• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKONOMI POLITIK TEMBAKAU Intervensi Peru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKONOMI POLITIK TEMBAKAU Intervensi Peru"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

EKONOMI POLITIK TEMBAKAU:

Intervensi Perusahaan Rokok dalam Regulasi Tembakau Nasional dan Internasional serta Dampak terhadap masyarakat Indonesia

Riezky Ramadani: 1111004009 Program Studi Ilmu Politik

Universitas Bakrie

Riezkyramadani62@yahoo.com

Abstrak

Kehadiran Industri rokok merupakan anugrah sekaligus bencana bagi Indonesia. Disuatu sisi industri tersebut sangat menguntungkan baik dari segi pendapatan yang diperoleh negara maupun lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja jutaan manusia. Disisi lainnya industri ini juga merupakan bencana ketika asas globalisasi telah menerpa dunia secara merata. Keterlibatan Indonesia terhadap lembaga keuangan Internasional yang menuntun indonesia secara perlahan menuju sistem neoliberalisme yang menghendaki adanya kebebasan penuh. Pasar bebas membuat perusahaan Multinasional dapat bergerak bebas menanamkan modalnya untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sedangkan negara hanya berperan sebagai alat untuk kaum kapitalis dan

masyararakat yang dijadikan korban. Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisa mengenai intervensi yang dilakukan oleh Perusahaan rokok terhadap regulasi yang dibuat oleh negara serta dampak yang

ditimbulkan dari hal tersebut. Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa sektor privat melakukan intervensi terhadap pembuatan regulasi

tembakau yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan tapa melihat dampak eksternelitasnya yang berdampak terhadap masyarakat.

(2)

Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara produsen tembakau di dunia. Pada tahun 2007 Indonesia menempati urutan keenam negara produsen daun tembakau di dunia (Kinasih dan Febriani, 2012, hal. 69). Industri ini juga menyerap 10 juta tenaga kerja mulai dari petani, buruh linting, pedagang, sampai dengan tenaga kreatif media dan periklanan (Chamim dan Dhyatmika, 2011, hal.5). Diperkirakan pendapatan yang diperoleh dari cukai kepada negara mencapai angka triliun rupiah. Meski banyak pro dan kontra dari industri rokok, namun keberadaannya tetap dipertahankan baik itu oleh negara maupun para pengusaha rokok kelas kakap. Secara langsung/ tidak tingginya angka morbiditas atau penyakit yang berkaitan dengan konsumsi rokok menelan sekitar 50% dari total PDB negara

Indonesia (Andalas, Jurnal Kesehatan Masyarakat (online)no. 2 september 2009: 93-96). Kehadiran Industri rokok merupakan polemik yang tiada habisnya.

Globalisasi yang berarti hilangnya batas negara sehingga kita dapat dengan mudah terhubung satu dengan yang lainnya. Hal itu memicu adanya saling keterkaitan untuk menjalin kerjasama antara negara satu dengan yang lainnya. Keterlibatan indonesia ke dalam lembaga keuangan internasional menyebabkan Konsensus Washington diterapkan di

Indonesia. Hal itu merupakan keharusan bagi seluruh negara yang meminjam uang terhadap lembaga tersebut lalu secara paksa untuk menaati kebijakan yang telah dibuat lembaga keuangan internasional. Akhirnya secara tidak langsung ekonomi indonesia yang beraliran

(3)

terpaksa Indonesia menganut asas Neoliberalisme. Kebijakan pasar bebas merupakan salah satu kebijakan yang diusung lembaga keuangan

internasional tersebut.

Pasar bebas membuat para perusahaan Multinasional datang ke

indonesia. Sumber daya yang berlimpah kurangnya tenaga ahli, teknologi dan modal menjadikan hal tersebut merupakan sasaran empuk bagi MNC untuk mendirikan industri di Indonesia. Pangsa pasar rokok di Indonesia dikuasai oleh tiga perusahaan yaitu Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, Gudang Garam Tbk, dan PT Djarum (kinasih dan febriani, 2012, Hal.75). Tahun 2005 Philip Morris membeli saham HM Sampoerna sebesar 40%;. Sekarang di Indonesia bukan hanya terdapat perusahaan rokok nasional saja juga internasional ditambah lagi dengan kehadiran BAT. Kembali pada teori Marx bahwa kaum kapitalis mengejar kepentingan profit semata untuk itu banyak pertentangan dalam pembuatan regulasi tembakau.

Di mulai pembuatan regulasi tingkat nasional yaitu draft RUU 1992 yang menyatakan nikotin adalah zat aditif. Para pengusaha rokok ini tidak diam saja mereka melakukan politik lobi dan akhirnya teratifikasi dengan

catatan bahwa nikotin bukan termasuk zat aditif. Hal yang mudah bagi pengusaha rokok untuk melakukan “kongkalingkong”. Perusahaan rokok kelas kakap semakin mendominasi sehingga perusahaan rokok kecil pun tertindas seiring waktu berjalan. Seperti kenaikan tarif cukai bagi

perusahaan rokok besar itu merupakan keuntungan mereka namun tidak untuk industri rokok kecil.

Pemerintah seakan-akan condong kepada kelompok pengusaha. Padahal kewajiban pemerintah yang utama ialah memenuhi seluruh kepentingan masyarakat bukan hanya golongan saja. Untuk itu seharusnya negara lebih bertindak tegas dan memberikan perhatiannya kepada masyarakat. Juga menerapkan peraturan hukum yang tegas demi terciptanya

masyarakat yang adil dan sejahtera.

(4)

Dalam penulisan jurnal ini menggunakan metode kualitatif yang terdiri dari pembahasan mengenai teori dan konsep yang berasal dari berbagai sumber melalui studi literatur dan pencarian dokumen secara online. Sumber yang digunakan yaitu berupa buku, berbagai jurnal, video yang terkait dengan tema pada jurnal ini yaitu ekonomi politik tembakau. Pada jurnal ini hanya didukung dengan data sekunder saja.

Pasar bebas membuat tiap negara di dunia ini harus dapat menghadapi segala bentuk realita. Dengan masuknya secara bebas perusahaan asing yang ingin berinvestasi membuat tiap negara mau tidak mau harus siap untuk bersaing dengan negara lainnya. Namun jika peran negara

terkontaminasi dengan kepentingan kaum borjuis maka negara akan hancur. Dan yang menjadi korban ialah masyarakat. Begitu halnya dengan industri rokok yang merupakan salah satu sektor ekonomi yang cukup berpengaruh di pasar global. Untuk itu dibutuhkan peran pemerintah yang kuat serta hukum yang tegas untuk dapat bersaing serta tidak mudah utuk dihancurkan. Dan sangat tepat jika membicarakan mengenai ekonomi politik Indonesia dengan menggunakan teori Ordo Liberalisme

Terdapat dua permasalahan pada jurnal ini ; 1) Bentuk intervensi perusahaan rokok terhadap pembuatan kebijakan/ regulasi tembakau tingkat nasional dan Internasional di Indonesia. 2) Dampak serta pengaruh yang ditimbulkan akibat intervensi perusahaan rokok terhadap

pembuatan kebijakan regulasi tembakau terhadap masyarakat Indonesia

Literatur Review

Membicarakan mengenai ekonomi politik tembakau maka tidak akan lepas dari ketiga unsur berikut yaitu; Perusahaan, Negara dan Masyarakat. Sebelum membahasnya lebih lanjut ada baiknya untuk mengetahui definisi dari ketiga unsur tersebut. Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara berlanjut, bertindak keluar untuk

(5)

keluarga juga desa yang dibentuk dengan tujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Negara yang dimaksud ialah negara hukum yang mana seluruh masyarakat diikutsertakan dalam permusyawaratan negara serta menjamin keadilan terhadap warga negaranya (Aristoteles, dikutip dalam Huda, 2010, hal. 8). Sedangkan masyarakat ialah suatu sistem hubungan yang ditata (Robert M.McIver, dikutip dalam Budiardjo, 2008, hal. 46). Ketiga aktor tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dalam lingkup industri tembakau di Indonesia.

Negara, Industri serta Masyarakat memiliki fungsi serta tujuan yang tentu saja berbeda baik itu seiring berjalan ataupun bertentangan. Masyarakat (rakyat) merupakan kumpulan dari individu yang memiliki kepentingan, keinginan serta kebutuhan berupa fisik atau pun mental yang tentu sangat beragam dengan kepentingan individu atau kelompok lainnya. Akan sulit untuk memenuhi semua itu jika dilakukan hanya seorang diri. Maka dari itu diperlukan kerjasama dan adanya lembaga resmi untuk dapat mewujudkan segala hal yang menjadi keinginan masyarakat (Budiarjo, 2008, hal. 47). Dan lembaga resmi tersebut ialah Negara. Negara memiliki fungsi yaitu keamanan dan ketertiban baik itu internal maupun eksternal, kebebasan dan keadilan serta kesejahteraan umum bagi seluruh rakyatnya (Charles E.Merriam, dikutip dalam Budiarjo,2008, hal 56). Fungsi tersebut diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama antara negara dan masyarakat. Berbeda halnya dengan Perusahaan yang berfungsi sebagai pengolah bahan baku, setengah jadi, mentah kemudian diolah menjadi barang yang memiliki nilai jual. Dengan kegiatan perusahaan yaitu memproduksi

barang tentu suatu perusahaan melakukan segala hal dengan berorientasi pada profit yang memiliki tujuan utama yaitu memaksimalkan laba

(6)

kondisi yang kondusif yang mana kedua belah pihak baik itu individu ataupun kelompok sama-sama berada pada posisi yang diuntungkan. Namun nyatanya apa yang menjadi kewajiban dari masing-masing unsur terkadang atau malah melanggar apa yang telah menjadi kewajibannya. Negara yang seharusnya berfungsi sebagai pelindung rakyat justru

berpihak pada perusahaan yang menjadi kepentingannya padahal rakyatlah yang merupakan kepentingan utama diatas segalanya.

Secara normatif-legal, sistem ekonomi politik di Indonesia berada dalam kategori sosialisme. Naskah atau klausul ekonomi tersebut telah tertera dalam Undang-Undang dasar 1945 dan sangat jelas dikatakan bahwa perekonomian Indonesia mengutamakan kadilan serta kesejahteraan sosial bagi masyarakat daripada kesejahteraan individu (Rachbini, 2006, hal. 2). Hal itu bukan saja tertera dalam UUD 1945 juga tercantum dalam pancasila yaitu pada sila ke lima yang menyatakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun dalam praktiknya, apa yang dilakukan oleh pemerintah sangat bertolak belaka dengan apa yang disebut

ekonomi keadilan dan kesejahteraan sosial. Hal itu menyebabkan adanya pergeseran baik dalam segi ideologi yang cendrung berhaluan kiri

(otoriter/ diktaktor/ terpusat) sedangkan dalam praktik sistem ekonomi cendrung berhaluan kanan (liberal kapitalis) (Rachbini, 2006, hal. 3). Bukan hal yang tidak mungkin jika birokrat lebih mementingkan

(7)

atau pengusaha pada umumnya mereka berjuang untuk mencapai keuntungan maksimum sedangkan birokrat atau pemerintah berusaha untuk memenuhi kepentingannya sendiri dengan memaksimalkan seperangkat variabel. Yang dimaksud seperangkat variabel ialah para birokrat memaksimalkan keuntungan berupa perolehan uang yang melebihi upah yng seharusnya diterima, perolehan kekuasaan, prestise, peluang setelah pensiun dan masih banyak lagi (Buchholz, 1999, dikutip didalam Deliarnov, 2006, hal. 62). Untuk memenuhi kepentingannya tersebut, banyak dari para birokrat yang berpihak pada elite penguasa. Begitu juga sebaliknya banyak dari pengusaha yang menjalin hubungan dengan para birokrat untuk mencapai tujuannya yaitu mencapai laba maksimum. Maka segala hal akan dilakukan para pengusaha walau terkadang cara yang mereka lakukan tidak sama sekali dibenarkan. Kerjasama yang terjalin diantara keduanya tentu akan menguntungkan kedua belah pihak. Birokrat/ pemerintah/ politisi yang memiliki kuasa dalam pembentukan kebijakan. Sedangkan pengusaha memiliki uang yang berlimpah.

Apakah diperbolehkan negara berpihak pada kelompok kepentingan (kelompok elite)? Kepada siapa seharusnya negara berpihak? Apakah terhadap kelompok tertentu, masyarakat atau tidak sama sekali berpihak? Berbagai macam teori yang ada mengenai keberpihakan negara. Secara teoritis seharusnya negara tidak berpihak pada kelompok kepentingan manapun dan negara harusnya berpihak kepada rakyat secara

menyeluruh. Negara adalah sebagai alat kelas yang dominan, alat bagi para kapitalis untuk mengejar laba dan salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan menekan upah buruh seminim mungkin untuk memperoleh laba yang maksimal (Marx di dalam Deliarnov, 2006, hal 41). Meskipun negara terdiri dari masyarakat Pluralis serta mengeanut asas demokrasi namun tetap saja kelompok elit yang terdiri dari kalangan politik, ekonomi dan militer dapat menguasai negara (C. Wright Mills dikutip dalam

(8)

bersifat netral. Setelah mengetahui hal tersebut timbul pertanyaan bagaimana cara negara berpihak? Pejabat dan kelompok elit pengusaha tentu memiliki hubungan yang dekat, mereka sering bertemu pada pesta-pesta yang umumnya dihadiri para kaum elit. Sedikit banyak kebijakan negara yang dibuat pemerintah akan berpihak pada kaum borjuis. Kaum borjuis yang berusaha untuk meyakinkan kepada pejabat bahwa

kepentingannya sama dnegan kepentingan seluruh masyarakat. kaum borjuis sebagai penggerak roda perekonomian jika mengalami

pertumbuhan perekonomian tentu rakyat jugayang akan diuntungkan. Hubungan kedekatan psikologis membuat pandangan tersebut dapat dengan mudah diterima (Ralph Miliband di kutip dalam Budiman, hal. 67). Begitulah keterkaitan antara pejabat negara (birokrat/ pemerintah)

dengan kaum borjuis (pengusaha). Ilmu ekonomi dan ilmu politik keduanya merupakan ilmu sosial yang memiliki konsep yang berbeda. Ilmu ekonomi membahas mengenai manusia dengan institusi ekonomi yaitu pasar. Sedangkan ilmu politik ialah ilmu yang mengkaji tentang kekuasaan serta hubungan kekuatan politik dalam bentuk kekuasaan dari institusi yang ada. Esensi dari ilmu politik sangat jauh dari kata

pemanfaatan serta permainan kekuasaan. Dapat disimpulkan bahwa ilmu ekonomi adalah teori mengenai pasar sedangkan ilmu politik mengenai kekuasaan dan pemerintahan. Keduanya memiliki konsep yang sangat jauh berbeda antara konsep kekuasaan dan pasar. (Rachbini, 2006, hal. 5).

Jika sebelumnya telah membahas mengenai keberpihakan negara maka berikutnya akan dibahas mengenai peran Negara seharusnya dalam perekonomian di Indonesia. Teori Liberal memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk bertindak berdasarkan kepentingannya sendiri. meminimalisir campur tangan pemerintah dan biarkan Invisible Hand yang mengatur jalannya prekonomian (Adam Smith dikutip dari

(9)

campur tangan pemerintah yang kuat yang mendominasi (Marx dikutip dalam Damanhuri, 2010, hal. 43). Teori neoklasik menyebutkan campur tangan pemerintah hanya diperlukan untuk memperbaki distorsi yang terjadi dipasar buan menggantikan fungsi mekanisme pasar (Deliarnov, 2006, hal. 54). Teori ordo liberalisme adalah ekonomi pasar sosialis, sistem ekonomi yang bebas yan dijaga dengan berbagai regulasi

pemerintah agar terhindar dari konsentrasi kekuasaan ekonomi sekaligu menjaga keadilan dan efisiensi (Friedlich, 1955 dikutip dalam Deliarnov, 2006, hal. 163). Dan yang terakhir ialah teori neoliberalisme merupakan kelanjutan dari teori liberal klasik peran negara harus berkurang drastis dan digantikan oleh individu swasta seperti pasar, deregulasi,

debirokratisasi dan privatisasi (Deliarnov, 2006, hal.164). Dari beberapa teori diatas Indonesia lebih condong pada teori Ordo liberalisme yang mana

salah satu gagasan ekonomi sosial demokrat tersirat pada pasal 33, 34 dan 37 dalam UUD 1945. Didalamnya diatur tentang asas kekeluargaan, besarnya peran negara untuk kemakmuran rakyat, penciptaan

kesempatan kerja penuh dan kehidupan yang layk bagi warga negara, serta tanggung jawab negara terhadap fakir-miskin serta anak-anak terlantar (Damanhuri, 2010, hal. 41).

(10)

publik atau privat atas pasar serta menentang adanya pasar bebas tanpa aturan (Friedlich, 1955 di kutip dalam Deliarnov, 2006, hal. 163).

Kenyataannya perekonomian di Indonesia lebih condong pada Neoliberalisme, apalagi semenjak keterlibatan Indonesia ke dalam lembaga keuangan internasional akibat krisis 1997/1998 seperti IMF, WTO, WB, AFTA dan lembaga lainnya yang secara tidak langsung

memaksa untuk menerapkan nilai-nilai neoliberalisme seperti Konsensus Washington yang mengimplementasikan sepuluh nilai-nilai neoliberalisme salah satunya ialah Pasar Bebas dan mewajibkan tiap negara peminjam untuk menerapkan kebijakan tersebut di negaranya (Damanhuri, 2010, hal. 25).

Bentuk intervensi perusahaan rokok terhadap pembuatan

kebijakan/ regulasi tembakau tingkat nasional dan Internasional di Indonesia.

Telah banyak pembuatan regulasi serta kebijakan mengenai tembakau, baik itu tingkat nasional maupun internasional. Di dalam pembuatan beberapa kebijakan/regulasi mengenai tembakau dan rokok tersebut bukan murni hanya buatan pemerintah saja melainkan dalam

pembuatannya juga melibatkan beberapa aktor lainnya seperti industri rokok baik itu di tingkat Nasional dan Internasional. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai kepentingan dari masing-masing aktor. Di Indonesia keberadaan mengenai kebijakan/ regulasi tembakau dan rokok telah banyak diatur dalam Undang-undang dan peraturan lainnya. Berikut beberapa peraturan dan regulasi mengenai tembakau dan rokok yang terkait dengan adanya campur tangan yang dilakukan antara Pemerintah dan produsen rokok di Indonesia baik tingkat Nasional maupun

Internasional ialah sebagai berikut;

(11)

dan Dhyatmika, 2011, hal. 117). Tentu dengan adanya draft RUU tersebut membuat cemas para industri rokok.

“dalam ukuran yang paling sederhana dan jamak diyakini orang, rokok pemicu sejumlah penyakit serius. Tidak ada yang namanya rokok itu aman” (Payne dikutip dalam Chamim dan Dhyatmika, 2011, hal. 117)

Tidak ada yang dapat menjamin kandungan yang ada dalam tiap satu batang rokok terdiri dari bahan yang tidak berbahaya atau memenuhi standar kesehatan. Di tambah lagi dengan kehadiran rokok dengan

berbagai varian seperti rokok menthol, aroma capuccino serta tambahan zat lainnya. Kecemasan tentu dirasakan oleh para produsen rokok di Indonesia saat itu, dengan lugas mereka para produsen rokok baik nasional ataupun Internasional segera bersatu untuk menghadapi permasalahan tersebut. Para produsen rokok tersebut beraliansi serta memina bantuan terhadap rekan sejawatnya. Seperti industri rokok sekelas Philip Morris dan BAT, menyodorkan kedutaan Amerika, Inggris dan Jepang sebagai tamengnya. Para produsen tersebut baik berskala nasional dan Internasional berencana untuk mencari peluang serta bernegosiasi untuk dapat mempengaruhi draft legislasi tersebut. Negosiasi yang dilakukan Industri rokok dengan pemerintah berjalan dengan sukses hal ini ditandai dengan draft RUU yang telah diajukan oleh Departemen kesehatan telah resmi untuk disahkan dengan catatan bahwa nikotin bukan termasuk kedalam kategori zat aditif Chamim dan

Dhyatmika, 2011 hal. 118)

Peraturan Pemerintah 81/1999, yang membahas mengenai pengamanan penggunaan rokok untuk kesehatan. Peraturan tersebut mengalami dua kali revisi yaitu PP 38/2000 dan PP 19/2003. Namun yang diherankan semakin direvisi peraturan tersebut menjadi semakin longgar atau berkurang isi dari peraturannya. Hal ini terbukti ketika revisi pertama yang memberikan keringanan target waktu implementasi ketentuan mengenai kandungan tar dan nikotin yang tidak didasarkan pada jenis perusahaan tapi jenis produk. Sedangkan revisi kedua memaparkan

(12)

dengan kewajiban uji laboratorium bagi produsen rokok yang terkreditasi untuk dapat mengetahui kandungan nikotin dan tar yang terkandung di dalamnya serta yang mengherankan ialah dalam peraturan tersebut menganjurkan untuk mencantumkan kemasan produk rokok sebagai informasi publik. (Pinanjaya dan Giri S, 2012, hal. 145).

Peraturan Gubernur no.75 tahun 2005 tentang kawasan dilarang merokok serta menetapkan tempat-tempat yang harus dijadikan kawasan bebas rokok (Achadi, Jurnal Kesehatan Masyarakat [online], no.4, Februari 2008: 163-165). Selanjutnya digantikan dengan Peraturan Gubernur Provinsi Dki Jakarta Nomor 88 Tahun 2010, peraturan tersebut berisi mengenai

penghapusan secara signifikan mengenai kawasan tanpa rokok yang telah tercantum pada Peraturan Gubernur sebelumnya yaitu Pergub no.75 tahun 2005 (Pinanjaya dan Giri S, 2012, hal. 162).

Ketentuan Undang-undang no.36 tahun 2009 mengenai UU Kesehatan yang mengatur tembakau serta produk turunannya tercantum dalam ketentuan beberapa pasal yaitu pasal 113 yang meyatakan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif, klasifikasi tembakau serta turunannya ke dalam zat adiktif, penetapan standar produksi, peredaran bahan yang mengandung zat adiktif. Pasal 114 mewajibkan untuk menyertakan peringatan kesehatan kepada para produsen rokok/ memasukkan rokok ke wilayah Indonesia. Pasal 115 berisikan mengenai kewajian pemerintah daerah untuk menetapkan kawasan bebas rokok di wilayahnya. Dan terakhir pasal 116 yang mengatur lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat aditif melalui peraturan

Pemerintah (Daeng dan Hadi, 2011, hal. 103-104). Dalam UU tersebut secara implisit mengubah paradigma seseorang yang membacanya bahwa tembakau bukan merupakan zat aditif yang membahayakan. Jika sebelumnya telah dipaparkan mengenai kebijakan dan regulasi ditingkat Nasional, kini akan dipaparkan mengenai keterkaitan regulasi yang di buat ditingkat Internasional serta pengaruhnya terhadap Indonesia.

(13)

sangatlah menonjol melalui lembaganya sebagai donatur dari kampanye anti tembakau di seluruh dunia. Bloomberg Initiative telah beroperasi di lebih dari 50 negara dan temasuk Indonesia di dalamnya. Agenda utama dari BI (Bloomberg Initiative) adalah memaksimalkan gerakan anti

tembakau. Namun bukan hanya itu saja yang menjadi tujuan Bloomber ada tujuan lain dibalik kampanyenya tersebut yaitu mengintervensi kebijakan pengendalian tembakau di negara sasaran sesuai dengan

Konvensi Kerangka Pengendalian Tembakau (FCTC) . (Pinanjaya dan Giri S, 2012, hal. 64). Bukan hal yang mustahil jika di balik gerakan anti

tembakau Bloomberg memiliki misi khusus untuk mencapai

kepentingannya. Produk terapi pengganti Nikotin (dikenal dengan sebutan NRT) yang dirilis pada 2 april 2003 di New York merupakan langkah

strategi yang dilakukan Bloomberg. Ia membawa kepentingan industri farmasi yang tentu saja dari hal tersebut Bloomberg memperoleh

keuntungan. Bloomberg merupakan salah satu orang paling kaya di dunia (menurut majalah Forbes) ia terkenal dengan kedermawanannya hal itu dapat dilihat dari berdirinya lembaga riset dan pendidikan dalam bidang medis dan kesehatan publik yang memiliki tujuan untuk mendukung kampanye anti global yang diusungnya. Bloomberg sangat pandai dalam mengemas suatu kepentingan kapitalis global melalui isu kesehatan masyarakat seperti gerakan anti tembakau. Dengan didukung oeh lembaga riset yang ia dirikan untuk meyakinkan kepada khalayak masyarakat mengenai bahaya merokok, Bloomberg dapat memperoleh keuntungan dari hasil penjualan Produk terapi pengganti nikotin yang ia miliki. Dan WHO yang meresmikan serta mengakui adanya penjualan bentuk NRT. Tidak tanggung-tanggung hal tersebut diimplementasikan dalan pasal 14 FCTC (Daeng dan Hadi, 2011, hal. 71). Hal itu menunjukan bahwa WHO sebagai alat bagi kepentingan industri farmasi. Who bukanlah organisasi yang bebas kepentingan, dibalik mejalankan misi kesehatan dunianya itu terdapat kepentingan lainnya. WHO sebagai alat konsolidasi kepentingan para kapitalis farmasidan FCTC sebagai senjatanya.

FCTC (Framework Convention of Tobacco Control) dalam bahasa

(14)

merupakan hukum internasional yang tela diresmikan pada tanggal 27 Februari 2005. Yang merupakan perjanjian kesehatan internasional

pertama yang diprakarsai oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Tujuan dari pembentukan konvensi ini ialah untuk mencegah serta melindungi

generasi mendatang dari dampak kesehatan, lingkungan, ekonomi serta konsekuensi sosial akibat mengkonsumsi tembakau. Negara yang

tergabung dalam FCTC telah terikat dalam hukum Internasional

sedangkan isu yang diangkat dalam konvensi ini ialah berkaitan dengan peningkatan cukai rokok, promosi serta sponsor yang dilakukan oleh rokok, pengaturan iklan secara komperhensif, rokok ilegal dan masih banyak lagi (Hadi dan Friyatno, Jurnal Agro Ekonomi [online], no.1, Mei 2008: 90-121). Mengenai ketidak ikut sertaan Indonesia yang belum meratifikasi FCTC bukanlah suatu masalah karena melalui kampanye anti tembaku para kapitalis farmasi masih dapat mengontrol negara ini melalui pesan-pesan yang disampaikan melalui kampanye tersebut. intervensi yang dilakukan perusahaan internasional secara eksplisit tidak disadari oleh kebanyakan negara termasuk di Indonesia.

Negara sudah seharusnya berpihak terhadap masyarakat dan tidak mementingkan kepentingan kelompok. Sesuai dengan teori Ordo Liberalisme yang menyebutkan bahwa dalam perekonomian Negara sebagai prasarana publik bagi keadilan masyarakat. Teori ini memiliki keseimbangan antara kebebasan dengan keadilan sosial (Deliarnov, 2006, hal.163). Namun dalam praktiknya para pejabat negara yang memiliki kekuasaan lebih berpihak pada kaum elit (para pengusaha). Kepentingan kaum borjuis lebih diutamakan dibandingkan dengan rakyat yang

seharusnya menjadi prioritas utama. Pejabat negara malah

(15)

Pengaruh intervensi perusahaan rokok dalam pembuatan kebijakan regulasi tembakau serta dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat Indonesia

Negara merupakan alat bagi kelas yang dominan. Negara juga

diumpamakan sebagai panitia yang mengelola kepentingan kaum borjuis secara menyeluruh (Marx dalam kutipan Budiman, 2002, hal. 57). Apa yang dinyatakan Marx memang ada benarnya, dalam kasus ekonomi politik tembakau Negara yaitu pejabat negara berpihak pada masyarakat kaum Kapitalis (pemilik modal) dan mengabaikan masyarakat di dalam konteks ini khususnya para petani tembakau di Indonesia.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai draft RUU Kesehatan 1992, PP 81/ 1999, Pergub 75 tahun 2005, UU 36 tahun 2009, gerakan anti tembakau dan FCTC merupakan regulasi yang dipengaruhi oleh campur tangan perusahaan rokok baik industri nasional ataupun industri internasional. Kebijakan tersebut tidak lepas dari tangan-tangan para produsen rokok tersebut. Semenjak krisis yang melanda di Indonesia tahun 1997/1998 memaksa Indonesia tergabung dalam organisasi keuangan Internasional seperti IMF, WB, WTO dan sebagainya.

Keikutsertaan negara berkembang, negara dunia ketiga, negara yang mengalami krisis mengharuskan anggotanya yang mendapat bantuan dari organisasi tersebut untuk menerakan 10 butir Kebijakan Pembangunan yang kita kenal sebagai Washington Konsensus (Damanhuri, 2010, hal. 25). Saat itu banyak negara yang meminjam uang kepada lembaga keuangan internasional tersebut termasuk Indonesia. Secara tidak

langsung kebijakan yang diberikan oleh lembaga keuangan internasional tersebut memaksa kita untuk menerapkan Neoliberalisme. Salah satu produk dari neoliberalisme ialah Free Trade yaitu perdagangan bebas yaitu segala hambatan tarif atau pun nontarif disingkirkan untuk

(16)

parahnya jika negara yang menjadi tujuan perusahaan Multinasional tersebut sangat lemah dalam penegakan hukum sehingga akan sangat mudah untuk di lobi dan akan menyengsarakan rakyat. Hal itulah yang terjadi di Indonesia saat ini.

Berbeda dengan negara-negara lainnya dimana Negara sangat berperan bagi kelanjutan Industri tembakau. Seperti Amerika Serikat yang memiliki peraturan yang sangat ketat mengenai kebijakan impor. Kebijakan

tersebut berupa pembatasan produk tembakau yang mengandung rasa alami seperti rokok kretek. Hal itu membuat Indonesia sulit menembus pasar rokok Amerika (Kinasih dan Febriani, 2012, hal. 43). China

mengontrol penuh untuk mengendalikan industri tembakau di negaranya. Petanitembakau China mendapatkan Subsidi penuh dari pemerintah. Jika di negara lain merokok dibatasi lain halnya dengan China yang

menganjurkan rakyatnya untuk mengkonsumsi rokok (Kinasih Febriani, 2012, hal. 52). Jepang menerapkan sistem monopoli, pemerintah membeli 100%hasil petani tembakau dengan harga yang berkali-kali lipat dan pemerintah merupakan satu-satunya pemegang saham (Kinasih dan Febriani, 2012 hal.60). India mebeikan dukungan penuh terhadap petani tembakau, intervensi langsung melalui pemerintah. Pemerintah india melarang adanya impor tembakau (Kinasih dan Febriani, 2012 hal. 98). Kebijakan yang dilakukan Singapura yaitu standar ganda, kebijakan untuk menghentikan rokok dan tembakau di dorong. Namun Singapura hidup dari industri tembakau (Kinasih dan Febriani, 2012 hal. 106). Bisa saja jika Indonesia menerapkan kebijakan yang sama dengan negara-negara yang telah disebutkan sebelumnya. Indonesia lebih condong pada sektor

industri dan jasa sedangkan sektor pertanian dinomor duakan. Disadari atau tidak bahwa peekonomian nasional masih bertumpu pada sektor pertanian. Pertanian domestik menopang sebanyak 60% hidup

masyarakat Indonesia. Namun hal tersebut sama sekali tidak diperhatikan oleh negara. Pertanian harus kembali dibangun karena sektor pertanian sangat bagus bagi perekonomian negara. Apalagi jika para petani

(17)

dianggap sebagai sesuatu hal yang kuno maka jarang dari generasi penerus yang mau menjadi petani. Padahal jika dilihat dari

perekonomiannya dan bila Indonesia menerapkannya hal tersebut akan berdampak baik bagi perekonomian negara dan kita tidak perlu untuk mengimpor bahan pokok dari negara lain sehingga menghemat biaya kas yang dimiliki negara.

Pro dan kontra selalu menyelimuti industri rokok baik itu berupa

kebijakannya maupun produk dari Industri tembakau itu sendiri. Apalagi jika menyangkut mengenai kesehatan, berikut pro kontra dari tembakau dan penemuan baru dari rokok. Riset WHO tahun 2002 menunjukan bahwa perokok pasif terkena Carcinogens sama halnya dengan perokok aktif (Suroso, jurnal Litbang (online)no.12, April 2010: 71-75), WHO 2008 bahwa dalam abad 20 sekitar 100 juta penduduk meninggal karena rokok (Rachmat, analisis kebijakan pertanian (online)no.1, Maret 2010: 67-80), hasil estimasi juga membuktikan bahwa rokok merupakan produk yang menyebabkan kecanduan (Hidayat dan Thabrany, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional [online]no.3 Desember 2008: 99-108), tingkat kematian akibat tembakau jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka kematian seperti TBC,HIV/AIDS dan Malaria (Rachmat dan Aldilah, forum penelitian agro ekonomi (online)no. 1 juli 2010: 69-80), secara langsung ataupun tidak tingginya angka morbiditas atau penyakit yang berkaitan dengan konsumsi rokok menelan sekitar 50% dari total PDB negara Indonesia (Andalas, Jurnal Kesehatan Masyarakat (online)no. 2 september 2009: 93-96), penyakit lainnya yang berkaitan dengan kebiasaan merokok salah satunya ialah kanker paru, penyakit

(18)

penerimaaan negara dalam negeri (Hadi dan Friyatno, Jurnal Agro Ekonomi (online)no.1 Mei 2008: 90-121), penyerapan tenaga kerja dari industri rokok dalam kurun 1997 sampai 2002 mengalami pertumbuhan signifikan (wibowo, kajian ekonomi dan keuangan (online)no.2 juni 2003: 83-107). Beberapa pernyataan di atas merupakan beberapa contoh dari pertentangan yang ada pada industri tembakau. Industri tembaka beserta produk turunannya akan selalu menjadi perdebatan yang tiada akhirnya. Disuatu sisi beranggapan bahwa rokok itu tidak baik namun disisi lain ditemukan bahwa rokok memiliki senyawa protein yang baik untuk tubuh. Hal tersebut tentu sangat membingungkan. Apakah rokok baik untuk kesehatan atau tidak?

Dalam pembuatan regulasi tembakau yang biasa diikutsertakan ialah perusahaan rokok kelas atas. Perusahaan rokok besar seperti Philip Morris, BAT, Sampoerna, Gudang Garam, Djarum memiliki pengaruh yang besar terhadap industri tembakau di Indonesia. Maka tidak heran ketika

permasalahan mengenai regulasi tembakau muncul maka akan berhadapan dengan perusahaan rokok besar seperti yang telah

disebutkan. Peraturan mengenai kenaikan cukai terhadap rokok bukan hal yang berarti bagi industri rokok tersebut. Namun hal itu menjadi bencana bagi industri rokok kecil lainnya. Regulasi internasional sengaja diterapkan pada negara berkembang hal itu bertujuan untuk memusnahkan

perusahaan-perusahaan kecil sehingga hanya pemilik kapital lah yang dapat bertahan.

Regulasi yang bersifat internasional dan masuk ke Indonesia akan sulit dibendung karena regulasi tersebut sifatnya mendunia. Untuk itu satu-satunya harapan untuk membendung atau mencegah ialah Negara. mungkin perusahaan yang sudah taraf internasional dapat menjalani peraturan yang diselenggarakan oleh lembaga internasional namun bagaimana dengan halnya para pengusaha kecil? Bisa-bisa mereka

(19)

peraturan atau regulasi yang bertaraf nasional. Seperti yang dilakukan oleh negara Amerika serikat yang melarang produk tertentu masuk ke negerinya. Bisa juga menggunakan hambatan tarif atau non tarif dengan mengenakan pajak yang tinggi pada barang impor atau dapat dilakukan hambatan non tarif. Akan lebih baik jika pemerintah mendukung penuh usaha yang ada di dalam negeri dengan memberikan subsidi atau bantuan lainnya. atau dapat juga dilakukan dengan memonopoli

seluruhnya namun rasanya hal itu tidak mungkin diterapkan di indonesia mengingat Indonesia merupakan negara yang menganut asas demokrasi dan berkeadilan sosial. pada intinya hanya negaralah yang dapat

melakukan perlindungan terhadap industri nasional karena negara memiliki kekuasaan yang penuh.

Simpulan

Kebijakan atau deregulasi tembakau yang dibuat baik di tingkat nasional maupun Internasional terlihat selalu berpihak kepada perusahaan rokok. Kembali lagi ke teori Marx yang mengatakan bahwa kaum kapitalis selalu berorientasi terhadap profit yang tentunya kebijakan yang ada harus menguntungkan bagi pihak pengusaha rokok (tidak berlaku bagi

(20)

untuk memperoleh laba tanpa melihat keadaan sekelilingnya. Disini peran industri rokok sangatlah besar jika dibandingkan negara. Negara lebih terlihat sebagai perpanjangan tanah dari kaum kapitalis. Inilah efek dari neoliberalisme industri skala besar menekan industri kecil lainnya, sehingga beresiko gulung tikar. Untuk itu negara harus bersikap tegas dengan membuat beberapa kebijakan serta peraturan yang pro terhadap rakyat yang tentunya tanpa ada campur tangan dari industri rokok besar . Negara seharusnya memberi perhatian lebih terhadap nasib para petani tembakau, buruh dan pengusaha rokok berskala kecil lainnya. Diharapkan perekonomian nasional dapat mendominasi perekonomian di negara sendiri.

Daftar Pustaka

Achadi, Anhari. (2008) regulasi pengendalian masalah rokok di Indonesia. (online). Available from: isjd.pdii.lipi.go.id (akses 8 desember 2012)

Andalas. (2009) Problematika dan alternatif solusi pengaturan industri rokok dan perilaku merokok. (online), . Available from: isjd.pdii.lipi.go.id (akses 8 desember 2012)

(21)

Budiman, Arief. Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi. Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002.

Chamim, Mardiyah. Et.al. A Giant Pack of Lies Bongkah Raksasa Kebohongan: menyorot kedigdayaan Industri Rokok di Indonesia. Jakarta: Koji Communication bekerjasama dengan TEMPO Institute, 2011.

Daeng, Salamuddin, et. Al. Kriminalisasi berujung monopoli: industri tembakau Indonesia di tengah pusaran kampanye regulasi anti rokok internasional. Jakarta: Indonesia Berdikari, 2011.

Daliemunthe, Saldina Hamzah. (2008) Mengapa hentikan merokok dianjurkan: Suatu tinjauan dari aspek kesehatan Periodontal. (online). Available from: isjd.pdii.lipi.go.id (akses 8 desember 2012)

Damanhuri, Didin S. Ekonomi Politik dan pembangunan: teori, kritik, solusi, bagi Indonesia dan negara sedang berkembang. Bogor: IPB Press, 2010.

Deliarnov. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga, 2006

Hadi, Prajogo U. Suprena Priyatno. (2008) Perana sektor tembakau dan industri rokok dalam perekonomian indonesia: analisis tabel i-o table. (online). Available from: isjd.pdii.lipi.go.id (akses 8 desember 2012)

Hidayat, Budi. Hasbullah Thabrany. (2008) model spesifikasi dinamis permintaan rokok: rasionalkah perokok indonesia?. (online). Available from: isjd.pdii.lipi.go.id (akses 8 desember 2012)

Huda, Ni’matul. Ilmu Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Kinasih, Herjuno Ndaru, Rika Febriani, Sulistyoningsih. Tembakau, Negara dan keserakahan Modal Asing. Jakarta: indonesia Berdikari, 2012.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Pinanjaya, Okta., Waskito Giri S. Muslihat Kapitalis Global: Selingkuh Industri Farmasi dengan Perusahaan Rokok AS. Jakarta: Indonesia Berdikari, 2012.

(22)

Rachmat, Muchjidin. Rizma Aldillah. (2010) Agribisnis tembakau di indonesia: kontroversi dan prospek. (online). Available from: isjd.pdii.lipi.go.id (akses 8 desember 2012)

Rachmat, Muchidin. (2010) pengembanganekonomi tembakau nasional: kebijakan negara maju dan pembelajaran bagi Indonesia. (online). Available from: pse.litbang.deptan.go.id (akses 8 desember 2012)

Saputra, Murry Hermawan. (2009) Analisis Industri Rokok Kretek di Indonesia. (online). Available from: repository.ipb.ac.id (8 Desember 2012)

Sumarno, Simon Bambang. Mundrajad Kuncoro (2002) Struktur Kinerja dan Kluster Industri rokok Kretek: Indonesia, 1996-1999. (online),. Available from: repository.ipb.ac.id (akses 8 desember 2012)

Suroso. (2010) Harapan baru ditengah pro dan kontra merokok haram. (online). Available from: isjd.pdii.lipi.go.id (akses 8 desember 2012)

(23)

Referensi

Dokumen terkait

 Dilakukan pada skala mikro dengan mengukur serapan spektrum senyawa berwarna yang terbentuk sebagai hasil reaksi suatu gula dengan resorsinol- H2S041N atau anilina hidrogen ftalat..

Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas.Pinjaman Daerah dapat bersumber

• Saksi mengaku tidak pernah menggunakan handphone Terdakwa (berbeda dengan suradi yang pernah menggunakan handphone untuk keperluan dinas). Saksi mengaku pernah dititipkan

Potyvirus yang menginfeksi bersama PYLCV pada ubi jalar IR Melati teridentifikasi berdasarkan urutan gen CI parsial sepanjang 693 nt yang mengkode 231 asam amino dan

signifikan. Dengan menggunakan program SPSS versi 16 for windows, maka peneliti dapat merangkum hasil perhitungan uji t berupa tingkat signifikansi dan kontribusi

Mengetahui apakah ada kepuasan pada motif informasi, berdasarkan perhitungan antara kepuasan yang diharapkan (Gratification Sought) pada penonton di Surabaya ketika

Dengan adanya pengunjung remaja ke objek wisata kebun teh cipasung membawa pengaruh yang sangant baik, karena kebanyakan pengunjung dari luar daerah itu

 melestarikan budaya hindu-budha dengan mengadaptasinya ke dalam budaya islam karena nenek moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama hindu dan budha..  selalu