BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika
Ariyanto (2011: 270) menjelaskan bahwa matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisir secara sistematis, pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, pengetahuan dasar tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
Sudjadi (dalam Ariyanto, 2011: 27-28) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir, pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, struktur-sturktur logic, dan aturan-aturan yang ketat.
Raudatul Jannah (2011: 26) Matematika adalah suatu ilmu yang mempelajari bilangan, bangun dan konsep-konsep yang berkenaan dengan kebenarannya secara logika, menggunakan simbol-simbol yang umum serta dapat diaplikasikan dalam bidang lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang mempelajari tentang bilangan dan kalkulasi, fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, penalaran logik, dan aturan-aturan yang ketat yang menggunakan simbol-simbol dan dapat dibuktikan secara logika serta dapat diaplikasikan dalam bidang lain.
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika
Sri Sudiati (2014: 5) menjelaskan bahwa pengertian pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi matematika,
yang sesuai denagn (1) topik yang sedang dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual siswa, (3) prinsip dan teori belajar, (4) keterlibatan siswa secara aktif, (5) keterkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari, (6) pengembangan dan pemahaman penalaran matematis. Untuk mendukung usaha pembelajaran yang mampu menumbuhkan kekuatan matematika diperlukan guru yang profesional dan kompeten, yaitu guru yang menguasai pembelajaran matematika, memahami karakteristik belajar siswa dan dapat membuat keputusan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Beberapa komponen dalam standar guru matematika yang profesioanl adalah: (1) penguasaan dalam pembelajaran matematika, (2) penguasaan dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran matematika, (3) penguasaan dalam pengembangan profesional guru matematika, dan (4) penguasaan tentang posisi penopang dan pengembang guru matematika dalam pembelajaran matematika. Guru matematika yang profesional dan kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran matematika.
Muhsetyo (dalam Irwan Sahaja, 2014: 6) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.
Hesty Rusyanti (2014: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan perkembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar dengan berbagai metode.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari yang melibatkan perkembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar dengan berbagai metode.
2.1.1.3 Karakteristik matematika
Agar dalam menyampaikan materi dapat mudah diterima dan dipahami oleh siswa, guru harus memahami tentang karakteristik matematika sekolah. Menurut Arityanto ( 2011: 28) karakteristik matematika antara lain :
1) Memiliki objek kajian abstrak
Objek matematika adalah objek mental atau pikiran. Oleh karena itu bersifat abstrak Objek kajian matematika yang dipelajari di sekolah adalah fakta, konsep. Operasi (skill), dan prinsip.
2) Bertumpu pada kesepakatan
Fakta matematika meliputi istialh (nama) dan simbol atau notasi atau lambang. Fakta merupakan kesepakatan atau pemufakatan atau konversi. Kesepakatan itu menjadikan pembahasan matematika mudah dikomunikasikan. Pembahasan matematika bertumpu pada kesepakatan.
3) Berpola pikir arti
Matematika mempunyai pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif didasarkan pada urutan kronologis dari pengertian pangkal, aksioma, definisi, sifat-sifat, rumus-rumus dan penerapannya dalam matematika itu sendiri atau dalam bidang lain dan kehidupan sehari-hari. Pola pikir deduktif adalah pola pikir yang didasarkan pada hal yang bersifat umum dan diterapkan pada hal yang bersifat khusus.
4) Memiliki symbol yang kosong dari arti
Matematika memiliki banyak simbol. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk kalimat matematika yang dinamai model matematika. Secara umum simbol dan model matematika sebenarnya kosong dari arti, artinya suatu simbol atau model matematika tidak ada artinya bila tidak dikaitkan denagn kontek tertentu.
5) Memperhatikan semesta pembicaraan
Karena simbol-simbol dan model-model matematika kosong dari arti, dan akan bermakna bila dikaitkan dengan konteks tertentu maka perlu adanya lingkup atau semesta dari konteks yang dibicarakan.
Matematika memiliki berbagai macam sistem. Sistem dibentuk dari prinsip-prinsip matematika. Tiap sistem dapat saling berkaitan namun dapat pula dipandang lepas (tidak berkaitan).
Karakteristik matematika menurut Depdikbud (58: 2006) antara alin memiliki obyek yang abstrak, memiliki pola pikir deduktif dan konsisten, dan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik matematika antara lain memiliki objek kajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif dan konsisten, memiliki symbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
2.1.1.4 Tujuan Matematika
Raudatul Jannah (2011: 27) menyebutkan bahwa tujuan mempelajari matematika adalah sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi.
3. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
4. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merncang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Pendidikan Dasar dan Menengah dalam
Permendiknas Nomor 11 Tahun 2009 (2012: 338), tujuan pendidikan mata pelajaran matematika adalah sebagai berikut;
1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam nenarik, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, tulisan, grafik, peta, dan diagram.
Depdiknas (2006: 417) menjelaskan bahwa tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP pada SD/MI adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan mata pelajaran matematika tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika perlu disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa sekolah dasar yang masih dalam tahap operasional konkrit sehingga diperlukan pengalaman konkrit untuk memahami konsep dan prinsip matematika yang abstrak dengan tujuan matematika yang bertujuan melatih dan menumbuhkan sikap menalar, logis, kritis, kreatif, disiplin, serta memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan ruang lingkup yang meliputi bilangan, geometri, dan pengukuran.
2.1.1.5 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika
Menurut Peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Pendidikan Dasar dan Menengah dalam latar belakang pendidikan mata pelajaran matematika Sekolah Dasar kelas V disebutkan bahwa pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa untuk membekali siswa dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Ruang lingkup materi matematika untuk kelas V Sekolah Dasar meliputi bilangan, geometri, dan pengukuran.
2.1.2 Model Pembelajaran Group Investigation
2.1.2.2 Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation
Group investigation adalah strategi pembelajaran yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi atau penyelidikan. Strategi ini menuntut siswa agar memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok. Group investigation sebagai salah satu bentuk penerapan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Hal ini didasari beberapa landasan pemikiran yaitu berdasarkan pandangan konstruktivisme, democratic teaching, dan kelompok belajar kooperatif (Kajian Pustaka, 2010: 51)
Berdasarkan pandangan konstruktivisme. Proses pembelajaran dengan strategi group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dan aktif daalm proses pembelajaran mulai dari perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Sedangkan democratic teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan pada kemampuan menjunjung kesempatan dan memperhatikan keberagaman siswa (Budimansyah, 2007: 7).
Strategi pembelajaran group investigation dikemukakan oleh Sharan pada tahun 1992. Sharan mengatakan bahwa kerjasama dalam kelas perlu dilakukan. Kelas sebagai tempat kerjasama antara guru dengan siswa dalam membangun proses pembelajaran dengan baik. Perencanaan kelompok merupakan salah satu modal untuk menjamin keterlibatan siswa secara maksimal.
Strategi investigasi kelompok berasal dari premis bahwa dalam bidang sosial maupun intelektual, proses pembelajaran di sekolah menggabungkan nilai-nilai yang didapatnya. Interaksi kerjasama dan komunikasi antar siswa dapat dicapai paling efektif dalam kelompok kecil yang mempertahankan antar teman sebaya. Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota serta pembelajaran kelompok yang menekankan pada mengasah kemampuan intelektual siswa dibandingkan belajar secara individu.
Eggan & Kauckhak (dalam maimunah, 2005: 21) mengemukakan group investigation adalah strategi belajar kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik.
Group Investigation adalah strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri informasi melalui bahan yang telah tersedia dan siswa dituntut memiliki kemampuan baik dalam berkomunikasi maupun keterampilan proses kelompok (group process skills) dalam kelompok 4 sampai 6 siswa dengan karakterisrik yang heterogen/dapat juga dodasarkan pada kesenagan, berteman, berteman atay kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Siswa memilik topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Siswa dilibatkan mulai dari awal hingga akhir pembelajaran melalui investigasi atau penyelidikan, Sri Narwati dan Somadi (2012: 78-79).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa group investigation adalah strategi pembelajaran yang memiliki fokus utama untuk melakukan investigasi atau penyelidikan terhadap suatu topik atau objek khusus yang lebih menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa ke dalam kelompok.
2.1.2.3 Cri Khas Group Investigation
Ciri khas group invertigation adalah sebagai berikut :
1) Menekankan partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri informasi melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau internet. 2) Siswa dituntut memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun
dalam ketrampilan proses kelompok.
3) Keterlibatan siswa secara aktif dimulai dari tahap pertaman sampai tahap akhir pembelajaran.
4) Peran guru dalam group investigation sebagai pembimbing, konsultan dan memberi kritik yang membangun.
2.1.2.4 Tujuan Pembelajaran Group Investigation
Pembelajaran group investigation memiliki tiga tujuan yang saling terkait, yaitu :
1) Pengembangan ketrampilan penemuan
2) Pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik
3) Melatih siswa untuk bekerja keras secara kooperatif dalam memecahkan masalah.
Jadi, model group investigation dapat mencapai tiga hal, yaitu siswa dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan belajar untuk bekerja secara kooperatif sebagai bekal ketrampilan hidup (life skill).
2.1.2.5 Langkah-langkah Pembelajaran Group Investigation
Menurut Slavin (38: 2008), group investigation memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu;
1) Grouping (pengelompokkan), yaitu mengidentifikasi topik, membentuk kelompok dengan jumlah anggota kelompok tiap kelompok 4-6 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
2) Planning (perencanaan), yaitu menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa yang melakukan, dan apa tujuannya.
3) Investigation (investigasi/penyelidikan), yaitu mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki.
4) Organizing (pengorganisasian), yaitu persiapan laporan akhir mulai dari menulis laporan, apa yang dilaporkan dan bagaimana mempresentasikannya, menentukan penyaji, moderator, dan notulis.
5) Presenting (presentasi/penyajian), yaitu laporan akhir dimana perwakilan anggota kelompok mempresentasikan dan menyajikan, sedangkan kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
6) Evaluating, yaitu tahap evaluasi/penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa.
2.1.2.6 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Group Investigation
1) Kelebihan Model Pembelajaran Group Investigation
a) Melatih siswa berpikir mandiri, analitis, kritis, kreatif, reflektif, dan produktif.
b) Mengembangkan sikap saling memahami dan menghormati (demokrasi) c) Memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
d) Menumbuhkan sikap saling bekerjasama antar siswa. 2) Kekurangan Model Pembelajaran Group Investigation
a) Strategi paling kompleks dan paling sulit dilakukan dalam proses belajar mengajar.
b) Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam pelaksanaanya.
c) Sulit diterapkan apabila siswa tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
2.1.2.7 Komponen-komponen Model Pembelajaran Group Investigation Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponen-komponen dari model pembelajaran group investigation yaitu sebagai berikut:
1. Sintakmatik
Sintakmatik model pembelajaran group investigation menurut Joyce, Well dan Calhoun (2009: 318) yaitu tahap pertama, menyajikan situasi yang rumit (terencana atau tidak terencana). Guru menyajikan sebuah masalah yang memancing perhatian dan kehebohan siswa. Penyajian masalah tersebut dapat dilakukan secara verbal dalam bentuk cerita pengalaman atau dapat juga melalui penayangan vidio/gambar. Dalam kaitan dengan materi pembelajaran yaitu sifat-sifat bangun datar, masalah disajikan dalam bentuk gambar bangun datar kemudian memahami sifat-sifat bangun datar. Tahap kedua, menjelaskan dan menguraikan reaksi terhadap situasi. Jika siswa bereaksi terhadap masalah yang disajikan, guru menggiring perhatian mereka terhadap reaksi mereka masing-masing yang berbeda, yakni meliputi sikap yang mereka tunjukkan apa yang mereka rasakan, dan bagaimana mereka mengatur sesuatu. Misalnya ketika ada siswa yang bertanya mengenai masalah yang disajikan dalam pertunjukkan gambar, guru tidak langsung memberikan jawaban yang pasti, tetapi mengarahkan mereka untuk mencari jawaban sendiri melalui investigasi kelompok.
Tahap ketiga, merumuskan tugas dan mengaturnya dalam pembelajaran. Ketika siswa mulai tertarik terhadap perbedaan reaksi dari masing-masing
individu, guru menggiring mereka untuk merumuskan dan menyusun masalah-masalah bagi diri mereka sendiri. Misalnya saat seorang siswa mengetahui reaksi yang berbeda, siswa mulai tertarik dengan keberagaman reaksi tersebut, maka guru segera mengambil tindakan untuk mengarahkan mereka untuk merumuskan dan menyusun masalah lain yang timbul dari masing-masing individu dengan menuliskan daftar masalah di papan tulis.
Tahap keempat, studi yang mandiri dan berkelompok. Siswa dalam kelompok menganalisis beberapa peran yang dibutuhkan, mengatur diri mereka sendiri berdasarkan peran yang didapatkan, bertindak, dan melaporkan hasil yang didapatkan. Setelah siswa mengetahui beberapa masalah yang timbul dari masing-masing individu melalui daftar masalah yang sudah ditulis, kemudian siswa mengelompokkan diri berdasarkan minat mereka terhadap masalah tersebut dan bekerja bersama kelompoknya sesuai peran yang didapatkannya. Setelah selesai kemudian kelompok mempersentasikan hasil yang didapatkan dalam kegiatan investigasi di hadapan kelompok lain.
Tahap kelima, menganalisis perkembangan dan proses. Masing-masing kelompok mengevaluasi solusi permasalahan yang dicocokan dengan maksud dan tujuan utama. Dalam mempresentasikan hasil investigasi, kelompok lain bertugas sebagai pengontrol apakah hasil investigasinya sudah tepat atau belum dengan bimbingan dari guru. Hasil investigasi disesuaikan dengan tujuan utama dari permasalahan yang dimunculkan. Tahap keenam, mendaur ulang aktivitas. Beberapa tahapan terus berlanjut, baik dengan penyajian masalah yang sama atau memunculkan masalah baru yang merangsang adanya investigasi. Hal ini dilakukan apabila terdapat masalah yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. 2. Prinsip reaksi
Peran guru dalam model group investigation ini adalah sebagai seorang fasilitator yang langsung terlibat dalam proses kelompok (membantu pembelajar dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok) serta beberapa kebutuhan dalam sebuah penelitian. Selain itu guru juga berfungsi sebagai seorang konselor akademik. Saat siswa bereaksi ketika menghadapi keadaan yang membingungkan, guru akan menguji dan memerhatikan kebiasaan alami mereka
yang tercermin dalam reaksi yang berbeda-beda. Mereka kemudian menentukan informasi yang mereka butuhkan untuk mendekati masalah dan proses untuk mengumpulkan data yang relevan. Mereka mengembangkan hipotesis dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mnegujinya. Mereka mengevaluasi hasil yang didapatkan dan meneruskan penelitiannya atau memulai penelitian baru.
Pusat dalam proses pembelajaran kemudian beralih untuk membangun sebuahlingkungan sosial yang kooperatif dan mengajari ketetampilan bernegosiasi, menyelesaikan konflik, serta beberapa penyelesaian masalah demokrasi. Guru juga harus membimbing siswa dalam metode pengumpulan data serta analisis, membantu siswa membingkai hipotesis yang dapat diuji. Ketika proses pembelajaran berlangsung khususnya pada saat siswa melakukan percobaan dalam kelompok sebagai bentuk kegiatan investigasi, guru mempunyai peran untuk membimbing mereka bekerja dalam kelompok misalnya dengan mendekati dan mengarahkan kelompok yang tidak dapat bekerja sama karena bingung dengan tugas/permasalahan yang harus mereka selesaikan. Guru juga bertugas untuk menjelaskan terlebih dahulu langkah kerja yang harus diikuti pelaksanaan kegiatan investigasi.
3. Sistem sosial
Sistem sosial dalam model pembelajaran ini menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan diatur oleh suatu kesepakatan yang dikembangkan atau paling tidak divalidasi oleh pengalaman kelompok dalam batas dan hubungan terhadap fenomena rumit yang kemudian dijelaskan oleh seorang guru sebagai sebuah objek pembelajaran.aktivitas kelompok muncul dalam jumlah struktur eksternal yang rendah. Kebingungan yang diciptakan haruslah alami, tidak bisa dipaksakan. Siswa maupun guru mempunyai status yang sama namun peran yang berbeda. Sistem sosial dalam kegiatan investigasi berupa sikap saling menghargai pendapat yang dikemukakan oleh setiap anggota kelompok, dan kerjasama dalam melakukan percobaan. Sehingga melalui kegiatan investigasi kelompok tersebut, diharapkan akan muncul sikap demokratis, kooperatif, dan bertanggung jawab.
4. Daya dukung
Sistem pendukung dalam model group investigation ini harus ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Lingkungan harus mampu merespon berbagai tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan siswa harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya. Selain contoh konkret dari benda asli, guru juga dapat menambahkan media gambar. 5. Dampak instruksional dan dampak pengiring
Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan. Dampak instruksional dalam model group investigation secara umum adalah:
a. Proses dan pengelolaan kelompok efektif
Model group investigation diharapkan dapat menciptakan proses berkelompok dan pengelolaannya secara efektif, artinya proses dalam membentuk kelompok tidak dilakukan secara sembarangan tetapi berdasarkan minat anggota kelompok. Sehingga proses pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dapat berjalan sebagaimana mestinya dan mencapai tujuan yang diharapakan. b. Pandangan konstruktivis tentang pengetahuan
Para konstruktivis mempunyai pandangan bahwa pengetahuan tidak sekedar ditransmisikan oleh guru/pengajar, tetapi mau tidak mau harus dibangun dan dimunculkan sendiri oleh siswa agar mereka dapat merespon informasi dalam lingkungan pendidikan. Oleh karena itu dengan penerapan model group investigation ini diharapakan dapat membiasakan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui investigasi dalam kelompoknya bukan berdasarkan penyampaian informasi oleh guru secara konvensional.
c. Disiplin dalam penelitian kolaboratif
Melalui proses kerjasama dalam kelompok diharapkan adanya kedisiplinan dan tanggung jawab dari masing-masing anggota kelompok. Sehingga semua anggota kelompok ikut berpartisipasi aktif dalam investigasi yang dilakukan. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dari segi
dampak pengiring melalui model group investigation diharapkan dapat terbentuk kemampuan kemandirian sebagai pembelajar seperti mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi sehingga berusaha untuk mencari tahu sendiri pengetahuannya, bekerja secara ilmiah dan bertanggung jawab. Selain itu juga diharapkan timbulnya penghargaan terhadap martabat orang lain melalui kerja sama dalam kelompok sehingga timbul anggapan bahwa orang lain juga memiliki kemampuan yang tidak bisa diremehkan, penelitian sosial sebagai pandangan hidup, dan kehangatan dan interpretasi personal yang memunculkan harapan dengan diterapkannya model group investigation dalam pembelajaran matematika siswa mendapatkan rasa nyaman dalam belajar, sehingga penilaian diri yang positif dapat terbentuk dengan baik.
Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam pembelajaran matematika melalui model group investigation adalah demokratis, kerja sama, mandiri, tanggung jawab, komunikatif, dan disiplin. Dampak pengiring hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk mencapai/menghayati berbagai kemampuan tersebut memeng benar-benar disediakan secara memadai. Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model group investigation digambarkan dalam bagan berikut:
Peneroup
Keterangan:
Dampak Instruksional Dampak Pengiring
Gambar 2.1
Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Group Investigation
Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya pembulatan dan penaksiran. Demokratis Tanggung jawab J Model Group Investigation Mandiri Kerja sama Menggunakan Faktor Prima untuk menentukan FPB dan KPK.
Komunikatif
2.1.2.8 Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation
Pembelajaran dengan menggunakan model group investigation adalah serangkaian aktivitas belajar dengan model group investigation yang sudah direncanakan sebelumnya ke dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di kelas. Prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model group investigation sebagai berikut:
Tabel 2.1
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model Group Investigation
Kegiatan Guru Tahapan Pelaksanaan
sesuai Sintak Model Kegiatan Siswa 1. Guru Menyajikan suatu permasalahan dengan melakukan percobaan 1. Penyajian masalah/situasi rumit 1. Siswa memperhatikan apa yang dilakukan oleh guru sehingga timbul rasa ingin tahu mengenai masalah yang disajiakn (timbul rasa ketertarikan) 2. Guru memancing
siswa untuk bertanya mengenai masalah yang disajiakn berdasarkan keingintahuan mereka
2. Eksplorasi reaksi 2.Siswa menggali pengetahuannya dengan bertanya tentang masalah yang disajikan guru
berdasarkan rasa keingintahuannya 3. Guru menuliskan
daftar pertannyaan dari siswa di papan tulis
4. Guru tidak
menjawab langsung pertanyaan siswa terkait masalah yang disajikan, tetapi mengarahkan untuk mendorong siswa mencari tahu sendiri jawabannya
3. Perumusan tugas 3. Siswa mengemukakan pendapatnya melalui pertanyaan yang bervariasi dengan arahan guru 4. Siswa mengamati berbagai pertanyaan dari teman-temannya yang ditulis guru di papan tulis
5. Siswa menjadi semakain tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut tentang masalah tersebut 5. Guru memberi kebebasan siswa untuk membentuk 4. kemandirian dan kelompok belajar 6. Siswa membentuk kelompok sesuai minatnya
masing-kelompok yang terdiri adri 4-5 orang anggota dan
menentukan masalah mana yang ingin dipecahkan oleh masing-masing kelompok 6. Guru bertugas sebagai fasilitator apabila ada kelompok yang membutuhkan bimbingan
masing dan membagi peran berdasarkan tugas yang didapat. 7. Siswa bekerja dalam
kelompok masing-masing dan dapat bertanya kepada guru apabila ada hal-hal yang belum jelas dalam tugasnya 7. Guru membimbing siswa dalam kelompok untuk mempresentasikan hasil investigasinya terhadap tugas/masalah yang didaptkan 8. Guru memberiakan evaluasi terhadap hasil investigasi masing-masing kelompok dan meluruskan jawaban bila ada yang kurang tepat serta
memberikan apresiasi terhadap hasil kerja mereka
5.Analisis perkembangan dan proses
8.Masing-masing kelompok maju untuk mempresentasikan hasil investigasinya dan meminta tanggapan dari kelompok lain 9.Siswa dengan bimbinagn guru menyimpulkan inti dari investigasi mereka 9. Guru memberikan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah dilakukan, apabila ada masalah baru yang muncul, dapat dilakukan investigasi pada pertemuan selanjutnya 6. Mendaur ulang aktifitas 10. Siswa menyampaikan hal-hal yang belum dimengerti kepada guru
2.1.3 Kajian Tentang keaktifan Belajar 2.1.3.1 Pengertian Keaktifan Belajar
Menurut Sriyono, dkk (1992: 75) menyatakan bahwa keaktifan belajar adalah pada saat guru mengajar ia harus mengusahakan murid-muridnya aktif jasmani maupun rohani.
Menurut Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005: 31) menyatakan bahwa keaktifan belajar adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hermawan (2007: 83) mengemukakan bahwa keaktifan belajar adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar adalah kegiatan atau kesibukan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah maupun di luar sekolah yang menunjang keberhasilan belajar siswa, dimana siswa tersebut aktif jasmani dan rohani serta aktif secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar
Menurut Gagne dan Briggs (dalam Martinis, 2007:84) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran diantarannya:
1) Memberikan dorongan atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa) 3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari) 5) Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya
7) Memberi umpan balik (feed back)
8) Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur
9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pelajaran
2.1.3.3 Indikator Keaktifan Belajar
Menurut Erna (dalam ardhan, 2009: 12) indikator keaktifan belajar siswa dapat dilihat dari:
1) Perhatian siswa terhadap penjelasan guru 2) Kerjasamanya dalam kelompok
3) Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli 4) Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal 5) Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok 6) Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat
7) Memberi gagasan yang cemerlang
8) Membuat perencanaan dan pembegian kerja yang matang 9) Keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain 10) Memanfaatkan potensi anggota kelompok
11) Saling membantu dan menyelesaikan masalah
2.1.4 Kajian Tentang Hasil Belajar 2.1.4.1 Pengerttian Hasil Belajar
Agus Supridjono (2009: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut Ahmad Susanto (2013: 5) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Dimyati dan Mujiono (2013: 20) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu puncak proses belajar.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor intern dan ekstern. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1) Faktor intern
Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
2) Faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor ekstern meliputi faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.
2.1.4.3 Indikator Hasil Belajar
Aina Mulyana (2012: l) menjelaskan bahwa indikator hasil belajar adalah sebagai berikut:
1. Ketercapaian daya serap terhadap bahan pembelajaran yang diajarkan, baik secara individual maupun kelompok. Pengukuran ketercapaian daya serap ini biasanya dilakukan dengan penetapan kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM)
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicaapi oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Pujiyartiningsih, Ita (2013) dalam skripsi yang berjudul “ Peningkatan Pemahaman Sifat-sifat Bangun Datar Melalui Strategi Pembelajaran Group Investigation Pada Siswa Kelas V SDN Bakaran Kulon 01 Juwana Pati Tahun Ajaran 2012/2013 ”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pemahaman sifat-sifat bangun datar ditunjukkan melalui peningkatan jumlah siswa yang memiliki nilai tuntas KKM ≥ 70. Hal ini ditunjukkan pada data saat kondisi pra siklus hanya 10 % dari 30 siswa yang memiliki nilai tuntas KKM.
Pada siklus I jumlah siswa tuntas KKM menjadi 60 % dan pada siklus II sebanyak 80 % siswa tuntas KKM. Hasil tersebut menunjukkan bahwa strategi pembelajaran Group Investigation dapat menungkatkan pemahaman sifat-sifat bangun datar pada siswa kelas V SDN Bakaran Kulon 01 Juwana Pati.
Rustiyah (2014) dalam skripsi yang berjudul “ Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Strategi Pembelajaran Group Investigation (GI) pada Siswa Kelas V SDN Bakaran Kulon 01 Juwana-Pati Tahun 2013/2014 ”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas belajar dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas dan nilai dari pra siklus, aktivitas belajara siswa 54,11% dengan mencapai KKM 29,17%. Siklus I aktivitas siswa 71,5% dengan pencapaian KKM 67 %. Siklus II aktivitas siswa 85% denagn pencapaian KKM 95,83%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran Group Investigation (GI) mampu meningkatkan aktivitas belajar matematika pada siswa kelas V SDN Bakaran Kulon 01 Tahun 2013/2014.
Pada penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya denagn penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah penerapan model pembelajaran Group Investigation mata pelajaran matematika pada siswa kelas V, sedangkan perbedaanya terletak pada lokasi penelitan karakteristik siswa. Selain itu, penelitian sebelumnya menekankan pada peningkatan pemahaman sifat-sifat bangun datar dan peningkatan aktivitas belajar, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menekankan pada peningkatan keaktifan dan hasil belajar.
2.3 Kerangka Pikir
Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model pembelajaran Group Investigation keaktifan dan hasil belajar matematika pada siswa kelas V SDN Bakaran Kulon 03 Juwana Pati masih rendah. Oleh sebab itu peneliti berupaya untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar dengan melakukan inovasi dengan menggunakan model-model yang variatif dalam proses pembelajaran yaitu salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation.
Model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar matematika karena pembelajaran ini identik dengan kerja kelompok serta diskusi. Sehingga mengembangkan kemampuan baik secara individu maupun secara kelompok. Model pembelajaran ini menciptakan keakraban dan rasa saling pecaya diantara masing-masing anggota, sehinga siswa tidak bergantung pada guru. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir Model Group Investigation PROSES PEMBELAJARAN GURU Belum menggunakan model pembelajaran namun menggunakan metode ceramah saja
KONDISI AKHIR TINDAKAN Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation 1. Grouping 2. Planning 3. Investigation 4. Organizing 5. Presenting 6. Evaluating
Keaktifan dan hasil belajar siswa meningkat dengan baik dan tuntas sebanyak 100% Model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar matematika karena pembelajaran ini identik dengan kerja kelompok serta diskusi. Sehingga mengembangkan kemampuan baik secara individu maupun secara kelompok. Model pembelajaran ini menciptakan keakraban dan rasa saling pecaya diantara masing-masing anggota, sehinga siswa tidak bergantung pada guru. SISWA YANG DITELITI Hasil belajar siswa rendah dibawah KKM
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Penerapan model pembelajaran Group Investigation dalam meningkatkan keaktifan siswa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Grouping, (b) Planning, (c) Investigation, (d) Organizing (e) Presenting. 2) Model pembelajaran group investigation dapat meningkatkan hasil belajar
matematika pada siswa kelas V SDN Bakaran Kulon 03 Juwana Pati tahun 2016/2017.