• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019 Yogyakarta, 08 Oktober 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019 Yogyakarta, 08 Oktober 2019"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-1

Penurunan BOD dan COD pada Limbah Cair Industri Batik dengan Sistem

Constructed Wetland Menggunakan Tanaman Hippochaetes lymenalis

BOD and COD Removal from Batik Industry Wastewater with Constructed Wetland

System Using Hippochaetes lymenalis

Mutiara Triwiswara

Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara 7, Yogyakarta, Indonesia

Korenspondesi Penulis

Email : triwiswara@gmail.com

Kata kunci: BOD, COD, limbah cair batik, constructed wetland, Hippochaetes lymenalis Keywords: BOD, COD, batik wastewater, constructed wetland, Hippochaetes lymenalis

ABSTRAK

Limbah cair industri batik memiliki kandungan BOD dan COD yang tinggi. Pengolahan limbah cair konvensional yang biasa digunakan untuk menurunkan kadar pencemar masih memiliki beberapa kelemahan di antaranya efisiensi yang rendah dan menghasilkan residu berupa sludge. Di samping itu, diperlukan biaya yang relatif tinggi dan sulit terjangkau oleh pelaku industri batik yang sebagian besar merupakan industri kecil dan menengah. Constructed wetland merupakan salah satu metode pengolahan limbah cair dengan menggunakan tanaman dan merupakan alternatif pengolahan yang lebih murah, sederhana dan ramah lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan uji coba skala laboratorium untuk mengetahui efisiensi penurunan BOD dan COD pada limbah batik dengan reaktor constructed wetland menggunakan tanaman Hippochaetes lymenalis. Reaktor menggunakan media pasir, kerikil dan arang sebagai media tanam. Limbah cair batik dengan beberapa macam konsentrasi diolah dengan waktu tinggal 7 dan 14 hari. Constructed wetland dapat menurunkan BOD dan COD pada limbah dari proses produksi batik masing-masing sebesar 88,2% dan 88,6% selama 14 hari. Sedangkan sebagai pengolahan tambahan untuk efluen dari IPAL batik, penurunan BOD dan COD masing-masing sebesar 23,1% dan 14,05% selama 14 hari.

(2)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-2 PENDAHULUAN

Industri batik merupakan sektor industri yang menghasilkan limbah cair dalam volume yang relatif besar. Sekitar 80% dari jumlah air yang digunakan untuk membuat batik dibuang sebagai limbah cair (Suharto, Wirosoedarmo, & Sulanda, 2018). Limbah tersebut berasal dari berbagai proses pembuatan batik, seperti pencelupan, pencucian dan pelepasan lilin. Bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan batik memiliki komposisi yang beragam, terdiri dari zat organik maupun anorganik (Subki, 2011). Residu bahan-bahan tersebut terbuang di dalam limbah cair, sehingga limbah cair dari industri batik dianggap sebagai salah satu limbah industri yang paling berbahaya dibandingkan dengan sektor industri lainnya seperti farmasi, pulp dan kertas serta cat (Khalik et al., 2015).

Di Indonesia, batik pada umumnya diproduksi oleh industri kecil dan menengah (IKM). Industri batik banyak ditemukan di luar wilayah industri yang tidak memiliki fasilitas pengolahan limbah cair. Limbah cair batik biasanya dibuang ke sungai atau selokan dengan pengolahan yang minim atau bahkan tanpa pengolahan (Subki, 2011; Syuhadah, Muslim, & Rohasliney, 2015). Limbah cair batik mengandung pewarna, lilin dan logam berat (Rashidi, Sulaiman, & Hashim, 2012) dan memiliki konsentrasi

total dissolved solids

(TDS),

total

suspended solid

(TSS),

biochemical oxygen demand

(BOD) and

chemical oxygen demand

(COD) yang tinggi (Indrayani & Triwiswara, 2018).

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada industri batik biasanya menggunakan rangkaian pengolahan fisika, kimia dan biologi (Indrayani & Triwiswara, 2018). Akan tetapi sistem pengolahan tersebut tidak selalu berhasil menurunkan kandungan polutan secara signifikan. Di samping itu, IPAL konvensional juga menghasilkan

sludge

yang memerlukan penanganan lebih lanjut (Manjounath & Kousar, 2016). Untuk membuat IPAL konvensional dibutuhkan biaya yang relatif tinggi dan tidak terjangkau oleh IKM. Permasalahan finansial merupakan salah satu faktor utama yang menghambat upaya pengendalian pencemaran lingkungan di negara berkembang termasuk Indonesia (Khandare, Kabra, Kurade, & Govindwar, 2011). Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengolahan limbah cair industri batik yang lebih terjangkau namun tetap efektif.

Constructed wetland

(CW) atau lahan basah buatan merupakan suatu sistem pengolahan limbah cair yang didesain dan dikonstruksi dengan meniru proses pada lahan basah alami dengan memanfaatkan tanaman air, tanah dan mikroorganisme. Proses dalam CW diharapkan tetap identik dengan proses pada lahan basah alami namun dengan beberapa parameter yang dapat dikontrol (Vymazal, 2014). CW seringkali digolongkan sebagai pengolahan secara biologis karena proses yang paling dominan adalah penyerapan polutan oleh tanaman dan mikroorganisme. Akan tetapi dalam sistem CW juga berlangsung proses lain seperti sedimentasi, filtrasi, adsorpsi dan presipitasi yang dapat meningkatkan efisiensi penurunan konsentrasi polutan (Wahyudianto, Oktavitri, Hariyanto, & Maulidia, 2019).

Pengolahan limbah cair menggunakan CW dewasa banyak dikembangkan sebagai alternatif IPAL konvensional. CW memiliki beberapa keunggulan di antaranya membutuhkan

(3)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-3 biaya yang ekonomis baik dalam pembuatan maupun operasional, tidak memerlukan banyak energi, memiliki efisiensi yang cukup tinggi, serta tidak menghasilkan lumpur biologis dan kimia (Durairaj, Shankar, Vijaya Prathima, & Valarmathi, 2013). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa CW dapat digunakan untuk menurunkan kadar polutan dalam limbah medis (Sasono & Asmara, 2013), kulit (Sutyasmi & Susanto, 2013), laundry (Wahyudianto et al., 2019) serta tekstil (Davies, Carias, Novais, & Martins-Dias, 2005; Durairaj et al., 2013; Mbuligwe, 2005). Limbah-limbah tersebut memiliki konsentrasi BOD dan COD yang tinggi seperti halnya limbah cair batik. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai penurunan kadar BOD dan COD pada limbah cair batik dengan menggunakan CW sebagai alternatif pengolahan limbah yang ekonomis untuk IKM.

Fungsi utama vegetasi pada reaktor CW yaitu memperbaiki tekstur, konduktivitas serta kondisi kimia tanah melalui pertumbuhan akar dan rizoma. Di samping itu tanaman juga berperan untuk memasok exudate dan oksigen yang membantu proses degradasi polutan (Davies et al., 2005). Pada penelitian ini, tanaman air

Hippochaetes lymenalis

digunakan sebagai vegetasi pada CW untuk mengolah limbah cair batik.

Hippochaetes lymenalis

yang sering disebut futoi ruas atau lidi air, merupakan jenis tanaman yang sering digunakan pada CW. Tanaman ini termasuk dalam golongan tanaman air mencuat (

emergent aquatic

macrophyte

), yaitu tanaman air timbul yang berakar di bawah air dan berdaun di atas air, yang dapat dimanfaatkan sebagai vegetasi dalam CW dan telah terbukti mempunyai kemampuan baik dalam proses pengolahan limbah cair (Puspita, Ratnawati, Suryadiputra, & Meutia, 2005).

Pada penelitian ini dilakukan uji coba skala laboratorium untuk mengetahui efisiensi penurunan BOD dan COD pada limbah cair batik dengan reaktor CW menggunakan tanaman

Hippochaetes lymenalis

. Limbah cair batik dengan beberapa macam konsentrasi diolah dengan waktu tinggal 7 dan 14 hari.

METODOLOGI Bahan dan Alat

Tanaman

Hippochaetes lymenalis

yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari hasil budidaya petani lokal. Tanaman berusia sekitar 5 bulan pada awal penelitian dan pada setiap reaktor terdiri dari 10-15 batang. Tanaman dipilih dan dibersihkan dari kotoran yang menempel pada akar dengan dialiri air. Sebelum digunakan dalam percobaan, aklimatisasi tanaman perlu dilakukan agar tanaman dapat menyesuaikan diri dengan media tumbuhnya yang baru (Sasono & Asmara, 2013). Aklimatisasi dilakukan dengan cara menyiramkan air bersih selama 2 minggu untuk mendapatkan perakaran yang kuat dan rimbun. Selanjutnya, tanaman disiram dengan limbah cair batik secara bertahap sampai pelaksanaan pengambilan sampel.

Media tanam yang digunakan yaitu pasir dengan ketebalan 15 cm, kerikil dan arang aktif masing-masing dengan ketebalan 10 cm. Media tanam dan tanaman disusun pada reaktor

(4)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814 C3-4

Arang aktif

Kerikil

Pasir

Inlet

Outlet

Hippochaetes lymenalis

Permukaan air

Gambar 1. Skema reaktor CW

berbentuk persegi panjang dengan kapasitas 20 liter seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Limbah cair batik memiliki konsentrasi BOD dan COD yang relatif tinggi, oleh karena itu penggunaan CW hampir selalu membutuhkan pengolahan pendahuluan atau

pre-treatment

. agar beban pengolahan pada CW tidak terlalu besar (Vymazal, 2014). Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan sampel limbah batik yang telah mndapat pengolahan sebelumnya di IPAL batik.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini berasal dari IPAL batik Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta. Limbah yang diolah pada IPAL tersebut adalah limbah yang dihasilkan oleh proses pembatikan pada kegiatan penelitian dan pelatihan yang berlangsung di BBKB. Tiga macam variasi limbah digunakan pada penelitian ini, yaitu:

1. Limbah batik yang sudah diendapkan dan dihilangkan kandungan lilinnya (Limbah 1) 2. Limbah batik dari outlet bak koagulasi, yaitu limbah 1 yang sudah diolah secara

koagulasi menggunakan tawas (Limbah 2)

3. Limbah batik dari outlet IPAL, yaitu limbah 2 yang sudah diolah secara anaerob dan adsorpsi arang aktif atau telah mengalami pengolahan secara menyeluruh (Limbah 3) Prosedur Kerja

Percobaan penurunan BOD dan COD dilakukan dengan cara mengalirkan limbah cair pada reaktor CW yang telah disiapkan. Percobaan dilakukan selama 14 hari dan sampel diambil serta dianalisis setiap 7 hari.

Konsentrasi BOD dan COD dianalisis sebelum dan sesudah percobaan. Metode analisis yang digunakan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu

Wrinkler method

(5)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-5 untuk BOD dan

closed reflux

untuk COD. Di samping itu, pH dan suhu juga diukur untuk memastikan kondisi CW sesuai untuk tempat tumbuh tanaman serta mikroorganisme.

Efisiensi penurunan BOD dan COD dihitung menggunakan rumus berikut:

𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 =

𝐶

1

− 𝐶

2

𝐶

𝐼

∙ 100%

di mana C1 adalah konsentrasi polutan sebelum pengolahan dan C1 adalah konsentrasi polutan setelah pengolahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian kandungan BOD dan COD pada inlet dan outlet reaktor dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Kandungan BOD untuk masing-masing jenis sampel limbah

No Sampel Limbah Inlet Reaktor (mg/L)

Outlet Reaktor (mg/L) Mutu* Baku (mg/L) 7 hari 14 hari 1 Limbah 1 285 40.8 33.5 85 2 Limbah 2 180 26 30 3 Limbah 3 26 22 20 Keterangan:

* : Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 7 Tahun 2016

Tabel 2. Kandungan COD untuk masing-masing jenis sampel limbah

No Sampel Limbah Inlet Reaktor (mg/L)

Outlet Reaktor (mg/L) Mutu* Baku (mg/L) 7 hari 14 hari 1 Limbah 1 704.4 109.3 94.3 250 2 Limbah 2 404.4 75.4 65.8 3 Limbah 3 66.2 43.2 56.9 Keterangan:

* : Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 7 Tahun 2016

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi BOD dan COD Limbah 1 dan Limbah 2 pada inlet reaktor melebihi baku mutu. Sedangkan konsentrasi pada Limbah 3 telah berada di bawah pada baku mutu. Hal ini disebabkan karena Limbah 3 telah mendapat pengolahan secara menyeluruh pada IPAL. Akan tetapi percobaan penurunan BOD dan COD pada

(6)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-6 Limbah 3 tetap dilaksanakan untuk mempelajari kelayakan pemanfaatan kembali limbah batik yang telah diolah.

Konsentrasi BOD dan COD untuk semua jenis limbah mengalami penurunan setelah melewati pengolahan pada reaktor CW.

Gambar 2. Grafik Penurunan Konsentrasi BOD pada Reaktor CW

Gambar 3. Grafik Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor CW

Gambar 2 menunjukkan adanya penurunan konsentrasi BOD yang signifikan untuk semua jenis limbah. Pada hari ke-7 konsentrasi BOD dalam Limbah 1 mengalami penurunan dari 285 mg/L menjadi 40.8 mg/L di mana nilai tersebut telah memenuhi baku mutu. Setelah 14 hari BOD dalam Limbah 1 turun lebih jauh lagi menjadi 26 mg/L. Penurunan konsentrasi BOD juga terjadi dalam Limbah 2, yaitu dari 180 mg/L menjadi 26 mg/L. Akan tetapi setelah

0 50 100 150 200 250 300

Limbah 1 Limbah 2 Limbah 3

Inlet Reaktor 285 180 26 7 hari 40.8 26 22 14 hari 33.5 30 20 K o n sen tr asi B OD (m g/ L) 0 100 200 300 400 500 600 700 800

Limbah 1 Limbah 2 Limbah 3

Inlet Reaktor 704.4 404.4 66.2 7 hari 109.3 75.4 43.2 14 hari 94.3 65.8 56.9 K o n sen tr asi C OD (m g/ L)

(7)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-7 14 hari, BOD mengalami sedikit kenaikan menjadi 30 mg/L. Limbah 3 juga mengalami penurunan konsentrasi BOD yaitu dari 26 mg/L menjadi 22 mg/L setelah 7 hari dan 20 mg/L pada hari ke-14.

Gambar 3 menunjukkan adanya penurunan konsentrasi COD pada semua jenis limbah. Penurunan konsentrasi COD juga terjadi pada semua jenis limbah. Pada hari ke-7 konsentrasi COD dalam Limbah 1 mengalami penurunan dari 704.4 mg/L menjadi 109.3 mg/L di mana nilai tersebut telah memenuhi baku mutu. Setelah 14 hari COD dalam Limbah 1 turun lebih jauh lagi menjadi 94.3 mg/L. Penurunan konsentrasi BOD juga terjadi dalam Limbah 2, yaitu dari 404.4 mg/L menjadi 75.4 mg/L setelah 7 hari, dan menjadi 65.8 mg/L pada hari ke 14. Limbah 3 juga mengalami penurunan konsentrasi COD yaitu dari 66.2 mg/L menjadi 43.2 mg/L setelah 7 hari dan 56.9 mg/L pada hari ke-14.

Rasio BOD/COD menunjukkan apakah suatu limbah dapat diuraikan secara biologis Apabila rasio BOD/COD lebih besar dari 0.5, maka limbah tersebut dapat diuraikan secara biologis (Vymazal, 2014). Dari hasil pengujian juga didapatkan rasio BOD/COD pada semua sampel limbah lebih kecil dari 0.5. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi BOD dan COD pada CW bukan hanya disebabkan oleh penguraian secara biologis akan tetapi juga karena adanya sinergi antara zona perakaran tanaman, mikroorganisme serta media tanam. Zat-zat organik yang dapat mengendap disisihkan melalui presipitasi dan filtrasi oleh media. Proses adsorpsi yang terjadi pada media arang aktif juga berkontribusi terhadap penurunan pencemar. Zat organik yang tersaring oleh media menjadi substrat bagi mikroorganisme sehingga tumbuh membentuk lapisan di permukaan media dan berfungsi menguraikan zat-zat organik yang terlarut. Proses dalam CW berlangsung secara aerob di dekat permukaan air dan sekitar perakaran, serta anaerob di sekitar dasar reaktor (Prajapati, van Bruggen, Dalu, & Malla, 2017; Vymazal, 2014).

Mikroorganisme yang tumbuh di perakaran

Hippochaetes lymenalis

juga memiliki peran penting dalam menyerap kandungan pencemar organik. Tumbuhan dapat menyerap pencemar sejauh akar tanaman tersebut tumbuh. Mikroorganisme yang tumbuh pada akar semakin efektif dalam menurunkan nilai BOD dan COD karena jumlah mikroorganisme semakin banyak dan mikroorganisme tersebut semakin mampu beradaptasi dengan lingkungan tersebut (Welhelmus Djo, Suastuti, Suprihatin, & Sulihingtyas, 2017). Sistem perakaran pada

Hippochates lymenalis

kuat, panjang dan menjalar sehingga sangat efektif dalam memperluas area tempat mikroorganisme melekat sehingga dapat menurunkan BOD dan COD dengan signifikan.

Efisiensi penurunan konsentrasi BOD ditunjukkan pada Gambar 4. Pada Limbah 1 efisiensi penurunan BOD mencapai 85.68% pada hari ke-7 dan meningkat menjadi 88.25% pada hari ke-14. Sedangkan pada Limbah 2 efisiensi pada hari ke-7 mencapai 85.56% dan justru mengalami penurunan setelah 14 hari menjadi 83.33%. Efisiensi penurunan BOD pada Limbah 3 selama 7 hari adalah sebesar 15.38% dan meningkat menjadi 23.08% pada hari ke-14.

(8)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-8

Gambar 4. Grafik Efisiensi Penurunan Konsentrasi BOD pada Reaktor CW

Gambar 5. Grafik Efisiensi Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor CW

Efisiensi penurunan konsentrasi COD ditunjukkan pada Gambar 5. Pada Limbah 1 efisiensi penurunan COD mencapai 84.48% pada hari ke-7 dan meningkat menjadi 86.61% pada hari ke-14. Sedangkan pada Limbah 2 efisiensi pada hari ke-7 mencapai 81.36% dan setelah 14 hari menjadi 83.73%. Efisiensi penurunan BOD pada Limbah 3 selama 7 hari adalah sebesar 34.74% dan mengalami penurunan menjadi 14.05% pada hari ke-14.

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa waktu tinggal selama 7 hari lebih efektif daripada 14 hari, yang ditunjukkan dengan efisiensi yang tinggi pada hari ke-7. Pada hari ke-14 hanya terjadi sedikit peningkatan efisiensi, bahkan terjadi penurunan efisiensi penyisihan BOD pada

85.68 88.25 85.56 83.33 0 15.38 23.08 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Efi si e n si (% ) Waktu (hari)

Limbah 1 Limbah 2 Limbah 3

84.48 86.61 81.36 83.73 34.74 14.05 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Efi si e n si (% ) Waktu (hari)

(9)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-9 Limbah 2 dan efisiensi penyisihan COD pda Limbah 3. Dengan demikian waktu optimal untuk menurunkan konsentrasi BOD dan COD dengan reaktor CW ini adalah 7 hari.

Pada saat aklimatisasi, perakaran

Hippochates lymenalis

beserta mikroorganisme yang tumbuh pada akar telah mengalami pertumbuhan yang optimal sehingga dapat menguraikan polutan pada limbah dengan optimal. Setelah hari ketujuh, nutrisi pada zat-zat organik telah jauh berkurang dan mikroorganisme mencapai fase stasioner di mana laju pertumbuhan mikroorganisme sama dengan laju kematiannya sehingga jumlah mikroorganisme secara keseluruhan akan tetap dan aktivitas biologis berkurang secara bertahap (Najafpour, 2007). Sel-sel mikroorganisme yang mati menambah beban organik pada limbah sehingga meningkatkan BOD dan COD serta mengurangi efisiensi penurunannya. Penurunan efisiensi juga disebabkan oleh penyumbatan pada media yang menghambat proses filtrasi.

Efisiensi penurunan BOD dan COD paling tinggi dicapai pada sampel Limbah 1 dengan total efisiensi masing-masing sebesar 88.25% dan 86.61%. Sedangkan efisiensi terendah dicapai pada sampel Limbah 3 dengan total efisiensi masing-masing sebesar 23.08% dan 14.05%. Konsentrasi awal BOD dan COD pada Limbah 3 relatif rendah sehingga tidak memberikan cukup nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme dan tumbuhan. Hal ini menyebabkan penurunan BOD dan COD juga rendah.

KESIMPULAN

Sistem

Constructed wetland

merupakan sistem pengolahan limbah cair dengan memanfaatkan sinergi proses antara tumbuhan, mikroorganisme serta media tanam pada reaktor.

Constructed wetland

menggunakan tanaman

Hippochates lymenalis

dapat menurunkan konsentrasi BOD dan COD pada limbah cair batik yang telah mengalami pengolahan pendahuluan. Efisiensi penurunan paling tinggi dicapai pada limbah cair yang telah dihilangkan lilinnya dan diendapkan. Sedangkan efisiensi paling rendah dicapai pada limbah cair yang sebelumnya telah mengalami pengolahan secara keseluruhan pada IPAL. Waktu optimal yang dibutuhkan untuk menurunkan BOD dan COD menggunakan

Hippochaetes lymenalis

adalah 7 hari, di mana selama periode tersebut dicapai efisiensi sebesar 85.56-85.68% untuk BOD dan 81.36-84.48% untuk COD. Dengan hasil tersebut

constructed wetland

dengan menggunakan tanaman

Hippochaetes lymenalis

dapat dikembangkan sebagai alternatif pengolahan limbah cair untuk industri batik.

(10)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-10

DAFTAR PUSTAKA

Davies, L. C., Carias, C. C., Novais, J. M., & Martins-Dias, S. (2005). Phytoremediation of textile effluents containing azo dye by using Phragmites australis in a vertical flow intermittent feeding constructed wetland. Ecological Engineering, 25(5), 594-605.

Durairaj, S., Shankar, D., Vijaya Prathima, A. J. R., & Valarmathi, M. (2013). Constructed wetlands treatment of textile industry wastewater using aquatic macrophytes. International Journal of Environmental Sciences, 3, 1223-1232.

Indrayani, L., & Triwiswara, M. (2018). Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Industri Batik dengan Teknologi Lahan Basah Buatan. Dinamika Kerajinan dan Batik, 35(1), 53-65.

Khalik, W. F., Ong, S.-A., Ho, L.-N., Wong, Y.-S., Yusoff, N. A., & Ridwan, F. (2015). Decolorization and Mineralization of Batik Wastewater through Solar Photocatalytic Process. Sains Malaysiana, 44(4), 607-612.

Khandare, R. V., Kabra, A. N., Kurade, M. B., & Govindwar, S. P. (2011). Phytoremediation potential of Portulaca grandiflora Hook. (Moss-Rose) in degrading a sulfonated diazo reactive dye Navy Blue HE2R (Reactive Blue 172). Bioresource Technology, 102(12), 6774-6777.

Manjounath, S., & Kousar, H. (2016). Phytoremediation of Textile Industry Effluent using Aquatic Macrophytes. International Journal of Environmental Sciences, 5(2), 65-74.

Mbuligwe, S. E. (2005). Comparative treatment of dye-rich wastewater in engineered wetland systems (EWSs) vegetated with different plants. Water Research, 39(2), 271-280.

Najafpour, G. D. (2007). CHAPTER 5 - Growth Kinetics. In G. D. Najafpour (Ed.), Biochemical Engineering and Biotechnology (pp. 81-141). Amsterdam: Elsevier.

Prajapati, M., van Bruggen, J. J. A., Dalu, T., & Malla, R. (2017). Assessing the effectiveness of pollutant removal by macrophytes in a floating wetland for wastewater treatment. Applied Water Science, 7(8), 4801-4809.

Puspita, L., Ratnawati, E., Suryadiputra, I. N. N., & Meutia, A. A. (2005). Lahan Basah Buatan di Indonesia. Bogor: Wetlands International - Indonesia Programme.

Rashidi, H. R., Sulaiman, N. M. N., & Hashim, N. A. (2012). Batik Industry Synthetic Wastewater Treatment Using Nanofiltration Membrane. Procedia Engineering, 44, 2010-2012.

Sasono, E., & Asmara, P. (2013). Penurunan Kadar BOD dan COD Air Limbah UPT PUSKESMAS Janti Kota Malang dengan Metode Constructed Wetland. Jurnal Teknik WAKTU, 11(01), 60-70. Subki, N. S. (2011). A Preliminary Study on Batik Effluent in Kelantan State: A Water Quality

Perspective. Proceedings of International Conference on Chemical, Biological and Environment Sciences 2011. Bangkok.

Suharto, B., Wirosoedarmo, R., & Sulanda, R. H. (2018). Pengolahan Limbah Batik Tulis dengan Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Eceng Gondok (Eichornia crassipes). Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 3(1), 14-19.

(11)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C3-11 Sutyasmi, S., & Susanto, H. B. (2013). Penggunaan Tanaman Air (Bambu Air dan Melati Air) pada Pengolahan Air Limbah Penyamakan Kulit untuk Menurunkan Beban Pencemar dengan Sistem Wetland dan Adsorpsi. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 29(2), 69-76.

Syuhadah, N., Muslim, N. Z. M., & Rohasliney, H. (2015). Determination of Heavy Metal Contamination from Batik Factory Effluents to the Surrounding Area. International Journal of Chemical, Environmental & Biological Sciences, 3(1), 7-9.

Vymazal, J. (2014). Constructed wetlands for treatment of industrial wastewaters: A review. Ecological Engineering, 73, 724-751.

Wahyudianto, F. E., Oktavitri, N. I., Hariyanto, S., & Maulidia, D. N. (2019). Application of Equisetum hyemale in Constructed Wetland: Influence of Wastewater Dilution and Contact Time. Journal of Ecological Engineering, 20(1), 174-179.

Welhelmus Djo, Y. H., Suastuti, D. A., Suprihatin, I. E., & Sulihingtyas, W. D. (2017). Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) untuk Menurunkan COD dan Kandungan Cu dan Cr Limbah Cair Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)(2), 137-144.

Gambar

Gambar 1. Skema reaktor CW
Tabel 1. Kandungan BOD untuk masing-masing jenis sampel limbah  No  Sampel Limbah  Inlet Reaktor
Gambar 3. Grafik Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor CW
Gambar 5. Grafik Efisiensi Penurunan Konsentrasi COD pada Reaktor CW

Referensi

Dokumen terkait

 Lingkup: seluruh pekerjaan yang terlibat dalam pembuatan produk dari proyek dan proses-proses yang digunakan; menjelaskan apa yang dilakukan dan tidak?.  Deliverables: produk

Scorecard (ITBSC), pemetaan tujuan TI terhadap proses TI, melakukan Gap Analysis, mengukur model kematangan TI, dan melakukan analisis terhadap kebutuhan

rubellus terhadap tinggi tanaman dan panjang akar tanaman tomat menunjukkan pengaruh yang nyata dengan tanaman kontrol (pemberian populasi nematoda sebanyak 500 ekor tanpa

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 dijelaskan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

Pada model akhir dari uji multivariat, kelompok yang berusia lanjut (  45 tahun) berisiko 2,5 kali untuk memiliki kondisi kesehatan buruk. Kemudian, mantan perokok atau orang

Disiplin sangat penting baik bagi individu (tenaga kerja) yang bersangkutan maupun organisasi, karena disiplin pribadi untuk mengetahui kinerja pribadi seseorang

Analisis elemen hingga menghasilkan persamaan regresi yang dapat digunakan untuk memprediksi kekuatan lipat web balok baja dengan pengaku longitudinal. Kekuatan lipat