• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kebijakan dalam Upaya Peningkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Evaluasi Kebijakan dalam Upaya Peningkat"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Kebijakan dalam Upaya Peningkatan

Mutu

Human Capital

di Sektor Publik (

Comparative

study

dengan Australia)

1 Septiana Dwiputrianti dan Anwar Sanusi

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah dalam upaya peningkatan mutu sumber daya aparatur sebagai manusia modal (human capital) di sektor publik. Artikel ini menganalisis dari aspek kebijakan yang diterapkan di sektor publik untuk peningkatkan mutu human capital. Di samping itu, artikel ini memberikan data dan informasi untuk analisis dengan menggunakan studi perbandingan kebijakan berkaitan dengan sistem pengelolaan sumber daya aparatur di Australia, mulai dari sistem seleksinya sampai dengan pensiun untuk meningkatkan mutunya.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dikumpulkan dari studi kepustaan dan dokumentasi, serta wawancara. Adapun informan kunci terdiri dari: anggota dewan perwakilan, berbagai lembaga yang berperan dalam pengembangan human capital di sektor publik (seperti Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), pimpinan dan pegawai yang bekerja di sektor publik, serta masyarakat umum.

Hasil studi menunjukkan bahwa dalam masyarakat terdapat berbagai harapan sekaligus keluhan tentang pelayanan dari aparatur penyelenggara negara akibat dari masih dibawah standarnya kualitas pegawai negeri. Di samping itu, hal yang paling berat adalah lemahnya mekanisme seleksi dan rekrutmen pegawai negeri yang dilakukan oleh pemerintahan daerah. Banyak calon pegawai yang diterima tidak sesuai dengan kualifikasi dan spesifikasi tugas yang dibutuhkan. Di sisi lain, studi juga menunjukkan lemahnya kesadaran pegawai negeri (berkisar 4,8 juta) maupun masyarakat Indonesia (kurang lebih 220 juta) terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Artikel ini memberikan kritik dan rekonstruksi bagi peningkatan mutu sumber daya aparatur sebagai human capital di sektor publik berdasarkan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan dan terbuka. Selain itu, artikel ini memberikan masukan bagi perbaikan sistem manajemen sumber daya aparatur dengan diperkaya oleh analisis perbandingan dengan sistem yang ada di negara maju (dalam hal ini adalah Australia).

Kata-kata Kunci: human capital, mutu, sumber daya aparatur, sektor publik, evaluasi kebijakan, Indonesia, Australia.

1 Makalah disajikan pada Seminar Nasional Dies Emas 50th FISIP Universitas Parahyangan dengan tema

(2)

Latar Belakang

Banyak pertanyaan dari publik atau masyarakat dari berbagai kalangan mengenai kinerja pegawai di sektor publik yang masih jauh dari yang diharapkan. Carut marut permasalahan di negri ini membuat masyarakat semakin hilang kepercayaannya terhadap sektor publik. Pegawai negeri sipil (PNS) adalah garda terdepan untuk memberikan dan melaksanakan visi negara. Disini PNS berperan sebagai aktor utama dalam rangka mewujudkan keberhasilan tujuan pemerintahan negara tersebut. Karenanya, PNS harus mendapatkan perhatian serius untuk bisa menghasilkan PNS yang memiliki kompetensi yang tinggi untuk menjalankan tugas dan fungsinya.

Kebijakan kepegawain PNS diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Namun, implementasi dari undang-undang ini secara empirik masih menemui banyak kendala dan juga persoalan. Persoalan antar lain disebabkan adanya beberapa hal yang belum diatur secara detail dalam peraturan perundang-undang tersebut. Gambar 1 memberikan gambaran singkat mengenai fenomena permasalahan kebijakan kepegawaian yang ada. Banyak hal yang belum diatur dalam sistem dan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan secara baik, seperti: perencanaan kebutuhan PNS secara nasional, rekrutmen PNS, pengembangan melalui diklat, penilai kinerja PNS, pengaturan tentang sistem pemberhentian / pensiun PNS. Oleh karena itu, sangat krusial untuk mengevaluasi kembali kebijakan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga dapat membangun sistem kepegawaian yang kondusif agar dapat diciptakan lingkungan kerja yang efektif dan efisien di sektor publik.

(3)

Hal ini seharusnya dijadikan perhatian yang serius, karena memang PNS berperan sebagai penggerak utama dari jalannya program reformasi birokrasi nasional yang diyakini akan menjadi modalitas utama dalam menciptakan kinerja pemerintahan yang baik.

Sumber Daya Manusia Sektor Publik di Indonesia

Bekerja adalah aktivitas yang dilakukan oleh makhluk manusia dalam rangka mempertahankan hidup (survive) dan memelihara kehidupan. Secara filosofis, bekerja berarti mengaktualisasikan potensi yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Karena itu dalam tujuan akhirnya, bekerja bukan sekadar dilakukan untuk mencari makan, melainkan mencari makna. Budaya kerja unggul (good corporate culture) dari bangsa-bangsa yang maju lahir dari cara berpikir seperti ini. Orang-orang yang memilih hidup dengan melayani dan mengabdikan diri mereka kepada orang lain, bangsa, dan negara, adalah orang-orang yang setia kepada tujuan mulia dari setiap aktivitas yang dilakukannya. Dan sejarah mencatat bahwa bangsa-bangsa yang memiliki peradaban tinggi adalah bangsa-bangsa yang warganya memiliki budaya kerja yang unggul dengan semangat mengabdi dan melayani orang banyak.

(4)

Tinjauan Sosiologis

Sampai bulan Juni 2009, jumlah PNS di Indonesia tercatat 4,83 juta jiwa. Jumlah ini pada dirinya sendiri sangat besar—artinya tidak dikaitkan dengan rasio jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 235 juta jiwa (perkiraan sementara data BPS 2010). Dengan jumlah sebesar itu, PNS dengan sendirinya menjadi potensi sumber daya manusia (SDM) yang tidak boleh diabaikan. Pemanfaatan SDM PNS secara maksimal akan mendorong gerak laju pembangunan ke arah tujuan Nasional yang dicita-citakan, yaitu terciptanya kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. SDM PNS merupakan pertaruhan bagi maju-mundurnya sebuah bangsa, karena itu kuantitas PNS harus diupayakan sejajar dengan kualitasnya, dengan terus menerus meningkatkan profesionalitas, kapabilitas, dan kompetensi mereka. Mengabaikan hal ini sama dengan membiarkan potensi yang demikian besar itu tercerai berai, tidak produktif, dan akhirnya justru menjadi beban negara.

Pegawai negeri adalah komunitas terstruktur yang terdiri dari para pekerja yang mengabdikan dirinya untuk melayani kepentingan orang banyak dalam suatu organisasi yang disebut negara. Dalam melakukan pekerjaannya, pegawai negeri mengacu pada suatu pedoman bersama yang dibuat oleh organisasi (negara), yakni undang-undang dengan berbagai peraturan yang terkait. Undang-undang ini mencakup prinsip dasar, tujuan, kode etik, sikap, aspirasi, keyakinan, komitmen, dan cita-cita bersama sebuah bangsa.

(5)

tidak relevan, dan tidak akan mendorong semangat kompetisi dalam memajukan peradaban bangsa.

Tinjauan Yuridis

Undang_undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian merupakan pengejawantahan dari UUD 1945, khususnya Bagian Pembukaan yang menyebutkan tentang Tujuan Nasional Bangsa Indonesia (terutama butir 1 sampai 3) yaitu: (1). Membentuk suatu pemerintahan Negara Republike Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2). Memajukan kesejahteraan umum / bersama; (3). Mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik, UU Nomor 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian juga mengimplementasikan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Undang-undang lain yang terkait dengan UU Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian ialah: UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan UU No 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah); Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; dan UU Nomor No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

(6)

berarti akan mengganggu jalannya pembangunan ekonomi di daerah dan menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Masalah-masalah yang terkait dengan UU Nomor 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian lebih banyak terjadi di daerah-daerah daripada di pusat. Hal ini terjadi karena masih kuatnya budaya paternalistik dan kecenderungan kepala-kepala daerah untuk menjadi raja-raja kecil yang menjadikan dirinya lebih dominan daripada undang-undang. Kondisi ini membuat setiap undang-undang menjadi rawan untuk dimanipulasi dan diintervensi.

Landasan Teoritis

Proses dalam pembentukan manusia modal (Human Capital) sangatlah menarik untuk dianalisis. Hal ini disampaikan oleh Fitz-enz (2009: 78-90) dalam bukunya ‘ROI of Human Capital: Measuring the economic value of employee performance’. Peranan SDM dalam mencapai outcome yang diharapkan sangat menentukan. Fitz-enz menekankan pentingnya 3 aspek dalam mempersiapkan SDM sebagai manusia modal, yaitu:

a. Memahami kebutuhan pelanggan (customer). Dalam sektor publik, tentunya customer yang dimaksud adalah masyarakat.

b. Menetapkan kompetensi dan berapa besar peranan SDM dalam memainkan fungsinya dalam pelayanan kepada masyarakat tersebut. c. Mengembangkan rantai kapabilitas yang berkesinambungan dalam

penyediaan SDM baik dari aspek kualitas dan kuantitas untuk mendukung peranan yang telah ditentukan tersebut.

(7)

Fitz-enz (2009: 136-138) juga menjelaskan bagaimana benchmark dan best practices dalam difokuskan untuk perbaikan organisasi. Dengan memfokuskan pada beberapa aspek, seperti:

a. Bagaimana menurunkan biasa operasional untuk pengembangan SDM dan berorientasi pada optimalisasi hasil/benefit.

b. Mempercepat proses pengembangan SDM yang berorientasi pada prioritas kepentingan.

c. Melakukan evaluasi adanya peningkatan kepuasan dari customer melalui metode baru yang diterapkan.

Saat ini melakukan benchmark lebih mudah dilakukan dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi dan internet. Namun, perlu juga dilakukan analisis mengenai definisi, termonologi, dan kualitas data yang valid dan reliable.

Wallis et.al (2007: 134) menegaskan adanya hubungan antara disiplin dengan sistem dalam administrasi publik yang membentuk peranan SDM dalam bekerja di pemerintahan. Wallis menekankan pada pentingnya konsep collective supply (penyediaan secara kolektif) dari manusia modal yang mampu berkontribusi secara signifikan terhadap kebijakan pemerintah yang efektif. Olehkarena itu, kebijakan kepegawaian sebagai salah satu dasar landasan hukum untuk menerapkan konsep pengembangan SDM di sektor publik yang berorientasi pada peningkatan mutu human capital sektor publik perlu dievaluasi dan diformulasikan kembali.

Pengembangan Karir PNS di Australia

Jika berbicara tentang jalur karir dalam konteks sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), maka kita perlu memperhatikan klasifikasi struktur karir dalam sistem MSDM. Dalam sistem pelayaanan publik di Australia, PNS dibagi tingkatannya sebagai berikut:

 PNS Australia (APS) 1-6  Tingkat eksekutif (EL) 1-2  Senior Eksekutif (SES)

(8)

(senior eksekutif), sebaliknya di sistem kepegawaian Indonesia, seorang PNS harus melalui 17 tahap promosi2. Berdasarkan “Penerimaan PNS Berbasis Canberra, mayoritas

pegawai dapat mendapatkan posisi EL1 dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Jika seorang PNS berbakat dan berkeinginan untuk melanjutkan karir pada tahap lebih lanjut (manajemen senior), PNS tersebut memiliki kesempatan dari tahap eksekutif (EL 2) menuju tingkat senior eksekutif dalam kurun waktu 10 tahun atau lebih (APSC, 2005: p. 48).

Jika dibandingkan dengan Indonesia, sistem Australia terlihat memiliki jalur karir yang jelas/tegas. Terlepas dari dinamika jenjang karir, sistem Asutralia tidak memperlakukan secara berbeda antara posisi fungsional dan struktural. Berbeda dengan Indonesia, sistem kepegawaian terdiri dari 3 golongan utama yang mungkin satu-satunya yang masih digunakan sampai saat ini. Walaupun pada tahap penerimaan (sekitar golongan Ia-IIIa), PNS termasuk pada posisi adminisrasi umum3. Selanjutnya dalam

penitian karir, mereka dapat memilih kemudian menjadi staf sruktural4 ataupun

fungsional5. Disamping memiliki sistem penilaian umum, PNS yang memiliki posisi

struktural juga dinilai dalam ukuran level esselon yang berdasarkan tingkat terdiri dari Vib, Via, IIIb, IIIa, IIb,IIa, Ib sampai Ia.

Gambar 2. Laju Mobilitas PNS antar Lembaga di Australia, 1984 - 2004

2 Tingkatan PNS di Indonesia dari tingkat terendah sampai tertinggi adalah: Ia, 1b, 1c, 1d, IIa, IIb, IIc, IId,

IIIa, IIIb, IIIc, IIId, IVa, IVb, IVc, IVd and IVe

3 PNS di posisi ini berkaitan dengan pekerjaan teknis administrasi. 4 Management posisi ditentukan oleh struktur organisasi

(9)

Perpindahan pegawai antar departemen/Badan/Lebaga merupakan hal umum dalam Sistem Pelayanan Publik Australia, walaupun trennya mengalami penurunan seperti yang dijelaskan pada gambar 2.

Sistem Administrasi Pelayanan Publik Australia, memiliki resiko kesenjangan manajerial, dan masih mengalami kekurangan pengalaman sebelum mencapai tahap manajerial berkaitan. Seperti yang terlihat dalam gambar 1 terdapat tren yang turun dalam laju mobilitas antar departemen baik dalam promosi maupun perpindahan.

Tabel 1. Jalur Karir di Australia 1984-1999

Sumber: Australian Pub;ic Service Employment Data http://www.apsc.gov.au/apsed/index.html (23/09/2010)

Penjelasan rinci mengenai kemajuan karir dapat dilihat di Tabel 1 yang menunjukkan penurunan jumlah PNS yang mencapai posisi Senior Eksekutif (SES). Dalam konteks jalur karir PNS terdapat perbedaan pengertian dan penggunaan antara Indonesia dengan Australia. Di Indonesia, jalur karir dimaknai sebagai aturan formal atau instrumen organisasi yang dirancang untuk memastikan promosi PNS dilaksanakan dengan adil dan jujur. Jadi, walaupun kebutuhan pegawai dapat dikenali, namun suatu jalur karir tetap dilihat dari perspektif organisasi. Dalam konteks Australia, sebaliknya, sistem jalur karir dipahami sebagai penyediaan kesempatan karir bagi pegawai baru dan lama guna memberikan panduan dalam penentuan karir di kemudian hari. Oleh karena itu, sistem jalur karir lebih bersifat alat bagi pegawai untuk merencanakan karir di masa

1984 1989 1994 1999 Posisi senior eksekutif

dalam departemen

eksekutif atau lebih 109 13,8 58 12 48 8,5 28 2,9

Total Lulusan 790 484 12 56

(10)

yang akan datang. Dengan demikian, sistem jalur karir berfungsi sebagai panduan yang fleksibel daripada aturan formal yang tegas.

Seteleh ditempatkan, umumnya pegawai baru diberikan keleluasaan untuk memilih jalur karir mereka sendiri tanpa bimbingan atau mentoring tertentu. Hanya 7 dari 36 departemen memiliki “Program Umum Pegawai Baru”. Setelah masa pelatihan, program ini dijalankan dengan menyediakan bantuan tertentu bagai pegawai baru dan bimbingan formal yang disediakan hanya dengan 3 orang.

Uraian tersebut menjelaskan bagaimana suatu jalur karir pegawai lebih bersifat sebuah pedoman administrasi daripada sebuah aturan formal yang disediakan organisasi. Selanjutnya, jalur karir sangat jarang dibicarakan sebagai topik tersendiri, melainkan sering menjadi bagian dari konsep yang lebih luas yaitu perencanaan tenaga kerja. Sebagai contoh, beberapa departemen memperkenalkan perencanaan tenaga kerja yang terdiri dari latihan penerimaan pegawai baru, program pengembangan karir dan Program kepemimpinan (APSC, 2005: p. 57). Selanjutnya APSC menjelaskan dengan mengambil contoh pada Departemen Ilmu, Pendidikan dan Pelatihan. Depertemen tersebut menuntut setiap bidang bekerjasama dalam proses tahunan untuk pertimbangan kebutuhan tenaga kerja baik saat ini maupun masa yang akan datang. Manajemen kinerja, pengembangan karir dan data demografi digunakan untuk membuat kerangka perencanaan tenaga kerja yang teridentifikasi dari fenomena pasokan dan permintaan dan berbagai kesenjangan dalam ketenagakerjaan.

(11)

dinamis berdasarkan pengetahuan dan juga dapat memperkirakan perubahan demografi baik pada internal maupun eksternal organisasi. Dan yang paling penting organisasi mampu memperkirakan tren ketenagakerjaaan dimasa yang akan datang.

Selanjutnya, “banyak departemen melakukan survai staf secara periodik yang melingkupi berbagai topik, yang seringkali berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tujuan karir di masa depan” (APSC, 2005:58). Departemen Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (DAFF) melangkah lebih jauh dengan melakukan sebuah survai yang fokus pada pilihan karir dan harapan-harapannya (APSC, 2005).

Suatu kebijakan dikeluarkan oleh DFF yang mungkin memiliki kesamaan substansi dengan jalur karir di Indonesia. Kebijakan tersebut disebut Kerangka Kerja Kapasitas (The Capability Framework). Kapasitas ini dimaksudkan perincian bahwa setiap level kerja (APS, EL dan SES) seharusnya terus dikembangkan. Kebijakan Kerangka Kerja Kapasitas (Capability Framework Policy) juga dikeluarkan oleh bagian klasifikasi struktur internal DFF yang terdiri dari seior eksekutif 1-3. Kerangka kerja tersebut meliputi pekerjaan sumber daya manusia dan pedoman kinerja manajemen, daya tarik, seleksi, rencana dan penyimpanan tenaga kerja. Selanjutnya, kerangka kerja tersebut juga membantu membentuk pengembangan dan pembelajaran strategi untuk memastikan pegawai memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan dan program (DAFF, n.d.). Dokumen kebijakan menjelaskan pegawai dan perbandingan dari jalur karir departemen. Diantara manfaat yang diharapkan dari Kerangka Kerja Kapasitas diantaranya adalah landasan/dasar tenaga kerja dan perencanaan suksesi. Dalam hal ini, memastikan kandidat diberikan informasi yang cukup untuk mementukan peran yang tepat bagi mereka. Disamping itu, mempromosikan orang yang tepat untuk sebuah peran saat pemilihan kandidat serta memastikan konsistensi pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh berbagai divisi, jabatan maupun goongan kerja.

(12)

juga memberikan kriteria untuk membedakan tingkat kerja dalam kelompok tenaga kerja. STK merupakan terminologi khusus yang digunakan di Pelayanan Publik Australia dan infromasinya disalurkan kepada departemen-departemen. Secara lebih khusus, STK digunakan untuk menjelaskan deskripsi tingkat kerja, karakteristik kerja, keterampilan dan karakternya, serta deskripsi kerja.

Pelajaran Bagi Indonesia

Pelayanan publik Australia dilaksanakan secara lebih sederhana dan lebih tegas dibandingkan pelayan publik Indonesia yang didasarkan sistem perbandingan nilai. Disamping itu, regenerasi lebih cepat dijalankan. Selanjutnya, dinamika sistem penilaian dapat mengatasi masalah/efek penuaan Pelayanan publik Australia. Sejalan dengan Pelayanan publik Indoensia pun mengalami penuaan, untuk itu, pengalaman Australia menjadi layak dipertimbangkan.

Lembaga pelayanan publik Autralia memberlakukan sistem terbuka (open system), perpindahan antar lembaga dan promosi adalah hal yang umum, walaupun terdapat tren penurunan dari tahun 1984-2004. Perpindahan antar lembaga dan promosi dianggap sebagai suatu kebutuhan bagi penyiapan regenerasi pemimpin-pemimpin publik.

(13)

Gambar 3: Sistem Pengembangan SDM Sektor Publik di Australia

Dalam lembaga publik Australia, suatu jalur karir sebagai alat organisasi tidak harus berdiri sendiri. lembaga publik Australia lebih mengedepankan pada konteks yang lebih luas yaitu perencanan tenaga kerja daripa pada jalur karir itu sendiri. Jalur karir diserahkan secara fleksibel kepada individu pegawai.

KESIMPULAN

(14)

manusia modal (human capital) yang optimal dalam sektor publik sehingga dapat mewujudkan SDM yang kuat di masa datang; (6) membangun karakter dan kompetensi PNS sehingga dapat ditegakkan reformasi integritas, disiplin dan akuntabilitas.

Rekomendasi

Rekomendasi pertama berkaitan dengan menjaga netralitas pegawai negeri, maka semua pegawai negeri harus diposisikan netral dalam politik, dan ini merupakan konsekuensi yang harus diemban oleh setiap abdi masyarakat dan abdi negara. Perlu memberikan sanksi kepada pejabat politik daerah yang melakukan politisasi birokrasi atau menggunakan birokrasi untuk kepentingan politiknya.

Pemerintah perlu menghidupkan kembali wawasan nasional dalam pengangkatan PNS dengan menempuh strategi penyebaran secara merata ke seluruh pelosok tanah air sesuai dengan kebutuhan. Hal ini ditempuh untuk mengikis gejala nepotisme kedaerahan. Gejala yang terjadi di daerah-daerah pemekaran cenderung yang mengangkat PNS dari putra asli daerah harus dievaluasi kembali dan dihentikan. Kekurangan pegawai pada daerah otonomi baru (DOB) masih bisa diantisipasi oleh kelebihan PNS di daerah lain. Distribusi PNS harus diumumkan secara terbuka dan dilaporkan ke pusat (BKN), sebab selama ini distribusi yang dilakukan oleh kepala daerah terbukti menjadi sarang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dimana para kepala daerah cenderung mengangkat famili dan kerabatnya sendiri untuk mengisi formasi pegawai negeri.

(15)

air” atau “airmata”. Kondisi ini jelas tidak bagus dalam rangka menciptakan birokrasi yang didukung oleh human capital yang bisa berfungsi menjalankan pelayanan dengan baik. Dilihat dari struktur penggajian, PNS belum bisa dijadikan suatu ukuran tingkat pendapatan. Hal ini disebabkan oleh distribusi pendapatan yang tersebar dalam berbagai komponen kegiatan dengan perbaikan sistem penggajian yang mengarah pada sistem penggajian tunggal. Remunerasi PNS harus berdasarkan pada kompetensi yang melekat pada PNS, posisi terkait jabatan, resiko kerja, beban kerja, tingkat kesulitan, kompleksitas, dan kekhususan (kelangkaan).

Penegakan disiplin dan kode etika selain harus ditingkatkan juga dikaitkan dengan sistem remunerasi yang sedang disusun dengan lebih memperhatikan aspek-aspek pembangunan manusia modal (human capital) untuk menjadi sumber daya professional. Hal ini bisa dijalankan dengan pembenahan mulai aspek perencanaan, pengadaan, pembinaan, penegakan disiplin dan etika pegawai serta perbaikan kesejahteraan. Kebijakan yang secara normatif mengatur Sistem Perencanaan, Rekrutmen dan Seleksi Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kepegawaian, Manajemen Kinerja (termasuk didalamnya Sistem Penilaian Kinerja), Pembinaan Karir Kepegawaian, dan Sistem Renumerasi dan Kompensasi Kepegawaian harus segera diformulasikan dalam upaya peningkatakan mutu human capital di sektor publik.

REFERENSI

APSC, 2005. Managing and Sustaining the APS Workforce: Paying particular attention to graduate recruitment and career development. Canberra: Commonwealth of Australia.

Bovaird, T. and Loffler, E. 2005. Public Management and Governance, Routledge Publ, London.

DAFF (2006), Capability Framework, Canberra: Commonwealth of Australia.

Department of Employment and Workplace Relations (2008). Work Level Standard,

retrieved from http://www.workplace.gov.au/

workplace/Organisation/Government/Federal/E m ploymentFramework/WorkLevelSta

ndards/ASO/ (26 September 2010).

Fitz-enz, J., 2009. The ROI of Human Capital: measuring the economic value of employee performance, American Management Association, 2nd edition, New York. McNabb D.E., 2009. The New Face of Government: how public managers are forging a

(16)

Wallis, J.L., Dollery, B.E., and McLaughlin, L., 2007. Reform and Leadership in the Public Sector: a political approach, Edward and Elgar Publishing Inc., Cheltenham, UK.

Peraturan dan Perundangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang Daftar Urut Kepangkatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3138);

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149);

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547);

Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4017), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 31 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4192);

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 197) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4194);

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4019);

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4263);

(17)

Biodata: Septiana Dwiputrianti

a. Tempat dan tanggal lahir

Bandung, 23 September 1969

b. Golongan/jabatan IVb (Lektor Kepala)/ Pembantu Ketua I Bidang Akademik, STIA LAN Bandung

c. Alamat Kantor Jl. Cimandiri 34-48 Bandung 40115

Telepon/Faks/E-mail

(022) 4220921, (022) 4237375 Faks (022) 4267683

d. Alamat Rumah Jl. Salam No. 29 Bandung/ Jl. Cibeusi I No.33 Jatinangor.

Telepon/Faks/E-mail

(022) 7271800/(022)

7204846/septiana_dwi@yahoo.com

e. Riwayat pendidikan S-1: Ekonomi Studi Pembangunan (FE-Universitas Padjadjaran, Bandung)

S-2: General Economics (Commerce Department, University of Wollongong, Australia)

S-3: Public Policy and Governance (Crawford School of Economics and Government, the Australian National University College of Asia and the Pacific).

f. Riwayat pekerjaan 1. Asisten Dosen Statistik di FE UNPAD, UNISBA, UNLA (1990-1993).

2. Bidang Diklat dan Libang LAN Perwakilan Jawa Barat (1993-1996 dan 1999-2000).

3. Postgraduate Scholar dan Staf Resource Centre, Commerce Department, University of Wollongong (1997-1999).

4. STIA LAN Bandung (2000-sekarang)

5. PhD Scholar dan Staf Student Services and Interpreter, Crawford School of Economics and Government, the Australian National University, Australia (2004-2008).

2007 - Keio University, Tokyo, Japan (8th Asia Pacific

Rim Universities Conference)

2008 – the College of Asia and the Pacific, the Australian National University, Canberra, Australia (Seminar on the Indonesian Studies Postgraduate Workshop).

(18)

Universitas Padjadjaran, Bandung.

2010 - International Institute of Administrative Sciences (IIAS) dan International Association of Schools and Institutes of Administration (IASIA) Institutes of Administration (IASIA) Congress, Rome, Italy.

h. Penguasaan bahasa asing

Bahasa Inggris (Aktif)

i. Beasiswa (Scholarship) AusAID (Master and Doctorate Scholars and Australia New Zealand School of Government – Manajemen Pembangunan Indonesia, Jurnal Wacana Ilmiah, Vol. 5, No. 3, 2002.

2. Good Governance dalam Mendukung Pelayanan Publik serta Pembangunan Ekonomi Sosial Bangsa dalam Upaya Peningkatan Sektor Pariwisata Nasional, Jurnal Pariwisata STIEPAR Yapari Aktripa, Vol 5, No. 1, 2004 (terakreditasi)

3. ‘The State Audit Policy for Effective Governmetn Auditing to Enhance Transparency and Public Akuntabilitas Sektor Publik Pasca Reformasi (2001-2008) di Indonesia’. Jurnal Ilmu Administrasi, Vol. 5, No. 4, 2008

5. ‘Memahami Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia’. Jurnal Ilmu Administrasi Vol. VI, No. 3 Tahun 2009

Gambar

Gambar 1: Ruang Lingkup Masalah Kebijakan Kepegawaian di Sektor Publik
Gambar 2. Laju Mobilitas PNS antar Lembaga di Australia, 1984 - 2004
Tabel 1. Jalur Karir di Australia 1984-1999
Gambar 3: Sistem Pengembangan SDM Sektor Publik di Australia

Referensi

Dokumen terkait

bahwa perubahan Badan Perwakilan Desa menjadi Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana ketentuan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan

Oleh karena itu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah salah satu instrumen hukum yang lahir dari tuntutan, keterlibatan, fakta-fakta, pengalaman, dan pengetahuan

Penerapan strategi pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Peningkatan itu terlihat dari

Madzhab Akidah dan Fikih,” dalam Peran Moderasi Al-Washliyah: Merajut Kebersamaan Zaman Berzaman, ed.. memainkan peran sebagai perisai dan benteng mazhab Sunni di

[r]

Kami langsung saja, dalam eksepsi. 1) Bahwa surat permohonan Pemohon tertanggal 9 Juni 2010 dengan Nomor register 30/PHPU.D/VIII/2010 adalah Pemohon yang obscuur libel Karena

salib yang dikenakan bagi pelaku jarimah hudud hirabah. Hukuman salib sebagai hukuman ta’zir dilakukan tanpa didahului atau disertai dengan. mematikan si pelaku

Faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan dalam menggunakan jasa transportasi, diantaranya adalah kualitas pelayanan yang diberikan, kepuasan yang dirasakan