KETERKAITAN ANTARA KONDISI OSEANOGRAFI DENGAN KOMPOSISI
JENIS DAN KEPADATAN SPONGE LAUT DI KEPULAUAN SPERMONDE
(THE RELATIONSHIP BETWEEN OCEANOGRAPHIC CONDITIONS
AND COMPOSITION AND DENSITY OF MARINE SPONGE IN SPERMONDE ISLANDS)
Muh. Farid Samawi1, Chair Rani2 dan Ramli3
1,2,3)
Faculty of Marine Science and Fishery, Hasanuddin University Makassar
ABSTRACT
The research was conducted on several locations in the Spermonde Islands at Makassar waters (Laelae, Samalona and Barranglompo Island). The purpose of this study was to analyze relationship between oceanographic condition and composition and density of marine sponges. The results showed that there were differences in species composition between the islands. The Laelae Island that closed to the mainland has a lower number of species (5 families) and density
(0.8 ind/m2) than the other two islands. Lower transparency and current speed, and higher
turbidity were contributed to the result found.
Keyword: composition and density, marine sponge, oceanographic condition, Spermonde Islands
PENDAHULUAN
Penghuni terumbu karang sangat beraneka ragam, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Terumbu karang sangat penting untuk habitat organism, tetapi yang paling utama dan banyak memberi sumbangan terhadap biomas terumbu karang adalah hewan seperti ascidian, berbagai jenis karang dan Spons (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Spons atau porifera adalah hewan dari phylum porifera yang merupakan salah satu hewan primitif yang hidup menetap dan bersifat filter feeder. Spons memompa air keluar melalui tubuhnya dan menyaring partikel sebagai bahan makanan. Spons Nampak sebagai hewan yang sederhana, tidak ada jaringan, sedikit otot dan syaraf serta organ dalam. Ditemukan mulai dari zona pasang surut hingga kedalaman 8500 m. Spons memberi sumbangan yang penting terhadap komunitas bentik laut dan sangat umum dijumpai di perairan tropik dan subtropik.
Perubahan iklim dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif oleh aktivitas manusia serta degradasi habitat secara langsung ataupun tak langsung akan memengaruhi kehidupan dari spons itu sendiri. Namun sampai saat ini, informasi aspek ekologi spons sendiri belum banyak diketahui, seperti habitat, kelayakan parameter hidup, distribusi, kepadatan dan aspek ekologi lainnya. Oleh karena itu, kajian ekologi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi oseanografi yang sesuai untuk kehidupan sponge laut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini sudah dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2009 di Perairan Pulau Laelae, Pulau Samalona dan Pulau Barrang Lompo Kota Makassar Sulawesi Selatan. Stasiun penelitian di setiap pulau ditentukan sebanyak 4 stasiun berdasarkan arah mata angin.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu motor sebagai alat transportasi ke lokasi penelitian, alat selam (Scuba Set) untuk menyelam, GPS (Global Positioning System) untuk penentuan koordinat lokasi penelitian, kamera bawah air untuk dokumentasi penelitian, alat tulis bawah air (sabak) untuk mencatat data saat pengamatan, layang-layang arus untuk mengukur kecepatan arus permukaan, handrefraktometer untuk mengukur salinitas perairan, thermometer
untuk mengukur suhu, mundit kategori spons untuk panduan identifikasi Spons, Turbidimeter
untuk mengukur kekeruhan,roll meter untuk pemasangan transek garis dan kantong sampel untuk memasukan sampel. bahan yang digunakan adalah sampel spons, alkohol dan aquades.
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Pulau Barranglompo, Samalona dan Laelae, Kota Makassar
Parameter Oseanografi
Data oseanografi yang dikumpulkan meliputi parameter suhu, kecepatan arus, kekeruhan, kecerahan, salinitas dan keasaman perairan (pH) yang diukur secara in situ.
Identifikasi Sponge
Identifikasi organisme spons didasarkan pada petunjuk de Voogd (1997), dan Amir dan Budiyanto (1996). Identifikasi Spons laut dilakukan secara mikroskopik, meliputi bentuk luar, warna, oskula, konsistensi dan permukaan. Sedangkan kepadatan Spons dipantau dengan metode transek kuadrat 2 x 2 m2 sebanyak 5 kali dengan interval setiap 10 m sepanjang transek garis 50 m.
Kepadatan Sponge
Untuk mengetahui kepadatan dan distribusi spons dilakukan dengan metode transek kuadran. Pengambilan data kepadatan dan distribusi yakni dengan meletakkan transek kuadran
transek. Penempatan transek diletakkan sepanjang garis transek sejauh 50 m dengan interval 5 m. Penempatan transek kuadran pemantauan dilakukan mulai pada titik 0 m.
Analisis Data
Komposisi Jenis dan Kepadatan Sponge
Untuk menghitung komposisi jenis spons digunakan rumus sebagai berikut (Odum, 1971):
100
x
N
ni
KJ
=
dengan : ni = Jumlah setiap genus yang teramati N = Jumlah indivudu seluruh genus
Data kepadatan spons diperoleh dengan menggunakan rumus Brower dkk (1998), yaitu:
Dimana : K = kepadatan genus spons N = jumlah genus spons (ind) A = luasan transek (m2)
Keterkaitan Parameter Oseanografi dengan Komposisi Jenis dan Kepadatan Sponge
Untuk melihat perbedaan komposisi jenis spons pada kondisi oseanografi yang berbeda dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik. Sementara gambaran hubungan kepadatan jenis sponge dengan parameter oseanografi dianalisis dengan CCA (Canonical
Correspondence Analysis).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi OseanografiBerdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter oseanografi pada setiap lokasi pengamatan didata sebagai berikut:
Kecerahan
Hasil pengukuran an kecerahan rata-rata perairan pada tiap stasiun diperlihatkan pada Gambar 2. Tingkat kecerahan di perairan P. Barranglompo lebih tinggi dibanding P. Laelae dan P. Samalona.. Kecerahan perairan mempengaruhi distribusi sponge. Menurut Suharyanto (1998), sponge sangat menyukai perairan yang cukup jernih.
Gambar 2. Rata-rata kecerahan perairan pada setiap stasiun pengamatan
Kecepatan Arus dan Kekeruhan
Hasil pengukuran kecepatan arus dan kekeruhan rata-rata perairan pada tiap stasiun diperlihatkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Rata-rata kecepatan arus dan kekeruhan perairan pada setiap stasiun pengamatan Kecepatan arus pada tiap stasiun menunjukkan nilai yang masih mendukung untuk kehidupan spons. Pergerakan air dan sedimentasi merupakan dua faktor yang dikethaui mempengaruhi distribusi spons (Zea et al, 1994; Barnes, 1999). Menurut Storr (1976), spons dapat tumbuh normal pada kecepatan arus kurang dari 0,6 m/det. Kecepatan arus sangat dibutuhkan spons antara lain sebagai penyuplai oksigen dan makanan (berupa plankton) serta bermanfaat untuk membersihkan sedimen yang menempel pada tubuhnya. Wilkinson et al (1989) dande Voodg (1997) mengatakan bahwa kepadatan spons berkurang pada kekeruhan yang tinggi. Kekeruhan yang tinggi diperoleh pada perairan di P. Laelae dan ini terkait karena lokasinya yang dekat dengan daratan utama (Kota Makassar) serta adanya Muara Sungai Jeneberang sebagai penyuplai sedimen yang berasal dari lahan atas.
Suhu dan Salinitas
Hasil pengukuran suhu dan salinitas rata-rata perairan pada tiap stasiun diperlihatkan 6.5 7.75 9.25 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Laelae Samalona Barranglompo
Stasiun (Pulau) K e c e ra ha n ( m ) 0.05 0.05 0.02 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
Laelae Samalona Barranglompo
Stasiun (Pulau) K ecep at an A ru s ( m /d et ) 1.3 0.83 0.46 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Laelae Samalona Barranglompo
Stasiun (Pulau) K e k e ru h a n ( N TU )
Gambar 4. Rata-rata suhu dan salinitas perairan pada setiap stasiun pengamatan
Suhu perairan dan salinitas memperlihatkan nilai yang tinggi pada perairan P. Barranglompo. Kondisi ini disebabkan oleh letak pulau yang jauh dari daratan. Nilai suhu dan salinitas di setiap stasiun menunjukkan nilai yang sesuai untuk kehidupan spons. Menurut Storr (1976),suhu air optimum untuk kehidupan spons adalah 26-300C sedangkan salinitas yang optimum berkisar 30-36 o/oo.
pH Perairan
Hasil pengukuran pH rata-rata perairan pada tiap stasiun diperlihatkan pada Gambar 5.
6.4 6.55 6.7 6.25 6.3 6.35 6.4 6.45 6.5 6.55 6.6 6.65 6.7 6.75
Laelae Samalona Barranglompo
Stasiun (Pulau)
pH
Gambar 4. Rata-rata nilai pH perairan pada setiap stasiun pengamatan
Rata-rata kisaran nilai pH perairan 6,4-6,7. Nilai pH yang tinggi terukur di Perairan P. Barranglompo, dan semakinmenurun menuju daratan utama seperti di P. Laelae dengan nilai 6,4. Namun secara umum, nilai pH yang terukur saat penelitian tergolong di bawah pH normal (pH<7). Banyaknya buangan organik yang berasal dari daratan utama diduga menjadi penyebab rendahnya nilai pH perairan.
Komposisi Jenis dan Kepadatan Spons
Hasil identifikasi terhadap jenis spons laut di lokasi penelitian, ditemukan sebanyak 16 spesies yang berasal dari 9 famili 4 ordo. Secara umum komposisi jenis yang mendominasi adalah famili Spongiidae, Dysideidae, Chalatrinidae dan Callyspongiidae. Gambar 6 memperlihatkan komposisi jenis spons pada setiap stasiun pengamatan.
29.25 29.5 29.75 29 29.1 29.2 29.3 29.4 29.5 29.6 29.7 29.8
Laelae Samalona Barranglompo
Stasiun (Pulau) Su h u ( oC) 30.51 30.53 31.19 30 30.2 30.4 30.6 30.8 31 31.2 31.4
Laelae Samalona Barranglompo
Stasiun (Pulau) S a lin it a s ( o/ oo )
Chalatrinidae 11% Jaspidae 6% Callyspongiidae 13% Darw inillidae 2% Subiritidae 8% Pertosiidae 2% Dysideidae 15% Chalinidae 2% Spongiidae 41% Pertosiidae 7% Jaspidae 8% Chalatrinidae 10% Subiritidae 7% Darw inillidae 3% Callyspongiidae 12% Dysideidae 12% Chalinidae 2% Spongiidae 39% (a) (b) (c)
Gambar 6. Komposisi jenis spons laut pada setiap stasiun pengamatan (a) P. Laelae (b) P. Samalona (c) P. Barranglompo.
Jumlah jenis spons yang tinggi ditemukan di perairan P. Barranglompo dan P. Samalona yaitu sebanyak 9 famili dan terendah di P. Laelae sebanyak 5 famili. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi parameter oseanografi mempengaruhi komposisi jenis spons. Menurut Barnes (1990) dalam Suharyanto (1998), spons sangat menyukai perairan yang cukup jernih. spons termasuk plankton feeder, sehingga memerlukan kualitas dan kesuburanperairan yang ideal untuk menunjang kehidupannya.
Nilai rata-rata kepadatan spons laut pada tiap stasiun pengamatan bervariasi seperti terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Kepadatan spons laut pada setiap stasiun pengamatan
Kepadatan rata-rata spons antara pulau didapatkan nilai yang berkisar 0,8 – 3,77 ind/m2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kepadatan spons antara P. Barranglompo dengan P. Samalona tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05), sementara antara P. Barranglompo dan P. Samalona berbeda nyata dengan pulau Lae-lae(P<0.05).
Kepadatan spons yang tidak berbeda antara P.Barranglompo dan P. Samalona diduga karena memiliki kondisi oseanografi yang relatif sama. Faktor fisik perairan menjadi faktor utama yang menentukan kepadatan spons. Kepadatan spons di P.Barranglompo yang lebih tinggi dari P. Laelae hal ini disebabkan karena di P. Laelae, kecerahan perairannya yang rendah (sedimentasi
Spongiidae 63% Callyspongiidae 6% Jaspidae 5% Subiritidae 9% Chalatrinidae 17%
Kaitan antara Parameter Oseanografi dengan Kepadatan Spons
Kondisi perairan memiliki peranan penting dalam mendukung kehidupan spons. Kondisi perairan yang sesuai dengan kehidupan spons yang di alam menyebabkan tingkat kepadatan spons semakin tinggi. Kondisi oseanografi meliputi arus, suhu air, salinitas, pH, kekeruhan, dan kecerahan yang diukur sebagai faktor yang mempengaruhi kepadatan famili spons. Grafik hasil analisis Canonical Correspondence Analysis yang mengaitkan parameter oseanografi penciri dengan kepadatan famili spons disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Parameter penciri lingkungan yang berkaitan dengan sebaran dari famili spons laut pada tiap sub stasiun pengamatan. a: Sumbu 1 dan Sumbu 2; dan b: Sumbu 1 dan Sumbu 3
Hasil interpretasi analisis CCA, diidentifikasi sebanyak lima kelompok famili spons dengan parameter lingkungan penciri seperti disajikan pada Tabel 1.
pH Salinintas Suhu Kekeruhan Arus Kecerahan Darwinillidae Callyspongiidae Spongiidae Chalinidae Dysideidae Petrosiidae Jaspidae Chalatridae Subiritidae BL4 BL3 BL2 BL1 SL4 SL3 SL2 SL1 LL4 LL3 LL2 LL1 -4 -3 -2 -1 0 1 2 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Sumbu 1 (40,26%) Sumbu 2 (30,37%) a pH Salinintas Suhu Kekeruhan Arus Kecerahan Darwinillidae Callyspongiidae Spongiidae Chalinidae Dysideidae Petrosiidae Jaspidae Chalatridae Subiritidae BL4 BL3 BL2 BL1 SL4 SL3 SL2 SL1 LL4 LL3 LL2 LL1 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Sumbu 1 (40,26%) Sumbu 3 (14,95%) b
Tabel 1. Hasil interpretasi CCA keterkaitan distribusi spasial spons dengan parameter lingkungan.
Kelompok Stasiun Famili Spons Penciri Parameter Lingkungan Penciri I LL1, LL2, LL3, LL4, SL4 Spongiidae, Jaspiidae, Chalatriidae kekeruhan tinggi, kecerahan dan
kecepatan arus rendah
II SL2, SL3,
BL3 Callyspongiidae, Subiritidae
kecepatan Arus dan salinitas rendah
III BL4 Darwinillidae pH dan kekeruhan
rendah
IV SL1, BL2 Dysideidae kecerahan dan suhu
tinggi
V BL1 Petrosiidae, Chalinidae salinitas dan
kecepatan arus tinggi Dari tabel tersebut memperlihatkan famili spons laut yang mempunyai toleransi terhadap kondisi oseanografi ektrim seperti kekeruhan tinggi dan kecepatan arus yang rendah adalah
Spongiidae, Jaspiidae, Chalatriidae, Callyspongiidae, Subiritidae. Sementara famili yang
ditemukan pada kondisi oseanografi alami adalah Darwinillidae, Dysideidae, Petrosiidae,
Chalinidae. parameter oseanografi yang mempengaruhi adalah kekeruhan rendah, salinitas tinggi
dan kecepatan arus tinggi. Reseck (1988) mengatakan bahwa ada enam faktor ekologis yang sangat mempengaruhi bentuk dan pertumbuhan spons laut, antara lain kedalaman air, struktur dasar, arus air, suhu air, level nutrien dan sedimentasi.
KESIMPULAN
Kondisi oseanografi yang memiliki variasi yang tinggi pada stasiun pengamatan yaitu kekeruhan, kecepatan arus, dan kecerahan perairan. Komposisi jenis yang tinggi ditemukan di perairan P. Barranglompo dan P. Samalona dengan jumlah famili spons masing-masing 9 jenis. Adapun kepadatan spons laut yang tinggi ditemukan di P. Barranglompo dan P. Samalona. Famili spons laut yang mempunyai toleransi terhadap kondisi ektrem oseanografi seperti kekeruhan tinggi dan kecepatan arus yang rendah yaituSpongiidae, Jaspiidae, Chalatriidae, Callyspongiidae, Subiritidae. Sementarafamili yang ditemukan pada kondisi oseanografi yang relatif masih alami yaitu Darwinillidae, Dysideidae, Petrosiidae, Chalinidae. Parameter oseanografi yang mempengaruhi distrbusi spons yaitu kecerahan yang rendah dan kecepatan arus yang rendah dan kekeruhan yang tinggi sangat membatasi distribusi dan kepadatan spons.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, I. dan A. Budiyanto. 1996. Mengenal Sponge Laut (Demospongiae) Secara Umum. Oseana Volume XXI Nomor 2.
Barnes, D.K.A. (1999) High diversity of tropical intertidal-zone sponges in temperature,
salinity and current extremes. Afr. J. Ecol. 37, 424-434.
Brower, J.E., J.H. Zar, and C.N. von Ende. 1989. Field And Laboratory Methods For General Ecology. Third Edition. WM.C. Brower Publisher, Dobuque, USA.
de Voogd, N.J.D. 1997. Cross Shelf Distribution of South West Sulawesi Open Reef Sponges. Memoir of the Queensland Museum. Australia.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. W.B. Sounder Company, Toronto Reseck, J. Jr. 1988. Marine Biology. Second Edition. A Reston Book. Prentice Hail, Englewood
Cliff., New Jersey.
Romimohtarto dan K. Juwana S. 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi–LIPI, Jakarta.
Storr. J.F. 1976. Ecological: Factors controlling sponge distribution in the Gulf of Mexico
and the resulting zonation. Pp 261-276
in
Harrison, F.W. and R.R.Cowden (eds.)
Aspec of Biology
. New York: Academic Press.
Suharyanto, 1998. Studi Distribusi dan Persentase Penutupan Spons pada Kedalaman dan Kondisi Terumbu Karang yang Berbeda Di Perairan Pulau Barrang Lompo Kota Makassar. Thesis Pascasarjana Unhas. Makassar.
Wilkinson, C.R., and A.C. Cheshire. 1989. Patterns in Distribution of Sponge Population Across the Central Great Barrier Reef. Coral Reefs 8 : 127-134.