• Tidak ada hasil yang ditemukan

Leasing Dalam Perspektif Ekonomi Islam (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Leasing Dalam Perspektif Ekonomi Islam (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Leasing Dalam Perspektif Ekonomi Islam Elimpen

Mahasiswa Hukum Ekonomi Islam Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam

IAIN Syekh Nurjati Cirebon; Email: nengely11@gmail.com

Abstrak

Dewasa ini kebutuhan masyarakat semakin beragam dengan perkembangan zaman yang semakin canggih dan perilaku konsumtif masyarakat yang semakin meningkat. Sehingga, masyarakat sering melakukan kegiatan ekonomi seperti sewa-menyewa barang atau jual beli. Namun, tak dipungkiri pada masa ini tidak sedikit kegiatan ekonomi yang justru banyak mengandung kemudharatan yang menyebabkan kerugian baik dipihak produsen atau konsumen. Beberapa tahun ini muncul istilah leasing yaitu sewa guna usaha, merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha

(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Namun dalam prakteknya leasing di Indonesia perlu dipahami dan diteliti apakah mengandung unsur ribawi atau hal-hal yang bertentangan dengan ekonomi Islam.

Maka dapat disimpulkan bahwa dewasa ini kebutuhan masyarakat semakin kompleks dengan perilaku konsumtif yang semakin meningkat, sehingga dengan aneka cara tidak sedikit masyarakat terjebak dalam transaksi ekonomi yang mengandung kemudharatan seperti transaksi leasing oleh pihak-pihak tertentu.

(2)

A. PENDAHULUAN

Dewasa ini, kebutuhan masyarakat semakin kompleks terutama di Indonesia dengan jumlah penduduk hampir mencapai angka 300 juta jiwa. Pada masa ini, didukung dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, sehingga sebagian masyarakat mulai berlomba untuk hidup hedoisme (bermegah-megah) yang mengakibatkan semakin merebaknya sifat konsumtif. Dalam bidang ekonomi terkadang masyarakat tidak menyadari sebenarnya banyak transaksi yang mengandung hal-hal yang kurang baik bahkan bertentang dengan syariah Islam, baik yang mengandung unsur riba atau bunga maupun mengandung unsur penipuan yang bisa merugikan antara pihak tertentu. Seperti adanya financial lease atau yang sering disebut leasing untuk mendapatkan modal usaha atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan kerja (misalnya membeli mobil, sepeda motor, dan lainnya). Ketika mereka terjebak dalam situasi yang sulit, sehingga mereka tidak bisa membayar uang cicilan, akhirnya barang/modal yang semula diharapkan memberi keuntungan tetapi justru diambil kembali oleh pihak bank/ perusahaan leasing. Hal tersebut yang membuat kerugian terutama di pihak yang menyewa

B. LITERATURE REVIEW

Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wadji dalam buku yang berjudul Hukum Ekonomi Islam menjelaskan bahwa pada hakikatnya leasing bukanlah apa yang dimaksud dengan rental walaupun memiliki arti yang sama. Leasing

bukanlah perjanjian sewa- menyewa biasa, seperti sewa-menyewa rumah atau lainnya. Antara leasing dengan sewa-menyewa memiliki konstruksi yang sama. Pihak yang satu, yaitu lessee menggunakan barang kepunyaan

lessor yang disertai dengan pembayaran berkala. Akan tetapi, dalam

leasing menyangkut subjek dan objek dari perjanjian ditentukan, sedangkan dalam sewa-menyewa subjek dan objeknya tidak ditentukan, subjeknya dapat perorangan atau perusahaan. Subjek dalam perjanjian

leasing, syarat-syarat ditentukan dalam suatu peraturan dan mengenai objeknya adalah suatu barang bagi perusahaan, seperti mobil, traktor, dan lainnya. dalam leasing ada hak opsi yang dapat dipergunakan oleh lessee.

Sehingga menurut beliau leasing sebagai lembaga yang bertujuan untuk menopang kegiatan bisnis menjadi kebutuhan dewasa ini dan terus berkembang sesuai dengan dinamika pembangunan khususnya dalam dunia bisnis. Perkembangan tersebut tampak ketika beragam jenis leasing yaitu, Financial Leasing dan Operational leasing. Menurut beliau leasing

dapat dibenarkan dalam syariat Islam selama tidak keluar dari ketentuan. Dapat pula ditambahkan bahwa leasing dalam istilah hukum Islam disebut

(3)

C. PEMBAHASAN Definisi Leasing

Leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu Lease yang dalam pengertian umum mengandung arti menyewakan.1

Istilah leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia, leasing diistilahkan “sewa guna usaha”. Dalam Kepmenkeu No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) disebutkan bahwa sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal (misal mobil atau mesin pabrik) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.2

Sedangkan sewa guna usaha (leasing) syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai prinsip syariah.3

Jenis transaksi leasing dibagi dalam dua kategori yaitu Finance lease dan Operating lease.

Dalam finance lease, perusahaan leasing sebagai lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Lessee memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan leasing sebagai pemilik modal tersebut melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Selama masa leasing,

lessee melakukan pembayaran sewa secara berkala sebesar jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value). Kalau ada pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan perusahaan leasing. Sedangkan

Operating lease dalam pelaksanaannya membutuhkan suatu keahlian khusus terutama untuk pemeliharaannya dan pemasaran kembali barang modal yang di lease kan tersebut. Berbeda dengan finance lease, pada

operating lease objek leasing diakhir masa kontrak merupakan hak milik

lessor untuk kemudian dilakukan pemasaran kembali barang modal tersebut. Lessor dalam operating lease bertanggung jawab atas segala biaya pelaksanaan lease antara lain biaya asuransi, pembayaran pajak dan pemeliharaan barang modal. 4

1 Suhrawardi K. Lubis & Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) 102

(4)

Operating lease merupakan suatu proses menyewa suatu barang untuk mendapatkan hanya manfaat barang yang disewanya, tidak terjadi pemindahan kepemilikan (transfer of title) asset, baik di awal maupun di akhir periode sewa. Sewa jenis pertama ini berpadanan dengan konsep ijarah di dalam syariah.5

Dalam setiap transaksi leasing terdapat 5 pihak yang berkepentingan, yaitu:6

1) Lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang dan dapat terdiri dari beberapa perusahaan. Lessor merupakan perusahaan yang menyediakan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal.

2) Lessee adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.

3) Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.

4) Bank terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor

terutama dalam mekanisme leverage lease dimana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank.

5) Asuransi merupakan perusahaan yang akan menanggung risiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee.

Transaksi leasing yang biasa terjadi adalah sebagai berikut (misal leasing motor): seorang (misal fulan) datang ke lembaga pembiayaan dan ingin membeli motor secara kredit karena tak punya uang tunai. Lembaga pembiayaan membeli motor dari suplier/dealer motor, lalu dilakukan akad leasing antara lembaga pembiayaan dengan Fulan misalnya dalam jangka waktu tiga tahun. Dalam akad leasing itu terdapat fakta transaksi sebagai berikut:7

Pertama, lessor (lembaga pembiayaan) sepakat setelah motor itu dia beli dari dealer/suplier, dia sewakan kepada lessee selama jangka waktu tiga tahun.

5 Adiwarman Azwar Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), 111

6 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), Edisi kelima, 523.

(5)

Kedua, lessor sepakat setelah seluruh angsuran lunas dibayar dalam jangka waktu tiga tahun, lessee (Fulan) langsung memiliki motor tersebut.

Ketiga, menurut fakta leasing yang ada, selama angsuran belum lunas dalam jangka tiga tahun itu motor tetap milik lessor. Keempat, motor itu dijadikan jaminan secara fidusiauntuk leasing tersebut. Karena itu BPKB motor itu tetap berada di tangan lessor hingga seluruh angsuran lunas. Konsekuensinya jika lessee (Fulan) tidak sanggup membayar angsuran sampai lunas, motor akan ditarik oleh lessor dan dijual.

Adapun biaya-biaya yang dibebankan kepada lessee biasanya terdiri dari: 8

1. Biaya administrasi yang besarnya dihitung per tahun

2. Biaya material untuk perjanjian

3. Biaya bunga terhadap barang yang dileasekan

4. Premi asuransi yang disetorkan kepada pihak asuransi.

Leasing Menurut Pandangan Ekonomi Islam

Menurut K.H Siddiq Al Jawie,9 beliau berpendapat bahwa Hukum

syara’ untuk leasing tanpa hak opsi (operating lease) adalah boleh (mubah) selama memenuhi segala rukun dan syarat dalam hukum

Ijarah (sewa menyewa); adapun leasing dengan hak opsi (finance lease), yang banyak dipraktikkan dalam kredit motor atau mobil saat ini hukumnya haram, berdasarkan empat alasan berikut :

Pertama, dalam leasing terdapat penggabungan dua akad, yaitu sewa-menyewa dan jual-beli, menjadi satu akad (akad leasing).

Padahal syara’ telah melarang penggabungan dua akad menjadi satu akad. Ibnu Mas’ud ra berkata, ”Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin wahidah)” (HR Ahmad, Al Musnad, I/398).

Menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani hadits ini melarang adanya dua akad dalam satu akad (wujudu ‘aqdayni fi ‘aqdin wahidin) di mana satu akad menjadi syarat bagi akad lainnya secara tak terpisahkan. (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyah Al Islamiyah, II/308).

Kedua, dalam akad leasing biasanya terdapat bunga. Maka angsuran yang dibayar per bulan oleh lessee bisa jadi besarnya tetap (tanpa bunga), namun bisa jadi besarnya berubah-ubah sesuai dengan suku bunga pinjaman. Leasing dengan bunga seperti ini hukumnya haram, karena bunga termasuk riba (lihat QS Al Baqarah [2] : 275).

(6)

Ibnu Hajar Al-Haitami berkata, ”Tidak boleh jual beli dengan syarat menjaminkan barang yang dibeli.” (Al Fatawa al Fiqhiyyah al Kubra, II/287). Imam Ibnu Hazm berkata, ”Tidak boleh menjual suatu barang dengan syarat menjadikan barang itu sebagai jaminan atas harganya. Kalau jual beli sudah telanjur terjadi, harus dibatalkan.” (Al Muhalla, III/427).

Keempat, ada denda (penalti) jika terjadi keterlambatan pembayaran angsuran atau pelunasan sebelum waktunya. Padahal denda yang dikenakan pada akad utang termasuk riba.

Berdasarkan empat alasan di atas, maka leasing dengan hak opsi (finance lease), atau yang dikenal dengan sebutan “leasing” saja, hukumnya haram. Adapun leasing tanpa hak opsi (operating lease) atau sewa-menyewa biasa hukumnya boleh selama memenuhi rukun dan syarat dalam hukum Ijarah (sewa menyewa).

Sedangkan menurut Yahya Abdurrahman10, mengungkapkan bahwa

selain alasan tersebut, beliau menambahkan 3 alasan tentang keharaman

leasing, sebagai berikut:

Kelima, masalah penarikan barang yang dilease dari lessee ketika

lessee tidak mampu membayar sesuai ketentuan. Alasan yang sering dikemukakan adalah motor itu dijadikan agunan. Dalam ketentuan syariah, adanya rahn (agunan) disyaratkan adanya dayn (hutang). Dalam leasing hal ini tidak terpenuhi karena selama jangka waktu leasing yang berlaku adalah akad sewa. Menurut ketentuan pasal 34 uu no.42/1999 tentang jaminan fidusia, bahwa jika ada kelebihan hasil penjualan dari sisa kewajiban, maka kelebihan itu harus dikembalikan kepada pemberi jaminan, sebaliknya jika hasil penjualan masih kurang untuk menutupi sisa kewajiban maka pemberi jaminan berkewajiban melunasi kewajiban tersebut. Namun praktek penarikan kendaraan dalam akad leasing tidak demikian. Leesse tidak mengetahui apakah hasil penjualan kendaraan tersebut ada kelebihannya atau tidak.

Keenam, uang muka yang dibayar oleh nasabah berstatus apa? Sebagai uang muka sewa atau uang muka jual beli kredit? Jika statusnya sebagai uang muka jual beli kredit, maka terjadi dua transaksi dalam satu akad. Jika dianggap sebagai uang sewa, maka ketentuan ijarah tidak dikenal uang muka sewa. Adapun uang sewa yang dibayarkan dimuka kontrak sewa menyewa secara syar’i adalah boleh. Namun uang muka itu uang sewa untuk jangka waktu kapan? Karena setiap bulannya lessee

masih membayar angsuran sampai lunas, angsuran itu dianggap uang sewa.

Ketujuh, akad leasing memuat kesepakatan bahwa lessor sepakat untuk mengadakan (membeli) barang untuk setelah itu disewa oleh lessee. itu menunjukan bahwa, pada saat melangsungkan akad leasing, lessor

sebenarnya belum memiliki lebih barang tersebut. Contohnya: jika calon pembeli datang kesuatu dealer kendaraan (motor), apabila melakukan pembelian secara kontan maka berhubungan dengan dealer, namun apabila akan melakukan pembelian secara kredit akan ditunjukan ke meja lembaga

(7)

pembiayaan. Timbul suatu pertanyaaan mengapa bila pembelian secara kredit tidak langsung berhubungan dengan dealer, yang mana dealer juga penjual (motor) tersebut? Jawabannya adalah lembaga pembiayaan tersebut malakukan transaksi leasing terlebih dahulu dengan calon pembeli (nasabah), lalu lembaga pembiayaan membeli (motor) ke dealer, kemudian menyerahkan kepada nasabah. Dalam ketentuan syariah, syarat jual beli, hibah, hadiah ataupun sewa menyewa barang adalah bahwa barang tersebut haruslah secara sempurna merupakan milik penjual, pemberi hibah, pemberi hadiah atau pihak yang menyewakan (lessor). Rasul saw bersabda: “jangan engkau jual sesuatu yang bukan milikmu”

(HR Abu Dawud, an- Nasai, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Baihaqi).

Jenis Operating Lease atau dalam istilah muamalah “Ijarah”, dibolehkan oleh syara’ dengan dasar hukum Qs. Al-Baqarah : 233

...

      

     

    

   

   

“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Baqarah: 233)

(8)

D. KESIMPULAN

Sewa guna usaha atau disebut leasing merupakan kegiatan pembiayan yang menyewakan barang dalam waktu tertentu secara berskala. Bentuk kegiatan leasing dibedakan menjadi dua, yaitu operating lease (yakni sewa beli tanpa hak opsi) dan financial lease (sewa beli dengan hak opsi).

Dalam Islam, hukum operation lease adalah mubah selama memenuhi segala rukun dan syarat dalam hukum Ijarah. Sedangkan

financial lease hukumnya adalah haram karena mengandung kemudharatan berdasarkan pendapat para ahli dan sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits.

DAFTAR PUSTAKA

K. Lubis, Suhrawardi & Farid Wajdi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2012

Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana. 2010

Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004

Karim, Adiwarman Azwar, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: IIIT Indonesia. 2003

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002

Abdurrahman, Yahya. Mengungkap keharaman leasing. Bogor: Al-Azhar Press. 2010

Antonio, M. Syafi’I. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. 2001

http://garisbawahku.wordpress.com/2013/05/23/leasing-dalam-perspektif-fiqih/

Referensi

Dokumen terkait

Bagian tanaman yang dimanfaatkan oleh Masyarakat desa Salimuran adalah pati sagu untuk bahan makanan, daun untuk bahan atap rumah dan kulit batang untuk bahan kayu

Keberanian pemimpin untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya, dengan adanya tindakan terhadap pelanggaran disiplin, sesuai

Lulus dari Satuan Pendidikan SMA/MA/SMK/MAK/Pesantren Mu’adalah atau yang setara dan dibuktikan dengan ijazah, lulus seleksi PMB UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan

memperoleh data tentang variabel yakni kedisiplinan mengajar guru. Teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh data tentang nilai hasil

(Tetapi jika mereka itu) maksudnya saudara-saudara yang seibu itu, baik laki-laki maupun perempuan (lebih daripada itu) maksudnya lebih dari seorang (maka mereka

Dalam setahun terakhir (Agustus 2016–Agustus 2017), persentase penduduk bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tidak tetap meningkat cukup tinggi dari 16.28 persen

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Kembaran.. Metode:

Prevalensi adalah jumlah seluruh kasus kusta baik baru maupun lama, hasilnya adalah jumlah prevalensi kusta tahun 2019 di Kabupaten Blora 1/10.000 penduduk, artinya ada