• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Bimbingan Keterampilan

2.1.1 Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang dirancang demi pencapaian suatu tujuan

tertentu. Program adalah produk yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perencanaan ,

program dapat juga diartikan sebagai pelayanan tertulis mengenai:

a. adanya tujuan yang mau dicapai.

b. Adanya cara pencapaian tujuan

c. Adanya berbagai kebijakan yang diambil dalam upaya penangan masalah yang

dihadapi.

d. Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan.

e. Adanya strategi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas (Wahab

dalam Siagian dan Agus, 2010:117).

2.1.2 Bimbingan Keterampilan

Pada dasarnya bimbingan merupakan upaya pembimbingan untuk membantu

mengoptimalkan individu. Model bimbingan yang berkembang saat ini adalah

bimbingan perkembangan. Visi bimbingan perkembangan bersifat edukatif,

pengembangan, dan outreach. Edukatif karena titik berat layanan bimbingan perkembangan ditekankan pada pencegahan dan pembangunan, bukan korektif atau

terapuektif, walaupun layanan tersebut juga tidak diabaikan. Pengembangan karena

titik sentral sasaran bimbingan perkembangan dalah perkembangan optimal seluruh

aspek kepribadian individu dengan upaya pokoknya memberikan kemudahan

(2)

bermasalah, tetapi semua individu berkenaan dengan semua aspek kepribadiannya

dalam semua konteks kehidupan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan yaitu kemampuan

untuk menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah

ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah

nilai dari hasil pekerjaan tersebut.

Bimbingan keterampilan di lingkungan Panti sosial merupakan pemberian

bantuan kepada seluruh penyandang disabilitas tubuh yang dilakukan secara

kesinambungan agar mereka dapat memahami dirinya, lingkungan, dan

tugas-tugasnya sehingga mereka sanggup mengarahkan diri, menyesuaikan diri, serta

bertindak wajar sesuai dengan keadaan dan tuntutan lembaga sosial, keadaan

keluarga, masyarakat dan lingkungan kerja yang akan kelak dimasukinya. Dengan

pemberian layanan bimbingan, mereka lebih produktif, dapat menikmati

kesejahteraan hidupnya, dan dapat memberikan sumbangan yang berarti pada

lembaga tempat mereka bekerja kelak, serta masyarakat pada umumnya. Pemberian

bimbingan juga membantu mereka mencapai tugas-tugas perkembangan secara

optimal.

Tujuan utama bimbingan keterampilan kepada penyandang disabilitas tubuh

adalah memberikan keterampilan kepada penyandang disabilitas tubuh sesuai minat

dan bakat dan kemampuan dalam upaya meningkatkan keterampilan kerja untuk

kemandirian dalam masyarakat. Jenis-jenis keterampilan yang diberikan :

1. Keterampilan diri meliputi keterampilan hidup sehari-hari :

a. Music

b. Keterampilan tangan

(3)

2. Keterampilan kerja antara lain :

a. Menjahit

b. Otomotif

c. Servis Elektorik

d. Servis Ponsel

Secara umum manfaat bimbingan keterampilan bagi klien penyandang

disabilitas tubuh adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan

problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga

masyarakat maupun sebagai warga negara. Pelaksanaan layanan bimbingan

keterampilan merupakan bentuk praktek pemberian bekal dan penyaluran potensi,

bakan dan minat, serta latihan kerja sesuai dengan pilihan karir yang diminati.

(Pedoman Rehabilitasi Sosial orang dengan Penyandang Disabilitas Tubuh dalam

panti, 2013:19-20).

Program bimbingan keterampilan adalah suatu proyek yang berhubungan

dengan mengoptimalkan individu dalam mengembangan suatu kemampuan

kreatifitas intektual diri yang dimiliki sebagai bekal pengenalan diri dan penyiapan

diri untuk memilih bidang pekerjaan nantinya. Maka program bimbingan

keterampilan yang diterapkan dipanti sosial adalah sebagai penyiapan bekal bagi

penyandang disabilitas tubuh untuk direhabilitasi sebagai modal awal

mengembalikan fungsi sosial dan sebagai awal memulai pemilihan pekerjaan dimasa

depannya.

2.2 Kemandirian 2.2.1 Pengertian Kemandirian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemandirian adalah suatu sikap

(4)

dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain,

maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu

mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan

dari usahanya(kbbi.web.id/mandiri, 12 Maret 2015).

Kemandirian secara psikologis dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang

dalam kehidupannya mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan

dari orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang

berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya

atau diputuskannya, baik dalam segi manfaat atau keuntungannya, maupun

segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang agar berhasil sesuai keinginan dirinya maka diperlukan adanya

kemandirian yang kuat.

Kemandirian pada hakikatnya dapat dikatakan sebagai kemampuan manusia

atau suatu bangsa untuk bertahan dalam lingkungan yang berubah, baik lingkungan

alam, masyarakat ataupun lingkungan antar bangsa tanpa mengorbankan falsafah

hidupnya. Dalam pengertian yang lebih dinamis, kemandirian bukan hanya

kemampuan bertahan hidup, tetapi untuk tumbuhnberkembang dengan kekuatan

sendiri. (Ginandjar Kartasasmita, 1992:6)

Menurut Kartini Kartono (1985:21) kemandirian seseorang terlihat

padawaktu orang tersebut menghadapi masalah. Bila masalah itu dapat diselesaikan

sendiri tanpa meminta bantuan dariorang tua dan akan bertanggung jawab terhadap

segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan maka hal ini

menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk mandiri.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

(5)

bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan kemampuan mengatur diri

sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga dapat menyelesaikan sendiri

masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan atau tergantung dari orang

lain dan dapat bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil

melalui berbagai pertimbangan sebelumnya.

2.2.2 Ciri-ciri Kemandirian

Ciri-ciri kemandirian tersebut antara lain:

a. Individu yang berinisiatif dalam segala hal

b. Mampu mengerjakan tugas rutin yang dipertanggungjawabkan padanya, tanpa

mencari pertolongan dari orang lain

c. Memperoleh kepuasan dari pekerjaannya

d. Mampu mengatasi rintangan yang dihadapi dalam mencapai kesuksesan

e. Mampu berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap tugas dan kegiatan

yang dihadapi

f. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda pendapat dengan orang lain, dan

merasa senang karena dia berani mengemukakan pendapatnya walaupun

nantinya berbeda dengan orang lain

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian pada remaja

menurut Kartini Kartono, (1985:8) yaitu:

1.Usia

Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan pada saat

anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja mereka lebih berorientasi

(6)

tindakannya sendiri. Anak-anak akan lebihtergantung pada orang tuanya, tetapi

ketergantungan itu lambat laun akan berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.

2.Jenis kelamin

Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan

kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh

pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan pribadi individu yang diberikan pada

anak pria dan wanita. Dan perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan wanita

secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa perbedaan kemandirian antara

pria dan wanita.

3. Konsep diri

Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang kompeten pada

individu untuk menentukan langkah yang diambil. Bagaimana individu tersebut

memandang dan menilai keseluruhan dirinya atau menentukan sejauh mana pribadi

individualnya. Mereka yang mmandang dan menilai dirinya mampu, cenderung

memiliki kemandirian dan sebaliknya mereka yang memandang dan menilai dirinya

sendiri kurang atau cenderung menggantungkan dirinya pada orang lain.

4. Pendidikan

Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang,

kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga orang akan lebih

kreatif dan memiliki kemampuan. Dengan belajar seseorang dapat mewujudkan

dirinya sendiri sehingga orang memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa

(7)

5. Keluarga

Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam melatarkan

dasar-dasar kepribadian seorang anak, demikian pula dalam pembentukan kemandirian

pada diri seseorang.

6. Interaksi sosial

Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial serta

mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mendukung perilaku remaja

yang bertanggung jawab, mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan

segala permasalahan yang dihadapi dengan baik tidak mudah menyerah akan

mendukung untuk berperilaku mandiri.

Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai

kemandirian seseorang tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang mendasari

terbentuknya kemandirian itu sendiri. Faktor-faktor ini mempunyai peranan yang

sangat penting dalam kehidupan yang selanjutnya akan menentukan seberapa jauh

seorang individu bersikap dan berpikir cara mandiri dalam menjalani kehidupan

lebih lanjut.

2.2.4 Proses Terbentuknya Kemandirian

Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi

perkembangan kepribadian seseorang, baik segi-segi positif maupun negatif.

Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan

kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadiannya, dalam hal ini adalah

kemandiriannya. Lingkungan sosial yang mempunyai kebiasaan yang baik dalam

melaksanakan tugas-tugas dalam kehidupan mereka, demikian pula keadaan dalam

kehidupan keluarga akan mempengaruhi perkembangan keadaan kemandirian anak.

(8)

secara wajar dan menggembirakan. Sebaliknya anak yang dimanjakan akan

mengalami kesukaran dalam hal kemandiriannya.

Pola pendidikan yang baik selalu ditegakkan dengan prinsip-prinsip memberi

hadiah dan memberi hukuman yang akan menyebabkan anak-anak dalam keluarga

memiliki taraf kesadaran dan pengalaman nilai-nilai kehidupan yang lebih baik.

Kehidupan yang terkesan amburadul, anormatif dan gersang dari keteladanan yang

terpuji, menyebabkan anak-anak didikyang tumbuh dalam keluarga tersebut akan

menunjukkan keadaan kepribadian yang kurang bahkan tidak menggembirakan. Dan

indikator dari kemandirian bagi penyandang disabilitas tubuh adalah sikap dan

keterampilan yang dimilik.

Lingkungan sosial ekonomi yang memadai dengan pola pendidikan dan

pembiasaan yang baik akan mendukung perkembangan anak-anak menjadi mandiri,

demikian pula sebaliknya. Keadaan sosial ekonomi yang belum menguntungkan

bahkan paspasan jika ditunjang dengan penanaman taraf kesadaran yang baik

terutamadalam hal upaya mencari nafkah dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan,

akan menyebabkan anak-anak mempunyai nilai kemandirian yang baik. Sebaliknya

jika keadaan sosial ekonomi masih kurang menggembirakan, sedang kedua orang tua

tidak menghiraukan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya, dan taraf keteladanan

pun jauh dari taraf keluhuran, maka bukan tidak mungkin anak-anak berkembang

salah dan sangat merugikan masa depannya jika tidak tertolong dengan pendidikan

selanjutnya.

Lingkungan keluarga yang mempunyai nilai-nilai yang baik akan

memungkinkan anak berkemampuan untuk melakukan pilihan terhadap sesuatu

secara baik. Sebaliknya keluarga yang tidak mempunyai nilai-nilai baik akan

(9)

selalu memperhatikan teman sepergaulannya. Dianjurkan untuk selalu mencari

teman yang baik akhlaknya, bukan sekedar mempunyai teman dalam kehidupan

tanpa memperhatikan taraf kebaikan sikap dan tingkah lakunya. Individu yang

memiliki konsep diri positif akan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki

kemandirian dan sebaliknya individu yang memiliki konsep diri negatif akan menilai

dirinya sendiri kurang atau cenderung menggantungkan dirinya pada orang lain.

(http://dansite.wordpress.com/2010/10/kemandirian.html?m=1, 12 Maret 2015)

2.3 Penyandang Disabilitas Tubuh

Penyandang disabilitas tubuh adalah seseorang yang mempunyai kelainan

tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian, baik dalam struktur

maupun fungsinya yang dapat menggangu atau merupakan rintangan dan hambatan

baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. (Pedoman rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dalam panti, kementerian sosial Republik Indonesia, direktorat jenderal rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan 2013:5).

Kelainan fisik dimaksudkan pada hakikatnya bukan berarti membuat

penyandang disabilitas tubuh kehilangan hak dan peluang untuk hidup sejajar dengan

orang lain, karena mereka memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara

maksimal. Untuk dapat hidup sejajar dengan orang lain, penyandang disabilitas

tubuh perlu mendapat program rehabilitasi yang merupakan proses refungsionalsasi

dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang disabilitas untuk mampu

melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan kebutuhan tersebut, kurikulum bimbingan keterampilan ini

diharapkan dapat mendekatkan pada usaha pencapaian UU no. 4 tahun 1997 yang

menyebutkan bahwa setiap penyandang disabilitas tubuh mempunyai kewajiban

(10)

setiap penyandang disabilitas mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapat

pendidikan pada satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan derajat

kedisabilitasan dan kemampuannya. (Kurikulum rehabilitasi penyandang disabilitas tubuh, PSBD “Bahagia” Sumatera Utara, 2013:5).

Menurut Herman Sukarman, penyebab timbulnya ketunaan atau kecacatan

tubuh dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

1. Penyakit, misalnya polio, rematik, catitis, dan lepra. Sebab, dengan kemajuan

ilmu kedokteran orang yang menderita penyakit tertentu dapat diselamatkan

jiwanya, tetapi meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan. Sedangkan

penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan misalnya polio, TBC

tulang dan TBC sendi.

2. Kecacatan dalam pekerjaan atau perusahaan. Apabila bekerja disuatu pabrik atau

perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta tentu berhadapan dengan

mesin-mesin., dalam menjalankan mesin-mesin ada hal si pekerja tersebut

mengalami suatu kelengahan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin tersebut dapat berupa anggota

tubuhnya tergilas oleh mesin yang menyebabkan anggota tubuhnya putus atau

harus diamputasi.

3. Peperangan, juga merupakan bencana yang tidak menimbulkan keuntungan bagi

semua pihak, bagi mereka yang menang juga mengalami pengorbanan yang

besar dan yang kalah pun mengalami pengorbanan yang lebih banyak.

Pengorbanan itu meliputi harta benda, nyawa dan pula perjuangan yang masih

hidup namun menjalani kecacatan akibat dari peperangan. Banyak para pejuang

(11)

dapat berupa kaki atau lengannya dipotong (amputasi), lumpuh dan

ketidakberfungsian sebagian tubuh.

4. Cacat sejak lahir. Majunya ilmu pengetahuan dan majunya teknoligi modern

atau kebudayaan yang menganut faham kebebasan yang masuk sedikit banyak

akan mempengaruhi bahkan mengubah kebudayaan dan tingkah laku pergaulan

masyarakat kita. Ekses dari masuknya pengetahuan dan teknologi modern

tersebut tidak menimbulkan kecacatan tubuh, misalnya karena obat-obatan yang

mengakibatkan anak ketergantungan lahir cacat(Sudjadi, 2005 : 72-74). 2.4 Pelayanan Sosial

Pengertian pelayanan sosial adalah perihal atau cara melayani atau usaha

melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang). Pelayanan

sosial adalah aktivitas yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu para

anggota masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan

lingkungan sosialnya.

Selanjutnya, Alfred J. Khan memberikan pengertian pelayanan sosial sebagai

berikut:“Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diadakan tanpa

mempertimbangkan kriteria pasar untuk menjamin suatu tingkatan dasar dalam

penyediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan

kesejahteraan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat serta kemampuan

perorangan untuk pelaksanaan fungsi-fungsinya, untuk memperlancar kemampuan

menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan serta lembaga-lembaga yang

telah ada dan membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan dan

keterlantaran”.

Penggunaan kata mempertimbangkan kriteria pasar mengungkapkan bahwa

(12)

warga negara untuk menjangkau dan menggunakan setiap bentuk pelayanan yang

sudah menjadi haknya. Ketidakmampuan seseorang untuk membayar pelayanan

karena penghasilannya tidak mencukupi ( karena berdasarkan kriteria pasar) jangan

menjadi hambatan untuk memperoleh pelayanan. Berarti di sini, pemberi pelayanan

harus melayani tanpa mempertimbangkan si penerima pelayanan mampu membayar

atau tidak.

Pelayanan sosial pada hakekatnya dibuat untuk memberikan bantuan kepada

individu dan masyarakat untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang

semakin rumit itu. Y.B.Suparlan mengatakan bahwa, “Pelayanan adalah usaha untuk

memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik materi maupun non

materi agar orang lain dapat mengatasi masalahnya sendiri”.

Pelaksanaan pelayanan sosial mencakup adanya perbuatan yang aktif antara

pemberi dan penerima. Bahwa untuk mencapai sasaran sebaik mungkin maka

pelaksanaan pelayanan sosial mempergunakan sumber-sumber tersedia sehingga

benar-benar efisien dan tepat guna. Sehubungan dengan itu maka dalam konsepsi

sosial service delivery, sasaran utama adalah si penerima bantuan (beneficiary group).

Dilihat dari sasaran perubahan maka sasarannya adalah sumber daya manusia

dan sumber-sumber natural. Pelayanan sosial tidak hanya mengganti atau berusaha

memperbaiki keluarga dan bentuk-bentuk organisasi sosial, tetapi juga merupakan

penemuan sosial yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia

modern dalam berbagai hubungan dan peran-perannya sama halnya seperti inovasi

teknologis yang berfungsi sebagai tanggapan terhadap persyaratan fisik dari

(13)

2.5 Rehabilitasi sosial

2.5.1 Pengertian Rehabilitasin Sosial

Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat

agar mereka cakap berbuat untuk memiliki kegunaan jasmani, rohani, sosial,

pekerjaan dan ekonomi. Rehabilitasi didefinisikan sebagai “satu program holistik

dan terpadu atas intervensi-intervensi medis, fisik, psikososial, dan vokasional yang

memberdayakan seorang (individu penyandang cacat) untuk meraih pencapaian

pribadi kebermaknaan sosial, dan interaksi efektif yang fungsional dengan dunia.

(Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tubuh dalam Panti.

Kementerian Sosial RI.)

Sifat kegiatan yang dilakukan oleh petugas rehabilitasi adalah berupa

bantuan, dengan pengertian setiap usaha rehabilitasi harus selalu berorientasi kepada

pemberian kesempatan kepada peserta didik yang dibantu untuk mencoba melakukan

dan memecahkan sendiri masalah-masalah yang disandangnya.

Arah tujuan rehabilitasi adalah refungsionalisasi dan pengembangan.

Refungsionalisasi dimaksudkan bahwa rehabilitasi lebih diarahkan pada

pengembalian fungsi dari peserta didik, sedangkan pengembangan diarahkan untuk

menggali atau menemukan dan memanfaatkan kemampuan siswa yang masih ada

serta potensi yang dimiliki untuk memenuhi fungsi diri dan fungsi sosial dimana ia

berada.

Rehabilitasi mangandung makna pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama

baik) yg dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh yg cacat dan sebagainya atas

individu supaya menjadi manusia yg berguna dan memiliki tempat di masyarakat

(14)

Jadi apabila kata rehabilitasi dipadukan dengan kata sosial, maka rehabilitasi

sosial bisa diartikan sebagai pemulihan kembali keadaan individu yang mengalamai

permasalahan sosial kembali seperti semula. Rehabilitasi sosial merupakan upaya

yang ditujukan untuk mengintegrasikan kembali seseorang ke dalam kehidupan

masyarakat dengan cara membantunya menyesuaikan diri dengan keluarga,

masyarakat, dan pekerjaan. Seseorang dapat berintegrasi dengan masyarakat apabila

memiliki kemampuan fisik, mental, dan sosial serta diberikan kesempatan untuk

berpartisipasi. Semisal terdapat seseorang yang mengalami permasalahan sosial

seperti gelandangan atau pengemis, maka mereka akan dicoba untuk dikembalikan

kedalam keadaan sosial yang normal seperti orang pada umumnya. Mereka diberi

pelatihan atau keterampilan sehingga mereka tidak kembali lagi menjadi

gelandangan atau pengemis dan bisa mencari nafkah dari keterampilan yang ia miliki

tadi.

Dijaman sekarang ini sudah banyak panti-panti rehabilitasi sosial yang banyak

menampung berbagai orang yang mengalami gangguan sosial seperti panti

rehabilitasi anak jalanan, gelandangan dan pengemis(gepeng), tuna wisma, tuna

susila, panti rehabilitasi narkoba dll.

2.5.2 TujuanRehabilitasin Sosial

Dalam undang-undang Nomor 4 tahun 1997 dijelaskan bahwa rehabilitasi

diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik,

mental dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara

wajar sesuai dengan bakat,kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Tujuan utama

rehabilitasi adalah membantu mencapai kemandirian optimal secara fisik, mental,

sosial, vokasional dan ekonomi sesuai dengan kemampuannya. Jadi tujuan

(15)

Aspek berguna dapat mencakup self realization, human relationship, economic efficiency, dan civic responsibility. Artinya melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi peserta didik cacat diharapkan :

1. Dapat menyadari kelainannya dan dapat menguasai diri sedemikian rupa, sehingga tidak menggantungkan diri pada orang lain (self realization).

2. Dapat bergaul dan bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok, tahu akan

perannya, dan dapat menyesuaikan diri dengan perannya di lingkungannya

(human relationship).

3. Mempunyai kemampuan dan keterampilan ekonomis produktif tertentu yang

dapat menjamin kehidupannya kelak dibidang ekonomi (economic efficiency). 4. Memiliki tanggungjawab dan mampu berpartisipasi terhadap lingkungan

masyarakat (civic responsibility).

Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai

berikut :

1. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung

jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan

sosialnya.

2. Memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan

fungsi sosialnya secara wajar.

2.5.3 Sasaran Rehabilitasi

Sasaran rehabilitasi adalah individu sebagai suatu totalitas yang terdiri dari

aspek jasmani, kejiwaan dan sebagai anggota masyarakat. Sasaran rehabilitasi cukup

luas, karena tidak hanya terfokus pada penderita cacat saja, tetapi juga pada

petugas-petugas panti rehabilitasi, orang tua dan keluarga, masyarakat, lembaga-lembaga

(16)

2.5.4 Prinsip Dasar Filosofi Rehabilitasi

Prinsip dasar rehabilitasi adalah sebagai berikut :

a. Setiap orang menganut nilai-nilainya sendiri dan itu harus dihormati.

b. Setiap orang adalah anggota dari masyarakat, dan rehabilitasi memupuk agar

orang itu diterima sepenuhnya oleh masyarakatnya.

c. Aset yang terdapat dalam diri individu harus ditekankan, didukung dan

dikembangkan.

d. Faktor-faktor realita ditekankan dalam membantu individu menghadapi

lingkungannya.

e. Perlakuan yang komprehensif harus melibatkan orang itu seutuhnya karena

bidang-bidang kehidupan itu saling ketergantungan.

f. Perlakuan bervariasi dan fleksibel sesuai dengan karakteristik dan pribadi orang.

g. Rehabilitasi merupakan proses berkelanjutan selama masih dibutuhkan.

h. Reaksi psikologis dan personal selalu ada dan sering kali sangat penting

diperhatikan.

2.5.5 Fungsi Rehabilitasi Sosial

Pada umumnya, rehabilitasi yang diberikan pada peserta didik berkelainan

berfungsi untuk pencegahan, penyembuhan atau pemulihan dan pemeliharaan.

a. Fungsi pencegahan,melalui program dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi

peserta didik dapat menghindari hal-hal yang dapat menambah kecacatan yang

lebih berat/lebih parah. Misalnya melalui terapi,penyebaran kecacatan dapat

dicegah dan dibatasi.

b. Fungsi penyembuhan/pemulihan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik

dapat sembuh dari sakit, organ tubuh yang semula tidak kuat menjadi kuat, yang

(17)

penyembuhan dapat berarti pemulihan atau pengembalian atau penyegaran

kembali.

c. Fungsi pemeliharaan/penjagaan, bagi peserta didik yang pernah memperoleh

layanan rehabilitasi tertentu diharapkan kondisi medik, sosial, dan keterampilan

organ gerak/keterampilan vokasional tertentu yang sudah dimiliki dapat tetap

terpelihara/tetap terjadi melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi yang dilakukan.

Ditinjau dari bidang pelayanan, rehabilitasi memiliki fungsi medik, sosial dan

keterampilan :

a. Fungsi medik, kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh petugas rehabilitasi

medik memiliki fungsi untuk mencegah penyakit, menyembukan dan

meningkatkan serta memelihara status kesehatan individu/peserta didik.

b. Fungsi sosial, peserta didik yang cacat pada umumnya memiliki masalah sosial,

baik yang bersifat primer (misalnya : rendah diri, isolasi diri, dsb). Melalui

upaya rehabilitasi dapat berfungsi memupuk kemampuan anak dalam

bersosialisasi dengan lingkungannya.

c. Fungsi keterampilan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik akan memiliki

dasar-dasar keterampilan kerja yang akan menjadi fondasi dalam memilih dan

menekuni keterampilan profesional tertentu di masa depan.

2.5.6 Model Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Dalam rehabilitasi sosial terdapat tiga model pelayanan yang diberikan kepada

klien, yaitu sebagai berikut :

1. Institutional Based Rehabilitation (IBR), suatu sistem pelayanan rehabilitasi sosial dengan menempatkan penyandang masalah dalam suatu institusi

(18)

2. Extra-institusional Based Rehabilitation, suatu sistem pelayanan dengan menempatkan penyandang masalah pada keluarga dan masyarakat.

3. Community Based Rehabilitation (CBR), suatu model tindakan yang dilakukan pada tingkatan masyarakat dengan membangkitkan kesadaran masyarakat

dengan menggunakan sumber daya dan potensi yang dimilikinya.

2.5.7 Kegiatan yang Dilakukan dalam Rehabilitasi Sosial

1. Pencegahan artinya mencegah timbulnya masalah sosial, baik masalah datang

dari diri klien itu sendiri, maupun masalah yang datang dari lingkungan klien.

2. Rehabilitasi diberikan melalui bimbingan sosial dan pembinaan mental,

bimbingan keterampilan.

3. Resosialisasi adalah segala upaya bertujuan untuk menyiapkan klien agar

mampu berintegrasi dalam kehidupan masyarakat.

4. Pembinaan tidak lanjut diberikan agar keberhasilan klien dalam proses

rehabilitasi dan telah disalurkan dapat lebih dimantapkan.

2.5.8 Tahap-Tahap Rehabilitasi Sosial

1. Pendekatan awal

a. Orientasi dan konsultasi

1) Tujuan: mendapatkan dukungan dan kemudahan.

2) Kegiatan: pendataan, pengajuan rencana program, analisis kelayakan potensi

dan sumber, konsultasi dan koordinasi dan observasi.

b. Identifikasi

(19)

2) Kegiatan: pencatatan nama, umur, jenis kelamin, pengelompokkan

permasalahan, dll.

c. Motivasi

1) Tujuan: menumbuhkan kesadaran calon klien dan keluarga untuk mendapatkan

pelayanan.

2) Kegiatan: memberi motivasi.

2. Penerimaan

a. Registrasi

1) Tujuan: mendapatkan data/informasi calon klien secara obyektif.

2) Kegiatan: pengecekan syarat, pemberian nomor induk, penetapan “asrama”.

b. Pengungkapan dan pemahaman masalah (asesmen):

1) Tujuan: memahami kondisi obyektif klien, minat, bakat, menetapkan program

pelayanan yg tepat.

2) Kegiatan: pemerikasaan kondisi fisik, psikologis, sosial, tingkat kecakapan dan

pengetahuan.

c. Penempatan dalam program

1) Tujuan: menentukan jenis pelayanan.

2) Kegiatan: revalidasi data, penyuluhan pemilihan jabatan, asesmen vokasional,

sidang kasus, dll.

3. Bimbingan sosial dan keterampilan

a. Bimbingan fisik dan mental

1) Tujuan: membina ketaqwaan, mendorong kemauan dan kemampuan untuk

(20)

2) Kegiatan: Bimbingan kewarganegaraan, kesehatan, olah raga, agama, mental

psikologik, pendidikan, kedisiplinan, dll.

b. Bimbingan sosial

1) Tujuan: membina kesadaran dan tanggung jawab sosial dan penyesuaian diri

2) Kegiatan: Bimbingan sosial perorangan, kelompok, kemasyarakatan dan

pembinaan hubungan orang tua dan klien.

c. Bimbingan keterampilan kerja

1) Tujuan: klien memiliki keterampilan kerja dan usaha.

2) Kegiatan: menciptakan suasana kerja dan latihan keterampilan.

4. Tahap resosialisasi

a. Bimbingan kesiapan hidup bermasyarakat

1) Tujuan: menumbuhkan kemampuan untuk berintegrasi dengan masyarakat.

2) Kegiatan: evaluasi terhadap perkembangan klien.

b. Bimbingan bantuan stimulant

1) Tujuan: memberikan peralatan.

2) Kegiatan: penyiapan bantuan permodalan/peralatan.

c. Penyaluran

1) Tujuan: Menempatkan klien pada bidang usaha/kerja.

2) Kegiatan: persiapan administrasi, kontak dengan keluarga, kontak dengan dunia

kerja.

5. Pembinaan lanjut

(21)

1) Tujuan: memantapkan kemampuan untuk berintegrasi dengan masyarakat.

2) Kegiatan: bimbingan sosial perorangan/kelompok.

b. Bantuan perkembangan usaha/keterampilan

1) Tujuan: memantapkan usaha/kerja.

2) Kegiatan: latihan keterampilan, latihan pemasaran, dll

2.5.9 Kode Etik dalam Layanan Rehabilitasi

Tujuan adanya kode etik adalah mengatur tingkah laku para pendukung

profesi dalam rehabilitasi. Kode etik dalam rehabilitasi menyangkut

masalah-masalah kewajiban tenaga rehabilitasi terhadap :

a. Individu dan keluarga yang di rehabilitasi

b. Masyarakat atau pihak yang berkepentingan dalam proses rehabilitasi

c. Teman sejawat antar profesi

d. Tanggungjawab profesional dan

e. Keterbukaan pribadi

Ada beberapa syarat sebagai pegangan untuk dijadikan kode etik dalam

pelayanan rehabilitasi :

1) Memegang teguh rahasia klien dan rahasia-rahasia lain yang berhubungan

dengan klien.

2) Menghormati klien karena klien punya harga diri dan merupakan pribadi yang

berbeda dengan pribadi lain.

3) Mengikutsertakan klien dalam masalahnya.

4) Menerima klien sebagaimana keadaannya.

5) Menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.

(22)

7) Tidak egois, tetap berusaha memahami kliennya, kesulitan klien, kelebihan dan

kekurangannya.

Dengan demikian pelayanan yang diberikan dalam rehabilitasi bukan

berdasarkan atas belas kasihan kepada penyandang cacat dan ketidakmampuannya,

tetapi harus berorientasi kepada kemampuan yang masih ada.

2.6 Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

Panti sosial adalah lembaga atau unit pelayanan yang melaksanakan

rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan

kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan

fungsi sosialnya secara wajar. (PP No.39 Tahun 2012 asal 38). Panti sosial

merupakan tempat merawat serta mendidik para penyandang disabilitas dalam

pendidikannya, sehingga mereka itu dapat menolong dirinya sendiri serta berfungsi

dalam masyarakat. Sebagai panti Sosial menurut M. Fadhil Nurdi (1990), panti

sosial merupakan perwujutan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang melahirkan

bentuk-bentuk pelayanan sosial yang bervariasi. Penanganan kesejahteraan

Peyandang disabilitas tubuh ini adalah pelayanan yang dilakukan dalam panti sosial

yang berfungsi sebagai lembaga subtitusi keluarga yaitu keluarga pengganti untuk

memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan para klien penyandang disabilitas

tubuh.

Usaha-usaha kesejahteraan yang diberikanpada panti sosial berupa

peningkatan pemenuhan kebutuhanpokok, peningkatan pendidikan dan keterampilan

anak binaan, pemulihan kebutuhan rohani, sosial dan kesenangan sehingga para klien

penyandang disabilitastubuh tersebut diharapkan dapat mengembangkan pribadi,

potensi, kemampuan dan minatnya secara optimal, sehingga panti sosial sebagai

(23)

pelayanan pengganti fungsi keluarga yang benar-benar memperhatikan fisik, mental

dan sosial mereka, agar keberfungsian sosial mereka bangkit.

Tugas dan Fungsi Panti Sosial Penyandang disabilitas tubuh adalah

memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas tubuh,

yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial,penelitia keterampilan,resosialisasi

serta pembinaan lanjut, agar Penyandang disabilitas tubuh mampu melaksanakan

fungsi sosialnya, serta mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam melaksanakan tugasnya, Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. Pelayanan rehabilitasi sosial

Panti diharapkandapat memberikan pelayanan secara optimal kepada masyarakat.

b. Pusat Informasi/rujukan

Panti merupakan lembaga yang dapat memberikan informasi tentang Penyandang

Disabilitas pada umumnya dan pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi

sosial pada khususnya. Disamping itu, panti sosial melakukan kegiatan rujukan

kepada lembaga lain yang terkait dan kepada masyarakat.

c. Laboratorium

Panti sosial pada dasarnya adalah laboratorium dalam kaitannya dengan program

pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penerima manfaat, oleh sebab itu maka panti

sosial diharapkan mampu mengembangkan perangkat keras dan lunak untuk

meningkatkan kualitas hasil pelayanan.

(24)

Panti sosial penyandang disabilitas tubuh dapat digunakan sebagai tempat untuk

latihan tenaga sosial bagi masyarakat yang memerlukannya, baik perorangan,

organisasi maupun instansi dalam rangka mempersiapkan tenaga pekerja sosial

sepanjang tidak menggunakan panti ( Pedoman rehabilitasi sosial dalam kecacatan

penyandang disabilitas tubuh dalam panti, Kementerian Sosial RI Direktoran

Jenderal Rehabilitasi Sosial RI, 2013: 5-6)

2.7 Sistem Kesejahteraan sosial

Kata Kesejateraan Sosial sebenarnya berasal dari kata “sejahtera”. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah sejahtera artinya aman, sentosa,

makmur dan selamat (terlepas dari segala macam gangguan dan kesusahan). Tapi

Kesejahteraan sosial dalam artian sangat luas mencangkup berbagai tindakan yang

dilakukan manusia untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Taraf kehidupan

yang lebih ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut

memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual. Menurut

Friedlander (Adi, 2003:45), kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir

dari berbagai institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang direncang guna

membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan

kesehatan yang lebih memuaskan.

Dalam Undang-undang No. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok

Kesejahteraan Sosial juga dirumuskan tentang defenisi Kesejahteraan Sosial ialah

suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial meteriil maupun spiritual yang diliputi

oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketenteraman lahir dan batin, yang

memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan

(25)

keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban

manusia sesuai dengan Pancasila.

Undang-undang No. 11 tahun 2009 tentang “Kesejahteraan Sosial”

menyebutkan bahwa kesejateraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu

mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial,

keuangan, kesehatan, dan rekreasi semua individu dalam masyarakat. Kesejahteraan

sosial berupaya meningkatkan keberfungsian semua kelompok usia, tanpa

memandang status sosial setiap individu. Usaha Kesejahteraan Sosial penyandang

disabilitas juga terdapat pada Perundang-undangan No. 39 Tahun 2012 Panti Sosial

adalah lembaga yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk

memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi

sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Penanganan

kesejahteraan penyandang disabilitas tubuh ini adalah pelayanan yang dilakukan

didalam panti sebagai lembaga subtitusi keluarga pengganti untuk memperhatikan

pertumbuhan dan perkembangan para klien penyandang disabilitas tubuh.

Sistem usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas tubuh adalah

hubungan yang saling ketergantungan antara berbagai perangkat usaha kesejahteraan

sosial bagi penyandang disabilitas tubuh baik langsung maupun tidak langsung

hingga mampu mewujudkan satu kesatuan pelayanan yang menjamin ketuntasan

upaya penanganan. Maka sistem usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang

(26)

2.8Kerangka Pemikiran

Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan salah satu dari 26

penyandang masalah kesejahteraan sosial yang membutuhkan perhatian pemerintah.

Keterbatasan yang dirasakan seperti fisik atau mental atau intelektual membuat

mereka sulit untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Mereka sangat terbatas

dalam mengakses pelayanan sosial dasar, kesempatan kerja, pendidikan serta sarana

dan prasarana publik sehingga mereka sangat sulit berkembang. Berdasarkan kondisi

tersebut maka Penyandang cacat tubuh perlu diberdayakan agar mereka dapat

merasakan kehidupan layaknya masyarakat pada umumnya.

Kementrian Sosial Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal

Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” merupakan salah satu

lembaga pemerintah yang menjadi penyelenggara Program Bimbingan

Keterampilan bagi Penyandang Disabilitas Tubuh di Provinsi Sumatera Utara.

Program Bimbingan Keterampilan ini meliputi : Menjahit, Servis HP, Servis

Elektornik, dan Otomotif,sehingga diharapkan keterampilan yang diperoleh sebagai

bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik

sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat maupun sebagai warga negara.

Salah satu tujuan utama bimbingan keterampilan kepada penyandang

disabilitas tubuh adalah memberikan keterampilan kepada penyandang disabilitas

tubuh sesuai minat dan bakat dan kemampuan dalam upaya meningkatkan

keterampilan kerja untuk kemandirian. Kemandirian yang diperoleh diharapkan

mereka dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang mereka hadapi tanpa

meminta bantuan atau tergantung dari orang lain dan dapat bertanggung jawab

terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan

(27)

Maka dengan mengacu pada paparan diatas peneliti tertarik untuk

mengetahui ada tidaknya Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap

KemandirianPenyandang Disabilitas Tubuh Di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia”

Sumatera Utara. Teks jelasnya, hubungannya antara variabel yang diuji, disajikan

(28)

BAGAN ALUR PIKIRAN

Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

Tingkat Kemandirian

1. Sangat Mandiri 2. Mandiri

3. Cukup Mandiri 4. Tidak Mandiri

PROGRAM PSBD

Program Bimbingan Keterampilan

1. Menjahit 2. Servis HP

3. Servis Elektronik 4. Otomotif

PENYANDANG DISABILITAS

(29)

2.9 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian

sampai terbukti benar melalui data yang dikumpulkan. Hipotesis selalu disajikan

dalam bentuk statement yang menghubungkan secara ekspilsit maupun implisit satu

variabel dengan satu atau lebih variabel lainnya. Hipotesa yang baik harus memenuhi

dua kreteria. Pertama, hipotesa harus menggambarkan hubungan antara

variabel-variabel. Kedua, hipotesa harus memberikan petunjuk bagaimana pengujian

hubungan tersebut. Ini berarti bahwa variabel-variabel yang dicantumkan dalam

hipotesa harus dapat diukur dan besar serta arah hubungan antara variabel-variabel

tersebut harus jelas (Singarimbun & Effendi, 1985:22). Adapun hipotesa penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat pengaruh program bimbingan keterampilan terhadap

kemandirian penyandang disabilitas tubuh di Panti Sosial Bina Daksa

“Bahagia” Sumatera Utara.

H+ : Terdapat pengaruh program bimbingan keterampilan terhadap

kemandirian penyandang disabilitas tubuh di Panti Sosial Bina Daksa

“Bahagia” Sumatera Utara.

2.10 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.10.1 Konsep

Konsep merupakan bagian dari metodologi penelitian, karena apabila konsep

penelitian dibangun secara asal-asalan maka akan mengacaukan bagian vitalnya.

Konsep juga dibangun dengan maksud agar masyarakat ilmiah maupun konsumen

(30)

parameter, maupun skala pengukuran yang dikehendaki paneliti dalam penelitiannya

(Bungin, 2001:73).

Defenisi konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan

dengan berbagai peristiwa, obyek, kondisi, situasi dan hal-hal lain yang sejenis.

Konsep diciptakn dengan mengelompokkan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa

yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan

sejumlah penertian yang digunakan secara mendasar dan meyamarkan persepsi

tentang apa yang diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan

tujuan penelitian. (Silalahi, 2009:112).

Untuk lebih memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan

digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Program bimbingan keterampilan adalahsuatu proyek yang berhubungan dengan

mengoptimalkan individu dalam mengembangan suatu kemampuan kreatifitas

intektual diri yang dimiliki sebagai bekal pengenalan diri dan penyiapan diri

untuk memilih bidang pekerjaan nantinya.

2. Kemandirianyaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu

memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain.

3. Penyandang disabilitas tubuhadalah seseorang yang mempunyai kelainan tubuh

pada alat gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian, baik dalam struktur

maupun fungsinya yang dapat menggangu atau merupakan rintangan dan

hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.

4. Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” adalah lembaga atau unit pelayanan yang

melaksanakan rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar

(31)

2.10.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi

konsep, yang berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis.

Jika konsep sudah bersifat dinamis, maka akan memungkinkan untuk dioprasikan.

Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar

terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut

terangkat dan terbuka (Siagian,2011:141).

Adapun yang menjadi variabel program bimbingan keterampilan di Panti Sosial

Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (X)

Adapun yang menjadi variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah program

program bimbingan keterampilan, yang meliputi antara lain :

1. Keterampilan kerja antara lain :

a. Menjahit

b. Otomotif

c. Servis Elektorik

d. Servis Ponsel

2. Variabel Terikat (Y)

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah kemandirian

Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera

Utara, dengan indikator sebagai berikut

1. Sikap

a. Mampu memimpin diri sendiri

b. Rasa bertanggung jawab

(32)

2. Kemampuan Keterampilan yang dimiliki

a. Rasa percaya diri

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah,

Telkom telah mengalami begitu banyak kemajuan terutama apabila dilihat dari teknologi yang digunakan, yang mana salah satunya adalah MDF. Dimana MDF ini adalah salah satu

(1) Walikota berwenang memberikan izin gangguan kepada setiap orang atau badan yang mendirikan dan/atau memperluas/merubah tempat usaha/kegiatan/jenis usaha di lokasi

Dengan batasan yang telah ditentukan, Alat uji ini akan bekerja sebagai mana mestinya dengan menghasilkan output nilai secara acak/random yang akan ditunjukan dengan beberapa

Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi

Dalam penulisan ilmiah ini,penulis juga menggunakan sumber energi listrik sebagai media utamanya.Prinsip rangkaian ini cukup sederhana.Rangkaian ini akan mengakhiri perlunya

[r]