Estimasi Loading Rate dengan Parameter Kadmium (Cd),
Kromium (Cr) dan Tembaga (Cu) di Industri Batik Kabupaten
Bantul
Loading Rate Estimation with Cadmium (Cd), Chromium (Cr) and
Copper (Cu) Parameters in the Bantul Regency Batik Industry
Ardita Irwan S*, Dhandhun Wacano*, Suphia Rahmawati*
*Program Studi Teknik Lingkungan, FTSP, Universitas Islam Indonesia *Jalan Kaliurang Km 14,5 Daerah Istimewa Yogyakarta
e-mail : [email protected]
Abstrak
Industri batik yang tersebar dibeberapa Kecamatan di Kabupaten Bantul menghasilkan limbah. Beberapa zat yang terkandung dalam limbah batik merupakan logam berat yang berbahaya bagi lingkungan seperti Cd, Cr dan Cu. Tujuan penelitian ini adalah menghitung dan memetakan nilai loading rate dari unsur Cd, Cr dan Cu. Selain itu, mengetahui persebaran industri batik, penggunaan bahan pewarna dan metode yang digunakan oleh industri batik yang ada di Kabupaten Bantul. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang dikumpulkan melalui internet. Selain itu, dilakukan juga obeservasi langsung menggunakan kuisioner dan wawancara. Sampel dipilih berdasarkan pewarna dan metode yang digunakan. Titik sampel diberi tanda pada peta menggunakan Aplikasi QGIS ditambah citra SAS Planet Google Earth 3. Nilai estimasi beban pencemar untuk paramater Cd adalah 0.0016 - 0.0080 kg/hari untuk Naptol dan 0.00079 - 0.0056 kg/hari untuk Indigosol; nilai beban pencemar untuk parameter Cr adalah 0.00059 - 0.0029 kg/hari untuk Naptol dan 0.00019 – 0.0021 kg/hari untuk Indigosol; nilai beban pencemar untuk parameter Cu adalah 0.011 - 0.056 kg/hari untuk Naptol dan 0.0023 - 0.039 kg/hari untuk Indigosol. Persebaran logam berat ini terkonsentrasi di zona
sekitar industri batik yang menggunakan pewarna sintetis karena tidak mudah untuk terurai..
Kata kunci : Industri Batik, Loading Rate, Logam Berat, QGIS
Abstract
The batik industry which is spread in several districts in Bantul Regency produces waste. Some substances contained in batik waste are heavy metals that are harmful to the environment such as Cd, Cr and Cu. The purpose of this study is to calculate and map the loading rate value of the elements Cd, Cr and Cu. In addition, knowing the distribution of the batik industry, the use of dyes and methods used by the batik industry in Bantul Regency. This research was conducted by collecting secondary data collected through the internet. In addition, direct observation was also carried out using questionnaires and interviews. The sample is chosen based on the dye and method used. The sample points are marked on the map using the QGIS Application plus SAS Planet Google Earth imagery 3. The estimated value of pollutant load for the Cd parameter is 0.0016 - 0.0080 kg / day for Naptol and 0.00079 - 0.0056 kg / day for Indigosol;
the value of pollutant load for the Cr parameter is 0.00059 - 0.0029 kg / day for Naptol and 0.00019 - 0.0021 kg / day for Indigosol; pollutant load values for Cu parameters are 0.011 - 0.056 kg / day for Naptol and 0.0023 - 0.039 kg / day for Indigosol. The distribution of heavy metals is concentrated in the zone around the batik industry that uses synthetic dyes because it is not easy to decompose.
Keywords: Batik Industry, Heavy Metal, Loading Rate, QGIS
I. PENDAHULUAN
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu produsen batik terbesar di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun 2018 terdapat 218 industri batik, baik berupa toko maupun pabrik. Sebagian besar industri tersebut berada di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Selain memberikan pengaruh positif, industri batik juga memberikan dampak negatif khususnya bagi pencemaran lingkungan. Hingga saat ini, sebagian besar proses produksi batik di Daerah Istimewa Yogyakarta masih dilakukan dengan cara tradisional dan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam penelitian ini, Kabupaten Bantul yang dijadikan sebagai lokasi penelitian karena terdapat industri batik yang paling banyak dibanding kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakrta. Oleh karena itu, Kabupaten Bantul memliki potensi beban pencemar lingkungan yang paling besar dibandingkan dengan daerah lain di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Proses membuat batik terdiri dari pemolaan, pembatikan tulis, pewarnaan/pencelupan, pelodoran/penghilangan lilin dan penyempurnaan (Purwaningsih, 2008). Secara umum, limbah cair batik paling banyak dihasilkan pada proses pewarnaan/pencelupan. Menurut Muljadi (2009), karakteristik limbah batik meliputi: (i) karakteristik fisika yang terdiri atas warna, bau, zat padat tersuspensi, temperatur dan (ii) karakteristik kimia yang terdiri atas bahan organik, anorganik, fenol, sulfur, pH, logam berat, senyawa racun (nitrit) dan gas. Hal tersebut diperkuat dari beberapa penelitian terdahulu yang melaporkan bahwa limbah batik memiliki kandungan Kromium ( Cr ) < 0,0231 mg/l untuk kedua metode produksi batik cap dan printing (Kurniawan dkk, 2013) ; Besi (Fe) 2,0587 mg/l, Kadmium (Cd) 0,0063 mg/l , Kromium (Cr) 0,1385 mg/l , Tembaga (Cu) 0,2696 mg/l , Seng (Zn) 54,7175 mg/l dan Timbal (Pb) 0,2349 mg/l. Bahaya logam berat bagi perairan dapat menurunkan kualitas air dan dapat membunuh biodiversitas yang berada dalam air (Agustina dkk., 2011).
Limbah cair industri tekstil memiliki dampak buruk terhadap lingkungan karena beberapa bersifat tidak dapat diurai secara alami dan karsinogenik. Oleh karena itu limbah batik harus dikelola dengan benar (Babu et al. 2007). Variasi kualitas limbah cair yang dikeluarkan oleh industri batik sangat banyak. Menurut Chakraborty (2014) terdapat ribuan variasi warna yang dapat dihasilkan dari satu kelompok jenis zat warna Naphtol dan garam diazoniumnya saja.
Informasi terkait dengan faktor beban pencemar per unit produk dapat digunakan untuk mengestimasi total beban pencemaran yang ada di suatu daerah sehingga bermanfaat untuk memecahkan masalah pengendalian pencemaran dari suatu sektor tertentu (Kung dan Yu, 2000). Adapun Proses penentuan perhitungan estimasi beban pencemaran dengan
menggunakan perhitungan secara matematis, sesuai yang tertera di dalam KepmenLH Nomer 10 Tahun 1995. Proses pemetaan lokasi persebaran industri batik yang ada di Kabupaten Bantul serta lingkungan yang berpotensi terkena dampak dengan menggunakan software Quantum Geographic Informasy System (QGIS). Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini agar dapat menentukan estimasi beban pencemar industri batik yang diklasifikasikan berdasarkan zat pewarna yang digunakan di Kabupaten Bantul.
Sungai Winongo merupakan salah satu sungai penting di Yogyakarta, mempunyai bentuk memanjang, dengan panjang ± 41, 3 Km, luas daerah aliran sungai ± 118 Km2 , bermata air di Lereng Gunung Merapi dan bermuara di Sungai Opak. Sungai Winongo dari hulu ke hilir melalui tiga wilayah administrasi yaitu Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (Widyastuti 2009). Sungai Winongo menjadi tempat pembuangan limbah yang berasal dari rumah tangga, aktivitas perkotaan, industri, maupun pertanian. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh (Yogafanny, 2012) bahwa Sungai Winongo telah terindikasi tercemar oleh TSS, BOD dan COD serta Fosfat karena konsentrasinya melebihi ambang batas baku mutu kualitas air menurut Pergub DIY No. 07 Tahun 2016.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan identifikasi dan analisis jumlah dan lokasi sumber pencemar, melakukan Inventarisasi dan analisis sumber pencemar, melakukan analisis kualitas air, dan melakukan pemetaan sumber pencemar di Sungai Winongo segmen hilir bagian barat. Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi menjadi referensi dalam mengkaji atau melakukan kegiatan penelitian terkait kualitas air khususnya di daerah Sungai Winongo, masukan kepada Pemerintah Daerah dan Provinsi D.I. Yogyakarta dalam membuat kebijakan di bidang pengendalian pencemaran air sungai, juga memberikan informasi bagi penduduk di sekitar Sungai Winongo mengenai kualitas air di sungai tersebut.
II. METODE PENELITIAN
Metode penelitian secara umum akan ditunjukkan melalui diagram alir penelitian yang menggambarkan garis besar tahapan yang dilakukan selama penelitian berlangsung. Diagram alir penelitian ini ditunjukkan dalam Gambar 2.1 berikut ini :
Gambar 2.1 Diagram Alir Penelitian
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kondisi Lokasi Penelitian
Tempat home industri batik yang terdapat di Bantul bagian barat tersebar di 4 kecamatan, yaitu Pandak, Pajangan, Sewon dan Kasihan. Kecamatan Pandak dan Pajangan merupakan sentra batik di Provinsi DIY yang mana lokasi kedua kecamatan tersebut berbatasan. Oleh karena itu, Kecamatan Pandak memiliki jumlah industri batik paling banyak di dalam penelitian ini. Kecamatan Pandak terdapat 21 tempat dan Kecamatan Pajangan 4 tempat. Berdasarakan hasil wawancara, sentra industri batik tersebut sudah ada sejak jaman dahulu pada masa Kerajaan Mataram yang turun temurun sampai sekarang. Lokasi industri batik di Kecamatan Sewon dan Kasihan menyebar di berbagai tempat (bukan sentra batik) yang masing-masing terdapat 7 dan 5 tempat industri batik.
3.2 Pola Persebaran Industri Batik
Hasil observasi di lapangan, dari 37 tempat industri batik semuanya menggunkan pewarna sintetis. Para penggiat industri batik menggunakan pewarna sintetis karena mudah didapatkan di pasaran yang harganya terjangkau serta warna yang dihasilkan lebih beragam. Industri batik jarang meggunakan pewarna alami karena prosesnya memerlukan waktu yang lama dengan beberapa kali pencelupan supaya menghasilkan warna yang pas dan khas. Bahan pewarna sintetis yang digunakan dalam indsutri batik yaitu naptol dan indigosol. Pewarna jenis naptol digunakan untuk menghasilkan warna yang gelap sedangkan pewarna indigosol menghasilkan warna yang terang. Dari hasil penelitian, industri batik paling banyak menggukan naptol dan indigosol yaitu sebanyak 26. Sementara, penggunaan naptol sebanyak 6 industri dan indigosol sebanyak 5 industri.
3.3 Perhitungan Estimasi Loading Rate
DM = Dm x Pb
Keterangan:
o DM = Debit limbah cair maksimum yang diperbolehkan bagi industri (m³/bulan) o Dm = Debit limbah cair maksimum, tercantum dalam lampiran (m³/satuan produk) o Pb = Produksi sebenarnya dalam sebulan, tercantum dalam lampiran
DA = Dp x H
Keterangan:
o DA = Debit limbah cair sebenamya (m³/bulan). o Dp = Hasil pengukuran debit limbah cair (m³/kain). o H = Jumlah hari kerja
Beban pencemaran maksimum (BPM) dan beban pencemaran sebenarnya (BPA) berdasarkan Baku Mutu Limbah Cair Industri (Kepmen LH No. 10 tahun 1995).
BPM = (CM)j x Dm x f
Keterangan:
o BPM = Beban pencemaran maksimum (kg/hari)
o (CM)j = Kadar maksimum unsur pencemar, berdasarkan parameter yang tercantum di dalam lampiran (mg/l)
o Dm = Debit limbah cair maksimum sebagaimana yang tercantum dalam lampiran (m³/satuan produk).
o f = Faktor konversi = (1.000/m³) x (1 kg/1.000.000 mg) = 0,001
BPA = (CA)j x (DA/Pb) x f
Keterangan:
o BPA = Beban pencemaran sebenarnya (kg/hari)
o (CA)j = Kadar sebenarnya unsur pencemar berdasarkan parameter yang tercantum di dalam lampiran (mg/1)
o DA = Debit limbah cair sebenarnya (m³/kain) o Pb = Produksi sebenarnya dalam sebulan o f = 0,001
Gambar 3.1 Diagram Nilai BPA Cd 0, 0016 0, 0024 0, 0064 0, 0040 0, 0024 0, 0032 0 0, 0048 0, 0056 0, 0064 0, 0064 0, 0064 0 0, 0056 0, 0040 0, 0048 0, 0064 0, 0064 0, 0080 0 0, 0064 0, 0064 0, 0056 0, 0048 0, 0064 0, 0040 0, 0032 0 0, 0064 0 0, 0024 0, 0032 0 0, 0048 0, 0040 0, 0048 0, 0056 0, 00079 0, 0012 0 0, 0020 0 0, 0016 0, 0020 0, 0024 0, 0027 0, 0031 0, 0031 0, 0031 0, 0031 0, 0027 0, 0020 0, 0024 0 0, 0031 0, 0039 0, 0016 0, 0031 0, 0031 0, 0027 0, 0024 0, 0031 0 0, 0016 0, 0056 0, 0031 0, 0035 0, 0012 0, 0016 0, 0020 0, 0024 0, 0020 0, 0024 0 0,0000 0,0020 0,0040 0,0060 0,0080 0,0100 0,0120 0,0140 0,0160 A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z A1 B1 C1 D1 E1 F1 G1 H1 I1 J1 K1 Lo a d in g R a te (k g /h ar i) Kode
Gambar 3.2 Diagram Nilai BPA Cr 0 ,0 0 0 5 9 0 ,0 0 0 8 8 0 ,0 0 2 4 0 ,0 0 1 5 0 ,0 0 0 8 8 0 ,0 0 1 2 0 0,0 0 1 8 0 ,0 0 2 1 0 ,0 0 2 4 0 ,0 0 2 4 0 ,0 0 2 4 0 0 ,0 0 2 1 0 ,0 0 1 5 0 ,0 0 1 8 0 ,0 0 2 4 0 ,0 0 2 4 0 ,0 0 2 9 0 0 ,0 0 2 4 0 ,0 0 2 4 0 ,0 0 2 1 0 ,0 0 1 8 0 ,0 0 2 4 0 ,0 0 1 5 0 ,0 0 1 2 0 0 ,0 0 2 4 0 0,0 0 0 8 8 0 ,0 0 1 2 0 0,0 0 1 8 0 ,0 0 1 5 0 ,0 0 1 8 0 ,0 0 2 1 0 ,0 0 0 1 9 0 ,0 0 0 2 9 0 0,0 0 0 4 8 0 0,0 0 0 3 8 0 ,0 0 0 4 8 0 ,0 0 0 5 8 0 ,0 0 0 6 7 0 ,0 0 0 7 7 0 ,0 0 0 7 7 0 ,0 0 0 7 7 0 ,0 0 0 7 7 0 ,0 0 0 6 7 0 ,0 0 0 4 8 0 ,0 0 0 5 8 0 0,0 0 0 7 7 0 ,0 0 0 9 6 0 ,0 0 0 3 8 0 ,0 0 0 7 7 0 ,0 0 0 7 7 0 ,0 0 0 6 7 0 ,0 0 0 5 8 0 ,0 0 0 7 7 0 0,0 0 0 3 8 0 ,0 0 2 1 0 ,0 0 0 7 7 0 ,0 0 0 8 6 0 ,0 0 0 2 9 0 ,0 0 0 3 8 0 ,0 0 0 4 8 0 ,0 0 0 5 8 0 ,0 0 0 4 8 0 ,0 0 0 5 8 0 0,00000 0,05000 0,10000 0,15000 0,20000 0,25000 0,30000 0,35000 A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z A1 B1 C1 D1 E1 F1 G1 H1 I1 J1 K1 Lo a d in g R a te (k g /h ar i) Kode
Gambar 3.3 Diagram Nilai BPA Cu 0, 011 0,017 0, 044 0, 028 0, 017 0,022 0 0, 033 0,039 0, 044 0, 044 0, 044 0 0, 039 0, 028 0,033 0, 044 0, 044 0, 056 0 0, 044 0, 044 0, 039 0, 033 0, 044 0, 028 0, 022 0 0, 044 0 0, 017 0,022 0 0, 033 0, 028 0,033 0, 039 0, 0023 0, 0034 0 0, 0057 0 0, 0046 0, 0057 0, 0069 0, 0080 0, 0092 0, 0092 0, 0092 0, 0092 0, 0080 0, 0057 0, 0069 0 0, 0092 0,011 0, 0046 0,0092 0,0092 0,0080 0,0069 0,0092 0 0, 0046 0, 0389 0, 0092 0, 0103 0, 0034 0, 0046 0, 0057 0, 0069 0, 0057 0, 0069 0 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400 0,450 0,500 A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z A1 B1 C1 D1 E1 F1 G1 H1 I1 J1 K1 Lo a d in g R a te (k g /h ar i) Kode
Hasil perhitungan seluruh industri batik dengan parameter Kadmium (Cd) Naptol nilai BPA dengan rata-rata sebesar 0.0041 kg/hari dan 0.0021 kg/hari, dimana tidak melebihi hasil perhitungan BPM yaitu 0,015 kg/hari. Nilai rata-rata BPA dari parameter Kromium (Cr) Naptol dan adalah 0.0015 kg/hari dan 0.00055 kg/hari, nilai tersebut masih jauh di bawah nilai BPM Kromium (Cr) sebesar 0,3 kg/hari. Nilai BPA dengan parameter Tembaga (Cu), zat pewarna naptol dan indigosol diperoleh nilai rata-rata sebesar 0.028 kg/hari dan 0.0069 kg/hari yang masih dibawah nilai (BPM) yang memiliki nilai 0,45 kg/hari. Hasil perhitungan BPA jika dibandingkan dengan BPM dapat disimpulkan bahwa untuk parameter Kadmium (Cd), Kromium (Cr) dan Tembaga (Cu) dengan zat pewarna Naptol dan Indigosol sesuai dengan KepMen LH No.51 tahun 1995 yang meyatakan bahwa nilai beban pencemar sebenarnya tidak boleh lebih besar dari nilai beban pencemar maksimum BPA < BPM.
Walaupun nilai BPA dari ketiga parameter tidak melebihi nilai BPMakan tetapi masih memiliki potensi pencemaran. Hal tersebut sesuai dengan Sudiatso (1999) bahwa penggunaan metode akstrasi zat warna kimia (sintetis) mengakibatkan hal yang kurang menguntungkan baik bagi lingkungan sekitar ataupun tubuh si pemakai (Sudiatso, 1999). Proses pewarnaan pada limbah batik di wilayah Jetis, Sidoarjo menghasilkan limbah cair dengan kandungan BOD mencapai 261,25 mg/L, kandungan COD mencapai 1066 mg/L, dan kandungan warna mencapai 3050 Pt-Co. Kandungan BOD, COD dan warna ini melebihi baku mutu kualitas air limbah tekstil. Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 72 tahun 2013 menetapkan kandungan maksimum BOD dan COD sebesar 60 mg/L dan 150 mg/L (Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, 2013).
Hasil perhitungan nilai estimasi loading rate tiap parameter untuk masing-masing zat pewarna Naptol dan Indigosol dengan nilai tertinggi dan terendah dihasilkan oleh industri yang sama. Pewarna naptol tertinggi dihasilkan oleh industri batik S dan nilai terendah dihasilkan oleh industri A. Untuk pewarna indigosol nilai tertinggi dihasilkan oleh industri batik B1 sedangkan yang terendah dihasilkan oleh industri batik A. Faktor yang memengaruhi nilai beban pencemaran yaitu jumlah produk batik yang dihasilkan dan jumlah air yang digunakan dalam proses pembuatan batik. Semakin tinggi kedua faktor tersebut maka nilai beban pencemar yang dihasilkan juga semakin tinggi.
Jumlah volume air yang digunakan berbeda-beda oleh setiap industri batik untuk menghasilkan satu lembar kain batik karena industri batik memiliki cara sendiri-sendiri dalam proses pewarnaan batik. Terdapat industri batik yang melakukan proses pewarnaan dengan cara merendam kain cukup lama serta melakukan proses pencelupan berulang kali dan hanya sekali pencelupan. Menurut Susanto (1973) proses penyerapan zat warna pada kain dipengaruhi oleh cara pengadukan pada proses pewarnaan. Selain itu nilai konsentrasi zat pencemar juga dipengaruhi oleh volume air yang ditambahkan setiap proses produksi batik.
Hasil perhitungan nilai beban pencemaran juga menunjukkan semua industri batik dengan pewarna Naptol memilki nilai beban pencemaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan pewarna Indigosol. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan nilai konsentrasi hasil uji laboratorium setiap parameter nilai konsentrasi pewarna naptol lebih tinggi dibandingkan dengan Indigosol. Pada umumnya industri batik menggunkan pewarna Naptol, dikarenakan warna yang dihasilkan lebih bervariasi. Menurut Indriyani (2004) zat warna Naptol bersifat toksik dan dapat mengakibatkan penyakit kulit. Selain itu zat pewarna Naptol merupakan
senyawa xenobiotik yang sulit terdegradasi, apabila terdegradasi akan menghasilkan senyawa lain yang lebih beracun.
Menurut hasil analisis, dari ke-4 lokasi penelitian Kecamatan Pandak memilki potensi paling besar yang memiliki tingkat beban pencemaran paling tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena Kecamatan Pandak merupakan sentra industri batik di Provinsi DIY dengan jumlah indutri batik paling banyak dan berdekatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap industri batik di Kecamatan Pandak, beberaopa industri batik limbahnya tidak langsung dibuang ke badan lingkungan, tetapi dilakukan proses sedimentasi terlebih dahulu lalu dibuang ke badan lingkungan, air buangan limbah yang sudah diendapkan lalu disalurkan ke saluran drainase dan berakhir di sungai dan mengendap di dasar sungai sehingga mengakibatkan logam berat akan terakumulasi di badan lingkungan. Menurut Siregar dan Edwar (2010) bahwa konsentrasi logam berat dalam air selalu berubah-ubah tergantung pada saat pembuangan limbah, tingkat kesempurnaan pengelolaan limbah dan musim. Logam berat yang terikat dalam sedimen relatif sulit untuk lepas kembali melarut dalam air. Penimbunan logam berat terus terjadi selama adanya input pencemar dari badan air dan terikat dengan bahan tersuspensi dan mengendap. Menurut Hutagalung dalam Purnomo (2007) unsur-unsur logam berat dapat masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan minuman serta pernafasan dan kulit. Peningkatan kadar logam berat dalam air akan diikuti oleh peningkatan logam berat dalam tubuh ikan dan biota lainnya sehingga pencemaran air oleh logam berat akan mengakibatkan ikan yang hidup di dalamnya tercemar. Pemanfatan ikan-ikan sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan manusia.
3.4 Pengolahan Limbah Batik
Dalam pemilihan teknologi pengolahan air limbah terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan, antara lain sebagai berikut: a) Kualitas dan kuantitas air limbah yang akan diolah, b) Kemudahan pengoperasian dan ketersediaan SDM yang memenuhi kualifikasi untuk pengoperasian jenis IPAL terpilih, c) Jumlah akumulasi lumpur, d) Kebutuhan dan ketersediaan lahan, e) Biaya pengoperasian, f) Kualitas hasil olahan yang diharapkan dan g) Kebutuhan energi (PPLP DPU, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap industri batik dapat diketahui bahwa mereka belum memiliki pengetahuan, keahlian dan kemampuan dana yang cukup dalam menyediakan pengolahan air limbah, sehingga pengolahan air limbah yang cocok untuk diterapkan adalah yang memiliki teknologi yang mudah dan biaya operasional serta perawatan yang murah. Masing-masing teknologi memiliki kelebihan dan kekurangan terkait variabel dana, kualitas air limbah dan luas lahan. Diperlukan optimasi dari ketiga variabel tersebut sesuai dengan kondisi teknis, ekonomi dan sosial guna terwujudnya kinerja pengolahan yang baik dan tetap berlangsungnya keberlanjutan pengelolaan air limbah industri batik.
Terdapat banyak teknologi pengolahan air limbah industri batik yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar pencemar sesuai baku mutu yang telah ditetapkan yaitu warna, suhu, pH, BOD, COD, TSS, Phenol total, Amonia total, Minyak-Lemak dan Logam berat baik secara fisika, kimia dan biologi. Proses fisika dan kimia antara lain dengan sedimentasi, flokulasi, koagulasi, adsorpsi, ultrafiltrasi, oksidasi dengan ozon dan teknologi membran, sedangkan proses biologi menggunakan aktivitas mikroorganisme dan tanaman air. Proses fisika dan kimia cenderung lebih mahal dalam operasional dan menghasilkan lumpur cukup banyak.
Dalam proses biologi mikroorganisme yang digunakan berasal dari jenis bakteri dan jamur, apabila menggunakan tanaman air dapat berupa tanaman yang mencuat di atas permukaan air, yang mengapung di permukaan air dan yang mengambang di dalam air, misalnya enceng gondok.
Jika disyaratkan teknologi yang mudah, biaya yang murah, menghasilkan sedikit lumpur dan pada lahan yang relatif kecil, maka dipilih proses secara anaerob. Alternatif teknologi pengolahan air limbah untuk memenuhi kriteria tersebut yaitu reaktor bersekat secara anaerob atau Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan biofilter tercelup atau Submerged Biofilter dengan media antara lain Rotary Biology Contactor (RBC), trickling filter, tipe jaring dan modul sarang tawon secara anaerob. Kelebihan dari biofilter adalah pengoperasiannya mudah, lumpur yang dihasilkan sedikit, dapat digunakan untuk air limbah konsentrasi rendah maupun tinggi, tahan terhadap fluktuasi debit dan konsentrasi air limbah dan pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil (Said, 2002), namun kelemahannya memerlukan energi listrik yang cukup besar.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk menilai efektivitas ABR dan RBC secara anaerob, menunjukkan efektivitas kinerja ABR dalam mengurangi polutan sebesar 75%, sedangkan efektivitas RBC berada di kisaran 15 - 57%, pH menurun sebesar 75,9% dan untuk NH3-N sebesar 67% (Kristijanto et al., 2011). Untuk mengurangi kadar warna dan logam berat, berbagai penelitian menggunakan mikroorganisme telah dilakukan antara lain menggunakan Lactobacillus delbrukii (Zuraida, 2013), Bacillus sp (Siddiqui et al., 2011).
Jika disyaratkan proses biologi dengan teknologi yang mudah, dana operasional relatif lebih murah tetapi tersedia lahan yang luas, maka alternatif pengolahan adalah dengan teknologi kolam rawa buatan berupa fitoremediasi atau Wetland dengan menggunakan tanaman air. Menurut Tridech et al. (1981) tanaman Eichornia crassipes (enceng gondok) dapat menurunkan kadar BOD sebesar 94,95%, Total Organic Carbon (TOC) sebesar 80% dan TSS sebesar 99,2%, sedangkan tanaman Scirpus dapat menurunkan kadar BOD sebesar 75,78%, TOC sebesar 66,02% dan TSS sebesar 94,2%. Terdapat penelitian tentang kemampuan tanaman rawa berdaun sempit (Typha angustifolia Linn) yaitu suatu spesies tanaman lahan basah untuk mengolah air limbah zat warna reaktif sintetik dan berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan menunjukkan bahwa dekolorisasi limbah zat warna reaktif oleh tanaman ini sebesar 60% (Niltratnisakorn, 2010).
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Persebaran tempat produksi batik di Kabupaten Bantul paling banyak di Kecamatan Pandak dengan jumlah 21 tempat. Selanjutnya, Kecamtan Sewon 7 tempat, Kecamatan Sewon 7 tempat, Kecamatan Kasihan 5 tempat dan Kecamatan Pajangan 4 tempat. Kecamatan Pandak terdapat industri batik paling banyak karena Kecamatan Pandak merupakan sentra industri batik di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Secara keseluruhan indsutri batik di Kabupaten Bantul menggunakan pewarna sintetis karena lebih mudah dan ekonomis dalam proses pembuatan batik. Adapun pewarna yang digunakan yaitu pewarna jenis Naptol dan Indigosol.
2. Nilai estimasi loading rate dari parameter Kadmium (Cd) untuk pewarna Naptol 0.0016 - 0.0080 kg/hari dan pewarna Indigosol 0.00079 - 0.0056 kg/hari. Untuk parameter Kromium (Cr), pewarna Naptol memilki nilai 0.00059 - 0.0029 kg/hari dan pewarna Indigosol 0.00019 - 0.0021 kg/hari. Untuk parameter Tembaga (Cu), pewarna Naptol memiliki nilai 0.011 - 0.056 kg/hari dan pewarna Indigosol 0.0023 - 0.039 kg/hari.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, T.E., Nurisman, E., Prasetyowati, Haryani, N. 2011. Pengolahan Air Limbah
Pewarna Sintesis dengan Menggunakan Reagen Fenton. Seminar Nasional AvoER
ke-3. Palembang.
Bappeda Provinsi NTB. 2012. Modul Pelatihan Quantum GIS Tingkat Dasar. Mataram. Babu BR, Parande AK, Raghu S, Kumar TP. 2007. Textile Technology – An Overview of
Wastes Produced During Cotton Textile Processing and Effluent Treatment Methods. Journal of Cotton Sciences. 11 : 110.
Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur. 2013. Peraturan Gubernur Jawa
Timur nomor 72 tahun 2013. tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Dan/Atau Kegiatan Usaha Lainnya. Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur.
Chakraborty, JN. 2014. Fundamental and Practices in Coloration of Textiles Second
Editon. Woodhead Publishing India. India.
Connel, D.W. and Miller, G.J., 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press, Jakarta. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Donald W, Meals R, Richard P. 2013. Pollutant Load Estimation for Water Quality
Monitoring Projects. National Non Point Source Monitoring Program. US EPA.
Eskani., Istihanah, N., Sulaiman, dan Ivone., D., C. 2005. Efektivitas Pengolahan Air
Limbah Batik Dengan Cara Kimia dan Biologi. Laporan Penelitian. Balai Besar
Kerajinan Dan Batik. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian, Yogyakarta.
Hutagalung, H. P. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Hal 45 – 59 dalam D. H. Kunarso dan Ruyitno (Eds). Status Pencemaran Laut di Indonesia danTeknik Pemantauannya. PPPO – LIPI, Jakarta.
Indriyani L. 2004. Pengelolaan Limbah Cair Industri Batik di Daerah Istimewa
Yogyakarta [Thesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).
Junita, L.N. 2013. Profil Penyebaran Logam Berat di Sekitar TPA Pakusari Jember. Tugas Akhir. Universitas Jember.
Jusri, I.M. 2012. Batik Indonesia Sokoguru Budaya Bangsa. Kementerian Perindustrian. Jakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2010. PermenLH Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata
Kementerian Lingkungan Hidup - GTZ. 2007. Panduan Penerapan Eko-efisiensi Usaha
Kecil dan Menengah Sektor Batik. Jakarta.
Kung CL, Yu JT. 2000. Study on Estimating Unid Loads of Pollutats from Industrial
Wastewater Discharges. Journal of the Chinese Institute of Environmental
Engineering. 10(3):241-248.
Kurniawan, Wawan, dkk. 2013. Strategi Pengelolaan Air Limbah Sentra UMKM Batik
Yang Berkelanjutan di Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. 11 (2).
Liantira L, Magdalena, Soekandarsih. 2015. Perbandingan Kandungan Kadar Logam Berat
Tembaga (Cu) Keong Mas Pomacea Canaliculata Pada Berbagai Lokasi di Kota Makassar. Universitas Hasanudin. Makasar.
Listiana, Vika. 2013. Analisis Kadar Logam Berat Kromium (Cr) dengan Ekstraksi
Pelarut Asam Sulfat (H2SO4) Menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS) di Sungai Donan (Cilacap) pada Jarak 2 km sesudah PT. Pertamina. Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama
Islam Negeri Walisongo.
Malkoc E, Hazard J dan Mater. 2007. Removal of Chromium (Cr) from Wastewater.
Arabian Journal. pp142-219.
Maman, T. 2009. Eksperimen Zat Pewarna Alami dari Bahan Tumbuhan yang Ramah
Lingkungan Sebagai Alternatif untuk Pewarna Kain Batik. Bandung.
Muljadi. 2009. Efisiensi Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cetah dengan
Metode Fisika Kimia dan Biologi Terhadap Penurunan Parameter Pencemar (BOD, COD dan Logam Berat Krom). Ekuilibriu. Vol 8 (1):7-16.
Murai S. 1999. GIS Work Book. Institute of Industrial Science, University of Tokyo. Japan. Nugroho, R dan Ikbal. 2005. Pengolahan Air Limbah Berwarna Industri Tekstil dengan
Proses AOPs. JAI. Vol. 1. No. 2. 2005 : 153-172.
Novita S, Mangara I, Hendri. 2015. Analisis Kadar Logam Pb dan Cu Pada Saluran
Pembuangan Limbah Laboratorium Kimia Universitas Negeri Gorontalo dengan Menggunakan Metode Spektrofotometer Serapan Atom. Jurusan Pendidikan
Kimia FMIPA. 8 (2).
Nurainun, Heryana, Rasyimah. 2008. Analisis Industri Batik Indonesia. Jurnal Fakultas
Ekonomi Universitas Malikussaleh Banda Aceh. 7(3) : pp 124-135.
Nurdalia, I. 2006. Kajian & Analisis Peluang Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha
Kecil Batik Cap. Tesis. Universitas Diponegoro.
Palar. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat Cetakan Kedua. Rineke Cipta. Jakarta.
Palar, Heryando. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. Perda DIY No.7 Tahun 2016 Tentang Baku Mutung Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta PermenLH Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air Purwaningsih, I. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CVBatik Indah
Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dan Warna. Tugas Akhir. Universitas
Islam Indonesia.
Said, M, Supriyatno B., Setyanto DB. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi I. Badan Penerbit IDAI. Jakarta.
Sasongko DP dan Tresna WP. 2010. Identifikasi Unsur dan Kadar Logam Berat pada
Limbah Pewarna Batik dengan Metode Analisa Pengaktifan Neutron. Jurnal Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi TELAAH. 27:22-27.
Sax NI dan RJ Lewis. 1987. Hawley’s Condensed Chemical Dictionary 12th Ed. Van Nostrand Reinhold Co. New York.
Siregar, Y. I dan Edward, J. 2010. Faktor Konsentrasi Pb, Cd, Cu, Ni, Zn Dalam Sedimen
Perairan Pesisir Kota Dumai. Program Studi Ilmu Kelautan FPIK Universitas Riau,
Pekanbaru.
Sudiatso, Sugeng. 1999. Studi Kultivsi Tanaman Tarum (Indigofera arrecta Hochst). Makalah,Yogyakarta: Dekranas DIY.
Susanto SK dan Sewan. 1981. Teknologi Batik Seri Soga Batik. Departemen Perindustrian R.I. Badan Penelitian Dan Pengembangan Industri. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik. Yogyakarta.
Susanto S. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. Yogyakarta (ID). Departemen Perindustrian .
Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi
Kelima. Bagian I. PT Kalman Pustaka : Jakarta.
Widowati, W. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Wulandari, Ari. 2011. Batik Nusantara Makna Filosofis, Cara Pembuatan & Industri