• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTICLE REVIEW: GAGASAN FORMASI NALAR ARAB AL-JABIRI DAN SIGNIFIKANSINYA UNTUK REKONSTRUKSI NALAR ACEH | Yulianti | OJS Center 1374 2660 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ARTICLE REVIEW: GAGASAN FORMASI NALAR ARAB AL-JABIRI DAN SIGNIFIKANSINYA UNTUK REKONSTRUKSI NALAR ACEH | Yulianti | OJS Center 1374 2660 1 SM"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

ARTICLE REVIEW: GAGASAN FORMASI NALAR ARAB AL-JABIRI DAN SIGNIFIKANSINYA UNTUK REKONSTRUKSI NALAR ACEH

Penulis Artikel : Zulfata

Reviewer : Cut Afrida Yulianti

Penerbit : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry Website :

http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/548 DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jiif.v15i2.548

A.ISI ARTIKEL

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memahami mengenai

perkembangan budaya di suatu daerah yang mampu menentukan berkualitas atau

tidaknya perkembangan ilmu pengetahuan di suatu daerah tersebut yang pada

akhirnya akan berpengaruh pada pembentukan kepribadian masyarakatnya. Dalam

hal ini, penulis memperkecil ruang lingkup objek penelitiannya Tentang

pemikiran salah seorang tokoh intelektual muslim yang bernama Muhammad

Abid al-Jabiri yang melakukan kajian mengenai penelusuran kebudayaan Arab

yang berfokus pada ajaran keagamaan masyarakat setempat. Selain itu, penelitian

ini juga berupaya menemukan kaitan pemikiran tersebut terhadap nalar Aceh.

Metode penelitian yang dilakukan dalam kajian ini menggunakan metode

penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan filsafat sejarah

sebagai indikator penelusuran persoalan-persoalan yang diangkat.

Muhammad Abid al-Jabiri adalah seorang intelektual muslim yang sangat

kreatif dalam melontarkan kritikan-kritikannya dalam membangun kesadaran

umat muslim pada masanya. Muhammad Abid al-Jabiri dilahirkan di kota Feji

(Fekik), Maroko pada tahun 1936 M. Gelar doktornya diraih di Universitas

Muhammad V Rabat-Maroko, kemudian menjadi dosen filsafat dan pemikiran

islam di Fakultas Sastra pada kampus yang sama. Keaktifannya dalam wilayah

politik sebagai basis kegiatannya memberikan pengaruh yang besar dalam konteks

pemikiran politiknya terutama berkenaan dengan kondisi politik bangsa Arab

(2)

2

Seiring dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

hal ini menempatkan negara Arab sebagai salah satu negara dengan kondisi

terbelakang. Menurut Al-Jabiri , hal ini terjadi karena cara pikir mereka yang

belum sepenuhnya sesuai dengan semangat ajaran Islam. Oleh karena itu,

Al-Jabiri yang berlatar belakang politik yang kuat berhasil mengeluarkan beberapa

gagasan bagi kebangkitan dan kemajuan Arab dengan memberikan pemahaman

secara lebih dalam mengenai Al-Qur’an dan Hadits dalam konteks kekinian.

Gagasan yang dilontarnya sangat berpengaruh terhadap perkembangan studi

tentang rekonstruksi metodologi para sejarawan pada masa itu. Kemahirannya

dalam menguasai konsep epistemologi membuatnya semakin mengguncang

pandangan keilmuan di dunia. Sejak awal abad ke 20-an, Muhammad Abid

al-Jabiri mencoba serius kajiannya dengan secara rutin menerbitkan

artikel-artikelnya di berbagai media yang berkenaan dengan wacana-wacana

sosiokultural dan keagamaan yang sering diperbincangkan. Muhammad Abid

al-Jabiri sering disejajarkan dengantokoh-tokoh pembaharuan dalam Islam seperti

Fatima Mernisi. Di sisi lain, pola pemikiran al-Jabiri cenderung dipengaruhi

olehrekontruksi pos-struktruralism (posmodern) yang berkembang dalam filsafat

Prancis.Akan tetapi kecenderungan tersebut tidak dapat dimarjinalkan bahwa

Al-Jabiri juga dipengaruhi oleh karya-karya filsafat yang ditulis para filosof islam

seperti Alkindi dan Ibnu Rusyd.1

Dalam memahami pola pemikiran Muhammad Abid Al Jabiri, terlebih

dahulu kita perlu mengenali metode penelitiannya yang cenderung bersifat

integratif dan interkonektif dalam membahas suatu masalah. Hal ini menunjukkan

bahwa pola pemikiran Abid Al-Jabiri adalah menyingkap sekian banyak objek

yang terlibat dalam suatu penelitian tertentu mengenai suatu masalah tertentu, dan

salah satu buah dari pemikirannya berfokus padarekonstruksi peradaban Arab .

Banyak alasan yang melatarbelakangi Abid Al-Jabiri melakukan kajian

ini dan secara keseluruhannya gejala sosial masyarakat Arab pada masa itu

menjadi penyebab utama munculnya dan berkembangnya pemikiran Abid

1Zulfata Zulfata, “GAGASAN FORMASI NALAR ARAB ĀBID AL

-JĀBIRĪ DAN

SIGNIFIKANSINYA UNTUK REKONSTRUKSI NALAR ACEH,” Jurnal Ilmiah Islam Futura

(3)

3

Jabiri. Dalam karyanya yang berjudul formasi nalar Arab , Abid Al-Jabiri

memunculkan beberapa persoalan, yaitu: Pertama, pemikirannya tersebut ingin

memberikan mekanisme dan solusi terhadap kegalauan masyarakat Arab ketika

bersentuhan dengan kebudayaan Yunani yang cenderung mengedepankan

penalaran. Hal ini diperparah ketika pada masa itu masyarakat Arab sedang

disibukkan dengan pertikaian antarsuku. Di balik itu semua terdapat suatu

kelompok elit yang paling memiliki kuasa penuh yakni kelompok Qurays.Kedua,

ketidakberdayaan masyarakat Arab untuk melepas belenggu legalitaskebudayaan

nenek moyang mereka yang dapat merusak citra peradapan Arab

ketikaberhadapan dengan perkembangan zaman. Justru sikap apologis

kebudayaan yang semakin berkembang, tidak memiliki makna yang positif

terhadap kebudayaan yang dipertahankan.Ketiga, Abid al-Jabiri berusaha untuk

menyelaraskan paradigma secara Arab dengan sejarah perkembangan renaisans di

Eropa. Dalam pandangan Abid al-Jabiri , sejarah peradaban Islam cenderung

terputus dan tidak seimbang. Terputusnya sejarah tersebut mengakibatkan

peradaban Arab menjadi semakin tidak bermartabat seiring perubahan

zaman.Keempat, Abid al-Jabiri ingin menyampaikan bahwa semua tradisi

tersebuttidak dibolehkan untuk dianggap sebagai suatu yang telah objektif dan

sakral,melainkan bahwa tradisi tersebut merupakan suatu hal yang harus

direkontruksikan dan disesuaikan dengan situasi masa lalu dan masa sekarang.

Kelima, untuk mengembangkan dan memberi pemahaman kepada umatmuslim

bahwa dalam menyelesaikan permasalahan harus perangkat dari sudutpandang

yang bersifat integratif, yakni permasalahan fiqh, gramatika Arab ,humanitas dan

lain sebagainya tidak dapat dipisahkan. Begitu pula sebaliknya, umatmuslim

jangan hanya tenggelam dalam pemahaman fikih dan gramatikanya dengan dalih

bahwa semua itu adalah tradisi yang tidak boleh diganggu gugat walaupun

nilainya mengalami pertentangan yang sengit terhadap nilai-nilai humanitas pada

masa itu. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Abid al-Jabiri ingin

melakukan program yang bersar bagi generasi umat muslim di dunia yakni,

(4)

4

Jazirah Arab yang cenderung tidak memiliki keseimbangan antara penjelasan

ilmu pengetahuan, keagamaan dan politik.

Terdapat beberapa indikator yang dikembangkan oleh al-Jabiri dalam

mendeskripsikan sejarah peradaban Arab yang meliputi: proses pembentukan

kultur Arab klasik, Arab pasca proses kodifikasi, dan perkembangan kreatifitas

pengetahuan Arab Islam. Menurutnya, pengetahuan tentang Arab akan

mengangkat wacana tentang tradisi, agama, kekhalifahan, ideologi, dogma, dan

sebagianya yang menyangkut ke dalam pemikiran- pemikiran islam.

terdapat tiga macam kritik nalar yang menjadi kajian Al-Jabiri dalam

kaitannya terhadap tradisi Arab yakni: Nalar Epistemologi, Nalar Politik dan

Nalar Etika. Nalar epistemologi berkaitan dengan cara mengetahui ataupun cara

memproduksi suatu ilmu pengetahuan. Nalar politik berbicara tentang kekuasaan,

yakni bagaimana cara berkuasa dan menguasai. Sedangkan nalar etika membahas

tentang bagaimana cara kita menyikapi suatu masalah, baik itu masalah yang

bernilai baik maupun yang bernilai buruk.

Dalam upaya menganalisa peradaban pengetahuan tentang filsafat islam

yang berkembang di Arab , menurut Al-Jabiri , hal ini sangat dipengaruhi oleh

nilai-nilai lingkungan seperti budaya Badui, Yunani, politik dan upaya-upaya

lainnya yang tidak luput dalam kajian Al-Jabiri. Dalam hal ini, al-Jabiri

menemukan tiga aspek epistemologi yang berkembang dalam peradaban Arab ,

yakni aspek Bayani, Burhani, dan Irfani.

Dalam pendekatan filosofis, kata Bayani merupakan suatu metodologi

pemahaman dalam memahami makna-makna tekstual dari ayat-ayat Al-Qur’an.

Bagi masyarakat Arab , dalam pembahasan ini sangat berhubungan dengan kadah

gramatika bahasa dalam memahami teks Al-Qur’an. Dalam pemikiran Al-Jabiri ,

masyarakat Arab sangat terpaku pada makna teks Al-Qur’an yang juga berbahasa

Arab dengan pemaknaan yang sangat kaku dan sempit, sebagai salah satu

alasannya bahwa bahasa Arab merupakan salah satu karunia yang sangat patut

mereka syukuri dan pemaknaannya tidak dapat diubah-ubah. Hal ini akan sangat

berdampak pada sifat tertutup masyarakat tersebut terhadap eksistensi hukum

(5)

5

sekelompok masyarakat dengan pola kebudayaan yang sangat beragam, sehingga

masyarakat Arab hanya terpaku pada pemahaman-pemahaman fikih yang telah

dibakukan oleh pendahulu mereka yang mungkin untuk saat ini ada yang perlu

untuk dikembangkan.

Melalui formasi nalar Arab inilah Al-Jabiri melakukan

pendekatan-pendekatan untuk memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat Arab

bahwa tidak selamanya apa yang ditinggalkan oleh para pendahulu mereka masih

dapat diterapkan untuk saat ini.

Aspek kedua setelah aspek bayani adalah aspek burhani yang masih

berkaitan dan merupakan upaya lanjutan dari aspek bayani. Aspek ini membahas

tentang sikap dan kaidah yang digunakan para filosof dalam menghubungkan

kesesuaian teks Al-Qur’an dengan konteks Al-Qur’an.

Aspek selanjutnya adalah aspek irfani, yang mana dalam hal ini Abid

Al-Jabiri menjelaskan bahwa masyarakat Arab dikaruniai oleh Allah swt dengan

gramatika bahasanya dan masyarakat yunani dengan filsafatnya.

Berkaitan dengan nalar politik, Al-Jabiri cenderung memahami proses

kepemimpinan Nabi Muhammad saw diwilayah Madinah. Alasannya adalah

karena di wilayah tersebut terdapat nilai-nilai ilmu yang kompleks, baik dari sisi

politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan lainnya. Dengan tidak menyoroti

kehebatan kepribadian Nabi Muhammad saw terutama dalam bidang

kepemimpinan, Abid Al-Jabiri mengemukakan bahwa kebijakan yang dilakukan

oleh Rasulullah saw membuahkan hasil yang sangat baik diantaranya regulasi

kemajemukan suku, karakter, kepentingan, dan kesatuan umat manusia.

Pemikiran-pemikiran yang diintepretasikan oleh Abid Al-Jabiri memiliki

beberapa sisi penting bila dihubungkan dengan kasus-kasus yang berkembang di

Aceh. Pertama, dilihat dari sisi kritik historis, hingga saat ini belum

ditemukannya para pakar yang mampu mengangkat harkat martabat Aceh melalui

sebuah interpretasi yang cemerlang selain hanya pada aktivitas melahirkan

karya-karya yang bersifat apologis. Kedua, dinamika sosial keagamaan di Aceh belum

menggunakan tiga aspek dalam sisi epistemologi tersebut (bayani, burhani, dan

(6)

6

hidupnya. Serta terdapat beberapa sisi lainnya seperti politik, ekonomi, dan lain

sebagainya.

B. PEMBAHASAN

Menelusuri kebudayaan suatu daerah bahkan wilayah tertentu dengan

perbandingan jarak waktu dan peradaban yang berbeda merupakan suatu hal yang

sangat menarik untuk dikaji. Saya sangat tertarik untuk memberikan apresiasi

yang luar biasa kepada penulis artikel ini karena dengan gaya bahasa yang lugas

dan menarik, penelitian ini berhasil diintepretasikan dengan baik terlebih setelah

mengetahui bahwa penulis telah mampu menciptakan sebuah buku mengenai

nalar Aceh. Hal ini sangat luar biasa karena mengingat upaya pengikhtisaran

sampai pada intepretasi mengenai nalar suatu daerah tertentu bukanlah hal yang

gampang, melainkan tentu melalui usaha keras dalam menelusuri setiap

aspek-aspek yang akan dikaji.

Menurut hemat saya, penjelasan tentang pemikiran Muhammad Abid al-Jabiri

dalam kajiannya melakukan formasi atas nalar Arab telah dijelaskan dengan baik

oleh penulis. Namun menurut saya, penting bagi penulis untuk menunjukkan salah

satu contoh yang berkaitan dengan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya.

Hal ini dirasa penting karena tidak semua pembaca dapat memahami isi

kandungan bacaan mereka, terlebih menurut saya untuk memahami konsep

pemikiran al-Jabiri bahkan mengenai kritikannya terhadap penalaran suatu

wilayah, akan memungkinkan sebagian pembaca merasa kesulitan untuk

memahami dan bahkan dapat berubah persepsi dari apa yang dimaksudkan dalam

bacaan, misalnya dalam kaitannya dengan makna teks Al-Qur’an yang terkesan

dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman yang memungkinkan

adanya penyimpangan dari maksud al-Qur’an itu sendiri.2 Hal ini tentu saja sangat

bertentangan dengan maksud dari bacaan tersebut.

Sepengetahuan saya, sebagai salah satu contoh kritikan Muhammad Abid

al-Jabiri adalah adanya pandangan bahwa pendekatan irfani adalah sebuah metode

2

Lihat juga uraian mengenai hal ini dalam konteks fiqh Anton Widyanto,

(7)

7

dalam memperoleh ilmu pengetahuan melalui latihan-latihan sebagaimana yang

sering dipraktekkan oleh seorang sufi.3 Pada model ini terdapat suatu pernyataan

dari kaum tasawuf yang cenderung merasa puas, khususnya al-Ghazali karena

dianggap berperan dalam mengkonstruksi model irfani ini. Al-Ghazali dalam

Al-Munqidz (pembebasan) menjelaskan bahwa “dari berbagai pengetahuan yang

telah saya pelajari dan cara-cara yang telah saya praktekkan dalam pencarian, ada

dua model pengetahuan; tradisional dan modern. Saya telah memperoleh sebuah

keteguhan keyakinan terhadap Tuhan, Rasul dan hari kiamat. Keyakinan pada

ketiga azas ini telah mendarah daging dalam jiwaku, bukan dengan berbagai bukti

nyata yang abstrak tetapi cukup melalui alasan, petunjuk dan pengalaman yang

secara detil tidak dapat dipahami oleh berbagai kalangan.

Konsep ini ditentang oleh al-Jabiri karena telah menyebabkan kemunduran

umat Islam. Ini terjadi ketika Palestina diserang oleh kaum kafir (Israel), namun

orang-orang muslim yang sufi tidak melakukan perlawanan, tetapi hanya bersifat

pasrah menerimanya dan menganggapnya sebagai takdir atas kesalahan yang telah

diperbuat selama ini.

Selain itu, judul dari kajian ini juga menyinggung nalar Aceh yang memiliki

signifikansi dengan gagasan formasi nalar Arab yang diinterpretasikan oleh Abid

Al-Jabiri. Namun menurut pemahaman saya, kajian ini sangat sedikit mengupas

tentang nalar Aceh dan kaitannya dengan formasi nalar Arab . Sementara uraian

sekilas dari buku yang pernah ditulis oleh penulis sendiri yang berjudul Formasi

Nalar Aceh, saya menganggap bahwa buku tersebut mampu menjelaskan secara

jelas tentang bagaimana kondisi Nalar Aceh saat ini dan beberapa periode

sebelumnya, yang mana terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi penulis

menciptakan buku tersebut dan pemahamannya melalui aspek-aspek: ontologi,

epistemologi, dan aksiologi. Hal ini penting karena pada dasarnya fokus dari

kajian ini adalah mengetahui kaitan dan kesamaan antara formasi nalar Arab

dengan formasi nalar Aceh.

3

(8)

8

C. KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Artikel ini memuat tentang konsep pemikiran seorang Muhammad Abid

al-Jabiri yang pada dasarnya sangat sulit untuk dipahami namun penulis

dapat menginterpretasikannya dengan sangat baik dan jelas.

2. Dalam menyajikan bacaan yang dirasa sulit dipahami oleh sebagian

kalangan masyarakat, maka dirasa penting untuk dimasukkan atau

dicantumkan contoh sehingga lebih mudah dipahami dan sebagai upaya

pencegahan adanya kesalahpahaman pembaca.

3. Sehubungan dengan kaitan dan signifikansinya terhadap nalar Aceh ,

maka penjelasan mengenai nalar Aceh juga perlu untuk disajikan dengan

lebih mendalam agar lebih dapat dipahami sejauh mana kaitan, persamaan

dan perbedaannya dan bahkan mungkin dapat berpengaruh antara satu

sama lain terutama terhadap nalar Aceh .

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jabiri , Muhammad Abed. Formasi nalar Arab . Yogyakarta: IRCISoD, 2014. Washil, Izzuddin (2013). Dilema Tradisi Dan Modernitas Telaah Atas “Kritik

Nalar Arab ” Muhammad Abid al-Jabiri , Jurnal Khatulistiwa, vol. 3, no. 2, September 2013. Pp 101-112

Wirianto,Dicky (2011). Wacana Rekonstruksi Turas (Tradisi) Arab Menurut Muhammad Abed Al-Jabiri Dan Hasan Hanafi, jurnal ilmiah islam futura, vol. XI, no. 1, Agustus 2011. Pp 69-84

Widyanto, Anton. “PENGEMBANGAN FIQH DI ZAMAN MODERN.”Jurnal

Ilmiah Islam Futura 10, no. 2 (2011): 82–100. doi:10.22373/JIIF.V10I2.46.

Zulfata, Zulfata. “GAGASAN FORMASI NALAR ARAB ĀBID AL-JĀBIRĪ DAN SIGNIFIKANSINYA UNTUK REKONSTRUKSI NALAR ACEH.”

Jurnal Ilmiah Islam Futura 15, no. 2 (2016): 320–31.

Referensi

Dokumen terkait

Tanda Lulus Sensor adalah surat yang dikeluarkan oleh Lembaga Sensor Film bagi setiap kopi film, trailer serta film iklan, dan tanda yang dibubuhkan oleh Lembaga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna kejadian dysmenorrhea yang mengunakan KB Suntik

Penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan, usia dan paritas dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi pada akseptor KB wanita di Wilayah Kerja

Berdasarkan tabel 3 di atas uji regresi logistik yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan α = 0,05, variabel bebas yang mempunyai pengaruh secara

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya telur nematoda usus pada sayur kol yang di pasar tradisional Kota Makassar.Penelitian ini bersifat

Seperti yang telah diuraikan diatas selanjutnya akan dilakukan penelitian untuk menemukan formulasi yang tepat dalam peningkatan kualitas telur dari ayam ras

Pengambilan data dilakukan di Kelas VII MTs N 3 Kuningan dengan jumlah responden sebanyak 30 siswa Instrumen penelitian berupa angket sebanyak 20 item pernyataan berdasarkan 3