• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Permasalahan Tata Ruang dan Lingk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kajian Permasalahan Tata Ruang dan Lingk"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PERMASALAHAN TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP

DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

Oleh :

ZUMRODI NPM. : 250120150017

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Lima Puluh Kota terletak pada bagian timur Provinsi Sumatera Barat dan berbatas langsung dengan Provinsi Riau, terletak antara 0o25’28,17” dan 0o22’14,52” LS serta antara 100o50’47,80” BT, dengan luas wilayah 3.354,30 Km2. Kabupaten Lima Puluh Koa diapit oleh empat kabupaten dan satu provinsi yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten Pasaman serta Provinsi Riau melalui Kabupaten Kampar. Secara administratif Kabupaten Lima Puluh Kota beribukota di Sarilamak yang berjarak 133 km dari Padang, Ibukota Sumatera Barat dan 178 km dari Pekanbaru Propinsi Riau.

Gambar 1.1 Lembah Harau dan Kelok Sembilan, ikon Kabupaten Lima Puluh Kota

Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki iklim tropis basah dengan curah hujan cukup tinggi. Curah hujan rata-rata bulanan berkisar 124,20 mm sampai 546,60 mm, selama tahun 2009 curah hujan paling tinggi terjadi pada bulan maret dan yang terendah terjadi pada bulan mei. Sedangkan untuk suhu rata-rata berkisar 28oC sampai dengan 33oC. Curah hujan tahunan mencapai 3,759 mm pada tahun 2013 turun menjadi 1.834 mm pada tahun 2014. Pada kurun waktu tersebut hari hujan berjumlah 144 (tahun 2014) dan 162 (pada tahun) 2013, dan secara umum tidak ada batasan yang tegas antara musim kemarau dan musim penghujan di Kabupaten Lima Puluh Kota.

(3)

lainnya. Beberapa sungai/anak sungai yang cukup besar di Kabupaten Lima Puluh Kota antara lain Batang/Sungai Mahat (75 km), Batang Mongan (72 km), Batang Kapur (40 km) dan Batang Paiti (31 km). Sungai tersebut berada pada dua daerah aliran sungai penting yaitu DAS Indragiri Akuaman dan DAS Kampar yang merupakan DAS prioritas nasional, dengan Waduk PLTA Koto Panjang yang memiliki peran strategis dalam menggerakkan perekonomian kawasan.

Waduk PLTA Koto Panjang berada pada DAS Kampar dengan luas genangan mencapai 124 km2 dari berada pada ketinggian 85 mspl. Pembangungan waduk ini dilakukan pada tahun 1997 dengan memindahkan penduduk yang meiputi 8 desa di Propinsi Riau dan 2 desa di Propinsi Sumatera Barat dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 4.886. Untuk membuat waduk diperlukan bangunan beton setinggi 58 meter dengan panjang 257,5 meter. Dengan debit maksimum operasi 348 m3/detik dan kapasitas genangan waduk 1.545 juta m3. Proyek PLTA koto panjang memindahkan jalan nasional sepanjang 40,1 km dan jalan propinsi sepanjang 20,1 km.Pembangunan waduk ini juga menenggelamkan sebagian areal kawasan sejarah Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar Propinsi Riau. Bendungan PLTA Koto Panjang setinggi 58 meter berada di Desa Merangu, Kabupaten Kampar Propinsi Riau, dengan kapasitas pembangkit daya maksimu 114 MW atau 542 GWh pertahun. Bendungan ini berjarak sekitar 87 km dari pekanbaru atau 46 km dari sarilamak ibu kota kabupaten lima puluh kota.

I.2 Wilayah Administratif dan Kependudukan

Penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota berjumlah 331.647 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 99 jiwa per km2, menempati luas daratan sebesar 3.354,30 km2. Secara administratif Lima Puluh Kota terbagi menjadi 13 Kecamatan dengan Kecamatan Kapur IX dan Kecamatan Pangkalan menjadi dua kecamatan terluas. Dari aspek jumlah penduduk, Kecamatan Harau menjadi kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar. Dilihat dari aspek keppadatan penduduk, Kecamatan Luak menjadi kecamatan terpadat dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 380 jiwa per km2. Kecamatan Kapur IX merupakan kecamatan dengan kepadatan paling rendah sebesar 36 jiwa per km2.

(4)

berpotensi mengalami hal yang sama dengan kota-kota lain di Indonesia yang menghadapi masalah besar dalam pengelolaan perkotaan terkait dengan belum terintegrasinya perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan kebijakan seperti sarana transportasi, perumahan, pengelolaan sampah, penyediaan air bersih dan timbulnya pencemaran.

Gambar 1.2. Peta administratif Kabupaten Lima Puluh kota I.3 Potensi Sumber daya alam

Sebagai sebuah daerah agraris, Kabupaten Lima Puluh Kota menghasilkan beragam produk pertanian unggulan seperti padi, palawija, gambir, karet,ikan darat telur dan ayam pedaging. Selain padi, Lima Puluh Kota juga menghasilkan jagung serta ubi kayu dalam jumlah besar. Untuk jenis buah-buahan, hasil terbanyak adalah pisang, manggis serta rambutan. Produk sayur-mayur yang dominan antara lain cabe, jamur, ketimun, buncis serta terung.

(5)

I.4 Penduduk dan Pola Aktivitas masyarakat

Penduduk di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 2010 berjumlah 374.987 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 112 jiwa / km2. Menurut data per kecamatan, jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Harau dengan penduduk sebanyak 47.378 jiwa, dan kecamatan dengan penduduk paling sedikit di Kecamatan Gunuang Omeh dengan jumlah penduduk 14.261 jiwa, kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Guguak, dengan tingkat kepadatan mencapai 356 jiwa / km2 dan kecamatan dengan kepadatan paling rendah adalah di Kecamatan Kapur IX yaitu 38 jiwa / km2.

Peningkatan jumlah penduduk yang tidak disertai dengan berbagai kebijakan yang bagus rawan menimbulkan berbagai masalah baik sosial, ekonomi maupun aspek lainnya. Masalah yang mungkin timbul antara lain :

 Meningkatnya jumlah pengangguran karena semakin tingginya tingkat persaingan di barbagai sektir lapangan kerja.

 Meningkatnya limbah domestik rumah tangga dan berkurangnya tingkat kesadaran masyarakat karena keterbatasan sarana dan prasaran.

 Berubah fungsinya berbagai lahan produktif terutama untuk pemukiman dan saran prasaran lainnya. Berubahnya sikap dan prilaku masyarakat individualisme.

Penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota menurut angkatan kerja berjumlah 161.663 yang terbagi menjadi beberapa jenis lapangan kerja yang dominan. Sebagai sebuah kawasan agraris, sebagian besar penduduknya (56%) bekerja disektor pertanian dengan jumlah 90.864 orang. Penduduk yang bekerja di sektir industri mencapai 22.120 orang (14%). Selanjutnya penduduk yang bekerja di sektor jasa sebanyak 48.697 orang atau sekitar 30% dari jumlah penduduk keseluruhan. Persebaran kegiatan masyarakat yang tercermin dari jenis pekerjaan yang digeluti berpengaruh besar kepada pola produksi sampah di masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota.

Pada tahun 2010 jumlah rumah tangga miskin tercatat sebanyak 17.817 KK. Jumlah rumah tangga miskin ini terbanyak di Kecamatan Lareh sago Halaban sebanyak 2.042 KK, kemudian di Kecamatan Harau sebanyak 1.889 KK dan yang paling kecil berada di Kecamatan Gunuang Omeh sebanyak 917 KK. Untuk kondisi tempat tinggal sendiri masyarakat di Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 30.085 KK, tinggal di lokasi dalam kategori sederhana, sementara penduduk yang tinggal di lokasi pemukiman menengah dan mewah adalah masing-masing sebenyak 15.043 KK dan 5.014 KK.

(6)

2.1 Lima Puluh Kota dalam Pola Pemanfaatan Ruang Propinsi Sumatera Barat

Ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terbaharui, sehingga perlu dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi masa datang. Pembangunan melalui pemanfaatan ruang di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Propisnis Sumatera Barat umumnya, diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi, sumber daya alam, sumber daya buatan, dan sumber daya manusia dengan tetap memperhatikan daya dukung, daya tampung dan kelestarian lingkungan hidup.

Perkembangan pemanfaatan ruang melalui penyelenggaraan kebijakan pembangunan dalam skala besar, rentan menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Untuk itu penyelenggaraan penataan ruang wilayah harus dilakukan dengan tetap mempehatikan lingkungan sebagai satu kesatuan dinamis. Penyelengaraan penataan ruang ini juga harus berlandaskan kondisi fisik, sosial budaya, dan ekonomi masyarakat.

Gambar 1.3 Peta infrastruktur Kabupaten Lima Puluh Kota

(7)

terdapat rencana pengembangan jaringan jalan bebas hambatan yang menghubungkan Padang-Bukittinggi-Payakumbuh-Sarilamak-Batas Sumbar Riau. Pengembangan jalan arteri primer baru di Buluk Kasok Kecamatatan Harau-Propinsi Riau dan pengembangan jembatan Kelok Sembilan. Pengembangan sarana kereta api sebagai revitalisasi jalur yang sudah ada antara Padang-Payakumbuh. Selain itu terdapat rencana pengembangan bandara udara baru di Kabupaten Lima Puluh kota, yang bersama Bandar di Kabupaten Pasaman dan Kepulauan mentawai menjadi simpul “three in one” bandara menghadapi situasi darurat seperti bencana/gempa/tsunami/ perang selain untuk penerbangan umum dan penerbangan perintis.

Table 2.1 Luas Kawasan Hutan Kabupaten Lima Puluh Kota

Hutan Luas (Ha) Persentase (%)

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka 2008/2009

Dalam rencana pemanfaatan ruang propinsi Sumatera Barat juga dikaji penentuan kawasan lindung di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kawasan lindung meliputi Cagar Alam Aair Putih, Cagar Alam Lembah Harau dan Hutan Suaka Alam Wisata Lembah Harau. Selain itu, lembah harau juga dalam rencana pola ruang ditetapkan sebagai cagar alam geologi. Kawasan lindung lainnya yang diakui dalam rencana pola ruang sumaterta barat adalah adanya lubuk larangan (ikan larangan) sebagai sebuah manifestasi nilai lokal dalam perlindungan lingkungan. Beberapa tempat di Kabupaten Lima Puluh Kota juga melalui mitigasi diperkirakan mengalami bencana gerakan tanah dan berada pada zona patahan aktif sesar semangko. Dalam rencana pola ruang Sumatera Barat, Kabupaten Lima puluh Kota juga berada pada zona bencana yang berada di jalur bahaya longsor dan banjir terutama pada daerah perbatasan Sumbar Riau.

(8)

Selain itu kawasan PLTA Koto Panjang melalui koridor Bukittinggi-PLTA Koto Panjang telah ditetapkan sebagai kawasan andalan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah nasional nasional. Kawasan andalah ini merupakan kawasan budidaya yang dalam pengembangannnya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan tersbut dan kawasan disekitarnya.

2.2. Kebijakan Pembangunan

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota, kegiatan pembangunan di Kabupaten Lima Puluh Kota dibagi kedalam 4 (empat) wilayah pembangunan yaitu :

1. Wilayah Pembanguan I (WP Selatan) dengan daerah-daerah meliputi kecamatan : Harau, Luak, Situjuah Limo Nagari, Lareh Sago Halaban dan Payakumbuh dengan menempatkan Kota Sarilamak sebagai pusat pertumbuhan.

2. Wilayah Pembangunan II (WP Utara) dengan daerah-daerah meliputi kecamatan : Kapur IX dan Pangkalan Koto Baru dengan menempatkan Kota Pangkalan Koto Baru yang berada di jalur lintas jalan nasional sebagai pusat pertumbuhan.

3. Wilayah Pembangunan II (WP Barat) dengan daerah-daerah meliputi kecamatan : Gunung Omeh, Bukit Barisan dan Suliki dengan Kota Suliki sebagai kota pusat pertumbuhan.

4. Wilayah Pembanguna IV (WP Tengah) dengan daerah-daerah meliputi kecamatan : Guguk, Mungka dan Akabiluru dengan kota Dangung-Danguang sebagai kota pusat pertumbuhan.

Pusat-pusat pertumbuhan yang terbesar di Kabupaten Lima Puluh Kota telah memiliki fungsi dan penekanan masing-masing. Diantara fungsi dan penekanan pengembangan pusat pusat pertumbuhan tersebut adalah :

1. Kota pusat layanan, yaitu kota yang berfungsi memberikan palayanan ekonomi dan pelayanan sosial bagi daerah sekitarnya sesuai dengan strata layanan yang diberikan. Kota dalam kategori ini antara lain Sarilamak, Danguang-Danguang, Suliki dan Pangkalan Koto Baru.

2. Kota penghubung, yaitu kota yang berfungsi sebagai pusat transportasi dan infrastruktur lainnya yang menghubungkan antar daerah dalam kabupaten maupun dengan kota/propinsi lain.

(9)

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2005-2025 tertuang dalam 8 (delapan) misi Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota untuk pembangunan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun kedepan. Poin terpenting dari misi tersebut menyebutkan satu upaya meningkakan pemanfaatan potensi sumber daya alam secara terarah dan terkendali untuk memacu peningkatan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli daerah untuk memperkuat keuangan dan pembangunan daerah.

Gambar 2.1 Peta wilayah pembangunan Kabupaten Lima Puluh Kota

(10)

Sebagai sebuah daerah peranian, Kabupaten Lima Puluh Kota masih menggantungkan pembangunan pada ekploitasi sumber daya alam yang dimilik. Pemerintah Kabupaten Lima puluh Kota melalui Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 telah menentukan arah kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan sarana dan prasarana. Diantara kebijakanyang telah dan akan dibuat antara lain :

1. Optimalisasi penataan ruang dan kawasan pengembangan sumber daya alam dan ekonomi daerah.

2. Pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup alam, lingkungan hidup sosial dan lingkungan hidup buatan untuk meningkatkan kualitas dan keseimbangan antar kawasan.

3. Peningkatan fungsi pusat kegiatan lokal (Rencana Ibu Kota Kabupaten/IKK Sarilamak) secara serasi, seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat.

4. Penataan dan pengembangan kawasan budidaya dan kawasan tertentu yang meliputi penyediaan sistem pemukiman, jaringan transportasi serta jaringan sarana dan prasarana lainnya dengan mengutamakan kawasan-kawasan tertentu yang dapat berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan sekitarnya.

5. Penataan dan pengembangan kawasan perumahan, pemukiman, kawasan pedasaan dak kawasan belum tumbuh.

III. PEMBAHASAN

3.1 Pola Penggunaan Lahan

Menurut data tahun 2009 peruntukan lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari lahan non pertanian 8.256 Ha, sawah 22.286 Ha, lahan kering 36.648 Ha, perkebunan 38.250 Ha, hutan 202.738 Ha, dan untuk peruntukan lainnya seluas 27.525 Ha. Berdasarkan data tersebut tersebut dapat dilihat bahwa peruntukan lahan yang dominan di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah untuk kawasan hutan (60,39 %), perkebunan (11,40%) dan lahan kering (10,93%). Dari lahan hutan tersebut, sebanyak 27.060 Ha (13,35%) berfungsi sebagai cagar alam, 142.738 Ha (70,41%) merupakan hutan lindung, 6.236 Ha (3,08%) hutan produksi, seluas 8.223 Ha(4,06%) hutan produksi terbatas, dan 18.418 Ha (9,12%) merupakan hutan produksi yang dapat konservasi.

(11)

terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan dengan lingkungannya.

Table 3.1 Penggunaan Lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Peruntukan Luas (Ha) Persentase (%)

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka 2008/2009

Peningkatan kebutuhan lahan sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, dimana kebutuhan lahan untuk untuk aktifitas pembangunan juga akan ikut meningkat. Namun dilain pihak ketersediaan luas lahan yang relative tetap sehingga mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan yang berlangsung secara cepat dan dalam jumlah besar bahkan kadang tanpa memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan tersebut, baik dampak terhadap lingkungan, tata ruang, serta konservasi tanah.

3.2 Pengelolaan kawasan Hutan

Bila dibandingkan data tahun sebelumnya (tahun 2008), berdasarkan data yang ada tidak terjadi perubahan dalam tata guna, maupun alih fungsi kawasan hutan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Namun masih dihadapkan pada berbagai tantangan antara lain cukup banyaknya ditemukan lahan kritis yang disebabkan oleh berbagai macam faktor yang pada dasarnya merupakan tekanan dalam pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat di dalam dan sekitar hutan.

Tabel 3.2 Realisasi penghijauan dan reboisasi sangat minimalis pada tahun 2013.

Kabupaten

Lima Puluh Kota 325 130.000 1.750 70.,000

Total 325 130.000 1.750 700.,000

(12)

Kecamatan Harau seluas 8.700,10 Ha, Kecamatan Gunuang Omeh seluas 8.223,70 Ha, dan Kecamatan Suliki seluas 7.589,90 Ha. Sedangkan yang paling sedikit ada di Kacamatan payakumbuh seluas 610,10 Ha. Selain adanya lahan kritis yang cukup luas kerusakan hutan juga akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem hutan, termasuk kelangsungan hidup berbagai flora dan fauna di dalamnya, Adapun kerusakan hutan di kabupaten Lima Puluh Kota dikerenakan oleh kebakaran hutan, dari data yang ada seluas 222,6 Ha hutan rusak akibat kebakaran.

Tabel 3.3 Luasan Penutupan Lahan pada Wilayah KPHL

Hutan Kabupaten Lima Puluh Kota Kawasan Hutan (Ha)

Hutan Lahan Kering Pimer 6,174

Sumber : Hasil Inventarisasi Tata Hutan BPKH Wilayah I Medan Tahun 2013

Tingginyai angka lahan kritis di Kabupaten Lima Puluh Kota tidak dibarengi dengan usaha penanganan yang setimpal melalui kegiatan penghijauan maupun upaya reboisasi. Dalam artian upaya penanggualangan lahan kritis yang dilakukan sangat terbatas dan dalam satu tahun hanya mencapai luasan 1.750 hektar.

Sebagaimana uraian sebelumnya bahwa kabupaten Lima puluh Kota lebih dari separoh dari luas wilayah adalah hutan yang didalamnya memiliki kekayaan yang banyak seperti flora dan fauna. Juga memiliki kawasan cagar alam yang cukup baik untuk dinikmati para turis. Selain flora dan fauna yang telah dibudidayakan jga terdapat flora dan fauna liar (jenis flora dan fauna yang belum dikenal oleh banyak orang atau belum dibudidayakan) dan jenis flora dan fauna langka lainnya.Mengingat bahwa kebutuhan manusia akan flora dan fauna semakin hari semakin meningkat, baik jenis, varietes, kuantitas maupun kualitas. Maka sangat penting untuk selalu menjaga kelangsungan dan kelestarian keanekaragaman hayati yang ada. Selain itu juga perlu diingat bahwa ulah manusia sendiri kalau tidak hati-hati dan dikendalikan dengan baik, keanekaragaman jenis flora dan fauna tersebut akan berkurang dan musnah.

Tabel 3.4. Lahan kritis di Kabupaten Lima Puluh Kota

Kabupaten/Kota Kritis (Ha) Kritis (Ha)Sangat Jumlah Total(Ha)

(13)

Akabiluru 1.882,90 819,20 2.702,10

Luak 4.201,20 638,80 4.840,00

Lareh Sago Halaban 7.409,80 391,50 7.801,30

Situjuah Limo Nagari 943,60 1.416,10 2.404,70

Harau 12.801,10 343,40 13.144,50

Guguak 5.897,10 0,00 5.897,10

Mungka 9.365,90 167,50 9.533,40

Suliki 5.416,30 0,00 5.416,30

Bukik Barisan 12.638,50 101,00 12.739,50

Gunuang Omeh 9.236,50 466,00 9.702,50

Kapur IX 28.312,00 1.765,00 30.077,00

Pangkalan Koto Baru 29.807,00 291,00 30.098,00

Total 130.690,10 6.476,90 137.167,00

Sumber :SLHD Kab. Lima Puluh kota, 2011 III.2 Pembangunan Sektor Pertanian

Sektor pertanian terutama subsektor pertanian tanaman pangan dan palawija merupakan sektor andalan dalam pemenuhan kebutuhan bahan pangan (swasembada) dan pemenuhan gizi masyarakat di Kabupaten Lima Puluh Kota. Pengembangan sektor ini akan sangat bergantung pada ketersediaan lahan dan kesesuaian jenis komoditas, salah satunya adalah komoditas beras. Perkembangan sektor pertanian tanaman padi sawah di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 2009 mengalami kenaikan. Hal ini ditunjukan oleh besar hasil panen padi tahun 2009 yang mencapai rata-rata 4,80 ton per hektarnya dengan luas panen 42.904 Ha dan produksi 205.850,86 ton, sedangkan pada tahun 2008 hanya mencapai 4,66 ton per hektarnya dengan luas panen 43.441,00 Ha dan produksi 202.531,01 ton artinya terjadi kenaikan hasil panen per hektar sebesar 2,96% dan kenaikan produksi secara keseluruhan 3.219,85 ton (1,64 %) Kecamatan yang paling tinggi hasil panen padi sawaha adalah adalah Kecamatan Harau sebesar 33.542,88 ton dari lahan panen seluas 3.418 Ha.

(14)

Selain pertanian berupa tanaman pangan dan palawija, potensi lahan di Kabupaten Lima Puluh Kota lainnya adalah pada sektor perkebunan. Diantara komoditi perkebunan yang berkembang di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah perkebunan karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, cokelat, cengkeh, tembakau, kayu manis dan gambir. Komoditi dengan nila perdangan terbesar di kabupaten Lima puluh kota dihasilkan oleh gambir, selanjutnya karet, dan kelapa. Untuk komoditi gambir, Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan penyumbang terbesar di Propinsi Sumatera Barat, dimana hampir 70 persen dari produksi gambir Sumatera Barat dihasilkan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Perkebunan gambir ini terdapat hampir disetiap kecamatan berupa perkebunan rakyat dengan luasan terbesar di Kecamatan Pangkalan, Kapur IX dan Kecamatan Bukit Barisan.

Kegiatan pertanian akan memberikan tekana terhadap penyediaan lahan yang akan memicu perubahan atau alih fungsi lahan. selain itu tekanan lainnya berasal dari penggunaan pupuk pada kegiat pertanian. Penggunaan pupuk di sektor pertanian ternyata dapat meningkatkan emisi gas CO2. Hal ini bersumber dari pemakaian pupuk Urea. Dari data yang didapatkan, pemakaian pupuk Urea di bidang pertanian digunakan untuk padi sawah, tanaman palawija seperti jagung, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar. Selain tanaman padi dan palawija urea juga digunakan untuk pemupukan pada tanaman perkebunan.

Sektor pertanian dapat memberikan tekanan terhadap lingkungan melalui emisi gas rumah kca penggunaan lahan. Seperti perkiraan adanya emisi gas metan (CH4) dari keberadaan lahan sawah dan kegiatan peternakan. Gas Metan ini berasal dari pemanfaatan lahan sawah yang tergantung dari luas tanam sawah. Selain itu juga pemanfaatan lahan untuk kawasan ternak dan unggas yang nilainya dipengaruhi oleh jumlah ternak dan unggas yang ada dipeternakan tersebut.

III.3 Pembangunan sektor peternakan

Disamping subsektor tanaman pangan dan perkebunan yang telah diuraikan di atas, subsektor peternakan sangat besar potensinya di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jenis ternak yang ada dan berkembang di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing dan domba. Dari data yang ada usaha ternak di Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun ke tahun mengalami perkembangan bila dilihat dari segi jumlah populasi ternak yang semakin bertambah. Diantara jenis ternak yang sangat berkembang adalah sapi potong dengan jumlah populasi 63.214 ekor yang tersebar di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Selain sapi potong ternak kambing dan kerbau juga memiliki popiulasi yang banyak.

Tabel 3.5 Populasi Hewan Ternak di Kabupaten Lima Puluh Kota

(15)

1 Sapi Perah 93

Sumber :SLHD Kab. Lima Puluh kota, 2011

Pada sektor peternakan jenis unggas yang berkembang di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung, dan itik. Usaha yang paling berkembang adalah peternakan ayam petelur dimana populasinya mencapai 4.734.598 ekor, disusul peternakan ayam pedaging dengan populasi 3.463.800 ekor, ayam kampung 882.498 ekor dan yang paling kecil populasinya adalah ternak itik yaitu 181.410.

Tabel 3.6 Populasi Hewan Ternak

Sektor peternakan berpotensi memberikan pengaruh kepada lingkungan dari limbah dan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. Emisi gas Metan dari kegiatan peternakan juga tergantung dari jumlah ternak yang ada di daerah tersebut. Sama halnya dengan luas lahan sawah tadi, jumlah ternak juga berbanding lurus dengan gas Metan yang dihasilkan. Kecamatan Luhak sebagai daerah dengan hewan ternak terbanyak, maka otomatis menjadi penyumbang gas Metan terbanyak. Demikian juga dengan emisi gas CH4 yang dihasilkan dari ternak unggas, dimana jumlah unggas akan berbanding lulus dengan besarnya perkiraan Emisi gas metanan yang dihasilkan. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwak yang paling banyak menyumbangkan emisi gas metan adalah Kecamatan Payakumbuh karena merupakan daerah dengan jumlah unggas terbanyak di Kabupaten Lima Puluh Kota.

III.4 Pengelolaan sumber daya air dan kualitas air

Sebagai sebuah daerah yang memiliki akar budaya yang kuat dalam perairan, nyatanya perhatian terhadap sumber daya air sebagai komponen penting pembangunan masih sangat minim Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki tidak kurang dari 14 sungai besar dan kecil serta beberapa embung. Akan tetapi keberadaanya belum dimanfaatkan secara maksimal demi kesejahteraan masyarakat.

(16)

No Sungai/Batang Panjang

1 Sinamar 68,63 41,0 6,0 675,0 3,0

2 Lampasi 41,14 30,0 3,0 264,0 0,8

3 Agam 24,72 35,0 4,0 425,0 1,5

4 Namang 8,40 7,2 1,0 50,0 0,2

5 Balubuih 11,69 10,0 1,0 25,0 0,1

6 Mahat 75,13 47,5 2,5 508,0 15,0

7 Harau 16,80 20,0 3,5 125,0 0,3

8 Sanipan 8,61 25,0 1,0 310,0 0,4

9 Kapur 40,00 60,0 1,5 475,0 10,0

10 Mungo 18,41 35,0 1,0 910,0 0,7

11 Liki 11,00 - - -

-12 Mongan 72,00 - - -

-13 Paiti 31,00 - - -

-14. Mangilang 20,00 - - -

-Sumber :SLHD Kab. Lima Puluh kota, 2011

Sebahagian besar dari sungai-sungai di atas dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber air untuk pengairan sawah, perikanan dan juga dimanfaatkan untuk kegiatan rumah tangga dan usaha air mineral. Pemanfaatan air sungai sebagai sumber Energi di Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu pada PLTA Koto Panjang yang menghasilkan energi listrik dengan memanfaatkan aliran sungai Batang Mahat, Batang Mongan, dan Batang Kanpar. Disamping itu sungai juga digunakan sebagai sarana perhubungan air.

Perubahan tata guna lahan pada daerah tangkapan air berpengaruh besar kepada terjadinya fluktuasi debit sungai sungai besar di Kabupaten Lima Puluh Kota. Hal ini terlihat pada tabel diatas. Misalnya Batang Mahat, mempunyai debit maksimal sebesar 508 m3 per detik pada musim hujan, akan tetapi pada musim kemarau debit turun hingga mencapai 15 m3 per detik. Hal sama juga terjadi pada Batang Kapur yang mempunyai debit maksimal 475 m3 per detik dan debit minimal 10 m3 per detik. Perbedaan yang besar ini menandakan bahwa alam telah rusak. Akibat yang terjadi dari keadaan ini adalah tidak maksimalnya, produksi listrik pada PLTA Koto Panjang akibat kekurangan pasokan air. PLTA Koto Panjang memiliki kapasitas terpasang 3 x 38 megawatt (114 MW). Pada musim kemarau, kemampuannya menyusut hanya menghasilkan 60 MW. Hal ini disebabkan terbatasnya debit air sungai tersebut. Turunnya produksi listrik ini akan berpengaruh terhadap roda perekonomian kawasan lainnya.

(17)

kecamatan yaitu Kecamatan Bukik Barisan, Kecamatan Kapur IX dan Kecamatan Pangkalan Koto Baru. Waduk PLTA koto panjang terletak di pebatasan propinsi sumatera barat dan Riau mulai digenangi semenjak tahun 1997.

Permasalahan penggunaan lahan yang mengemuka dalah terjadinya alih guna lahan dan degradasi lahan. alih guna lahan meliputi perubahan huatan untuk pengembangan perkebunan (gambir, karet dan sawit) dan perubahn lahan pertanian menjadi area terbangun lainnya (pemukiman, sarana prasarana). Kerusakan lahan di lima puluh kota tergambar dari data luas lahan kritis yang mencapai luasan 56.023 Ha pada tahun 2012 dan aktivitas penambangan Galian C (pasir, batu, kerikil) di sempadan sungai.

Tabel 3.8 Kualitas Air Batang Kapur Tahun 2010

Parameter Satuan Hasil Baku Mutu

Residu terlarut mg/L 31 1000

pH - 7,5 6-9

DO mg/L 4,2 4

Sumber : SLHD Kabupaten Lima Puluh Kota

Secara umum, Hampir semua bantaran sungai yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota kondisinya mulai mengkhawatirkan, dimana dapat dilihat sudah banyaknya pinggiran sungai yang terban dan longsor, dan terdapatnya beberapa pondasi jembatan yang mengalami kerusakan oleh aliran sungai. Kondis ini akibat dari banyaknya penambangan galian C, banyaknya masyarakat yang membuka areal persawahan dekat dengan bantaran sungai, dan masih kurangnya penanaman pohon disepanjang bantaran sungai.

Alam memiliki kemampuan untuk mengembalikan kondisi air yang telah tercemar dengan proses pemurnian atau purifikasi alami dengan jalan pemurnian tanah, pasir, bebatuan dan mikro organisme yang ada di alam sekitar kita. Jumlah pencemaran yang sangat masal oleh manusia membuat alam tidak mampu mengembalikan kondisi ke seperti semula. Alam menjadi kehilangan kemampuan untuk memurnikan pencemaran yang terjadi. Sampah dan zat seperti plastik, deterjen dan sebagainya yang tidak ramah lingkungan akan semakin memperparah kondisi pengrusakan alam yang kian hari kian bertambah parah.

(18)

Golongan air kelas satu peruntukannya untuk sumber air minum dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut, seperti Batang Harau yang dimanfaatkan untuk sumber air PDAM. Air dengan termasuk kepada golongan kelas dua sendiri merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ dan sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, perternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Seperti pada Batang Mahat, Batang Kapur, Batang Agam, dan lainnya.

Tabel 3.9 data Kualitas Air Batang Sinamar

Parameter Satuan Hasil Baku Mutu

Sumber : BLH Kabupaten Lima Puluh Kota

Penelitian yang telah dilakukan pada beberapa kualitas air sungai yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota menunjukkan air umumnya tidak berbau, tidak berasa, pH berkisar 6 - 7,5. Pada tabel berikut dapat dilihat hasil pengujian mutu air yang dilakukan dari beberapa sungai yang terdapat di kabupaten Lima Puluh Kota dan dibandingkan dengan baku mutu air yang telah diatur berdasarkan PP nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara umum kondisi air di Batang Kapur dapat dikatakan bagus karena masih sesuai dengan baku mutu kualitas air.

Berdasarkan data tersebut, kadar BOD di Batang Sinamar 8,17 mg/L melebihi baku mutu. Tingginya tingkat kandungan organik terutama dari limbah rumah tangga menyebabkan kadar BOD melebihi baku mutu. Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik.

Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan atau limbah . Kadar COD di Batang Sinamar juga melebihi dari baku mutu . Tingginya kadar COD dipengaruhi juga dari kadar BOD yang tinggi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Hal ini terutama akibat dari limbah rumah tangga di sepanjang aliran sungai menyebabkan nilai COD juga tinggi dan melebihi baku mutu. Nilai COD yang tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian.

(19)

Parameter Satuan Hasil Baku Mutu

Total Fospat sbg P mg/L 0,525 0,2

NO3 sebagai N mg/L 0,019 10

Sumber : BLH Kabupaten Lima Puluh Kota

III.5 Pengelolaan Sampah

Kabupaten Lima Puluh Kota dengan luas wilayah mencapai 3.354,30 km2 memiliki jumlah penduduk 331.674 jiwa (BPS, 2010). Dengan estimasi produksi sampah perkapita sebesar 1,0 kg/hari potensi sampah yang dihasilkan mencapai kisaran 335 ton perhari. Kota Sarilamak sendiri dengan jumlah penduduk 17.835 jiwa dan luas wilayah 177 km2 berpotensi menghasilkan tak kurang dari 17 ton sampah setiap hari (sampah terangkut sesuai Laporan Periode Mei 2010 sebesar 20,7 ton per hari).

Kondisi penanganan persampahan suatu kota/daerah pada saat ini tidak bisa dilepaskan dari perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan kebijakan yang telah dilakukan pada masa lalu. Dibandingkan dengan sektor infrastruktur wilayah/perkotaan yang lain seperti : transportasi; energi; sumber air minum dan perumahan-penanganan sampah wilayah/perkotaan masih ditetapkan dihalaman belakang pada penyusunan program dan pembuatan kebijakan pengembangan kawasan perkotaan, tak ubahnya yang terjadi di Kota Sarilamak sebagai Ibu Kota Kabupaten Lima Puluh Kota.

(20)

grand strategy yang memungkinkan layanan pengelolaan persampahan di Kabupaten Lima Puluh Kota dapat menjangkau seluruh masyarakat yang berada diwilayah ini tanpa adanya dikotomi apakah mereka berada di Ibu Kota Kabupaten maupun diwilayah lain.

Sebagaimana diamanahkan dalan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah bahwa Pemerintah Daerah berwenang untuk :

 Menetapkan kebijakan dan strategis pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan propinsi.

 Menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten sesuai dengan norma, standar, prosedur dan kriteria yang telah ditetapkan pemerintah.

 Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang

dilaksanakan oleh pihak lain.

 Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengelolaan sampah terpadu dan tempat pemprosesan akhir.

 Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemprosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) yang telah ditutup.

Institusi yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan persampahan di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan. Daerah pelayanannya baru meliputi satu kecamatan saja yakninya Kecamatan Harau. Dari 10.245 rumah tangga di kecamatan ini hanya sebanyak 4.263 rumah tangga yang sampahnya diangkut. Data tahun 2010 menunjukkan sampah yang diangkut ke TPA sebanyak rata-rata 16 m3/hari. Angka ini sudah termasuk sampah yang berasal dari pasar dan pertokoan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berada di Jorong Tigo Balai Nagari Lubuak Batingkok Kecamatan Harau.

Tabel 3.11. Cara Pembuangan Sampah Rumah tangga di Kecamatan Harau

No Cara pembuangan sampah Rumah Tangga

1 Angkut 4.263

2 Timbun 3.532

3 Bakar 1.008

4 Ke kali 152

5 Lainnya 1.290

Total 10.245

(21)

Besarnya porsi sampah yang tidak tertangani berkaitan langsung dengan keberadaan moda angkut sampah yang jumlah dan kondisinya kurang memadai, sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan dan belum diterapkan pendekatan Reduce, Reuse, dan Recycle (3R) kepada setiap pihak yang menghasilkan sampah.Sampah yang tidak tertangani tersebut dapat menyebabkan berbagai permasalahn baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana adalah timbulnya berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta timbulnya gangguan saluran pernafasan. Dampak tidak langsung yang dapat terjadi diantaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh tersumbatnya arus air sungai/selokan karena terhambat timbunan sampah yang dibuang ke sungai. Sampah yang tidak tertangani dengan baik juga akan merubah citra suatu kota yang pada akhirnya akan berpengaruh pada sektor pariwisata daerah tersebut.

Kondisi penanganan persampahan daerah pada saat ini tidak bisa dilepaskan dari perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan kebijakan yang telah dilakukan pada masa lalu. Dibandingkan dengan sektor infrastuktur perkotaan yang lain seperti : transportasi; energi; sumber air minum dan perumahan - penangan sampah perkotaan masih ditetapkan dihalaman belakang pada penyusunan program dan pembuatan kebijakan pengembangan kawasan perkotaan, tak ubahnya yang terjadi di Kota Sarilamak sebagai Ibu Kota Kabupaten Lima Puluh Kota.

Meski sebenarnya disadari pertumbuhan sektor persampahan sangat berpengaruh pada nilai estetika dan kesehatan suatu kota dimasa mendatang. Relatif rendahnya kemauan politis dan tanggung jawab publik berdampak pada perkembangan berbagai masalah yang bermulai dari sampah yang tidak tertangani dengan baik yang berefek pada menurunnya kualitas daya dukung lingkungan dan kesehatan. Menejemen pelayanan yang secara tradinasional tidak menyertakan daya dukung alam mungkin juga bertanggung jawab kepada munculnya sikap apatis masyarakat pada masalah ini. Hal ini menambah rumit penyelesaian masalah pengelolaan persampahan di Indonesia khususnya di Kabupaten Lima Puluh Kota.

IV. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bagian terdahulu, permasalahan tata ruang dan lingkungan di Kabupaten Lima Puluh Kota dapat disimpulkan :

(22)

2. Perkembangan pemanfaatan ruang melalui penyelenggaraan kebijakan pembangunan dalam skala besar, rentan menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan di Kabupaten Lima Puluh Kota, untuk itu penyelenggaraan penataan ruang wilayah harus dilakukan dengan tetap mempehatikan lingkungan sebagai satu kesatuan dinamis

3. Permasalahan lingkungan terkait pemanfaatan ruang yang mengemuka di Kabupaten Lima Puluh Kota antara lain : perubahan tata guna lahan yang berpengaruh kepada kualitas dan kualitas penyediaan sumber daya air, dan pengelolaan sampah yang mempengaruhi kualitas lingkungan

4. Pergerakan perekonomian dengan titik berat pada sektor pertanian dan peternakan menimbulkan tekanan lahan yang sangat besar, diperlukan alternatif lain pendorong pembangunan selain ekstraksi sumber daya, misalnya peningkatan nilai tambah dari produk pertanian seperti industri pengolahan hasil pertanian (karet, kakao, gambir, pinang).

Referansi :

Anonim. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2005-2025. Sarilamak

Anomim. 2012. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 13 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2032. Padang

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota. 2015. Lima Puluh Kota Dalam Angka, Tahun 2015, Sarilamak.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota. 2015. Statistik Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota, Sarilamak.

BLH Kabupaten Lima Puluh Kota. 2014. Status Lingkungan Hidup Kabupaten Lima Puluh Kota. Sarilamak

(23)

Gambar

Gambar 1.1 Lembah Harau dan Kelok Sembilan, ikon Kabupaten Lima Puluh KotaKabupaten Lima Puluh Kota memiliki iklim tropis basah dengan curah hujan cukup
Gambar 1.2. Peta administratif Kabupaten Lima Puluh kota
Gambar 1.3 Peta infrastruktur Kabupaten Lima Puluh Kota
Table 2.1 Luas Kawasan Hutan Kabupaten Lima Puluh Kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pesan verbal maupun nonverbal Pesan verbal yang terkandung dalam iklan Gojek versi “Cerdikiawan” ini adalah semua perkataan yang dikeluarkan oleh voice over

The purpose of this research is to describe the analysis of “Depok a Friendly City” city branding in order to increase tourist interest in visiting Depok City (Study at BAPPEDA

Setelah efek refraksi standar 1,2) dan semi diameter Bulan diikutsertakan dalam perhitungan, akan diperoleh peta ketinggian Hilal sebagaimana ditampilkan Gambar 3. Pada

[r]

Hasil penelitian adalah: konsep disain ruangan atau bangunan berdinding beton ringan yang memiliki: kondisi tebal dinding luar 8 cm, dinding dalam 6 cm; posisi ruangan

Untuk itu telah dibangun suatu unit kontrol berbasis aliran udara yang dapat mengoperasikan sistem pemanas sehingga kestabilan humidity di ruang Cave Siklotron dapat tercapai..

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa Komite SDN Sumber- porong 03 dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai badan pengontrol terkait dengan

Bronkopneumonia pada anak dapat menyebabkan beberapa gejala yang diawali dengan demam yang tidak begitu tinggi, batuk dengan sputum produktif  bewarna hijau kekuningan, pilek,