• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

15

LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1. Landasan Teori

Dalam melakukan penelitian, diperlukan teori-teori penunjang sebagai dasar atau acuan untuk mendukung dan mempermudah proses penelitian. Teori-teori yang di gunakan adalah:

2.1.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1.1. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia mengarah pada kebijakan tindakan yang dibutuhkan manajer untuk mengatur sumber daya manusia dalam sesuatu tugas manajemen. Menurut Umar (2008:128) manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, dalam pengerakan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk pencapaian tujuan organisasi perusaan secara terpadu.

Manajemen sumber daya manusia bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada pengaturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (aset) utama organisasi yang harus dikelola dengan baik. Jadi manajemen sumber daya manusia sifatnya lebih strategis bagi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Tjutju dan Suwatno, 2008:1).

Mathis dan Jackson (2006:3) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia adalah sebuah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Jadi, manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh seorang individu di dalam suatu organisasi

(2)

dalam menciptakan hubungan kerja demi tercapainya suatu tujuan. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang baik maka perusahaan juga harus memiliki keadilan dalam prosedur-prosedur yang dimiliki agar sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan tersebut dapat berjalan dan tertata dengan baik.

2.1.1.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah bagian dari manajemen. Hasibuan (2011), menjelaskan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia di bedakan menjadi 2 fungsi, yaitu fungsi manajerial dan fungsi operasional dengan uraian sebagai berikut:

1. Fungsi Manajerial

a. Perencanaan (Planning)

Yaitu merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan dalam membantu terwujudnya tujuan.

b. Pengorganisasian (Organizing)

Yaitu kegiatan untuk mengorganisasikan semua pegawai untuk menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi.

c. Pengarahan (Directing)

Yaitu kegiatan mengarahkan semua pegawai agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan instansi.

d. Pengendalian (Controlling)

Yaitu kegiatan mengendalikan semua pegawai, agar mentaati peraturan-peraturan dan bekerja sesuai dengan rencana.

2. Fungsi Operasional

a. Pengadaan (Procurement)

Merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawanyang

(3)

sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.

b. Pengembangan (Development)

Merupakan proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.

c. Kompensasi (Compensation)

Merupakan pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan.

d. Pengintegrasian (Integration)

Merupakan kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan.

e. Pemeliharaan (Maintenance)

Merupakan kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kodisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.

f. Kedisiplinan

Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.

g. Pemberhentian (Separation)

Merupakan putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan.

(4)

2.1.2. Komitmen Organisasi

2.1.2.1. Definisi Komitmen Organisasi

Menurut Mathis dan Jackson (dalam Sopiah, 2008:155) memberikan definisi, “Organizational Commitment is the degree to which employees believe in and accept organizational goals and desire to remain with the organization” atau komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Komitmen organisasi merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka terhadap organisasi tempat bekerja (Robbins, 2006).

Komitmen pada dasarnya merupakan rasa keterikatan seseorang karyawan terhadap organisasi. Pengertian komitmen karyawan sama artinya dengan pengertian komitmen organisasi, karena secara makna nya komitmen diartikan sebagai tingkat kepercayaan dan penerimaan seorang karyawan terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut.

Luthans (2006) mengemukakan ada beberapa alasan mengapa organisasi harus melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan komitmen terhadap karyawan. Pertama, semakin tinggi komitmen karyawan, semakin besar pula usaha yang dilakukannya dalam melaksanakan pekerjaan. Kedua, semakin tinggi komitmen karyawan, maka semakin lama pula ia ingin tetap berada dalam organisasi.

Komitmen organisasi tidak dapat langsung tumbuh begitu saja. Menurut Martin dan Nichols (dalam Soekidjan, 2009), terdapat tiga pilar komitmen yang perlu dibangun adalah:

a) Rasa memiliki (a sense of belonging)

Rasa memiliki dapat dibangun dengan menumbuhkan rasa yakin anggota bahwa apa yang dikerjakan berharga, rasa nyaman dalam organisasi, cara mendapat dukungan penuh dari organisasi berupa misi dan nilai-nilai yang jelas yang berlaku di organisasi.

b) Rasa bergairah terhadap pekerjaannya

Rasa bergairah terhadap pekerjaan ditimbulkan dengan cara memberi perhatian, memberi delegasi wewenang, serta memberi

(5)

kesempatan serta ruang yang cukup bagi anggota/karyawan untuk menggunakan ketrampilan dan keahliannya secara maksimal. c) Kepemilikan terhadap organisasi (ownership)

Rasa kepemilikan dapat ditimbulkan dengan melibatkan anggota/karyawan dalam membuat keputusan-keputusan

Pada dasarnya komitmen anggota atau karyawan akan mendorong terciptanya komitmen organisasi. Dengan adanya komitmen organisasi, mampu mendorong seorang karyawan untuk menunjukkan perilaku yang positif seperti, meningkatkan disiplin kerja, mematuhi kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan organisasi, membangun hubungan yang baik dengan rekan kerja, serta meningkatkan pencapaian dalam pekerjaan.

Luthans (2006) menyatakan bahwa komitmen organisasi sebagai sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasinya.

Hal ini mengemukakan bahwa berkomitmen berarti menyerahkan diri secara total saat berada di tempat kerja, yaitu membutuhkan hal-hal seperti penggunaan waktu secara konstruktif, memperhatikan detail, menumbuhkan usaha ekstra, menerima perubahan, bekerja sama dengan orang lain, pengembangan diri, menghargai kepercayaan, bangga terhadap kemampuan, mencari peningkatan dan memberikan dukungan loyalitas.

2.1.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Suatu komitmen terbentuk berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi nya. Demikian dengan komitmen organisasi, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu komitmen dalam organisasi atau perusahaan.

Menurut Sopiah (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah:

a. Faktor personal, yaitu harapan terhadap pekerjaan, kontrak psikologis, faktor-faktor dalam diri individu yang mempengaruhi pilihan terhadap pekerjaan (seperti minat bergabung), dan

(6)

karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akan membentuk komitmen awal.

b. Faktor organisasi, meliputi kesempatan kerja, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor ini akan membentuk dan memunculkan tanggungjawab.

c. Faktor yang bukan dari dalam organisasi, meliputi ada atau tidaknya alternatif pekerjaan lain atau bergabung dengan organisasi lain

Van Dyne dan Graham (dalam Coetzee, 2005) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang berdasarkan pendekatan multidimensional, yaitu:

1) Personal Factors

Beberapa faktor personal yang mempengaruhi latar belakang pekerja, antara lain usia, latar belakang pekerja, sikap dan nilai serta kebutuhan intrinsik pekerja. Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa tipe pekerja memiliki komitmen yang lebih tinggi pada organisasi yang mempekerjakannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pekerja yang lebih teliti, ekstrovet, dan mempunyai pandangan positif terhadap hidupnya (optimis) cenderung lebih berkomitmen. Selain itu, pekerja yang berorientasi kepada kelompok, memiliki tujuan serta menunjukkan kepedulian terhadap kelompok, juga merupakan tipe pekerja yang lebih terikat kepada keanggotaannya. Sama halnya dengan pekerja yang berempati, mau menolong sesama (altruistic) juga lebih cenderung menunjukkan perilaku sebagai anggota kelompok pada pekerjaannya.

2) Situational Factors 1. Workpace values

Pembagian nilai merupakan komponen yang penting dalam setiap hubungan atau perjanjian. Nilai yang tidak terlalu kontroversial (kualitas, inovasi, kerjasama, partisipasi) akan lebih mudah dibagi dan akan membangun hubungan yang lebih dekat. Jika pekerja percaya pada nilai kualitas produk organisasi, mereka akan terikat pada perilaku yang berperan

(7)

dalam meningkatkan kualitas. Jika pekerja yakin pada nilai partisipasi organisasi, mereka akan lebih merasakan bahwa partisipasi mereka akan membuat suatu perbedaan. Konsekuensinya, mereka akan lebih bersedia untuk mencari solusi dan membuat saran untuk kesuksesan suatu organisasi. 2. Subordinate-supervisor interpersonal relationship

Perilaku dari supervisor merupakan suatu hal yang mendasar dalam menentukan tingkat kepercayaan interpersonal dalam unit pekerjaan. Perilaku dari supervisor yang termasuk ke dalamnya seperti berbagi informasi yang penting, membuat pengaruh yang baik, menyadari dan menghargai unjuk kerja yang baik dan tidak melukai orang lain. Butler (dalam Coetzee, 2005) mengidentifikasi 11 perilaku supervisor yaitu memfasilitasi kepercayaan interpersonal yaitu kesediaan, kompetensi, konsistensi, bijaksana, adil, jujur, loyalitas, terbuka, menepati janji, mau menerima, dan kepercayaan. Secara lebih luas apabila supervisor menunjukkan perilaku yang disebutkan ini maka akan memperngaruhi tingkat komitmen bawahannya.

3. Job characteristics

Berdasarkan Jernigan et al. (dalam Coetzee, 2005), kepuasan terhadap otonomi, status, dan kepuasan terhadap organisasi adalah predictor yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Hal inilah yang merupakan karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan perasaan individu terhadap tanggung jawabnya, dan keterikatan terhadap organisasi. 4. Organizational support

Ada hubungan yang signifikan antara komitmen pekerja dan kepercayaan pekerja terhadap keterikatan dengan organisasinya. Berdasarkan penelitian, pekerja akan lebih bersedia untuk memenuhi panggilan di luar tugasnya ketika mereka bekerja di organisasi yang memberikan dukungan serta menjadikan keseimbangan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga menjadi lebih mudah, mendampingi mereka

(8)

menghadapi masa sulit, menyediakan keuntungan bagi mereka dan membantu anak mereka melakukan sesuatu yang mereka tidak dapat lakukan.

3) Positional Factors a. Organizational tenure

Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara masa jabatan dan hubungan pekerja dengan organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang telah lama bekerja di organisasi akan lebih mempunyai hubungan yang kuat dengan organisasi tersebut.

b. Hierarchical job level

Penelitian menunjukkan bahwa status sosial ekonomi menjadi satusatunya prediktor yang kuat dalam komitmen organisasi. Hal ini terjadi karena status yang tinggi akan merujuk pada peningkatan motivasi dan kemampuan untuk terlibat secara aktif. Secara umum, pekerja yang jabatannya lebih tinggi akan memiliki tingkat komitmen organisasi yang lebih tinggi pula bila dibandingkan dengan para pekerja yang jabatannya lebih rendah. Ini dikarenakan posisi atau kedudukan yang tinggi membuat pekerja dapat mempengaruhi keputusan organisasi, mengindikasikan status yang tinggi, menyadari kekuasaan formal dan kompetensi yang mungkin, serta menunjukkan bahwa organisasi sadar bahwa para pekerjanya memiliki nilai dan kompetensi dalam kontribusi mereka.

2.1.2.3. Dimensi Komitmen Organisasi

Menurut Meyer et al. (dalam Sopiah, 2008), juga menjelaskan bahwa terdapat tiga dimensi dari komitmen organisasi yaitu, Komitmen Afektif (Affective Commitment), Komitmen Normatif (Normative Commitment), dan Komitmen Kontinuan (Countinuance Commitment). Penjelasan mengenai ketiga dimensi tersebut antara lain:

1) Komitmen Afektif (Affective Commitment), Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi akan memilih untuk tetap

(9)

tinggal dalam organisasi untuk menyokong organisasi dalam mencapai misinya. Anggota organisasi dengan komitmen afektif yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka menginginkannya (want to) Meyer and Allen (dalam Luthans, 2011:148). Komitmen Afektif juga diartikan sebagai keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Keterikatan emosional ini terbentuk karena karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilai- nilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. 2) Komitmen Normatif (Normative Commitment), yaitu perasaan

wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena tekanan dari orang atau pihak lain. Karyawan dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari organisasi tempatnya bekerja.

3) Komitmen Kontinuan (Countinuance Commitment), yaitu komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Dalam hal ini individu memutuskan untuk menetap pada sebuah organisasi karena menganggapnya sebagai suatu pemenuhan kebutuhan menurut Allen dan Meyer (dalam Tobing, 2009:32). Sedangkan Greenberg dan Baron (2008:191) mencerminkan komitmen kontinuan sebagai bentuk keterpaksaan dengan mendefinisikan komitmen kontinuan sebagai keinginan karyawan untuk tetap bekerja pada suatu organisasi karena karyawan tidak memiliki alternatif pekerjaan lain.

Untuk ketiga komponen tersebut, pada umumnya komitmen dianggap sebagai a psychological state, dimana Affective Commitment merupakan hubungan karyawan dengan organisasi seperti: keinginan untuk tetap berada di dalam organisasi karena sependapat dengan tujuan organisasi serta memiliki keterikatan emosional karena karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi; Normative Commitment didasarkan pada kewajiban

(10)

seorang karyawan untuk tetap berada didalam suatu organisasi dan sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain jika ia memutuskan untuk keluar dan pindah ke perusahaan lain; Countinuance Commitment berkaitan dengan keputusan untuk tetap tinggal didalam suatu organisasi karena agar dapat memenuhi kebutuhan hidup, serta tidak adanya alternatif pekerjaan di tempat lain.

2.1.2.4. Aspek-aspek Komitmen Organisasi

Untuk dapat menumbuhkan komitmen organisasi, Kuntjoro (dalam Agil, 2009) mengemukakan tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Identifikasi

Identifikasi yang berwujud dalam bentuk kepercayaan anggota terhadap organisasi. Guna menumbuhkan identifikasi dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi/organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para anggota atau dengan kata lain organisasi memasukan pula kebutuhan dan keinginan anggotan dalam tujuan organisasi atau organisasi. Hal ini akan menumbuhkan suasana saling mendukung di antara para anggota dengan organisasi. Lebih lanjut membuat anggota dengan rela menyumbangkan tenaga, waktu, dan pikiran bagi tercapainya tujuan organisasi.

2. Keterlibatan

Keterlibatan atau partisipasi anggota dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan anggota menyebabkan mereka bekerja sama, baik dengan pimpinan atau rekan kerja. Cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan anggota adalah dengan memasukan mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang dapat menumbuhkan keyakinan pada anggota bahwa apa yang telah diputuskan adalah keputusan bersama. Juga anggota merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah mereka putuskan, karena

(11)

adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan. Hasil yang dirasakan bahwa tingkat kehadiran anggota yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya akan selalu disiplin dalam bekerja.

3. Loyalitas

Loyalitas anggota terhadap organisasi memiliki makna ksesediaan seseorang untuk bisa melanggengkan hubungannya dengan organisasi kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apa pun. Keinginan anggota untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang dapat menunjang komitmen anggota terhadap organisasi di mana mereka bekerja. Hal ini di upayakan bila anggota merasakan adanya keamanan dan kepuasan dalam tempat kerjanya.

2.1.3. Loyalitas

2.1.3.1. Definisi Loyalitas Karyawan

Istijanto (2007:205), menjelaskan bahwa perusahaan merekrut para karyawan untuk bekerja di perusahaannya secara optimal. Tentu saja perusahaan mengharapkan para karyawan bersungguh-sungguh memberikan usaha demi kemajuan bersama-sama kesungguhan karyawan tampak dalam komitmen mereka terhadap perusahaan. Lebih lanjut, komitmen karyawan terhadap perusahaan dilanjutkan melalui kesetiaan atau loyalitas.

Loyalitas berasal dari kata dasar “loyal” yang berarti setia atau patuh, loyalitas berarti mengikuti dengan patuh dan setia terhadap seseorang atau system/peraturan. Loyalitas atau kesetiaan merupakan salah satu unsur yang digunakan dalam penilaian karyawan yang mencakup kesetiaan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi (Hasibuan, 2005). Istilah loyalitas ini sering didefinisikan bahwa seseorang akan disebut loyal atau memiliki loyalitas yang tinggi jika mau mengikuti apa yang diperintahkan dalam melakukan pekerjaannya.

(12)

Menurut Poerwadarminta (dalam Heni, 2010) loyalitas adalah kecenderungan karyawan untuk pindah ke perusahaan lain yang disebabkan adanya kesesuaian situasi dan kondisi perusahaan dengan tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan loyalitas karyawan menurut Siagian (2005), suatu kecenderungan karyawan untuk tidak pindah ke perusahaan lain.

Loyalitas para karyawan dalam suatu organisasi itu mutlak diperlukan demi kesuskesan organisasi itu sendiri. Seorang karyawan dapat dikatakan loyal bukan hanya sekedar kesetiaan fisik atau keberadaaannya di dalam organisasi, namun termasuk pikiran, perhatian, gagasan, serta dedikasinya tercurah sepenuhnya kepada organisasi. Loyalitas karyawan juga merupakan bentuk dalam loyalitas kerja.

Adapun disebutkan ciri-ciri karyawan yang memiliki tingkat loyalitas yang tinggi menurut Dessler (2006), adalah sebagai berikut:

1. Tidak senang melihat perbuatan yang merugikan perusahaan. 2. Bersedia turun tangan untuk mencegah hal-hal yang merugikan

perusahaan.

3. Bersedia mengorbankan kepentingan pribadinya, waktunya, tenaganya untuk kemajuan perusahaan.

4. Tidak mau berbuat hal-hal yang mengarah pada hal-hal yang merusak perusahaan.

5. Suka bekerja keras, kreatif dan selalu berbuat yang terbaik untuk perusahaan.

6. Merasa bangga atas prestasi yang dicapai perusahaan.

2.1.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Loyalitas Karyawan

Pengukuran loyalitas seseorang tidak hanya diukur dari kesetiaannya terhadap tempat kerjanya, melainkan bagaimana seseoranag dapat memberikan kontibusi yang positif dan bermakna bagi perusahaan. Dalam membangun sikap loyalitas, diperlukan adanya pengetahuan dan pengalam terhadap beberpa faktor yang mempengaruhi terbentuknya loyalitas karyawan. Adanya faktor-faktor dasar terjadinya loyalitas adalah:

(13)

Menyangkut hal-hal yang bisa dijelaskan secara logis, seperti: gaji, bonus, jenjang karir dan fasilitas-fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawan. Dengan adanya jaminan finansial dan fasilitas pada karyawan maka akan membuat karyawan termotivasi dalam rangka menjaga reputasinya terhadap perusahan.

2) Faktor Emosional

Menyangkut perasaan atau ekspresi diri seperti: pekerjaan yang menantang, lingkungan kerja yang mendukung, perasaan aman karena perusahaan merupakan tempat bekerja dalam jangka panjang, pemimipin yang berkharisma, pekerjaan yang membanggakan, penghargaan-penghargaan yang diberikan perusahaan dan budaya kerja.

Faktor emosional ini merupakan faktor yang sangat mempengaruhi karyawan. Karyawan tidak hanya sekedar bertanggung jawab atas pekerjaannya melainkan perasaan emosional terhadap perusahaan, seperti perasaan memiliki dan perasaan bangga terhadap perusahaan. Kenyamanan dalam tempat kerja juga menjadi pengaruh emosional karyawan. Semakin seseorang merasa nyaman dengan tempat kerjanya, semakin tinggi pula loyalitas yang akan terbentuk.

3) Faktor Kepribadian

Menyangkut sebuah sikap yang berasal dari diri seseorang itu sendiri seperti: perilaku. Bagaimana seseorang bereaksi dan berinteraksi terhadap apa yang dihadapinya. Seorang karyawan yang memiliki loyalitas yang tinggi akan memberikan reaksi dan interaksi yang positif terhadap perusahaan dimana mereka bekerja. Loyalitas pada seorang karyawan tidak tumbuh begitu saja. Terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi tumbuhnya loyalitas tersebut. Yuliandri (dalam Trianasari, 2005) menegaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah adanya fasilitas-fasilitas kerja, tunjangan kesejahteraan, suasana kerja serta upah yang diterima dari perusahaan. Sedangkan menurut Steers & Porter (dalam Kusumo, 2006),

(14)

menyatakan bahwa timbulnya loyalitas kerja yang membangun loyalitas karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor:

1) Karakteristik pribadi, meliputi: usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, prestasi yang dimiliki, ras, dan sifat kepribadian

2) Karakteristik pekerjaan, meliputi: tantangan kerja, stres kerja, kesempatan untuk berinteraksi sosial, job enrichment, identifikasi tugas, umpan balik tugas, dan kecocokan tugas;

3) Karakteristik desain perusahaan/organisasi, yang dapat dilihat dari sentralisasi, tingkat formalitas, tingkat keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, paling tidak telah menunjukkan berbagai tingkat asosiasi dengan tanggung jawab perusahaan, ketergantungan fungsional maupun fungsi kontrol perusahaan; 4) Pengalaman yang diperoleh dalam perusahaan/organisasi, yaitu

internalisasi individu terhadap perusahaan setelah melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan tersebut meliputi sikap positif terhadap perusahaan, rasa percaya terhadap perusahaan sehingga menimbulkan rasa aman, merasakan adanya kepuasan pribadi yang dapat dipenuhi oleh perusahaan.

Berdasarkan faktor-faktor yang telah diungkap di atas dapat dilihat bahwa masing-masing faktor mempunyai dampak tersendiri bagi kelangsungan hidup perusahaan, sehingga tuntutan loyalitas yang diharapkan oleh perusahaan baru dapat terpenuhi apabila karyawan memiliki karakteristik seperti yang diharapkan dan perusahaan sendiri telah mampu memenuhi harapan-harapan karyawan.

2.1.3.3. Aspek-aspek Loyalitas

Mowday dan Potter menyatakan loyalitas adalah identifikasi yang relatif kuat serta keterlibatan dari individu terhadap organisasi tertentu. Terdapat tiga aspek yang tercakup di dalamnya yaitu:

1) Keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi

2) Keyakinan kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai serta tujuan dari organisasi

(15)

3) Penerimaan untuk melaksanakan usaha-usaha sesuai dengan organisasi.

Dalam melaksanakan kegiatan kerja karyawan tidak akan terlepas dari loyalitas dan sikap kerja, sehingga dengan demikian karyawan tersebut akan selalu melaksanakan pekerjaan dengan baik. Siswanto (dalam Soegandhi dkk. 2013), menitik beratkan pada aspek-aspek pelaksanaan kerja yang dilakukan karyawan sehingga dapat mewujudkan loyalitas antara lain:

1) Taat pada peraturan.

Setiap kebijakan yang diterapkan dalam organisasi untuk memperlancar dan mengatur jalannya pelaksanaan tugas oleh manajemen organisasi ditaati dan dilaksanakan dengan baik. Keadaan ini akan menimbulkan kedisiplinan yang menguntungkan organisasi baik intern maupun ekstern.

2) Tanggung jawab.

Kesanggupan seorang karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan baik, tepat waktu, serta berani mengambil resiko untuk keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan. Karyawan melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan sadar akan setiap resiko pelaksanaan tugasnya akan memberikan pengertian tentang keberanian dan kesadaran bertanggungjawab terhadap resiko atas apa yang telah dilaksanakan.

3) Kemauan untuk bekerja sama.

Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara invidual.

4) Rasa memiliki.

Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap organisasi akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap organisasi sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya tujuan organisasi. 5) Hubungan antar pribadi.

Karyawan yang mempunyai loyalitas kerja tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel ke arah tata hubungan antara pribadi.

(16)

Hubungan antara pribadi ini meliputi: hubungan sosial diantara karyawan, hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman kerja.

6) Kesukaan terhadap pekerjaan.

Organisasi harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari datang untuk bekerjasama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari: keunggulan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak pernah menuntut apa yang diterimanya diluar gaji pokok.

2.1.4. Produktivitas Kerja

2.1.4.1. Definisi Produktivitas Kerja

Setiap perusahaan akan selalu berupaya agar para karyawan yang terlibat dalam kegiatan perusahaan tersebut dapat memberikan prestasi dalam bentuk produktivitas kerja yang tinggi untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

Produktivitas sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu productivity. Merupakan gabungan dua buah kata yaitu product dan activity. Produktivitas merupakan sebuah kegiatan untuk menghasilkan produk. Menurut Mali (dalam Sedarmayanti, 2009), produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien.

Produktivitas memiliki dua kata kunci, yaitu efektivitas dan efisiensi. Produktivitas berdasarkan efektivitas berarti tingkat ketepatan dalam memilih atau menggunakan suatu metode untuk melakukan sesuatu (do right things). Mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Efektivitas menunjukkan kemampuan dalam melaksanakan prosedur, ketepatan memprioritaskan kegiatan, penampilan kerja secara profesional dan sesuai dengan standar, memberikan informasi yang jelas dan tepat pada orang lain,

(17)

serta mampu bekerja sama dengan orang lain. Efektivitas adalah merupakan derajat pencapaian output dari sistem produksi.

Sedangkan efisiensi terhadap produktivitas menunjuk sejauh mana sumber daya yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Efisiensi dapat diartikan sebagai tingkat ketepatan dan berbagai kemudahan dalam melakukan sesuatu (do things right). Baik efektifitas maupun efisiensi sendiri, keduanya saling berkaitan satu sama lain dalam pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas yang maksimal dalam melakukan produksi.

Pengertian produktivitas kerja karyawan bukanlah merupakan hasil yang tercipta dengan sendirinya akan tetapi harus diupayakan oleh karyawan itu sendiri. Produktivitas kerja merupakan sikap mental (attitude of mind) yang mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan. (Sedarmayanti, 2009:65). Produktivitas kerja karyawan juga tidak lepas dari tindakan atau perilaku karyawan untuk patuh pada peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Karyawan bekerja dengan baik apabila dia memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab karyawan, ini berarti dia harus patuh terhadap apa yang ditentukan oleh perusahaan. Sedangkan, untuk mendapatkan produktivitas kerja karyawan yang lebih tinggi, perusahaan tersebut perlu menciptakan iklim kerja yang baik untuk menumbuhkan semangat kerja dan kegairahan kerja dari karyawan.

2.1.4.2. Dimensi Produktivitas Kerja

Produktivitas kerja dapat ditinjau berdasarkan tingkatannya dengan tolak ukur masing-masing. Sutrisno (2011:104), menjelaskan dalam mengukur produktivitas kerja diperlukan suatu indikator sebagai berikut:

1) Kemampuan

Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya kepada mereka.

(18)

Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.

3) Semangat kerja

Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya.

4) Pengembangan diri

Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan karyawan untuk meningkatkan kemampuan.

5) Mutu

Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukan kualitas kerja seorang karyawan. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik pada gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri. Peningkatan mutu/kualitas kerja juga didukung dengan berupaya untuk melakukan perbaikan secara terus menerus. 6) Efisiensi

Perbandingan dengan apa yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan.

(19)

Produktivitas kerja karyawan berhubungan dengan berbagai faktor baik yang berhubungan dengan karyawan itu sendiri, maupun faktor lain yang saling berhubungan. Karyawan akan bekerja dengan produktif atau tidak, tergantung pada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan, dan aspek-aspek ekonomis, teknik serta keprilakuan lainnya.

Sulistiyani dan Rosidah (2009:249) mengemukakan beberapa faktor yang menetukan besar kecilnya produktivitas suatu organisasi, antara lain:

1. Knowledge (Pengetahuan)

Pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan dan menyelesaikan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, seorang karyawan diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif.

2. Skills (Keterampilan)

Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknik operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan diperoleh melaluai proses belajar dan berlatih. 3. Abilities (Kemampuan)

Kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang karyawan. Pengetahuan dan keterampilan termasuk faktor pembentuk kemampuan. Dengan demikian apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, diharapkan memiliki ability yang tinggi pula.

4. Attitude (Sikap)

Attitude merupakan kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan karyawan baik dan positif, maka perilaku kerja karyawan baik juga.

5. Behaviors (Perilaku)

Perilaku manusia akan ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam diri karyawan sehingga dapat mendukung

(20)

kerja yang efektif atau sebaliknya. Dengan kondisi karyawan tersebut, maka produktivitas dapat dipastikan terwujud.

Sedangkan menurut Tiffin dan Cormick (dalam Sutrisno, 2011), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulkan menjadi dua golongan yaitu:

1) Faktor yang ada pada diri individu, yaitu umur, keadaan fisik individu, kelelahan dan motivasi.

2) Faktor yang ada diluar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan sosial dan keluarga.

Adapun beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan menurut Simanjuntak (dalam Sutrisno, 2011), yaitu:

a) Pelatihan

Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Karena dengan latihan berarti para karyawan belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat memperkecil dan meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan.

b) Mental dan Kemampuan Fisik Karyawan

Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas kerja karyawan.

c) Hubungan Antara Atasan dan Bawahan

Hubungan atasan dan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, sejauh mana bawahan diikut sertakan dalam penentuan tujuan.

Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik oleh atasan atau adanya hubungan antar karyawan yang baik, maka karyawan tersebut akan berprestasi dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produkivitas kerja.

(21)

2.2. Kerangka Pemikiran

Sumber: Peneliti, 2015

2.3. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan landasan teori diatas, dapat dirumuskan Hipotesis atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

T-1: Untuk mengetahui kontribusi yang signifikan Komitmen Organisasi terhadap Loyalitas Karyawan sales group di PT. XYZ

• Ho = Komitmen Organisasi (X) tidak memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Loyalitas Karyawan (Y) sales group di PT. XYZ

• Ha = Komitmen Organisasi (X) memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Loyalitas Karyawan (Y) sales group di PT. XYZ

T-2: Untuk mengetahui kontribusi yang signifikan Loyalitas Karyawan terhadap Produktivitas Kerja sales group di PT. XYZ

• Ho = Loyalitas Karyawan (Y) tidak memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Produktivitas Kerja (Z) sales group di PT. XYZ

• Ha = Loyalitas Karyawan (Y) memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Produktivitas Kerja (Z) sales group di PT. XYZ

T-3: Untuk mengetahui kontribusi yang signifikan Komitmen Organisasi terhadap Produktivitas Kerja sales group di PT. XYZ

• Ho = Komitmen Organisasi (X) tidak memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Produktivitas Kerja (Z) sales group di PT. XYZ

(22)

• Ha = Komitmen Organisasi (X) memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Produktivitas Kerja (Z) sales group di PT. XYZ

T-4: Untuk mengetahui peranan Loyalitas Karyawan dalam memediasi kontribusi Komitmen Organisasi terhadap Produktivitas Kerja sales group di PT. XYZ

• Ho= Komitmen Organisasi (X) tidak memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Produktivitas Kerja (Z) sales group di PT. XYZ dengan Loyalitas Karyawan (Y) sebagai mediator

• Ha = Komitmen Organisasi (X) memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Produktivitas Kerja (Z) sales group di PT. XYZ dengan

(23)

Referensi

Dokumen terkait

c) untuk huruf e) hanya dapat beroperasi dengan pengaturan shift dengan kapasitas maksimal 50% (lima puluh persen) staf untuk setiap shift hanya di fasilitas

Robins (1992:237) memberikan defenisi morfem sebagai satuan gramatikal terkecil yang tidak mungkin dianalisis lagi menjadi satuan terkecil. Jadi bisa penulis simpulkan

Dari hasil pengujian alat yang telah dilakukan, diketahui bahwa robot berhasil dikendalikan sesuai dengan nada keyboard yang diinputkan dengan. persentase

Pengambilan sampel sebagai probandus berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dipilih dengan cara nonprobability sampling yakni, purposive sampling. Pasien

Karyawan yang mendapatkan kompensasi akan mendapatkan kepuasan kerja, dan otomatis akan termotivasi untuk lebih baik dalam bekerja sehingga akan meningkatkan kinerjanya,

Jika koefisien korelasi meningkat secara signifikan selama krisis, keadaan ini mungkin menyiratkan tingkat hubungan lintas pasar yang lebih tinggi secara statistik, dengan kata

Menimbang : bahwa untuk meningkatkan sistem pelelangan secara online dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, persaingan sehat, dan

Konsep diri subjek penelitian ini berada pada kategori tinggi, yang memiliki arti bahwa subjek penelitian telah mampu mengetahui gambaran diri sendiri, memahami