• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

Pencegahan dan

Upaya

Pemberantasan

Korupsi

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

11

MK90004 Addys Aldizar, LSQ, MA

Abstract Kompetensi

Banyak sekali hambatan dalam pemberantasan korupsi. Terlebih bila korupsi sudah secara sistemik mengakar dalam segala aspek kehidupan masyarakat di sebuah negara. Beragam cara dicoba, namun praktik korupsi tetap subur dan berkembang, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

Mahasiswa mampu memahami

penyebab korupsi dan pencegahannya, baik di lingkungan pribadi maupun dalam masyarakat.

(2)

KASUS

Salah satu kasus korupsi di Indonesia adalah penggelapan uang sebesar 565 juta dolar Amerika (sekitar 1,5 triliun rupiah dengan kurs saat itu) yang didapat Eddy Tansil melalui kredit Bank Bapindo melalui grup perusahaan Golden Key Group. Eddy Tansil atau Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan (lahir di Makassar, 2 Februari 1953) adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa yang keberadaannya kini tidak diketahui. Ia melarikan diri dari penjara Cipinang, Jakarta, pada tanggal 4 Mei 1996 saat tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara karena terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika tersebut.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Eddy Tansil 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti Rp 500 miliar, dan membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun. Sekitar 20-an petugas penjara Cipinang diperiksa atas dasar kecurigaan bahwa mereka membantu Eddy Tansil untuk melarikan diri. Sebuah LSM pengawas anti-korupsi, Gempita, memberitakan pada tahun 1999 bahwa Eddy Tansil ternyata tengah menjalankan bisnis pabrik bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, di propinsi Fujian, China.

Pada tanggal 29 Oktober 2007, Tempo Interactive memberitakan bahwa Tim Pemburu Koruptor (TPK) sebuah tim gabungan dari Kejaksanaan Agung, Departemen Hukum dan HAM, serta Polri, telah menyatakan bahwa mereka akan segera memburu Eddy Tansil. Keputusan ini terutama didasari adanya bukti dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) bahwa buronan tersebut melakukan transfer uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya (id. wikipedia. org).

Kasus lain diuraikan Muna (2002) bahwa banyak aparat keamanan yang digaji resmi menurut pangkatnya namun gaya hidupnya sehari-hari tidak sesuai dengan gajinya tersebut. Dewasa ini aparat keamanan terlibat di banyak bidang bisnis.Ibaratnya, setiap angkatan memiliki kerajaan bisnisnya masing-masing.

Secara keseluruhan, kekayaaan "perusahaan militer" di Indonesia diperkirakan US$ 8 miliar.Ini belum termasuk ribuan koperasi penyalur di seluruh negeri dan jasa keamanan serta penagihan hutang yang merentang dari warung kecil hingga perusahaan-perusahaan besar.Masih ada pula penugasan tidak resmi, misalnya aparat keamanan yang bertindak sebagai pelindung pribadi dan bertindak sebagai "beking" perusahaan. Rejeki yang eksesif masuk ke saku beberapa oknum aparat, bila didistribusikan secara adil kepada aparat yang miskin akan mencegah aparat turun derajat menjadi satpam, pegawai konglomerat, centeng, atau penagih hutang. Tidakkah hal ini melanggar janji dan sumpah mereka?

(3)

Banyak keluhan gaji pegawai negeri dan militer sangat tidak memadai.Namun mengapa masih banyak orang yang mau bekerja di sektor ini? Jawabannya adalah bahwa berapapun rendahnya gaji mereka, selalu ada peluang untuk mendapatkan tambahan dari sumber-sumber lain.

Ketika ada pengumpulan pendapat mengenai anggapan masyarakat terhadap korupsi, disampaikan bahwa yang terjadi bukanlah "korupsi" melainkan "penyimpangan prosedur". Laporan ini sangat merusak citra aparat dan memperkuat anggapan bahwa upaya untuk memerangi korupsi di tubuh militer menghadapi banyak hambatan (Muna, 2002).

Jumlah perkara tindak pidana korupsi di Tanah Air yang memasuki tahap penyidikan dari Januari hingga Agustus 2011 mencapai 1.018 kasus. "Perkara tersebut, merupakan perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Negeri, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri se-Indonesia.pada tahun ini," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus D Andhi Nirwanto ketika melakukan sosialisasi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah, di Kudus (Senin, 12 September 2011). Adapun jumlah uang negara yang berhasil diselamatkan dari ratusan kasus tersebut, dalam bentuk rupiah sebesar Rp68,46 miliar dan dalam bentuk dolar sebanyak 2.920,56 dolar AS (Mirania, 2012).

PEMBAHASAN

Ada yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan.Kita memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.Kita bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi.

Ada pula yang berpendapat bahwa bekal pendidikan (termasuk Pendidikan Agama) memegang peranan sangat penting untuk mencegah korupsi.Benarkah demikian?Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama.

(4)

Ada lagi yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi.Reformasi ini meliputi reformasi terhadap sistem, kelembagaan, maupun pejabat publiknya.Ruang untuk korupsi harus diperkecil.Transparansi dan akuntabilitas serta akses untuk mempertanyakan ара yang dilakukan pejabat publik harus ditingkatkan.Penting pula untuk membentuk lembaga independen yang bertugas mencegah dan memberantas korupsi.Lembaga ini harus mempertanggungjawabkan ара yang dilakukannya kepada rakyat.Ruang gerak serta kebebasan menyatakan pendapat untuk masyarakat sipil (civil society) harus ditingkatkan, termasuk di dalamnya mengembangkan pers yang bebas dan independen.

11.1 Konsep Pemberantasan Korupsi

Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara.Ada yang mengatakan bahwa korupsi ibarat penyakit kanker "ganas" yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut.Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas.

Sebelum melangkah lebih jauh mengenai upaya pemberantasan korupsi, berikut pernyataan Fijnaut dan Huberts (2002) mengenai strategi atau upaya pemberantasan korupsi:

It is always necessary to relate anti-corruption strategies to characteristics of the actors involved (and the environment they operate in). There is no single concept and program of good governance for all countries and organization, there is no "one right way". There are many initiatives and most are tailored to specifics contexts. Societies and organizations will have to seek their own solutions.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa penting untuk menghubungkan strategi atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan dimana mereka bekerja atau beroperasi.Tidak ada jawaban, konsep, atau program tunggal untuk setiap negara atau organisasi. Ada begitu banyak strategi, cara, atau upaya yang kesemuanya perlu disesuaikan dengan konteks, masyarakat, maupun organisasi yang dituju. Setiap negara, masyarakat, maupun organisasi perlu mencari cara mereka sendiri untuk menemukan solusinya.

Di bagian terdahulu telah dipaparkan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku koupsi. Jika memang demikian, bidang hukum khususnya hukum

(5)

pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Benarkah demikian?

11.2 Upaya Penanggulangan Kejahatan (Korupsi) dengan Hukum Pidana

Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal (criminal politics) oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan sebagai berikut (Arief, 2008):

1. kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application)

2. kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (Prevention Without Punishment)

3. kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (Influencing Views Of Society On Crime And

Punishment/Mass Media) ataupun melalui media lainnya seperti penyuluhan dan

pendidikan

Melihat perbedaan tersebut, secara garis besar upaya penganggulangan kejahatan dapat dibagi menjadi dua yaitu jalur penal (menggunakan hukum pidana) dan jalur nonpenal (diselesaikan di luar hukum pidana dan sarana-sarana non-penal).Secara kasar menurut Arief upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih mentitikberatkan pada sifat repressive (penumpasan/ penindasan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi.Sedangkan jalur non-penal lebih mentitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan).Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas.

Sifat preventif memang bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum.Namun untuk pencegahan korupsi sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas dari KPK yang memiliki Deputi Bidang Pencegahan yang di dalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat.

Sasaran utama upaya penganggulangan kejahatan melalui jalur non-penal adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (dalam hal ini korupsi).Faktor-faktor kondusif berpusat pada masalah atau kondisi politik, ekonomi, maupun sosial yang secara langsung atau tak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan (korupsi).Dengan demikian upaya non-penal seharusnya menjadi kunci atau memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal.

Upaya penal dilakukan dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana atau dengan menghukum atau memberi pidana atau memberikan penderitaan bagi pelaku korupsi.Ada hal penting yang patut dipikirkan dalam menggunakan upaya penal. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sarana penal memiliki "keterbatasan" dan

(6)

mengandung beberapa "kelemahan" (sisi negatif) sehingga fungsinya seharusnya hanya digunakan secara "subsidair". Pertimbangan tersebut adalah (Arief, 1998): • Dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam

dalam bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimatumremedium (obat terakhir apabila cara lain atau bidang hukum lain sudah tidak dapat digunakan lagi) • Dilihat secara fungsional (pragmatis), operasionalisasi, dan aplikasinya menuntut

biaya yang tinggi

• Sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif/pradoksal yang mengandung efek sampingan negatif. Hal ini dapat dilihat dari kondisi overload Lembaga Pemasyarakatan

• Penggunaan hukum pidana dalam menganggulangi kejahatan hanya merupakan 'kurieren am symptom' (menyembuhkan gejala). Hanya merupakan obat simptomatik bukan pengobatan kausatif karena sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan berada di luar jangkauan hukum pidana

• Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub sistem) dari sarana kontrol sosial lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks

• Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal; tidak bersifat struktural atau fungsional

• Efektivitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masih sering diperdebatkan oleh para ahli

11.3 Berbagai Strategi dan Upaya Pemberantasan Korupsi

United Nations mengembangkan berbagai upaya atau strategi untuk memberantas korupsi yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkits (UNODC, 2004):

11.3.1 Pembentukan Lembaga Anti Korupsi

a. Membentuk lembaga independen yang khusus menangani korupsi. Di Hongkong bernama Independent Commission Against Corruption (ICAC), di Malaysia The Anti-Corruption Agency (АСА), dan di Indonesia: KPK

b. Memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksanaan, pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Pengadilan adalah jantung penegakan hukum yang harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur, dan adil. Banyak kasus korupsi tidak terjerat hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerja buruk karena tidak mampu (unable) mungkin masih bisa dimaklumi karena berarti pengetahuan

(7)

dan keterampilannya perlu ditingkatkan. Bagaimana bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak punya keinginan kuat (strongpoliticalwill) untuk memberantas korupsi ? Dimana lagi kita akan mencari keadilan?

c. Di tingkat departemen kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan. Ada kesan lembaga ini sama sekali tidak punya 'gigi' ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi d. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara

mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuki mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan terjadinya korupsi e. Hal lain yang krusial untuk mengurangi risiko korupsi adalah dengan

memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Pada waktu itu korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota Negara. Dengan otonomi, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara tapi berkembang ke berbagai daerah.

f. Dalam berbagai pemberitaan di media massa, ternyata korupsi juga banyak dilakukan oleh anggota perlemen baik di pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD). Alih-alih menjadi wakil rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat, anggota perlemen justru melakukan korupsi yang "dibungkus" rapi.

11.3.2 Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

a. Salah satu cara mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum dan sesudah menjabat. Masyarakat ikut memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul ketika kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya ke orang lain

b. Pengadaan barang atau kontrak pekerjaan di pemerintahan pusat dan daerah maupun militer sebaiknya melalui lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat diberi akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil pelelangan tersebut.

c. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekrutan pegawai negeri dan anggota TNI-Polri baru. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sering terjadi dalam proses rekrutmen tersebut. Sebuah sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal perekrutan perlu dikembangkan

d. Sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang menitikberatkan pada proses (process oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu

(8)

dikembangkan. Untuk meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerjanya, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diberi insentif.

11.3.3 Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

a. Salah satu upaya memberantas korupsi adalah dengan memberi hak kepada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi. Perlu dibangun sistem dimana masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

b. Isu mengenai public awareness atau kesadaran dan kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat merupakaan salah satu bagian penting upaya pemberantasan korupsi. Salah satu cara meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan kampanye tentang bahaya korupsi

c. Salah satu cara memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menyediakan saran untuk melaporkan kasus korupsi. Misalnya melalui telepon, surat, faksimili (fax), atau internet. d. Di beberapa negara pasal mengenai 'fitnah' dan 'pencemaran nama baik'

tidak dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi, dengan pemikiran bahwa bahaya korupsi lebih besar daripada kepentingan individu.

e. Pers yang bebas adalah salah satu pilar demokrasi.. Semakin banyak informasi yang diterima masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi.

f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingkat lokal maupun internasional juga memiliki peran penting untuk mencegaii dan memberantas korupsi. Sejak era Reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti Korupsi banyak bermunculan. LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik. Contoh LSM lokal adalah ICW (Indonesia Corruption Watch)

g. Cara lain untuk mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menggunakan perangkat electronic surveillance. Alat ini digunakan untuk mengetahui dan mengumpulkan data dengan menggunakan peralatan elektronik yang dipasang di tempat-tempat tertentu. Misalnya

audio-microphone atau kamera video (seperti CCTV) atau data interception di tempat-tempat dimana banyak digunakan telepon genggam atau e-mail. Di beberapa negara penggunaan electronic surveillance harus disetujui dulu

(9)

oleh masyarakat karena masyarakat tidak ingin pemerintah memata-matai segenap aktivitas dan langkah yang mereka lakukan.

h. Melakukan tekanan sosial dengan menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto (14 belas koruptor) tersebut direncanakan di- tayangkan di televisi dan media massa dengan frekuensi seminggu sekali. D. Andhi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011) menjelaskan bahwa dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi ke depan terdapat empat hal yang bisa dijadikan bahan renungan dan pemikiran. Keempat hal tersebut, yakni (1) harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi, (2) revitalisasi dan reaktualisasi peran dan fungsi aparatur penegak hukum yang menangani perakara korupsi, (3) reformulasi fungsi lembaga legislatif, (4) dan pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri sendiri dari hal-hal yang kecil dan mulai hari ini agar setiap daerah terbebas dari korupsi (Mirania, 2012).

11.3.4 Pengembangan dan Pembuatan Berbagai Instrumen Hukum yang Mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Dukungan terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya mengandalkan satu instrumen hukum yaitu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai peraturan perundang-undangan atau instrumen hukum lain perlu dikembangkan. Perlu peraturan perundang-undangan yang mendukung pemberantasan korupsi yaitu Undang-undang Tindak Pidana Money Laundering atau pencucian uang. Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana korupsi, perlu instrumen hukum berupa Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Untuk memberdayakan pers, perlu UU yang mengatur pers yang bebas. Perlu mekanisme untuk mengatur masyarakat yang akan melaporkan tindak pidana korupsi dan penggunaan electronic surveillance agar tidak melanggar privacy seseorang. Hak warganegara untuk secara bebas menyatakan pendapatnya juga perlu diatur. Selain itu, untuk mendukung pemerintahan yang bersih, perlu instrumen kode etik yang ditujukan kepada semua pejabat publik, baik pejabat

(10)

ekskutif, legislatif, maupun code of conduct bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian, kejaksaaan, dan peradilan)

11.3.5 Pemantauan dan Evaluasi

Perlu pemantauan dan evauasi terhadap seluruh pekerjaan atau kegiatan pemberatasan korupsi agar diketahui capaian yang telah dilakukan. Melalui pemantauan dan evaluasi dapat dilihat strategi atau program yang sukses dan gagal.Program yang sukses sebaiknya dilanjutkan, sementara yang gagal dicari penyebabnya.

Pengalaman di negara lain yang sukses maupun gagal dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika memilih cara, strategi, upaya, maupun program pemberantasan korupsi di negara tertentu.

11.3.6 Kerjasama Internasional

Upaya lain yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi adalah melakukan kerjasama internasional baik dengan negara lain maupun dengan International NGOs. Sebagai contoh di tingkat internasional, Transparency

International (ТІ) membuat program National Integrity System. OECD membuat

program the Ethics Infrastructure dan World Bank membuat program A

Framework for Integrity.

ТІ yang berkantor di Berlin, didirikan sekitar bulan Mei 1993. Tahun 1995 ТІ mengembangkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index). CPI membuat peringkat prevalensi korupsi di berbagai negara, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap pelaku bisnis dan opini masyarakat yang diterbitkan setiap tahun dan dilakukan di hampir 200 negara di dunia. CPI disusun dengan memberi score tingkat korupsi di negara-negara dengan range nilai 1-10. Nilai 10 adalah nilai yang tertinggi dan terbaik. Semakin rendah nilainya negara tersebut dianggap atau ditempatkan sebagai negara yang tinggi angka korupsinya. Tabel 11-1 berikut ini menyajikan Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia yang dikeluarkan ТІ.

OECD (Organization for Economics Co-operation and Development) didukung oleh PBB untuk mengambil langkah baru dalam memerangi korupsi di tingkat internasional, setelah kegagalan dalam kesepakatan konvensi PBB sekitar tahun 1970-an. Awalnya kegiatan yang dilakukan OECD hanyalah melakukan perbandingan atau me-review konsep, hukum dan aturan di berbagai negara dalam berbagai bidang, tidak hanya hukum pidana, tetapi juga masalah perdata, keuangan, dan perdagangan serta hukum administrasi. Tahun 1997,

(11)

Transaction disetujui. Instrumen ini dikeluarkan untuk mencegah dan

memberantas tindak pidana suap dalam transaksi bisnis internasional. Salah satu kelemahan konvensi ini adalah hanya mengatur ара yang disebut active bribery. Ia tidak mengatur pihak yang pasif atau 'pihak penerima' dalam tindak pidana suap. Padahal dalam banyak kesempatan justru mereka inilah yang aktif berperan dan memaksa para penyuap untuk memberikan sesuatu.

Tabel 11-1 Posisi Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi TAHUN SCORE PER1NGKAT JUMLAH NEGARA YANG

DISURVEY 2002 1,9 96 102 2003 1,9 122 133 2004 2,0 133 145 2005 2,2 137 158 2006 2,4 130 163 2007 2,3 143 179 2008 2,6 126 166 2009 2,8 110 178 2010 2,8 110 180 2011 3,0 100 183

Sumber: Transparency International

Setelah tahun 1997, tingkat korupsi menjadi salah satu pertimbangan atau prakondisi dari bank dunia (World Bank maupun IMF) dalam memberikan pinjaman untuk negara-negara berkembang. Untuk keperluan tersebut Worl Bank Institute mengembangakan

Anti-Corruption Corf program yang bertujuan menanamkan awareness mengenai korupsi dan

keterlibatan masyarakat sipil untuk pemberantasan korupsi, termasuk menyediakan sarana bagi negara-negara berkembang untuk mengembangkan rencana aksi nasional untuk memberantas korupsi. Program yang dikembangkan World Bank didasarkan pada premis bahwa untuk memberantas korupsi secara efektif perlu dibangun tanggungjawab bersama berbagai lembaga dalam masyarakat. Lembaga yang harus dilibatkan di antaranya adalah

(12)

pemerintah, parlemen, lembaga hukum, lembaga pelayanan umum, watchdog institute seperti public-auditor dalam lembaga atau komisi pemberantasan kosupsi, masyarakat sipil, dan lembaga internasional (Haarhuis, 2005).

(13)

Daftar Pustaka

Arief, Barda Nawawi. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana. Jakarta. Fijnaut, Cyrille dan Leo Huberts. 2002. Corruption, Integrity, and Law Enforcement. Kluwer

Law International.The Hague miraniazalina.blogspot. com/2012/06/tulisan-20-aspek-hukum-dalam-ekonomi-html

Muna, M. Riefqi. 2002. Korupsi di Tubuh Tentara Nasional Indonesia, dalam Hamid Basyaib et al (ed) 2002. Mencuri Uang Rakyat: 16 Kajian Korupsi di Indonesia, Buku 2 tentang Pesta Tentara, Hakim, Bankir, Pegawai Negeri. Aksara Foundation. Jakarta. Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan

Tinggi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Bagian Hukum Kepegawaian. Jakarta

Haarhuis, Carolien Klein, 2005. Promoting Anti-Corruption of World Bank Anti-Corruption

Program in Seven African Countries (1999-2001). Wageningen: Ponsen and Looijen

b.v. id.wikipedia.org.

Gambar

Tabel 11-1 Posisi Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi  TAHUN  SCORE  PER1NGKAT  JUMLAH NEGARA YANG

Referensi

Dokumen terkait

330 liter/detik.. Masing-masing instalasi memiliki prioritas daerah pelayanan seperti yang tergambarkan pada gambar 1.1. Pertumbuhan wilayah Barat Surabaya yang sangat cepat

Perlu anda ketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan jantung sebelah kanan, karena jantung kiri menghadapi aliran darah sistemik atau

Maksud dan tujuan dari pedoman keselamatan kerja dilingkungan PT PLN (persero) adalah untuk mewujudkan kondisi aman bagi pekerja dari bahaya yang dikandung oleh

Proses adsorpsi lebih banyak digunakan karena memiliki banyak keuntungan diantaranya bersifat ekonomis dan tidak menimbulkan efek samping yang beracun dan sangat

Simpulan kegiatan yang telah dilakukan dalam program Diseminasi Teknologi Mesin Genset Tenaga Surya Bagi Masyarakat Terdampak Bencana Gunung Merapi Desa Wukirsari

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Samisi dan Ardina (2013) menunjukkan hasil bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak memoderasi hubungan antara struktur

Dengan demikian penulis menyimpulkan dari rumusan masalah bahwa (1) Berdirinya Yayasan Pesantren Ahlu Shafa wal Wafa bermula pada pengajian rutinan kajian tasawuf

Kontribusi Physical Fitness dan Self Control terhadap Performa Atlet Squash Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..