• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUMPULAN ABSTRAK TESIS DISERTASI DOKTOR 2005 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUMPULAN ABSTRAK TESIS DISERTASI DOKTOR 2005 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KUMPULAN ABSTRAK

TESIS – DISERTASI DOKTOR

2005

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

SEKOLAH PASCASARJANA

Jl. Tamansari No. 64 Bandung 40116

Gedung CCAR lt. IV

Telp. : +6222 251 1495; Fax. : +6222 250 3659

E-mail : pasca@itb.ac.id; http://www.pps.itb.ac.id

(2)

Kata pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur k Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, pada kesempatan ini Sekolah

Pascasarjana telah menerbitkan buku kumpulan abstrak Program Magister dan Doktor tahun

2005

Buku kumpulan abstrak tesis ini memuat abstrak tesis/disertasi dari Program Studi Magister dan

Doktor yang ada di lingkungan Sekolah Pascasarjana ITB, lulusan periode Wisuda bulan Maret,

Juli, September 2005

Penerbitan buku kumpulan abstrak tesis Sekolah Pascasarjana ITB tahun 2005 merupakan salah

satu upaya untuk menyebar luaskan informasi ilmiah yang di hasilkan dari penelitian para

mahasiswa Sekolah Pascasarjana ITB, dengan harapan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh

masyarakat. Bagi para mahasiswa kumpulan abtrak ini dapat dipakai sebagai sumber rujukan

bagi penelitian yang akan mereka lakukan.

Kami menyampaikan ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

proses penerbitan buku ini. Kritik membangun dan saran-saran kami harapkan dari para pembaca

yang terhormat. Hal tersebut akan sangat berguna untuk menyempurnakan abtrak tesis yang akan

kami terbitkan kemudian.

Bandung, 15 Februari 2006

Sekolah Pascasarjana – ITB

Dekan,

Prof.Dr.Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc.

NIP. 131 286 861

(3)

Sekilas Tentang Sekolah Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Sekolah Pascasarjana ITB menyelenggarakan pendidikan pascasarjana dalam jenjang Magister

dan Doktor. Program pendidikan Magister ini bertujuan untuk meningkatkan taraf penguasaan

ilmu dan kemampuan yang diperoleh peserta selama pendidikan Sarjana, agar lebih aktif dan

mantap berperan, baik dalam pandangan ilmunya maupun dalam penerapannya. Untuk mencapai

tujuan ini, walaupun terbuka untuk memilih salah satu bidang khusus tertentu, tetap dijaga

penguasaan wawasan program secara menyeluruh, agar para lulusannya tetap dapat bergerak

secara lincah di dalam lingkup pekerjaannya. Program pendidikan Magister yang

diselenggarakan di ITB memiliki arah orientasi bersifat akademik/ilmiah, yang lebih ditekankan

pada kemampuan ilmu secara lebih mendalam. Pendidikan Magister Profesional pada saat ini

masih dijajaki oleh beberapa team dan/atau komisi dari berbagai disiplin ilmu.

Jangka waktu pendidikan untuk program pendidikan Magister adalah dua tahun, yang terbagi atas

4 (empat) semester. Beban studi normal pada setiap semester berkisar antara 9 SKS hingga

maksimum 12 SKS. Beban akademik keseluruhan program Magister adalah adalah 36 SKS,

sehingga jangka waktu belajar dapat ditempuh dalam 3 semester. Jangka waktu studi maksimum

program Magister tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.

Program Dktor bertujuan menghasilkan lulusan yang mempunyai sikap akademik, mampu

meneliti secara mandiri, dan mampu memberi sumbangan berarti kepada khasanah ilmu

pengetahuan, ilmu pengetahuan teknik, atau ilmu seni rupa dan desain. Penelitian yang mengarah

kepada gelar Doktor dapat dilakukan dalam Ilmu Pengetahuan Teknik, Ilmu Matematika dan

Pengetahuan Alam, Ilmu Seni Rupa dan Desain. Gelar Doktor diberikan setelah

promovendus/promovenda menunjukkan penguasaan pengetahuan secara mendalam dalam

cabang keilmuan tersebut di atas, menunjukkan kemampuan dan ketrampilan meneliti secara

mandiri dalam satu atau lebih cabang yang tercakup ke dalam salah satu bidang tersebut di atas

dan penelitian itu bersifat orisinil atau mengungkapkan suatu kebaharuan. Hasil penelitian itu

menambah khasanah ilmu pengetahuan/ilmu teknik/ilmu seni rupa/desain yang telah ada atau

mengungkapkan masalah baru yang menurut kaidah ilmu pengetahuan teknik/seni rupa dan

desain, dapat dibuktikan dalam disertasi sehingga tidak meragukan.

Jangka waktu pendidikan untuk program pendidikan Doktor adalah tiga tahun, yang terbagi atas

6 (enam) semester. Beban studi normal pada setiap semester berkisar antara 9 SKS hingga

maksimum 12 SKS. Beban akademik keseluruhan program Doktor adalah 40-60 SKS. Jangka

waktu studi maksimum program Doktor tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Sejarah pendidikan pascasarjana ITB berjalan seiring dengan sejarah perkembangan ITB itu

sendiri, yakni sejarah didirikannya Technische Hogeschool te Bandung (Th) pada tanggal 3 Juli

1920. Tercatat bahwa lulusan pascasarjana pertama pada waktu itu adalah N.H. Van Harpen yang

memperoleh gelar Doktor bidang ilmu teknik dengan kekhususan Sipil pada tahun 1930.

Sebelumnya J.W. Ijerman memperoleh gelar Doktor honoris causa pada bidang yang sama tahun

1925.

(4)

Seiring dengan perjalanan sejarah Negara Indonesia, pada tahun 1950 didirikan Universitas

Indonesia sebagai hasil integrasi Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia (19 Agustus 1945)

dan Universiteit van Indonesia (1947) berdasarkan Undang-Undang Darurat no. 7 tahun 1950.

Institut Teknologi Bandung (ITB) diresmikan tanggal 2 Maret 1959 dan merupakan gabungan

dua fakultas yang merupakan bagian dari Universitas Indonesia yang berada di Bandung, yaitu

fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam ditambah Balai Universiter Guru

Gambar.

Pada saat masih berstatus sebagai Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam,

Universitas Indonesia, pendahulu ITB ini telah menghasilkan 17 orang Doktor dalam bidang

Teknik SIpil, Teknik Kimia, Geologi, Fisika, Farmasi, Matematika dan Kimia. Lulusan Doktor

ITB yang pertama J.A. Katili , Geologi, yang menyelesaikan studinya tahun 1960. Sejak itu

sampai tahun 2005 telah dihasilkan 404 orang Doktor, termasuk 3 orang Doktor honoris causa,

yaitu Dr.Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, Dr.Ir. Sediatmo, dan Prof.Dr.Ir.

Rooseno.

Pada tahun 1976 berdiri Sekolah Pascasarjan di Institut Teknologi Bandung, yang selanjutnya

berubah menjadi Program Pascasarjana, dan namanya kembali menjadi Sekolah Pascasarjana di

tahun 2005. Lulusan program Doktor pertama dari Sekolah Pascasarjana adalah Ir. Sri Hardjoko

yang memperoleh gelar Doktor di tahun 1979 untuk bidang studi Teknik Mesin dengan

Pembimbing/Promotor Prof.Ir. Samudro, Prof.Dr. R. Van Hasselt dan Prof.Ir. Handojo.

Program Magister di Institut Teknologi Bandung dimulai tahun 1979 dengan tiga program studi

yaitu program studi Fisika, Matematika, dan Teknik Mesin. Selanjutnya pada tahun 1980

berkembang menjadi 11 program studi karena dibuka 8 (delapan) program studi baru yaitu

program studi Arsitektur, Biologi, Elektroteknik, Farmasi, Kimia, Teknik Kimia, Teknik Sipil,

dan Teknik dan Manajemen Industri. Saat ini secara keseluruhan terdapat 33 program studi

Magister di lingkungan Sekolah Pascasarjana ITB. Sejak tahun akademik 1979/1980 hingga

bulan September 2005 Sekolah Pascasarjana ITB telah menghasilkan sebanyak 12.714 lulusan

program Magister (S2) dari berbagai program studi.

(5)

DAFTAR ISI

Kata pengantar dari Dekan Sekolah Pascasarjana ITB

I

Pendahuluan

II

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

• Program Studi Matematika

01

-

45

• Program Studi Fisika

46

-

97

• Program Studi Kimia

98

-

132

• Program Studi Aktuaria

133

-

143

Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati

• Program Studi Biologi

144

-

190

Sekolah Farmasi

• Program Studi Farmasi

191

-

241

Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral

• Program Studi Geologi

242

-

279

• Program Studi Rekayasa Pertambangan

280

-

316

• Program Studi Perminyakan

317

-

364

• Program Studi Geofisika Terapan

365

-

376

• Program Studi Sains Kebumian

377

-

393

Fakultas Teknologi Industri

• Program Studi Teknik Kimia

394

-

441

• Program Studi Teknik Mesin

442

-

469

• Program Studi Teknik Fisika

470

-

488

• Program Studi Teknik Manajemen dan Industri

489

-

576

• Program Studi Teknik Penerbangan

577

-

583

(6)

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

• Program Studi Teknik Elektro

584

-

701

• Program Studi Informatika

702

-

812

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

• Program Studi Pembangunan

813

-

856

• Program Studi Transportasi

857

-

868

• Program Studi Arsitektur

869

-

963

• Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

964

-

1061

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

• Program Studi Teknik Sipil

1062 -

1202

• Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika

1203 -

1257

• Program Studi Teknik Lingkungan

1258 -

1297

• Program Studi Sistem dan Teknik Jalan Raya

1298 -

1353

Fakultas Seni Rupa dan Desain

• Program Studi Seni Rupa

1354 -

1384

• Program Studi Desain

1385 -

1411

Sekolah Bisnis dan Manajemen

(7)

Farmasi – SF Kumpulan Abstrak

222

Jessie Sofia Pamudji - NIM : 30798007 Program Studi Farmasi

TELAAH IN VITRO-IN VIVO SEDIAAN MATRIKS NATRIUM DIKLOFENAK DAN SEDIAAN MATRIKS DEKSTROMETORFAN HIDROBROMIDA

Sistem matriks merupakan salah satu sistem penghantaran obat lepas lambat pada pemberiaan obat secara oral. Mekanisme pelepasan obat dari suatu matriks tergantung kepada sistem matriks yang digunakan. Untuk mendapatkan pelepasan obat yang relatif konstan biasanya digunakan sistem matriks plastik. Kecepatan pelepasan obat dari suatu matrik plastik dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti kelarutan obat dalam medium saluran cerna, porositas, tortuositas dan jumlah obat per satuan volume matriks. Dalam saluran cerna pH cairan dapat bervariasi dari 1-8, sehingga sangat mempengaruhi kelarutan obat. Untuk obatobat yang bersifat asam atau basa lemah terutama yang mempunyai kelarutan yang rendah pada pH tertentu, dapat terjadi pengendapan dalam matriks yang akan menghambat pelepasan obat dari matriks.

Pengujian pelepasan obat dari bentuk sediaannya secara in vitro biasanya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam merancang dan mengembangkan formulasi suatu sediaan obat. Tetapi bila pengujian tidak dilakukan pada kondisi yang benar maka akan diperoleh hasil uji in vitro yang tidak merefleksikan ketersediaan hayati obat in vivo yang sesuai seperti yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan suatu penetapan korelasi in vitro-in vivo yang spesifik yang dapat digunakan untuk memprediksi kinerja obat tersebut secara in vivo.

Dalam disertasi ini telah dilakukan penelitian hubungan antara profil kecepatan pelepasan obat secara

in vitro dengan profit ketersediaan hayati secara in vivo terhadap tablet matriks yang mengandung

natrium diklofenak dan dekstrometorfan hidrobromida sebagai model dari garam dari asam lemah dan basa lemah.

Pada tahap awal dilakukan pengujian terhadap kelarutan dekstrometorfan hidrobromida pada berbagai pH yaitu pH 1,2; 2,5; 4,5; 7 dan 7,5 dan natrium diklofenak pada pH 1,2; 2,5; 4,5; 5; 6; 7; 7,5 dan 8. Kemudian dibuat tablet matriks yang mengandung kedua zat tersebut. Tablet matriks dekstrometorfan hidrobromida dibuat dengan menggunakan kopolimer Eudragit RSPO dengan rasio obat-matriks 2:6 dan tablet matriks natrium diklofenak dibuat dengan menggunakan polimer Ethocel 100 FP dengan rasio obat-matriks 1:5,5. Kedua polimer ini tidak larut dalam medium saluran cerna dan mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap cairan sehingga diharapkan tidak akan terjadi perubahan struktur matriks yang dapat mempengaruhi kinetika pelepasan obat dari matriks.

Eudragit RSPO tidak dapat digunakan untuk natrium diklofenak karena adanya antaraksi dengan gugus amonium kuaterner yang terdapat dalam polimer tersebut.

Hasil pengujian terhadap kelarutan dekstrometorfan dalam medium dengan pH 1,2; 2,5; 4,5; 5; 6; 7 dan 7,5 menunjukkan kelarutan yang tidak terlalu berbeda pada semua pH yang diuji. Kelarutan yang diperoleh adalah sekitar 41mg/ml dan 31 mg/ml masing-masing untuk medium pH 1,2 dan 7,5 berturut-turut. Pengujian kecepatan pelepasan dekstrometorfan dari tablet matriks juga menunjukkan hasil yang sama. Bila dilihat dari pKa dekstrometorfan hidrobromida yang sama dengan 8,3 dan dari data kelarutan serta pelepasan obat dari matriks yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa pengendapan diperkirakan tidak akan terjadi pada tablet matriks yang dibuat, sehingga seluruh obat dapat dilepaskan dari matriks di dalam saluran cerna. Oleh karena itu pengujian untuk dekstrometorfan hidrobromida tidak dilanjutkan.

(8)

Kumpulan Abstrak Farmasi - SF

Pengujian terhadap kelarutan dan kecepatan pelepasan natrium diklofenak dalam medium pH 1,2 dan 2,5 memberikan hasil kurva yang kurang baik. Hal ini terjadi karena natrium diklofenak terurai, sehingga jumlah natrium diklofenak yang ada dalam larutan setiap waktu tidak dapat ditentukan akan sangat dipengaruhi oleh kecepatan pelarutan dan kecepatan penguraiannya.

Walaupun demikian dari data kelarutan asam diklofenak dan dari bagian yang menaik kurva pelepasan natrium diklofenak dari tablet matriks dapat diamati terjadinya pengendapan pada pH 1.2. Jumlah natrium diklofenak yang dilepaskan dari matriks sangat rendah, lebih kecil dari kelarutan asam diklofenak. Di lain pihak penentuan kecepatan pelepasan ion natrium dari tablet matriks juga tidak dapat dilakukan karena Ethocel FP 100 yang digunakan mengandung NaCl sebanyak 2%. Oleh karena itu adanya pengendapan dalam sediaan matriks tidak dapat dibuktikan secara kuantitatif.

Untuk penentuan profil kecepatan disolusi dan ketersediaan hayati obat dari sediaan matriks digunakan tablet Voltaren retard sebagai produk pembanding. Hasil pengujian awal menunjukkan bahwa jumlah kumulatif obat yang terdisolusi pada pH 7,5 selama 12 jam adalah 42-50% sedangkan tablet Voltaren retard dapat melepaskan 70-80% kandungan obatnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh rasio obat dengan polimer yang terlalu kecil yaitu 1:5,5. Oleh karena itu untuk keperluan uji disolusi in

vitro dan ketersediaan hayati selanjutnya dibuat lima formula tablet matriks dengan berbagai rasio

yaitu 1:1,5; 1:1,75; 1:2; 1:4 dan 1:6.

Hasil pengujian kecepatan disolusi tablet matriks dengan berbagai rasio pada medium dengan pH 4,5 dan 7,5 menunjukkan urutan hasil yang berbeda. Pada pH 4,5 tablet matriks dengan rasio 1:6 mempunyai kecepatan disolusi yang lebih besar diikuti oleh tablet dengan rasio 1;4; 1,5; 1:1,75 dan 1:2. Sebaliknya pada pH 7,5 urutan kecepatan disolusi yang paling besar dimiliki oleh tablet matriks dengan rasio 1:1,5 kemudian diikuti oleh rasio 1:1,75; 1: 2; 1:4 dan 1:6. Hasil ini diperkirakan disebabkan oleh pengaruh gabungan antara porositas tablet, kelarutan natrium diklofenak dan jumlah natrium diklofenak per volume tablet matriks yang dibuat. Porositas tablet matriks dengan rasio 1:1,5; 1:1,75 dan 1:2 sangat rendah. Karena kelarutan natrium diklofenak yang rendah pada pH 4,5 maka diduga terjadi pengendapan yang dapat menutupi sebagian pori matriks sehingga menghalangi proses pelepasan obat dari matriks. Sedangkan pada tablet matriks dengan rasio 1:6 yang memiliki porositas lebih besar pengendapan yang terjadi masih memungkinkan terjadinya difusi obat. Sebalikya pada pH 7,5 kelarutan natrium diklofenak besar sehingga tidak terjadi pengendapan yang dapat menutupi pori tablet. Dari hasil ini dapat diambil kesimpulan bahwa pada proses pelepasan obat dalam medium pH 4,5 untuk obat dengan kelarutan rendah maka peranan porositas dan kelarutan obat lebih dominan daripada pengaruh jumlah obat per volume tablet, sedangkan pada pH 7,5 kelarutan obat lebih tinggi sehingga faktor jumlah obat per volume tablet dalam proses pelepasan obat lebih dominan daripada pengaruh porositas tablet.

Uji ketersediaan hayati obat secara in vivo dilakukan untuk 3 formula tablet matrik yaitu tablet dengan rasio obat dengan polimer 1:1,5; 1:2 dan 1:6. Sebagai pembanding digunakan tablet Voltaren Retard 100 mg. Pengujian dilakukan terhadap 8 orang sukarelawan sehat dengan metode silang lengkap empat arah. Hasil uji ketersediaan hayati obat dari tablet matriks menunjukkan bahwa urutan ketersediaan hayati yang diperoleh sama dengan urutan kecepatan disolusi yang diperoleh pada pH 4,5. Sediaan matriks dengan rasio obat polimer yang lebih kecil (1:6) menunjukkan ketersediaan hayati yang paling besar diikuti oleh matriks dengan rasio 1:1,5 dan 1:2. Hasil ini mendukung pernyataan sebelumnya bahwa pengendapan obat yang terjadi dalam matriks pada medium dengan pH yang rendah dapat menutupi pori-pori tablet matriks sehingga menghambat pelepasan obat keluar dari matriks.

Dengan demikian maka pengujian kecepatan pelepasan obat in vitro untuk sediaan matriks natrium diklofenak sebaiknya dilakukan pada pH sekitar 4,5 karena menghasilkan profil pelepasan obat yang berkorelasi baik dengan kecepatan absorpsi obat in vivo.

(9)

Farmasi – SF Kumpulan Abstrak

224

IN VITRO-IN VIVO STUDIES OF MATRIX TABLET SODIUM

DICLOFENAC AND MATRIX TABLET DEXTROMETHORPHAN HYDROBROMIDE

Matrix system is one of the methods used to achieve oral sustained release of drug preparation. The mechanisms of drug release from the matrix depend on the polymer used on the matrix system. The polymers forming insoluble matrices, also classified as plastic matrix system are ussually used for the relative constant release rate of drug. A number of factors such as drug solubility, porosity, tortuosity and weight of drug per volume of the matrix controlls the rate of drug release from plastic matrices Many drugs are weak acid or base salts, and therefore demonstrate pH dependent solubilities. Due to the variable pH values in the gastrointestinal tract, the precipitation of these drugs will occure in the matrix, that can delayed the release of drug from the matrix.

In vitro dissolution studies play an important role in formulation development and production control

of solid dosage form especially for the drugs showing a good correlation between in vivo and in vitro drug release. However, if these test are not performed under appropriate conditions, the prediction of which dosage forms will exhibit the desired release profiles in vivo may be completely erroneous. In this studies the relationships between in vitro release rate profile and in vivo bioavailability profile has been established for the matrices containing sodium diclofenac and dextrometorphan hydrobromide as a model of weak acid and weak base salts.

In the first stage of the study, the solubilities dextrometorphan hydrobromide were determined at pH 1.2; 2.5; 4.5; 7; 7.5 and sodium diclofenac at pH 1.2; 2.5; 4.5; 5; 6; 7; 7,5; 8. And then a matrix tablet of each drugs was made by direct compression method. Dextrometorphan hydrobromide matrix tablet was made by mixing the drug with co-polimer Eudragit RSPO at ratio 2:5. Ethocel FP 100 was used for making sodium diclofenac matrix. The ratio between sodium diclofenac and polymer was 1:5,5. The two polymers were insoluble in gastrointestinal medium and have low water permeability, so it was assumed that there would be no changes in the structure of the matrices that can influence the release kinetic of drug. Co-polimer Eudragit RSPO was not used for making sodium diclofenac matrix because there was an interaction between diclofenac with the amonium kwartener group of the co-polymer.

The result showed that there was no significant difference between the solubility of dextrometorphan hydrobromide at variable pH tested. The solubility of the drug was about 41 mg/ml and 31 mg/ml for medium of pH 1.2 and 7.5 respectively. The release of drug from the matrix give a similar profile. Based on the result obtained and the pKa of dextrometorphan (8.3) it could be concluded that precipitation would not occured in the matrix and all of the drug content could be released completely. The studies for dextrometorphan hydrobromide were not further continued.

The solubility of sodium diclofenac and the release profile of diclofenac from the matrix at pH 1.2 and 2.5 could not be determined exactly because of degradation of this drug at the acid media. However, it can be observed from those data that precipitation of sodium diclofenac in the matrix occured at medium pH 1.2. The amount of sodium diclofenac release form the matrix was very small, less than the solubility of diclofenac acid at the same pH. On the other hand, the release rate of sodium ion from the matrix also could not be determined as the polymer Ethocel FP-100 contained 2% of sodium chloride. Therefore drug precipitation in the matrix containing weak acid salt at acid media could not quantitatively explained.

For the further investigation of in vitro dissolution profile and bioavailability of sodium diclofenac from the matrix, Voltaren Retard 100 mg tablets was used as a reference product.

(10)

Kumpulan Abstrak Farmasi - SF

The dissolution profile studies were carried out for 12 hours at pH 7.5. The result showed that after 12 hours the cumulative drug dissolved from the matrix was about 42-50% while Voltaren could released 70-80% of the drug content.

Based on the above result, in the next of in vitro — in vivo corellation studies five formulas of matrix tablets with different ratio were developed. The ratio between Ethocel FP 100 and diclofenac in the matrix were 1:1.5, 1:1.75, 1:2, 1:4 and 1:6. The dissolution profile test of the matrices were investigated at pH 4.5 and 7.5 for 12 hours. The result showed that the rank of dissolution profiles at pH 4,5 was different from that at pH 7.5. At pH 4.5 matrix tablet with ratio 1:6 give the highest dissolution rate, followed by matrix with ratio 1:4, 1:1.5, 1: 1,75 and 1:2. Meanwhile at pH 7.5 matrix tablet with ratio 1:1.5 had the highest dissolution rate, followed by matrix with ratio 1:1.75, 1:2, 1:4 and 1:6. The difference in rank of dissolution profiles between two pH could be explained by recognizing the release mechanisms of drug from plastic matrix system. As mentioned above, the release of drug from plastic matrix system were influenced by the solubility of drug, porosity, tortuosity and drug loading. The matrix with ratio 1:6 had a highest porosity, followed by matrix with ratio 1:4, 1:1.5, 1:1.75 and 1:2. At pH 4.5 the solubility of sodium diclofenac was low. It was presumed that precipitation of drug was occured in the matrix which would blocked a part of the matrix pores, that influenced the release of the drug from the matrix. The porosity of the matrix with ratio 1:1.5, 1:1.75 and 1:2 was very low, so that the release of sodium diclofenac from these matrices was also very low. Although the precipitation was also occured in the matrices with ratio 1:6 and 1:4 , but the porosities of the matrices were higher, so that the release of drug was not much influenced in this situation. On the other hand , at pH 7.5 the solubility of sodium diclofenac was high, there was no precipitation occured in the matrix that can blocked the matrix pores. Based on the result obtained it may be concluded that at pH 4.5, porosity play a dominant role in controlling of drug release rather than drug loading. Conversely at pH 7.5 the drug loading play a dominant role on the release of drugs from the matrix rather than porosity.

The bioavailability studies were performed for three matrices formula with ratio 1:1.5, 1:2, 1:6 and Voltaren Retard as a reference product. Eight healthy male volunteers were included in this four way cross-over study. It was found that the rank of bioavailability were in good agreement with the rank of dissolution profile at pH 4.5. The matrix with ratio 1:6 had a highest bioavailability followed by matrix with ratio 1:1.5 and. 1:2. This result was supported the statement above that the precipitation occured in the matrix at acid media can block the pores of the matrix. Therefore as a conclusion of this study, the medium of pH 4,5 could be used for in vitro dissolution test of tablet.

Referensi

Dokumen terkait

melaksanakan tugas dinas di luar kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) danayat (3), mengisi Surat Keterangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Kota Sukabumi yang selanjutnya disebut Kompetisi adalah kegiatan seleksi, penilaian, dan pemberian

Untuk membagi sudut menjadi 2 bagian yang sama besar ikuti langkah-langkah berikut ini dengan berpedoman pada gambar.. Sudut BAC dibagi menjadi 2 bagian

• Mesin Stencil merk “SJ”, pada tiap men- stencil 2000 lembar akan membuat kerusakan selembar.. • Hipergeometrik : Contoh:

3. Penyuluh pertanian adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas melakukan pembinaan kepada petani dan peternak sapi diwilayah kerjannya. Peranan penyuluh adalah keterlibatan

Beberapa faktor yang merupakan peluang dan mendukung prospek pengembangan usahtani jeruk siam di Kecamatan Samarang adalah (1) pengembangan usahatani dalam format

Bila ada lebih dari dua keluaran yang mungkin dari suatu event atau kejadian, maka keluaran itu dapat dikelompokan menjadi kelompok keluaran yang mewakili kejadian

Jika badan pelajar, atau Majlis Eksekutifnya, atau mana-mana jawatankuasa ad hoc badan pelajar, atau mana-mana pemegang jawatan atau ahli badan pelajar, tidak mematuhi apa-apa