• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TAWAS DAN KARBON AKTIF PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TAWAS DAN KARBON AKTIF PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TAWAS DAN KARBON AKTIF

PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

EFFECTIVE USE OF ALUM AND ACTIVATED CARBON

IN TOFU WASTE WATER TREATMENT

Nurlina*, Titin Anita Zahara, Gusrizal, Indah Dwi Kartika

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi 78124

*E-mail :nurlinanyayani@gmail.com

ABSTRACT

Tofu wastewater contains high organic matters and may cause environmental pollution. It should be treated before disposed into the environment. The purpose of this research is to improve the quality of tofu waste by using alum as a coagulation and activated carbon as adsorbent. The performance of coagulation-adsorption combination process was primarily based on turbidity, COD and TSS of treated water. The coagulation experiments using optimum concentration of alum (100 ppm) showed that coagulation process removed turbidity to 94.98%, COD 93.87% and TSS 57.43%. Adsorption with activated carbon studies by using coloumn adsorption and adsorption time is varied from 10-50 minutes. Results of adsorption shows the adsorption contact during 40 minutes decrease TSS to 29,84% and COD to 54,73%, but for maximum turbidity decrease (25,44%), 30 minutes contact time adsorption give an optimal is required. Both process coagulation-adsorption using optimum concentration of alum (100 ppm) and the optimum adsorption time (40 minutes) by activated carbon demonstrated decrease of turbidity to 96,18%, COD 80,73% and TSS 95,70%. Application of both processes resulted good performance to decrease turbidity, COD and TSS from tofu waste.

Keywords: tofu waste, alum, activated carbon

ABSTRAK

Limbah industri tahu mengandung bahan organik yang tinggi dan mungkin dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah ini perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan kualitas limbah tahu menggunakan tawas sebagai koagulan dan arang aktif sebagai adsorben. Kinerja kombinasi proses koagulasi-adsorpsi akan ditinjau dari kekeruhan, COD dan TSS air limbah hasil olahan. Koagulasi dilakukan menggunakan konsentrasi optimum dari tawas sebesar 100 ppm menunjukkan bahwa koagulasi menghilangkan kekeruhan hingga 94,98 %, TSS 93,87 % dan COD 57,43 %. Adsorpsi dengan karbon aktif dilakukan dengan menggunakan adsorpsi kolom dan waktu adsorpsi divariasikan dari 10-50 menit. Hasil adsorpsi menunjukkan bahwa kontak adsorpsi selama 40 menit mampu menurunkan TSS hingga 29,84% dan COD hingga 54,73%, tapi untuk penurunan kekeruhan maksimum (25,44%), waktu kontak 30 menit memberikan hasil penurunan lebih optimal. Proses koagulasi-adsorpsi menggunakan konsentrasi optimum tawas (100 ppm) dan waktu adsorpsi optimum (40 menit) oleh karbon aktif menunjukkan penurunan kekeruhan hingga 96,18%, COD 80,73% dan TSS 95,70%. Aplikasi kedua proses ini menunjukkan kinerja yang baik untuk menghilangkan kekeruhan, COD dan TSS dari limbah tahu.

(2)

1. PENDAHULUAN

Produksi 1 ton tahu atau tempe akan limbah sebanyak 3.000 - 5.000 Liter [1], [2]. Limbah industri tahu merupakan salah satu limbah industri makanan yang menghasilkan polutan organik tinggi [3]. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam limbah cair industri tahu berkisar antara 4000-12000 ppm, BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) antara 2000–10000 ppm, dan

keasaman yang rendah yakni pH 4-5 (Pujiastuti, 2009). Jika dibandingakan dengan Keputusan MENLH No: KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri, pH maksimum limbah adalah 6,0-9,0; zat padat tersuspensi 200 mg/l; BOD5 50mg/L dan COD 100 mg/L. Berdasarkan Kep-51/MENLH/10/1995, tentang baku mutu limbah cair tersebut, maka industri tahu memerlukan pengolahan limbah terlebih dahulu sehingga limbah yang dikeluarkan dapat ditolerir lingkungan sekitarnya.

Beberapa upaya pengolahan limbah telah dilakukan, baik secara fisika, biologi dan kimia ataupun kombinasi dari ketiganya. Penelitian penggunaan kombinasi anaerobic

buffler reactor dan lumpur aktif yang berfungsi sebagai koagulan biologis dengan bantuan

bakteri nitrifier, mampu menurunkan kadar COD dan nitrogen, serta meningkatkan pH limbah tahu [4]. Secara biologi, pengolahan limbah tahu telah dilakukan menggunakan

Bacillus amyloliquefaciens yang dapat memproduksi enzim amylase yang dapat

mengkatalis protein dari limbah tahu terbukti dapat meningkatkan kualitas limbah tahu [5]. Penelitian lain telah memanfaatkan ekstrak biji asam jawa/ tamarin (Tamarindus indica) sebagai koagulan dalam proses pengolahan limbah tahu efektif menurunkan kadar BOD, COD, TSS, dan ammonia limbah tahu [6]

Pada lokasi penyamplingan limbah tahu, pengolahan limbah tahu telah dilakukan dengan proses biologi dan penyaringan. Limbah cair yang dihasilkan dinetralisasi dengan kapur kemudian dialirkan ke bak pengolahan yang berisi bakteri EM4 (bakteri anaerob fakultatif yang dapat melakukan dekomposisi pada kondisi aerob dan anaerob). Pada bak pengolahan ini juga terdapat blower untuk memberikan oksigen bagi bakteri. Hasil pengolahan tersebut ditampung pada bak penampung dan selanjutnya masuk ke dalam bak penyaring yang berisi batu, arang, ijuk dan pasir. Walaupun telah dilakukan pengolahan limbah, namun kualitas limbah yang dihasilkan masih memiliki potensi mencemari lingkungan, karena secara fisik masih keruh. Berdasarkan uji pendahuluan yang telah dilakukan, parameter kualitas limbah cair dari pengolahan tersebut yakni TSS 312 mg/L, BOD5 1311,5 mg/L dan COD 2018,5 mg/L, masih melebihi standar baku mutu

(3)

Zat pencemar yang terkandung di dalam limbah cair (seperti limbah tahu) umumnya berupa zat padat tersuspensi dan koloid yang bersifat stabil sehingga sulit untuk mengendap. Hal ini disebabkan adanya gaya tolak menolak antara partikel koloid yang bermuatan negatif sehingga tidak dapat membentuk gumpalan. Penambahan koagulan akan menyebabkan destabilisasi partikel-partikel koloid sehingga menyebabkan terjadinya gaya tarik menarik elektrostatis sehingga membentuk gumpalan yang dapat mengendap dengan adanya gaya gravitasi [7].

Pada penelitian ini, pengolahan limbah tahu dilakukan dengan memadukan proses koagulasi oleh tawas dan adsorpsi dengan karbon aktif. Tawas merupakan koagulan yang banyak digunakan karena ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya. Tawas juga mampu mengendapkan zat-zat organik lebih cepat dibandingkan dengan koagulan Poly Aluminium Cloride (PAC) dan Ferric Chloride (FeCl3.6H2O). Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada kekeruhan (turbidity) dan

tingginya zat pencemar organik yang terkandung dalam air limbah ([8]. Di sisi lain, karbon aktif juga dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi zat pencemar memiliki pori dan luas permukaan yang sangat besar (500-1500 m2/gr) yang memungkinkan terjadinya interaksi antara molekul-molekul zat pencemar dengan permukaan dari karbon aktif. Selain itu, arang aktif memiliki muatan positif. Adanya perbedaan muatan positif dari karbon aktif dan muatan negatif dari zat pencemar, maka akan terjadi pengikatan molekul zat pencemar pada karbon aktif (penyerapan molekul zat pencemar) [9], [10].

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas koagulan (tawas) dan adsorben (karbon aktif), konsentrasi tawas yang digunakan dan waktu optimum adsorpsi karbon aktif untuk menurunkan tingkat pencemar limbah cair industri tahu yang dilihat dari parameter COD, kekeruhan dan TSS agar dihasilkan keluaran limbah cair dengan kualitas yang lebih baik, sesuai baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan.

2. METODE PENELITIAN 2.1 Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: batang pengaduk, bulb, COD-reaktor, desikator, gelas beaker, kolom kaca, labu ukur, magnetic stirrer, neraca analitik, oven, pH-meter digital, pipet ukur, shaker, spatula, spektrofotometer portabel dan turbidimeter. Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, arang aktif granular (specification: iodine number min 600 mg/g, loss on drying maks 10%, moisture content maks 5%, hardness min 95%, water soluable ash maks 0,5%), tawas, sampel limbah cair industri tahu dan reagen untuk analisis COD (aquades, Ag2SO4, H2SO4, HgSO4, dan

(4)

2.2 Cara Kerja Preparasi sampel

Sampel limbah cair diperoleh dari salah satu industri tahu skala rumah tangga di Kota Pontianak. Limbah cair ditempatkan pada botol yang sesuai sebagai wadah sampel. Pengambilan sampel limbah cair dilakukan saat proses pengolahan limbah sedang berlangsung, dimana sampel merupakan limbah cair yang berasal dari bak penampungan. Di samping itu, dilakukan juga analisis parameter pH, TSS, kekeruhan dan COD sampel limbah cair sebelum dan setelah pengolahan limbah yang telah dilakukan industri tahu tersebut sebagai data awal dalam penelitian ini.

Karbon aktif yang digunakan terlebih dahulu dikeringkan menggunakan oven pada temperatur 105oC untuk membuka pori dan menghilangkan molekul air yang kemungkinan masih terikat pada karbon aktif. Limbah cair yang telah melalui prose koagulasi kemudian diadsorpsi dengan karbon aktif.

Penentuan konsentrasi optimum koagulan

Diambil 100 mL limbah cair dan dimasukkan ke dalam wadah yang berbeda. Ditambahkan larutan tawas sebanyak 5 mL ke dalam masing-masing wadah dengan variasi konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, dan 120 ppm. Kemudian dilakukan pengadukan dengan shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 2 menit dan 60 rpm selama 20 menit. Kemudian didiamkan selama 30 menit. Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Selanjutnya diukur parameter pH, kekeruhan, TSS dan COD dari filtrat. Hasil yang paling baik dari data yang diperoleh dan uji statistik menunjukkan kondisi optimum tawas [11].

Koagulasi dan adsorpsi

Sebanyak 100 mL limbah cair dikoagulasi dengan konsentrasi tawas yang optimum, kemudian dilakukan adsorpsi dengan karbon aktif. Cara yang digunakan adalah adsorpsi kolom ( tinggi kolom 25 cm dan diameter kolom 2,5 cm). Variasi waktu adsorpsi yaitu 10, 20, 30, 40 dan 50 menit. Filtrat ditampung dan diukur parameter kekeruhan, TSS dan COD limbah cair tersebut. Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali [12].

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan konsentrasi optimum koagulan

Pada penentuan dosis optimum koagulan dengan analisis jar tes diperoleh hasil bahwa semakin besar konsentrasi tawas yang diberikan menyebabkan kekeruhan pada limbah mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena pada proses koagulasi, larutan tawas yang mengandung Al3+ akan berinteraksi dengan partikel-partikel bermuatan negatif penyebab kekeruhan. Interaksi tersebut akan mengurangi gaya tolak-menolak

(5)

antar partikel koloid limbah dimana partikel koloid akan mengalami destabilisasi dan membentuk flok-flok. Akibat adanya gaya gravitasi, makroflok yang terbentuk akan mengendap sehingga sebagian dari partikel-partikel penyebab kekeruhan akan berkurang. Hal inilah yang menyebabkan kekeruhan pada limbah cair mengalami penurunan. Penurunan kekeruhan limbah cair yang terjadi sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan, bahwa kenaikan dosis alum meningkatkan penurunan kekeruhan karena kenaikan dosis alum akan mempercepat pembentukan presipitat Al(OH)3 dan

bertambahnya frekuensi tumbukan [13].

Penambahan tawas juga berpengaruh terhadap penurunan TSS selama proses koagulasi. Penurunan TSS dapat terjadi karena pada proses koagulasi, kekokohan partikel ditiadakan sehingga padatan tersuspensi yang sukar untuk mengendap akan membentuk flok yang mudah mengendap dan mudah dipisahkan dari limbah cair tersebut. Menurut Rambe (2009), dosis koagulan mempengaruhi penyisihan TSS pada limbah cair. Penurunan TSS di dalam limbah akan menyebabkan penurunan kekeruhan karena TSS merupakan salah satu faktor penyebab kekeruhan pada limbah.

Nilai COD limbah tahu setelah mengalami proses koagulasi menggunakan tawas juga mengalami penurunan. Penurunan terus meningkat seiring meningkatnya konsentrasi tawas yang digunakan. Menurut Sianita dan Nurchayati (2006), semakin besar konsentrasi koagulan tawas yang digunakan, maka penurunan kadar COD semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa koagulan tawas mempunyai kemampuan menurunkan bahan pencemar organik pada limbah cair. Penurunan bahan organik tersebut akan menyebabkan berkurangnya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik tersebut.

Efektivitas tawas terhadap Kekeruhan, TSS dan COD

Berdasarkan penurunan kekeruhan, TSS dan COD limbah cair industri tahu dari proses koagulasi menggunakan tawas, maka dapat dihitung efektivitas koagulan terhadap masing-masing parameter. Efektivitas koagulan tawas terhadap penurunan kekeruhan TSS dan COD pada limbah disajikan pada Gambar 1. Penurunan nilai kekeruhan yang paling besar terjadi pada dosis koagulan 100 ppm yaitu penurunannya sebesar 94,98 %. Penurunan nilai TSS yang paling besar terjadi pada dosis koagulan 100 ppm yaitu penurunannya sebesar 93,87 %. Penurunan nilai COD yang paling besar terjadi pada dosis koagulan 100 ppm yaitu penurunannya sebesar 57,43 %.

(6)

Gambar 1. Kurva hubungan antara konsentrasi tawas terhadap persentase efektivitas tawas (kekeruhan, TSS, COD)

Koagulasi merupakan proses kimia yang dapat digunakan untuk menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi ataupun dalam bentuk koloid. Penambahan koagulan menyebabkan terjadinya destabilisasi muatan negatif partikel-partikel koloid dalam limbah cair. Pengadukan cepat membantu proses koagulasi dimana koagulan akan terdistribusi secara merata ke dalam air dengan cepat. Hal ini memudahkan muatan positif koagulan (Al3+) berikatan dengan muatan negatif yang terdapat pada partikel koloid. Akibatnya kestabilan partikel koloid menjadi terganggu (destabilisasi partikel koloid). Destabilisasi partikel koloid dapat terjadi bila terdapat energi kinetik yang cukup. Energi kinetik inilah yang diperoleh dari pengadukan. Di samping itu, pada tahap ini terjadi proses netralisasi muatan dimana terdapat gaya van der waals sehingga partikel-partikel koloid akan terflokulasi. Setelah partikel-partkel koloid mengalami destabilisasi, partikel tersebut dibawa kedalam suatu kontak antara satu dengan lainnya sehingga dapat menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar (flok) yang siap mengendap. Proses ini disebut flokulasi yang terjadi pada pengadukan lambat (slow mix). Flokulasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi efisiensi penghilangan partikel.

Ion Al3+ dalam larutan koagulan terhidrasi bergantung pada pH hidrolisis. Senyawa yang terbentuk bermuatan positif dan dapat bereaksi dengan zat pencemar seperti koloid. Reaksinya meliputi (Indo Pusaka Berau, 2009) :

[Al(H2O)6]3+ [Al(H2O)5OH]2+ + H+ ……….(1)

[Al(H2O)5OH]2+ [Al(H2O)4(OH)2]+ + H+ ……….(2)

[Al(H2O)4(OH)2]+ [Al(H2O)3(OH)3] + H+ endapan ……….(3)

[Al(H2O)3(OH)3] [Al(H2O)2(OH)4]− + H+ terlarut ……….(4)

Pada tahap pertama terbentuk senyawa dengan 5 molekul air dan 1 gugus hidroksil yang muatan totalnya akan turun dari +3 menjadi +2 (persamaan 1). Jika pH di dalam larutan terus naik hingga mencapai 5, maka akan terjadi reaksi tahap kedua dimana terbentuk

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 0 50 100 150 % E fe k ti v it a s t a w a s

Konsentrasi larutan tawas (ppm)

keker uhan TSS COD

(7)

senyawa yang mempunyai 4 molekul air dan 2 gugus hidroksil (persamaan 2). Larutan dengan pH>6 akan membentuk senyawa logam netral Al(OH)3 yang tidak larut,

mempunyai volume yang besar dan dapat mengendap sebagai flok (persamaan 3). Pada pH>7,8 akan terbentuk [Al(H2O)2(OH)4]− atau hanya Al(OH)4 - yakni senyawa bermuatan

negatif dan larut dalam air (persamaan 4). Untuk itu pada proses koagulasi, pH larutan harus dikontrol agar kerja koagulan optimum sehingga dapat mengendapkan zat pencemar yang ingin dihilangkan.

Pada penelitian ini tidak dilakukan lagi pengaturan pH karena pH awal limbah cair (pH=7,8) masih berada dalam rentang pH optimum untuk kerja tawas (6<pH≤7,8). Seiring dengan naiknya konsentrasi larutan tawas yang diberikan, pH larutan semakin turun. Walaupun demikian proses koagulasi yang terjadi pada pH 7,8-7,2 masih berada pada rentang pH untuk kerja tawas, dimana terbentuk Al(OH)3 yang tidak larut dan mengendap

sebagai flok. Penambahan tawas cenderung menurunkan pH larutan karena tawas menghasilkan ion H+ setelah bereaksi dengan air. Hidrolisis atom Al dalam air dapat digambarkan melalui persamaan reaksi berikut:

Al2(SO4)3+ 6H2O 2Al(OH)3 + 6H+ + SO42-

Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H+, sehingga menyebabkan pH larutan menjadi menurun. Semakin tinggi konsentrasi aluminium sulfat semakin banyak ion H+ yang dilepaskan sehingga pH air akan semakin menurun.

Proses koagulasi yang telah dilakukan memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan kekeruhan dan TSS yakni hampir mencapai 95%. Walaupun demikian, pengolahan dengan koagulasi belum efektif karena nilai COD yang dihasilkan masih tinggi, dimana COD merupakan parameter kunci untuk menyatakan banyaknya bahan pencemar organik di dalam limbah. Untuk itu, diperlukan pengolahan tambahan untuk mengurangi bahan pencemar organik yang masih terdapat pada limbah cair. Adsorpsi dengan karbon aktif dapat menjadi salah satu pengolahan lanjutan karena dengan adanya pori dan luas permukaan yang cukup besar, molekul bahan pencemar organik dapat terjerap pada dinding pori atau permukaan karbon aktif, sehingga konsentrasi bahan organik pada limbah akan menurun.

Efektivitas tawas dan karbon aktif terhadap penurunan nilai kekeruhan, TSS, dan COD

Sampel limbah cair tahu yang telah dikoagulasi dengan larutan tawas optimum kemudian dialirkan pada kolom yang berisi karbon aktif, Berdasarkan penurunan kekeruhan, TSS dan COD limbah cair industri tahu dari proses adsorpsi menggunakan karbon aktif, maka dapat dihitung efektivitas adsorben terhadap masing-masing parameter, disajikan pada Gambar 3.

(8)

Gambar 3 Kurva hubungan antara waktu adsorpsi terhadap persentase efektivitas karbon aktif (kekeruhan, TSS, COD)

Hasil yang paling baik diperoleh dari waktu adsorpsi selama 40 menit yakni nilai TSS menjadi 13,33 mg/L (29,84 %), dan COD menjadi 389,33 mg/L (54,73 %), sedangkan untuk kekeruhan hasil yang paling baik diperoleh dari waktu adsorpsi selama 30 menit yakni nilai kekeruhan 15,93 NTU (25,44%). Kedua proses yang dilakukan (koagulasi dan adsorpsi) memberikan hasil yang cukup baik untuk menurunkan bahan pencemar di dalam limbah cair industri tahu yakni penurunan kekeruhan sebesar 96,18%, TSS sebesar 95,70% dan COD sebesar 80,73%.

Proses koagulasi memudahkan proses penyaringan, dimana zat pencemar yang telah menjadi makroflok akan mudah mengendap saat proses sedimentasi, sehingga mengurangi beban penyaringan. Selain itu, melekul zat organik terlarut akan berpindah dari larutannya dan terserap oleh adsorben selama proses adsorbsi. Mekanisme ini dapat menyebabkan konsentrasinya pada air limbah berkurang, karena sebagian telah tertahan (terserap) oleh adsorben. Berkurangnya jumlah senyawa organik menyebabkan berkurangnya nilai kekeruhan, TSS dan COD pada limbah. Adsorpsi kolom merupakan salah satu metode adsorpsi yang menggunakan sistem filtrasi dimana metode ini tidak memerlukan energi yang besar karena prosesnya dibantu dengan gaya gravitasi. Media penyerap yang digunakan dalam proses ini berbentuk bongkahan atau butiran (granular) dan proses adsorpsi biasanya terjadi selama air berada di dalam media penyerap.

Pada adsorpsi kolom, media arang aktif akan melakukan kontak dengan bahan pencemar, dimana karbon aktif akan mengadsorpsi molekul bahan pencemar hingga tercapai kondisi setimbang. Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik akan turun apabila waktu kontaknya cukup. Adsorpsi yang terjadi yakni akibat adanya medan gaya pada permukaan adsorben (karbon aktif) yang menarik molekul-molekul

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 0 20 40 60 % E fe k ti v it a s k a rbon a k ti f

waktu adsorpsi (menit)

keker uhan TSS

(9)

adsorbat (limbah cair). Pada proses ini, partikel atau molekul bahan pencemar akan menempel pada permukaan karbon aktif yang disebabkan adanya perbedaan muatan lemah (gaya van der waals) diantara keduanya (tarik menarik antara muatan positif dari karbon aktif dan gugus karboksil pada bahan pencemar yang bermuatan negatif), sehingga membentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan karbon aktif.

Setelah dilakukan kedua proses pengolahan (koagulasi dengan tawas dan adsorpsi dengan karbon aktif), dihasilkan limbah yang memiliki kualitas yang lebih baik yakni penurunan parameter kekeruhan dan TSS mencapai 95%, sedangkan COD mencapai 80%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi bahan organik pada limbah telah mengalami penurunan, sehingga kedua proses efektif untuk menurunkan kekeruhan dan bahan pencemar organik pada limbah cair industri tahu.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Koagulasi dengan tawas pada konsentrasi optimum 100 ppm dapat memperbaiki kualitas limbah cair industri tahu dengan efektivitas tawas untuk penurunan kekeruhan sebesar 94,98 %, TSS 93,87 % dan COD 57,43 %.

2. Adsorpsi dengan karbon aktif pada waktu adsorpsi 40 menit dapat memperbaiki kualitas limbah cair industri tahu dengan efektivitas karbon aktif untuk penurunan kekeruhan sebesar 23,88 %, TSS 29,84 % dan COD 54,73 %.

3. Koagulasi dengan tawas pada konsentrasi optimum 100 ppm dan adsorpsi dengan karbon aktif pada waktu adsorpsi 40 menit dapat memperbaiki kualitas limbah cair industri tahu dengan efektivitas tawas dan karbon aktif untuk penurunan kekeruhan sebesar 96,18 % dengan nilai kekeruhan 16,27 NTU, TSS sebesar 95,70 % dengan nilai TSS 13,33 mg/L dan COD sebesar 80,73 % dengan nilai COD 389,33 mg/L. 4. Pengolahan limbah cair dengan tawas dan karbon aktif efektif untuk menurunkan

kekeruhan dan bahan pencemar organik pada limbah cair industri tahu.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Sulistiyawati, L, Setiyawati, H, Putri, G.S, dan Izdihana, A.M, 2008, Limbah Cair Pabrik Tahu Sebagai Penyedia Energi Panas Alternatif Di Desa Pengkol Boyolali, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

(10)

[2] Wenas, R.I.F, Sunaryo, dan Styasmi, S, Comperative Study on Characteristics of Tannery, "Kerupuk Kulit", "Tahu-Tempe" and Tapioca Waste Water and the Altemative of Treatment, Environmental Technology, Ad. Manag, Bandung; 2002. [3] Galambos, I, Molina, J.M, Jaray, P, Vatai, G, and Molnar, E.B. High organic content

industrial wastewater treatment by membrane filtration. Destillation. 2004; 162: 117– 120.

[4] Wagiman, AG dan Suryandono. A Tofu WasteWater Treatment with A Combination Anerobic Baffled Reactor and Activated Sludge System. Agritech. 2006 March; 26(1): 39-49.

[5] Anggraeni, Hasibuan S, Malik B, Wijaya R. Improving The Quality of Tofu Waste as A Source of Feed Through Fermentation Using the Bacillus amyloliquefaciens Culture. International Journal on Advance Science Engeneering Information Technology. 2013; 3(4): 22-25.

[6] Letik M, Kadang L, and Suwari. Utilization of Java Acid Seed (Tamarindus indica) Extract as a Coagulant in Tofu Waste Treatment Process: Short Communication. J

Applied Chem. 2013, 2(1): 218-222.

[7] Manurung, R. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif untuk Mengolah Limbah Sawit. Universitas Sumatera Utara, Meda; 2004.

[8] Sianita D., dan Nurchayati I. S. Kajian Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Kombinasi Aerob-Anaerob dan Penggunaan Koagulan Tawas, Universitas Diponegoro, Semarang; 2006.

[9] Snell and Hilton, Encyclopedia of Chemicals Analysis, Vol 8, New York; 1968

[10] Rahayu, T. Studi Perbandingan Pengolahan Limbah Industri Tekstil antara yang Menggunakan Metode Flotasi dan yang Menggunakan Metode Adsorpsi Karbon Aktif. Lembaga Penelitian Pusat Studi Indonesia. Purwokerto; 2002.

[11] Muljadi. Efisiensi Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cetak dengan Metode Fisika-Kimia dan Biologi terhadap Penurunan Parameter Pencemar (BOD, COD, dan Logam Berat Krom (Cr). Ekuilibrium. 2009; 8(1) , Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

[12] Sembiring, Z. Regina, Martha, F, dan Murniyarti, Studi Proses Adsorpsi-Desorpsi Ion Logam Pb(II), Cu(II) dan Cd(II) terhadap Pengaruh Waktu dan Konsentrasi pada Biomassa Nanochlropsis sp. Yang Terenkapsulasi Aqua-Gel Silika dengan Metode Kontinyu, Universitas Lampung, Bandar Lampung; 2008.

[13] Winarni. Koagulasi Menggunakan Alum dan PACl. Makara Teknologi. 2003; 7 (3), Universitas Trisakti, Jakarta.

Gambar

Gambar  1.  Kurva  hubungan  antara  konsentrasi  tawas  terhadap  persentase  efektivitas  tawas (kekeruhan, TSS, COD)
Gambar 3   Kurva  hubungan  antara  waktu  adsorpsi  terhadap  persentase  efektivitas  karbon aktif (kekeruhan, TSS, COD)

Referensi

Dokumen terkait

2 skala rumah tangga yang banyak menghasilkan limbah cair dalam setiap.. proses produksinya, karena hampir setiap proses produksi

Limbah cair tahu yang banyak mengandung banyak protein dimasukkan dalam digester yang di dalamnya telah berisi karbon aktif yang mengikat bakteri-bakteri untuk

Limbah cair tahu yang diolah dengan menggunakan lumpur aktif dan eceng gondok mengalami penurunan konsentrasi COD sampai 285 ppm. Dengan demikian maka limbah

Persentase penurunan kadar amonia, nitrit dan nitrat limbah cair industri tahu oleh arang aktif dari tongkol jagung (Zea mays L.) terhadap variasi pH pada waktu kontak

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pemakaian bahan koagulan tawas yang dikombinasikan dengan proses ozonisasi dapat menurunkan nilai BOD, COD dan TSS limbah

Keunggulan yang paling efektif untuk menurunkan kadar COD yaitu pada koagulan campuran PAC dan tawas dimana hasil penurunan yang paling optimum terdapat pada banyak koagulan 10

Daya serap karbon aktif tertinggi atau penurunan kadar COD tertinggi dalam limbah cair industri tahu tempe Rizky adalah sebesar 53.18% dengan penggunaan karbon aktif

Persentase rata-rata penurunan nilai TSS, BOD dan COD dalam penentuan kecepatan pengisian optimum limbah cair industri tahu yang tinggi menunjukkan bahwa