BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pakpak adalah salah satu etnik1 yang mendiami daerah geografis Provinsi
Sumatera Utara. Etnik Pakpak memiliki budaya yang diwariskan secara
turun-temurun dari nenek moyangnya. Salah satu bentuk dari warisan budaya tersebut
adalah kesenian dalam beberapa bentuk, di antaranya adalah seni tari (tatak), seni
ukir, seni tekstil, seni patung, dan seni musik (genderang).
Pada umumnya etnik yang ada di Sumatera Utara, memiliki beragam jenis
upacara adat. Suku Pakpak memiliki dua jenis kelompok upacara berdasarkan
fungsinya—yaitu, kerja njahat atau jenis upacara adat yang bersifat duka cita
(seperti kematian, mangongkal tulan, hilangnya seseorang tanpa terlacak, sedang
sakit keras, dan lainnya) dan kerja mbaik atau jenis upacara yang bersifat suka cita
1
(seperti perkawinan, mendapat hasil panen yang banyak, mencapai cita-cita, dan
lainnya).
Sebelum melaksanakan kegiatan-kegiatan upacara adat biasanya ada
perencanaan-perencanaan. Sebelum upacara adat dilaksanakan, dibentuklah
perkumpulan untuk merencanakannya, masyarakat Pakpak menyebutnya dengan
istilah tenggo raja. Ini harus dilaksanakan apabila ingin membuat suatu upacara
adat kerja njahat maupun kerja mbaik, karena di sinilah saat semua orang yang
akan terlibat dalam upacara tersebut membahas dan merencanakan kegiatan apa
saja yang akan dilaksanakan dan juga membahas apa saja yang diperlukan dalam
upacara tersebut.2 Mengenai hal penyajian dan penyertaan musik dalam kegiatan
upacara tersebut, juga turut dibahas dalam kegiatan tenggo raja tersebut.
Dalam upacara adat kerja njahat maupun kerja mbaik pada masyarakat
Pakpak, ada istilah yang disebut mengkerboi, yaitu acara proses penyembelihan
kerbau yang dibawa oleh kula-kula3 untuk dijadikan persulangen. Istilah
persulangen pada masyarakat Pakpak berarti bagian-bagian tubuh hewan yang sudah ditentukan siapa-siapa saja yang berhak menerimanya.
Mengkerboi ini akan dilaksanakan atau tidak, termasuk hal yang dibahas
pada acara tenggo raja karena proses mengkerboi ini akan dilaksanakan jika
memang kemampuan ekonomi yang membuat pesta mencukupi untuk
menyelenggarakannya dan disepakati semua pihak yang terlibat untuk mengadakan
2
Hasil wawancara dengan Dayo Sinamo, pada tanggal 20 Agustus 2015. 3
Istilah kula-kula ini adalah merujuk kepada kelompok sosial kemasyarakatan Pakpak, yang terdiri dari tiga kelompok utama dalam hubungan darah dan perkawinan, yang disebut dengan
pesta, yaitu antara keluarga yang membuat pesta dan pihak keluarga yang memberi
istri atau dalam bahasa Pakpak disebut kula-kula. Pada acara mengkerboi ini
nantinya ada empat tahapan yang harus dilaksanakan yaitu: (1) acara membawa
kayu jeretten sebagai tiang untuk tempat diikatnya kerbau yang akan disembelih,
(2) urutan kedua yaitu mengiring ke tiang jeretten, (3) urutan ketiga yaitu
penyembelihan kerbau; dan (4) yang terakhir adalah menampakken page tumpar, di
bagian ini padi akan ditumpahkan ke sekeliling tempat penyembelihan kerbau.
Keempat urutan yang ada dalam acara mengkerboi ini harus diiringi oleh
genderang (ensambel musik) Pakpak karena masing-masing mempunyai reportoar
yang khusus.
Jika mengkerboi sudah ditetapkan dalam suatu upacara adat di Pakpak,
maka upacara tersebut sudah tergolong upacara yang besar dan harus turut
mengundang para pergotci,4 karena selama proses mengkerboi mulai dari kerbau
diarak menuju tempat penyembelihan sampai akhirnya disembelih harus diiringi
oleh musik tradisional yang dimainkan secara langsung (live) oleh para pergotci.
Genderang yang dipakai pergocci juga harus sesuai dengan upacara yang dilaksanakan, jika upacara yang akan dilaksanakan adalah upacara yang bersifat
suka cita, maka yang dipakai adalah genderang sisibah atau genderang sipitu.
Sebaliknya jika upacara yang akan dilaksanakan bersifat duka cita, maka
genderang yang dipakai adalah genderang silima.
4
Sebutan untuk para pemusik tradisional musik Pakpak, kata bentukan ini terdiri dari dua unsur yaitu awal per yang artinya orang atau ahli dan gocci, yang maknanya adalah musik. Jadi
Bagi suku Pakpak, musik mempunyai peranan yang sangat penting dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, karena hampir seluruh kegiatan adat,
ritual, dan hiburan selalu menggunakan musik. Masyarakat Pakpak mempunyai
budaya musikal sendiri. Dalam penyajiannya ada yang menggunakan alat musik,
vokal, dan gabungan vokal dengan musik, dalam penggunaan alat musiknya ada
yang dimainkan secara ensambel ada juga yang secara tunggal (solo instrumen).5
Masyarakat Pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajian
dan cara memainkannya. Berdasarkan bentuk penyajiannya, alat-alat musik
tersebut dibagi menjadi beberapa ensambel dan solo instrumen,6 yakni genderang
sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendang sidua-dua, gerantung, mbotul, dan gung. Di sisi lain, berdasarkan cara memainkannya, instrumen musik
tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: sipaluun (alat musik yang
dimainkan dengan cara dipukul), sisempulen (alat musik yang dimainkan dengan
cara ditiup), dan sipiltiken (alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik).
Alat-alat musik yang digunakan di dalam ensambel genderang sisibah ini,
terdiri dari: alat musik sipaluan dan sisempulen saja. Adapun alat-alat musik itu
adalah: genderang sisibah (conical single headed drums)yang terdiri dari sembilan
buah gendang yang berbentuk konis satu sisi membrannya, gung sada rabaan
(idiofon yang teridiri dari empat buah gung (knobbed suspended gongs) yaitu
5
Istilah instrument dalam Kamus Musik yang ditulis oleh M. Soeharto (1992:54) adalah istilah dalam bahasa Inggris, yang artinya adalah alat musik yang digolongkan berdasarkan cara memakainya. Kadangkala istilah ini diserap di dalam Bahasa Indonesia menjadi instrumen, dengan makna yang sinonim dengan alat musik.
6
panggora, poi, tapudep, dan pong-pong), sarune (double reed shawm), dan cilatcilat (concussionidiophone).
Dalam penyajiannya, ensambel ini dipakai pada jenis upacara sukacita
(kerja mbaik) saja pada tingkatan upacara terbesar atau tertinggi saja. Ensambel
genderang sipitupitu dan genderang silima terdiri dari alat musik yang terdapat
pada ensambel genderang sisibah, perbedaannya hanya terdapat pada penggunaan
genderang saja. Genderang sipitu-pitu menggunakan 7 dari 9 gendang yang
terdapat pada genderang sisibah, sedangkan genderang silima menggunakan 5 dari
9 buah gendang (gendang yang digunakan gendang pada bilangan ganjil saja diurut
dari gendang terbesar). Ensambel ini digunakan pada upacara duka cita (kerja
njahat), seperti upacara kematian dan mengongkal tulan (menggali
tulang-belulang). Selanjutnya adalah ensambel gendang sidua-dua.
Ensambel gendang ini terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk
barrel (double head barrel drums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang
inangna (gendang induk, gendang ibu)yaitu gendang terbesar dan gendang anakna (gendang anak, jantan) yaitu gendang terkecil. Instrument lainnya yang terdapat
dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, dan sepasang cilat-cilat.
Ensambel ini digunakan pada upacara ritual, seperti upacara mendeger uruk
(upacara mengusir roh penunggu hutan sebelum diolah menjadi lahan pertanian)
dan hiburan saja seperti upacara penobatan raja atau mengiringi tarian pencak.
Ensambel yang terakhir adalah oning-oningen. Ensambel ini terdiri dari gendang
sitelu-telu, gung sada rabaan, lobat (aerophone), kalondang (xylophone),7 dan
7
kucapi (short neck lute). Ensambel ini digunakan pada upacara suka cita (kerja mbaik) seperti upacara penikahan dan untuk mengiringi tarian.
Oleh karena data yang didapat penulis adalah upacara yang bersifat duka
cita atau kerja njahat ncayur tua8 yang berlokasi di desa Natam Jehe, Kecamatan
Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. dan pada upacara tersebut melaksanakan salah
satu kegiatan adat mengkerboi, maka penulis memfokuskan untuk membahas
tentang musik yang yang dimainkan pergotci pada saat proses upacara mengkerboi
berlangsung untuk dijadikan tulisan ilmiah. Terlebih karena acara ini tergolong
jarang dilaksanakan di daerah Pakpak sendiri, dan sebagai orang yang bersuku
Pakpak, penulis merasa ini menjadi beban moral dan tanggung jawab untuk
memelihara dan meregenerasikan Budaya Pakpak.
Kajian ini tentu saja menggunakan disiplin ilmu etnomusikologi, yaitu ilmu
yang penulis pelajari selama kurun empat tahun terakhir ini. Untuk itu, konsep
keilmuan (saintifk) tentang apa itu etnomusikologi, yang kemudian penulis gunakan
dalam mengkaji musik dalam upacara mengkerboi ini, adalah menggunakan konsep
yang diajukan oleh Society for Ethnomusicology (SEM) dalam websitenya
webdb.iu.edu.
bilahan-bilahan kayu. Sedangkan alat-alat musik yang terbuat dari logam ada pula yang bberbetuk bilahan, misalnya saron dalam musik Jawa. Untuk membedakan alat-alat musik bilahan yang terbuat dari kayu dan logam ini, maka xilofon biasanya merujuk kepada alat musik berbilahan kayu, dan
metalophone keys merujuk kepada alat musik berbilahan logam. 8
Dalam konteks perkembangan disiplin etnomusikologi masa kini,
penjelasan mengenai apa itu etnomusikologi adalah seperti kutipan dari laman web
resmi Society for Ethnomusicology sebagai berikut.
Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music.European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban song, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in
ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary—many
ethno-musicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history.Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community‘s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices.Most ethnomusicolo-gists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world‘s music.Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Program in Ethnomusicology (http://webdb.iu.edu)
Dalam situs web tersebut dipaparkan dengan tegas bahwa etnomusikologi
adalah kajian keilmuan yang menjangkau terbentuknya musik di seluruh dunia ini,
dari masa dahulu hingga sekarang. Etnomusikologi mengeksplorasi segala gagasan,
kegiatan, alat-alat musik, dan suara yang dihasilkan (alat-alat musik atau vokal),
dengan masyarakat yang menghasilkan musik tersebut. Musik klasik Eropa dan
gamelan Jawa, ritual penyembuhan penyakit masyarakat Indian Navaho, nyanyian
keagamaan Hawaii, adalah beberapa contoh kajian terhadap musik di seluruh dunia,
yang dilakukan oleh para etnomusikolog.
Etnomusikologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang sifatnya
interdisiplin. Beberapa etnomusikolog mempunyai latar belakang tidak hanya di
dalam musik saja, tetapi ada yang berasal dari bidang ilmu antropologi, folklor, tari,
linguistik, psikologi, dan sejarah. Etnomusikologi secara umum melibatkan metode
etnografi dalam penelitiannya. Para etnomusikolog mengkaji musik dalam dimensi
waktu dan komunitas pendukungnya, mengamati, mengumpulkan dokumen tentang
apa yang terjadi, bertanya tentang apa yang diteliti, dan juga turut terlibat
memainkan musik seperti yang dilakukan komunitasnya. Para etnomusikolog juga
melakukan studi terhadap arsip, perpustakaan, dan museum, untuk mencari
sumber-sumber yang berkaitan dengan sejarah musik. Kadangkala etnomusikolog
melakukan dokumentasi dan mempromosikan pertunjukan musik. Sebahagian besar
etnomusikolog biasanya menjadi ilmuwan di berbagai jenis pendidikan dan
universitas. Sejumlah karya penting mereka berkaitan dengan museum, festival,
arsip, perpustakaan, label rekaman, sekolah, berbagai institusi, di mana mereka
memfokuskan pencerahan untuk ilmu pengetahuan dan apresiasi musik di seluruh
dunia. Beberapa perguruan tinggi dan universitas mempunyai program
etnomusikologi.
Dalam kaitannya dengan musik dalam upacara mengkerboi di dalam budaya
etnik Pakpak, maka disiplin etnomusikologi sangat relevan digunakan untuk
salah satu pendekatan di dalam etnomusikologi. Demikian pula yang penulis
terapkan di dalam meneliti dan menulis skripsi sarjana ini.
Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah
tersebut dalam sebuah tulisan ilmiah yang berbentuk skripsi sarjana, dengan judul:
―Analisis Fungsi dan Struktur Ritme Repertoar Gendang Mengkerboi dalam
Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak di Desa Natam Jehe, Kecamatan
Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.‖
1.2Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan
sebelumnya, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan
ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan upacara mengkerboi dalam upacara
adat kerja njahat ncayur ntua pada masyarakat Pakpak di Desa Natam
Jehe Kerajaan Pakpak Bharat?
2. Sejauh apa guna dan fungsi musik tradisional Pakpak dalam upacara
adat mengkerboi dalam upacara adat kerja njahat ncayur ntua (kerja
njahat) pada masyarakat Pakpak di Desa Natam Jehe Kerajaan Pakpak
Bharat?
3. Bagaimana pola ritme repertoar Gendang Mengkerboi yang digunakan
dalam kegiatan mdalam upacara adat kerja njahat ncayur ntua pada
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui, memahami, menganalisis bagaimana struktur dan
aturan-aturan kegiatan adat mengkerboi yang dilaksanakan dalam
upacara adat ncayur ntua pada masyarakat Pakpak di Desa Natam Jehe
Kerajaan Pakpak Bharat.
2) Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis sejauh apa guna dan
fungsi musik tradisional Pakpak dalam upacara adat mengkerboi pada
masyarakat Pakpak di Desa Natam Jehe Kerajaan Pakpak Bharat?
3) Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis bagaimana struktur
musik repertoar Gendang Mengkerboi pada upacara mengkerboi pada
masyarakat Pakpak di Desa Natam Jehe Kerajaan Pakpak Bharat.
1.3.2 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai budaya
Pakpak di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatra Utara.
2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian yang berkaitan
selanjutnya.
3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama
4. Sebagai suatu upaya untuk memelihara dan melestarikan musik tradisional
daerah sebagai bagian dari budaya Nasional.
5. Untuk memenuhi syarat ujian untuk mendapatkan gelar Sarjana di
Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara.
1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan
1.4.1 Konsep yang Digunakan
Pengertian istilah konsep, yang penulisgunakan di dalam konteks penulisan
skripsi ini, merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa kongkrit (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:431). Jadi
konsep berasal dari kenyataan sesungguhnya yang kemudian diabstrakkan.
Di dalam skripsi sarjana ini, konsep yang perlu diuraikan adalah terutama
menjelaskan judul skripsi dan yang berkait dengannya. Adapun konsep-konsep
yang perlu diurai adalah: (1) analisis atau kajian, (2) musik, (3) penggunaan dan
fungsi, (4) struktur, (5) ritme, (6) repertoar (7) mengkerboi, (8) upacara, (9)
ncayur ntua, dan (10) masyarakat Pakpak.
(1) Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi keempat (2008:58), kajian atau analisis adalah penguraian suatu
pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan
antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti
keseluruhan. Berpedoman dengan definisi di atas, kata analisis dalam tulisan ini
kajian terhadap dua aspek utama yaitu fungsi dan struktur ritme Gendang Mengkerboi sebagai sebuah repertoar (yang terdiri dari empat lagu) dalam konteks
upacara ncayur ntua masyarakat Pakpak.
(2) Istilah musik dalam Oxford Universal Dictionary Third Edition
(Merriam, 1964:27) didefinisikan sebagai berikut: That one of the fine arts which is
concerned with the combination of sounds with a view to beauty of form and the
expression of thought or feeling. Artinya secara harfiah adalah salah satu bagian
seni murni yang meliputi kombinasi bunyi-bunyian dengan suatu pandangandalam
memperindah bentuk dan ekspresi hasil pikiran atau perasaan.
Selain itu, musik diartikan di dalam American College Dictionary Text
Edition (Merriam 1964:27) sebagai: An art of sound in time which expresses ideas
and emotions in significant forms through the elements of rhythm, melody, harmony, and color. Artinya musik adalah sebagai salah satu seni yang medianya suara diolah berdasarkan waktu, yang mengekspresi berbagai gagasan dan emosi
dalam bentuk yang signifikan melalui unsure-unsur ritme, melodi, harmoni, dan
warna suara. Berdasarkan dua pengertian musik di atas, dapat disimpulkan bahwa
musikaladalah suatu hal yang berkaitan dengan hasil pikiran dan perasaan di mana
mengandung kombinasi bunyi-bunyian (ritme, melodi, harmoni, dan warna) dan
berbagai ide serta emosi.
(3) Istilah penggunaan dan fungsi, lazim dipakai dalam disiplin
etnomusikologi. Merriam menjelaskan kaitan dan perbedaan yang bernuansa antara
konsep penggunaan dan fungsi musik dalam masyarakat, seperti berikut ini.
berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik
dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagiannya. Penggunaan bisa atau
tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Merriam memberikan contoh, jika
seseorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi
musik seperti itu bisa dikaji sebagai perwujudan dari kontinuitas dan
kesinambungan keturunan manusia yaitu untuk memenuhi kehendak biologis
bercinta, menikah, dan berumah tangga—dan pada akhirnya menjaga
kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang menggunakan musik untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanismenya berhubungan dengan
mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual, dan
kegiatan-kegiatan upacara.
Oleh karena itu, menurut Merriam ―penggunaan‖ menunjukkan situasi
musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan ―fungsi‖ berkaitan dengan
alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh
dari sekedar apa yang dapat dilayani oleh musik yang dikaji. Dengan demikian,
sesuai dengan pendapat Merriam, menurut penulis penggunaan lebih berkaitan
dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan
konsistensi internal budaya. Dalam kaitannya dengan tulisan ini, maka dapat
dikatakan bahwa penggunaan repertoar Gendang Mengkerboi adalah untuk
mengiringi jalannya upacara ncayur ntua, sedangkan fungsinya adalah untuk
mengabsahkan upacara tersebut, sebagai hiburan, komunikasi, perlambangan,
integrasi sosial, mengekspresikan struktur kekerabatan daliken sitelu, pertanda
(4) Yang dimaksud dengan struktur di dalam tulisan ini adalah mengacu
kepada KBBI (1991), yaitu: (i) cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan,
bangunan; (ii) yang disusun dengan pola tertentu; (iii) pengaturan unsur atau bagian
suatu benda; (iv) ketentuan unsur-unsur dari suatu genda; (v) dalam linguistik
adalah pengaturan pola dalam bahasa secara sintagmatis. Dalam skripsi sarjana ini,
yang penulis maksudkan dengan struktur adaalah cara repertoar Gendang
Mengkerboi disusun atau dibangun oleh ritme-ritmenya yang terdiri dari meter (birama), pulsa dasar (taktus), dan unit-unit pembentuk birama, seperti durasi not,
aksentuasi, down beat, up beat, dupel, kuadrupel, cepat dan lambatnya tempo lagu,
dan lain-lainnya.
(5) Seterusnya masih menurut KBBI (1991) yang dimaksud ritme adalah
gerakan berturut-turut secara teraturm turun dan naiknya lagu (bunyi) yang
beraturan. Ritme ini juga memiliki makna yang sama dengan irama. Di dalam
skripsi sarjana ini, yang penulis maksud dengan ritme adalah irama yang dihasilkan
oleh alat-alat musik dalam ensambel genderrang yang disajikan di dalam upcara
kerja njahat ncayur ntua pada masyarakat Pakpak, terutama di lokasi penelitian, Desa Natam Jehe Kerajaan Pakpak Bharat.
(6) Seterusnya, konsep tentang repertoar (dari bahasa Inggris repertoire)
dalam tulisan ini adalah: (a) persediaan nyanyian, lakon, opera yang dimiliki
seseorang atau suatu kelompok seni yang siap untuk dimainkan; (b) daftar lagu,
judul sandiwara, opera, dan sebagainya yang akan disajikan oleh pemain musik,
sanggar penyanyi, dan sebagainya; (c) istilah linguistik perbendaharaan bahasa
dalam skripsi sarjana ini, yang dimaksud dengan repertoar adalah persediaan
nyanyian atau lagu yang disajikan ensambel genderrang, yang dalam upacara
mengkerboi terdiri dari lagu-lagu: (1) Gendang Si Sangkar Roh, (2) Gendang
Gajah Mangiring, (3) Gendang Mangiring Gajah, dan (4) Gendang Raja.
(7) Mengkerboi adalah istilah yang digunakan masyarakat Pakpak untuk
penyembelihan kerbau yang dibawa oleh kula-kula untuk dijadikan persulangen
dengan empat tahapan yaitu, acara membawa kayu jeretten sebagai tiang untuk
tempat diikatnya kerbau yang akan disembelih, urutan kedua yaitu mengiring ke
tiang jeretten, urutan ketiga yaitu penyembelihan kerbau dan yang terakhir adalah
menampakken page tumpar, di bagian ini padi akan di tumpahkan ke sekeliling
tempat penyembelihan kerbau. Pada saat melaksanakan kegiatan mengkerboi, setiap
tahapan harus diiringi oleh genderrang.
(8) Selanjutnya, konsep mengenai upacara menurut KBBI (1991) adalah: (i)
tanda-tanda kebesaran seperti payung kerajaan, seperti dalam kalimat
dayang-dayang mengiringkan raja, masing-masing membawa upacara [tanda kebesaran];
(ii) peralatan menurut adat-istiadat, rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat
pada aturan tertentu menurut adat atau agama, misalnya dalam kalimat upacara
perkawinan dilakukan secara sederhana; (iii) perbuatan atau perayaan yang
dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting (seperti pelantikan
pejabat, pembukaan gedung baru); contoh dalam kalimat upacara pelantikan bupati,
upacara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, dan lainnya. Dalam tulisan
ini, yang dimaksud upacara adalah seperti konsep pada butir (ii) dan (iii) yang
adat dan agama serta perbuatan dan perayaan yang dilakukan sehubungan dengan
peristiwa penting dalam budaya masyarakat Pakpak yaitu kematian ncayur ntua,
sebagai kematian ideal bagi masyarakatnya.
Dalam kebudayaan Pakpak, upacara ini secara umum disebut dengan kerja.
Berdasarkan jenisnya dibagi dua yaitu upacara duka cita yang disebut dengan kerja
njahat (misalnya kematian dan mengangkat tulang leluhur) dan upacara suka cita
(misalnya perkawinan dan pesta panen) yang disebut dengan kerja mbaik. Terdapat
lima jenis upacara kematian dalam budaya masyarakat Pakpak yaitu: (1) Mate
bura-bura koning jika yang meninggal dunia berusia satu hingga lima tahun, (2)
Mate bura-bura cipako jika yang meninggal dunia berusia enam sampai lima belas
tahun, (3) Males bulung buluh jika yang meninngal dunia dana meninggalkan anak
yang masih kecil, (4) Males bulung sampula yang meninggal dunia sudah
termasuk berusia tua tetapi keturunannya belum semua berkeluarga, dan (5) Males
bulung sibernae (ncayur ntua ) adalah kategori kematian yang paling tinggi
tingkatannya karena meninggal dalam usia tua dan semua keturunannya sudah
berkeluarga dan mempunyai cucu dan bahkan sudah meningglakan cicit juga.
Dalam tulisan ini, penulis hanya membahas mengenai upaca kematian
ncayur ntua saja. Ncayur ntua adalah jenis jenis upacara kematian orang tua yang sudah lanjut usia dan semua keturunannya telah berumah tangga, dan sudah
memiliki cucu maupun cicit.9
9
1.4.2 Teori yang Digunakan
Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu
peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:1041). Sesuai
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis
menggunakan beberapa landasan teori yang berkaitan (relevan) dengan tulisan ini.
Artinya secara harfiah, teori adalah sebuah rangkaian hubungan konsep,
definisi, dan proposisi yang menunjukkan suatu urutan yang sistematis dari
fenomena dengan menggambarkan hubungan antara banyak variabel, dengan tujuan
menjelaskan dan memprediksikan fenomena tersebut. Dengan ini, penulis
menggunakan teori untuk membahas dan menjawab tiga pokok permasalahan
seperti telh diurai dalam bagian latar pokok masalah.
Untuk menganalisis pokok masalah pertama yaitu upacara adat ncayur tua
suku Pakpak di Desa Natam Jehe penulis berpedoman pada teori upacara yang
menjadi perhatian dari para ahli antropologi yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat (2009:296), yakni secara khusus mengandung empat aspek: (1)
tempat upacara dilakukan; (2) saat-saat upacara dijalankan; (3) benda-benda dan
alat upacara; dan (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
Selanjutnya dalam menganalisis upacara ncayur tua, tertama bagian
mengkerboi, dalam konteks kebudayaan, penulis menggunakan teori tradisi lisan.
Setiap kebudayaan musik dunia memiliki sistem-sistem musik yang berbeda,
karena kebudayaan musik dunia dikerjakan dengan cara yang tidak sama oleh
setiap pendukung kebudayaan (Nettl, 1977:3). Sistem-sistem musik tersebut dapat
pengajaran, estetika, kesejarahan, dan lain-lain. Salah satu sistem yang terlihat jelas
dalam suatu kebudayaan musik dunia adalah pengajarannya yang diwariskan dari
mulut ke mulut yang lazim disebut oral tradition (Nettl, 1973:3). Dengan demikian
pewarisan kebudayaan melalui mulut ke mulut dapat menciptakan hasil
kebudayaan musik yang berbeda dari setiap generasi. Hal ini tentu dapat dijadikan
sebagai hal yang menarik untuk diteliti dan harus diketahui tentang materi-materi
lisan dan variasi ragam musik yang menggunakan istilah-istilah ideal dari suatu
kebudayaan musik itu sendiri. Tradisi lisan dalam pewarisan kebudayaan musik
menciptakan berbagai ragam variasi musik dan materi-materi lisan. Gendang
mengkerboi merupakan bagian dari pewarisan budya musik suku Pakpak yang tercipta bersamaan dengan perubahan waktu dan lingkungan sebagai konsekuensi
dari tradisi lisan.
Seterusnya untuk menganalisis guna dan fungsi musik repertoaar Gendang
Mengkerboi di dalam kebudayaan etnik Pakpak, khususnya di Desa Natam Jehe,
penulis menggunakan teori fungsionalisme. Menurut Malinowski, yang dimaksud
fungsi itu intinya adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan sebenarnya bermaksud
memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang
berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Contohnya, kesenian sebagai salah
satu unsur kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan
keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena
keinginan naluri manusia untuk tahu. Teknologi muncul karena manusia ingin
mudah bekerja di dalam mengisi hidupnya. Namun banyak pula aktivitas
Dengan paham ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak
masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.10
Selaras dengan pendapat Malinowski, repertoar Gendang Mengkerboi
pada upacara ncayur tua, dalam budaya masyarakat Pakpak, timbul dan
berkembang karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri
masyarakatnya. Musik ini timbul, karena masyarakat pendukungnya ingin
memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan dan ritual. Namun lebih jauh
dari itu, akan disertai dengan fungsi-fungsi lainnya, seperti integrasi masyarakat,
hiburan, kontinuitas budaya, dan lainnya.
Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan
struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan
individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown
yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat,
mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada
keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah
untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang
diuraikannya berikut ini.
By the definition here offered ‗function‘ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may
10
define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).
Sejalan dengan pandangan Radcliffe-Brown, musik Gendang Mengkerboi
bisa dianggap sebagai bagian dari struktur sosial masyarakat Pakpak. Pertunjukan
musik tersebut adalah salah satu bagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada
keseluruhan aktivitas, yang pada masanya akan berfungsi bagi kelangsungan
kehidupan budaya masyarakat Pakapak. Fungsinya lebih jauh adalah untuk
mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu,
dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi sosial dan budaya dalam masyarakat
Pakpak, khususnya di wilayah penelitian ini adalah Desa Natam Jehe.
Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba
menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam
membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi.
Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat
penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap
perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk
kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai
praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian daripada pelaksanaan adat
istiadat, sama ada ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan
aktivitas-aktivitas lain (1964:210).
Untuk mengkaji struktur ritme pada repertoar Gendang Mengkerboi,
Malm (dalam terjemahan Takari, 2003) yang mengatakan ada langkah-langkah
yang harus ditempuh dalam pengamatan seni pertunjukan yaitu: (1)
mendeskripsikan sifat seni pertunjukan apakah penyanyi dan/atau pemain musik;
(2) menganalisis ―waktu‖ termasuk di dalamnya meter, pulsa dasar (taktus), dan unit-unit pembentuk birama, serta; (3) menganalisis melodi musik dengan
menggunakan metode weighted scale (bobot tangga nada).
Sesuai dengan judul, maksud, serta tujuan penelitian ini, penulis
menggunakan langkah pertama mengenai peretunjukan, dan kedua yaitu
menganalisis unsur ―waktu‖ lewat pendekatan musik Barat yang terdiri dari empat
langkah, yaitu: (1) mencatat tempo dalam tanda-tanda metronom (jumlah ketukan
dasar per menit); (2) menotasikan ritme yang dihasilkan, serta hubungannya dengan
melodi; (3) mencatat meter atau tanda birama (skema waktu dalam musik) untuk
dapat menetukan pulsa dasar berdasarkan ketukan-ketukan beraksen (sesuai dengan
latar belakang budaya si penulis); dan (4) Merangkum pulsa-pulsa ini ke dalam
unit-unit yang disebut birama (Takari, 1993).
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, (Koentjaraningrat, 1997:16). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami permasalahan
yang telah ditetapkan.
Penulis juga menerapkan penelitian kualitatif, yaitu tahap sebelum ke
laporan. (Maleong, 2002:109). Di samping itu, untuk mendukung metode penelitian
yang dikemukakan oleh Moleong, penulis juga menggunakan kerja lapangan (field
work) dan kerja laboratorium (laboratory work). Hasil dari kedua disiplin ini
kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir.
Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan
ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data. Dalam hal ini digunakan dua
macam metode, yakni menggunakan daftar pertanyaan tertulis (questionnaires),
dan menggunakan wawancara (interview). Untuk melengkapi pengumpulan data
dengan daftar pertanyaan maupun wawancara tersebut, dalam penelitian ini
digunakan pengamatan (observation) dan penggunaan catatan harian (Djarwanto,
1984:25).
1.5.1 Studi Kepustakaan
Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan
penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari
buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan
yang berkaitan dengan objek penelitian.
Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatkan konsep-konsep dan teori
juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat
1.5.2 Kerja Lapangan
Menurut Harja W. Bachtiar (1985:108), bahwa pengumpulan data dilakukan
melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan teknik observasi untuk
melihat, mengamati objek penelitian dengan tujuan mendapatkan
informasi-informasi yang dibutuhkan.
Dalam hal ini, penulis juga langsung melakukan observasi langsung ke
lokasi penelitian yang telah diketahui sebelumnya, dan langsung melakukan
wawancara bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan,
yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya,
walaupun saat melakukan penelitian terdapat juga hal-hal baru, yang menjadi bahan
pertanyaan yang dirasa mendukung dalam proses penelitian ini, semua ini
dilakukan untuk tetap memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang
dibutuhkan dan data yang benar, untuk mendukung proses penelitian.
1.5.3 Wawancara
Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode
wawancara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985:139), yaitu: wawancara
berfokus (focused interview), wawancara bebas (Free interview), dan wawancara
sambil lalu (casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan
daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis
ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang
terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap
Lebih jauh lagi, menurut Harja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah
untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data
atau keterangan tidak ada yang hilang. Seterusnya agar data nantinya dikaji, maka
dilakukan pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera
Canon 1100d.
1.5.4 Kerja Laboratorium
Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan dari berbagai sumber
yaitu hasil pengamatan, hasil wawancara, rekaman audio, visual, dan audiovisual,
selanjutnya ditelaah dan diolah dalam kerja laboratorium. Penulis
menstranskripsikan bunyi musik yang telah direkam. Transkripsi dilakukan dengan
menggunakan notasi balok dengan bantuan perangkat lunak program sibellius agar
memperjelas kualitas notasi balok di dalam tulisan ini. Hasilnya dapat dilihat dalam
Bab V skripsi ini. Aktivitas berikutnya adalah menganalisis aspek ritmenya.
Setelah melakukan kerja laboratorium, maka penulis membuatnya ke dalam
sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sarjana sesuai dengan teknik-teknik
penulisan karya ilmiah yang berlaku di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara di Medan. Sesuai dengan pendekatan di
bidang etnomusikologi, maka dalam menganalisis repertoar Gendang Mengkerboi
dalam upacara ncayur tua perlu dilihat dalam konteks multidisiplin ilmu. Dengan
demikian, tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan
Untuk mengetahui sistem permainan atau teknik permainan alat musik yang
terdapat dalam ansambel gendrang silima yang digunakan dalam acara gendang
mengkerboi, penulis mengacu pada teori berikut: ‖Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik
tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat‖
Selanjutnya Charles Seeger juga mengemukakan dalam Nettl (1964 : 100)
yaitu: ‖Ada dua tujuan musikal yaitu secara perspektif dan deskriptif. Secara
ringkas diterangkan bahwa perspektif dapat disebut sebagai notasi yang tidak lebih
dari untuk membantu pemain mengingat terhadap musik pada saat pertunjukan.
Sedangkan deskriptif adalah notasi yang menuliskan semua karakter musikal secara
rinci dari suatu komposisi musik yang diperdengarkan.‖
1.5.5 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lokasi yang
merupakan tempat berlangsungnya kegiatan upacara Ncayur tua di Desa Natam
Jehe, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Desa ini dihuni oleh
mayoritas penduduknya suku Pakpak. Cara penulis melihat desa ini adalah baik
secara administratif pemerintahan Republik Indonesia, maupun secara antropologis,
yaitu melihatnya sebagai sebuah wilayah kebudayaan etnik, dalam hal ini etnik
Pakpak. Tentu saja ada perbedaan antara cara melihat etnik berdasarkan wilayah
Bagan1.1:
Latar Belakang Kajian Etnomusikologis terhadap Fungsi dan Struktur Ritme
Repertoar GendangMengkerboi dalam Upacara Ncayur Ntua Masyarakat Pakpak