telah berisi air pada sore hari. Kemudian tinggi air dinaik- turunkan untuk mengatur fluktuasi tinggi-rendahnya suhu lingkungan agar abalon terangsang untuk memijah. Pada pukul 21.00 WITA, dilakukan pengecekan air, debit air dikecilkan,, dan dilakukan pemasangan egg collector pada saluran pengeluaran. Proses pemijahan abalon secara alami akan didahului dengan pelepasan sperma dari induk jantan, diikuti pelepasan telur dari induk betina (Gambar 5). (a) (b) Gambar 5 Proses pemijahan abalon: (a) Pelepasan sel sperma abalon jantan dan (b) Pelepasan sel telur abalon betina
2.4.2.5 Penetasan Telur Setelah abalon memijah maka induk dikeluarkan dari wadah, sedangkan telur hasil pemijahan diaerasi pelan selama 1-2 jam. Kemudian dilakukan pemanenan telur dan penghitungan jumlah telur, serta penghitungan derajat fertilisasi telur dilakukan juga untuk masing-masing perlakuan dan ulangan (Gambar 6). Selain itu, pengamatan perkembangan embrio juga dilakukan pada tahap ini. Setelah telur menetas, trokofor dipindahkan ke bak pemeliharaan larva dengan menggunakan saringan plankton net yang disusun secara bertingkat dengan ukuran 80 dan 60 mikron. Air pada wadah disurutkan total untuk meminimalkan adanya trokofor yang tertinggal. Penebaran trokofor dilakukan dengan kepadatan 250 ind/liter, merujuk dari BBL Lombok (2010) yang menyatakan kepadatan trokofor pada pemeliharaan
Penghitungan derajat penetasan telur dilakukan pada tahap ini. 200-300 ind/liter. (a) (b) (c) Gambar 6 Penanganan telur abalon: (a) Pemanenan telur abalon menggunakan saringan bertingkat, (b) Telur abalon yang tertampung pada saringan 60 mikron, (c) Penetasan telur abalon pada toples, telur yang tidak menetas akan mengendap di dasar 2.4.2.6 Pemeliharaan Larva Abalon
Selama pemeliharaan, larva abalon diberi pakan alami Nitzchia sp. yang sudah ditumbuhkan sebelumnya pada wadah pemeliharaan. Pemeliharaan larva abalon dilakukan dalam container box 50 L dengan penambahan EM4, tanpa sirkulasi air dan aerasi diberikan secara pelan selama 10 hari hingga trokofor mulai menjadi veliger (Gambar 7). Setelah 10 hari pemeliharaan larva, dilakukan pergantian air dengan debit yang kecil untuk menghindari adanya larva abalon yang terlepas. Pada tahap ini, dilakukan pengamatan perkembangan larva abalon, pertumbuhan, dan kelangsungan hidupnya.
Gambar 7 Wadah pemeliharaan larva abalon 2.4.2.7 Karakterisasi Fenotip Pengamatan karakter fenotipik benih abalon dilakukan untuk melihat pola pewarisan fenotip kualitatif dan kuantitatif induk abalon pada keturunannya. Fenotip kuantitatif meliputi ppengukuran karakter morfometrik yang dilakukan dengan bantuan jangka sorong, sedangkan fenotip kualitatif meliputi pengamatan visual morfologinya yaitu warna cangkang, kecerahan cangkang, tekstur cangkang, warna tentakel, kenampakan cilia, kenampakan otot/daging, ketebalan otot/daging, serta warna otot/daging (Gambar 8). Mata Cangkang Tentakel Otot kaki Cilia (a) (b) Gambar 8 Pengamatan karakter fenotipik benih abalon: (a) Visualisasi karakter morfologi, (b) Pengukuran morfometrik menggunakan jangka sorong
Karakterisasi fenotip morfometrik meliputi pengukuran panjang jarak yang
menghubungkan titik-titik bagian cangkang abalon secara keliling menggunakan bantuan jangka sorong. Setelah masing-masing titik
dihubungkan maka diperoleh 6 karakter morfometrik (Gambar 9) yang dapat menggambarkan keseragaman maupun keragaman antar abalon yang diamati. D2 D3 D2 D3 SW SW (a) SL SL D1 D4 D1 D4 (b) Gambar 9 Variabel-variabel morfometrik pada abalon: (a) Haliotis squamata dan (b) Haliotis asinina
Keterangan: SL Jarak antara titik tengah ujung cangkang dan lubang respirasi pertama (jarak terpanjang cangkang) SW Jarak antara bagian atas cangkang dan bagian bawah cangkang (jarak terlebar cangkang) D1 Jarak diagonal antara titik pangkal lubang respirasi pertama dan titik lebar cangkang bagian atas D2 Jarak diagonal antara titik lebar cangkang bagian atas dan titik tengah ujung cangkang D3 Jarak diagonal antara titik tengah ujung cangkang dan titik lebar cangkang bagian bawah D4 Jarak diagonal antara titik lebar cangkang bagian bawah dan titik pangkal lubang respirasi 2.4.2.8 Pemantauan Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati yaitu suhu, salinitas, pH, DO, amoniak, dan nitrit. Pemantauan suhu dilakukan setiap hari menggunakan termometer, sedangkan parameter lainnya diukur pada awal dan akhir pemeliharaan. Gambar 10 Alat-alat pengecekan kualitas air 2.5 Parameter Uji Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi performa reproduksi dan benih yaitu derajat pembuahan (FR), derajat penetasan (HR), perkembangan embrio dan larva, tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, karakteristik fenotip serta analisis koefisien keragaman (CV), hubungan interpopulasi abalon, dan heritabilitas. 2.5.1 Derajat Pembuahan Derajat pembuahan telur abalon diketahui melalui perbandingan jumlah total telur abalon yang terbuahi dengan jumlah total telur hasil pemijahan. Menurut Nurhidayat et al. (2011), persamaan yang digunakan adalah :
Keterangan :
FR = Derajat pembuahan telur abalon (Fertilization Rate) (%)
2.5.2 Derajat Penetasan Derajat penetasan telur abalon diketahui melalui perbandingan jumlah total telur abalon yang menetas dengan jumlah total telur yang terbuahi. Menurut Nurhidayat et al. (2011), persamaan yang digunakan adalah : Keterangan :
HR = Derajat penetasan telur abalon (Hatching Rate) (%)
2.5.3 Perkembangan Embrio dan Larva Perkembangan embrio diamati mulai dari stadia satu sel hingga stadia sesaat akan menetas, sedangkan perkembangan larva diamati mulai dari sesaat setelah menetas hingga menjadi benih. 2.5.3.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak diperoleh dengan menggunakan rumus menurut Effendie (1979), yakni sebagai berikut: L Keterangan: L = Pertumbuhan panjang mutlak (mm) Lt = Panjang larva pada waktu tertentu (mm) Lo = Panjang larva pada awal penebaran (mm) 2.5.3.2 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup larva abalon diketahui melalui perbandingan jumlah total larva abalon yang hidup pada waktu tertentu dengan jumlah total larva abalon pada awal penebaran (trokofor). Menurut Effendie (1979), persamaan yang digunakan adalah : Keterangan :
Nt = Jumlah larva abalon pada waktu tertentu (ekor) No = Jumlah trokofor pada awal penebaran (ekor) 2.5.4 Karakteristik Fenotip Morfometrik Karakteristik fenotip morfometrik dianalisis tingkat keragaman antara tetua dan anaknya untuk mengevaluasi pola dan derajat pewarisannya serta hubungan interpopulasi antara truebreed dengan hybrid.
2.5.4.1 Koefisien Keragaman (CV)
Koefisien keragaman biasanya digunakan untuk membandingkan keragaman dua populasi atau lebih. Koefisien keragaman diperoleh dengan cara membagi nilai simpangan baku dengan rataan populasi, dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Noor 1996): CV = SD X Keterangan: CV = Koefisien keragaman SD = Simpangan baku X = Rata-rata populasi 2.5.4.2 Heritabilitas Heritabilitas adalah keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Teknik yang digunakan untuk mengukur heritabilitas adalah melalui regresi anak-tetua (parents-offspring regression). Anak (benih) menjadi pembanding dengan hanya satu tetua, digunakan pendekatan sebagai berikut (Tave 1992): h2 = 2b Keterangan: h2 = Heritabilitas b = Koefisien nilai regresi 2.5.4.3 Hubungan Interpopulasi Abalon Hubungan interpopulasi digunakan untuk mengukur kemiripan karakter dari abalon H. asinina, H. squamata, serta abalon hasil hibridisasinya berdasarkan jenis abalon dan karakter fenotip morfometrik. Parameter ini dianalisis secara hierarki berdasarkan derajat kemiripan karakter dalam grafik dendrogram.
2.6 Analisis Data Data performa reproduksi dan benih dianalisis statistik menggunakan program Microsoft Excel 2007, Minitab 14, dan SPSS 16.0. Fenotip kuantitatif dari performa reproduksi yang meliputi derajat pembuahan dan daya tetas dianalisis menggunakan pengujian ANOVA, sedangkan karakter morfometrik diuji dengan MANOVA. Selanjutnya, karakteristik fenotip kualitatif yang meliputi data visual morfologi dianalisis secara non parametrik. Data perkembangan embrio dan larva, serta kualitas air dianalis secara deskriptif.