1
STUDI KARAKTERISASI LAPISAN SEDIMEN DI PERAIRAN
PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI
KEPULAUAN RIAU
Dedy Pamungkas Wibisono
Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH
Chandra Joei Koenawan, S.Pi, M.Si
Dosen Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH
Fadhliyah Idris, S.Pi, M.Si
Dosen Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Jenis dan komposisi sedimen
pada Setiap lapisan sedimen di Perairan Pulau Penyengat, Kota Tanjung Pinang.
Penelitian ini di lakukan pada Bulan Februari 2016 sampai Bulan April 2016. Dari
nilai kondisi diameter rata rata sedimen pada semua lapisan pengambilan tidak
tampak terjadi perbedaan yang signifikan dengan jenis Very Fine Sand yaitu pasir
sangat halus dengan nilai tektural sedimen secara umum yaitu Gravelly Mud atau
Lumpur Berkerikil. Namun pada tekstural sedimen secara keseluruhan, terjadi
perubahan tektur sedimennya dari lapisan teratas (5cm) menuju lapisan terbawah
(20 cm). Meskipun secara keseluruhan kondisinya hampir sama, dengan dominan
tektur sedimennya Lumpur Berkerikil, namun lapisan yang semakin dalam (jauh
dari permukaan) tekstural secara lebih rinci terjadi perubahan komposisinya
menjadi lebih kasar yaitu berjenis Muddy Gravel atau Kerikil Berlumpur.
1
PENDAHULUANA. Latar Belakang
Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang adalah tempat bersejarah yang menjadi bagian penting dalam perjalanan peradaban Melayu Johor-Riau. Keadaan alam pulau Penyengat dikelilingi oleh pantai, di sekitar Perairan Pulau Penyengat terdapat berbagai aktifitas pesisirnya antara lain daerah yang dapat dimanfaatkan sebagai areal pemukiman, sebagai areal pelabuhan wisata pulau penyengat, kegiatan perikanan, dekat dengan Pelabuhan Sri Bintan Pura, dan adanya arus yang kuat dari aktifitas-aktifitas tersebut berpotensi menyebabkan sedimentasi / pendangkalan perairan.
Sedimentasi Berdampak pada Pendangkalan Perairan yang disebabkan beberapa aktifitas yang terdapat di Perairan Pulau Penyengat. Sedimentasi umumnya terjadi karena reklamasi lahan (penimbunan) yang terjadi di Pesisir Pulau Penyengat untuk pengembangan pemukiman penduduk. Meterial-material yang masuk ke perairan di akibatkan karena aliran air hujan yang mengalir dari daratan ke Perairan, aktifitas transfortasi laut yang ada di Perairan Pulau Penyengat mempengaruhi pengadukan sedimen yang terakumulasi ke perairan sehingga terjadi penyebaran sedimen dan pembentukan lapisan sedimen pada Perairan Pulau Penyengat.
Akibat dari aktifitas yang ada di Perairan Pulau Penyengat. Bahwa Belum adanya data mengenai lapisan sedimen di Perairan Penyengat mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai studi karakteristik lapisan sedimen di Perairan Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.
Melihat dari masalah diatas, maka perlu dilakukan penelitian terhadap lapisan sedimen di lokasi tersebut karena adanya aktifitas manusia dan faktor alam yang sering berubah.
METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini di lakukan di perairan pulau penyengat kecamatan Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari 2016 sampai Bulan April 2016.
B. Metode Pengambilan Sampel 1. Penentuan Stasiun
Penelitian
Penentuan Lokasi menggunakan metode Purposive sampling berdasarkan kedalaman perairan sedimen terhadap aktivitas yang terjadi di lokasi tersebut. Penentuan titik pengamatan berdasarkan metode systematic random sampling (SRS) dengan melihat panjang garis pantai sesuai kedalaman, kemudian tetapkan titik dengan jarak 5 meter dari satu titik ke titik lainnya. Berdasarkan hasil survei lapangan awal, ditentukan 5 titik pengambilan sampel, pada masing-masing kedalaman yaitu 0,5 meter, 1 meter, 1½ meter dan 2 meter.
2. Prosedur Pengambilan Sampel Sedimen
Sampel sedimen diambil pada lokasi penelitian menurut kedalaman yang berbeda pada saat surut, secara umum pelaksanaan pengambilan sampel harus dilakukan secara sistematis sesuai dengan ketersediaan waktu. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Pipa Stainless dengan ukuran 1½ Inchi sebagai alat sampling.
Secara umum cara pengambilan sampel sebagai berikut :
1. Alat untuk mengambil sampel menggunakan Pipa Stainless dengan ukuran 1½ Inchi dan alat pendorong
2
modifikasi guna mempermudah penelitian.
2. Tentukan lokasi atau titik sampling pada peta dasar serta buat identitas titik sampling pada peta dasar dengan sistem penomoran dengan menggunakan kertas klep putih.
3. Siapkan kantong / pembungkus plastik untuk tempat menyimpan sampel. Semua kantong / pembungkus plastik sampel harus diberi label yang berisi nomor titik sampling dan waktu pengambilan agar tidak keliru.
4. Apabila identitas sampel terhapus dan tidak bisa di identifikasi lagi, jangan menggunakan sampel tersebut untuk kepentingan penelitian maka harus di ganti agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan.
5. Pipa stainless dengan ukuran 1½ inchi dan alat pendorong modifikasi. Di turunkan ke lokasi penelitian. Turunkan perlahan ke titik yang telah di tentukan dan
setelah itu masukan pipa stainless dengan ukuran 1½ inchi tadi . 6. Sebelum Pipa Stainless dengan
ukuran 1½ Inchi di tarik, tekan terlebih dahulu, kerok sedimen yang ada di pinggir tabung besi modifikasi tadi gunanya agar pipa paralon tidak susah untuk di angkat lalu Tariklah perlahan Pipa Stainless keatas dan jangan lupa bawahnya di tutup agar sedimennya tidak jatuh.
7. Siapkan alat pendorong sedimen Setelah sedimen di angkat keatas dan masukan alat pendorong dari atas, dan dorong sedimen agar keluar, setelah sedimen keluar semua karena di dorong, ambilah penggaris dan pisau gunanya untuk menggukur sedimen dan memotong sedimen.
8. Ukurlah sedimen tersebut sampai panjang 5 cm, sampai 4 potongan sepanjang 20 cm masukan sampel sedimen yang terambil kedalam kantong sampel yang telah disiapkan.
9. Setelah semua sampel diperoleh dan telah di potong / di ukur, simpanlah sampel sedimen yang telah di beri tanda dalam icebox agar aman dari kerusakan.
10. Proses pengambilan sampel selesai dan siap dibawa ke laboratorim untuk dianalisis sesuai dari tujuan penelitian. Setelah sampling dilakukan semua alat harus dibersihkan agar tidak terjadi korosi akibat
pengaruh air laut.
3. Sumber Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, data yang diperoleh berupa data primer dan data skunder. Data primer diperoleh di lapangan, kemudian dianalisis di laboratorium Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji. Sedangkan titik sampel kedalaman telah ditetapkan sebelumnya yang dianggap dapat mewakili daerah perairan Pulau Penyengat Kecamatan Tanjungpinang kota. Dan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan lokasi wilayah penelitian. Untuk selanjutnya data diolah dan dibahas secara deskriptif.
3
4. Prosedur Pengukuran ButiranSedimen Kering
Prosedur Pengayakan Menurut Rifardi, 2012
a) Siapkan ayakan dengan ukuran 2 mm (Ø- 1),dimana ayakan dengan mesh size terbesar pada tingkat teratas dan seterusnya.
b) Masukan sampel tersebut dengan ayakan ukuran 2 mm (Ø- 1), kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel dalam ayakan terayak secar sempurna. Timbang sampel paada masing-masing ayakan.
c) Bersihkan screen ayakan dengan menggunakan brush/sikat. Susunlah ayakan berdasarkan mesh size yang ada dalam populasi pasir, dimana ayakan dengan mesh size terbesar berada pada tingkat teratas dan seterusnya. Urutan mesh size dari atas kebawah sebagai berikut : 1mm (0Ø), 0,5 mm (1 Ø; 500 um), 0,25mm (2Ø: 250 um), 1/8 mm (3Ø:125 um), 1/16 mm (4 Ø; 63um).
d) Masukan sampel yang diperoleh di ayakan paling atas,kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel dalam populasi ini terayak secara sempurna. Timbang sedimen yang tertahan pada masing-masing ayakan dan catat beratnya.
e) Hitung presentase masing-masing kelas ukuran. Nilai presentase ini selanjutnya dipakai untuk menentukan presentas komulatif guna menghitung berbagai parameter statistika sedimen (diameter rata-rata, sorting, koefisien, skewness, kurtosis). f) Sedimen yang lolos dari ayakan
1/16 mm(4Ø; 63 um) ditampung dalam sebuah cawan, kemudian dimasukan dalam tabung silinder atau tabung ukur yang mempunyai volume 1.000 ml.
g) Tambahkan air sehingga volume persis 1.000 ml. Aduk larutan tersebut dengan menggunakan sebatang stik dan biarkan selama 4 menitsupaya partikel-partikel lengket satu sama lain.
h) Setelah selesai diaduk selama 4 menit, letakan silinder pada meja datar dan langsung hidupkan stopwatch.
i) Ambil larutan dari tabung silinder dengan menggunakan pipet yang bervolume 20 ml. Pada pipet harus diberi tanda sesuai kedalaman pengambilan pada tabung silinde (10 dan 20 cm).
j) Ambil larutan dari tabung silinder setelah 4 menit sebanyak 20 ml pada kedalaman 10 cm untuk partikel lumpur Ø5.
k) Setelah 15 menit ambil larutan dari tabung silinder dengan kedalaman 10 cm sebanyak 20 ml untuk Ø6. l) Ambil sebanyak 20 ml pada
kedalaman 20 cm setelah 30 menit untuk ukuran Ø7.
m) Tunggu selama 2 jam, ambil sebanyak 20 ml pada kedalaman 20 cm untuk partikel lumpur Ø > 7. n) Keringkan sampel dari hasil
pemipetan dengan suhu 105 0C selama 24 jam. Timbang cawan yang telah kering bersama dengan residu sedimennya.
D. Pengolahan dan Analisis Data 1. Perhitungan Sedimen / Kajian
Gambaran lingkungan pengendapan dapat diperoleh dengan beberapa metode diantaranya dengan cara menghitung parameter statistika sedimen sebagai berikut :
a. Diameter rata-rata (Mz)
Mean Size =
4
b. Skewness (SK 1) Sk1 = Klasifikasi: C. SORTING KOEFISIENT ()016) δ1 = KG =HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Pulau Penyengat merupakan wilayah yang terletak di Kota Tanjungpinang yang telah melakukan pemekaran hingga menjadi Kelurahan sendiri yaitu Kelurahan Penyengat. Pulau penyengat masuk kedalam Wilayah kecamatan Tanjungpinang Kota yang memiliki luas wilayah total sekitar 240 Ha. Jarak Pulau Penyengat dari Pusat Pemerintah Kecamatan adalah 5 Km, jarak dari pemerintahan kota 7 Km, jarak dari Ibu Kota Provinsi adalah 6 Km (Arsip Kecamatan Tanjungpinang Kota).
Kondisi topografi wilayah dengan ketinggian tanah dari permukaan laut adalah sekitar 25-50 meter, curah hujan mencapai 630 mm/tahun, dan suhu udara rata-rata adalah 270C. Pulau Penyengat secara keseluruhan dikelilingi oleh perairan
5
laut, sehingga kehidupan masyarakatnya tidak terlepas dari aktifitas perikanan. Secara administratif Pulau Penyengat memilki batas-batas wilayah sebagai berikut:
B. Hasil
1. Parameter Perairan a. Arus
Kekuatan energi laut digambarkan dengan kecepatan dan arah pergerakan arus yang fluktuatif dari waktu ke waktu sesuai dengan faktor-faktor alam. Kecepatan arus mempengaruhi berbagai macam proses dan dinamika oseanografi salah satunya yaitu sedimentasi dan pemasukan partikel-partikel ke perairan laut. Dari hasil pengukuran arus permukaan perairan, secara lengkap digambarkan seperti pada grafik gambar
Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa kecepatan arus pada saat pasang berkisar antara 0.022 – 0.064 m/detik dengan rata-rata 0.037 m/detik, dan pada saat pasang, kecepatan arus berkisar antara 0.058 – 0.064 m/detik dengan rata-rata 0.06 m/detik. Kecepatan arus lebih cepat pada saat surut dibandingkan pada saat pasang, karena pada saat surut, air laut mengalami pergerakan menuju ke arah laut dalam dari
daerah intertidal akibat dari proses pasang surut air laut.
b. Pasang surut
Ketinggian permukaan air pada periode 24 jam membentuk suatu pola pasang surut yang dapat dilihat seperti pada grafik gambar
Dari gambar 13 dapat dilihat bahwa ketinggian pasang pertama maksimum terjadi pada pukul 10 dan 11 wib dengan ketinggian mencapai 2.3 meter sedangkan pada pasang kedua terjadi antara pukul 24 wib dengan ketinggian permukaan air 1.7 meter. Sedangkan pada surut minimum terjadi pada jam 17 dan 18 wib dengan ketinggian hanya sebesar 0.5 meter. Kemudian pada saat surut pertama terjadi pada pukul 4 wib dengan ketinggian air sebesar 1.3 meter. Dengan demikian tipe pasang surut perairan Pulau Penyengat yaitu pasang harian ganda/dua kali surut dan dua kali pasang (Diurnal).
Berdasarkan hasil pola pasang surut perairannya maka pasang surut juga berperan aktif dalam pengadukan sedimen serta penyebarannya secara vertikal dari pantai ke arah laut dan sebaliknya. Pada saat surut, partikel sedimen banyak yang dibawa oleh energi air ke arah laut, sedangkan pada saat surut terjadi transportasi sedimen dari laut kearah pantai.
2. Kondisi Lapisan Sedimen a. Lapisan 5 cm
Kondisi lapisan sedimen berdasarkan Lapisan 5 cm untuk setiap titik pengamatan dapat dilihat pada tabel.
Tabel 11. Kondisi Lapisan Sedimen Pada Kedalaman 5 Cm 0.032 0.038 0.022 0.0307 0.064 0.058 0.064 0.059 0.0603 0.063 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 A B C D E Pasang Surut
A
rus
0 0.5 1 1.5 2 2.5 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 K eda la m a n ( m ) Waktu (jam)Titik
6
Sumber: Data Primer
Pada kedalaman pengambilan 5 cm rata-rata ukuran butir sedimennya berbentuk pasir sangat halus (Very Fine Sand) dengan tipikal tekstur sedimen dominan pada jenis Lumpur berkerikil (Gravelly Mud). Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa jenis sedimen pada kedalaman pengambilan 5 cm berbentuk sedimen halus. Meskipun pada Titik 2 di kedalaman perairan 2 meter jenis sedimennya berbentuk Slightly Gravelly
Sandy Mud yaitu percampuran kerikil, pasir
dan lumpur mengindikasikan terjadi percampuran sedimen pada titik tersebut, namun secara keseluruhan dominan pada jenis sedimen Lumpur berkerikil (Gravelly
Mud).
Sedangkan untuk statistik sedimen pada pengambilan di kedalaman 5 cm yaitu pemilahan ukuran butiran sedimen (sorting) semua titik pengambilan pada semua titik sampling menunjukkan kondisi yang Very
Poorly Sorted yaitu pemililahan sedimen
terjadi sangat buruk. Artinya telah terjadi perbedaan ukuran butiran sedimen atau dapat dikatakan ada ukuran butiran sedimen tertentu yang dominan sehingga ukuran butir sedimen tidak seragam.
Untuk statistik skewness menunjukkan dominan klasifikasi skewness pada jenis (coarse skewed), namun pada Titik 2 pada pengambilan di kedalaman permukaan air 2 meter, klasifikasi
skewnessnya merupakan bentuk simeteris
(symetrical). Dari hasil penenlitian, klasifikasi skewness berbentuk coarse skewed mencirikan jenis ukuran butiran
sedimen pada kedalaman pengambilan 5 cm cenderung berbutir kasar, meskipun pada satu titik terjadi keseimbangan/simetris antara ukuran butiran halus dengan ukuran butiran yang kasar.
Pada kondisi kurtosis (kurva distribusi sedimen) dominan pada klasifikasi kurtosis yang cenderung pada distribusi kurva yang cenderung Platykurtic yang mencirikan bahwa ukuran butiran sedimen pada titik pengambilan sampling cenderung sama yaitu berbutir halus. Sedangkan pada beberapa Titik yaitu Titik 1,4 dan 5 pada kedalaman perairan 1.5 meter diketahui bahwa jenis klasifikasi kurtosis berbentuk
mesokurtic yang mencirikan terjadinya
ukuran butir sedimen yang sama namun tidak terlalu dominan.
b. lapisan 10 cm
Kondisi lapisan sedimen berdasarkan lapisan 10 cm untuk setiap titik pengamatan dapat dilihat pada tabel.
Tabel 12. Kondisi Lapisan Sedimen Pada lapisan 10 Cm
Sumber: Data Primer
pada kedalaman pengambilan lapisan kedua ( 10 cm) menunjukkan adanya
7
perbedaan namun secara umum masih dalam kondisi yang sama. Diketahui bahwa diameter rata-rata sedimen pada kedalaman 10 cm terdiri dari pasir sangat halus (Very
Fine Sand) yang masih sama dengan lapisan
5 cm diatasnya. Namun untuk kelas tekstur substrat tampaknya mengalami perubahan, pada lapisan 10 cm terdiri dari 3 jenis tekstural sedimennya yakni Lumpur Berkerikil (Gravelly Mud), campuran lumpur pasir dan kerikil (Slightly gravelly
sandy mud), serta kelompok tekstural
sedimen Kerikil Berlumpur (Muddy gravel) namun dominan masih tekstural sedimennya masih tergolong Lumpur Berkerikil
(Gravelly Mud). Dengan demikian, pada
lapisan 10 cm tektural sedimennya mengarah ke jenis yang lebih kasar meskipun secara umum dominan masih tergolong sedimen halus.
Statistika sedimen pada kelompok sorting atau pemilahan ukuran butiran sedimen yang secara umum tergolong kedalam terpilah sangat buruk (Very Poorly
Sorted) mencirikan pada kedalaman pengambilan lapisan 10 cm ada ukuran butiran sedimen tertentu yang dominan, jika dilihat dari tektural sedimennya yang dominan adalah Lumpur berkerikil dengan dominan lumpur sehingga kondisi umuran butir sedimennya halus.
Kelompok sedimen skewness atau diartikan sebagai penciri ke arah mana dominan ukuran butir dari suatu populasi sedimen, dalam hal ini pada lapisan kedalaman 10 cm diketahui klasifikasi
Coarse Skewed dengan nilai skewness
negatif antara -0.1 hingga -0.3 yang mencirikan dominan ukuran butirn sedimen pada kedalaman lapisan 10 cm adalah berbutir kasar. Pada kurva kurtosis yang didapatkan pada kedalaman di lapisan 10 cm diketahui jenis klasifikasinya dominan juga pada kurva Platycurtic dengan maksud tingkat keseragamanan ukuran butir sedimen pada titik-titik pengambilan relatif sama yaitu berbutir halus dengan dominan tektural sedimen lumpur berkerikil.
c. Lapisan 15 cm
Kondisi lapisan sedimen berdasarkan lapisan 15 cm untuk setiap titik pengamatan dapat dilihat pada tabel.
Tabel 13. Kondisi lapisan sedimen pada lapisan 15 cm
Sumber: Data Primer
Pada pengambilan kedalaman sampling sedalam 15 cm dengan urutan lapisan ketiga nilai mean size atau rata-rata ukuran butir sedimen terklasifikasikan dengan Very Fine Sand dengan klasifikasi pasir sangat halus dengan dominan tekstural domianan jenis sedimennya yaitu Gravelly
Mud atau Lumpur Berkerikil, meskipun di
beberapa titik terjadi pembentukan tektur sedimen yang agak berbeda yaitu Muddy
Gravel (Kerikil berlumpur).
Nilai sortasi/sorting terhadap pemilahan ukuran butir sedimen pada kedalaman lapisan ini, yaitu pada lapisan 15 cm terklasifikasikan dengan Very Poorly
Sorted atau terpilah sangat buruk. Sehingga
pada kedalaman lapisan 15 cm ini dapat diterangkan terjadi dominan jenis ukuran butiran tertentu yaitu ukuran sedimen halus lebih dominan dibandingkan dengan sedimen yang berukuran kasar.
Pada stastistika sedimen selanjutnya yaitu nilai skewness menunjukkan secara dominan jenis skewnessnya adalah Coarse
Skewed dengan nilai skewness negatif antara
-0.1 hingga -0.3 mencirikan bahwa sedimen pada kedalaman 15 cm lebih condong pada
8
sedimen berbutir kasar. Dan nilai kurtosisi pada masing-masing titik sampling dikedalaman 15 cm menunjukkan jenis kurva yang masih berbentuk Platykurtic dengan penjelasan bahwa pada masing-masing titik sampling ukuran butiran sedimennya hampir sama atau merata yaitu berbutir sedimen halus.
d. Lapisan 20 cm
Kondisi lapisan sedimen berdasarkan lapisan 20 cm untuk setiap titik pengamatan dapat dilihat pada tabel. Tabel 14. Kondisi lapisan sedimen pada lapisan 20 cm
Sumber: Data Primer
Dilihat dari kedalaman pengambilan pada lapisan 20 cm rata-rata ukuran butir sedimennya yaitu berjenis Very
Fine Sand yaitu pasir sangat halus dengan
demikian jenis sedimen di kedalaman 20 cm berbutir halus. Dilihat dari tekstural sedimen secara keseluruhan, terdiri dari dua jenis diantaranya Muddy Gravel yaitu Kerikil berlumpur dan Gravelly Mud yaitu Kerikil berlumpur, namun dominan pada jenis tektural sedimen Kerikil berlumpur.
Nilai statistika sedimen yaitu ukuran pemilahan sedimen (sorting) menunjukkan nilai yang sama pada lapisan-lapisan sebelumnya yaitu Very Poorly
Sorted dengan klasifikasi pemilihan yang
sangat buruk. Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat keseragaman butiran sedimen pada kedalaman 20 cm ini tidak sama atau tidak seragam dan terjadi perbedaan ukuran butiran sedimen yang cukup mencolok dengan ukuran sedimen halus yang lebih dominan.
Untuk nilai Skewness pada kedalaman 20 cm ini karakteristik nya tergolong Coarse Skewed dengan nilai yang negatif antara -0.1 hingga -0.3 menunjukkan ukuran butir sedimen pada kedalaman 20 cm condong ke ukuran butiran kasar. Nilai kurtosis menunjukkan kurva yang berbentuk
Platykurtic dengan sebaran butir sedimen
pada kedalaman 20 cm untuk masing-masing titik sampling relatif sama.
C. Pembahasan
Untuk melihat hasil pelapisan sedimen pada masing masing Titik dapat dilihat pada gambar
9
Dari nilai kondisi diameter rata-rata sedimen pada semua lapisan pengambilan tidak tampak terjadi perbedaan yang signifikan dengan jenis Very Fine Sand yaitu pasir sangat halus dengan nilai tektural sedimen secara umum yaitu Gravelly Mud atau Lumpur Berkerikil. Namun pada tekstural sedimen secara keseluruhan, terjadi perubahan tektur sedimennya dari lapisan teratas (5cm) menuju lapisan terbawah (20cm). Meskipun secara keseluruhan kondisinya hampir sama, dengan dominan tektur sedimennya Lumpur Berkerikil, namun lapisan yang semakin dalam (jauh dari permukaan) tekstural secara lebih rinci terjadi perubahan komposisinya menjadi lebih kasar yaitu berjenis Muddy Gravel atau
Kerikil Berlumpur. Dengan kondisi ini, menunjukkan terjadinya akumulasi sedimen yang cukup tinggi ke badan air dari limpasan daratan yang lebih dominan pada jenis partikel halus, sehingga membentuk suatu lapisan baru pada permukaan atas yang lebih halus.
Bahan bahan partikel halus tersebut dapat masuk ke badan air melalui aliran hujan, angin, sistematika pasang surut, serta kondisi lingkungan lain yang mendukung. Bahan partikel tersebut kan mengalami akumulasi ke perairan kemudian selanjutnya tersuspensi dan mengendap di dasar perairan. Menurut Susiati, dkk (2010) Kandungan sedimen tersuspensi di perairan sangat dipengaruhi oleh pasokan sedimen tersuspensi dari darat yang terbawa oleh sungai. Selain itu juga karena pengaruh musim yang terjadi, dalam kondisi yang lebih kompleks akan terbentuk daratan baru atau delta. Dengan mengacu pada pendapat tersebut maka terlihat jelas bahwa kandungan/tektural sedimen pada lapisan atas merupakan hasil pelimpasan sedimen dari daratan, dalam waktu yang cukup lama akan membentuk suatu tumpukan sedimen sehingga merubah komposisi asli dari sedimen permukaannya dan membentuk kelompok sedimen baru.
Perubahan komposisi sedimen permukaan juga selain dipengaruhi oleh pelimpasan partikel-partikel dari daratan, juga dapat dipengaruhi oleh pembentukan sedimen secara alami dalam suatu ekosistem. Seperti yang dikemukakan oleh Supriharyono (2007) menyebutkan bahwa sumber sedimen dapat berasal dari area mangrove yang membentuk mineralisasi dan dekomposisi, terutama bila serasah terkubur dalam sedimen akan terjadi (Anaerobic
decomposition) maupun yang tidak terkubur
dalam sedimen (Aerobic decomposition) sehingga menghasilkan unsur hara. Pada saat terjadi aktifitas pasang surut maka akan mengalami penyebaran sedimen dari ekosistem tersebut ke lokasi lain, sehingga dari kegiatan dekomposisi tersebut, tentunya akan mempengaruhi jenis sedimen dasarnya yang cenderung lebih halus.
Nilai sortasi atau pemilahan sedimen pada masing-masing lapisan menunjukkan bahwa kondisi sortasi dominan pada jenis sedimen halus (very
10
fraksi halus telah mengendap dan bukan hanya berada pada kolom air sebagai suspensi. Nilai ini juga menunjukkan bahwa kondisi arus tidak terlalu kuat sehingga sedimen halus dapat mengendap.pada kondisi arus yang tinggi/kuat sedimen yang halus akan mengalami pencampuran menjadi tersuspensi. Diketahui bahwa dari hasil penelitian arus menunjukkan kecepatan berkisar antara 0.058 – 0.064 m/detik dengan rata-rata 0.06 m/detik.
Menurut Daulay (2014) Penyortiran dapat menunjukkan batas ukuran butir, tipe pengendapan, karakteristik arus pengendapan, serta lamanya waktu pengendapan dari suatu populasi sedimen. Secara umum ada 2 kelompok utama yaitu
Well sorted sediment (terpilah baik) adalah
suatu lingkungan pengendapan sedimen disusun oleh besar butir relatif sama, mengidentifikasikan tingkat kestabilan arus pada perairan tersebut cukup stabil. Sebaliknya jika Poorly sorted sediment (terpilah buruk), maka kekuatan arus pada perairan tersebut tidak stabil, artinya pada kondisi waktu tertentu terjadi arus dengan kekuatan yang besar dan berubah dalam kondisi lain melemah kembali. Namun mengacu pada pendapat tersebut, kondisi arus di perairan Pulau Penyengat kurang stabil sehingga pemilahan sedimennya tergolong dominan pada ukuran tertentu.
Menurut Affandi dan Subakti (2012) Jika nilai sortasi yang diperoleh semakin kecil maka sedimen dalam keaadaan well sorted atau kondisi sedimen dalam keadaan sangat tersortir, dimana sedimen dasar terdiri dari partikel dengan ukuran yang cenderung seragam (sedimen akan terdiri dari partikel partikel dengan kisaran ukuran yang sangat terbatas), sedangkan ukuran partikel yang lain telah tersingkir oleh energi gerak air. Sedangkan jika nilai sortasi semakin besar maka semakin menjauhi nilai rata-rata dengan kata lain kurang mengalami sortasi (poorly
sorted).
Menurut Allen (1985); Folk (1974) dalam Affandi dan Subakti (2012) skewness merupakan kondisi dimana sedimen dasar terdiri dari berbagai ukuran partikel yang menunjukkan kecilnya pengaruh energi mekanis yang terjadi untuk memilah berbagai ukuran partikel. Nilai skewness positif menunjukkan suatu populasi sedimen
condong berbutir halus, sebaliknya skewness negatif menunjukkan populasi sedimen condong berbutir kasar. Sehingga skewness dapat digunakan untuk mengetahui dinamika sedimentasi di suatu perairan.
Nilai skewness pada lokasi penelitian di lapisan kedalaman 5cm, 10cm, 15cm, dan 20cm dominan pada jenis Coarse
skewed, hal ini menunjukkan bahwa sedimen
lebih didominasi oleh ukuran butiran sedimen yang kasar. Namun pada lapisan permukaan (5cm) pada beberapa titik terjadi klasifikasi skewness Symetical yang menandakan adanya komposisi ukuran butiran sedimen halus pada permukaan lapisan sedimen, sedangkan pada lapisan yang paling dalam, domianan sedimennya kasar. Pendapat Poerbandono dan Djunarsjah, (2005) dalam Satriadi (2012) yang menyatakan bahwa Sedimen yang berukuran lebih kecil misalnya: lempung dengan konsentrasi rendah atau pasir halus cenderung terangkut sebagai suspensi dengan kecepatan dan arah yang mengikuti kecepatan arah dan arus. Sehingga dari penjelasan tersebut, komposisi-komposisi sedimen kasar lebih dominan.
Rifardi (2012) mengatakan bahwa Kurtosis mengukur puncak dari kurva dan berhubungan dengan penyebaran distribusi normal. Bila kurva distribusi normal tidak terlalu runcing atau tidak terlalu datar disebut mesokurtic. Kurva yang runcing disebut leptokurtic, menandakan adanya ukuran sedimen tertentu yang mendominansi pada distribusi sedimen di daerah tersebut. Sedangkan untuk kurva yang datar disebut platikurtic, artinya distribusi ukuran sedimen pada daerah tersebut sama.
Dari hasil penelitian pada lapisan-lapisan sedimen pada kedalaman 5cm, 10cm, 15cm, dan 20cm menunjukkan klasifikasi jenis kurtosis yang sama yakni kurvanya cenderung Platykurtic yang dapat diartikan bahwa distribusi ukuran butir sedimen pada semua titik pengambilan di setiap lapisan kedalaman relatif sama. Ini menunjukkan adanya dominan jenis sedimen tertentu pada lapisan-lapisan sedimen yang ada, yakni tekstur Gravelly mud (lumpur berkerikil) dengan rata-rata ukuran sedimen dominan yaitu pasir sangat halus (very fine
11
KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan
Dari nilai kondisi diameter rata rata sedimen pada semua lapisan pengambilan tidak tampak terjadi perbedaan yang signifikan dengan jenis Very Fine Sand yaitu pasir sangat halus dengan nilai tektural sedimen secara umum yaitu Gravelly Mud atau Lumpur Berkerikil. Namun pada tekstural sedimen secara keseluruhan, terjadi perubahan tektur sedimennya dari lapisan teratas (5cm) menuju lapisan terbawah (20 cm). Meskipun secara keseluruhan kondisinya hampir sama, dengan dominan tektur sedimennya Lumpur Berkerikil, namun lapisan yang semakin dalam (jauh dari permukaan) tekstural secara lebih rinci terjadi perubahan komposisinya menjadi lebih kasar yaitu berjenis Muddy Gravel atau Kerikil Berlumpur.
B. Saran
Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi para mahasiswa dalam pengambangan penelitian yang lebih baik lagi, serta bagi para pemangku kepentingan dapat mencari solusi terhadap isu sedimentasi yang terjadi di sepanjang perairan pesisir pulau-pulau kecil yang potensial terkusus Pulau Penyengat.
Dan penulis mengharapkan untuk penelitian selanjutnya dengan melakukan kedalaman 30 cm atau 50 cm, melihat musim, dan surut terjauh yang terjadi di saat melakukan atau pengambilan sedimen sehingga lebih terlihat perbedaannya dari lapisan atas dan lapisan paling bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, R. L., and Jackson, J. A. 1987. Glossary of Geology, third edition, American Geological Institute, p.598
Boogs, S. 1986. Petrology of Sedimentary Rocks, Mc Millan Publishing Company, New York, 707 p. Daulay. A.B. 2015. Karakteristik Sedimen di
Perairan Sungai Carang Kota Raebah. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji: Tanjungpinang.
Dinas Hidro-Oseanografi AL, 2016. Daftar
Tabel Pasang Surut. Kepulauan
Indonesia. Jakarta.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Coastal Zone Area Optimalisation Desain for Development of Brakish-water Pond. SPL-OECF.Directorate General Fisheries, Department of Fisheries and Marine Affair. Jakarta.
Komar, P. D. 1976. Beach Processes and Sedimentation, New Jersey: Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs.
Mukminin. A. 2009. Proses Sedimentasi di perairan pantai Dompak Kecamatan Bukit Bestari Provinsi Kepulauan Riau. Universitas Riau 2009.
Petchik, J. 1997. An Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold Division of Hodder and Stougthon. London. 259 hal. Rifardi, 2008. Tekstur Sedimen : Sampling
dan Analisis.Pekanbaru.UNRI Press.
Rifardi. 2012. Sedimentasi Perairan Laut. Pekanbaru. UNRI press.
Rifardi, 2012. Ekologi Sedimen Laut Modern Edisi Revisi. Pekanbaru. UNRI Press.
Rifardi, 2008. Tekstur Sedimen:Sampling dan Analisis.Pekanbaru.UNRI Press.
Satriadi. A. 2012. Studi Batimetri dan Jenis
Sedimen Dasar Laut dI Perairan Marina, Semarang, Jawa Tengah.
Program Studi Oseanografi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Subakti. H. 2012. Karakteristik Pasang
Surut dan Pola Arus di Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan.
12
Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan Indonesia.
Supriharyono,M.S.2007.Konservasi
Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Susiati.H. 2010. Pola Sebaran Sedimen
Tersuspensi Melalui Pendekatan Penginderaan Jauh Di Perairan Pesisir Semenanjung Muria-Jepara. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565
http://geosjepara.blogspot.co.id/2014/02/bat uan-sedimen.html di akses pada tanggal 3 januari 2016 pukul 19.05
https://basdargeophysics.wordpress.com/201 2/04/18/batuan-sedimen-2/ di akses pada tanggal 3 januari 2016 pukul 19.04
http://geograph88.blogspot.co.id/2013/06/str
uktur-perlapisan-bedding-batuan.html di akses tanggal 3 januari 2016 pukul 19.03