PENGETAHUAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
POSITIONING DI RUANG RAWAT INAP
Widayati Pardewi1, Rr. Tutik Sri Hariyati2
1. Program Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424. Indonesia
2. Departemen Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424. Indonesia
E-mail: w_pardewi@yahoo.com
Abstrak
Positioning pasien secara teratur merupakan protokol dalam menangani berbagai dampak akibat imobilasi. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa akibat imobilisasi, terutama ulkus dekubitus. Pengetahuan perawat sangat penting untuk pelaksanaan tindakan ini. Penelitian ini membahas mengenai hubungan pengetahuan dengan pelaksanaan tindakan positioning pasien. Penelitian menggunakan desain deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 34 perawat di ruang perawatan stroke dan ICU. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Melalui hasil analisis uji Fisher’s Exact menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan tindakan positioning dengan p value 0,163; α 0,05. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah memperluas topik penelitian seperti meneliti variabel lain yang mempengaruhi pelaksanaan tindakan serta menggunakan teknik pengambilan data total sampling pada ruangan lain yang terkait sehingga terlihat gambaran kejadian secara keseluruhan dalam suatu populasi.
Kata kunci: pelaksanaan, pengetahuan, positioning
Abstract
Positioning patient regularly is protocol in handling various impact imobilasi a result. Some research shows some gord immobilization, especially a dekubity ulcer.Nurse's knowledge is very important for the implementation of this action. This research deals with the relationship of knowledge with the implementation of the act on the positioning of the patient. Research use descriptive correlative design with the approach of cross sectional. A sample of 34 nurses in ICU and stroke care. A sampling technique used is the total sampling. Through the results of an analysis Fisher’s Exact analysis shows there was no correlation between knowledge a nurse with the implementation of the act of positioning with p value 0,163; α 0.05. Suggestions for further research is expanding the topic of research as examines other variables affecting the implementation of action as well as uses the technique adoption of data total of sampling in the other room associated this is an image of the overall in a given population.
Key word: implementation, knowledge, positioning
Pendahuluan
Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan sebagai suatu keadaan yang merupakan faktor sekunder akibat berbagai faktor patofisiologis dan psikopatologis
sehingga pasien mengalami keterbatasan aktivitas (Wilkinson & Ahern, 2012). Adanya perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh berisiko terjadi gangguan. Dampak dari imobilisasi adalah mengganggu fungsi metabolik normal, gangguan fungsi
FINAL
gastrointestinal seperti konstipasi, gangguan sistem respirasi seperti pneumonia, gangguan sistem kardiovaskuler yang meliputi hipotensi ortostatik, peningkatan kerja jantung, dan pembentukan trombus. Imobilisasi dapat
menyebabkan juga gangguan sistem
muskuloskeletal seperti atrofi dan kontraktur, perubahan sistem integumen yang sering disebut dekubitus, serta mempengaruhi perubahan eliminasi urine (Potter & Perry, 2009). Selain itu, imobilisasi juga menyebabkan pasien mengalami gangguan neuromuskular dan pressure ulcers (Lyder & Ayello, 2007).
Pressure ulcer atau dekubitus merupakan
dampak yang cukup sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan imobilitas (Allman, 1997; Berlowitz, 1997). Dekubitus merupakan kerusakan kulit dan jaringan yang bersifat lokal karena adanya tekanan atau gesekan (EPUAP-NPUAP, 2009).
Penelitian epidemiologi di beberapa negara mendapatkan bahwa kejadian dekubitus di pelayanan kesehatan cukup besar. Angka kejadian dekubitus pada pasien rumah sakit di Eropa berkisar antara 8,3%-23% (Vanderwee, 2007). Di Inggris, dekubitus dialami oleh 10,2% pasien di seluruh tempat perawatan kesehatan, 59% diantaranya adalah pasien di rumah sakit (Philips, 2009). Di USA dekubitus terjadi pada 12,3% pasien dari seluruh pasien yang berada di pelayanan keperawatan (Woodburry, 2004). Angka kejadian dari dampak negatif imobilisasi yaitu kontraktur di salah satu pusat pelayanan kesehatan di Netherland pada tahun 2006 mencapai 54% (LD de Jong et al, 2006).
Angka kesakitan berhubungan erat dengan
dekubitus karena akan menyebabkan
penurunan status kesehatan pasien (Lyder & Ayello, 2007). Dampak negatif yang dialami pasien antara lain menurunnya kualitas hidup, gangguan fungsi, munculnya komplikasi antara lain berupa infeksi, prognosis yang buruk dan peningkatan biaya perawatan
(Chou et al., 2013). Intervensi untuk mencegah terjadinya dekubitus merupakan hal yang sangat penting, karena pencegahan terbukti lebih efektif dibandingkan dengan perawatan setelah dekubitus terjadi. Pencegahan tersebut dapat mengurangi kejadian dekubitus atau mengurangi tingkat keparahan dekubitus (Chou et al., 2013). Pencegahan dekubitus merupakan tanggung jawab multidisiplin, akan tetapi, perawat memiliki peran yang utama (Lyder dan Ayello, 2007).
Association for the Advancement of Wound Care (AAWC) (2010) telah memasukkan
mengubah posisi pasien secara teratur sebagai salah satu intervensi dalam protokol penanganan dekubitus khususnya tentang protokol perawatan untuk mengatur tekanan yang dialami pasien. Mengubah posisi harus dilakukan setiap 2-3 jam agar sebaran tekanan yang dialami oleh tubuh pasien merata, tidak hanya mengenai satu daerah saja. Penelitian Gray&Krapfl (2008) membuktikan bahwa dengan mengubah posisi pasien setiap 2 jam sangat signifikan untuk mencegah terjadinya dekubitus.
Pelaksanaan tindakan mengubah posisi pada pasien imobil sejauh ini masih kurang diperhatikan oleh sejumlah perawat. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Andika (2011) di RSUP H. Adam malik Medan yang mendapatkan bahwa mayoritas pasien menyatakan intervensi perawat dalam pencegahan dekubitus khususnya tentang mobilisasi dalam kategori buruk.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam melakukan tindakan keperawatan antara lain adalah pengetahuan, sikap dan
motivasi perawat (Wiyono, 2000).
Pengetahuan perawat disini sangat penting karena pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku atau pelaksanaan mengubah posisi pasien. Perilaku positif tidak selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap
FINAL
positif, namun secara minimal jika didasari pengetahuan yang cukup, perilaku yang terbentuk relatif lebih lama (Maulana Heri D.J., 2009). Apabila pengetahuan perawat baik tentang pentingnya dan prosedur
mengubah posisi yang benar maka
pelaksanaan merubah posisi pada pasien imobilitas pasti akan baik.
Berdasarkan studi pendekatan wawancara dengan beberapa orang perawat pelaksana ruangan di RS K, diketahui bahwa 40% dari perawat menyatakan mengubah posisi merupakan tindakan penting tetapi bukan merupakan tindakan yang harus dilaksanakan secara rutin dan 60 % menyatakan bahwa setiap hari mereka melaksanakan tindaka merubah posisi tetapi tidak melakukan evaluasi setiap berkala atau setiap 2 jam, dan tidak memasukkan tindakan ini dalam catatan perawat. Akibat dari pelaksanaan tindakan mengubah posisi yang kurang optimal ini, beresiko menimbulkan komplikasi di rumah sakit sebagai dampak imobilisasi seperti dekubitus.
Sejak bulan Januari sampai dengan Oktober 2013, di hampir seluruh ruang rawat inap, peneliti mendapatkan fakta bahwa belum terciptanya budaya yang kondusif terhadap perilaku positioning karena tidak adanya motivasi yang kuat untuk melakukan perubahan perilaku perawat terhadap
positioning. Salah satu faktornya adalah
tingginya tingkat kesibukan perawat, ataupun
tidak seimbangnya beban kerja. Sehubungan dengan banyaknya dampak negatif dari tidak dilaksanakannya mengubah posisi secara optimal, peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat terkait mengubah posisi, gambaran pelaksanaan
positioning di ruang rawat inap, serta
melakukan analisis apakah ada hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan mengubah posisi yang dilakukan pada pasien imobilitas.
Metode
Penelitian ini bersifat deskriptif korelatif
dengan pendekatan potong lintang
(crosssectional). Pengambilan sampel (sampling) menggunakan total sampling, yaitu 34 perawat yang meliputi perawat ruang ICU dan ruang perawatan stroke. Alat pengumpul data atau instrumen yang digunakan untuk penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dirancang oleh peneliti berdasarkan studi pustaka yang telah dicantumkan pada bab 2. Instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan peneliti menggunakan kuesioner pengetahuan perawat tentang positioning. Sedangkan alat untuk mengidentifikasi
pelaksanaan tindakan positioning
menggunakan kuesioner pelaksanaan tindakan
positioning yang dilakukan perawat.
Penelitian ini menggunakan 30 responden untuk uji validitas. Untuk itu, r tabel yang digunakan adalah 0,361. Setelah dilakukan input data dan dilakukan uji validitas pada kuesioner pengetahuan perawat, rentang nilai validitasnya 0,711 – 0,880, sedangkan pada kuesioner pelaksanaan rentang nilai validitasnya 0,628 – 0,920, sehingga semua pernyataan dalam kuesioner dinyatakan telah valid. Setelah dilakukan uji reliabilitas, ditemukan r Alpha (0,9) lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel, maka
semua pertanyaan tersebut dinyatakan reliabel. Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk menilai gambaran distribusi frekuensi dari variabel pengetahuan dan pelaksanaan mengubah posisi. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase variabel bebas (pengetahuan) dan variabel terikat (pelaksanaan).
Penelitian ini menggunakan data kategorik, sehingga data disajikan dalam bentuk jumlah distribusi frekuensi dan persentase atau
FINAL
proporsi. Uji statistik dalam penelitian ini adalah uji Chi Square untuk melihat
hubungan antara variabel bebas
(pengetahuan) dengan variabel terikat (pelaksanaan) menggunakan p value 0,05 dan dilanjutkan dengan uji Fisher karena penelitian tidak layak hanya dengan uji Chi
Square. Sebelum pengambilan data, peneliti
menjelaskan terlebih dahulu perihal penelitian secara rinci dan mengajukan informed consent sebagai tanda bahwa responden bersedia terlibat dalam penelitian ini berikut dengan hak dan kewajibannya. Pengolahan data dilakukan peneliti begitu semua data yang dibutuhkan sudah terkumpul. Editing
dilakukan terlebih dahulu guna memeriksa kelengkapan pengisian, kejelasan tulisan, dan
kesinambungan antara jawaban dan
pertanyaan serta kekonsistenan jawaban suatu pertanyaan dengan jawaban lain. Lebih lanjut dilakukan proses pengkodean (coding), memasukkan data (entry data), dan terakhir
cleaning yaitu pengecekkan kembali oleh
peneliti setelah semua data dimasukkan. Analisa data dilakukan dengan dua cara yaitu analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa univariat dilakukan pada karakteristik perawat (jenis kelamin, usia, unit kerja, masa kerja, dan pendidikan), tingkat pengetahuan perawat, dan pelaksanaan tindakan.
Hubungan antara pengetahuan dan
pelaksanaan tindakan dianalisa secara bivariat.
Hasil
Tabel 1 menyampaikan hasil analisis tentang karakteristik perawat berdasarkan demografi, terlihat data yang distribusinya hampir merata adalah masa kerja, dimana jumlah perawat yang masa kerjanya <5 tahun (32,4%), 5-10 tahun (35,3%), dan yang >10 tahun (32,4%). Sedangkan usia perawat lebih banyak yang kurang dari 40 tahun, yaitu 28 orang (82,4%). Sedangkan untuk jenis kelamin mayoritas perempuan, yaitu 27 perawat (79,4%). Pendidikan perawat mayoritas lulusan DIII yaitu sebanyak 24 (70,6%). Jumlah perawat
yang menjadi responden hampir sama, dimana perawat dari ruang ICU sebanyak 19 (55,9%) dan dari ruang perawatan stroke atau Wijaya Kusuma ada 15 (44,1%). Berdasarkan uji lanjut yaitu menghubungkan karakteristik perawat dengan pengetahuan, terdapat hubungan yang tidak bermakna. Hal ini dibuktikan dengan nilai p value masing-masing karakteristik yaitu 0.211; 1.00; 1.0.58; 0.152; dan 0.511 (α=0.05). Hubungan karakteristik perawat dengan pelaksanaan tindakan juga terdapat hubungan tidak bermakna, yaitu 0.410; 1.00; 0.510; 0.635; 0.4 (α=0.05).
Tabel 1 Karakteristik Perawat Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Unit Kerja, dan Masa Kerja di RS K pada Bulan Mei Tahun 2014
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%) 1 Jenis Kelamin Laki-laki 7 20,6 Perempuan 27 79,4 Total 34 100 2 Usia <40 tahun 28 82,4 40-50 tahun 6 17,6 Total 34 100 3 Masa Kerja < 5tahun 11 32,4 5-10 tahun >10 tahun 12 22 35,3 32,4 Total 34 100 4 Unit Kerja Perawatan stroke 15 44,1 ICU 19 55,9 Total 34 100 5 Pendidikan SPK 6 17,6 DIII S1 24 4 70,6 11,8 Total 34 100
FINAL
Tabel 2 Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Tindakan
Positioning Pada Pasien Imobilitas di RS K pada Bulan
Mei Tahun 2014 No Karakteristik Frekuen si Persenta se (%) 1 Kurang baik 22 64,7 2 Baik 12 35,3 Total 34 100
Tabel 2 menyampaikan hasil analisis tentang tingkat pengetahuan perawat dimana mayoritas perawat memiliki tingkat pengetahuan kurang baik tentang tindakan
positioning pada pasien imobilitas yaitu
sebanyak 22 responden (64,7%).
Tabel 3 Pelaksanaan Tindakan Positioning di RS K pada Bulan Mei Tahun 2014
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1 Kurang baik 20 58,8
2 Baik 14 41,2
Total 34 100
Tabel 3 menyampaikan hasil analisis tentang pelaksanaan tindakan positioning, yang ditemukan adalah mayoritas perawat yaitu sebanyak 20 orang (58,8%) masih kurang baik dalam pelaksanaan tindakan positioning.
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan pelaksanaan tindakan positioning menggunakan uji Fisher’s Exact, dimana nilai
Significancy adalah 0,163 sehingga nilai p >
0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan tindakan
positioning pada pasien imobilitas.
Pembahasan
Penelitian ini menjelaskan tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pelaksanaan tindakan positioning yang dilakukan perawat di RS K. Data yang dihasilkan dari penelitian ini berbanding
terbalik dengan penelitian sebelumnya, seperti Hastuti dan Murtutik (2008) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang menyatakan adanya hubungan antara pengetahuan dengan sikap perawat dalam melakukan mobilisasi pada pasien stroke.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tindakan ini kurang baik, diantaranya ketrampilan dan pengetahuan tenaga kesehatan. Dilihat dari sisi pengetahuan perawat dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden perawat berumur dewasa dini. Orang akan menggunakan kemampuan motorik yang masih baik dalam belajar menguasai ketrampilan-ketrampilan motorik baru, dan menggunakan kemampuan mental seperti mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis, dan berpikir kreatif serta didukung dengan kemampuan fisik/tenaga yang masih efisien agar mampu bersaing dengan lingkungannya. Menurut Perry & Potter (2009), kemampuan seorang perawat untuk berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan akan terus meningkat secara teratur selama usia dewasa dengan banyaknya kasus dan pengalaman yang diperoleh selama perawat bekerja. Pengalaman perawat yang didapat dari pendidikan formal dan informal, pengalaman hidup, dan kesempatan untuk bekerja di rumah Sakit, komunitas, maupun di tempat kerja yang lain dapat meningkatkan konsep diri, kemampuan menyelesaikan masalah dan ketrampilan motorik perawat tersebut. Mayoritas pendidikan perawat di Rumah Sakit K adalah lulusan DIII, dan dengan tenaga sarjana di tiap ruangan minimal 2 orang yang dapat menjadi kontrol untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan dimana beberapa diantara lulusan sarjana tersebut menduduki jabatan sebagai kepala dan wakil kepala ruang.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin, usia, pendidikan, lama kerja, unit kerja dengan pengetahuan dan pelaksanaan
FINAL
tindakan positioning. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ageng, Maskoen, dan Agustina (2012) tentang pengetahuan dan ketrampilan perawat dalam mobilisasi pasien untuk mencegah ulkus tekan. Penelitian tersebut hanya menemukan satu-satunya variabel yang mempengaruhi mobilisasi adalah ketrampilan. Sehingga ketrampilan perawat perlu selalu diasah dan dibiasakan melaksanakan tindakan sesuai dengan prosedur yang benar.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan gambaran: (1) Perawat ruang ICU dan perawatan stroke RS K mempunyai tingkat pengetahuan kurang baik tentang
positioning pada pasien imobilitas (64,7%)
(2) Mayoritas perawat ICU dan perawatan stroke RS K kurang baik dalam melaksanakan
tindakan positioning pada pasien
imobilitas.(3) Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan tindakan positioning pada pasien imobilitas.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini tidak akan berjalan lancar dan dapat selesai tepat pada waktunya tanpa orang-orang hebat dibaliknya, oleh karena itu ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya tak lupa ditujukan kepada keluarga dan orang tua yang telah memberikan dukungan dan doanya tiada henti; Dr. Rr. Tutik Sri Hariyati, S.Kp., MARS, selaku pembimbing; Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M. App. Sc., Ph.D selaku
Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia; Ibu Kuntarti, Skp., M. Biomed selaku koordinator Mata Ajar Riset Keperawatan; Pihak Direktur dan Manajemen RS K; Rekan-rekan seangkatan pendidikan Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan 2012; Semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah ikut membantu hingga penyusunan skripsi dapat selesai.
Referensi
Allman, R.M., Goode, P.S., Patrick, M.M., Burs, N., Bartolucci, A.A. (1995). Pressure
ulcer risk factors among hospitalized patients with activity limitation.
Andika, S. (2011). Penelitian tetang upaya untuk
mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sumatera Utara.
Association for the Advancement of Wound Care (AAWC). (2010). Guidlines of pressure
ulcer guidlines. Malvern, Pennsylvania.
Ayello,E. (2007). Predicting pressure ulcer risk. Try this: Best practice in nursing care to older adult. Issued No: 5. Retrieved from http:/consultgerirn.org/uploads/File on November 14, 2013.
Berlowitz, D.R., Brandeit, G.H., Anderson, J., Brand, H. Effect of pressure ulcer on the survival of log term care residents.
Journal gerontology a bio. science med. sci. 52: 106-110.
Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., Erb, G. (2009). Buku ajar praktik keperawatan
klinis. Eny Meiliya, Esti Whyuningsih &
Devi Yulianti, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Bryant, R. (2000). Acute and chronic wound: Nursing management. Mosby: St. Louis. Chou, et all. (2013, July 2). Pressure ulcer risk
assesment and prevention: a systematic comparativeness review. Annals of internal medicine.
Defloor, T. (2000). The effect of position and mattress on interface pressure. Applied
nursing reseach. Volume: 13 Number: 1.
Retrieved from
http:/www.ebscohost.com/uph.edu on November 14, 2013
Gray Mikel & Krapfl Lee Ann. (2008). Does regular repositioning prevent pressure ulcer. Journal of wound, ostomy and
continence nursing. P 571-577.
Hastono, S.P., (2007). Analisa data kesehatan. Depok: FKM-UI.
Hastuti, L.F. Murtutik, L. (2008). Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Perawat terhadap Tindakan Mobilisasi Pasien Stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Retreived from
http://www.usahidsolo.ac.id/files/journals /3/articles/110/submission/review/110-218-1-RV.pdf
Jong LD de, et al. (2006). Contractive preventive
positioning of the hemiplegic arm in subacute stroke patient: a pilot randomized.
Lyder, N.D., Ayello, E.A. (2007). Pressure
ulcers: a patient safety issue. Virginia.
Maskoen, T. Ageng, L. Agustin, H. (2012).
Pengetahuan dan Ketrampilan Mobilisasi Pasien dalam Mencegah Terjadinya Ulkus Tekan.
Retrieved from https://www.google.co.id perdici.org/wp-content/uploads/mkti/.../mkti2012-0204-177182.pdf
Maulana Heri D.J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. (2007). Metodologi penelitian
kesehatan: edisi 2. Jakarta: PT. Rineka
cipta.
NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory
Panel. (1996). Quick reference gide.
Retrieved from www.npuap.org/guidlines on November 15, 2013.
NPUAP-EPUAP (National Pressure Ulcer
Advisory Panel-European Pressure Ulcer Advisory Panel). (2009). Quick reference
Guide Washington DC.
Philips. (2009). Support surface for pressure ulcer prevention. Cochrane database of systematic review. Australia.
Potter & Perry. (2009). Fundamental keperawatan. (Renata Komalasari dkk,
penerjemah). Jakarta: EGC
Vanderwee, K. (2007). Pressure ulcer prevalence in Europe: A pilot study. Journal of
evaluation in clinical practice.
Vanderwee, K., Grypdonck, Bacquer, De., Defloor, T. (2006). Effecticeness of turning with unequal time on the incidence of pressure ulcer lesions.
Journal af advanced nursing Volume: 57
Page 59-68. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/186 41521 on November 14, 2010.
Wilkinson, J.M., Ahern, N.R. (2012). Diagnosis
keperawatan. Jakarta: EGC.
Wiyono, D.M.S.(2000). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.
Woodburry, M.G., Houghton, P. E. (2004).
Prevalence of pressure ulcer in Canadian health care settings. Canada.
Young. (2004). The 300 tilt position vs the 900 lateral supine positions in reducing the incidence of non blanching erythema in a hospital inpatient population. Journal of
tissue viability. Volume: 14 number: 3
Retrieved from
http://www.ebscohost.com/uph.edu on November 14. 2013